Bullying 1. Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengurangan Tindakan Bullying dengan Metode Psikodrama pada Siswa Kelas VI SDN Bawen 03 Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2013/2014 T1 132010067 BAB II

13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Istilah bullying diilhami dari kata bull bahasa inggris yang berarti “banteng” yang suka menanduk, pihak pelaku bullying biasa disebut bully. Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatankekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini tidak berarti kuat dalam ukuran fisik, tetapi juga kuat secara psikologis. Dalam hal ini sang korban tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik maupun psikologis. Yang perlu dan sangat penting kita perhatikan adalah bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi dampak tindakan tersebut bagi korban, misalnya seorang siswa mendorong bahu temannya dengan kasar, bila yang didorong merasa terintimidasi, apalagi tindakan tersebut dilakukan secara berulang-berulang, maka perilaku bullying telah terjadi, Yayasan Sejiwa, 2008. Definisi bullying menurut Coroloso 2006, mengemukakan sebuah konsep mengenai bullying yaitu bahwa adalah aktivitas sadar, disengaja dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjutan, dan menciptakan teror yang dilakukan oleh seorang anak atau sekelompok anak. 14 Definisi bullying menurut Mellor 2005, menjelaskan bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan oranglain, dan ia merasa takut bila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi, dan merasa tidak berdaya untuk mencegahnya. Biden 2010, mengatakan bahwa bullying adalah kondisi ketika satu anak atau sekelompok anak terus menyakiti anak-anak lain dengan kata-kata atau tindakan. Bullying dilakukan dengan memukul, mendorong, menendang, menyebut nama dengan sembarangan, trik kotor dalam bermain, menyebarkan desas-desus berita bohong, meneror, membuat orang ketakutan, dan mempermalukan. Bullying terjadi ketika satu orang bully memiliki emosional dan kekuatan fisik yang lebih banyak daripada korban. 2.1.2. Aspek-Aspek Bullying Ada beberapa jenis dan wujud bullying menurut Sejiwa 2008. Secara umum, praktik-praktik bullying dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Bullying Fisik Bullying fisik adalah jenis bullying yang kasat mata, siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain: menarik baju, menyenggol dengan bahu, menampar, menimpuk, menjewer, menjambak, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, 15 menghukum dengan berlari keliling lapangan, dan menghukum dengan cara push-up . b. Bullying Verbal Bullying verbal adalah jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran. Contoh-contoh bullying verbal antara lain: membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dan juga menolak. c. Bullying Psikologis Bullying psikologis adalah jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau telinga kita jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan. Contoh-contohnya: memandang dengan sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat sms atau e-mail, memandang dengan merendahkan, memelototi, dan mencibir. 2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Bullying Bullying di sekolah bisa terjadi karena beberapa faktor, diantaranya: Pertama, karena kebanyakan guru kurang menghayati pekerjaannya sebagai panggilan profesi 16 sehingga cenderung kurang memiliki kemampuan mendidik dengan benar serta tidak mampu menjalin ikatan emosional yang konstruktif dengan siswa Mulyadi, 2006. Kedua, dengan dalih demi kedisiplinan siswa, guru kerap kali kehilangan kesabaran hingga melakukan hukuman fisik, atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji dan melanggar batas etika dan moralitas, seperti memukul, meninju, dan menendang serta mengeluarkan kata-kata yang tidak mendidik, yang dapat menyinggung perasaan siswa atau ucapan-ucapan yang dapat mendiskreditkan siswa, misalnya: sindiran, perkataan seperti kalian anak yang bodoh, anak bandel, dan susah diatur. Ketiga, kurikulum terlalu padat dan kurang berpihak pada siswa, sehingga mengakibatkan guru cenderung menjalankan tugasnya sekedar mengejar target kurikulum. Ini tentu terkait dengan belum optimalnya upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan siswa Mulyadi, 2006. Ada beberapa persepsi anak-anak menjadi bully , Sejiwa 2008 antara lain: 1. Karena pernah menjadi korban bullying. 2. Ingin menunjukkan eksistensi diri. 3. Pengaruh tayangan televisi yang negatif 4. Senioritas. 5. Suasana hati. 6. Menutupi kekurangan diri. 17 7. Mencari perhatian. 8. Balas dendam. 9. Sering diperlakukan kasar di rumah dan disekolah. 10. Ingin terkenal. 11. Ikut-ikutan. Bullying tidak mungkin terjadi hanya dengan adanya pelaku bullying. Harus ada korban yang menjadi sasaran penganiayaan dan penindasan. Beberapa ciri yang bisa dijadikan korban bullying , antara lain: a. Berfisik kecil, lemah b. Berpenampilan lain dari biasa c. Sulit bergaul d. Siswa yang rendah kepercayaan dirinya. e. Anak yang canggung sering salah bicara bertindak berpakaian f. Anak yang memiliki aksen berbeda g. Anak yang dianggap menyebalkan atau menantang bully h. Cantik ganteng, tidak cantik tidak ganteng i. Anak orang tidak punya anak orang kaya j. Kurang pandai k. Anak yang gagap l. Dan anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully. 18 2.1.4. Karakteristik Pelaku Bullying Tujuh tipe pelaku bullying yang dikemukakan oleh Coloroso 2006 adalah sebagai berikut: 1. Pelaku bullying yang percaya diri. Pelaku bullying muncul secara sengaja, memiliki ego yang besar, kebanggaan diri yang berlebihan, perasaan berhak dan berkuasa, tidak memiliki empati pada targetnya. Teman-teman sebaya dan guru kerap mengaguminya karena pelaku bullying memilki karakter kepribadian yang kuat. 2. Pelaku bullying sosial, menggunakan desas-desus, gosip, penghinaan verbal dan penghindaran untuk mengisolasi targetnya. Pelaku bullying cemburu pada sifat positif orang lain dan memilki kebanggaan diri yang berlebihan, namun pelaku bullying menyembunyikan perasaannya dalam kepercayaan diri dan kehangatan yang berlebihan. Pelaku bullying manipulatif dan penuh tipu muslihat. 3. Pelaku bullying bersenjata lengkap, biasanya bersikap dingin. Bully memiliki tekad yang kuat untuk melaksanakan misi bullying . Pelaku bullying mencari kesempatan untuk melakukan bullying ketika tidak ada satupun orang dewasa yang melihat atau menghentikannya. 4. Pelaku bullying hiperaktif, memilki masalah akademis dan keterampilan sosial yang buruk. Bully biasanya kurang memiliki kecakapan dalam belajar, sulit mendapat teman dan mudah bereaksi agresif. 19 5. Pelaku bullying yang menjadi korban bullying adalah target sekaligus penindas. Pelaku bullying biasanya tertindas dan disakiti oleh orang lain, pelaku bullying menindas orang lain untuk mendapatkan obat bagi ketidakberdayaan dan kebencian pada dirinya sendiri. 6. Kelompok pelaku bullying adalah sekumpulan teman yang secara kolektif melakukan secara perorangan yang ingin mereka sakiti. 7. Gerombolan pelaku bullying adalah sekumpulan anak-anak menakutkan yang berfungsi sebagai aliansi strategis dalam upaya menguasai, mengontrol, mendominasi, menduduki, dan menjajah. Meskipun cara dan tindakan bullying siswa berbeda-beda namun pada dasarnya memiliki sifat-sifat yang sama, yaitu : 1 Suka mendominasi orang lain. 2 Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh pelaku bullying . 3 Sulit melihat situasi dari sudut pandang orang lain. 4 Hanya peduli pada kebutuhan dan kesenangan bully sendiri. 5 Cenderung melukai anak-anak lain ketika tidak ada orang dewasa di sekitar pelaku bullying . 6 Memandang rekan yang lebih lemah sebagai mangsa. 20 7 Menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan-tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan pelaku bullying kepada targetnya. 8 Tidak mau bertanggungjawab atas tindakannya. 9 Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan, yaitu tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. 10 Haus akan perhatian. 2.1.5. Konsekuensi dari Bullying Bullying yang terjadi di sekolah tidak hanya berkonsekuensi terhadap korban, tapi juga terhadap pelaku bullying dan iklim sekolah yang pada akhirnya akan berkonsekuensi terhadap reputasi sekolah. Berikut ini akan dijelaskan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul dari bullying Yustiana, 2008. 1 Konsekuensi bagi Korban Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource menunjukkan bahwa bullying dapat menutun korban merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam waktu yang lama, dapat mempengaruhi self esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri dan depresi serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih 21 ekstrem, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, membunuh atau melakukan bunuh diri. Coloroso 2006 mengemukakan bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang, para korban yaitu korban akan merasa depresi dan marah, korban marah terhadap diri sendiri dan terhadap pelaku bullying , terhadap orang- orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolong korban. Hal tersebut kemudian mulai mempengaruhi prestasi akademiknya. Dari penelitian Riauskina, dkk 2005, ketika mengalami bullying , korban merasakan banyak emosi negatif marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, dan terancam namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga. Terkait dengan konsekuensi bullying , penelitian Banks dalam Yustiana 2008 menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self esteem , tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan IQ dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi. 22 2 Konsekuensi bagi Pelaku National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya para pelaku memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang yang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, dan mudah frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Sesuai yang dikemukakan oleh Coloroso 1980, mengungkapkan bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying , tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Dengan melakukan bullying , pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku bullying dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya. 3 Konsekuensi bagi siswa lain yang menyaksikan bullying Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima di sekolah. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan 23 penindas karena takut menjadi sasaran tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya. 4 Konsekuensi bagi Sekolah Bagi sekolah, bullying dapat menciptakan iklim sekolah yang tidak aman yang pada akhirnya akan berpengaruh pada reputasi sekolah itu sendiri. Selain itu, bullying yang terjadi juga dapat membahayakan misi pendidikan yang ingin dibawa oleh pihak sekolah. 2.1.6. Kebijakan Sekolah tentang Bullying Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat sekolah ingin membentuk kebijakan sekolah antibullying . Menurut Mellor, pakar antibullying dari Skotlandia, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan kebijakan sekolah yang antibullying , yaitu: kejujuran, keterbukaan, pemahaman dan tanggungjawab, Sejiwa 2008. a Kejujuran Kejujuran dibutuhkan agar semua pihak yang terlibat bersedia untuk jujur pada diri sendiri dan pada lingkungan seputar fenomena bullying yang ada. Kejujuran pada diri sendiri bahwa mungkin selama ini kita tanpa disadari telah melakukan bullying dan kejujuran lingkungan bahwa selama ini 24 perilaku-perilaku bullying telah dianggap sebagai suatu kebiasaan. Ketidakjujuran akan mengarah pada situasi yang semakin tidak sehat. b Keterbukaan Keterbukaan adalah salah satu hal yang mungkin selama ini kurang dimiliki oleh sekolah. Sekolah kerap kali menutup-nutupi kasus bullying yang terjadi karena menganggap itu sebuah aib dan akan berpengaruh pada reputasi sekolah itu. Keterbukaan terhadap fakta-fakta yang ada, walaupun itu fakta yang kurang mengenakkan bagi pihak sekolah tetap harus dijalankan. c Pemahaman Apabila kita ingin menyusun sebuah kebijakan maka kita harus berangkat dari dasar pemahaman yang sama mengenai bullying. Pemahaman yang sama akan sangat membantu dalam pembentukan kebijakan sekolah, karena sudut pandang setiap pihak bisa berbeda-beda. d Tanggung jawab Tanggung jawab untuk pembentukan kebijakan sekolah yang antibullying bukanlah semata-mata tanggung jawab sekolah. Semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama besar dalam pembentukan kebijakan itu. Tantangannya adalah bagaimana rasa tanggung jawab ini didasarkan pada rasa saling menghargai. 25

2.2. Permainan Peranan dengan Metode Psikodrama

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24