Gambar 3. Sudut-sudut yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling
1,5,8
2.6 Titik dan garis yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling
Beberapa titik yang dijadikan referensi dalam gambaran sefalometri. Titik- titik referensi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
4,18-20
- S Sella: titik tengah ruang sella tursika.
- N Nasion: titik paling anterior dari sutura fronto nasalis atau sutura antara
ruang frontal dan tulang nasal. -
Or Orbitale: titik terendah pada tepi rongga mata. -
Po Porion: titik paling superior dari meatus acusticus eksternus . -
titik A Subspinal: titik paling cekung pada kontur premaksila di antara spina nasalis anterior dan gigi insisivus maksila.
- titik B Submentale: titik paling cekung dari lengkung yang dibentuk antara
infra dental dan pogonion. -
Me Menton: titik paling bawah pada dagu.
Universitas Sumatera Utara
- Go Gonion: titik persimpangan antara garis singgung ramus dan korpus
mandibula.
Gambar 4. Titik-titik referensi pada sefalogram lateral yang digunakan pada Indeks
Probabilitas Gramling.
4,18-20
Pada umumnya garis-garis referensi dibuat dengan menghubungkan titik-titik pada gambaran sefalometri lateral. Garis-garis referensi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.
4,18-20
- Garis basis kranium SN : garis yang menghubungkan Sella dan Nasion
- Garis Frankfort FHP : garis yang menghubungkan Porion dan Orbita.
- Garis Oklusal OCC PL : adalah garis yang melalui oklusi dari gigi molar
pertama dan gigi insisivus maksila dan mandibula. -
Garis mandibula MP : Garis yang menghubungkan Gonion dan Menton.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Bidang pada sefalogram Lateral yang digunakan pada Indeks
Probabilitas Gramling.
7,18,19
2.7 Sudut yang digunakan dalam pengukuran Indeks Probabilitas Gramling 2.7.1 FMA
Frankfort - Mandibular Angle
Sudut pertama adalah FMA yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan antara garis Frankfort dan garis mandibula yang dikenal sebagai salah satu kriteria
sefalometri terpenting dalam diagnosis, prognosis dan perencanaan perawatan Gambar 6. Sudut ini mengindikasikan arah pertumbuhan wajah bawah, baik
horizontal dan vertikal.
7
Nilai normal untuk sudut ini adalah 22 ˚ - 28˚. FMA di atas
nilai normal menunjukkan pertumbuhan vertikal yang lebih besar, sementara FMA di bawah nilai normal mengindikasikan pertumbuhan vertikal yang kecil. Sudut ini
merupakan parameter yang baik dari kontrol vertikal selama mekanoterapi sehingga harus diperhatikan dengan baik selama perawatan
. Peningkatan FMA yang terjadi
selama perawatan pada pasien dengan nilai FMA yang sedang sampai besar akan menunjukkan rotasi ke bawah dan ke belakang yang merupakan suatu proses yang
kurang baik dari sistem gaya ortodonti yang tidak terkontrol.
4,7,13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. FMA Frankfort Mandibular Angle , FMIA Frankfort Mandibular Incisor Angle, IMPA
Incisor Mandibular Plane Angle .
7
2.7.2 ANB
Sudut kedua adalah sudut ANB, yang juga merupakan kriteria yang telah dikenal ortodontis. ANB adalah sudut yang secara spesifik mengklasifikasikan suatu
maloklusi dan merupakan indikator yang digunakan untuk mengkaji disharmoni hubungan antara maksila dan mandibula yang didapat dari sudut SNA dikurangi
sudut SNB .
3,4,13,18-20
ANB menunjukkan hubungan langsung anteroposterior dari maksila terhadap mandibula. Nilai ANB berkisar 1
˚ - 5˚ Gambar 7. Nilai ANB lebih besar dari 10° biasanya membutuhkan kombinasi perawatan bedah sebagai tambahan untuk
mendapatkan perawatan yang tepat.
4,7,13,18-20
Gambar 7. Nilai normal sudut ANB 1° - 5°.
7,19
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 FMIA Frankfort - Mandibular Incisor Angle
Sudut ketiga adalah sudut Frankfort - insisivus mandibula, yaitu sudut yang diambil dari perpotongan garis Frankfort dan garis aksis insisvus mandibula
Gambar 8. Sudut ini merupakan sudut yang paling penting yang menggambarkan protrusi insisivus mandibula. FMIA tidak hanya menggambarkan hubungan protrusi
insisivus mandibula terhadap mandibula, namun juga menghubungkan protrusi insisivus mandibula terhadap wajah.
13,16,19
Nilai normal FMIA adalah 68 ˚ dengan FMA 22˚ - 28˚. Jika nilai FMIA 65˚
diharapkan nilai FMA 30 ˚ atau lebih. Tweed mengatakan bahwa nilai FMIA
mengindikasikan derajat keseimbangan dan harmonisasi di antara wajah bawah dan batas anterior dari pertumbuhan gigi, sehingga bila nilai FMIA berada dikisaran
normal akan terdapat hubungan wajah yang baik ideal.
8,14,15,19,20
Gambar 8. FMIA. Tweed menggunakan FMIA sebagai indikator keseimbangan wajah.
7
2.7.4 OCC PL Occlusal Plane
Garis oklusal yang diukur terhadap garis Frankfort telah lama dianggap sebagai penentu atas kualitas gaya ortodonti, dan merupakan sudut keempat dalam
Indeks Probabilitas Gramling. Sudut ini juga penting sebagai penentu kesulitan dari
Universitas Sumatera Utara
suatu koreksi ortodonti karena maloklusi dikoreksi di sepanjang garis oklusal. Dalam penelitian pada 150 maloklusi Klas II didapat bahwa maloklusi Klas II dengan sudut
dataran yang tinggi terbukti paling sulit dikoreksi.
3,4,13,18-20
Nilai normal dari garis OCC PL ke garis FH adalah 8°-12° ± 2° pada pasien laki-laki dan perempuan. Kecuraman rata-rata pada OCC PL laki-laki dan perempuan
adalah 9° dan 11° Gambar 9. Nilai di atas dan di bawah rentang normal mengindikasikan tingkat kesulitan dalam perawatan. Peningkatan kecuraman OCC
PL selama perawatan mengindikasikan kehilangan kontrol vertikal dan kecenderungan untuk memperoleh hasil perawatan yang kurang stabil karena sudut
OCC PL menentukan keseimbangan otot, terutama otot-otot mastikasi.
7,13,18-20
Gambar 9. Nilai normal OCC PL 8°-12°±2°. Rata-rata kecuraman OCC PL pada
laki-laki 9° dan perempuan 11°.
19
2.7.5 SNB
Sudut kelima yang digunakan dalam Indeks Probabilitas adalah sudut SNB. Sudut ini paling tepat dalam menggambarkan hubungan anteroposterior mandibula
terhadap basis kranium anterior Gambar 10. Nilai 78°-82 ° menyatakan posisi
Universitas Sumatera Utara
anteroposterior mandibula yang normal. Nilai yang kurang dari 74° menyatakan retrognasi mandibula mengindikasikan bahwa bedah ortognati akan menjadi sangat
bermanfaat untuk perawatan.
7,13,18-20
Gambar 10. Nilai normal SNB 78°-82°.
19
Gramling melakukan pengelompokan berdasarkan nilai normal masing- masing sudut, dimana jika lebih besar atau pun lebih kecil dari nilai normal akan
memberikan prediksi keberhasilan atau kegagalan perawatan. Namun setelah dianalisis sudut-sudut tersebut memiliki nilai prediktif yang rendah dan tidak valid
bila masing-masing dinilai secara terpisah. Jika kelima sudut diukur secara bersamaan dan digabungkan maka hasil pengukuran tersebut ditemukan memiliki kemampuan
prediktif dalam menentukan apakah suatu kasus sesuai untuk perbaikan Klas II. Dari latar belakang tersebut Gramling memformulasikan suatu Indeks
Probabilitas. Yaitu dengan cara menetapkan faktor kesulitan dan diberikan nilai spesifik dari titik-titik untuk setiap variabel dengan tujuan 1 meningkatkan prosedur
diagnostik, 2 panduan prosedur perawatan, 3 memprediksi kemungkinan keberhasilan perawatan atau gagal. Hal ini diharapkan indeks akan menjadi nilai yang
Universitas Sumatera Utara
memisahkan maloklusi Klas II yang membutuhkan prosedur perawatan alternatif dari kasus-kasus yang membutuhkan koreksi bedah untuk mencapai oklusi yang baik.
Indeks Probabilitas Gramling menyatakan bahwa kontrol kelima sudut yaitu FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB adalah kunci apakah koreksi ortodonti maloklusi
Klas II sukses atau gagal.
13
Tabel 1. Indeks Probabilitas Gramling. Faktor kesulitan Hasil sefalometri
Indeks Probabilitas
FMA 20°-30° 5
ANB 6 atau kurang 15
FMIA 60° atau lebih 2
OOC PL 7° atau kurang 3
SNB 80° atau lebih 5
Total
Tabel diatas menunjukkan nilai kisaran dimana keberhasilan perbaikan maloklusi Klas II muncul ketika nilai sudut jatuh pada kisaran tersebut. Nilai rerata
untuk keberhasilan perawatan tersebut yaitu FMA harus memiliki nilai 20-30°; ANB 6° atau kurang; OCC PL 7° atau kurang; FMIA 60° atau lebih dan SNB 80° atau
lebih. Tabel 2. Kriteria Indeks Probabilitas Gramling.
100 90 – 99
80 - 89 70 – 79
60 – 69 50
tidak mungkin berhasil tanpa bedah sangat buruk
buruk sedang
baik sangat baik
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Contoh perhitungan Indeks Probabilitas Gramling. Faktor kesulitan Hasil sefalometri
Indeks Probabilitas
FMA 20°-30° 5
35 25
ANB 6 atau kurang 15
8 30
FMIA 60° atau lebih 2
54 12
OOC PL 7° atau kurang 3
10 9
SNB 80° atau lebih 5
75 25
Total 101
Tabel 3 di atas menunjukkan contoh dari pemakaian Indeks Probabilitas untuk sampel maloklusi Klas II. Cara perhitungannya sangat sederhana, jika sudut FMA 35°
maka nilai di luar kisaran indeks adalah 5°, kemudian 5° dikalikan dengan 5, maka Indeks Probabilitas untuk FMA adalah 25. Variabel lainnya dikalkulasikan dengan
cara yang sama dan dijumlahkan. Pada contoh ini menghasilkan Indeks Probabilitas sebesar 101, artinya kasus maloklusi Klas II ini memiliki nilai 100. Dengan
demikian kasus tersebut termasuk dalam kategori prognosis tidak mungkin berhasil tanpa pembedahan Tabel 2.
13
Gramling menyimpulkan Indeks Probabilitas tidak hanya berguna dalam memprediksi hasil perawatan suatu maloklusi Klas II, namun juga bermanfaat dalam
mengevaluasi kinerja ortodontis dalam perawatan ortodonti Klas II. Singkatnya, semakin besar pengurangan Indeks Probabilitas dari suatu maloklusi Klas II, semakin
baik metode perawatannya.
13
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Teori
Perawatan Maloklusi Klas II
Modifikasi pertumbuhan Kamuflase
Pencabutan Tanpa pencabutan
Bedah ortognatik
Penilaian tingkat keberhasilan perawatan dengan menggunakan Indeks Probablitias Gramling
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konsep
Faktor kesulitan Hasil sefalometri
Indeks Probabilitas
FMA 20°-30° 5
ANB 6° atau kurang 15
FMIA 60 ° atau lebih 2
OOC PL 7° atau kurang
3 SNB 80° atau lebih
5 Total
100 90 – 99
80 - 89 70 – 79
60 – 69 50
tidak mungkin berhasil tanpa bedah sangat buruk
buruk sedang
baik sangat baik
Perawatan Maloklusi Klas II Pencabutan
pengukuran sefalometri sebelum dan sesudah perawatan
FMA, ANB, FMIA, OOC PL, SNB
Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah
perawatan Tanpa pencabutan
pengukuran sefalometri sebelum dan sesudah perawatan
FMA, ANB, FMIA, OOC PL, SNB
Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah
perawatan
dibandingkan dan dilihat Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis Quasi Experimental.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Klinik Spesialis Ortodonti RSGMP FKG USU. Penelitian dilakukan selama 3 bulan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah pasien maloklusi Klas II yang telah selesai dirawat dengan pencabutan dan tanpa pencabutan di klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Gambaran sefalometri dari pasien dengan kasus maloklusi Klas II dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan di klinik Ortodonti RSGMP FKG USU akan digunakan untuk menilai hasil perawatan.
Besar sampel diambil dengan cara consecutive sampling yaitu data diambil dari seluruh kasus maloklusi Klas II yang telah selesai dirawat di RSGMP FKG USU.
Berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi didapat 18 sampel tanpa pencabutan dan 22 sampel dengan pencabutan.
Universitas Sumatera Utara