BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan
seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi pengunyahan maupun fungsi bicara. Maloklusi bukan merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari
perkembangan normal.
1,2,5
Graber 1962 membagi faktor etiologi maloklusi menjadi faktor umum dan faktor lokal. Faktor umum terdiri dari herediter, kelainan bawaan,
malnutrisi, kebiasaan buruk, postur tubuh, trauma dan faktor lokal terdiri dari kelainan jumlah, bentuk dan ukuran gigi, premature loss, prolonged retention dan
karies gigi desidui.
1,3,7,16
Maloklusi Klas II merupakan maloklusi yang paling sulit dalam perawatan ortodonti yang ditandai dengan prognasi maksila dan mandibula normal, retrognasi
mandibula dan maksila normal, ataupun kombinasi dari keduanya. Profit mengatakan bahwa sekitar 80 dari ras Kaukasia pada pasien maloklusi Klas II memiliki
mandibula yang retrognasi, sedangkan sekitar 20 maksila yang prognasi.
1,2,5-7
2.1 Maloklusi Klas II
Menurut klasifikasi Angle, maloklusi Klas II ditandai dengan tonjol mesio bukal molar pertama permanen maksila letaknya lebih ke mesial daripada bukal
groove molar pertama permanen mandibula. Sering dikenal dengan istilah distooklusi
Universitas Sumatera Utara
atau mandibula dengan lengkung giginya terletak lebih ke distal terhadap maksila Gambar 1.
1,2,6,11,16,17
Gambar 1: Klas II Angle.
6,11
Relasi skeletal dari maloklusi Klas II ditandai dengan mandibula pada keadaan oklusi, terletak lebih ke distal daripada maksila. Gambar 2.
18
Gambar 2: Klas II skeletal.
11,18
2.2 Etiologi maloklusi Klas II
2 -6,18
Kemungkinan akan sulit untuk menentukan secara pasti faktor etiologi dari setiap tipe maloklusi, faktor yang mungkin berperan terhadap terjadinya maloklusi
Klas II dibagi menjadi 4 bagian yaitu: faktor pre-natal, faktor natal, faktor post natal dan faktor fungsional.
16
Universitas Sumatera Utara
• Faktor pre-natal. 1.
Genetik dan kongenital : Penelitian yang dilakukan pada orang tua dan anaknya yang memiliki tipe maloklusi yang sama menunjukkan bahwa
dimensi wajah pada dasarnya ditentukan secara herediter melalui gen. Dengan demikian dimensi tulang basal yang berperan pada maloklusi Klas II skeletal
merupakan hal yang diwariskan. 2.
Obat-obatan tertentu yang diberikan saaat kehamilan dapat menyebabkan perkembangan yang abnormal yang mengarah pada maloklusi Klas II.
3. Terapi radiasi selama masa kehamilan dapat menjadi faktor penyebab
maloklusi Klas II. 4.
Posisi janin pada saat dalam kandungan misalnya tangan yang diletakkan didepan wajah janin tampaknya akan mempengaruhi pertumbuhan
kraniofasial terutama bila terjadi pada mandibula. • Faktor Natal
Aplikasi forceps yang tidak tepat saat melahirkan dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur dari kondilus sehingga terjadi pendarahan pada area sendi dan
mungkin dapat menjadi ankilosis atau fibrosis pada daerah temporo mandibular joint yang mengarah pada terhambatnya pertumbuhan mandibula.
• Faktor Post Natal Kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan normal
kraniofasial adalah
Universitas Sumatera Utara
1. Kebiasaan tidur dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dari rahang.
2. Kebiasaan buruk seperti mengisap jari dan menggigit bibir bawah juga dapat
menjadi penyebab maloklusi Klas II. 3.
Trauma saat bermain. Setiap trauma pada mandibula yang dapat menyebabkan kerusakan pada daerah kondilus memiliki potensi untuk menghambat
pertumbuhan mandibula. 4.
Terapi radiasi jangka panjang. 5.
Penyakit-penyakit tertentu seperti Rheumatoid arthritis juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mandibula.
6. Penyakit-penyakit lain yang dapat menjadi presdiposisi yang mungkin dapat
mempengaruhi pertumbuhan normal termasuk tonsilitis akut, rhinitis alergi dan polip nasal.
7. Anomali gigi geligi juga dapat menyebabkan terjadinya maloklusi Klas II,
misalnya kehilangan gigi secara kongenital, malformasi bentuk gigi, kehilangan dini gigi desidui, dan persistensi.
8. Pada maloklusi Klas II divisi 2, mandibula tidak dapat berkembang karena
retroklinasi insisivus maksila. • Faktor Fungsional
Berdasarkan teori fungsional matriks ada hubungan antara bentuk anatomis dan fungsi fisiologis, sehingga kelainan pada hubungan tersebut terutama selama
masa pertumbuhan dapat menjadi faktor yang berperan pada terjadinya suatu
Universitas Sumatera Utara
maloklusi, misalnya bila terjadi kerusakan pada fungsi yang normal seperti fungsi pernafasan, pola penelanan, posisi lidah dan posisi bibir dapat berperan pada
terjadinya maloklusi.
16
2.2 Klasifikasi Maloklusi Klas II