HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini dilihat dari asal sekolah, jenis kelamin dan pendidikan terakhir orang tua. Survai dilakukan oleh 105 orang responden siswa Sekolah Dasar pada usia 11 – 12 tahun. Anak usia sekolah 10 – 12 tahun dinilai sudah cukup mampu memahami instruksi yang diberikan peneliti lewat kuisioner selama pengambilan data, sehingga menunjang tercapainya tujuan penelitian. 105 siswa responden tersebut berasal dari empat Sekolah Dasar di wilayah kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 30 siswa dari SDS Pelita dan 25 siswa dari SDN Jati Padang 05, yang keduanya berada di kelurahan Jati Padang dengan status sosial ekonomi masyarakatnya tertinggi di kecamatan Pasar Minggu. Sedangkan 30 siswa dari SDN Kebagusan 03 dan 20 siswa dari SDS Raudhatul Jannah, yang keduanya berada di kelurahan Kebagusan Besar dengan status sosial ekonomi masyarakatnya terendah di kecamatan Pasar Minggu. Data sebaran responden berdasarkan asal sekolah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan asal sekolah Asal sekolah n SDS. Pelita 30 28.6 SDN. Jati Padang 05 25 23.8 SDN. Kebagusan 03 30 28.6 SDS. Raudhatul Jannah 20 19.0 Total 105 100 Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin n Laki-laki 50 47.6 Perempuan 55 52.4 Total 105 100 Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua terbagi menjadi 8 kelompok. Sebagian besar orang tua responden berpendidikan terakhir pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dengan persentase sebesar 63.8 pada Bapak dan 56.2 pada Ibu. Ada beberapa orang tua responden berpendidikan terakhir Sarjana sebesar 16.2 pada Bapak dan 11 pada Ibu. Tabel 7 menyajikan data sebaran pendidikan terakhir orang tua responden. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang tua responden dalam penelitian ini dinilai cukup mampu mengakses informasi yang diperlukan untuk kelangsungan dan kesejahteraan keluarganya. Data pendidikan terakhir orang tua responden diperlukan untuk mengetahui berapa banyak yang dapat memahami bentuk pola asuh dan pola makan yang benar terhadap anaknya. Tabel 7. Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir orang tua Pendidikan terakhir Bapak n Ibu n S.I 17 16.2 11 10.5 D.3 9 8.6 3 2.9 SPG 2 1.9 4 3.8 STM 1 0.9 0 D.1 0 0 1 0.9 SMA 67 63.8 59 56.2 SMP 7 6.7 22 20.9 SD 2 1.9 5 4.8 Total 105 100 105 100

2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan nilai raport dari tiga mata pelajaran, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Berdasarkan Tabel 8 , sebesar 41 responden berada dalam kategori prestasi belajar yang baik, kemudian 32.4 responden pada kategori cukup dan 26.6 pada kategori sangat baik. Manfaat yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar atau prestasi antara lain untuk mengetahui apakah proses belajar telah berlangsung efektif atau sebaliknya. Tabel 8. Sebaran responden berdasarkan tingkat prestasi belajar Kategori prestasi n Sangat baik 28 26.6 Baik 43 41 Cukup 34 32.4 Kurang 0 0 Total 105 100 Berdasarkan hasil perhitungan uji beda T- test prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan Lampiran 4 , menunjukkan bahwa nilai t = -1.129 lebih kecil dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.262. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan. Hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar siswa laki – laki dan perempuan pada SD favorit di Kelurahan Jati Padang dan Kebagusan, menunjukkan bahwa nilai t = -1.426 lebih kecil dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.159. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan pada SD favorit di kedua Kelurahan tersebut. Demikian pula pada hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar siswa laki – laki dan perempuan pada SD non favorit di Kelurahan Jati Padang dan Kebagusan, menunjukkan bahwa nilai t = -0.223 lebih kecil dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.825. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa laki – laki dan perempuan pada SD non favorit di kedua Kelurahan tersebut. Kemampuan prestasi belajar tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin, siswa yang rajin belajar dan sangat memanfaatkan waktunya untuk belajar akan menjadi siswa yang berprestasi. Hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar antara SD favorit dan SD non favorit di Kelurahan Jati Padang dengan SSE tertinggi menunjukkan bahwa nilai t = 0.970 lebih besar dari taraf signifikan 2- tailed yaitu 0.336. Begitu pula pada SD di Kelurahan Kebagusan dengan SSE terendah menunjukkan bahwa nilai t = 0.688 lebih besar dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.495. Artinya, ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar pada SD favorit dan SD non favorit di kedua Kelurahan tersebut, lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil perhitungan uji beda T-test prestasi belajar SD favorit antara Kelurahan Jati Padang dengan Kelurahan Kebagusan menunjukkan bahwa nilai t = 3.049 lebih besar dari taraf signifikan 2- tailed yaitu 0.003. Begitu pula pada SD non favorit antara Kelurahan Jati Padang dengan Kelurahan Kebagusan menunjukkan bahwa nilai t = 1.844 lebih besar dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.072. Artinya, ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar SD favorit antara Kelurahan Jati Padang dengan Kelurahan Kebagusan dan juga ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar SD non favorit di kedua Kelurahan tersebut, lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hal ini dapat diartikan bahwa perbedaan SSE Status Sosial Ekonomi mempengaruhi prestasi belajar siswa.

3. Status Gizi

Berdasarkan Tabel 9, status gizi responden diukur dengan menggunakan tiga indikator status gizi, yaitu BBU, TBU, BBTB. Menurut Soekirman 1999, untuk mengetahui secara tepat status gizi anak sebaiknya menggunakan tiga indikator status gizi tersebut, sehingga dapat disimpulkan secara tepat keadaan gizi anak. Jika dilihat berdasarkan BBU sebagian besar responden 82.9 berstatus gizi normal. Berdasarkan indikator TBU sebagian besar responden 88.6 juga tergolong dalam kategori normal. Status gizi responden berdasarkan BBTB sebagian besar responden 72.4 berada dalam kategori normal. Berdasarkan indikator status gizi menurut BBU dan TBU yang tergolong normal, dapat diartikan bahwa keadaan status gizi sebagian besar responden pada masa kini dan masa lampau tergolong baik. Jika dilihat dari indikator BBTB yang tergolong normal, maka dapat diartikan bahwa berat badan responden tergolong proporsional dengan tinggi badannya. Menurut Soekirman 1999, berat badan berkorelasi dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Tabel 9. Sebaran responden berdasarkan status gizi Variabel n Status gizi BBU Normal 87 82.9 Kurang 18 17.1 Total 105 100 Status gizi TBU Normal 93 88.6 Kurang 12 11.4 Total 105 100 Status gizi BBTB Normal 77 73.3 Lebih 12 11.4 Kurang 16 15.2 Total 105 100 Hasil perhitungan uji beda T-test status gizi BBU antara responden laki – laki dan perempuan menunjukkan bahwa nilai t = -0.736 lebih kecil dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.464. Pada hasil uji beda T-test status gizi TBU antara responden laki – laki dan perempuan menunjukkan bahwa nilai t = -0.174 lebih kecil dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.862. Begitu pula pada hasil uji beda T-test status gizi BBTB antara responden laki – laki dan perempuan menunjukkan bahwa nilai t = -0.281 lebih kecil dari taraf signifikan 2-tailed yaitu 0.779. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan status gizi BBU , TBU dan BBTB antara responden laki – laki dan perempuan Lampiran 6. Dengan demikian, status gizi dari hasil penelitian ini tidak ditentukan oleh perbedaan jenis kelamin.

4. Lingkungan Belajar di Sekolah a. Persepsi tentang Belajar di Sekolah

Berdasarkan pada Tabel 10, hampir semua responden 92.4 menyatakan senang belajar di sekolah dengan alasan sebesar 64.9 responden banyak mendapatkan teman di sekolah. Sedangkan ada 8 siswa atau 7.6 responden tidak senang belajar di sekolah. Hal ini sebagian besar dikarenakan responden tidak senang dengan cara guru mengajar pada salah satu mata pelajaran. Berdasarkan beberapa mata pelajaran yang ditanyakan pada kuisioner, sebesar 73.3 responden senang belajar Matematika, 78.1 responden senang dengan cara mengajar guru Matematika, 80 responden mengerti dengan pelajaran matematika yang diajarkan di kelas. Pada pelajaran Bahasa Indonesia, 90.5 responden senang belajar Bahasa Indonesia, 93.3 responden senang dengan cara mengajar guru Bahasa Indonesia, 96.2 responden mengerti dengan pelajaran matematika yang diajarkan di kelas. Pada pelajaran Bahasa Inggris, 97.1 responden senang belajar Bahasa Inggris, 96.2 responden senang dengan cara mengajar guru Bahasa Inggris, 99 responden mengerti dengan pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan di kelas. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa senang dengan mempelajari mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, senang dengan cara guru mengajar mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, serta mengerti dengan cara guru mengajar mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang di ajarkan di sekolah. Tabel 10. Sebaran responden berdasarkan persepsi tentang belajar di sekolah Persepsi tentang belajar di sekolah n Kesenangan belajar di sekolah Senang 97 92.4 Tidak senang 8 7.6 Total 105 100 Hal-hal yang membuat siswa senang belajar di sekolah Banyak teman 63 64.9 Cara guru mengajar 24 24.7 Ada tempat olahraga 2 2.1 Ada perpustakaan 5 5.2 Tidak menjawab 3 3.1 Total 97 100 Hal-hal yang membuat siswa tidak senang belajar di sekolah Cara guru mengajar 8 8 Total 8 100 Senang belajar matematika Ya 77 73.3 Tidak 28 26.7 Total 105 100 Senang dengan cara guru mengajar matematika Ya 82 78.1 Tidak 23 21.9 Total 105 100 Mengerti pelajaran matematika Ya 84 80 Tidak 21 20 Total 105 100 Senang belajar Bahasa Indonesia Ya 95 90.5 Tidak 10 9.5 Total 105 100 Senang dengan cara guru mengajar Bahasa Indonesia Ya 98 93.3 Tidak 7 6.7 Total 105 100 Mengerti pelajaran Bahasa Indonesia Ya 101 96.2 Tidak 4 3.8 Total 105 100 Senang belajar Bahasa Inggris Ya 102 97.1 Tidak 3 2.9 Total 105 100 Senang dengan cara guru mengajar Bahasa Inggris Ya 101 96.2 Tidak 4 3.8 Total 105 100 Mengerti pelajaran Bahasa Inggris Ya 104 99 Tidak 1 1 Total 105 100

b. Sarana Belajar di Sekolah

Sarana belajar di sekolah yang sangat menunjang prestasi siswa adalah tersedianya ruang perpustakaan. Berdasarkan Tabel 11 , di sekolah terdapat ruang perpustakaan dan semua responden pernah mengunjungi ruang perpustakaan tersebut. Sebagian besar responden 82.9 mengunjungi perpustakaan minimal 2 kali dalam satu minggu dan 25.8 responden mengunjungi lebih dari 2 kali dalam satu minggu. Jenis buku yang dibaca di ruang perpustakaan responden adalah buku ilmu pengetahuan umum 61 , kemudian buku cerita 33.3 . Pemilihan buku ilmu pengetahuan dan buku cerita yang dibaca responden, dapat dikatakan karena responden tidak mempunyai buku tersebut. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, para guru dari keempat sampel Sekolah Dasar sering mengingatkan siswanya untuk mengunjungi perpustakaan sekolah. Hal ini berarti, sarana perpustakaan pada keempat sampel Sekolah Dasar sudah digunakan sebaik mungkin. Salah satu fasilitas sekolah lainnya yang sangat mendukung keberhasilan proses belajar dan mengajar di dalam kelas adalah kebersihan dan kejelasan tulisan di papan tulis. Sebesar 64.8 responden menjawab dapat melihat tulisan di papan tulis dengan baik. Adapun alasan siswa tidak dapat melihat tulisan dengan baik di papan tulis, sebagian besar 56.8 karena siswa duduk di belakang. Namun, perlu mendapat perhatian khusus bahwa papan tulis yang kotor juga merupakan penyebab siswa tidak dapat melihat tulisan dengan jelas. Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah Sarana perpustakaan n Ada ruang perpustakaan Ya 105 100 Tidak 0 Total 105 100 Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah lanjutan Sarana Perpustakaan n Pernah ke ruang perpustakaan Ya 105 100 Tidak 0 Total 105 100 Frekuensi mengunjungi ruang perpustakaan per minggu 1 kali 18 17.1 2 kali 60 57.1 2 kali 27 25.8 Total 105 100 Jenis buku yang dibaca diruang perpustakaan Buku pelajaran 6 5.7 Buku cerita 35 33.3 Buku pengetahuan umum 64 61 Total 105 100 Guru sering menyuruh adik mengunjungi ruang perpustakaan Ya 105 100 Tidak 0 Total 105 100 Sarana di Kelas Kemampuan melihat tulisan di papan tulis Dapat melihat 68 64.8 Tidak dapat melihat 37 35.2 Total 105 100 Alasan tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis Duduk di belakang 21 56.8 Tulisan tidak jelas 6 16.2 Papan tulis kotor 10 27 Total 37 100

c. Kedisiplinan terhadap Tata Tertib di Sekolah

Kedisiplinan terhadap tata tertib di sekolah dapat diperhatikan dari banyaknya siswa yang datang tepat waktu, kedisiplinan guru yang mengajar terhadap waktu mengajar pelajaran, kedisiplinan dalam menjaga kebersihan sekolah terutama ruang kelas serta sanksi yang di berikan kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Berdasarkan Tabel 12 , sebesar 76.2 responden menjawab teman sekelas responden datang tepat waktu. Kedisiplinan guru yang mengajar masih kurang, dilihat dari banyaknya guru yang kadang – kadang datang terlambat yaitu sebesar 78.1 . Akan tetapi, keterlambatan guru mengajar masih dapat ditangani oleh guru piket yang bertugas untuk menggantikan sebesar 72.4 dari responden yang menjawab dan sebagian besar siswa 64.8 menjaga kebersihan di sekolah. Tabel 12. Pendapat responden terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah Variabel n Jumlah siswa datang tepat waktu Banyak 80 76.2 Sedikit 25 23.8 Total 105 100 Guru terlambat masuk kelas Sering 5 4.8 Kadang-kadang 82 78.1 Tidak pernah 18 17.1 Total 105 100 Ketersediaan guru pengganti jika guru terlambat Ada 76 72.4 Tidak ada 29 27.6 Total 105 100 Pemberian tugas sebagai pengganti keterlambatan guru Ada 74 70.5 Tidak ada 31 29.5 Total 105 100 Jumlah siswa yang menjaga kebersihan sekolah Banyak 68 64.8 Sedikit 37 35.2 Total 105 100 Kepatuhan terhadap kedisiplinan merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Mengajar disiplin berarti mengajar anak agar mau mengikuti kemauan orang lain, mau mengikuti peraturan sesuai dengan aturan lingkungan. Ini berarti bahwa ia harus mampu mengendalikan kemauannya itu demi orang lain. Kepatuhan dan disiplin tidak begitu saja dapat di buat dan dipaksakan dalam diri anak, melainkan ia akan berkembang sejajar dengan perkembangan intelektual, pengertian sebab akibat dan kemampuan untuk mempertimbangkannya Prasetyo, 1993.

5. Lingkungan Belajar di Rumah a. Sarana Belajar di Rumah

Berdasarkan Tabel 13 , dapat dilihat bahwa hanya sedikit siswa 10.5 responden yang memiliki tempat belajar khusus. Arti tempat belajar khusus adalah di dalam rumah responden memiliki ruangan yang khusus sebagai tempat belajar. Bagi siswa yang tidak memiliki tempat belajar khusus, sebagian besar 43.8 belajar di kamar tidur, belajar di mana saja sebesar 22.9 responden. Sarana belajar yang baik adalah yang memberikan kenyamanan kepada responden, karena dengan kenyamanan dapat menimbulkan motivasi belajar dan mempermudah dalam memahami pelajaran. Waktu belajar dalam satu hari pada sebagian besar responden 93.3 , ditempuh selama lebih dari 1 jam, sedangkan sebesar 6.7 responden hanya belajar kurang dari satu jam. Prestasi siswa tidak ditentukan oleh lamanya waktu belajar dalam satu hari, tetapi lebih ditentukan oleh keefektifan siswa dalam memanfaatkan waktu belajar tersebut. Masalah belajar dimasa anak – anak merupakan hal yang sering di hadapi orang tua dan guru. Keluhan – keluhan yang sering kita dengar adalah anak sukar menangkap pelajaran, cepat lupa jika diajarkan sesuatu, tidak dapat konsentrasi, tidak mengerti huruf, kesukaran dalam membaca, menulis dan berhitung, tidak ada gairah belajar dan sebagainya Prasetyo, 1993. Tabel 13. Sebaran responden berdasarkan penggunaan sarana belajar di rumah Variabel n Tempat belajar khusus 11 10.5 Ruang makan 2 1.9 Kamar tidur 46 43.8 Ruang tamu 12 11.4 Ruang keluarga 10 9.5 Dimana saja 24 22.9 Total 105 100 Lama belajar dalam 1 hari 1 jam 7 6.7 1 – 2 jam 61 58.1 2 jam 37 35.2 Fasilitas belajar Lengkap buku tulis, buku pelajaran, alat tulis 82 78.1 Tidak lengkap 23 21.9 Total 105 100 Sarana belajar di rumah juga meliputi kelengkapan alat tulis. Alat tulis yang lengkap dapat lebih menunjang proses keberhasilan belajar di rumah maupun di sekolah. Sebagian besar responden 78.1 memilki fasilitas alat tulis yang lengkap buku pelajaran, buku tulis, pensilpulpen, penghapus, sedangkan sisanya sebesar 21.9 responden tidak memiliki alat tulis yang lengkap.

b. Perhatian Orang Tua di Rumah

Belajar dengan motivasi yang kuat merupakan syarat agar dapat mencapai sukses yang optimal. Pada anak sekolah, motivasi tidak selalu dapat terjadi secara spontan, tetapi juga harus sengaja diupayakan oleh orang tua maupun guru. Motivasi belajar anak tersebut mencakup tujuan belajar, motif belajar, frekuensi belajar, cara belajar dan lain – lain Pritriyani et al. , 1999. Tabel 14. Sebaran responden berdasarkan perhatian orang tua di rumah Perhatian orang tua n Bertanya tentang PR Sering 71 67.6 Kadang kadang 34 32.4 Tidak pernah Total 105 100 Membantu mengerjakan PR Sering 45 42.9 Kadang- kadang 60 57.1 Tidak pernah Total 105 100 Bertanya tentang hasil ujian Sering 76 72.4 Kadang- kadang 29 27.6 Tidak pernah Total 105 100 Bertanya tentang aktifitas di sekolah Sering 43 40 Kadang- kadang 44 41.9 Tidak pernah 18 17.1 Total 105 100 Perhatian yang diberikan oleh orang tua terhadap siswa di rumah dapat berupa perhatian terhadap tugas – tugas yang diberikan guru dalam bentuk menanyakannya kepada siswa. Kemudian membantu siwa jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Perhatian orang tua dapat juga dalam hal merespon hasil ujian anaknya. Berdasarkan Tabel 14 , sebagian besar orang tua sering menanyakan tugas pekerjaan rumah dari guru 67.6 dan hasil ujian 72.4 . Walaupun orang tua sering menanyakan pekerjaan rumah siswa, namun hanya 42.9 yang sering membantu mengerjakan PR. Selebihnya menurut siswa hanya kadang – kadang membantu. Hal ini biasanya terjadi pada siswa jika orang tuanya merupakan pekerja yang sibuk sehingga kurang ada waktu untuk membantu anaknya menyelesaikan pekerjaan rumah, bisa juga dikarenakan orang tua tidak dapat memahami tugas tersebut. Berdasarkan Tabel 14 , dalam hal kegiatan di sekolah, hanya sebagian orang tua siswa yang sering menanyakan kegiatan siswa di sekolah 40 , namun terdapat 17 orang tua tidak pernah menanyakan aktivitas anaknya di sekolah.

c. Suasana Belajar di Rumah

Berdasarkan Tabel 15 , lebih dari separo responden 61,9 tinggal pada suasana sekitar rumah yang tidak ramai, akan tetapi sebesar 38.1 responden tinggal pada suasana rumah yang ramai. Oleh karena itu, sebagian besar responden 49.5 merasa terganggu dengan suasana yang ramai tersebut tersebut. Dilihat dari pencahayaan dan kenyamanan belajar, lebih dari separo responden secara berurut 53.3 dan 55.2 responden memiliki suasana belajar dengan cahaya yang terang serta nyaman. Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan suasana belajar di rumah Suasana belajar di rumah n Lingkungan ramai Ya 40 38.1 Tidak 65 61.9 Total 105 100 Terganggu dengan lingkungan ramai Ya 52 49.5 Tidak 53 50.5 Total 105 100 Cahaya tempat belajar Terang 56 53.3 Cukup terang 49 46.7 Kurang terang Total 105 100 Kenyamanan belajar Nyaman 58 55.2 Cukup nyaman 47 44.8 Tidak nyaman Total 105 100 Suasana belajar atau lingkungan fisik mempengaruhi kualitas belajar seseorang. Rumah atau sekolah yang tidak nyaman, bising, dan tidak cukup cahaya menyebabkan seseorang sulit konsentrasi dalam belajar Suparno, 2001. Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa para responden sudah memiliki suasana belajar yang cukup baik di rumah.

d. Lingkungan Pergaulan di Rumah

Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar responden 83.8 menjawab sering bermain di rumah. Waktu yang digunakan untuk bermain sebagian siswa 52.4 selama 2 – 3 jam dalam satu hari dan sebanyak 40 responden menggunakan waktu bermain selama kurang dari 2 jam. Bermain merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan, tetapi jika waktu yang tersita untuk bermain tidak produktif dapat melalaikan waktu belajar siswa. Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan lingkungan pergaulan di rumah Lingkungan pergaulan di rumah n Frekuensi bermain Sering 88 83.8 Jarang 17 16.2 Lama bermaindalam satu hari 2 Jam 42 40 2 – 3 Jam 55 52.4 3 Jam 8 7.6 Total 105 100 Siswa mempunyai kelompok belajar Ya 93 88.6 Tidak 12 11.4 Total 105 100 Frekuensi belajar bersama per minggu dari 93 responden 1 – 2 kali seminggu 26 28 3 – 4 kali seminggu 59 63.4 4 kali seminggu 8 8.6 Total 93 100 Ajakan teman bermain ketika sedang belajar bersama Ada 55 52.4 Tidak ada 50 47.6 Total 105 100 Kelompok belajar adalah sekelompok siswa yang melakukan aktivitas menyelesaikan tugas dari guru di sekolah sekaligus sebagai tempat bermain dan berkumpul bersama, ini merupakan salah satu contoh bermain yang produktif. Sebagian besar responden 88.6 memiliki kelompok belajar dan 63.4 responden memiliki frekuensi belajar bersama 3 – 4 kali dalam satu minggu. Responden sebesar 52.4 menjawab sering diajak bermain oleh temannya ketika sedang belajar bersama. e. Pola Belajar di Rumah Berdasarkan pada data Tabel 17, pola belajar sebagian besar responden adalah membaca pelajaran terlebih dahulu di rumah sebelum diterangkan oleh guru 53.3 , mengulang kembali di rumah pelajaran yang sudah diterangkan guru di sekolah 89.5 dan sering berlatih soal di rumah 54.2 , mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian beberapa hari sebelumnya 59 dan dapat menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan 79 . Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola belajar siswa dalam penelitian ini adalah baik. Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah Pola belajar di rumah n Membaca sebelum diterangkan Sering 56 53.3 Kadang kadang 48 45.8 Tidak pernah 1 0.9 Total 105 100 Mengulang pelajaran dirumah Ya 94 89.5 Tidak 11 10.5 Total 105 100 Berlatih soal di rumah Sering 57 54.2 Kadang kadang 48 45.8 Tidak pernah Total 105 100 Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah lanjutan Pola belajar di rumah n Persiapan belajar menghadapi ujian Beberapa minggu sebelum ujian 23 22 Beberapa hari sebelum ujian 62 59 Semalam sebelum ujian 20 19 Total 105 100 Waktu menyelesaikan tugas Sebelum waktu ditentukan 9 8.6 Sesuai waktu ditentukan 83 79 Tidak tepat waktu ditentukan 13 12.4 Total 105 100

6. Konsumsi Pangan a. Energi

Sumber energi berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Tingkat kecukupan energi dari responden yang berada pada kategori cukup sebesar 59.1 sedangkan sebesar 23.8 responden masih berada pada kategori kurang Tabel 18. Tabel 18. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi Angka Kecukupan Energi, Pria : 2000 kkal BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 1900 kkal BB = 35 kg ; TB = 140 cm Ketegori n Lebih 18 17.1 Cukup 62 59.1 Kurang 25 23.8 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber gizi yang baik dan yang diperlukan. Asupan energi yang diperoleh dari makanan harus seimbang dengan pengeluaran energi untuk mempertahankan berat badan. Menurut Judarwanto 2004, berat badan yang kurang karena kurangnya asupan gizi biasanya disertai dengan kekurangan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya sehingga mengakibatkan kecerdasan dan daya tahan tubuh berkurang.

b. Protein

Berdasarkan Tabel 19, tingkat kecukupan protein dari responden yang diteliti sudah sebagian besar memenuhi tingkat kecukupan yang dianjurkan, yaitu sebesar 41.9 respoden. Sedangkan sebanyak 12.4 responden masih tergolong dalam kategori kekurangan protein. Berdasarkan pada hasil penelitian ini, sebesar 75.2 responden memperoleh angka kecukupan protein yang sebagian besar dari sumber protein nabati, sedangkan hanya 24.8 responden yang memperoleh angka kecukupan protein dari makanan hewani. Responden yang mengalami kekurangan protein terutama disebabkan oleh makanan jajanan yang biasa dikonsumsi sedikit mengandung protein tetapi lebih sumber karbohidrat. Makanan jajanan tersebut seperti, kue pancong, mie gelas, donat, bakwan dan lainnya. Menurut Rahayu et al. 1998, anak usia sekolah dasar lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan yang secara umum tinggi karbohidrat dan rendah akan protein, sehingga konsumsi protein mereka rata – rata rendah. Selain itu, sebanyak 45.7 responden dikategorikan kelebihan protein. Protein termasuk dalam golongan zat pembangun, zat pengatur dan juga sebagai bahan bakar tubuh. Protein merupakan bahan pembentuk berbagai jaringan tubuh, proses pembentukan ini terjadi mulai lahir sampai dewasa muda. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar – besaran. Pada umumnya protein yang berasal dari hewan lebih tinggi nilainya daripada protein yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, karena protein jenis pertama ini mengandung lebih lengkap asam –asam amino esensial dan susunannya lebih mendekati susunan tubuh manusia. Akan tetapi beberapa diantara protein yang berasal dari tumbuh – tumbuhan ada juga yang mempunyai nilai yang sangat tinggi. Tabel 19. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein Angka Kecukupan Protein, Pria : 45 g BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 54 g BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 48 45.7 Cukup 44 41.9 Kurang 13 12.4 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998

c. Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B12, Vitamin A dan Vitamin C

Vitamin B1 atau thiamin berperan dalam metabolisme karbohidrat untuk pembentukan energi. Kekurangan vitamin B1 dapat menimbulkan kurang nafsu makan, cepat merasa lelah, kerusakan vaskular, sel syaraf dan penyakit beri – beri. Berdasarkan Tabel 20 , sebagian besar responden 95,2 termasuk dalam kategori kekurangan vitamin B1. Kekurangan vitamin B1 atau thiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang disebabkan terganggunya transmisi syaraf, atau jaringan syaraf.. Beri-beri merupakan penyakit kekurangan vitamin B 1 thiamin. Gejala kekurangan thiamin mula-mula adalah lelah, hilang nafsu makan, berat badan menurun, dan gangguan pencernaan Winarno, 1988. Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 Angka Kecukupan Vitamin B1, Pria: 1.0 mg BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 1.0 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih Cukup 5 4.8 Kurang 100 95.2 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Vitamin B2 atau riboflavin, berperan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino dan asam lemak yaitu sebagai koenzim dan flavin enzim. Sebagian besar responden 85.7 termasuk dalam kategori kekurangan vitamin B2 , dapat dilihat pada Tabel 21. Defisiensi riboflavin menimbulkan penyakit cheilosis yang ditandai dengan timbulnya rasa pedih dan keringnya bibir, mulut dan lidah. Disamping itu juga dapat menimbulkan kelainan pada mata, yang ditandai dengan rasa gatal, panas serta mata sangat sensitif terhadap cahaya dan cepat lelah Muchtadi et al., 1993. Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B2 Angka Kecukupan Vitamin B2, Pria: 1.0 mg BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 1.0 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 3 2.9 Cukup 12 11.4 Kurang 90 85.7 Total 105 100 Sumber : Sumber : Muhilal, et al. 1998 Kekurangan vitamin B1 dan vitamin B2 terjadi karena responden masih kurang memakan makanan yang banyak terkandung didalam kedua vitamin tersebut. Thiamin Bahan makanan sebagai sumber vitamin B1 atau thiamin, yaitu biji – bijian, padi – padian, kacang – kacangan dan daging. Sedangkan bahan makanan sebagai sumber vitamin B2 atau riboflavin yaitu, hati, telur dan sayur – sayuran. Berdasarkan Tabel 22, sebagian responden 75.3 mengalami kekurangan vitamin B12. Kekurangan vitamin B12 biasanya disebabkan karena kurang mengkonsumsi pangan hewani yang merupakan sumber vitamin B12 serta karena kurang baiknya penyerapan dan jarang karena kekurangan dalam makanan yang dikonsumsi. Tetapi bagi masyarakat yang menu sehari-hari hanya dari bahan nabati, biji-bijian, dan umbi-umbian, kekurangan vitamin B12 mungkin dapat terjadi. Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B12 Angka Kecukupan Vitamin B12, Pria: 1.0 μg BB=30 kg;TB=130cm dan Wanita : 1.0 μg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Variabel n Kategori Tingkat Kecukupan Vit B12 Lebih 8 7.6 Cukup 18 17.1 Kurang 79 75.3 Total 105 100 Sumber : Sumber : Muhilal, et al. 1998 Hati merupakan tempat penyimpanan cadangan vitamin B12 dan dapat mengandung 2.000 sampai 5.000 mcg, suatu simpanan cukup untuk tiga sampai lima tahun. Vitamin B12 berperan dalam menjaga agar sel-sel berfungsi normal terutama sel-sel saluran pencernaan, sistem urat syaraf, dan sumsum tulang Winarno, 1988. Vitamin A berguna untuk pertumbuhan, penglihatan, reproduksi, dan pemeliharaan kesehatan sel epitel. Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit, tetapi penting untuk mempertahankan gizi yang normal, dan harus didapat dari makanan. Meskipun vitamin ini diperlukan hanya dalam jumlah yang sangat sedikit, sebaliknya jika badan kekurangan zat ini, akan timbul hal – hal yang merugikan Soedarmo dan Sediaoetama, 1977. Mengingat konsumsi makanan hewani sebagai sumber vitamin A pada umumnya sangat rendah, maka kecukupan didasarkan pada anggapan bahwa sebagian sumbernya adalah sayuran dan buah – buahan. Berbagai sayuran yang berwarna hijau dan buah – buahan yang berwarna kuning atau merah merupakan sumber vitamin A yang baik, seperti wortel, papaya dan sebagainya Muchtadi et al., 1993. Responden dalam penelitian ini sebagian besar 75.3 mengalami kekeurangan vitamin A, dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin A Angka Kecukupan Vitamin A, Pria: 500 RE BB=30 kg ;TB=130cm dan Wanita : 500 RE BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 6 5.7 Cukup 20 19.0 Kurang 79 75.3 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Kelebihan vitamin A dalam tubuh dapat disimpan dalam hati. Di hati vitamin A terdapat dalam bentuk retinol. Terlalu banyak konsumsi vitamin A dapat menyebabkan hipervitaminosis, suatu keadaan keracunan yang disebabkan oleh terlalu banyaknya konsumsi vitamin A, yaitu bila mengkosnsumsi 75.000 RE sampai beberapa bulan. Xeroftalmia adalah keadaan bila orang mengalami kekurangan vitamin A, mula-mula konjungtiva mata mengalami keratinisasi, kemudian korneanya juga terpengaruh. Bila tidak diobati, mata akan menjadi buta Winarno, 1988. Vitamin C berperan dalam pembentukan substansi antar sel dan berbagai jaringan, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Pada anak usia sekolah berumur 11 – 12 tahun, vitamin C sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh karena pada usia tersebut mereka banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olah raga dan bermain. Berdasarkan Tabel 24 , hanya sebanyak 53.4 responden mendapat kategori cukup vitamin C, sedangkan 37.1 responden kekurangan vitamin C. Tabel 24. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin C Angka Kecukupan Vitamin C, Pria: 50 mg BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 50 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 10 9.5 Cukup 56 53.4 Kurang 39 37.1 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Kelompok vitamin B dan vitamin C larut dalam air, sehingga jika dikonsumsi berlebihan tidak akan membahayakan kesehatan karena sebagian besar langsung diekresi melalui air kemih. Apabila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah banyak, kelebihan vitamin C akan dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin Muchtadi et al., 1993.

d. Mineral Kalsium, Fosfor, Seng dan Besi

Kalsium Ca merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi kalsium dalam tubuh adalah bahan pembentuk tulang dan gigi, dalam proses pembentukan darah, kontraksi dan pelemasan otot – otot. Berdasarkan Tabel 25, sebagaian besar responden 47.6 mengalami kekurangan kalsium. Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium Angka Kecukupan Kalsium, Pria: 700 mg BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 700 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori N Lebih 33 31.4 Cukup 22 21 Kurang 50 47.6 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi dan mengukur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan, tetapi juga keperluan-keperluan kalsium masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan. Bila konsumsi kalsium menurun dapat terjadi kekurangan kalsium yang menyebabkan osteomalasia, tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium. Hal ini disebabkan konsumsi kalsium rendah, absorpsi yang rendah, atau terlalu banyak kalsium yang terbuang bersama urin Winarno, 1988. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium sekitar 22 dari total mineral , di mana 85 diantaranya terdapat pada tulang. Fosfor terdapat pada hampir semua bahan pangan sehingga jarang menimbulkan masalah. Efisiensi penyerapan fosfor sangat tergantung kepada sumber dan jumlah konsumsinya. Umumnya hanya 60 – 70 yang dapat diserap dari makanan Muchtadi et al., 1993. Tabel 26. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan fosfor Angka Kecukupan Fosfor, Pria: 500 mg BB=30 kg ;TB=130 cm dan Wanita : 450 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 94 89.5 Cukup 11 10.5 Kurang 0 Total 105 100 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Fosfor berfungsi dalam tubuh sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar 89.5 responden mengalami kelebihan fosfor, dapat dilihat pada Tabel 26. Kurang lebih satu persen berat tubuh kita terdiri dari fosfor. Dengan demikian fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Peranan fosfor mirip dengan kalsium yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi dan penyimpanan dan pengeluaran energi perubahan antara ATP dengan ADP. Peranan zat besi Fe pada umumnya berkaitan dengan proses respirasi dalam sel. Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, mioglobin, sitokhrom, dan enzim katalase serta peroksidase. Persentase banyaknya zat besi yang diserap sangat rendah dan dipengaruhi oleh bentuk besi dalam makanan, dan zat – zat yang menghambat serta zat – zat yang meningkatkan penyerapan tersebut. Fe penting dalam sel – sel jaringan hemoglobin darah sebagai pengangkut oksigen dalam tubuh. Sebagian besar responden 71.4 termasuk dalam kategori kekurangan zat besi, dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan besi Angka Kecukupan Besi, Pria: 14 mg BB=30 kg ;TB=130 cm Wanita : 14 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 5 4.8 Cukup 25 23.8 Kurang 75 71.4 Total 100 105 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Besi dalam badan, sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Anemia gizi dapat diketahui dari kadar hemoglobin seseorang. Kekurangan besi dapat pula terjadi pada pasien yang terserang cacing pita. Cacing ini mengisap darah dari saluran darah di bawah mukosa alat pencernaan penderita Winarno, 1988. Seng Zn merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir – akhir ini. Zn berperan untuk bekerjanya lebih dari 70 macam enzim karena perannya dalam sintesa ADN, ARN keduanya unsur genetik , dan protein, maka defisiensi Zn dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan pemulihan jaringan Olson et. al., dalam Soedarmo dan Sediaoetama, 1977. Ada kemungkinan Zn berinteraksi dengan defisiensi vitamin A dalam proses terjadinya buta senja. Berdasarkan Tabel 28 , sebagian besar responden 79 juga mengalami kekurangan Zn. Tabel 28. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan seng Angka Kecukupan Seng, Pria: 15 mg BB=30 kg ;TB=130 cm Wanita : 15 mg BB = 35 kg ; TB = 140 cm Kategori n Lebih 3 2.9 Cukup 19 18.1 Kurang 83 79 Total 100 105 Sumber : Muhilal, et al. 1998 Diperkirakan kebutuhan zink adalah 15 mg bagi setiap anak di atas usia 11 tahun. Telah dibuktikan bahwa zink dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan tubuh manusia daripada zink yang terdapat dalam protein hewani. Hal tersebut mungkin disebabkan karena adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam. Menurut Winarno 1988 dan para ahli gizi berpendapat dengan mengkonsumsi sejumlah protein hewani yang dianjurkan kebutuhan tubuh akan zink akan tercukupi. Meskipun zink terdapat pada berbagai bahan pangan, namun yang merupakan sumber utama zink adalah daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu, serta bumbu pecel peanut butter. Sebagian responden termasuk dalam kategori kekurangan mineral. Pada umumnya zat – zat mineral terdapat cukup didalam makanan sehari – hari untuk memenuhi keperluan tubuh. Sumber bahan makanan yang banyak mengandung mineral antara lain pada biji – bijian, kacang – kacangan dan sayuran. Pada usia anak sekolah sedikit sekali yang sangat gemar memakan sayur – sayuran, walaupun ada yang suka dengan sayur tetapi jumlah yang dikonsumsi masih kurang dari cukup. B. Hubungan Beberapa Variabel dengan Prestasi Belajar 1. Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang tidak nyata antara status gizi, baik berdasarkan indikator BBU, ataupun BBTB dengan prestasi belajar Lampiran 7 . Hal ini berarti status gizi kurang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar jika dibandingkan dengan faktor lainnya. Status gizi yang baik jika tidak di dukung oleh usaha yang baik untuk belajar tidak akan memperoleh prestasi yang baik. Menurut Andriani 2003, berdasarkan hasil penelitiannya terhadap status gizi pada siswa Sekolah Dasar di daerah miskin perkotaan di Bogor, serta menurut Cahyaningrum 2005, dari hasil penelitiannya terhadap status gizi berdasarkan indikator BBU, TBU dan BBTB pada anak panti asuhan usia SD, hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar. Sedangkan pada hasil uji korelasi Rank Spearman berdasarkan indikator TBU menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif p 0.01; r = 2.55 . Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 29. Hal ini berarti semakin baik status gizi responden jika dilihat pada nilai z – skor berdasarkan TBU menunjukkan responden semakin berprestasi. Menurut Kusumaningrum 2006, berdasarkan hasil penelitiannya terhadap status gizi pada anak SD yang sibuk di Kota Bogor, terdapat hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar contoh. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama. Indikator TBU lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu, indikator TBU disamping digunakan sebagai indikator status gizi stunting, juga dapat di gunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat Riyadi, 2001. Hasil penelitian dari Kusumaningrum 2006, terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan per kapita dengan prestasi belajar. Pendapatan yang tinggi akan memenuhi kebutuhan primer dengan baik seperti pangan. Dengan konsumsi pangan yang baik maka akan diperoleh status gizi yang baik. Tabel 29. Tabulasi hubungan antara status gizi nilai Z – Score indikatorTBU dengan prestasi belajar Prestasi BBU Spearmans rho Prestasi Correlation Coefficient 1,000 ,255 Sig. 2-tailed . ,009 N 105 105 BBU Correlation Coefficient ,255 1,000 Sig. 2-tailed ,009 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. Sebaran responden berdasarkan status gizi BBU , TBU dan BBTB dengan prestasi belajar dapat dilihat pada Lampiran 8.

2. Hubungan antara Lingkungan Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar

a. Hubungan antara Persepsi tentang Belajar di Sekolah dengan

Prestasi Belajar Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif p 0.01; r = 0.339 antara persepsi tentang belajar di sekolah dengan prestasi belajar. Hasil uji tersebut dapat diartikan bahwa semakin baik persepsi responden terhadap terhadap kegiatan belajar dan mengajar di sekolah semakin baik pula prestasi yang di peroleh responden. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Tabulasi hubungan antara persepsi tentang belajar di sekolah dengan prestasi belajar Belajar di sekolah Prestasi Spearman s rho Belajar di sekolah Correlation Coefficient 1.000 .335 Sig. 2-tailed . .000 N 105 105 Prestasi Correlation Coefficient .335 1.000 Sig. 2-tailed .000 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. Hal ini juga didasari oleh persepsi responden yang merasa senang belajar di sekolah karena banyak memperoleh teman. Dengan demikian, responden termotivasi untuk belajar dengan giat.

b. Hubungan antara Sarana Belajar di Sekolah dengan Prestasi Belajar

Sarana belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Sarana belajar yang lengkap memudahkan proses belajar, sehingga prestasi belajar yang diperoleh contoh dapat lebih baik. Apabila sarana yang digunakan kurang lengkap, maka dapat menghambat proses belajar, sehingga tidak berjalan secara efektif, yang berakibat menurunnya prestasi belajar. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif p 0.01; r = 0.395 antara sarana belajar di sekolah dengan prestasi belajar. Hal ini disebabkan karena sarana belajar sudah digunakan dengan maksimal. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Tabulasi hubungan antara sarana belajar di sekolah dengan prestasi belajar Sarana Belajar di Sekolah Prestasi Spearman s rho Sarana Belajar di Sekolah Correlation Coefficient 1.000 .324 Sig. 2-tailed . .000 N 105 105 Prestasi Correlation Coefficient .324 1.000 Sig. 2-tailed .000 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed.

c. Hubungan antara Kedisiplinan terhadap Tata Tertib di Sekolah dengan Prestasi Bejalar

Hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan nyata positif p 0.05; r = 0.198 antara kedisiplinan terhadap tata tertib dengan prestasi belajar contoh. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 32. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi disiplin contoh terhadap tata tertib yang ada, maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya. Menurut Cahyaningrum 2005, hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan nyata positif p0.05; r = 0.275 antara kedisiplinan terhadap tata tertib anak panti asuhan usia Sekolah Dasar dengan prestasi belajar. Menurut Gunarsa dan Gunarsa 2004, kebiasaan disiplin diri dan waktu yang harus ditanamkan sejak dini juga mendukung kelancaran perkembangan kognitif dan prestasi di sekolah. Menurut Prasetyo 1993, disiplin yang terlalu keras dan kaku atau sebaliknya, disiplin yang tidak konsisten, tidak akan menghasilkan kemantapan rasa disiplin dalam diri anak. Menanamkan disiplin dan kepatuhan secara kaku tanpa memberikan anak kesempatan untuk mengolah dan mengintegrasikan dalam dirinya tidak akan memupuk “inner dicipline” dan kemandirian sosial yang baik. Hambatan dalam pengertian akan disiplin serta tata cara belajar disekolah maupun dirumah, sangat menghambat kelancaran proses belajar. Tabel 32. Tabulasi hubungan antara kedisiplinan terhadap tata tertib dengan prestasi bejalar Kedisiplin an Prestasi Spearman s rho Kedisiplinan Correlation Coefficient 1.000 .236 Sig. 2- tailed . .043 N 105 105 Prestasi Correlation Coefficient .236 1.000 Sig. 2- tailed .043 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed. 3. Hubungan antara Lingkungan Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar a. Hubungan antara Perhatian Orang Tua di Rumah dengan Prestasi Belajar Uji korelasi Rank Spearman menujukkan hubungan yang nyata positif p 0.05; r = 0.233 antara perhatian orang tua di rumah dengan prestasi belajar. Hasil dapat dilihat pada Tabel 33. Hubungan yang nyata ini diduga bahwa motivasi belajar tinggi berdasarkan perhatian dari orang tua. Perhatian orang tua, walaupun hanya sekedar menanyakan tugas pekerjaan rumah dari sekolah sangat memberi arti yang lebih oleh responden siswa . Tabel 33. Tabulasi hubungan antara perhatian orang tua di rumah dengan prestasi belajar Perhatian Orang tua Prestasi Spearman s rho C.2 Correlation Coefficient 1.000 .233 Sig. 2-tailed . .017 N 105 105 Prestasi Correlation Coefficient .233 1.000 Sig. 2-tailed .017 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed.

b. Hubungan antara Sarana Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif p 0.01; r = 0.306 antara sarana belajar di rumah dengan prestasi belajar. Hal ini disebabkan karena sarana belajar sudah digunakan dengan maksimal. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 34. Berdasarkan hasil penelitian Pasaribu 2007, sarana belajar anak panti asuhan usia Sekolah Dasar menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan prestasi belajar p0.01. Prestasi belajar anak yang baik didukung oleh sarana belajar yang baik dan cara belajar yang baik pula. Tabel 34. Tabulasi hubungan antara sarana belajar di rumah dengan prestasi belajar Sarana Belajar Prestasi Spearman s rho Sarana belajar Correlation Coefficient 1.000 .306 Sig. 2-tailed . .001 N 105 105 Prestasi Correlation Coefficient .306 1.000 Sig. 2-tailed .001 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed.

c. Hubungan antara Suasana Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman antara suasana belajar di rumah dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang nyata positif p 0.01; r = 0.307 . Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 35. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan suasana belajar yang baik dan nyaman di rumah, membuat responden dapat belajar secara optimal dan memperoleh prestasi belajar yang baik. Tabel 35. Tabulasi hubungan antara suasana belajar di rumah dengan prestasi belajar Suasana Belajar prestasi Spearmans rho Suasana Belajar Correlation Coefficient 1.000 .307 Sig. 2-tailed . .001 N 105 105 prestasi Correlation Coefficient .307 1.000 Sig. 2-tailed .001 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed.

d. Hubungan antara Lingkungan Pergaulan di Rumah dengan Prestasi Belajar

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman antara lingkungan pergaulan di rumah dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 36. Hal ini dapat diartikan, walaupun lingkungan pergaulan memberi pengaruh yang buruk, tetapi contoh memilik motivasi yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulan, maka contoh dapat belajar secara optimal dan memperoleh prestasi belajar yang baik. Menurut Gunarsa dan Gunarsa 2004, lingkungan pergaulan pada anak sebaya sering memberi pengaruh besar terhadap karakterologis anak, termasuk doorngan berprestasinya yang bisa tinggi maupun rendah, apalagi kalau anak tidak merasakan kehangatan dalam keluarga. Tabel 36. Tabulasi hubungan antara lingkungan pergaulan di rumah dengan prestasi belajar Lingkungan Pergaulan Prestasi Spearman s rho Lingkungan Pergaulan Correlation Coefficient 1.000 .091 Sig. 2-tailed . .356 N 105 105 Prestasi Correlation Coefficient .091 1.000 Sig. 2-tailed .356 . N 105 105

e. Hubungan antara Pola Belajar di Rumah dengan Prestasi Belajar

Hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif p 0,01; r = 0,458 antara pola belajar dengan prestasi belajar. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 37. Semakin baik pola belajar responden maka prestasi belajar mereka lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian Cahyaningrum 2005, hasil uji Rank Spearman menunjukkan hubungan yang nyata positif p0.05; r = 0.327 antara pola belajar anak panti asuhan usia SD dengan prestasi belajar. Siswa yang banyak menggunakan waktunya untuk belajar, maka mereka akan berprestasi lebih baik di sekolah. Responden memiliki pola belajar yang baik akan menggunakan waktu belajarnya dengan baik pula sehingga proses belajar dapat berjalan dengan efektif. Menurut Andriani 2003, belajar dapat berjalan dengan efektif jika memiliki konsentrasi yang tinggi sebelum dan saat belajar, mempelajari bahan yang diterima, membaca secara teliti dan bentuk-bentuk bahan yang dipelajari serta menguasai dalam mengerjakan soal-soal. Jika pola belajar baik, responden akan cenderung mengulangi pelajaran yang diberikan oleh guru disekolah. Hal ini akan memudahkan responden dalam memahami pelajaran. Tabel 37. Tabulasi Hubungan antara Pola Belajar dengan Prestasi Belajar Pola Belajar PRESTASI Spearmans rho Pola belajar Correlation Coefficient 1.000 .458 Sig. 2-tailed . .000 N 105 105 PRESTASI Correlation Coefficient .458 1.000 Sig. 2-tailed .000 . N 105 105 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed.

4. Hubungan antara Konsumsi Pangan dengan Status Gizi

Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif antara konsumsi energi p0.01; r = 0.397, protein p0.01; r = 0.366, kalsium p0.01; r = 0.661 , besi p0.01; r = 0.336, fosfor p0.01; r = 0.531 , vitamin B12 p0.01; r = 0.298 dan vitamin A p0.01; r = 0.658 dengan status gizi berdasarkan indikator BBU. Hal ini berarti bahwa semakin banyak konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin B12 dan vitamin A maka makin tinggi status gizinya berdasarkan indikator status gizi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Cahyaningrum 2005, terhadap konsumsi energi anak panti asuhan usia SD tidak ada hubungan yang nyata dengan status gizi baik dalam indikator BBU, TBU dan BBTB. Sedangkan terhadap konsumsi protein anak panti asuhan usia SD terdapat hubungan yang nyata dengan status gizi berdasarkan BBU p0.05; r = 0.287 dan berdasarkan TBU p0.05; r = 0.257. Menurut Riyadi 2001, yang menjadi determinan langsung pada status gizi anak adalah konsumsi makanan dan kesehatan atau infeksi. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B12, vitamin C dan vitamin A dengan status gizi berdasarkan indikator TBU dan BBTB. Hal ini berarti bahwa semakin banyak konsumsi energi, protein, kalsium, besi, fosfor, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B12, vitamin C dan vitamin A maka tidak akan mempengaruhi status gizinya berdasarkan indikator status gizi BBU dan BBTB. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara konsumsi pangan dengan status gizi indikator BBU, TBU dan BBTB dapat dilihat pada Lampiran 9. 62

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan