16
ANTROPOLOGI Kelas XII
dengan ciri dialek Pariaman. Tradisi ini biasa dipertunjukkan pada pesta perkawinan, perayaan nagari, pesta pengangkatan
penghulu, dan lain-lain. Cerita yang disampaikan berisi perjuangan untuk mencapai keberhasilan hidup. Tokoh dalam
cerita itu menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan, kemudian mendapat tanggapan dari penonton.
3 Makyong
Tradisi ini semula berasal dari Pattani, Muangthai, namun berkembang ke selatan hingga pesisir Melayu. Makyong
merupakan pertunjukan teater di mana unsur-unsur drama, tari, musik, mimik, dan sebagainya tergabung menjadi satu.
Semula, tradisi ini dipertunjukkan di kalangan atas Istana Kelantan dan Riau Lingga hingga tahun 1700-an. Fungsinya
bukan untuk menghibur tetapi penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sultan dan istrinya dianggap wakil Tuhan,
maka makyong dianggap persembahan kepada Tuhan.
Dalam perkembangannya, makyong berubah menjadi pertunjukan desa sebagai hiburan atau upacara penyembuhan.
Kisah yang dimainkan sebagian besar berasal dari warisan cerita-cerita istana kerajaan Melayu, biasanya berbentuk prosa
tanpa naskah. Makyong antara lain terdiri atas punakawan pengasuh yang mengenakan topeng, wak petanda ahli
pembintangan atau orang bijak, serta para pemain yang semua diperankan oleh kaum perempuan. Salah satu kisah yang
paling disukai dalam tradisi makyong adalah dewa muda.
4 Wayang Kulit dan Wayang Beber
Tradisi ini merupakan tradisi lisan yang lakonnya bersumber dari legenda serta kisah lisan sastra tulis atas tradisi India dan
Jawa. Wayang kulit dan wayang beber bisa ditemukan di Jawa, Bali, Sumatra Selatan, dan Jawa Barat. Tradisi wayang
berbentuk teater boneka dengan menggunakan layar kelir, gamelan, dan 400-an wayang. Hidup tidaknya pertunjukan ini
ditentukan oleh dalang, karena dialah yang menguasai pertunjukan.
Carilah informasi mengenai jenis-jenis wayang kulit melalui buku-buku maupun internet, kemudian jelaskan di muka kelas.
b. Seni Sastra Tulisan
Seni sastra tulisan Indonesia menurut periodisasinya digolongkan menjadi:
1 Pujangga Lama
Karya sastra Pujangga Lama di Indonesia dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di Indonesia di
dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Syair
17
Kesenian di Indonesia
adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri atas 4 baris,
berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair pada pantun, 2 baris terakhir yang
mengandung maksud. Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak ab-ab atau aa-aa. Dua baris pertama
merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam flora dan fauna. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan
tujuan dari pantun tersebut.
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama,
yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris
kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Hikayat adalah salah satu
bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng, maupun sejarah.
Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian
serta mukjizat tokoh utama.
Beberapa karya sastra pada masa pujangga lama diantaranya Hikayat Abdullah, Hikayat Andaken Penurat, dan
Hikayat Bayan Budiman.
2 Sastra Melayu Lama
Merupakan karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870–1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat
Sumatra seperti Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah Sumatra lainnya, Cina dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama
yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Beberapa contoh karya
sastra Melayu lama yaitu Nyai Dasima oleh G. Francis Indo, Bunga Rampai oleh A.F van Dewall, Kisah Perjalanan Nakhoda
Bontekoe, Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan, Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lain
3 Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra angkatan Balai Pustaka muncul di Indonesia sejak tahun 1920–1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka.
Prosa roman, novel, cerita pendek dan drama dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat
dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh
buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
cabul dan dianggap memiliki misi politis liar. Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-
Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura.
Contoh karya sastra angkatan Balai Pustaka antara lain Azab dan Sengsara, Seorang Gadis oleh Merari Siregar, Sengsara
Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, dan Siti Nurbaya oleh Marah Rusli.