1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kelangsungan hidup perusahaan merupakan tujuan mendasar setiap perusahaan ketika didirikan. Kondisi keuangan yang
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sangat menentukan keputusan investor dalam
berinvestasi. Auditor berperan penting dalam menghubungkan pihak manajemen
perusahaan dengan pihak investor dan shareholders. Agency theory teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri antara manajer sebagai
agen dengan investor dan shareholders sebagai prinsipal sehingga ada alasan untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk
kepentingan prinsipal. Asimetri informasi yang terjadi berkaitan erat dengan signalling theory yang menyatakan bahwa perilaku agen dalam
menyusun laporan keuangan akan dianggap sebagai sinyal oleh pihak prinsipal. Investor dan shareholders melakukan screening terhadap
perusahaan dalam melakukan pemilihan perusahaan sebelum mereka memutuskan untuk berinvestasi. Kurangnya informasi mengenai
perusahaan menyebabkan pihak investor mengidentifikasi adanya masalah dalam perusahaan sehingga mereka akan memberikan harga yang
rendah untuk perusahaan.
2
Untuk itulah dibutuhkan pihak ketiga untuk menjadi perantara kedua pihak yaitu auditor. Laporan keuangan disusun manajemen
kemudian diaudit oleh auditor independen sesuai Standar Akuntansi Keuangan sebelum dipublikasikan untuk umum. Ryu dan Roh 2007
menyatakan, “Materialitas adalah konsep dasar akuntansi berhubungan dengan jumlah paling sedikit penghapusan atau salah saji akuntansi yang
dapat mempengaruhi keputusan pengguna informasi.” Auditor
bertanggung jawab untuk menentukan apakah ada salah saji dalam jumlah material, maka materialitas memainkan peranan yang signifikan dalam
melakukan audit. Auditor akan memberi opini atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen dan dengan demikian investor dan
shareholders dapat mempercayai kondisi keuangan yang digambarkan
dalam laporan keuangan. Di samping memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan, auditor juga harus
memberikan opini mengenai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usaha going-concern.
Kasus Enron merupakan salah satu fenomena terbesar dunia yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya going-concern. Enron merupakan perusahaan elektronik, gas alam, komunikasi, dan kertas terbesar dunia pada akhir
abad ke-20 sebelum akhirnya mengalami kebangkrutan di akhir tahun 2001. Pendapatan tahunan Enron meningkat dari sekitar 9 juta dolar pada
tahun 1995 menjadi lebih dari 100 milyar dolar pada tahun 2000.
3
Kemudian ditemukan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkan adalah hasil dari accounting fraud yang telah direncanakan secara sistematis dan
kreatif. Penelitian Li 2010 menyatakan,
Jatuhnya harga saham Enron dari 90 per saham di tengah tahun 2000 menjadi kurang dari 1 di akhir tahun 2001 menyebabkan
kerugian shareholders mendekati 11 miliar. Dan Enron merevisi laporan keuangannya untuk lima tahun terdahulu dan menemukan
adanya kerugian 586 juta. Enron bankrut pada 2 Desember 2001. Kasus Enron di atas menunjukkan pentingnya peran auditor
independen sebagai pihak ketiga yang bertanggungjawab mengaudit kondisi keuangan perusahaan kemudian memberikan opini atas kewajaran
laporan keuangan yang disajikan dan memberi opini atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usaha apabila ditemukan kesangsian atas
kemampuan perusahaan untuk going-concern untuk mencegah terjadinya kerugian yang besar bagi berbagai pihak.
Fenomena di atas menarik penulis untuk melakukan penelitian terhadap keputusan auditor memberikan opini audit going-concern pada
perusahaan sektor perbankan di Indonesia, yaitu yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti memilih untuk meneliti sektor perbankan karena
bank yang tidak mampu melangsungkan usahanya lagi dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem
keuangan, kemudian dapat menimbulkan masalah keuangan bagi bank lain dan mungkin mengancam kelancaran pasar.
4
Ikatan Akuntansi Indonesia IAI, 2001 dalam PSA No. 30 SA Seksi 341 nomor 6 menyatakan, “Auditor dapat melakukan identifikasi
informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian
besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.” Salah satu kondisi dan
peristiwa yang signifikan adalah rasio keuangan penting yang jelek. Penelitian ini ingin melihat apakah rasio-rasio yang digunakan dalam
variabel merupakan rasio keuangan yang penting dan signifikan terhadap pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going-concern.
Profitabilitas mempunyai arti penting bagi suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena
profitabilitas menunjukkan tingkat kesuksesan ataupun kegagalan perusahaan dalam periode tertentu sehingga profitabilitas dapat dijadikan
indikator apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Rasio profitabilitas dapat dijadikan alat evaluasi
kinerja manajemen perusahaan selama ini apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Return on asset ROA adalah rasio yang akan
digunakan peneliti untuk mengukur profitabilitas pada perusahaan perbankan karena ROA menghindari distorsi yang terjadi dalam leverage
keuangan dan komplikasi dalam hukum perpajakan. Pada perusahaan perbankan biasanya digunakan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum KPMM atau Capital Adequacy Ratio
5
CAR yaitu persentase modal primer bank dibandingkan terhadap asetnya. Capital adequacy ratio memastikan bahwa bank dapat menyerap
kerugian sampai batas tertentu sebelum akhirnya menjadi insolven, dana deposan hilang, dan bank tidak mampu melangsungkan usaha. Hal ini
menyebabkan auditor akan cenderung memberikan opini audit going concern
pada perusahaan perbankan yang memiliki CAR yg rendah karena dengan demikian semakin tinggi risiko suatu perusahaan untuk
insolven bila perusahaan menghadapi kerugian besar yang tak terduga. Leverage
merupakan pendongkrak kinerja perusahaan. Rasio leverage
menunjukkan seberapa jauh perusahaan dibiayai hutang dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Rasio leverage
biasanya disebut juga sebagai Debt to Equity Ratio DER. DER merupakan perbandingan antara hutang terhadap modal dalam pendanaan
perusahaan. Rasio DER yang tinggi mengindikasi bahwa sebagian besar dari aset didanai dari hutang. Kondisi ini menyebabkan perusahaan
dihadapkan pada default risk. Ketika suatu perusahaan perbankan berada pada kondisi default berarti bank tersebut insolven dan tidak dapat
melanjutkan usahanya non going-concern. Berangkat dari uraian di atas penulis tertarik untuk melihat
pengaruh yang ditimbulkan rasio-rasio keuangan terhadap pemberian opini going-concern
oleh auditor pada perusahaan sektor perbankan di Indonesia sehingga penulis melakukan penelitian yang berjudul: ”Pengaruh
Profitabilitas, Capital Adequacy Ratio, dan Leverage Terhadap Opini
6
Audit Going-Concern Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI.”
1.2. Perumusan Masalah