Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol

(1)

EFEKTIFITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK SPESIFIK LOKASI

TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

TESIS

Oleh

M U S F A L

067002003/TNH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

EFEKTIFITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK SPESIFIK LOKASI

TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Tanah

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUSFAL

067002003/TNH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : EFEKTIFITAS CENDAWAN MIKORIZA

ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK SPESIFIK LOKASI TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

Nama Mahasiswa : Musfal Nomor Pokok : 067002003 Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Delvian, SP, MP) (Ir. Ali Jamil,H, MP, PhD) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Ir.B.Sengli J.Damanik,MSc) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa,B,MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 10 Mei 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP, MP

Anggota : 1. Ir. Ali Jamil,H, MP, PhD 2. Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP 3. Ir. T. Sabrina, MAgSc, PhD


(5)

ABSTRAK

M

usfal.067002003. Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) terhadap

Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol. Latar belakang penelitian adalah masih rendahnya hasil tanaman jagung ditingkat petani, karena pemberian pupuk yang tak seimbang. Tujuan penelitian untuk melihat efektifitas CMA dan tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi terhadap pertumbuhan, serapan hara dan hasil tanaman jagung di tanah Inceptisol Tiga Binanga, Kabupaten Karo Sumatera Utara. Hipotesis CMA dapat meningkatkan efektifitas penggunaan pupuk,meningkatkan serapan hara N, P dan K serta hasil tanaman jagung. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kecamatan Pagar Marbau, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, sejak bulan Oktober 2007 hingga Pebruari 2008. Perlakuan yang diuji terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari 5 taraf pemberian CMA (0, 5, 10, 15 dan 20 g pot-1) dan Faktor kedua 5 tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi Tiga Binanga (0, 25, 50, 75, dan 100%). Rekomendasi pupuk tanaman jagung spesifik lokasi Tiga Binanga adalah 160:128:160 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl. Peubah yang diamati : sifat kimia tanah sebelum perlakuan, sifat kimia tanah setelah perlakuan, derajat infeksi CMA, bobot kering tanaman, serapan hara N,P,dan K, hasil pipilan kering jagung, hubungan serapan hara NPK dengan hasil pipilan kering jagung dan efisiensi agronomis. Peubah dinalisis secara faktorial dengan program Irristat dan uji lanjut DMRT. Analisis regresi sederhana dengan program Excel. Kandungan N pada tanah yang digunakan sebelum penelitian digolongkan sangat rendah, P dan K digolongkan tinggi. Pemberian CMA dan pupuk meningkatkan N, P dan K tanah serta Bobot kering tanaman, serapan hara N, P, K, derajat infeksi CMA dan hasil pipilan kering. Pemberian pupuk sebanyak 160:128:160 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (100% rekomendasi) menghasilkan biji pipilan kering sebanyak 100.29 g batang-1 dan dengan penambahan 20 g CMA pot-1 hasil pipilan kering meningkat hingga 153.22 g batang-1 dan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil tertinggi kedua diikuti oleh pemberian pupuk sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) dan 15 g CMA batang-1. Efektifitas CMA dalam mengefisienkan penggunaan pupuk terlihat pada pemberian pupuk sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) ditambah dengan 5 g pot-1 CMA dimana pada kombinasi ini menghasilkan pipilan kering sebanyak 113.47 g batang-1 dan lebih tinggi 13.18 g dibandingkan pemberian 100% pupuk. Dari hasil penelitian dapat disarankan pemberian pupuk pada lokasi Tiga Binanga adalah sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) dan 15 g CMA batang-1.


(6)

ABSTRACT

M

usfal.067002003. Vesicle Arbuscule Mycorhizal (VAM) effectivity by the maize

specific location fertilizers application in Inceptisol soil. Based of this research is the low yield of maize in the farmers, because of the anequivalence of the fertilizer application. The goal of this research is to know VAM effectivity and level of requirement in spesific location fertilizers application to the growth, nutrient absorption and the maize yield at the soil Inceptisol in Tiga Binanga, Karo, North Sumatera. VAM hypothesis can increase the effectivity of fertilizer application, nutrient absorption of N, P, K, and maize yield. The research was done in Rumah

Kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Pagar Merbau Subdistrict, Deli Serang

Regency, North Sumatera since October 2007 to February 2008. The tested applications content of two factors and three repetitions. The first factor contents of five VAM applications (0, 5, 10, 15 and 20 g pot -1) and the second factor contents of five requirements of recomendation in spesific location fertilizer application in Tiga Binanga (0, 25, 50, 75 and 100 %). The spesific location maize fertilizer requirement in Tiga Binanga is 160 : 128 : 160 kg ha-1 , Urea : SP-36 : KCl. The component variables : the effect chemical of soil before application, the effect chemical of soil after application, the infection level of VAM, the biomass weight of plant, nutrient absorption of N, P, K, the grain yield, relation between NPK nutrient absorption and the grain yield, and also agronomy efficiency. Parameter was analysed by factorial with Irristat program and DMRT continue test. Simple regration analysis used Excel program. N soil that was used before research was very low. P and K were high. Combination VAM and fertilizer can increase N, P and K soil and the biomass weight of plant, nutrient absorption N, P, K, the infection level of VAM and the grain yield. Fertilizer application were: 160 : 128 : 160 kg ha-1 Urea : SP-36 : KCl (100% recommendation) produces 100.29 g bar-1 and by adding 20g pot-1 VAM can increase grain yield become153.22 g bar-1 and be highest compare with the other applications. The second highest yield followed by fertilizer application 120:96:120 kg ha-1 Urea: SP-36:KCl (75 % recommendation) and 15 gVAM bar-1. VAM effectivity in fertilizer efficiency is in 75 % fertilizer application (120 : 96 : 120 kg ha-1 Urea : SP-36 : KCl) plus 5 g pot-1 VAM which in this combination can produced 113.47 g grain myield and 13.18 g more higher compared with 100% fertilizer. From the respon curve can be suggested that fertilizer application in Tiga Binanga about 75 % fertilizer (120 : 96 : 120 kg ha-1 Urea: SP-36 : KCl) and plus 15 g VAM bar-1.


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol.

Dalam kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr.Delvian,SP,MP selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak

membimbing penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

2. Bapak Ir.Ali Jamil H,MP,PhD selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis hingga selesainya tesis ini.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang tak dapat penulis sampaikan satu persatu, terima kasih penulis aturkan atas ilmu yang disampaikan dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Ibu Prof.Dr.Ir.Chairun Nisa.B,MSc sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof.Dr.Chairuddin,P Lubis selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan fasilitas kepada penulis dalam meraih gelar Magister Sains ini.


(8)

6. Para staf laboratorium BPTP Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak Ir.T.Marbun,MP selaku kepala KP.Pasar Miring beserta staf yang telah membantu dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Kepada rekan-rekan mahasiswa SPs USU program studi Bioteknologi Tanah angkatan 2006 serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini

9. Analis laboratorium Biologi Tanah USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini

10.Istri dan anak-anaku yang selalu memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Medan,……….. 2008


(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul :Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam maraih gelar Magister Pertanian pada Program Studi Ilmu Tanah kosentrasi Bioteknologi di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari tesis yang penulis buat ini mungkin masih ada kekurangannya disana sini untuk itu atas kritik dan saran yang baik dari pembaca penulis aturkan terima kasih. Semoga karya ini bermanfaat adanya untuk orang orang yang berilmu pengetahuan serta kepada petani kita umumnya.

Medan …………2008 Hormat saya


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Nopember 1963 di Desa Balai Pinang, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penulis anak ke empat dari lima bersaudara dari Ayahanda Abdul Munir Rj.Bagindo (Almarhum) dan Ibunda Nursyiam Qhalid (Almarhumah). Penulis diberi nama Musfal

Pendidikan yang sudah penulis selesaikan adalah : 1. Sekolah Dasar di SD No.4 Muara Panas pada tahun 1976

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Muara Panas pada tahun 1980 3. Sekolah Analis Kimia Menengah Atas (SAKMA) di Padang tahun 1984. 4. Sarjana Pertanian (S.1) jurusan Budidaya Pertanian pada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammad Yamin di Solok pada tahun 1993

5. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister Pertanian (S.2) di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara jurusan Ilmu Tanah, kosentrasi Bioteknologi dan selesai pada tahun 2008.

Riwayat pekerjaan penulis adalah :

1. Pada bulan Desember tahun 1984 penulis diterima bekerja di Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami Sumatera Barat sebagai staf laboratoium tanah. Pada tahun 1994 pada instansi yang sama penulis beralih profesi sebagai peneliti pada kelompok kacang-kacangan hingga tahun 1998.

2. Tahun 1999 hingga saat ini penulis bekerja di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara sebagai staf peneliti pada kelji Sumber Daya serta penanggung jawab laboratorium tanah dan tanaman.


(11)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK……….. ABSTRACT……….……... UCAPAN TERIMA KASIH………... KATA PENGANTAR………. RIWAYAT HIDUP………. DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL ……….. DAFTAR GAMBAR……….………. DAFTAR LAMPIRAN………... i ii iii v vi vii viii ix x PENDAHULUAN ……….

Latar Belakang ………. Rumusan Masalah ……….……... Tujuan Penelitian ……….. Keluaran ………... Hipotesis ………...

TINJAUAN PUSTAKA ………...

Mikoriza ………... Unsur Hara N, P dan K ………. Nitrogen (N) ………. Phosfor (P) ………...……... Kalium (K) ………... Tanah Inceptisol ………...

BAHAN DAN METODE ……….

Tempat dan Waktu ………... Bahan dan Alat ………. Metode Penelitian ………. Pelaksanaan ……….. Peubah yang diamati ……….……...

HASIL DAN PEMBAHASAN……….

Hasil ……….. Pembahasan ………...

KESIMPULAN DAN SARAN……….

Kesimpulan ……… Saran ………..

DAFTAR PUSTAKA ………...

1 1 4 5 5 5 6 6 10 10 12 13 14 16 16 16 17 18 19 22 22 33 44 44 44 45


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Hasil analisis contoh tanah Tiga Binanga sebelum perlakuan……… 22 2 N-total tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian

CMA dan pupuk………. 23 3 Ketersediaan P di tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap

peberian CMA dan pupuk……… 24 4 K-dd tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 24 5 Rata-rata bobot kering tanaman pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 25 6 Serapan N tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 26 7 Serapan P tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 27 8 Serapan K tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 27 9 Derajat Infeksi CMA pada akar tanaman jagung umur VI MST

terhadap pemberian CMA dan pupuk………... 28 10 Hasil pipilan kering jagung terhadap pemberian CMA dan pupuk ……... 29


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Respon hasil tanaman jagung terhadap pemberian CMA dan

Beberapa tingkat pemberian pupuk spesifik lokasi Tiga Binanga ……... 29 2 Hubungan Serapan N dengan Hasil Pipilan Kering Jagung

Terhadap Pemberian CMA dan Pupuk……….. 30 3 Hubungan Serapan P dengan Hasil Pipilan Kering Jagung

Terhadap Pemberian CMA dan Pupuk………... 31 4 Hubungan Serapan K dengan Hasil Pipilan Kering Jagung

Terhadap Pemberian CMA dan Pupuk……… 31 5 Efisiensi Agronomis Tanaman Jagung terhadap Pemberian


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Analisis Sidik Ragam N total tanah setelah perlakuan ………... 49

2 Analisis Sidik Ragam P-tersedia tanah setelah perlakuan ………...…… 49

3 Analisis Sidik Ragam K-dd tanah setelah perlakuan ……….. 49

4 Analisis Sidik Ragam bobot kering tanaman pada VI MST ………...…… 49

5 Analisis Sidik Ragam serapan N tanaman pada VI MST ………... 50

6 Analisis Sidik Ragam serapan P tanaman pada VI MST ………... 50

7 Analisis Sidik Ragam serapan K tanaman pada VI MST …………...…… 50

8 Analisis Sidik Ragam Derajat Infeksi CMA pada akar VI MST …....…… 50

9 Analisis Sidik Ragam hasil pipilan kering jagung ……….. 51

10 Analisis Regresi serapan N dan hasil pipilan kering ………. 51

11 Analisis Regresi serapan P dan hasil pipilan kering ……….. 51

12 Analisis Regresi serapan K dan hasil pipilan kering ………. ….. 51

13 Deskripsi Jagung varietas DK-3 ……….. 52

14 Prosedur analisis tanah ………. 53

15 Prosedur analisis total serapan hara tanaman ………... 57

16 Analisis Derajat Infeksi CMA pada akar tanaman ……... ………... 59


(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebutuhan jagung Nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan baik untuk kebutuhan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. Pada saat produksi tidak memadai impor jagung terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahun 2005 Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1.80 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2.20 juta ton kalau produksi Nasional tidak segera dipacu (Warta Badan Litbang Pertanian, 2007).

Terjadinya ketidak seimbangan laju produksi jagung dengan kebutuhan antara lain disebabkan hasil jagung rata-rata ditingkat petani relatif masih rendah. Rendahnya hasil yang dicapai salah satunya disebabkan oleh kebanyakan petani memberikan pupuk tidak berdasarkan kebutuhan tanaman serta jumlah hara yang tersedia di tanah. Jamil dkk (2006) mengemukakan bahwa di Kabupaten Karo, Dairi dan Simalungun beberapa petani memberikan pupuk Urea pada tanaman jagung hingga 700 kg ha-1 dengan tingkat produksi berkisar 6 hingga 7 t ha-1 sementara kebanyakan petani lainnya memberikan pupuk masih dibawah rata-rata rekomendasi umum yaitu 300 kg Urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCl ha-1 .

International Food and Agriculture (2002) mengestimasikan secara umum pemberian pupuk pada tanaman jagung adalah sebanyak 85 kg N, 25 kg P2O5 dan 8

kg K2O ha-1 setiap musim tanam. Cooke (1985) melaporkan untuk menaikan hasil


(16)

Untuk itu guna mendapatkan hasil jagung yang optimal diperlukan pengelolaan hara yang tepat agar kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi. Syafruddin dkk (2006) melaporkan bahwa melalui pengujian pupuk N, P dan K pada tanaman jagung varietas Lamuru di tanah Inceptisol Wolangi memberikan hasil sebesar 8,66 t ha-1. Untuk mendapatkan potensi hasil 90-95% (hasil 7,76-8,19 t ha-1) dibutuhkan kombinasi pupuk N berkisar antara 122-133 kg N; 13-28 kg P2O5 ; dan

12-18 kg K2O ha-1.

Tanah Inceptisol di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Sifat tanahnya bereaksi masam hingga agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang. Sedangkan kandungan hara N dan P potensial rendah sampai tinggi. K potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa tinggi sampai sangat tinggi (Subagyo dkk., 2000).

Perbaikan kesuburan pada tanah Inceptisol dapat dilakukan dengan pemberian pupuk yang seimbang, artinya pemberian pupuk disesuaikan dengan tingkat kebutuhan hara tanaman guna mencapai hasil yang optimal. Pemupukan berimbang adalah konsep Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), sehingga efektifitasnya sangat bergantung pada keadaan tanah menyediakan hara secara alami dilokasi penanaman (Dobermann dkk., 2003).

Pemberian pupuk berdasarkan pendekatan pengelolaan hara spesifik lokasi pada tanaman jagung di 4 lokasi pada Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo mampu memberikan hasil jagung pipilan kering sebanyak 8,97 ton ha-1 hingga 11,61


(17)

ton ha-1 dengan rata-rata hasil mencapai 10,69 ton ha-1 pada musim tanam ke empat (Jamil dkk, 2006).

Upaya untuk lebih mengefisienkan penggunaan pupuk NPK, pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) adalah salah satu alternatif yang menjanjikan. Hal yang sama dikemukakan oleh Nuhamara (1993) bahwa CMA dapat meningkatkan serapan hara N, P, K dan hasil tanaman jagung.

Cendawan Mikoriza Arbuskula adalah termasuk jenis cendawan yang hidup bersimbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya. Cendawan ini dapat menginfeksi hampir semua jenis tanaman dipermukaan bumi baik pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Kilham,1994).

Efektifitas infeksi CMA itu sendiri dipengaruhi oleh spesies CMA, tumbuhan inang dan faktor lingkungannya. Tiap spesies CMA memiliki tingkat efektifitas dan interaksi fisiologi yang berbeda terhadap tumbuhan inangnya. Ada tidaknya kecocokan antara tumbuhan inang dengan CMA akan berpengaruh terhadap tingkat kolonisasi dan sporulasi. Kolonisasi CMA pada akar tanaman paling baik dicapai pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan rendah (Marshcner,1995). Endang dan Santosa (2005) melaporkan pemberian CMA sangat nyata meningkatkan serapan P tanaman kacang tanah serta hasil tanaman. Meningkatnya serapan P tanaman dengan pemberian CMA menurut Mosse (1981) disebabkan karena daerah penyerapan akar diperluas oleh miselium eksternal cendawan itu sendiri sehingga absorpsi hara P lebih banyak. Disamping itu dengan enzimatisnya P yang terikat oleh mineral liat dapat


(18)

dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Selanjutnya hasil penelitian Bolan. (1991) menunjukan bahwa kecepatan masuknya P kedalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dari pada kecepatan masuknya P melalui rambut akar tanaman.

Disamping hara P tanaman yang terinfeksi CMA juga memperlihatkan terjadinya peningkatan terhadap serapan hara N, K, Ca dan beberapa unsur mikro essensiel lainnya. Meningkatnya serapan hara oleh tanaman yang terinfeksi CMA juga akan berdampak positif terhadap efisiensi penggunaan pupuk buatan.

Rumusan Masalah

Hasil jagung saat ini masih rendah dan dibawah potensi hasil. Penyebabnya karena kebanyakan petani belum memberikan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman dan tidak mempertimbangkan tingkat ketersediaan hara yang tersedia ditanah. Disamping itu harga pupuk yang mahal dan terjadinya kelangkaan pupuk pada beberapa tahun terakhir menyebabkan petani memberikan pupuk pada tanaman tidak optimal.

Untuk meningkatkan hasil jagung dan efisiensi terhadap penggunaan pupuk terutama pupuk N, P dan K yang bersumber dari Urea, SP-36 dan KCl, dapat dilakukan melalui pemanfaatan CMA. Menurut Mansur (2003) penggunaan CMA tidak membutuhkan biaya yang besar karena : a) teknologi produksinya murah, b) semua bahan tersedia di dalam negeri dan mudah didapat, c) dapat diproduksi dengan mudah dilapangan, d) pemberian cukup sekali selama masa pertumbuhannya, e) tidak


(19)

menimbulkan pencemaran lingkungan dan, f) tidak merusak sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman yang terinfeksi CMA dapat meningkatkan serapan hara N, P, K dan akan memberikan hubungan yang positif terhadap peningkatan hasil pada tanaman jagung.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk melihat efektifitas CMA dan tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi terhadap pertumbuhan, serapan hara dan hasil tanaman jagung pada tanah Inceptisol Tiga Binanga, Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Keluaran

Diperoleh dosis CMA dan dosis pupuk yang sesuai untuk meningkatkan hasil tanaman jagung.

Hipotesis

1. CMA pada dosis tertentu dapat meningkatkan efektifitas penggunaan pupuk 2. Kombinasi CMA dan pupuk dapat meningkatkan serapan hara N, P, dan K serta hasil tanaman jagung.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Mikoriza

Cendawan mikoriza adalah salah satu bentuk asosiasi antara akar tanaman tingkat tinggi dengan cendawan tertentu yang saling memberikan keuntungan (Nuhamara, 1993). Berdasarkan struktur tubuh dan tanaman inangnya mikoriza dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang mengelompokan dalam tiga kelompok yaitu adanya kelompok peralihan yang disebut ektendomikoriza (Rao,1994). Kelompok ektomikoriza jaringan hifanya tidak masuk sampai ke sel korteks tetapi berkembang antara sel tersebut membentuk mantel dipermukaan akar. Kelompok endo mikoriza jaringan hifanya masuk kedalam sel korteks membentuk struktur yang khas seperti oval (vesikula) dan bercabang (arbuskula) dengan demikian pada kelompok endo mikoriza disebut juga vesicle arbuscule mycorhizal (VAM) atau cendawan mikoriza arbuskula (CMA).

Faktor lingkungan adalah sangat berpengaruh terhadap perkembangan CMA. Biasanya lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman juga cocok untuk perkembangan spora cendawan. Cendawan mikoriza arbuskula dapat hidup dari lingkungan berdrainase baik hingga lahan-lahan yang tergenang seperti lahan sawah (Soelaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya CMA masih mampu untuk berkembang. Karena sifat cendawan ini yang sangat luas sehingga sering dijadikan dasar dalam


(21)

upaya bioremidiasi lahan kritis. Ekosistem alami CMA didaerah tropika dicirikan oleh keragaman spesies yang sangat tinggi khusus dari jenis ektomikoriza. Hutan alami dengan beragam umur tanaman serta jenisnya sangat mendukung terhadap pertumbuhan CMA. Konservasi hutan untuk pertanian akan mengurangi keragaman jenis dan jumlahnya. Karena jenis tanaman, unsur hara yang tersedia dan kandungan bahan organik sudah berobah.

Praktek pertanian seperti pengolahan tanah, ameliorasi bahan organik, pemupukan, dan penggunaan pestisida sangat berpengaruh terhadap keberadaan CMA (Zarate dan Cruz,1995). Pengolahan tanah yang intensif akan merusak jaringan hifa eksternal, sebaliknya pengolahan tanah minimum akan meningkatkan populasi CMA. Sistim pertanian tumpang sari atau pergiliran tanaman dilaporkan juga dapat meningkatkan populasi CMA (Mc Gonigle dan Miller,1993)

Hubungan CMA dengan tanaman inangnya adalah saling menguntungkan baik bagi tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Kilham,1994). Bagi tanaman inang adanya asosiasi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pertumbuhannya baik secara langsung atau tidak. Secara tidak langsung CMA dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung CMA dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari serangan patogen akar dan unsur-unsur yang bersifat toksis. Menurut Nuhamara (1993) bahwa sedikitnya ada 5 manfaat CMA antara lain : a) meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, b) berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar. c)meningkatkan


(22)

ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, d) meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, e) menjamin terselengaranya proses biogeokemis namun demikian respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh kerakteristik tanaman dan CMA tetapi juga oleh kondisi tanah dimana tanaman itu berada. Efektifitas CMA ditentukan oleh faktor abiotik seperti pH, kadar air, kosentrasi hara, suhu, pengolahan tanah dan pemberian pupuk serta pestisida. Faktor biotik seperti interaksi CMA dengan akar, tanaman inangnya, tipe perakaran tanaman inangnya, dan kompetisi antar cendawan itu sendiri. Adanya kolonisasi akar oleh CMA tetapi respon tanaman rendah atau tidak ada hal ini menunjukan bahwa CMA sama sekali lebih bersifat parasit.

Cendawan Mikoriza Arbuskula melalui jaringan hifa eksternalnya dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Kosentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polysakarida lainnya.

Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya teutama pada tanah-tanah yang mengandung liat atau berpasir. Thomas dkk (1993) melaporkan bahwa CMA pada tanaman bawang ditanah bertekstur lempung liat berpasir secara


(23)

nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi. Namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang baik dan tetap menjaga kelembaban tanah. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Terhadap serapan hara jaringan hifa eksternal CMA akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa dapat menyusup kepori-pori tanah yang paling halus, sehingga hifa dapat menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Kilham,1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza juga akan membawa unsur hara yang mudah larut seperti N, K, dan S, sehinga serapan hara tersebut juga meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran massa serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hifa CMA juga mengeluarkan enzim fosfatase yang mampu melepaskan P dari ikatannya sehingga tersedia bagi tanaman.

Cendawan Mikoriza Arbuskula diketahui juga berintegrasi dengan bakteri pelarut P atau bahteri pengikat N. Inokulasi bahteri pelarut fosfat dan CMA dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim dkk, 1998). Adanya interaksi yang sinergis antara CMA dan bakteri penambat N dilaporkan oleh Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman di inokulasi dengan Glomus

mosseae. Sebaliknya kolonisasi oleh CMA meningkat bila tanaman kedelai juga di

inokulasi dengan bakteri penambat N. Dilaporkan pada tanaman alang-alang yang umumnya terdapat pada lahan kritis juga dijumpai CMA seperti Glomus.Sp,


(24)

Acoulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun, 1997). Aluminium tidak menjadi

penghambat terhadap perkembangan CMA tetapi akan berdampak terhadap beberapa tanaman pangan. Selanjutnya dilaporkan bahwa pada tanaman kedelai dilahan Podzolik Merah Kuning yang bermikoriza dapat meningkatkan seapan P, bobot tanaman dan hasil. Dibandingkan tanpa CMA hasil kedelai meningkat dari 2.84 g biji tanaman-1 menjadi 5.98 g biji tanaman-1. Pada tanaman padi menggunakan pupuk P pada tanah ultisol menunjukan bahwa serapan P total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang di inokulasi dengan CMA (Ali

dkk,1997). Disamping tanaman pangan, tanaman penghijauan ataupun alang-alang

sangat berfungsi untuk perbaikan sistem hydrologi diwilayah tersebut. Lahan kritis yang sistim hidrologinya sudah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat infiltrasi dari air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tetapi cadangan air pemukaan tetap sangat terbatas. Kegagalan penghijauan pada lahan kritis akan dapat teratasi dengan pemberian CMA melalui biji tanaman penghijauan.

Unsur Hara N, P, dan K

Nitrogen (N)

Ketersediaan unsur N di alam atau atmosfir cukup banyak namun kendalanya karena sifatnya yang mobil sehingga tanaman sangat sukar memanfaatkannya. Sumbangan N tanaman disamping dari pupuk buatan umumnya berasal dari proses aktifitas jasad mikro yang ada didalam tanah dalam perombakan bahan organik.


(25)

Bahan organik mengandung protein, karbohidrat dan lemak. Protein adalah bahan organik yang mengandung N oleh mikroba dihancurkan untuk mendapatkan energi dan unsur hara. Proses pelapukan bahan organik oleh mikroba dapat terjadi melalui proteolisis, ammonifikasi, nitrifikasi (Delwiche,1970).

Aktifitas jasad mikro lainnya yang cukup berperan adalah proses fiksasi N bebas diudara oleh bakteri Leguminose yaitu yang dikenal dengan nama bahteri Rhizobium. Bakteri Rhizobium hidup bebas didalam tanah pada zona perakaran tanaman. Selanjutnya akan bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan melalui infeksi akar dan membentuk bintil akar. Ketersediaan N didalam tanah rata-rata sangat rendah sekali, tetapi kebutuhannya oleh tanaman adalah yang paling banyak dibandingkan unsur hara lainnya. Ketersediaan N dalam bentuk N-organik relatif tidak mobil didalam tanah, sedangkan N inorganik umumnya bersifat sangat mobil sehingga mudah dibawa oleh air atau penguapan.

Nitrogen yang dapat diambil oleh tanaman adalah dalam bentuk ion nitrat (NO3¯) dan Ammonium (NH4+). Ammonium didalam tanah relative stabil

dibandingkan nitrat namun ammonium lebih gampang terfiksasi oleh mineral liat seperti Illit, Fermikulit dan Montmorillonit. Pada keadaan basah ammonium yang terfiksasi dengan mudah dilepaskan kembali karena proses mengembangnya tanah. Kebutuhan tanaman umumnya lebih banyak dalam bentuk nitrat dan sedikit sekali tanaman yang mengambil N dalam bentuk ammonium. Bentuk ammonium umumnya akan diambil tanaman pada kondisi pH tanah berkisar netral. Sedangkan nitrat pada pH tanah dibawah netral. Kebanyakan tanah-tanah pada iklim tropis


(26)

umumnya adalah mempunyai pH dibawah netral. Dengan demikian tanaman pada iklim tropis lebih banyak mengambil N dalam bentuk Nitrat. Pemberian pupuk N dalam bentuk Ammonium seperti pupuk Ammonium Sulfat (ZA) tidaklah menjadi suatu kendala karena Ammonium didalam tanah melalui proses nitrifikasi akan dirobah menjadi bentuk Nitrat (Mengel dan Kirkby, 1979).

Phosfor (P)

Phosfor didalam tanah dapat digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu bentuk P-organik, anorganik dan yang ada dalam larutan tanah. P anorganik didalam tanah jumlahnya rata-rata lebih banyak dibandingkan P organik. P anorganik didalam tanah dapat pula dibagi dalam bentuk keterikatannya yaitu dalam bentuk Ca-P, Fe-P dan Al-P (Buckman dan Brady,1964).

Selanjutnya menurut Buckman dan Brady (1964) Ketersediaan P anorganik didalam tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan pH tanah, artinya semakin naik pH sampai pada batas netral maka ketersediaan P akan meningkat pula. Keadaan sebaliknya terjadi bila mana terjadinya penurunan pH tanah maka ketersediaan P akan menurun pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P disebabkan karena pada pH rendah konsentrasi Al dan Fe akan meningkat dan terfiksasinya P oleh kedua unsur tersebut akan semakin meningkat pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P pada pH tanah diatas netral atau alkalis hal ini disebabkan terfiksasinya P oleh Ca membentuk endapan. Dari golongan Ca ini yang terpenting adalah mineral flour


(27)

apatit, golongan ini adalah yang sukar larut. Mineral flour apatit terdapat didalam tanah yang sudah mengalami proses pelapukan lanjut pada horizon bawah.

Phosfor organik tanah berasal dari sisa bahan organik yang melapuk seperti serasah tanaman dan hewan. Kebanyakan P organik mudah tersedia oleh tanaman melalui proses mineralisasi oleh mikroba. Enzym yang dikeluarkan oleh mikroba akan memisahkan asam fosfat dari senyawa P organik. Senyawa organik yang terpenting adalah asam fitat, fosfolipida dan asam nukleat (Anderson, 1966). Senyawa P yang dapat diambil oleh tanaman terdapat dalam berbagai bentuk seperti H2PO4¯, HPO4¯ 2 dan PO4 ¯ 3Senyawa P yang diambil oleh tanaman berfungsi dalam

pembentukan nukleotida untuk penyusunan RNA, DNA, NADP, ATP dan lain sebagainya.

Kalium (K)

Kalium adalah unsur hara terpenting ketiga setelah N dan P. Ketersediaannya ditanah ditentukan oleh jenis dan jumlah mineral primer serta tingkat pelapukannya.Pada umumnya ketersediaan K ditanah dapat digolongkan dalam bentuk lambat tersedia, cepat tersedia dan tidak tersedia (Buckman dan Brady, 1964). Kalium tersedia berada pada koloid jerapan, oleh karena itu Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang dimiliki tanah sangat berpengaruh terhadap K yang dapat dipertukarkannya. Pada tanah-tanah dengan tingkat pelapukan lanjut seperti tanah Ultisol dengan nilai KTK yang sangat rendah, K tersedia yang diberikannya juga rata-rata lebih rendah. Sebaliknya tanah dengan nilai KTK tinggi, K tersedia yang


(28)

disumbangkannya juga relatif tinggi. Walaupun K yang diberikan cukup tinggi namun akan terkendala dengan adanya mineral type 2:1 seperti illit, vermikulit dan mika, yang berpotensi terjadinya fiksasi K baik pada tanah keadaan kering atau basah. Kalium dengan unsur Ca dan Mg didalam tanah bersifat antagonis, dimana salah satu ketersediaannya didalam tanah cukup tinggi akan dapat menekan terhadap ketersediaan unsur lainnya (Boyer, 1972).

Unsur K+ dalam tanaman berada dalam cairan sel, sangat mobil sehingga mudah bergerak dari jaringan tua ke jaringan muda. K berfungsi dalam proses membuka dan menutupnya stomata serta mengatur pH cairan sel dan tekanan turgor (Suseno, 1974).

Tanah Inceptisol

Tanah Inceptisol Tiga Binanga yang digunakan termasuk kedalam klasifikasi Andic Eutrudept. Isa dkk (2005) melaporkan tanah Inceptiol Tigabinanga terletak pada ketinggian 620 m diatas permukaan laut, horizon Ap 0-5 cm, Bw 25-100 cm, warna tanah 10 YR 3/2 dan tekstur lempung berdebu. Reaksi tanah berkisar dari masam hingga agak asam dengan nilai pH berkisar 4 hingga 5. Tanah ini merupakan tanah muda dan mulai berkembang dengan tingkat perkembangan yang sangat lambat.

Penyebaran tanah ini sangat luas di Indonesia, berkisar 1.349.152 ha (Puslitbang Tanah dan Agroklimat Bogor, 2002). Tanah Inceptisol di Indonesia


(29)

umumnya memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Sifat tanahnya bereaksi masam hingga agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang. Sedangkan kandungan hara N dan P potensial rendah sampai tinggi. Kalium potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa dari tinggi sampai sangat tinggi (Subagyo dkk, 2000).

Perkembangan tanah Inceptisol umumnya terjadi pada horizon B, struktur nya yang mantap dan teguh. Berasal dari batuan beku, sedimen dan metamorf. Arah perkembangannya dapat menuju tanah Ultisol dan Alfisol (Harjowigeno, 1985).


(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kecamatan Pagar Marbau, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 hingga Pebruari 2008.

Contoh tanah sebelum dan sesudah perlakuan serta daun dianalisis di Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara. Analisis derajat infeksi CMA pada akar tanaman umur VI MST dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : inokulum CMA merek Mycofer mengandung spesies Gigaspora mangarita, Glomus manihotis,

Glomus etunicatum dan Acaulospora tuberculata dengan carier batuan zeolit berasal

dari IPB Bogor, pupuk Urea, SP-36, KCl, benih jagung hybrida (DK-3), tanah Inceptisol yang berasal dari Tiga Binanga Kabupaten Karo. Insektisida Diafentiuron 500 g l-1dan Fungisida Isoprothiolane 400 g l-1 digunakan sesuai dosis anjuran serta melalui konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah dan daun antara lain ; Asam Sulfat pekat, Natrium Hydroksida 40%, Katalisator, Asam Boraks 1%, Indikator Conaway, Asam Sulfat 0,5 N, Asam Nitrat pekat, Asam Perklorat,


(31)

Ammonium Molibdat, Kalium Antimonitartarat, Asam Askorbat, Larutan Bray.I, Kalium Dicromat 4 N, Glucose, Kalium Klorida 1 M, Ammonium

Asetat 1 N pH 7, Sodium Asetat 1 N, Alkohol 96%, Asam Klorida 0,1 dan 0,02 N, Natrium Hydroksida 0,02 N, Natrium Florida 4%, Indikator Phenol Ptalein, Natrium Pirophosfat, Kalium Hydroksida 10%, Asam Klorida 2%, Trypan Blue 0,05%, dan larutan Lacto Glycerol.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan dilapangan antara lain ; plastik poly bag ukuran 10 kg, timbangan analitik, timbangan kapasitas 10 kg, cangkul untuk pengambilan contoh tanah, ayakan kawat ukuran 2 mm, gelas ukur 1000 ml, sprayer isi 14 liter dan ember plastik.

Peralatan laboratorium antara lain: Kjeldhal, Spectrophoto meter, Atomic Absorption Spectrophotometer, pH meter, Digestor, Mikroscop Binokuler, Botol kocok plastik ukuran 100 ml, Tabung reaksi, Labu Ukur 100 ml, Labu Kjeldahl 100 ml, Erlenmayer 125 ml, Gelas piala 250 ml, Gelas Ukur 100 dan 500 ml, Pipet gondok 1 dan 10 ml, dan Oven.

Metode Penelitian

Penelitian disusun menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam faktorial dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari 5 taraf pemberian CMA (0, 5, 10, 15 dan 20 g pot-1 ) dan faktor kedua 5 tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi Tigabinanga (0, 25, 50, 75 dan 100% ).Rekomendasi


(32)

pupuk spesifik lokasi yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian PHSL jagung di tanah Inceptisol Tiga Binanga Kabupaten Karo dengan dosis anjuran Urea sebanyak 160 kg ha-1, SP-36 128 kg ha-1 dan KCl 160 kg ha-1 (Jamil dkk, 2006).

Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan. Kegiatan pertama dilakukan hingga masa primordia atau vegetatif maksimum (VI MST) untuk melihat tingkat serapan hara, derajat infeksi CMA pada akar, bobot kering tanaman dan ketersediaan hara N, P, dan K. Sedangkan untuk kegiatan kedua dilaksanakan hingga vase generatif untuk melihat respon hasil yang diberikan.

Tanah jenis Inceptisol diambil dari tanah petani Tiga Binanga Kabupaten Karo, secara komposit pada kedalaman lebih kurang 20 cm, diaduk merata, dipisahkan dari batuan dan sisa tanaman. Kemudian dikering anginkan dan diayak lolos ukuran 2 mm. Selanjutnya contoh tanah ditimbang sebanyak 10 kg untuk masing-masing pot percobaan.

Pupuk SP-36 yang sudah dihaluskan sesuai dosis perlakuan diberikan ketanah sekaligus pada saat tanam. Sedangkan pupuk Urea dan KCl sesuai dosis perlakuan diberikan ½ dosis pada tanam berumur 10 hari setelah tanam dan sisanya pada umur 30 hari setelah tanam. Inokulasi CMA sesuai dosis perlakuan diberikan melalui lobang tanam, lebih kurang 1 cm dibawah benih. Benih jagung DK.3 ditugalkan


(33)

sebanyak 2 biji pot-1, selanjutnya pada umur 1 minggu setelah tanaman diperjarang menjadi satu tanaman.

Pada awal penanaman, tanah disiram dengan air kran hingga 75% kapasitas lapang. Selanjutnya penyiraman disesuaikan dengan kondisi curah hujan pada lokasi penelitian.

Selama pertumbuhan tanaman dibersihkan dari gulma yang tumbuh. Untuk pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman disemprot dengan insektisida dan fungisida sesuai dosis anjuran dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Panen pada kegiatan pertama dilakukan pada umur VI MST, dan untuk kegiatan kedua dilakukan sesuai dengan umur deskripsi varietas yaitu 100 hingga 110 hari setelah tanam, atau ditandai dengan sudah mengeringnya kelobot yang membungkus biji dan biji sudah mengeras serta warna biji merah kekuningan.

Peubah yang diamati

Pengamatan yang dilakukan selama penelitian meliputi : (1) analisis tanah sebelum perlakuan, (2) analisis tanah sesudah perlakuan (VI MST), (3) bobot kering tanaman pada VI MST, (4) serapan hara N, P, K pada VI MST, (5) derajat infeksi CMA pada akar tanaman (VI MST) dan (6) hasil pipilan kering jagung pada kadar air 14%.


(34)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan program Irristat secara faktorial dalam RAL dan dilanjutkan dengan uji DMRT 5% bila dalam uji F memperlihatkan pengaruh yang nyata. Sedangkan untuk melihat hubungan antar parameter dianalisis secara regresi menggunakan aplikasi MS. Excel.

Disamping analisis diatas juga dilakukan analisis efisiensi agronomis untuk melihat peningkatan hasil biji per kg pupuk yang diberikan (Sing dkk,1998).

Efisiensi Agronomis ... Aex = (Ynpk – Yox)/Fx

Keterangan :

Aex = Peningkatan hasil biji per g pupuk yang diberikan Ynpk = Hasil biji dengan pemupukan

Yox = Hasil biji tanpa pemberian pupuk Fx = Takaran pupuk yang digunakan

1. Analisis Tanah Sebelum Perlakuan

Tanah sebelum perlakuan dianalisis terhadap perubahan sifat kimia antara lain : pH H2O 1:5 (metode elektrometry), C-organik (metode Spectrophotometry),

N-total (metode Kjeldahl), P-Bray.I (metode Spectrophotometry), K-dd (metode Ammonium Asetat 1 N pH 7) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) ekstrak Ammonium Asetat 1 N pH 7 (metode AAS). Prosedur analisis sifat kimia tanah adalah seperti Lampiran 14.

2. Analisis Tanah Setelah Perlakuan

Analisis tanah setelah perlakuan dilakukan setelah tanaman dipanen dari kegiatan tahap pertama pada masa vegetatif maksimum (VI MST). Contoh tanah


(35)

diambil dengan cara mencabut tanaman, selanjutnya tanah yang ada dalam poly bag dikeluarkan, dibersihkan dari sisa akar yang tertinggal, diaduk merata dan diambil lebih kurang ½ kg. Kemudian dikering anginkan, diayak lolos ukuran 0,5 mm dan siap untuk dianalisis. Peubah yang diamati adalah ; N-total (metode Kjeldahl), P-tersedia (metode Bray.I) dan K-dd (metode Ammonium Asetat 1 N pH 7).

3. Bobot Kering Tanaman

Bobot kering tanaman diamati dari kegiatan tahap pertama pada umur VI MST. Batang dipotong dari pangkal batang selanjutnya batang dan daun dipotong-potong sepanjang lebih kurang 5 cm, dan dimasukan kedalam kantong kertas dikeringkan dalam oven pada suhu 70oC dan ditimbang.

4. Serapan Hara N, P, dan K

Total serapan hara NPK dianalisis dari contoh daun pada kegiatan tahap pertama (VI MST). Contoh daun dari pengamatan bobot kering tanaman yang sudah kering dihaluskan dengan grinder dan selanjutnya dianalisis terhadap serapan hara ; N (metode Kjeldahl), P ekstrak Asam Nitrat Perklorat (metode Spectrophotometry) dan K ekstrak Asam Nitrat Perklorat (metoda AAS). Hasil analisis selanjutnya dikonfersikan dengan bobot kering tanaman. Cara kerja penetapan masing-masing unsur disajikan pada Lampiran 15.


(36)

Pengamatan kolonisasi CMA pada akar tanaman dilakukan dari kegiatan tahap pertama (VI MST) melalui teknik pembersihan dan pewarnaan akar (staining) dengan metoda Kormanik dan Mc Graw (1982). Langkah selanjutnya disajikan pada Lampiran 16.

6. Hasil Pipilan Kering Jagung

Tongkol yang sudah dipanen dibersihkan dari kelobot yang menempel selanjutnya dikeringkan pada panas matahari selama 2 hari. Biji yang sudah kering dipipil dari tongkolnya dan ditimbang. Dari biji yang dipipil ditetapkan kadar airnya untuk mengkonfersi bobot hasil pada kadar air 14%.

(100 – 14) Hasil (g batang-1) = bobot biji kering panen x --- (100 – KA panen) Keterangan : KA = Kadar Air


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Hasil penelitian membahas : (1) sifat kimia tanah sebelum penelitian, (2) ketersediaan hara N, P dan K ditanah setelah perlakuan pada VI MST, (3) bobot kering tanaman pada VI MST, (4) total serapan hara N, P dan K tanaman pada VI MST, (5) derajat infeksi CMA pada akar tanaman VI MST, (6) hasil pipilan kering, (7) hubungan serapan hara N, P dan K dengan hasil pipilan kering, (8) efisiensi agronomis.

1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Perlakuan

Hasil analisis contoh tanah sebelum perlakuan memperlihatkan (Tabel 1) rekasi tanah (pH H2O) digolongkan asam, C-organik sangat rendah, N-total sangat

rendah, P-tersedia tinggi dan K yang dapat dipertukarkan digolongkan tinggi dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) digolongkan rendah.

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah Tiga Binanga sebelum perlakuan Laboratorium Tanah BPTP Sumatera Utara (2007)

No Sifat Kimia Nilai 1

2 3 4 5 6

pH (H2O)

C-organik (%) N-total (%)

P-tersedia Bray.I (ppm) K-dd (me 100g-1) KTK (me 100g-1)

4.58 0.79 0.07 19.15 0.81 12.14


(38)

2. Sifat Kimia Tanah Setelah Perlakuan 2.1 Nitrogen (%)

Rata-rata N-total tidak nyata dipengaruhi oleh kombinasi pupuk dan CMA. Analisis sidik ragam kedua perlakuan tidak memperlihatkan adanya interaksi (Lampiran 1). Namun ada kecenderungan kombinasi pupuk dan CMA memberikan N-total yang lebih tinggi (Tabel 2). N-total tertinggi yaitu 0.13% terlihat pada pemberian 75% rekomendasi pupuk yang dikombinasikan dengan pemberian CMA sebanyak 10 dan 15 g pot-1. Pemberian CMA saja tanpa diikuti pemberian pupuk rata-rata memberikan N-total yang lebih tinggi bila dibandingkan tanpa pemberian pupuk dan CMA. N-total terendah diperoleh pada tanpa pemberian pupuk dan CMA yaitu sebesar 0.08%. Peningkatan dosis pupuk cenderung meningkatkan N-total. Tabel 2. N-total (%) tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1) Rataan

Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

0 25 50 75 100 0.08 0.11 0.12 0.12 0.12 0.12 0.10 0.10 0.11 0.11 0.09 0.11 0.09 0.13 0.12 0.11 0.12 0.11 0.13 0.10 0.11 0.12 0.11 0.11 0.10 0.09b 0.11a 0.11a 0.12a 0.11a Rataan 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.


(39)

Peningkatan dosis pupuk dan CMA tidak memberikan peningkatan yang

nyata terhadap ketersediaan P di tanah. Analisis sidik ragam (Lampiran 2) kedua perlakuan yang diuji juga tidak memperlihatkan adanya hubungan interaksi.

Pemberian CMA sebanyak 10 g pot-1 tanpa diikuti pemberian pupuk mampu memberikan ketersediaan P yang tertinggi yaitu 36.87 ppm. P terendah diperoleh dari tanpa pemberian pupuk dan CMA yaitu 19.93 ppm (Tabel 3).

Tabel 3. Ketersediaan P (ppm) ditanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1) Rataan

Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

0 25 50 75 100 19.93 20.53 21.46 22.21 22.42 27.73 20.81 22.17 22.17 21.37 36.87 22.73 21.31 23.69 21.47 23.23 24.44 20.20 26.11 20.40 24.04 20.51 20.96 21.62 23.84 26.36 21.80 21.22 23.16 21.90 Rataan 21.31 22.85 25.21 22.88 22.19

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

2.3. Kalium yang dapat dipertukarkan (me 100g-1)

Analisis sidik ragam Kalium yang dapat dipertukarkan setelah perlakuan memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata dengan perlakuan yang diberikan. Kedua perlakuan memperlihatkan adanya interaksi yang sangat nyata (Lampiran 3). Tabel 4. K-dd (me 100 g-1)tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap

pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1) Rataan

Rekomendasi


(40)

0 25 50 75 100 0.82 b 0.95 b 1.00 b 1.28 a 1.33 a 1.16 a 1.07 a 1.06 a 0.94 a 0.92 a 1.18 a 1.08 a 1.02 a 0.93 a 0.92 a 1.09 ab 1.04 ab 1.14 a 0.96 ab 0.87 b 0.99 a 1.04 a 0.99 a 0.95 a 0.95 a 1.05 1.04 1.04 1.01 1.00 Rataan 1.08 1.03 1.03 1.02 0.98

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Rata-rata K tertinggi (1.33 me 100g-1) terlihat pada pemberian 100% pupuk dan diikuti (1.28 me 100g-1) oleh 75% pemberian pupuk saja (Tabel 4). K terrendah (0.82 me 100g-1) terlihat pada tanpa pupuk dan CMA.

3. Bobot Kering Tanaman (g batang-1)

Bobot kering tanaman pada VI MST sangat nyata meningkat dengan pemberian pupuk dan CMA dan kedua perlakuan memberikan hubungan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 4). Bobot tertinggi (93.58 g batang-1) terlihat pada pemberian 15 g CMA pot-1 yang diikuti dengan pemberian 100% rekomendasi pupuk.. Bobot terendah 19.82 g batang-1 pada tanpa pemberian CMA dan pupuk (Tabel 5)

Rata-rata pemberian pupuk memperlihatkan peningkatan bobot kering tanaman sejalan dengan peningkatan dosis rekomendasi pupuk. Hal yang sama juga terlihat dengan rataan CMA hingga pemberian 15 g pot-1. Peningkatan dosis CMA hingga 20 g pot-1, bobot kering yang dihasilkan cenderung menurun.

Tabel 5. Rata-rata bobot kering tanaman (g batang-1) pada VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk


(41)

Pupuk (%) 0 5 10 15 20 0 25 50 75 100 19.82 d 32.54 c 32.85 c 59.69 b 75.31 a 21.10 d 36.61 c 41.11 c 72.17 a 64.98 b 21.79 d 37.25 c 53.63 b 68.24 a 66.51 a 23.87 d 44.12 c 54.24 b 42.17 c 93.58 a 21.91 d 47.27 bc 42.68 c 53.71 ab 54.23 a 21.70 39.56 44.90 59.20 70.92 Rataan 44.04 47.19 49.48 51.60 43.96

DMRT Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Rata-rata pemberian pupuk memperlihatkan peningkatan bobot kering tanaman sejalan dengan peningkatan dosis rekomendasi pupuk. Hal yang sama juga terlihat dengan rataan CMA hingga pemberian 15 g pot-1. Peningkatan dosis CMA hingga 20 g pot-1, bobot kering yang dihasilkan cenderung menurun.

4. Serapan Hara N, P, dan K Tanaman 4.1. Serapan N (g batang-1)

Serapan N tanaman sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji dan kedua perlakuan memberikan hubungan interaksi yang juga sangat nyata (Lampiran 5). Rata-rata serapan N tanaman meningkat dengan pemberian pupuk dan CMA. Kombinasi pemberian 5 g pot-1 CMA dan 100% pupuk memberikan serapan yang tertinggi (2.59 g batang-1) selanjutnya diikuti oleh kombinasi pemberian 15 g pot-1 CMA dan 100% pupuk yaitu 2.27 g batang-1 (Tabel 6). Serapan N terendah (0.25 g batang-1) terlihat pada tanpa pemberian CMA dan pupuk. Rata-rata dengan peningkatan dosis pupuk serapan N oleh tanaman meningkat pula.

Tabel 6. Serapan N (g batang-1) tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk


(42)

CMA (g pot-1) Rataan Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

0 25 50 75 100 0.25 c 0.56 b 0.70 b 1.25 a 1.23 a 0.44 d 0.65 cd 0.77 c 1.43 b 2.59 a 0.37 d 0.72 c 0.94 bc 1.31 a 1.15 ab 0.41 d 0.82 c 1.15 b 0.82 c 2.27 a 0.31 c 0.97 a 0.70 b 0.99 a 1.16 a 0.36 0.74 0.85 1.16 1.68 Rataan 0.80 1.18 0.90 1.09 0.83

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

4.2. Serapan P (mg batang-1)

Serapan P tanaman sangat nyata meningkat dengan pemberian CMA dan pupuk begitu juga terhadap hubungan kedua perlakuan memberikan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 6). Pemberian pupuk saja tanpa diikuti pemberian CMA serapan P nyata meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis pupuk yang diberikan. Pemberian 100% rekomendasi pupuk saja memberikan serapan P sebanyak 82.96 mg batang-1. Namun bila diikuti dengan penambahan CMA sebanyak 15 g pot-1 mampu memberikan serapan P sebanyak 90.15 mg batang-1 dan merupakan tertinggi dari semua perlakuan yang diuji. Serapan P terendah (17.42 mg batang-1) adalah pada tanpa pemberian CMA dan pupuk (Tabel 7)

Tabel 7. Serapan P (mg batang-1) tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1) Rataan

Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

0 25 50 75 100 17.42 d 29.00 cd 38.88 c 62.33 b 82.96 a 19.19 c 37.53 b 39.56 b 77.67 a 83.20 a 19.56 c 40.53 b 49.44 b 86.35 a 74.07 a 25.52 d 51.04 c 64.29 b 53.13 bc 90.15 a 23.53 b 53.81 a 48.33 a 60.06 a 53.01 a 21.04 42.39 48.10 67.91 76.68 Rataan 46.12 51.43 53.99 56.83 47.75


(43)

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

4.3. Serapan K (g batang-1)

Serapan K tanaman sangat nyata meningkat dengan pemberian pupuk yang diuji. Walaupun CMA tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun kedua perlakuan kombinasi memperlihatkan adanya interaksi yang sangat nyata (Lampiran 7). Pemberian 100% pupuk memberikan serapan K tertinggi (2.84 g batang-1) dan terrendah (0.75 g batang-1) pada pemberian 20 g pot-1 CMA (Tabel 8). Rata-rata CMA memberikan serapan K yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian.

Tabel 8. Serapan K (g batang-1) tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1) Rataan

Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

0 25 50 75 100 0.89 d 1.29 c 1.45 c 2.18 b 2.84 a 1.00 c 1.05 c 1.86 b 2.66 a 2.47 a 1.15 d 1.57 c 2.08 b 2.52 a 1.96 b 0.88 d 1.66 c 2.34 b 1.54 c 2.76 a 0.75 c 1.91 ab 1.69 b 2.19 a 2.09 ab 0.94 1.49 1.88 2.22 2.42 Rataan 1.73 1.81 1.86 1.84 1.73

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

5. Derajat Infeksi CMA (%)

Derajat infeksi CMA pada akar tanaman umur VI MST sangat nyata dipengaruhi oleh pemberian CMA dan pupuk. Kedua perlakuan memberikan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 8). Rata-rata derajat infeksi meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah pupuk dan CMA yang diberikan (Tabel 9).


(44)

Tabel 9. Derajat Infeksi CMA (%) pada akar tanaman jagung umur VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1)

Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

Rataan 0 25 50 75 100 10.00 b 23.33 ab 20.00 ab 30.00 a 26.67 a 16.67 c 50.00 ab 53.33 a 36.67 b 40.00 ab 23.33 b 36.67 a 43.33 a 46.67 a 50.00 a 46.67 bc 40.00 c 56.67 ab 63.33 a 53.33 abc 26.67 b 50.00 a 50.00 a 36.67 b 60.00 a 24.67 40.00 44.67 42.67 46.00 Rataan 22.00 39.33 40.00 52.00 44.67

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Infeksi tertinggi 63.33% terlihat pada kombinasi pemberian 15 g pot-1 CMA dan 75% rekomendasi pupuk. Sedangkan derajat infeksi terendah 10% diberikan oleh tanpa pupuk dan CMA.

6. Hasil Pipilan Kering (g batang-1)

Hasil pipilan kering sangat nyata meningkat dengan pemberian pupuk dan CMA. Pupuk dan CMA yang diuji saling memberikan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 9). Rata-rata hasil pipilan kering meningkat dengan meningkatnya pemberian pupuk dan CMA. (Tabel 10). Kombinasi pemberian 20 g pot-1 CMA dan 100% rekomendasi pupuk memberikan hasil terbanyak (153.22 g batang-1). Sedangkan dengan pemberian pupuk saja sebanyak 100% hanya mampu memberikan hasil sebanyak 100.29 g batang-1. Hasil pipilan kering terrendah 10.55 g batang-1 dihasilkan oleh tanpa pemberian pupuk dan CMA. Gambaran ini memperlihatkan bahwa pemberian pupuk saja tidak menjamin peningkatan hasil. Pemberian CMA dengan pupuk nyata memberikan hasil pipilan kering jagung yang terbanyak.


(45)

Tabel 10. Hasil pipilan kering (g batang-1) jagung terhadap pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1)

Rekomendasi

Pupuk (%) 0 5 10 15 20

Rataan 0 25 50 75 100 10.55 c 54.65 b 58.88 b 98.65 a 100.29a 19.57 c 63.13 b 74.36 b 113.47a 108.96a 39.85 d 63.15 c 90.95 b 104.33ab 112.99 a 23.47 d 62.27 c 93.97 b 128.35a 122.17a 24.63 d 59.20 c 62.74 c 97.87 b 153.22a 23.61 60.48 76.18 108.54 119.53 Rataan 64.60 75.90 82.25 86.05 79.53

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

0 25 50 75 100 125 150 175

0 5 10 15 20

CMA (g pot-1)

H as il ( g bat ang -1 )

0% 25% 50% 75% 100%

Gambar 1. Respon hasil tanaman jagung terhadap pemberian CMA dan beberapa tingkat pemberian pupuk spesifik lokasi Tiga Binanga

Pemberian 100% rekomendasi pupuk (160:128:160: kg ha-1 Urea:SP-36:KCl) hasil meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis CMA yang diberikan (Gambar 1). Sedangkan pemberian pupuk sebanyak 75% (120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl) dan 50% (80:64:80 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl) dari rekomendasi,


(46)

hasil pipilan kering jagung tertinggi diperoleh pada penambahan 15 g CMA pot-1 yaitu 128.35 dan 93.97 g batang-1.

7. Hubungan Serapan N, P, dan K dengan Hasil Pipilan Kering

Hubungan serapan hara N, P dan K tanaman dengan hasil pipilan kering jagung (Gambar 1, 2 dan 3) bersifat kuadratik. Keeratan hubungan dengan hasil pipilan kering jagung tertinggi (R2 = 0.7448) terlihat pada serapan N tanaman dan selanjutnya diikuti oleh serapan P (R2 = 0.6953) dan K (R2 = 0.6517).

Y=-27.219+164.29x-43.326x2

R2 = 0.7448

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Serapan N (g batang-1)

H

a

s

il (g

b

a

ta

n

g

-1 )

Gambar 2. Hubungan serapan N dengan Hasil pipilan kering jagung terhadap


(47)

Y=-40.082+3.6027x-0.0214x2 R2 = 0.6953

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 20 40 60 80 10

Serapan P (mg batang-1)

H

a

si

l (g b

a

tan

g

-1 )

0

Gambar 3. Hubungan Serapan P dengan Hasil pipilan kering jagung terhadap pemberian CMA dan pupuk

Y=-58.815+115.75x-19.557x2 R2=0.6517

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Serapan K (g batang-1)

Hasil (g batang

-1 )

Gambar 4. Hubungan serapan K dengan hasil pipilan kering jagung terhadap pemberian CMA dan pupuk


(48)

8. Efisiensi Agronomis

Efisiensi agronomis memperlihatkan bahwa pemberian pupuk pada tingkat rekomendasi yang lebih tinggi, rata-rata cenderung memberikan tingkat efisinsi yang lebih rendah. Sebaliknya dengan pemberian pupuk yang lebih rendah rata-rata memberikan tingkat efisiensi yang lebih tinggi (Gambar 4).

Kombinasi pemberian CMA sebanyak 10 g pot-1 dan rekomendasi pupuk sebanyak 25% memberikan tingkat efisiensi yang tertinggi (93.93 g). Sebaliknya kombinasi pemberian 100% rekomendasi pupuk tingkat efisiensi meningkat dengan meningkatnya pemberian CMA. Tingkat efisiensi terendah (40.06 g) adalah pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk yang diberikan.

78.75

93.89 93.93 92.36 86.88

43.15

56.97

71.79 74.48 46.60

52.44 61.26 55.82

70.12 51.98

40.06 43.93

45.73 49.83

63.69

0

20

40

60

80

100

0g CMA

5g CMA

10g CMA

15g CMA

20g CMA

25% 50% 75% 100%

Gambar 5. Efisiensi agronomis tanaman jagung terhadap pemberian CMA dan pupuk


(49)

PEMBAHASAN

1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Perlakuan

Sifat kimia tanah sebelum perlakuan memperlihatkan reaksi tanah yang asam serta kandungan bahan organik dan nitrogen yang sangat rendah. Sementara kandungan P dan K dapat digolongkan tinggi.

Hasil analisis pendahuluan memperlihatkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini terjadi ketidak seimbangan antara hara N, P dan K. Terutama unsur hara N dengan tingkat ketersediaan yang sangat rendah ditanah dimungkinkan karena tingkat pencucian yang tinggi serta sumber N yang berasal dari bahan organik sangat rendah. Dalam pengelolaan tanah ini walaupun unsur P dan K sudah digolongkan sangat tinggi pemberian bahan organik dan penambahan sumber N dari pupuk adalah sangat diperlukan. Menurut Mengel dan Kirby (1979) tanaman untuk pertumbuhannya memerlukan unsur hara yang seimbang. Kekurangan N dapat menyebabkan terganggunya penyerapan P dan K. Selanjutnya Taslim dkk (1993) melaporkan bahwa pupuk N dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan P dan K untuk masa pertumbuhan tanaman. Khususnya penggunaan tanaman hybrida sangat respon terhadap pemupukan N.

2. Sifat Kimia Tanah Setelah Perlakuan

Nitrogen total ditanah setelah perlakuan rata-rata meningkat dengan pemberian pupuk. Sedangkan dengan pemberian CMA saja rata-rata tidak


(50)

memperlihatkan perbedaan yang nyata. Lebih responnya pengaruh pupuk dalam penelitian ini dikarenakan tanah yang digunakan mengandung unsur N yang sangat rendah. Namun bila pemberian pupuk sebanyak 75% dari dosis rekomendasi dan diikuti dengan penambahan 10 atau 15 g CMA pot-1 mampu memberikan N-total yang tertinggi (0.13%).

Ketersediaan P dan K tidak memperlihatkan peningkatan yang nyata dengan pemberian pupuk dan CMA. Namun ada kecenderungan terjadinya peningkatan. Tidak nyatanya peningkatan unsur P dan K ditanah dalam penelitian ini dikarenakan tanah yang digunakan mengandung P dan K yang sangat tinggi. Ketersediaan P tertinggi 36.87 ppm adalah pada pemberian 10 g CMA bila dibandingkan dengan tanpa pemberian P tersedia meningkat hingga 16.94 ppm. Hal ini memperlihatkan bahwa CMA sangat berperan dalam mengambil P melalui jaringan hifa ekternalnya serta dengan enzim fosfatase yang dikeluarkannya mampu melepaskan P yang terfiksasi ditanah (Bolan, 1991). Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Hasanudin (2003) bahwa dengan pemberian CMA ketersediaan P meningkat hingga 14.75 ppm pada tanah ultisol.

Kalium terbanyak 1.33 me 100g-1 diperoleh pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk dan terendah 0.82 me 100g-1 pada tanpa pemberian. Rata-rata dengan penambahan CMA memberikan K yang lebih rendah. Terjadinya hal ini dimungkinkan dengan adanya CMA menginfeksi akar, K yang terdapat dalam larutan tanah akan terabsorpsi oleh jaringan hifa dan selanjutnya melalui jaringan pembuluh akan ditransfer ketanaman dengan demikian K yang ada dalam larutan tanah akan


(51)

berkurang. Pendapat yang sama juga dikemukkan oleh Bolan (1991) bahwa tanaman yang terinfeksi CMA melalui jaringan hifanya mampu menyerap air dan sekali gus membawa unsur hara seperti N, P dan K yang selanjutnya ditransfer ke tanaman.

Untuk pengelolaan pada tanah yang digunakan dalam penelitian ini sangat perlu dilakukan secara pendekatan PHSL dan pemberian CMA. Cara ini kebutuhan pupuk disesuaikan dengan kandungan hara ditanah dan kebutuhan tanaman (Dobermann dkk, 2003). Sedangkan CMA sendiri dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah. Selanjutnya menurut Buckman dan Brady (1964) pemberian pupuk yang berlebihan terutama pada tanah-tanah yang bereaksi masam akan dapat meningkatkan fiksasi hara tersebut serta terjadinya defisiensi terhadap hara lainnya.

3. Bobot Kering Tanaman

Adanya hubungan interaksi antara pupuk dan CMA yang diberikan dalam peningkatan bobot kering tanaman hal ini menunjukan bahwa kedua faktor yang diuji saling berpengaruh. Tabel 5 memperlihatkan rata-rata bobot kering tanaman meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk atau CMA yang diberikan. Pemberian 100% pupuk menghasilkan bobot kering tanaman seberat 75.31 g batang-1 dan bila diikuti dengan penambahan 15 g CMA pot-1 mampu memberikan bobot tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya (93.58 g batang-1). Data ini memperlihatkan bahwa pemberian CMA mampu meningkatkan penyerapan hara dan memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kabirun (2002) bahwa dengan pemberian CMA pada padi gogo di tanah entisol mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman serta bobot kering tanaman.


(52)

Rata-rata dengan peningkatan dosis pupuk hingga 100% rekomendasi memberikan peningkatan bobot kering tanaman. Hal yang sama juga terlihat dengan pemberian CMA. Bobot kering tanaman terendah (19.82 g batang-1) diperoleh pada tanpa pemberian pupuk dan CMA. Rendahnya bobot kering tanaman yang dihasilkan dibandingankan perlakuan lainnya diduga tanaman walaupun sudah mengambil hara P dan K yang cukup tersedia ditanah, namun yang menjadi faktor untuk pertumbuhan seperti unsur hara N ketersediaannya ditanah yang digunakan sangat rendah sehingga memberikan pertumbuhan tanaman yang kurang sempurna. Syafruddin dkk, (2006) mengemukakan hasil yang sama dimana hara N adalah menjadi faktor pembatas yang dominan untuk mendapatkan pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman jagung.

4. Serapan Hara N, P, dan K Tanaman

Serapan hara N, P, dan K oleh tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan CMA serta kedua perlakuan yang diuji memberikan interaksi yang sangat nyata. Serapan N, tertinggi (2.59 g batang-1) adalah pada kombinasi pemberian 100% dari rekomendasi pupuk dan 5 g pot-1 CMA. Serapan P tertinggi 90.15 mg batang-1 atau 0.09 g batang-1 pada kombinasi 100% dari rekomendasi pupuk dan 15 g pot-1 CMA dan serapan K terbanyak yaitu 2.84 g batang-1 adalah pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk. Serapan hara N, dan P terendah adalah pada tanpa pemberian pupuk dan CMA (0.25 g dan 17.42 mg) dan K (0.75 g batang-1) pada pemberian 20 g pot-1 CMA.

Hara terbanyak yang diserap tanaman jagung dalam penelitian ini adalah unsur K dan disusul oleh N dan P. Banyaknya K yang di ambil oleh tanaman sangat


(53)

berhubungan dengan tingkat ketersediaan K ditanah yaitu digolongkan tinggi, sementara terhadap unsur P walaupun ketersediaannya ditanah tinggi, tanaman sangat terbatas kemampuannya dalam mengambil karena unsur P tidak mobil ditanah serta mudah terfiksasi oleh mineral liat. Menurut Buckman dan Brady (1964) disamping kelarutan hara ditanah faktor yang menentukan terhadap serapan hara oleh tanaman adalah jumlah falensi atom yang bersangkutan. Jumlah falensi yang kecil lebih mudah terserap dibandingkan jumlah falensi tinggi.

Tingginya serapan K oleh tanaman juga didapatkan oleh Syafruddin dkk (2006) dimana serapan N, P dan K tanaman jagung pada tanah Inceptisol berturut-turut 39.8 ; 7.4, dan 74.3 kg ha-1. Tingginya serapan K oleh tanaman sangat berguna dalam memperkuat dinding sel tanaman serta mengaktifkan enzim terutama terkosentrasi pada meristem. Kalium juga berfungsi dalam pertumbuhan sel, pembentukan gula, pati dan karbohidrat (Dobermann dan Fairthurts, 2000). Mosier

dkk (1988) untuk mendapatkan hasil tanaman jagung sebanyak 9,5 t ha-1 pipilan

kering diserap unsur hara N sebanyak 62 kg, P 8 kg dan K sebanyak 157 kg ha-1 dalam brangkasan.

Berbeda halnya dengan serapan N dan P, serapan K nampaknya tidak di pengaruhi oleh pemberian CMA (Lampiran 7) namun lebih dominan dipengaruhi oleh faktor pupuk yang diberikan. Tetapi rata-rata serapan K meningkat hingga pemberian CMA sebanyak 15 g pot-1. Kurang terlihatnya pengaruh CMA terhadap serapan K walaupun CMA memperlihatkan adanya interaksi dengan pemberian pupuk, diduga karena kandungan K ditanah sudah digolongkan sangat tinggi sehinga


(54)

tanaman lebih cenderung mengambil K yang bersumber dari pupuk. Hara N dan P sama-sama dipengaruhi oleh pupuk dan CMA. Terjadinya hal ini karena umumnya CMA lebih cenderung mengambil N dan P serta hara lainnya melalui serapan air oleh jaringan hifa. Adanya enzim fosfatase yang dihasilkan oleh CMA akan mempercepat kelarutan P ditanah. Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya P kedalam tanaman yang terinfeksi CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dari pada kecepatan masuknya P melalui rambut akar tanaman yang tidak terinfeksi CMA. Kabirun (2002) melaporkan pemberian beberapa jenis CMA pada padi gogo serapan P (37.65 mg pot-1) nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian (20.09 mg pot-1).

Endang dan Santosa (2005) menyatakan hal yang sama pemberian CMA sangat nyata meningkatkan serapan P tanaman kacang tanah serta hasil tanaman. Serapan N juga meningkat sejalan dengan meningkatnya serapan P oleh tanaman. Azcon dkk, (1992) menyatakan bahwa khususnya pada tanaman kacang-kacangan interaksi CMA dengan bakteri penambat N saling memberikan keuntungan. Unsur N yang dilepaskan oleh penambat N akan dimanfaatkan oleh CMA sementara P yang dilepaskan oleh CMA akan dimanfaatkan oleh penambat N, sehingga kedua bentuk hubungan ini akan memberikan keuntungan ganda bagi tanaman dalam penyerapan hara N dan P.

5. Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman

Banyaknya infeksi CMA pada akar tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan CMA. Rata-rata infeksi CMA meningkat dengan


(55)

meningkatnya pemberian pupuk dan CMA. Pemberian pupuk saja rata-rata persen infeksi lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian pupuk yang diikuti dengan penambahan CMA. Persen infeksi terendah (10%) terlihat pada tanpa pemberian pupuk dan CMA. Pemberian pupuk hingga 75% rekomendasi tanpa diikuti penambahan CMA persen infeksi meningkat hingga 30%. Hal ini memperlihatkan bahwa CMA alami yang terdapat ditanah kosentrasinya masih rendah dengan penambahan pupuk dapat meningkakan aktifitasnya. Nuhamara (1993) mengemukakan bahwa aktifitas CMA ditanah juga dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Pemberian CMA hingga 15 g pot-1 serta 75% rekomendasi pupuk memperlihatkan peningkatan aktifitasnya dalam menginfeksi akar tanaman dan memberikan persen infeksi yang tertinggi (63.33%). Peningkatan dosis CMA dan pupuk rata-rata memberikan persen infeksi yang menurun. Muzar (2006) mengemukakan hal yang sama bahwa tinggi rendahnya persen infeksi CMA pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh pemberian CMA dan pupuk fosfat. Meskipun pemberian CMA menunjukan persen infeksi CMA lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian, tetapi besarnya peningkatan sangat dipengaruhi oleh takaran pupuk fosfat yang diberikan. Pemberian 1-2 t ha-1 fosfat alam (KSP) persen infeksi nyata yang tertinggi dan peningkatan hingga 3-4 t ha-1 persen infeksi cenderung menurun.


(56)

Hasil pipilan kering jagung sangat dipengaruhi oleh pemberian CMA dan tingkat rekomendasi pupuk. Perlakuan yang diuji juga memberikan hubungan interaksi. Rata-rata pipilan kering meningkat dengan meningkatnya tingkat rekomendasi pupuk hingga 100%. Pemberian 100% rekomendasi pupuk menghasilkan pipilan kering sebanyak 100.29 g. Sedangkan pada tanpa pemberian pupuk hasil pipilan kering yang diperoleh hanya sebanyak 10.55 g batang-1. Rendahnya hasil yang diperoleh pada tanpa pemberian pupuk diduga sangat berkaitan dengan tingkat ketersediaan hara N ditanah yang digolongkan rendah, walaupun ketersediaan P dan K sudah digolongkan tinggi. Ketidak seimbangan hara N, P dan K ini memberikan pengaruh terhadap penyerapan hara lainnya sebagai mana telah diuraikan pada pembahasan bobot kering tanaman sebelumnya. Hasil yang sama juga dilaporkan Girsang (2007) bahwa tanpa pemberian pupuk hasil pipilan kering jagung yang diperoleh pada tanah Inceptisol Tiga Binanga hanya 528 g. Namun bila dilakukan pemberian pupuk melalui pendekatan PHSL yang didasarkan kepada tingkat keseimbangan hara dengan kebutuhan tanaman hasil pipilan kering yang diperoleh nyata lebih tinggi seberat 1476.5 g. Pemberian 100% rekomendasi pupuk saja dan selanjutnya yang diikuti dengan penambahan CMA sebanyak 20 g pot-1 mampu meningkatkan hasil pipilan kering dari 100.29 g hingga 153.22 g batang-1 dan ini merupakan hasil pipilan kering tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Meningkatnya hasil tanaman jagung dengan pemberian CMA dilaporkan berturut-turut oleh Muzar (2006), Hasanudin (2003) serta pada tanaman kacang tanah dilaporkan oleh Endang dan Santosa (2005). Meningkatnya hasil pipilan kering


(57)

jagung dengan penambahan CMA pada pemberian 100% rekomendasi pupuk dimungkinkan karena tanaman yang terinfeksi CMA melalui jaringan hifanya mampu memperluas bidang serapan akar sehingga tanaman mendapatkan suplai hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman (Cruz, 1991).

7. Hubungan Serapan N, P, dan K dengan Hasil Pipilan Kering

Hubungan serapan hara N, P dan K tanaman dengan hasil pipilan kering jagung (Gambar 1, 2 dan 3) bersifat kuadratik. Keeratan hubungan antara serapan hara N, P, dan K dengan hasil pipilan kering jagung adalah searah yaitu meningkatnya serapan hara diikuti oleh peningkatan hasil pipilan kering jagung. Korelasi tertinggi (R2 = 0.7448) adalah pada serapan N tanaman dan selanjutnya diikuti oleh serapan P (R2 = 0.6953) dan K (R2 = 0.6517). Data korelasi ini menggambarkan bahwa serapan N dalam penelitian ini sangat menentukan terhadap kenaikan hasil. Sedangkan terhadap unsur P dan K tidaklah menjadi faktor pembatas. Hasil yang sama dilaporkan oleh Syafruddin dkk (2006) bahwa unsur N menjadi faktor pembatas yang dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil pipilan kering jagung ditanah Inceptisol Wolangi setelah itu disusul oleh hara K dan P.

Berdasarkan analisis korelasi dari masing-masing serapan hara, maka hasil pipilan kering jagung maksimum yang diperoleh adalah 128.06 ; 111.17 dan 108.31 g batang-1 masing-masing terhadap serapan hara N, P, dan K. Hara yang diserap untuk menghasilkan 1 kg biji kering dibutuhkan 15.61 g N, 0.72 g P dan 23.08 g K atau setara dengan 34.69 g Urea, 4.58 g SP-36 dan 46.16 g KCl. Lebih banyaknya K yang


(58)

dibutuhkan untuk mendapatkan 1 kg biji kering, dalam penelitian ini sejalan pula dengan serapan hara tanaman dimana unsur K merupakan hara yang terbanyak diserap oleh tanaman. Banyaknya K yang diserap juga sangat berkaitan dengan K yang tersedia ditanah yaitu digolongkan tinggi. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Mosier dkk (1988) bahwa untuk mendapatkan 1 ton biji kering jagung dibutuhkan 6.53 kg N, 0.84 kg P dan 16.53 kg K dalam brangkasan. Sementara terhadap unsur P walaupun dibutuhkan sangat rendah untuk menghasilkan 1 kg biji kering jagung Bila dilihat dari kadar hara N, P, dan K yang ada di tanah sebelum perlakuan hal ini memberikan hubungan yang sama dimana ketersediaan N ditanah digolongkan sangat rendah sedangkan P dan K digolongkan tinggi sehingga dalam hal ini tanaman sangat membutuhkan hara N yang lebih banyak. Dobermann dkk (2003) menyatakan bahwa tanaman jagung membutuhkan hara yang seimbang terutama antara hara N, P, dan K. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) mengatakan bahwa unsur N dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil.

8. Efisiensi Agronomis

Pemberian pupuk pada tingkat rekomendasi yang lebih tinggi, rata-rata memberikan tingkat efisinsi yang lebih rendah. Sebaliknya dengan pemberian pupuk yang lebih rendah rata-rata memberikan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Kombinasi pemberian CMA sebanyak 10 g pot-1dan tingkat rekomendasi pemberian pupuk sebanyak 25% memberikan tingkat efisiensi yang tertinggi (93.93 g) dan ada


(59)

kecenderungan tingkat efisiensi menurun dengan meningkatnya pemberian CMA. Sebaliknya pemberian 100% dari rekomendasi pupuk, tingkat efisiensi meningkat dengan meningkatnya pemberian CMA. Tingkat efisiensi terendah adalah 40.06 g diperoleh pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk.

Menurut Witt (2007) bahwa tingkat efisiensi agronomis pada suatu lokasi sangat menentukan terhadap jumlah pupuk yang diberikan. Semakin tinggi efisiensi agronomis maka semakin kecil jumlah pupuk yang diberikan. Sebaliknya semakin rendah efisiensi agronomis maka jumlah pupuk yang diberikan semakin banyak. Banyaknya jumlah pupuk yang diberikan tidak menjamin terhadap peningkatan hasil. Terlihat pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk tingkat efisiensi yang dihasilkan sangat rendah (40.06g). Bila pemberian 100% rekomendasi pupuk ditambahkan CMA hingga 20g pot-1 tingkat efisiensi meningkat hingga 63.69g. Dari data ini tercermin bahwa pemberian CMA dapat mengefisienkan penggunaan pupuk.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. CMA dan pupuk dapat meningkatkan N-total, P-tersedia dan K-dd tanah serta bobot kering tanaman dan serapan hara N, P dan K oleh tanaman.

2. Pemberian pupuk sebanyak 160:128:160 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (100% rekomendasi) menghasilkan pipilan kering jagung sebanyak 100.29g batang-1 namun bila ditambahkan 20g CMA pot-1 hasil pipilan kering meningkat hingga 153.22g batang-1 dan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

3. Hasil pipilan kering tertinggi kedua 128.35g batang-1 adalah pada pemberian pupuk sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) dan 15g CMA pot-1.


(61)

4. Efektifitas CMA dalam mengefisienkan penggunaan pupuk terlihat pada pemberian 75% pupuk (120:96:120kg ha-1 Urea:SP-36:KCl) yang diikuti dengan penambahan 5g CMA pot-1 pada kombinasi ini mampu menghasilkan pipilan kering sebanyak 113.47g batang-1 dan lebih tinggi 13.18 g dibandingkan pemberian 100% pupuk saja.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan rekomendasi pupuk pada lokasi Tiga Binanga adalah sebanyak 120:96:120 kg ha-1 (Urea:SP-36:KCl) yang diikuti dengan penambahan 15 g CMA.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Atrash. 1997. Influence of arbuscular mychorhizae and phosphorus on growth, nodulation and N2 fixation N in Medicago sativa at four salinity level. Biol.

Fertil. Soils : 24.81- 86p

Ali, G, M., E. F, Husin., N. Hakim dan Kasli. 1997. Pemberian mikoriza arbuskula untuk meningkatkan efisiensi pemupuk an fosfat Tanaman padi gogo pada tanah ultisol dengan perunut P.32. Hal 597-605 Prosiding kongres Nasional VI. HITI . Jakarta

Anderson, G. 1966. Nucleic acids, derivatives and organik Phosphates in soil Biochemistry. Ed A. D. Mc. Laren and G.H. Peterson. Marcel Dekker. Inc New York

Azcon, R., Rubio, R.,and Barea, J.M. 1991. Selective interactions between Different spesies of mycorrhizal fungi and Rhizobium meliloti strains and theirs effects

on growth, N fixation and nutrition of medicago sativa-L. New Pathologist. 117 : 339-404p


(1)

Perhitungan :

(A - B) x 0,05 x 14

(%) N = --- x 100 x fk mg contoh

14.4. Analisis P-tersedia

Metode : Bray.I (Spectrophotometry) Cara Kerja :

Timbang 1,5 g contoh tanah dan pindakan kedalam botol kocok. Tambahkan 15 ml Larutan Bray.I, kocok selama 5 menit selanjutnya disaring dengan kertas saring ukuran no.41. Pipet 2 ml hasil saringan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml Pereaksi Fosfat encer, kocok dan diamkan selama 30 menit. Selanjutnya baca Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang gelom- bang 693 nm. Untuk pembanding lakukan pembacaan terhadap larutan standar.

Pipet masing-masing larutan standard 0, 1, 2, 3, 5 dan 10 ppm P sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml pereaksi Fosfat encer, kocok dan diamkan selama 30 menit, kemudian baca Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang gelombang 693 nm.

Perhitungan :


(2)

14.5. K-dd dan KTK

Metode : AAS Cara Kerja :

Timbang 1 g contoh tanah ukuran lolos 0.5 mm, pindahkan kedalam corong yang sudah dilapisi dengan kertas saring. Tambahkan 2 x 10 ml Ammonium Asetat 1 N pH 7, hasil saringan ditampung dengan labu ukur 100 ml. Selanjutnya encerkan hingga batas volume labu untuk penetapan K-dd.

Untuk penetapan KTK tambahkan 2 x 10 ml Natrium Asetat 1 N kedalam corong yang berisi endapan tanah (penetapan K). Hasil saringan dibuang, cuci endapan tanah tadi dengan 4 x 10 ml ethanol 96 % dan hasil cucian dibuang, biarkan endapan tanah dalam corong hingga kering (lebih kurang 2 jam). Tambahkan 2 x 10 ml Ammonium Asetat 1 N, ekstrak ditampung dalam labu ukur 100 ml dan encerkan hingga batas.

Pengukuran K dapat dibaca langsung dari ekstrak K. sedangkan untuk pengukuran KTK, pipet 1 ml hasil saringan kedalam tabung reaksi dan encerkan hingga 10 ml dengan aquades, kocok hingga homogen dan baca kadar unsur Na dengan alat AAS. Saat yang sama dilakukan pembacaan deret standar masing-masing unsur.

Perhitungan :

(me 100 g-1) K = ppm kurva x 100 x 0.002558 x fk


(3)

Lampiran 15. Prosedur Analisis Total Serapan Hara Tanaman 15.1. Total Serapan N

Metode : Kjeldahl Cara Kerja :

Timbang 0,25 g contoh daun yang sudah digrinder halus, masukan kedalam tabung destruksi. Tambahkan ± 1 g katalisator dan 2,5 ml Asam Sulfat pekat. Destruksi pada suhu ±200oC hingga sempurna yang ditandai dengan cairan sudah berwarna putih kehijauan. Encerkan cairan destruksi hingga 50 ml dengan aquades. Selanjutnya didestilasi dengan penambahan 20 ml Natrium Hydroksida 40%. Destilasi selama 5 menit dan cairan destilat ditampung dengan Asam Boraks 1% yang sudah ditambahkan 3 tetes Indikator Conaway. Titar cairan destilat dengan Asam Sulfat 0,05 N hingga titik akhir (warna pink). Cara kerja yang sama dilakukan terhadap blanko

Perhitungan :

(ml Titran contoh-blanko) x 0,05 x 14

(%) N = --- x 100% x fk mg contoh

Serapan N = (%) N x bobot kering tanaman

15.2. Total Serapan P

Metoda : Spectrophotometry Cara Kerja :


(4)

Timbang 1 g contoh daun yang sudah digrinder halus, pindah kan kedalam Erlenmayer 125 ml. Tambahkan 8 ml Asam Nitrat dan 2 ml Asam Perklorat pekat dan diamkan semalam. Esoknya destruksi pada suhu awal ± 100oC selanjutnya suhu dinaikan hingga ± 200oC. Destruksi dihentikan bila sudah keluar asap berwarna putih. Setelah cairan destruksi dingin encerkan dengan aquades hingga 100 ml.

Pipet 0,1 ml cairan destruksi encer tambahkan 0,9 ml aquades dan 9 ml larutan pengomplek fosfat, kocok dan diamkan selama 30 menit. Baca absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang gelombang 695 nm. Saat yang sama dilakukan pembacaan deret standar P 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm.

Perhitungan :

(%) P = ppm kurva x 0,1 x fk

Serapan P = (%) P x bobot kering tanaman

15.3. Total Serapan K

Metoda : AAS Cara Kerja :

Timbang 1 g contoh daun yang sudah digrinder halus, pindah kan kedalam Erlenmayer 125 ml. Tambahkan 8 ml Asam Nitrat dan 2 ml Asam Perklorat pekat dan diamkan semalam. Esoknya destruksi pada suhu awal ± 100oC selanjutnya suhu dinaikan hingga ± 200oC. Destruksi dihentikan bila sudah keluar asap berwarna putih. Setelah cairan destruksi dingin encerkan dengan aquades hingga 100 ml. Pipet


(5)

aquades, kocok hingga sempurna dan baca kosentrasi K dengan alat AAS pada panjang gelombang 766 nm. Saat yang sama dilakukan pembacaan deret standar K 0, 5, 10, 15 dan 20 ppm.

Perhitungan :

(%) K = ppm kurva x 0,2 x fk

Serapan K = (%) K x bobot kering tanaman

Lampiran 16. Analisis Derajat Infeksi CMA Pada Akar Tanaman

Metoda : Kormanik dan Mc Graw Cara Kerja :

Pilih akar halus (rambut akar) segar dengan diameter antara 0,2 hingga 2 mm, dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Contoh akar yang sudah dicuci bersih dimasukan kedalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama 24 jam. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan dalam pengamatan infeksi CMA. Akar akan terlihat berwarna putih atau pucat. Akar tersebut dicuci dengan air mengalir selanjutnya direndam dalam larutan HCl 2% selama satu malam. Esoknya akar dicuci kembali dengan air mengalir kemudian akar direndam dalam larutan Trypan Blue 0,05%, selanjutnya dalam larutan Lacto Glycerol. Pengamatan total kolonisasi dilakukan dengan cara mengambil 10 potongan akar yang sudah direndam dalam larutan Lacto Glycerol disusun diatas kaca preparat dan diamati dibawah mikroscop. Akar yang terinfeksi terdapatnya hifa,


(6)

arbuskula atau vesicular yang ditandai dengan (+). Sedangkan yang tidak terdapat hifa, arbuskula atau vesicular ditandai dengan (-).

Perhitungan :

Jumlah pengamatan (+)

(%) Kolonisasi = --- x 100%

Jumlah pengamatan (+) dan (-) Lampiran 17. Susunan perlakuan yang diuji

No Perlakuan Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 R0M0 R0M1 R0M2 R0M3 R0M4 R1M0 R1M1 R1M2 R1M3 R1M4 R2M0 R2M1 R2M2 R2M3 R2M4 R3M0 R3M1 R3M2 R3M3 R3M4 R4M0 R4M1 R4M2 R4M3 R4M4

0 % rekomendasi dan 0 g pot-1 CMA 0 % rekomendasi dan 5 g pot-1 CMA 0 % rekomendasi dan 10 g pot-1 CMA 0 % rekomendasi dan 15 g pot-1 CMA 0 % rekomendasi dan 20 g pot-1 CMA 25% rekomendasi dan 0 g pot-1 CMA 25% rekomendasi dan 5 g pot-1 CMA 25% rekomendasi dan 10 g pot-1 CMA 25% rekomendasi dan 15 g pot-1 CMA 25% rekomendasi dan 20 g pot-1 CMA 50% rekomendasi dan 0 g pot-1 CMA 50% rekomendasi dan 5 g pot-1 CMA 50% rekomendasi dan 10 g pot-1 CMA 50% rekomendasi dan 15 g pot-1 CMA 50% rekomendasi dan 20 g pot-1 CMA 75% rekomendasi dan 0 g pot-1 CMA 75% rekomendasi dan 5 g pot-1 CMA 75% rekomendasi dan 10 g pot-1 CMA 75% rekomendasi dan 15 g pot-1 CMA 75% rekomendasi dan 20 g pot-1 CMA 100% rekomendasi dan 0 g pot-1 CMA 100% rekomendasi dan 5 g pot-1 CMA 100% rekomendasi dan 10 g pot-1 CMA 100% rekomendasi dan 15 g pot-1 CMA 100% rekomendasi dan 20 g pot-1 CMA


Dokumen yang terkait

Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)

0 138 68

Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)

0 27 80

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Manfaat Pupuk Organik Kascing Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Pada Tanah Dan Tanaman

0 21 5

Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami Terhadap Ketersediaan Fosfat Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi Gogo Di Tanah Ultisol

1 37 120

Media Campuran Tanah - Pasir dan Pupuk Anorganik untuk Memproduksi Inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

0 3 7

Pengaruh pemberian cendawan mikoriza arbuskula (cma) dan dosis pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (zea mays l.)

2 9 91

UJI EFEKTIVITAS CAMPURAN PUPUK ORGANIK DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN Uji Efektivitas Campuran Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok ( Brassica campestris ).

0 0 14

UJI EFEKTIVITAS CAMPURAN PUPUK ORGANIK DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN Uji Efektivitas Campuran Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok ( Brassica campestris ).

0 3 14

PENGARUH PEMBERIAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN KEDELAI EDAMAME (Glycin max)

0 0 7