Puisi 2 ”Tragedi Penguasa” Puisi 3 ”Surat Balasan Untuk Emak yang tak kukirim”

22 menjadikan nada dan suasana sebagai unsur dasar yang membangun puisi tersebut. Berikut adalah responden yang melihat puisi ”Soza Ceritalah” dari struktur fisik. Lima orang menjadikan bahasa figuratif sebagai unsur dasar, empat orang menjadikan diksi, dan dua orang menjadikan pengimajian sebagai unsur dasar yang membangun puisi tersebut.

4.1.2 Puisi 2 ”Tragedi Penguasa”

Tak ada lagi rasa dari yang kuasa tertinggal hanya kata dan bau sampah dalam serapah Tada lagi asa setelah raksasa sudah dulu kini merasa tak punya lebih perkasa Tragedi penguasa wahai negeri seribu bahasa Tumpal Marbun Universitas Sumatera Utara 23 Menggunakan teori resepsi sastra yang melibatkan pembaca mahasiswa Sastra Indonesia stambuk 2011 untuk memberikan interpretasi terhadap puisi ”Tragedi Penguasa” maka peneliti mendapatkan seperti berikut. Enam orang melihat dan menemukan nilai estetika di dalamnya dari struktur fisik. Empat belas orang melihat dan menemukan nilai estetika di dalamnya dari struktur batin. Puisi ”Tragedi Penguasa” dibangun dengan menggunakan struktur fisik dan menjadikan diksi sebagai unsur dasar. Berikut adalah responden yang melihat puisi ”Tragedi Penguasa” dari struktur batin. Tujuh orang menjadikan feeling sebagai unsur dasar dan tujuh orang menjadikan amanat sebagai unsur dasar yang membangun puisi tersebut. Berikut adalah responden yang melihat puisi ”Tragedi Penguasa” dari struktur fisik. Tiga orang menjadikan bahasa figuratif sebagai unsur dasar, dua orang verifikasi, dan satu orang menjadikan kata konkret sebagai unsur dasar yang membangun puisi tersebut.

4.1.3 Puisi 3 ”Surat Balasan Untuk Emak yang tak kukirim”

Mak, t’lah ku terima suratmu. Dari pak pos yang linglung sebab tak tau dimana kamar kos muramku. Selembar amplop bertuliskan namamu menggetarkan melodi kerinduan buah hatimu, yang seketika berbaur dengan rasa kecut. Universitas Sumatera Utara 24 Mak, kalau kabar yang kau pertanyakan. Sungguh aku dalam keadaan baik saja. Tapi, aku masih penyair yang membuali kata, Meluapkan asa dari balik kekuatan jiwa. Sungguh, tak perlu emak ceritakan betapa rindunya emak dengan anakmu ini. Bukan maksud hati mak, tapi kerinduan ini hanya akan meluap di angan-angan. Maka cukuplah emak pandangi wajahku dalam fatamorgana, keremangan kisah hidup kita. Sungguh mak, masih teringat jelas tatapmu yang memendam harap dari balik kelopak mata sayumu. Sungguh mak, tak ku lupa lambaian tangan ringkihmu mengiringi kepergianku dengan senyum kegetiran yang terus coba kau sembunyikan. Jalan ini t’lah aku tempuh dengan atau tanpa senyum dari bibirmu. Sabarlah, kelak........ Ah.....sudahlah mak, titip salam buat Aek dan Cici. Juga Bapak. Tapi, sungguh mak, jangan bilang dulu ke mereka kalau aku memilih jadi penyair. Bambang Riyanto Universitas Sumatera Utara 25 Menggunakan teori resepsi sastra yang melibatkan pembaca mahasiswa Sastra Indonesia stambuk 2011 untuk memberikan interpretasi terhadap puisi ”Surat Balasan Untuk Emak yang tak kukirim” maka peneliti mendapatkan hasil seperti berikut. Dua puluh orang melihat dan menemukan nilai estetika di dalamnya dari struktur batin. Puisi ”Surat Balasan Untuk Emak yang tak kukirim” dibangun dengan menggunakan struktur batin dan menjadikan nada dan suasana sebagai unsur dasar. Berikut adalah responden yang melihat puisi ”Surat Balasan Untuk Emak yang tak kukirim” dari struktur batin. Tujuh belas orang menjadikan feeling sebagai unsur dasar dan tiga orang menjadikan amanat sebagai unsur dasar yang membangun puisi tersebut.

4.1.4 Puisi 4 ”Buat Yang Namanya Manusia”