35 Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral
internal abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri yang terdapat di dalam sampel Ditjen POM, 2000; WHO, 1992. Kadar abu tidak larut
asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1992. Penetapan
kadar abu pada simplisia rimpang laja gowah menunjukkan kadar abu total sebesar 4,97 dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar
0,36
. Monografi simplisia rimpang laja gowah tidak terdaftar di buku Materia
Medika Indonesia MMI, sehingga perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia rimpang laja gowah. Hasil
perhitungan karakterisasi simplisia rimpang laja gowah meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu dan kadar abu tidak larut
asam dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 54-58.
4.3. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi
Hasil ekstraksi 350 g simplisia rimpang laja gowah dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96 diperoleh ekstrak etanol rimpang laja gowah
sebanyak 38,20 g, kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n- heksana dan air, dari 20 g ekstrak diperoleh fraksi n-heksana 2,12 g, selanjutnya
fraksi air di fraksinasi dengan etil asetat sehingga diperoleh fraksi etil asetat 3,41 g. Ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etil asetat yang diperoleh dilakukan
skrining fitokimia dan kemudian diuji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
4.4 Hasil Skrining Fitokimia
36 Penentuan golongan senyawa kimia simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-
heksana dan fraksi etil asetat dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya. Adapun pemeriksaan
yang dilakukan adalah pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, glikosida, steroidtriterpenoid, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil skrining fitokimia serbuk
simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etil asetat rimpang laja gowah dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia Serbuk simplisia, ekstrak dan fraksi rimpang
laja gowah No.
Parameter Serbuk
simplisia Ekstrak
etanol Fraksi n-
heksana Fraksi etil
asetat 1.
Alkaloid +
+ -
+ 2.
Flavonoid +
+ -
+ 3.
Glikosida +
+ -
+ 4.
Glikosida antrakinon -
- -
- 5.
Saponin +
+ -
+ 6.
Tanin -
- -
- 7.
Steroid Triterpenoid +
+ +
- Keterangan:
+ positif : mengandung golongan senyawa - negatif : tidak mengandung golongan senyawa
Hasil skrining serbuk simplisia dan ekstrak etanol menunjukkan hasil postitif pada senyawa polar, semipolar dan non polar yaitu alkaloid, flavonoid,
glikosida, saponin dan steroidtriterpenoid. Fraksi n-heksana hanya mengandung senyawa nonpolar yaitu steroidtriterpenoid dan fraksi etil asetat mengandung
senyawa polar dan semipolar seperti alkaloid, flavonoid, glikosida dan saponin.
4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol EERLG, Fraksi n- Heksana FHRLG, Fraksi Etil Asetat FERLG Rimpang Laja Gowah
37 Hasil uji aktivitas antibakteri EERLG, FHRLG dan FERLG dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Aktivitas suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme tergantung pada konsentrasi dan jenis bahan antimikroba tersebut Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003.
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambatan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus No.
Konsentrasi mgml Diameter Daerah Hambatan mm
Ekstrak etanol
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
1. 500
16,07 12,47
18,00 2
400 15,30
11,40 16,13
3 300
14,57 10,83
15,40 4
200 13,93
10,00 14,50
5 100
13,10 9,07
13,17 6
Blanko DMSO -
- -
Tabel 4.4 Hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan
bakteri Escherichia coli No.
Konsentrasi mgml
Diameter Daerah Hambatan mm Ekstrak etanol
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
1. 500
15,87 12,60
17,20 2
400 15,17
11,77 16,03
3 300
14,33 11,23
15,37 4
200 13,27
10,67 14,43
5 100
12,17 8,97
12,80 6
Blanko DMSO -
- -
Keterangan : D
= Diameter rata- rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri tiga kali Pengulangan
– = Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri
DMSO = Dimetilsulfoksida
38 Menurut Ditjen POM 1995, persyaratan batas daerah hambatan yang
efektif lebih kurang 14-16 mm. Hasil pengukuran dapat dilhat pada Lampiran 10 dan 11, halaman 59 dan 60.
Hasil pengukuran diameter daerah hambatan memperlihatkan bahwa FERLG memberikan aktivitas antibakteri yang efektif dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 200 mgml dengan diameter daerah hambat 14,50 mmsedangkan padaEscherichia coli memberikan
aktivitas antibakteri yang efektif pada konsentrasi 200 mgml dengan diameter daerah hambat 14,43 mm.
Hasil uji aktivitas antibakteri EERLG yang efektif terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 300 mgml memberikan diameter daerah
hambat 14,57 mm,sedangkan terhadapbakteri Escherichia coli memberikan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 300 mgml dengan diameter daerah hambat
14,33 mm. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan FHRLG menunjukkan
aktivitas antibakteri yang terlemah dan tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Aktivitas antibakteri yang diberikan oleh FERLG merupakan aktivitas antibakteri yang terkuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus danEscherichia coli. Hal ini dikarenakan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam FERLG adalah alkaloid, flavonoida, saponin dan
steroidtriterpenoid. Pelarut etil asetat dapat mengekstraksi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol, serta triterpenoid Putri, et al., 2013.
39 Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai
kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga menganggu proses metabolisme bakteri, selain itu flavonoid juga berfungsi sebagai antibakteri dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Polifenol pada kadar tinggi dapat menyebabkan
koagulasi protein dan menyebabkan sel membran mengalami lisis Prasetyo et al., 2014.
Saponin digunakan sebagai antimikroba pada beberapa tahun terakhir. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan
permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar Robinson, 1991.Menurut
Killeen et. al., 1998, mekanisme saponin sebagai antibakteri lebih karena adanya efek membranolitik daripada mengubah tegangan permukaan media ekstraseluler.
Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin protein transmembran pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan
polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin Cowan, 1999. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme kerja antibakteri
senyawa alkaloid dihubungkan dengan kemampuan untuk menyisip pada DNA, penghambatan enzim esterase, DNA-polimerase, RNA-polimerase dan
penghambatan respirasi sel Stefanovic, dkk., 2012. Ekstrak etanol dan fraksi n-heksana memberikan diameter daerah hambat
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan fraksi etil asetat. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak
etanol lebih banyak dibandingkan fraksi etil asetat namun diameter zona bening
40 yang dihasilkan lebih kecil daripada fraksi etil asetat. Menurut Marliana 2011,
hal ini mungkin disebabkan karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak etanol dalam peranannya sebagai
antibakteri. Uji aktivitas antibakteri FHRLG menunjukkan aktivitas antibakteri yang
terlemah bila dibandingkan dengan ekstrak etanol dan fraksi etil asetat. Hal ini disebabkan fraksi n-heksana memiliki senyawa metabolit sekunder yang lebih
sedikit dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan ekstrak etanol. Fraksi n-heksana hanya mengandung senyawa triterpensteroid yang berperan sebagai antibakteri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bakteri Staphylococcus aureus memiliki zona hambat lebih besar dibandingkan dengan bakteri Escherichia coli
pada berbagai variasi konsentrasi larutan uji. Perbedaan tersebut terjadi karena kedua bakteri uji tersebut memilki komposisi dan struktur dinding sel yang
berbeda sehingga mengakibatkan bakteri gram positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia dibandingkan gram negatif. Bakteri gram negative
memiliki effective permeability barrier, terdiri atas membran luar yang menghalangi penetrasi senyawa-senyawa antimikroba dan mengusir ekstrak
tanaman melewati barrier tersebut. Membrane tunggal bakteri gram positif lebih mudah dilewati oleh ekstrak tanaman karena bakteri ini memiliki perlindungan
yang terbatas Chanda dan Kaneria, 2010.
41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap rimpang laja gowah Alpinia malaccensis Burm.f. Roscoe diperoleh kesimpulan:
a. Hasil karakterisasi simplisia yaitu bentuk memanjang kadang bercabang,
bekas patahan berserat, warna kulit coklat, warna daging coklat keunguan, bau khas dan rasa agak tajam, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
adanya minyak atsiri, epidermis, berkas pembuluh dan pati, serta diperoleh kadar air 8,60, kadar sari larut air 29,69, kadar sari larut etanol 18,35,
kadar abu total 4,97 dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,36. b.
Hasil skrining serbuk simplisia dan ekstrak etanol menunjukkan hasil postitif pada alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan steroidtriterpenoid. Fraksi
n-heksana mengandung steroidtriterpenoid dan fraksi etil asetat mengandung
alkaloid, flavonoid, glikosida dan saponin.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan
Tumbuhan laja gowah
AlpiniamalaccensisBurm.f. Roscoe
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Sub Divisi
: Angiospermae Kelas
: Monocotyledonae Bangsa
: Zingiberales Suku
: Zingiberaceae Marga
: Alpinia Jenis
: Alpiniamalaccensis Burm.f. RoscoeAnonim, 2010.
2.1.2 Sinonim tumbuhan Sinonim: Alpinia malaccensis Burm.f. Roxb; Galanga malaccensis
Rumph; Catimbium malaccensis L. Anonim, 2010. 2.1.3 Nama daerah
Bunglai laki-laki, bolang, kepolang, langkuwas malakaMelayu; saya Aceh; seruleu Gayo; tugala Nias; siga Palembang; sesuk, susuk Lampung;
laja gowah, raja gowah Sunda; kamijara Jawa; laawase wakan, laawase Seram; lawasa malaka Ambon; madamonge Halmahera; lawasa malaka,
makui malaka, mandamonge, duhu Maluku Anonim, 2010.
5
2.1.4 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan laja gowah merupakan herba tahunan, berdiri tegak, tinggi 1-4 m dan tumbuh dalam rumpun yang rapat. Batangnya merupakan batang semu,
terdiri kumpulan pelepah daun yang menyatu. Daun laja gowah merupakan daun tunggal berwarna hijau, berbentuk lanset, panjang 40-80 cm dan lebar 9-12 cm,
tepi daun rata, pangkal tumpul, ujungnya runcing dan pertulangan menyirip. Permukaan daun bagian atas licin, tetapi permukaan bawahnya berbulu. Tangkai
daun pendek, berpelepah panjang, beralur dan berwarna hijau muda. Bunga majemuk berwarna putih, tersusun dalam tandan yang muncul dari ujung batang
Anonim, 2010.
2.1.5 Kandungan kimia
Tumbuhan laja gowahmengandung minyak atsiri, saponin dan flavonoidAnonim, 2010.
2.1.6 Manfaat tumbuhan laja gowah
Rimpang laja gowah digunakan oleh masyarakat Ambon sebagai obat bisul dan luka, untuk memelihara tenggorokan, mengobati sakit perut dan untuk
obat kuat. Laja gowah juga sering dimanfaatkan sebagai sabun dan anti emetikum mencegah muntah, kulit buahnya dapat digunakan untukmewangikan rambut
dan cucian Anonim, 2010.
2.2 Ekstraksi