147 dan sisanya kaca bening. Jendela tersebut dirangkai secara terpadu dengan lubang
angin dari
rooster
bermotif geometri.
78
d. Lawang Sewu
Gedung megah bergaya
Art Deco
, yang digunakan Belanda sebagai kantor pusat kereta api trem atau lebih dikenal dengan
Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij
NIS.
79
Perusahaan kereta api swasta Belanda pertama yang membangun jalur kereta api di Indonesia. Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Sloet van Den Beele mengayunkan cangklul pertama, 17 juni 1864, tanda disresmikannya jalur Kemijen-Tanggung sejauh 26 km. Setelah Sloet Van
Den Beele meninggal, dua arsitektur, Prof Jacob K Klinkhamer dan BJ Oudang ditunjuk sebagai arsitek yang menggarap kantor NISM ini. Lokasi yang dipilih
adalah lahan seluas 18.232 m di ujung jalan Bojong kini jalan Pemuda. Tampaknya posisi ini kemudian mengilhami dua arsitektur Belanda tersebut untuk
membuat gedung bersayap, terdiri atas gedung induk, sayap kiri dan sayap kanan. Setelah mempelajari secara cermat iklim di Nusantara, para arsitek mulai
mengadakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi iklim setempat, sehingga arsitektur pada pergantian abad ini menjadi arsitektur yang kontekstual yang
disebut
Indische
.
80
Sebelum pembangunan, lokasi yang akan dikeruk sedalam 4 meter, selanjutnya galian itu diurug dengan pasir vulkanik yang diambil dari gunung
78
“Bangunan Tua di Semarang”. www.arsitekturindis.com. Sabtu, 09 Mei 2009, 20:33 WIB.
79
“Sejarah Perkeretaapian Jawa Tengah”. Brosur, Badan Arsip Daerah provinsi Jawa Tengah.
80
“Jalan-jalan Menjelajahi Kota Tua Semarang”. Frontliners, Media Komunikasi Indosat, Edisi Bulan April 2009. hal 12.
148 Merapi. Pondasi pertama dibuat 27 Februari 1904 dengan konstruksi beton bera
dan di atasnya kemudian didirikan sebuah dinding dari batu bata belah. Semua material penting didatangkan dari Eropa kecuali batu bata, batu gunung, dan kayu
jati. Setipa hari ratusan orang pribumi dipaksa menggarap gedung ini. Gedung Lawang Sewu ini dibangun pada tahun 1903 dan diresmikan penggunaannya pada
tanggal 1 Juli 1907 oleh arsitek C. Citroen dari Firma J.F. Klinkhamer dan B.J. Quendag.
Bangunan monumental ini mengikuti kaidah arsitektur mordologi bangunan sudut yaitu dengan menara kembar model Ghotic di sisi kanan dan kiri
pintu gerbang utama dan bangunan gedung memanjang ke belakang. Bangunan ini terletak di bundaran Tugu Muda Semarang yang dahulu disebut
Wilhelmina Plein
. Komplek Lawang Sewu terdiri atas dua masa bangunan utama, yang di sebelah
barat berbentuk L dengan pertemuan kakinya menghadap Tugu Muda dan yang sebelah timur merupakan masa linier membujur dari barat ke timur. Sudut
pertemuan kaki L merupakan daerah pintu masuk yang diapit oleh dua menara pada bagian atasnya berbentuk bersegi delapan bertudung kubah.
Bangunan ini pernah dikuasai tentara Jepang sekitar 3,5 tahun sejak 1942, setelah kemerdekaan, Lawang Sewu dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api
DKA. Komando Daerah Militer Kodam IV Diponegoro juga bermarkas di gedung ini dari tahun 1950 hingga 1996. selain itu, Kantor Wilayah Kanwil
Departemen Perhubungan Jawa Tengah juga pernah berkantor di salah satu gedung ini.
149 Di dalam perkembangannya, Lawang Sewu juga terkait dengan sejarah
pertempuran lima hari di Semarang yang terpusat di kawasan Simpang Lima yang saat ini dikenal sebagai Tugu Muda. Saat meletus Pertempuran Lima Hari di
Semarang, 14-18 Agustus 1945, Lawang Sewu dan sekitarnya menjadi pusat pertempuran antara laskar Indonesia dan tentara Jepang. Pada peristiwa bersejarah
tersebut, gugur puluhan Angkatan Muda Kereta Api AMKA. Lima di antaranya dimakamkan di halaman depan Lawang Sewu. Mereka adalah Noersam,
Salamoen, Roesman, RM Soetardjo, dan RM Moenardi. Untuk memperingati mereka, di sebelah kiri pintu masuk gerbang didirikan sebuah tugu peringatan
bertuliskan nama para pejuang Indonesia yang gugur. Perusahaan kereta api kemudian menyerahkan halaman depan pada Pemda Kodya Semarang. Sedangkan
makam lima jenasah di halaman itu, 2 Juli 1975 dipindah ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal dengan Inspektur Upacara Gubernur Jateng Soepardjo
Roestam. Gedung ini oleh warga Semarang lebih dikenal dengan sebutan gedung
Lawang Sewu, karena ciri khas bangunan ini memiliki pintu atau
lawang
dalam bahasa Jawa, sedang
sewu
artinya seribu sebagai arti kiasan dari banyak.
81
Alasan lain dijuluki lawang sewu karena bangunan ini memiliki banyak pintu di samping
busur-busur rongga dinding yang memenuhi
facade
bangunan ini.
81
“Tujuh Bangunan Bersejarah di Indonesia”. Majalah Olga, hal 56.
150
Gedung Lawang Sewu
Gambar 5. Gedung Lawang Sewu digunakan Belanda sebagai kantor pusat kereta api trem atau lebih dikenal dengan
Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij
NIS. Sumber: “Semarang dalam kenangan”. www.arsitekturindis.com.
Sabtu, 09 Mei 2009, 20:33 WIB.
e. Kantor Perumka “Zustermaatschappijen”