desa Bumiharjo sehingga tradisi yang dilakukan di sana bisa mendatangkan berkah bagi siapa saja yang menjalankannya di sana, 3 motif kebersamaan,
karena dengan adanya Tradisi Manganan di Punden Mbah Sayyid dapat menciptakan rasa kebersamaan diantara sesama pelaku tradisi.
2.2.5 Sistem Upacara Tradisional Jawa
Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh
warga masyarakat pendukungnya dengan cara mempelajarinya. Cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya
mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang
bersangkutan. Mematuhi norma serta menjunjung nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup bermasyarakat.
Mulyono dalam Purwadi 2005:2 upacara tradisional Jawa mengandung nilai filsafat yang tinggi. Kata filsafat berasal dari kata majemuk
dalam bahasa Yunani Philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan orang yang melaksanakannya disebut filsuf yang berasal dari bahasa Yunani
philosopos. Upacara selamatan adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting
dari hampir semua jenis ritus dan upacara dalam sistem religi orang Jawa. Selamatan tidak hanya dilaksanakan dengan maksud untuk memelihara rasa
solidaritas diantara para peserta upacara itu saja, tetapi juga dalam rangka
menjaga hubungan baik dengan arwah nenek moyang. Upacara selamatan yang bersifat keramat adalah upacara selamatan dimana orang yang mengadakan,
merasakan getaran emosi keramat, terutama pada waktu upacara berlangsung. Upacara selamatan yang bersifat tidak keagamaan adalah upacara selamatan
yang tidak menimbulkan getaran emosi keagamaan pada orang-orang yang mengadakan selamatan itu, walaupun pada orang-orang yang hadir sebagai
pegawai keagamaan untuk membacakan doa. Upacara selamatan yang benar- benar bersifat keramat dan menggetarkan emosi keagamaan seseorang adalah
rangkaian upacara kematian. Terutama setahun setelah keluarga meninggal dan ikatan-ikatan emosional dengan orang tersebut masih kuat, maka frekuensi
mengunjungi makamnya masih tinggi. Hal ini disebabkan karena orang jawa sangat menghormati arwah yang meninggal, terutama kalau yang meninggal
tersebut masih kerabatnya. Hubungan dengan selamatan merupakan jalan terbaik untuk menolong keselamatan roh nenek moyang di dalam akhirat
dengan jalan melakukan berbagai ritual selamatan dari awal meninggal sampai keseribu harinya.
Purwadi 2005:22 mengemukakan bahwa selametan adalah upacara sedekah makan dan doa bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan
dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan. Upacara selametan termasuk kegiatan batiniah yang bertujuan untuk mendapat ridha
dari Tuhan. Kegiatan selamatan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di padusunan Jawa. Bahkan ada yang menyakini bahwa selametan merupakan
syarat spiritual yang wajib dan jika dilanggar akan mendapat ketidakberkahan atau kecelakaan. Selamatan merupakan suatu usaha untuk menyatu dengan
gerakan kosmos alam yaitu utnuk mencapai hidup yang selaras. Tindakan ini dilakukan oleh kebanyakan orang Jawa, walaupun diakui para pelaksana
selamatan, melaksanakan ritus selamatan dengan apresiasi yang dangkal dan permukaan. Konsep mendapatkan selamatan ini hampir diikuti semua orang
Jawa, prinsipnya bagaimana mencari hidup yang selamat. Orang Jawa memahami bahwa alam semesta ini telah tercipta sedemikian rupa yang
memiliki tatanan yang tak terbantahkan. Satu-satunya untuk mendapatkan keselamatan hanyalah dengan mengikuti irama ini, untuk itu orang Jawa
memiliki berbagai upacara selamatan sebagai suatu cara untuk mencari keselamatan hidup.
30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam Tradisi Manganan terletak di dukuh Sumberejo desa Bumiharjo, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.