1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan meningkatnya kualitas kesejahteraan dan kesehatan masyarakat turut berpengaruh terhadap meningkatnya angka harapan hidup di
Indonesia. Hal ini juga memberikan kontribusi terhadap tingginya angka populasi lansia di Indonesia yang semakin meningkat. Berdasarkan data yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik, diterbitkan hasil data angka harapan hidup penduduk Indonesia yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
yang dapat digambarkan melalui tabel 1 berikut ini: Table 1. Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia
1995-2000 2000-2005
2005-2010 2010-2015
66,1 tahun 67,8 tahun
69,1 tahun 70,1 tahun
Sumber: https:www.bps.go.idlinkTabelStatisviewid1517 Lansia merupakan masa tua atau yang biasa disebut dengan usia lanjut
dengan rentang usia 60 tahun ke atas. Pada masa ini seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisik maupun kognitif. Menurut Argyo Demartoto 2007:15,
karakteristik seseorang dikatakan lanjut usia pada umumnya ditandai oleh gejala-gejala fisik. Namun, saat yang bersangkutan menyadari bahwa proses
tersebut sudah mulai ada pada dirinya, tanggapannya dapat berbeda-beda. Gejala- gejala fisik tersebut antara lain:
1. Waktu orang lanjut usia berhenti haid
2
2. Waktu orang lanjut usia lekas capai
3. Waktu orang lanjut usia rambutnya mulai menipis dan beruban.
4. Waktu orang lanjut usia mulai kehilangan kerampingan badannya
5. Waktu penghasilan orang usia lanjut mulai menurun, dan
sebagainya Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, akan memberikan
pengaruh dan perubahan terhadap perkembangan aspek biologis, ekonomi, maupun sosial. Apabila seseorang memasuki usia 60 tahun keatas yang
merupakan masa akhir dari penuaan, maka dilihat dari segi ekonomi lansia cenderung dianggap sebagai beban keluarga.
Tingginya angka lansia di Indonesia menjadi salah satu pekerjaan rumah untuk pemerintah turut aktif mensejahterakan lansia dan menjadikan
lansia sebagai individu yang aktif, mandiri, dan sejahtera melalui program- program lansia yang sampai saat ini masih gencar di perkenalkan dan
dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Sri Iswanti Mahmudi 2000:63, mengemukakan penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana
lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan suatu aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Berdasarkan data hasil
survei sosial ekonomi nasional tahun 2014, di Indonesia jumlah rumah tangga lansia sebanyak 16,08 juta rumah tangga atau 24,50 persen dari seluruh rumah
tangga di Indonesia. Nilai rasio ketergantungan lansia sebesar 12,71 menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus
menanggung sekitar 13 orang lansia.
3
Tidak semua dari total lansia yang ada di Indonesia masuk ke dalam data rasio ketergantungan karena dari sisi kegiatan ekonomi lansia, data
sakernas 2014 memperlihatkan sebesar 47,48 persen lansia masih bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya BPS, 2015: vii-ix. Berdasarkan data yang
diperoleh melalui Laman Tribun Jogja yang terbit pada tanggal 8 Mei 2016, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah yang terkenal akan ketentraman,
gotong royong, dan kebersamaan yang tinggi menjadi tujuan masyarakat untuk menikmati hari-hari di usia lanjut. Data pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta menunjukkan bahwa dari popularitas masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar 3,6 juta orang, sekitar 14,68 atau 528.480
merupakan usia lanjut. Semakin tinggi angka lansia menunjukkan semakin tinggi pula angka harapan hidup suatu tempat. Hal ini memberikan pengaruh
positif dalam bidang kesehatan terutama dalam pelayanan kesehatan yang semakin baik. Tingginya angka lansia memberikan pengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan masing-masing lansia yang diamati dari aspek kesehatan, kepedulian keluarga, kebahagiaan lansia, serta terpenuhinya kebutuhan
ekonomi lansia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta masih banyak dijumpai lansia yang aktif bekerja di usia senjanya dikarenakan berbagai faktor, diantaranya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membantu menambah penghasilan keluarga, keinginan untuk mandiri, dan untuk mengisi waktu luang dengan
kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat, Hal ini didukung dengan data BPS tahun 2014 yang tersaji dalam tabel 2 dan gambar 1 berikut ini;
4
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Pralansia, Lansia Muda, Menengah, dan Lanjut DIY yang Masih Aktif Bekerja
Daerah Pralansia
45-59 Lansia
Muda 60-69
Lansia 70-79
Lansia 80+
Bantul 85
75 54
30 Gunungkidul
94 90
75 46
Kulonprogo 84
67 42
22 Sleman
82 75
57 33
Kota Yogyakarta
78 65
44 25
DIY 87
81 63
36 Sumber: http:dinsos.jogjaprov.go.idkajian-penyajian-data-lanjut- usia
Sumber: http:dinsos.jogjaprov.go.idkajian-penyajian-data-lanjut- usia Gambar 1.
Grafik Persentase Pralansia, Lansia Muda, Menengah dan Lanjut yang Bekerja Per KabupatenKota di DIY
Meskipun sudah tidak masuk usia produktif, lansia yang masih sehat secara fisik masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan positif yang akan
meningkatkan kualitas hidup serta kesejahteraan diri sendiri dan keluarga. Berdasarkan analisa lebih lanjut yang diperoleh melalui data BPS tahun 2014,
5
data pra lansia dan lansia miskin yang masih aktif bekerja berdasarkan jenis usaha menunjukkan perbedaan jenis usaha berdasarkan sebaran geografis di
Kabupaten Sleman sekitar 50 lansia bekerja di bidang pertanian, tanaman, padi, palawija dan sebagian kecil bekerja di bidang industri pengolahan dan
perdagangan. Kesuburan tanah di daerah Sleman Yogyakarta, menjadi salah satu faktor tingginya angka lansia yang bekerja di sektor pertanian dan
palawija. Akan tetapi hal ini diimbangi pula dengan lansia yang tertarik untuk bekerja di bidang industri pengolahan dan perdagangan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Suatu tata kehidupan dan penghidupan lansia yang diliputi rasa
keselamatan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi lanjut usia untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan mental
yang baik bagi diri sendiri dan untuk keluarga serta masyarakat pada umumnya dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia sesuai dengan pancasila Argyo
Demartoto, 2007:32.
Salah satu
upaya nyata
untuk meningkatkan
kesejahteraan terhadap lansia adalah meningkatkan investasi sosial lanjut usia. Investasi sosial diberikan dalam bentuk pemberian tambahan modal usaha
kepada para lanjut usia yang produktif, sehat, dan aktif Modul Pendampingan Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2014 : 89. Berdasarkan Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia
Responsif Gender, pelayanan sosial di luar panti adalah pelayanan sosial yang
6
ditujukan kepada lansia yang berbasiskan keluarga, masyarakat, maupun organisasi sosial. Lansia yang menjadi sasaran tetap tinggal bersama keluarga
masing-masing, tidak ditampung dalam suatu asrama atau panti. Jenis layanan di luar panti meliputi:
1 Home Care pendampingan dan perawatan lansia di rumah, yaitu
pelayanan terhadap lansia yang tidak potensial yang berada di lingkungan keluarga: pemberian bantuan pangan, bantuan kebersihan, perawatan
kesehatan, pendampingan, rekreasi, konseling dan rujukan;
2 Foster Care, yaitu pelayanan kepada lansia terlantar melalui keluarga
orang lain atau keluarga pengganti. Bentuk layanan sama dengan home care, yaitu pemberian bantuan pangan, bantuan kebersihan, perawatan
kesehatan, pendampingan, rekreasi, konseling dan rujukan; dan
3 Day Care Services pelayanan harian, yaitu pelayanan sosial yang
disediakan bagi lanjut usia yang bersifat sementara, dilaksanakan pada siang hari di dalam maupun di luar panti pada waktu tertentu.
Untuk lansia yang berada di luar panti, selain diberikan berbagai jenis layanan juga terdapat beberapa program layanan yang lebih bersifat
pemberdayaan, yaitu: 1.
Bantuan Paket Usaha Ekonomis Produktif UEP, yaitu bantuan yang diberikan kepada lansia kurang mampu yang masih potensial secara
perorangan dengan
didahului pemberian
bimbingan sosial
dan keterampilan;
2. Bantuan Kelompok Usaha Bersama KUBE, yaitu paket bantuan secara
kelompok 1 kelompok berjumlah 5 –10 orang dengan didahului
bimbingan pengembangan usaha; dan 3.
Pembinaan Usaha Ekonomis Produktif, yaitu bantuan yang diberikan kepada pralansia dalam rangka penyiapan memasuki masa tua.
Melalui usaha
ekonomi produktif,
diharapkan lansia
mampu melakukan kegiatan positif melalui usaha yang akan memberikan dampak
positif terhadap keberlangsungan dirinya sendiri serta lingkungan sekitar yang bertujuan mengurangi angka ketergantungan lansia itu sendiri. Selain
7
berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan lansia dalam lingkup ekonomi, kemandirian lansia melalui kesibukan usaha juga akan turut
berkontribusi memberikan nilai positif terhadap kesehatan, psikologis, serta kehidupan sosialnya. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BKKBN membentuk kelompok yang dipusatkan untuk lansia yaitu Bina Keluarga Lansia BKL. BKL adalah wadah kegiatan lansia dan keluarga yang
memiliki salah satu anggota keluarga lansia yang sudah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan adanya BKL di masyarakat dapat menjadi
perantara untuk pemberdayaan lansia Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia
dan Rentan,
Kelompok Bina
Keluarga Lansia
Jakarta: BKKBN:2015.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang memiliki kebijakan program untuk lansia yaitu Bina Keluarga Lansia BKL.
Ada beberapa BKL yang tersebar di DIY, antara lain Kota Yogyakarta, Bantul, Sleman, Gunungkidul, dan Kulon Progo. Salah satu BKL yang aktif dalam
bidang usaha ekonomi produktif yang berada di Yogyakarta adalah BKL Mugi Waras tepatnya berada di Dusun Blendung Desa Sumbersari Kecamatan
Moyudan Kabupaten Sleman. Adapun bentuk apresiasi dari Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Fasli Jalal kepada BKL
Mugi waras dalam kunjungannya yang termuat dalam berita harian online http:jogja.antaranews.comberita329201kepala-bkkbn-kagumikegiatan-
lansia-mugi-waras pada tanggal 5 Februari 2015, menyebutkan:
8
Di tempat ini lansia tidak merasa berhenti, tetap produktif, tetap sehat, tetap optimistis membimbing dan membantu anak cucu dan melihat
aktivitas mereka. Pengalaman yang dialami lansia menjadi kebanggaan untuk diceritakan kepada anak cucu, menuntun dan menginpirasi anak
cucu. Orang tua berada di tengah memperhatikan kebutuhan bapak ibunya lansia dan memperhatikan anak-anaknya. Kemudian dimensi
emosional merasa kesepian sehingga diperlukan kegiatan pertemuan rutin, dimensi keterampilan yakni pertemuan para lansia untuk
melakukan kegiatan produktif baik yang bisa dijual maupun untuk sekedar hobi, pengalaman bisa digunakan untuk ditularkan kepada
orang lain
.” Keaktifan, semangat, dan optimisme dari lansia untuk tetap produktif
dan mandiri pada usia senja di BKL Mugi Waras menjadi daya tarik tersendiri untuk dilakukannya penelitian terutama dalam bidang usaha ekonomi produktif
lansia. Jenis usaha ekonomi produktif lansia BKL Mugi Waras diantaranya adalah home industri yang sifatnya per individu antara lain pertanian,
perikanan, anyaman, pembuatan tempe, pembuatan kasur dari kapas, aneka makanan, bros dari bahan dasar kapas, minuman, kerajinan, dan lain
sebagainya. Dalam pelaksanaannya, dijumpai beberapa masalah yang di hadapi
anggota usaha ekonomi BKL Mugi Waras antara lain masalah modal, pendampingan, dan pemasaran. Dalam pelaksanaannya, beberapa lansia masih
sering mengalami kekurangan modal yang di sebabkan adanya pembatasan dan pembagian rata modal kepada seluruh anggota, adapun kurangnya pendamping
menyebabkan kurangnya skill lansia dalam mengembangkan usahanya , dan yang terakhir adalah masalah dalam pemasaran menyebabkan kurang
maksimalnya penjualan hasil produk.
9
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan Program Usaha Ekonomi Produktif oleh BKL Mugi Waras Dusun
Blendung Desa Sumbersari Kecamatan Moyudan Kabupaten
Sleman Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah