Mendaftarkan Diri Untuk Memiliki NPWP sebagai Wujud Kepatuhan Wajib Pajak

beberapa orang masyarakat wajib pajak KPP Pratama Medan Barat. Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan kepada informan merupakan pertanyaan yang berasal dari pedoman wawancara yang telah peneliti susun sebelumnya. Akan tetapi, daftar pertanyaan dalam pedoman wawancara tersebut mengalami perkembangan di dalam pelaksanaan wawancara karena harus disesuaikan dengan apa yang disampaikan oleh para informan. Pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data berlangsung selama kurang lebih dua bulan, di antaranya disebabkan karena kesibukan para informan kunci dan beberapa informan utama, serta Standard Operating Procedures SOP yang diberlakukan oleh KPP Pratama Medan Barat dalam memberikan data sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti. Berikut ini merupakan pemaparan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti:

5.1 Mendaftarkan Diri Untuk Memiliki NPWP sebagai Wujud Kepatuhan Wajib Pajak

Administrasi perpajakan berperan penting dalam system perpajakan di suatu negara. Suatu negara dapat dengan sukses mencapai sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal, karena administrasi perpajakannya mampu dengan efektif melaksanakan sistem perpajakan yang dipilih suatu negara tersebut. Maka untuk melaksanakan administrasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP sebagai sarana administrasi sekaligus sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak akan diberikan NPWP pada saat melakukan pendaftaran, sehingga seluruh administrasi perpajakan terkait dengan Wajib Pajak tersebut akan menggunakan NPWP yang dimaksud. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan hal tersebut, tentu diperlukan adanya suatu peraturan yang mendasari kewajiban masyarakat untuk mendaftarkan dirinya dan memperoleh NPWP. Berikut yang diungkapkan oleh Bapak Ronny Purwanto selaku Kepala Seksi Pelayanan sehubungan dengan peraturan tersebut: “Ya. Hal itu sudah sangat jelas diundangkan dalam isi KUP bahwa masyarakat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya dan memperoleh Nomor Pokok W ajib Pajak” Hasil wawancara pada 9 Juni 2015 Maka untuk mengetahui lebih jelas mengenai pernyataan beliau, peneliti menelusuri lebih lanjut tentang isi KUP yang dimaksud dan menemukan bahwadalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, khususnya pasal 2 ayat 1 memang disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Universitas Sumatera Utara Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Di dalam ayat tersebut ada disinggung mengenai persyaratan objektif. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotonganpemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Mengenai persyaratan objektif wajib pajak tersebut, Bapak Ronny mengungkapkan pernyataan tegasnya: “Satu hal penting yang perlu diingat tentang persyaratan objektif, yakni bahwa sang wajib pajak harus sudah mempunyai penghasilan dan yang perlu digarisbawahi di sini adalah penghasilannya tersebut tidak termasuk dalam kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP. Kalau penghasilannya tersebut termasuk dalam kategori PTKP, namun ia mendaftarkan dirinya untuk memiliki NPWP, juga untuk apa? Ini karena penghasilannya itu tidak memenuhi kriteria untuk dipotong pajaknya. Jadi kalau persyaratan objektifnya belum terpenuhi, menurut saya belum perlu lah dia punya NPWP. Salah satu contoh kasus mengenai hal ini adalah bagi seseorang yang baru saja akan melamar pekerjaan dan perusahaan tempat ia melamar mengharuskan pelamarnya sudah memiliki NPWP. Secara objektif hal ini belum terpenuhi karena orang tersebut baru akan melamar kerja sehingga tentu saja belum mempunyai penghasilan. Terus, kalaupun nanti orang tersebut sudah bekerja di kantor tersebut, maka perlu diklarifikasi lagi penghasilannya berapa sih? Sekarang ini kan PTKP naik menjadi Rp 3.000.000,00 per bulan atau dalam setahun berjumlah Rp 36.000.000,00. Kalau penghasilannya itu masih di bawah jumlah PTKP tersebut, artinya tidak ada pajak yang dipotong darinya. ” Hasil wawancara pada 9 Juni 2015 Universitas Sumatera Utara Gambar 5.1 Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP Sumber: Dokumentasi Peneliti di KPP Pratama Medan Barat Dari pernyataan Bapak Ronny tersebut di atas, lerlihat jelas bahwa masih cukup banyak wajib pajak yang tidak memenuhi syarat objektif namun mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. Hal ini mungkin disebabkan karena kepentingan pribadi para wajib pajak yang mendesak mereka untuk memiliki NPWP tanpa mengetahui apa yang menjadi persyaratan objektifnya dan tidak paham dengan adanya PTKP, atau mungkin juga karena persyaratan administratif yang terlalu sederhana dalam proses pendaftarannya, yakni cukup hanya dengan mengisi formulir pendaftaran dan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk KTP atau paspor bagi orang asing. Universitas Sumatera Utara Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari: 1 kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, 2 kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan, 3 kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan 4 kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Seperti hasil wawancara peneliti dengan seorang wajib pajak yang tidak ingin disebutkan namanya, dimana peneliti menanyakan padanya apa yang menjadi alasannya mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP: “Alasan saya mendaftarkan diri sebagai pemilik NPWP ialah karena kepemilikan NPWP merupakan salah satu syarat utama yang harus saya miliki supaya saya bisa membuka akun rekening bank sebagai media transfer gaji pada lembaga tempat saya bekerja. ” Hasil wawancara pada 12 Juni 2015 Dari pernyataan wajib pajak tersebut, terlihat jelas bahwa alasan mendasar ia membuat NPWP adalah karena terpaksa demi bisa membuka akun rekening bank sebagai media transfer gaji pada lembaga tempat ia bekerja. Hal ini semata-mata untuk memenuhi kepentingan pribadi dirinya, bukan murni karena kesadaran si wajib tersebut untuk memenuhi kepatuhan perpajakannya berhubung ia telah memenuhi persyaratan objektif sebagai wajib pajak. Namun berbanding terbalik dengan contoh di atas, seorang wajib pajak lain, yakni Bapak Antonni, mengemukakan gagasannya: Universitas Sumatera Utara “Sebagai warga negara yang baik, saya selalu membayar pajak. Pertama kali Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP digalakkan oleh pemerintah, saya pernah mengalami kesulitan mengisi formulirnya. Saya bingung, kolom mana yang harus diisi dan bagaimana mengisinya. Lalu saya bertanya pada seorang teman saya tentang cara pengisiannya, sehingga akhirnya sekarang saya sudah mengerti. Perusahaan tempat saya bekerja pun merupakan perusahaan yang taat pajak. Setiap bulan gaji karyawan dipotong oleh bagian keuangan. Bagian keuangan kemudian melaporkan pajak karyawan ini ke kantor pajak. ” Hasil wawancara pada 8 Juli 2015 Berdasarkan gagasan Bapak Antonni tersebut, dapat disimpulkan bahwa alasan beliau untuk mendaftarkan diri membuat NPWP adalah karena memang ia ingin memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai seorang yang sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak meskipun ia mengakui bahwa awalnya ia mendapati kesulitan saat proses pendaftarannya dan ia juga mengatakan bahwa perusahaan tempatnya bekerja pun merupakan sebuah organisasi yang taat pajak. Hal yang demikian sangat perlu diteladani oleh para wajib pajak lainnya yang belum sadar akan kepatuhan perpajakannya. Untuk mengetahui berapa banyak jumlah wajib pajak yang telah mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat, pada tabel di bawah ini akan disajikan data jumlah wajib pajak terdaftar di KPP Pratama Medan Barat: Tabel 5.1 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar di KPP Pratama Medan Barat Tahun Jumlah Wajib Pajak Orang Prib adi Badan 2011 4043 22646 2012 4262 23947 2013 4419 24855 2014 4612 26026 Sumber: Seksi Pengolahan Data dan Informasi PDI KPP Pratama Medan Barat Universitas Sumatera Utara Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa jumlah wajib pajak selama empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Peningkatan dengan jumlah yang paling besar terjadi pada wajib pajak badan. Berikut yang menjadi tanggapan Bapak Ronny atas peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar tersebut dan kaitannya dengan kepatuhan wajib pajak: “Jumlah wajib pajak terdaftar bukanlah menjadi target kami. Bagi DJP, untuk apa punya banyak wajib pajak yang sudah terdaftar atau yang sudah punya NPWP, tapi wajib pajak tersebut tidak bisa terbina dengan baik dalam kepatuhan perpajakan lainnya yang lebih penting, dalam artian dengan sukarela melaporkan SPTnya tidak ada, pembayaran pajaknya juga tidak ada. Jadi sama sekali tidak ada kontribusinya bagi kita. Secara administrasi, hanya akan jadi sampah juga buat kita karena tidak ada kontribusi. ” Hasil wawancara pada 8 Juli 2015 Tanggapan tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditanyakan mengenai bagaimana strategi untuk menggenjot penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan. Berikut penuturan beliau: “Pertama, tentu kita perlu punya data dan informasi yang lebih lengkap mengenai wajib pajak. Dari penerimaan pajak badan, banyak isu yang masih bisa dikejar supaya perusahaan itu membayar pajak dengan tepat. Mungkin mereka sudah terdaftar sebagai wajib pajak atau sudah membayar pajak secara teratur. Yang kita ingin kejar apakah mereka sudah membayar pajak sesuai dengan ketentuan. Jadi untuk pajak badan, strateginya akan lebih menekankan pada kepatuhan pajak. Terkait pajak perseorangan akan berbeda strateginya. Pertama, kami ingin memperluas basis pajak. Jadi tidak hanya sekadar menambah jumlah wajib pajak berdasarkan NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak, tapi yang lebih penting NPWP yang sudah ada pun kita harapkan aktif. Artinya membayar pajak dengan benar secara teratur. Kemudian apakah pajak yang mereka bayarkan sudah sesuai. Nah untuk itu, kita perlu dukungan paling tidak profiling wajib pajak. Ditambah tentunya dukungan dari penegak h ukum. .” Ardhi, 2014 Universitas Sumatera Utara

5.2 Pelayanan Pembuatan NPWP Melalui Pengaplikasian Sistem E- Registration