77
Hal yang sama juga diungkapkan oleh salah satu informan, yaitu Buk Arman Manik 50 Tahun yang menyatakan:
“ kalau untuk makan kami sehari-hari yah apa adanyalah. Kalau untuk sayur-sayur bisanya kami gak perlu belik karena adanya kami tanam sendiri di ladang, kalau ikan kami
Cuma makan ikan asin yang murah-murah itunya. Kalau makan-makan daging palinglah sekali-sekali itupun karena ada juga ternak ayam kami. Jadi irit-iritlah kami untuk makan
kami. Jadi adapun uang kami mendinglah kami gunakan untuk keperluan p
ertanian kami”
7.2.3 Pendidikan
Dalam mempertahankan usaha taninya, petani miskin menggunakan strategi pengurangan atau pengiritan biaya seperti dalam segi pendidikan, seperti yang diungkapkan oleh salah satu
informan, yaitu Bapak Sadar Berutu Lk, 40 Tahun yang menyatakan: “ untuk mengurangi biaya keluarga kami, seperti masalah pendidikan anak-anak kami
paling besar, lebih baik kami menyekolahkannya di kampung ini. Kebetulan ada sekolah SMA dikampung ini, jadi bisa mengirit biaya kami. Kalau mau kesekolah anak kami harus
berjalan kaki, padahal sekolahnya sangat jauh dari rumah kami. Kalau mau blik kreta untuk kendaraannya kami belum ada uang. Lagianpun setelah pulang dari sekolahnya dia bisa
langsung keladaang untuk membantu kami diladangwalaupun hanya sebentar saja, daripada dia hanya bermain-main dengan kawannya dikampung. Selain itupun untuk biaya
membeli pupuk sama kompos saja uang kami tidak cukup, untunglah ada bantuan dari pemerintah untuk petani miskin di desa ini, meskipun hanya sedikit saja yang diberikan.tapi
itupun lumayan kami rasa karena bisa mengirit biaya pengeluaran kami. Jadikan kalau adapun tadi biaya yang kami pegang kan bisa kami gunakan ke usaha tani kami, kayak belik
pupuk sikit-sikit, kompos supaya gak mendadak kali nanti pas
mau butuh perawatan” Hal senada juga diungkapkan salah satu informan, yaitu Pak Lius tumangger 50Tahun
yang menyatakan: “ kalau naka-anak saya semuanya kusekolahkan disini, karena sama sajanya dimanapun
sekolah. Karena kalau gak kayak gitu bengkak kalilah biaya kalau harus sekolah diluar. Belum lagi makannya, kosnya. Tapi kan kalau disini mereka sekolah gak perlu pakek biaya
besar, palinglah untuk jajannya sama biaya bukunya, karena uang sekolah gaaknya bayar. Jadi kalaupun ada uang tadi kami iritkan kan bisa untuk keperluan usaha tani kami. Lagian
kan bisanya pulang sekolah dibantu-bantu orang itu kami kerja bentar diladang, jadi lebih
ringan jadinya kerjaan kami” Dalam hal penekanan atau pengiritan biaya pengeluaran, petani miskin di Desa Sillima Kuta
banyak yang melakukan penghematan baik dalam kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan biaya usaha taninya. Seperti terlihat dari kebutuhan makan sehari hari, petani miskin hanya
Universitas Sumatera Utara
78
makan ikan asin dan sayur-sayuran yang diambil dari pertaniannya sendiri. Dari segi pendidikan anak-anaknya,para petani miskin lebih memilih untuk mneyekolahkan anak-anaknya disekolah
terdekat yang ada di desa tersebut. Karena menurut mereka, jika harus sekolah di luar , maka pasti akan membutuhkan biaya yang besar. Selain itu para orang tua juga sedikit terbantu pada
usaha taninya, dimana sepulang sekolah anak-anaknya bisa membantu mereka bekerja di ladang meskipun hanya sebentar. Kemudian para Bapak-bapak kebanyakan tidak suka nongkrong untuk
minum diwarung meskipun ada juga yang sebagian terlihat mau berkumpul-kumpul di warung. Para bapak-bapak lebih memilih untuk minum dirumah sendiri. Jadi terlihat ada kebersamaan
bersama keluarga jika malam hari. Selain itu bisa mengirit pengeluaran mereka. Mau tidak mau hal ini harus dilakukan para petani miskin yang ada di desa tersebut, karena dengan menerapkan
hidup sederhana dan tidak bermewah-mewahan maka akan mencukupi kebutuhan keluarganya dan dengan sistem pengiritan tersebut maka petani miskin yang ada di Desa Silima Kuta bisa
menyimpan untuk biaya keperlun lainnya, kususnya lebih fokus untuk membiayai usaha taninya.
7.3 Strategi Pemanfaatan Jaringan Jaringan Pengaman