Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Di Sumatera Utara
EFEKTIFITAS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN
PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN
TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH
PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN
DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
RISMAULI BASA GULTOM
107039013/MAG
PROGRAM STUDIMAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
EFEKTIFITAS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN
PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN TERHADAP
PENINGKATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN,
PERIKANAN DAN KEHUTANAN DI SUMATERA UTARA
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Oleh
RISMAULI BASA GULTOM
107039013/MAG
PROGRAM STUDIMAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul :Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Di Sumatera Utara
Nama : Rismauli Basa Gultom
NIM : 107039013
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui Komisi Pembimbing,
Ketua
(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si)
Anggota
(Ir. Iskandarini, M.M, PhD)
Ketua Program Studi, Dekan,
(4)
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada Rabu, 22 Januari 2014
Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si ______________________
Anggota : 1. Ir. Iskandarini, M.M,Ph.D _______________________
2. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec ______________________
(5)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
EFEKTIFITAS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN DI SUMATERA UTARA
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,
Rismauli Basa Gultom NIM. 107039013
(6)
Dipersembahkan kepada : Orangtua, Abang, Kakak dan SeluruhKeluarga
(7)
ABSTRAK
RISMAULI BASA GULTOM. Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2013.
Dalam membangun pertanian yang tangguh diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal, untuk itu diperlukan aparat pertanian yang tangguh dibidang pengaturan, pelayanan dan penyuluhan sesuai kualifikasi dan spesialisasi yang diperlukan bagi kelangsungan proses pembangunan pertanian tangguh tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengetahui pengaruh motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh dan persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh, serta pengaruh efektifitas bapelluh terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.
Data yang digunakan merupakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 66 responden di tiga kelembagaan bapelluh yaitu di Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non Kelembagaan. Hasil analisis menjelaskan bahwa motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh di Sumatera Utara berpengaruh secara positif dan signifikan pada tingkat kesalahan 10%, persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan efektifitas kelembagaan bapelluh berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%..
(8)
ABSTRACT
RISMAULI BASA GULTOM. The Effectiveness of the Executive Board of Agriculture, Fishery, and Forestry Counseling on the Improvement of the Performance of Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors in North Sumatera. Graduate School of the University of Sumatera Utara.
The capability of using all human resources optimally is needed to develop strong agriculture; therefore, strong agricultural personnel are needed in organizing, servicing, and counseling which are in line with their qualification and specification in order to get the sustainable process of the agricultural development. The objective of the research was to analyze and find out the influence of the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors before and the establishment of Bapelluh (Counseling Executive Board), the influence of the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors on the effectiveness of Bapelluh institution, and the influence of the effectiveness of Bapelluh on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera.
The data consisted of primary data with 66 respondents used as the samples in the three institutions: Pure Institutional, Mixed Counseling Institutional, and Non-Institutional. The result of the analysis showed that the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors before and after the establishment of Bapelluh in North Sumatera had positive and significant influence at the wrong margin of 10%, the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors had positive and significant influence on the effectiveness of Bapelluh institutional in North Sumatera at the level of reliability of 95%, while the effectiveness of Bapelluh institutional had positive and significant influence on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera at the level of reliability of 95%.
(9)
RIWAYAT HIDUP
RISMAULI BASA GULTOM, Lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 10 Pebruari 1967 dari Almarhum Bapak Drs. Dj. Gultom dan Ibu T.S. boru Manullang. Penulis merupakan anak ke-6 (enam) dari 6 (enam) bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1974, masuk Sekolah Dasar, SD. ST. Antonius V Medan, lulus tahun 1980
2. Tahun 1980, masuk Sekolah Menengah Pertama, SMP Katolik Tri Sakti, Medan, lulus tahun 1983
3. Tahun 1983, masuk Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri V, Medan 4. Tahun 1984, pindah ke SMA Negeri I Medan, lulus tahun 1986
5. Tahun 1986, diterima di Perguruan Tinggi Negeri, Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1991
6. Tahun 1992, CPNS di Departemen Pertanian dan ditempatkan di Bidang Pengumpulan dan Penyajian Data, Pusat Data dan Informasi, Jakarta
7. Tahun 1993, menjadi PNS dan ditempatkan di Bidang Statistik Pertanian, Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian, Jakarta
8. Tahun 1994, staf di Bidang Informasi Produk dan Jaringan Pasar, Pusat Pengembangan Informasi Pasar, Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta
9. Tahun 1996, staf di Bidang Pengolahan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Ditjen Industri Primer
(10)
10. Tahun 1998, staf di Bidang Pasar Internasional Perkebunan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian (BP2HP)
11. Tahun 2001, Kepala Sub Bagian Evaluasi Program, Bagian Evaluasi, Setditjen BP2HP
12. Tahun 2002, Kepala Sub Bagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan, Setditjen BP2HP
13. Tahun 2004, Kepala Bagian Humas, di Sekretariat Daerah, Pemerintah Kabupaten Samosir
14. Tahun 2006, Kepala Bidang Program, di Dinas Pertanian, Pemerintah Kabupaten Samosir.
15. Tahun 2007, staf di Badan Informasi dan Komunikasi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
16. Tahun 2010, Kepala Sub Bagian Program di Bagian Tata Usaha, Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara
17. Tahun 2010, melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis, Universitas Sumatera Utara
18. Bulan September Tahun 2013 sampai dengan sekarang, staf di Bidang Kerjasama, Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara
(11)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan karuniaNya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan materi yang disajikan dalam usulan penelitian ini jauh dari kesempurnaan, dikarenakan kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga masukan dan saran diharapkan dapat melengkapinya.
Tersusunnya tesis ini tidak terlepas dari motivasi, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, sebagai Dekan Fakultas Pertanian
2. Dr. Ir. Tavi Supriana Hutasuhut, MS, sebagai Ketua Program Studi Magister Agribisnis
3. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si, sebagai Pembimbing I 4. Ir. Iskandarini Soetadi, MM, Ph.D, sebagai Pembimbing II 5. Dr. Ir. Setia Negara Lubis, MS, sebagai Penguji I
6. Ir. Diana Chalil, M.Si. Ph.D, sebagai Penguji II
7. Para dosen Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
8. Staf Tata Usaha, di Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
9. Orangtua, abang, kakak dan para keponakan tersayang, yang selalu memberikan doa, dukungan dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan
(12)
10. Drs Pulung Hutabarat, AK, MM, mantan Kepala Bakorluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (periode 2010-2012) yang memberi ijin penulis untuk mengikuti pendidikan Program S2 di Fakultas Pertanian USU, Medan
11. Ibu Ir. Ellen Nova, MMA, Kepala Bidang Kerjasama, Bakorluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang memberikan dukungan dan keleluasaan waktu untuk menyelesaikan studi penulis.
12. Sahabatku Dra. Leny Harstati, MM, Ir. Irmansyah Harahap, MT. HMA dan Ir. Mohammad Iqbal, M.Si, M. Iriansyah SE., M.Si., yang terus-menerus memberikan semangat untuk menyelesaikan studi S2 penulis.
13. Rekan-rekan alumni SMAN V Medan Angkatan’ 86, Syafiatun Siregar, Endang Sari Siregar, Yuliani Siregar, Ifa Rita, Meutia Nauly, Elizar Rangkuti, Mutmainah Lubis, Elmi Laut Tawars, Titik Sunasty, Suaib AK dan rekan-rekan lain yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang menguatkan, mendukung dan menolong kesembuhan penulis sehingga penulis bisa kembali melanjutkan perkuliahan yang tertunda.
14. Para penyuluh pertanian di kabupaten kota di Sumatera Utara yang telah membantu mengisi kuesioner mendukung penelitian penulis
15. Teman-teman MAG, Angkatan III yang telah memberikan dukungan selama perkuliahan berlangsung.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan
Medan, Januari 2014 Penulis
(13)
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ……… i
ABSTRACK ……….…… ii
RIWAYAT HIDUP ……….… iii
KATA PENGANTAR ……….……… vi
DAFTAR ISI ………... ix
DAFTAR TABEL ……… xii
DAFTAR GAMBAR ………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……… xv
BAB. I PENDAHULUAN ……… 1
1.1. Latar Belakang ………..… 1
1.2. Perumusan Masalah ………...………… 6
1.3. Tujuan Penelitian ……… 7
1.4. Kegunaan Penelitian ……… 8
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ……… 9
2.1. Landasan Teori ………..… 9
2.1.1. Efektifitas ………..…… 15
2.1.2. Persepsi ……… 16
2.1.2.1. Proses Pembentukan Persepsi ………….………… 16
2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi …….. 17
2.1.3. Motivasi ……… 18
2.1.3.1. Proses Motivasi ……….…... 18
2.1.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi……... 19
2.2. Penelitian Terdahulu ………..…… 19
2.3. Kerangka Pemikiran ………..…… 20
2.4. Hipotesis Penelitian ……… 24
(14)
3.3. Metode Pengumpulan Data ………...… 26
3.4. Metode Analisi Data ………...… 27
3.5. Model Analisis ……… 28
3.5.1. Analisis Regresi ……….. 28
3.5.1.1. Autokorelasi ... 29
3.5.1.2. Normalitas ……….. 32
3.5.1.3. Multikolinearitas ……….……. 32
3.5.2. Analisis Uji Statistik ……… 34
3.5.2.1. Uji Statistik F ……….… 34
3.5.2.2. Uji Statistik t ………. 34
3.5.2.3. Uji Koefisien Determinan (R2) ………... 35
3.6. Defenisi dan Batasan Operasional ……….…. 36
3.6.1. Defenisi ……… 36
3.6.2. Batasan Operasional ………. 37
BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 38
4.1. Deskripsi Wilayah ………. 38
4.1.1. Lokasi dan Keadaan Geografis ……….……… 38
4.1.2. Tanaman Pangan ……….. 39
4.1.3. Perkebunan ……… 44
4.1.4. Kehutanan ……… 45
4.1.5. Peternakan ……… 46
4.1.6. Perikanan ……… 47
4.2. Deskriftif Data ……….. 49
4.2.1. Demografi Responden ………. 49
4.3. Hasil Analisis ……… 54
4.3.1. Hasil Uji Prasyarat Analisis ……….…. 54
4.3.2. Hasil Uji Normalitas ………. 59
4.3.3. Pengujian Masalah Autokorelasi ……….... 61
4.3.4. Uji Multikolinearitas ………. 62
4.4. Hasil Uji Model ……….. 63
4.4.1. Uji t Statistik (Uji Parsial) ……… 63
4.4.2. Uji F Statistik (Uji Serempak) ……….… 65
4.4.3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ……….. 66
4.5. Pembahasan ………. 67 4.5.1. Pengaruh Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan,
dan Kehutanan Sebelum Pembentukan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Efektifitasn Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan ……….
67
4.5.2. Pengaruh Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sesudah Pembentukan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Efektifitasn Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan ……….
68
4.5.3. Pengaruh Persepsi Penyuluh Terhadap Efektifitas Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertan ian, Perikanan dan
(15)
Kehutanan ………..…… 4.5.4. Pengaruh Efektifitas dari Kelembagaan Penyuluhan
Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ……….………
70
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….…………. 71
5.1. Kesimpulan ……… 71
5.2. Saran ……….. 72
DAFTAR PUSTAKA ………..………. 73
(16)
DAFTAR TABEL
No Judul Hal.
1. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara ………...……….
4
2. Data Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota………
23
3. Jumlah Sampel Penyuluh Pertanian yang PNS di Kelembagaan Kabupaten/kota …….………
26
4. Kaidah Keputusan Durbin-Watson Test ………... 31 5. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah
menurut Kabupaten/kota, Tahun 2010...………...
40
6. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Ladang Menurut Kabupaten/kota, Tahun 2010………
41
7. Produksi Hasil Hutan Sumatera Utara menurut Jenis Produksi, Tahun 2007-2010………..…
46
8. Produksi Ikan menurut Asal Tangkapan dan Kabupaten/kota, Tahun 2008-2010 (ton) ….………
47
9. Daerah Tangkapan Ikan menurut Jenis dan Kabupaten/kota, Tahun 2008-2010 (ton) ………
48
10. Lama Bekerja Responden ………. 49
11. Jabatan/kedudukan Responden ………. 50 12. Keikutsertaan Penyuluh dalam Latihan Kunjungan Supervisi dan
Evaluasi (LAKUSUSI)………. 51
(17)
14. Variabel Efektifitas Kelembagaan (Y1) ………... 52
15. Variabel Kinerja Penyuluh (Y2) 52
16. Variabel Motivasi Sebelum Bapelluh (X1)...……… 53 17. Variabel Motivasi Sesudah Bapelluh (X2) ………... 53 18. Variabel Persepsi Penyuluh (X3) ………. 53 19. Estimasi Efektifitas Bapelluh (Y1) dengan Motivasi Penyuluh
Sebelum Bapelluh (X1) ………..
55
20. Estimasi Efektifitas Bapelluh (Y1) dengan Motivasi Penyuluh Sesudah Bapelluh (X2)…………...………...
56
21 Estimasi Efektifitas Bapelluh (Y1) dengan Persepsi Penyuluh (X3) 57 22. Estimasi Kinerja Penyuluh (Y2) ……….. 58 23. Hasil Uji Normalitas pada Model Efektifitas Bapelluh (Y1)
Dengan Motivasi Penyuluh SebelumBapelluh (X1)……. ………...
59
24 Hasil Uji Normalitas pada Model Efektifitas Bapelluh (Y1) Dengan Motivasi Penyuluh Sesudah Bapelluh (X2)……. ………...
60
25 Hasil Uji Normalitas pada Model Efektifitas Bapelluh (Y1) Dengan Persepsi Penyuluh (X3) ………
60
26 Hasil Uji Normalitas pada Model Kinerja Penyuluh (Y2) 61 27 Nilai Matriks Korelasi Variabel-Variabel Bebas ………. 62 28 Nilai VIF dari Korelasi Variabel-…… Bebas ……… 63
(18)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal.
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal.
1. Data Penelitian Bagian I
Bagian II ……….……….. 74
2. Hasil Estimasi Model Efektifitas(Y1) ………. 77
3. Hasil Uji Normalitas Model Efektifitas ……….. 78
4. Hasil Uji Autokorelasi (LM-test) Model Efektifitas ……… 79
5. Estimasi Model Efektifitas ………... 80
6. Hasil Estimasi Model Efektifitas (Y1)………... 81
7. Hasil Uji Normalitas Model Efektifitas ……… 82
8. Hasil Uji Autokorelasi (LM-test) Model Efektifitas ………. ... 83
9. Estimasi Model Efektifitas ………... 84
10. Hasil Estimasi Model Efektifitas (Y1) ………. 85
11 Hasil Uji Normalitas Model Efektifitas ……… 86
12 Hasil Uji Autokorelasi (LM-test) Model Efektifitas ………. 87
13 Estimasi Model Efektifitas ………... 88
14 Hasil Uji Model Kinerja (Y2) ………... 89
15 Hasil Uji Normalitas Model Kinerja (Y2) ……… 90
16 Hasil Uji Autokorelasi (LM-Test) Model Kinerja (Y2) ………. 91
17 Estimasi Model Kinerja (Y2) 92 ……… 18 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Bebas (Independence) ……... 93
(20)
ABSTRAK
RISMAULI BASA GULTOM. Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2013.
Dalam membangun pertanian yang tangguh diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal, untuk itu diperlukan aparat pertanian yang tangguh dibidang pengaturan, pelayanan dan penyuluhan sesuai kualifikasi dan spesialisasi yang diperlukan bagi kelangsungan proses pembangunan pertanian tangguh tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengetahui pengaruh motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh dan persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh, serta pengaruh efektifitas bapelluh terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.
Data yang digunakan merupakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 66 responden di tiga kelembagaan bapelluh yaitu di Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non Kelembagaan. Hasil analisis menjelaskan bahwa motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh di Sumatera Utara berpengaruh secara positif dan signifikan pada tingkat kesalahan 10%, persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan efektifitas kelembagaan bapelluh berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%..
(21)
ABSTRACT
RISMAULI BASA GULTOM. The Effectiveness of the Executive Board of Agriculture, Fishery, and Forestry Counseling on the Improvement of the Performance of Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors in North Sumatera. Graduate School of the University of Sumatera Utara.
The capability of using all human resources optimally is needed to develop strong agriculture; therefore, strong agricultural personnel are needed in organizing, servicing, and counseling which are in line with their qualification and specification in order to get the sustainable process of the agricultural development. The objective of the research was to analyze and find out the influence of the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors before and the establishment of Bapelluh (Counseling Executive Board), the influence of the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors on the effectiveness of Bapelluh institution, and the influence of the effectiveness of Bapelluh on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera.
The data consisted of primary data with 66 respondents used as the samples in the three institutions: Pure Institutional, Mixed Counseling Institutional, and Non-Institutional. The result of the analysis showed that the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors before and after the establishment of Bapelluh in North Sumatera had positive and significant influence at the wrong margin of 10%, the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors had positive and significant influence on the effectiveness of Bapelluh institutional in North Sumatera at the level of reliability of 95%, while the effectiveness of Bapelluh institutional had positive and significant influence on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera at the level of reliability of 95%.
(22)
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal, mengatasi segala hambatan dan tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap perubahan yang terjadi serta berperan aktif dalam pembangunan nasional dan pembangunan wilayah. Untuk mewujudkan pertanian tangguh tersebut diperlukan aparat pertanian yang tangguh dibidang pengaturan, pelayanan dan penyuluhan sesuai kualifikasi dan spesialisasi yang diperlukan bagi kelangsungan proses pembangunan pertanian tangguh tersebut.
Keberhasilan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan bukan hanya ditentukan oleh kondisi sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan tetapi juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan yang sangat strategis dan kualitas sumberdaya manusia yang mendukungnya, yaitu SDM yang menguasai serta mampu memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan secara berkelanjutan.
Penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan memiliki peran yang berfungsi untuk; memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha; mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat
(23)
mengembangkan usahanya; meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; membantu menganalisis dan Memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Untuk meningkatkan peran penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan dalam pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan perlu adanya sinergitas dan penyamaan persepsi terhadap kegiatan-kegiatan penyuluhan di daerah dengan program penyuluhan di pusat, sesuai dengan peran pemerintah sebagai regulator, koordinator dan supervisor, maka Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Kementerian Kehutanan, melalui Satuan Kerja Badan Koordinasi, Dinas yang menangani penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan memfasilitasi dana dekonsentrasi kegiatan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan Tahun 2012.
Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2011), Implementasi UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) di Sumatera Utara sampai saat ini belum
(24)
optimal namun telah menunjukkan perkembangannya, hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek, sebagai berikut :
1. Kelembagaan :
a. Pada tingkat provinsi telah terbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (Bakorluh).
b. Pada tingkat kabupaten/kota telah terbentuk 6 (enam) Badan Pelaksanan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Bapelluh); 1 (satu) Kantor Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 1 (satu) Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian; 3 (tiga) Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan ; 4 (empat) Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan; 1 (satu) Kantor Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Ketahanan Pangan; 2 (dua) Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 1 (satu) Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan; 2 (dua) Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian; 12 Non Kelembagaan (berada pada Dinas Pertanian dan atau Kelautan)
2. Ketenagaan
Data tenaga penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan tercatat 3186 orang terdiri dari :
a. Penyuluh Pertanian PNS sebanyak 1210 orang. b. Penyuluh Perikanan PNS sebanyak 53 orang. c. Penyuluh Kehutanan sebanyak 88 orang.
(25)
d. Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TB PP) sebanyak 1818 orang; dan
e. Penyuluhan Perikanan PPTK sebanyak 17 orang. 3. Penyelenggaraan
a. Program penyuluhan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penyuluhan telah disusun di setiap tingkatan wilayah mulai dari tingkat kecamatan sampai dengan tingkat provinsi. Sedangkan di tingkat desa masih tergantung pada kesiapan daerah setempat.
b. Telah terdistribusi dan terbangunnya sarana dan prasarana penyuluhan pertanian untuk mendukung penyelenggaraan penyuluhan sejak tahun 2006.
Tabel 1. Kelembagaaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera utara
NO KELEMBAGAAN KAB./KOTA
1 Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(Sesuai UU No.16 Tahun 2006)
1. Karo
2. Pakpak Barat 3. Tapanuli Utara 4. Padang Lawas 5. Nias Selatan 6. Toba samosir
2 Kantor Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
1. Tapanuli Tengah
3 Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian 1. Labuhan Batu
4 Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan
1. Simalungun 2. Serdang Bedagei 3. Tapanuli Selatan
5 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan
1. Binjai 2. Asahan 3. Madina 4. Batubara
6 Kantor Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Ketahanan Pangan
(26)
7 Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
1. Labuhan Batu Utara 2. Labuhan Batu Selatan
8 Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan
1. Samosir
9 Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian
1. Kota Padang Sidempuan 2. Nias
10 Non Kelembagaan (Berada pada Dinas Pertanian dan atau Kelautan)
1. Medan 2. Deli Serdang 3. Dairi
4. Langkat 5. Paluta 6. Humbahas 7. Tebing Tinggi 8. P. Siantar 9. Sibolga
10. Tanjung Balai 11. Nias Utara 12. Gunung Sitoli Sumber : Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Prov. Sumut (2011).
Berdasarkan kondisi umum sumberdaya penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan serta hasil- hasil yang telah dicapai selama periode 2005-2011 di Provinsi Sumatera Utara, maka permasalahan yang dihadapi dalam pemantapan sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan guna mewujudkan sumberdaya manusia yang profesional, kreatif, inovatif dan berwawasan global, adalah sebagai berikut:
a. Lemahnya kapasitas kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
b. Lemahnya kapasitas kelembagaan petani.
c. Belum optimalnya jumlah dan kompetensi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan.
d. Belum optimalnya penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
(27)
e. Belum optimalnya dukungan sarana-prasarana dan pembiayaan dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Sepanjang sejarah penyuluhan di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, kelembagaan penyuluhan terus berubah-ubah. Tenaga penyuluh sering merasa kehilangan induk akibat berganti-ganti unit kerja yang menangani penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan jauh dari tingkat kesejahteraan yang diharapkan. Penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan sehingga penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan pada awalnya berada di bawah Badan Pengendali Bimas kemudian berpindah ke Pemda, setelah itu berpindah di bawah BIPP dan kembali berpindah ke Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bila Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki lembaga tersebut. Tetapi bila Pemerintah Kabupaten/Kota belum memiliki lembaga tersebut, administrasi penyuluh tetap berada di Dinas terkait.
Oleh sebab itu perlu diadakan penelitian mengenai Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskanlah identifikasi masalah-masalah yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap efektifitas badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
(28)
2. Bagaimana motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesbelum pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.
3. Bagaimana motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara
4. Bagaimana efektifitas dari keberadaan kelembagaan penyuluhan terhadap peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan didaerah penelitian di Sumatera Utara.
1.3.Tujuan Penelitian
1. Menganalisis persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
2. Menganalisis motivasi kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
3. Menganalisis motivasi kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
4. Menganalisis efektifitas dari kelembagaan penyuluhan terhadap peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
(29)
(30)
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan dan pengambilan keputusan bagi Bupati/Walikota sehingga berkeinginan untuk membentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
2. Untuk memberikan motivasi kepada penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan, lebih meningkatkan kinerjanya karena tingkat kesejahteraan Penyuluh Lapangan turut meningkat.
(31)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 pada tanggal 15 Nopember 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, selanjutnya disingkat dengan UUSP3K, maka terbukalah sejarah baru penyuluhan di Indonesia. Undang-undang ini sangat diharapkan dan dinantikan oleh banyak insan yang terlibat dalam penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan secara luas. Karena tanpa undang-undang semacam itu pelaksanaan penyuluhan terabaikan tanpa landansan yang kuat dan jelas. Ini terbukti dengan naik-turunnya kegiatan penyuluhan di lapangan yang tidak selalu mendapatkan dukungan kebijakan dan anggaran yang memadai. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa penyuluhan di bidang pertanian secara luas itu tidak pernah mantap (jelas) arah dan tujuannya. Lebih-lebih lagi setelah memasuki era 1990-an dan lebih lagi setelah 1999 yaitu setelah diberlakukannya Undang-undang tentang Otonomi Daerah, yang menyerahkan tanggungjawab penyelenggaraan penyuluhan kepada Pemerintah Daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Dari kebijakan-kebijakan tentang penyuluhan pertanian yang diambil oleh berbagai pemerintah daerah, jelas sekali bahwa persepsi mereka tentang arti pentingnya penyuluhan dan bagaimana penyuluhan itu harus dilakukan sangatlah beragam. Tak heran bila kelembagaan penyuluhan di daerah misalnya, yang dengan susah payah dibangun selama Orde Baru, dengan mudahnya “diacak-acak” dan bahkan banyak yang dibubarkan. SDM Penyuluhan yang dengan jerih payah direkrut, dididik/dilatih, dan dikembangkan
(32)
dibiarkan tak berfungsi, sehingga banyak diantaranya yang akhirnya alih fungsi, bahkan ada beberapa yang keluar dari sektor pertanian (Slamet M, 2010).
Sebenarnya, dasar untuk membentuk kelembagaan penyuluhan dapat mengacu pada huruf N butir 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah yang berbunyi : “ Pengaturan mengenai organisasi lembaga lain seperti Lembaga Penyuluhan, Penanggulangan Bencana, unit Pelayanan Perijinan Terpadu, Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Badan Narkotika dan lain –lain akan diatur tersendiri dan merupakan perangkat daerah diluar jumlah yang ditetapkan dalam kriteria.”
Menurut pengamatan yang sudah dilakukan, kendala pertama yang muncul adalah masalah kelembagaan penyuluhan di daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, kelembagaan penyuluhan di daerah sudah berulangkali mengalami perubahan, dan UU No 16 tahun 2006 juga mengamanatkan adanya perubahan lagi. Amanat ini bertabrakan dengan PP No 8 tahun 2003, tentang struktur pemerintah daerah yang membatasi jumlah institusi/dinas di daerah, yang meskipun PP tersebut sudah diubah dengan PP 41 tahun 2007, tetap saja menyisakan kendala bagi dibentuknya Badan Koordinasi Penyuluhan di tingkat provinsi dan lahirnya Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat kabupaten/kota. Rupanya selain kelembagaan penyuluhan pertanian, ada juga sektor lain yang memerlukan adanya institusi tambahan (Slamet M, 2010).
Berdasarkan UU No.16 tahun 2006, yang dimaksud dengan tenaga penyuluh pertanian, perikanan, dan kehutanan meliputi penyuluh PNS (penyuluh
(33)
pemerintah), penyuluh swasta dan/atau penyuluh swadaya. Pada hakekatnya setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang pertanian, perikanan dan kelautan serta mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan. Pelaku penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan meliputi; penyuluh funsional, penyuluh non fungsional, penyuluh tenaga kontrak, penyuluh swasta, penyuluh swadaya dan penyuluh kehormatan.
Dalam rangka memenuhi kebijakan satu desa satu penyuluh secara bertahap Kementerian Pertanian telah merekrut Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TB PP), untuk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1818 orang. Untuk meningkatkan produktifitas, efektivitas dan efisiensi THL-TB PP dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendamping dan konsultan pelaku utama dan pelaku usaha, maka perlu diberi honorarium dan BOP bagi THL-TB PP.
Melalui revitalisasi penyuluhan pertanian diharapkan penyuluh pertanian dapat berfungsi secara optimal dalam memfasilitasi petani dan keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya untuk mewujudkan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan petani.
Penyelenggaraan penyuluhan di Sumatera Utara menuntut adanya keterpaduan dalam satu sistem penyuluhan pertanian yang terpadu dari berbagai instansi dan kelembagaan terkait, dengan maksud untuk memberdayakan petani dan keluarganya serta masyarakat pertanian lainnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan pemberdayaan tenaga penyuluh pertanian adalah dengan memberikan Biaya Operasional Penyuluh (BOP). BOP dimaksudkan untuk
(34)
meningkatkan gairah penyuluh pertanian dalam memfasilitasi kegiatan penyuluhan ditingkat petani.
Untuk meningkatkan keaktifan kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien. Penyelenggaraan penyuluhan yang efektif dan efisien diperlukan pembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya penyuluhan.
Sumber biaya untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral, sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan jabatan fungsional dan profesi, biaya operasional penyuluh PNS, serta sarana dan prasarana bersumber dari APBN, sedangkan pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bersumber dari APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan program penyuluhan.
Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan di Provinsi berada pada Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Bakor P3K) dan dua Kabupaten/Kota berada pada Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K). Untuk itu perlu ada keseragaman jabatan dan tunjangan agar tidak terjadi konflik di daerah.
Tugas pokok penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan dan menerapkan teknologi baru sehingga
(35)
mampu bertani lebih baik, berusaha lebih menguntungkan serta membina kehidupan berkeluarga yang lebih sejahtera.
Adapun tugas pokok penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan adalah:
1. Mengidentifikasi potensi wilayah dan agrosistem serta kebutuhan teknologi dibidang pertanian, perikanan dan kehutanan.
2. Menyusun programa penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan 3. Menyusun Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian (RKPP)
4. Menerapkan metode penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan 5. Menyusun materi penyuluhan.
6. Mengembangkan swadaya dan swakarsa petani dan nelayan
7. Mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan serta dampaknya.
(Anonimous, 2000).
Setiap penyuluh mempunyai beberapa faktor sosial maupun faktor ekonomi yang mempengaruhinya dalam kegiatan penyuluhan. Beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya adalah:
1. Faktor Sosial a. Umur
Umur pada umumnya sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari. Tenaga kerja dalam usia yang sangat produktif (22-65 tahun) memiliki potensi kerja yang masih produktif. (Anonimous, 1991: 45)
(36)
b. Tingkat Pendidikan.
Penempatan seorang penyuluh sangat ditentukan oleh pendidikan yang dimilikinya, pendidikan juga sangat berpengaruh pada perilaku seorang PPL. Tetapi jika didalam memilih penyuluh ini terlalu ditekankan pada kualitas akademis, maka hal ini akan dapat menyebabkan kesulitan dikemudian hari karena seorang penyuluh yang memiliki pendidikan yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan menyuluh yang baik. (Suhardiyono, 1992: 29)
c. Masa kerja Penyuluh
Orang-orang yang lama berada pada suatu pekerjaan akan lebih produktif daripada mereka yang senioritasnya lebih rendah. (Suhardiyono, 1992: 31) 2. Faktor Ekonomi
a. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga sering menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima inovasi. Konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap sistem keluarga, dimulai dari anak-anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Kegagalan penyuluh dalam penyuluhan pertanian akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. (Soekartawi, 1988: 32)
b. Total Pendapatan
Meningkatnya pendapatan maka meningkat pula pengeluaran untuk keperluan rumah tangga dan pembentukan modal. Menurunnya
(37)
pendapatan akan menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan modal (Tohir, 1991: 187).
2.1.1. Efektifitas
Efektifitas kinerja kelembagaan penyuluhan ditentukan oleh kesesuaian pelaksanaan job description atau pelaksanaan dari uraian tugas yang menjadi tanggung jawab kelembagaan itu sendiri terhadap para penyuluh dalam penentuan posisi jabatannya. Berdasarkan hasil analisis pekerjaan, setiap penyuluh dibebani tanggung jawab untuk melaksanakan uraian tugas pada posisi jabatan sebagai pejabat fungsional dan pelaksana lapangan penyuluhan pertanian. Hasil kerjanya tersebut harus dipertanggung jawabkan sebagai perwujudan akuntabilitasnya kepada organisasi yang menugaskannya, maupun kepada masyarakat tani sebagai 'klien' yang dilayaninya.
Efektifitas kinerja kelembagaan penyuluhan sejak proses perencanaan, pengembangan program, pelaksanaan hingga proses pelaporan dan evaluasi berimplikasi pada proses pembelajaran masyarakat tani. Efektifitas kinerja kelembagaan penyuluhan dalam perencanaan dan pengembangan program bukanlah sekedar hasil dalam bentuk program penyuluhan dan rencana kegiatan, melainkan prosesnya yang mencirikan proses pembelajaran bagi penyuluh maupun bagi masyarakat dan bagi aparat tidak kalah pentingnya. Sebagai agen perubahan (change agent) dalam pembangunan pertanian, kelembagaan penyuluhan haruslah mampu belajar untuk mendorong penyuluh dan masyarakat menemukenali kebutuhan mereka sendiri untuk berubah kearah yang lebih baik.
(38)
2.1.2. Persepsi
Rakhmat (2003) menguraikan definisi persepsi sebagai suatu pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli). Persepsi untuk objek berupa benda mati disebut sebagai persepsi objek, sedangkan persepsi terhadap manusia biasanya disebut sebagai persepsi interpersonal.
Thoha (1986) menjelaskan bahwa persepsi pada hakekatnya merupakan proses yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
2.1.2.1. Proses Pembentukan Persepsi
Rakhmat (2003) menguraikan beberapa konsep yang terlibat dalam proses persepsi yaitu:
a. Sensasi. Sensasi merupakan tahap paling awal dalam penerimaan informasi. Sensasi adalah pengalaman elementer yang berhubungan dengan kegiatan alat indera dan tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual. Perbedaan kapasitas alat indera dapat menyebabkan perbedaan sensasi. Perbedaan sensasi dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi.
(39)
b. Perhatian (Attention). Perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan dirinya hanya pada salah satu alat indera saja, dan mengesampingkan masukan- masukan dari alat indera lainnya.
3. Memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi persepsi maupun berpikir. Memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan menentukan berapa lama, dalam bentuk apa, dan di mana informasi tersebut bersama seseorang.
2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Rakhmat (2003) mengkategorikan dua faktor yang menentukan persepsi yaitu:
a. Faktor fungsional (faktor personal). Kebutuhan dan pengalaman masa lalu termasuk dalam faktor ini. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan.
b. Faktor struktural (faktor situasional). Faktor ini berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Berdasarkan teori Gestalt, seseorang mempersepsikan sesuatu secara keseluruhan, dan tidak melihatnya sebagai suatu bagian yang terpisah.
(40)
2.1.3. Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak”. Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya rasa lapar, haus dan bermasyarakat (Malayu, 2003).
Robbins (1996) yang dikutip Makarim (2003) menyatakan bahwa motivasi dapat dilihat dari adanya usaha mencari suatu sasaran secara bersama yang bermanfaat bagi seseorang, atau bagi orang lain di dekatnya, kemudian menjalin kerja sama yang dilandasi oleh semangat dan daya juang yang tinggi.
2.1.3.1. Proses Motivasi
Menurut Newcomb dkk. (1985) yang dikutip Susantyo (2001), motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Selanjutnya, Wahjosumidjo (1987) menyatakan bahwa motivasi sebagai proses psikologis diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut factor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedang faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega, atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik factor intrinsik maupun faktor luar motivasi timbul karena adanya rangsangan.
(41)
2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Wahjosumidjo (1987) menggolongkan dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasi individu yaitu faktor yang berasal dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar individu (ekstern). Yang termasuk faktor intern adalah kemampuan atau keterampilan, tingkat pendidikan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman masa lampau, aspirasi atau harapan masa depan, latar belakang sosial budaya, serta persepsi individu terhadap pekerjaannya. Faktor ekstern meliputi tuntutan kepentingan keluarga, kehidupan kelompok, lingkungan kerja maupun kebijaksanaan yang berkaitan dengan pekerjaannya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dikutip penulis dari penelitian Apandi (2009) yang berjudul “Pengaruh Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap Produktivitas Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Lapangan di 4 (empat) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) terpilih yaitu UPTD Wilayah Ciawi, UPTD Wilayah Caringin, UPTD Wilayah Dramaga, dan UPTD Wilayah Cibungbulang, dengan jumlah 46 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Variabel yang diduga mempengaruhi produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan yaitu persepsi, motivasi, dan faktor-faktor lain umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan ada atau tidak penghasilan lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah,
(42)
negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan dipengaruhi oleh motivasi 0,44; tingkat pendidikan 0,30; dan sumber penghasilan lain -0,27. Besarnya pengaruh bersama 0,31; besanya pengaruh di luar model 0,69. Variabel yang paling kuat pengaruhnya terhadap produktivitas kerja adalah variabel motivasi. Kata kunci : produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan.
2.3. Kerangka Penelitian
Setiap penyuluh mempunyai beberapa faktor sosial maupun faktor ekonomi yang mempengaruhinya dalam kegiatan penyuluhan. Faktor-faktor tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian yang dibawahi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan saat berada di Lapangan, dimana juga dapat diketahui bagaimana sikap penyuluh, persepsi serta motivasi dalam melakukan penyuluhan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kinerja para penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan saat berada dilapangan. Badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan juga harus dapat memberikan kepuasan kerja terhadap penyuluh-penyuluh di lapangan sehingga ada sinergitas antara badan pelaksana penyuluh-penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan dengan penyuluh pertanian di lapangan baik dari segi persepsi maupun motivasi. Sehingga dengan adanya koordinasi yang baik antara kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di Provinsi Sumatera Utara dengan penyuluh pertanian di kabupaten/kota dapat menimbulkan efektifitas dari kelembagaan itu sendiri serta peningkatan kinerja yang lebih baik.
(43)
Keterangan : Menyatakan Hubungan
Gambar 1. Skema kerangka Pemikiran
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah merupakan dugaan sementara atau pendapat yang masih kurang sempurna dalam arti masih harus dibuktikan dan diuji kebenarannya. Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara.
2. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara.
PERSEPSI Penyuluh
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan di Lapangan
MOTIVASI Penyuluh
Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Meningkat Terjadi Efektifitas
(44)
3. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara
4. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara efektifitas penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara..
(45)
III. METODE ANALISA DATA
3.1. Metode Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), di ke-3 (tiga) jenis kelembagaan penyuluhan di Sumatera Utara. Lokasi tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) jenis kelembagaan penyuluhan yaitu Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non Kelembagaan.
Tabel 2. Data Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota.
No Kab./Kota
Penyuluh Pertanian
Penyuluh
Perikanan Penyuluh Kehutanan PNS THLTB PP PNS PPTK
1 Asahan 72 118 3 1 -
2 Batu Bara 21 41 10 - -
3 Binjai 20 13 2 1 -
4 Dairi 71 77 1 - -
5 Deli Serdang 137 102 7 1 -
6 Gunung Sitoli 5 30 - - 2
7 Humbahas 20 20 - 1 9
8 Karo 42 94 - - -
9 Labuhan Batu 60 24 - - -
10 Labuhan Batu Selatan 38 12 - - -
11 Labuhan Batu Utara 23 45 - - 8
12 Langkat 76 81 8 - -
13 Mandailing Natal 46 94 - - -
14 Medan 15 31 5 2 -
15 Nias 18 30 - - -
16 Nias Barat 3 18 - - -
17 Nias Selatan 26 33 - - -
18 Nias Utara 12 20 - - -
19 Padang Lawas 58 71 - - -
(46)
22 Pakpak Bharat 39 22 3 - -
23 Pematang Siantar 7 25 - 1 -
24 Samosir 27 41 - - 7
25 Serdang Bedagai 37 115 4 1 -
26 Sibolga - 3 - 1 -
27 Simalungun 72 206 - 2 28
28 Tanjung Balai 2 5 - 1 -
29 Tapanuli Selatan 92 118 5 1 6
30 Tapanuli Tengah 35 64 - 2 2
31 Tapanuli Utara 35 85 1 1 12
32 Tebing Tinggi 4 8 - - -
33 Toba Samosir 31 37 3 1 11
Total 1210 1818 53 17 88
Sumber : Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan Prov. Sumut (2011)
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan kepada Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Lapangan PNS di ke-3 (tiga) jenis kelembagaan tempat bernaung penyuluh di Sumatera Utara.Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasi. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah adalah dengan metode probability sampling, yaitu dengan menggunakan sampel acak sederhana secara proporsional dengan maksud agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasinya. Ukuran sampel pada kabupaten/kota diambil secara proporsional dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
�= ��
��+���� (3.1)
�0=� �∝�2
� � 2
�� (3.2)
��=� ����� (3.3)
(47)
N = populasi
Nn = jumlah populasi Penyuluh pertanian yang PNS nn
n
= jumlah sampel tiap departemen 0
n = jumlah sampel yang diambil = perkiraan jumlah sampel
α = tingkat kepercayaan = 0,05
Z = nilai distribusi normal (untuk α = 0,05, Z α /2 = 1,96)
d = batas kesalahan yang bisa ditoleransi dalam menetapkan rata-rata sampel = 0,05
p = proporsi kesuksesan responden yang mengisi kuesioner q = 1-p
(Cochran, 2005)
Sebelum dilakukan pengambilan sampel, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan dengan menyebarkan kuesioner ke 21 responden. Dari 21 responden yang mengisi kuesioner ada 20 responden yang mengisi kuesioner dengan benar.Sehingga besarnya nilai p atau proporsi kesuksesan subjek dalam mengisi kuesioner adalah 0,95. Proporsi kesuksesan diperoleh dengan cara membandingkan jumlah responden yang mengisi kuesioner dengan benar terhadap jumlah keseluruhan responden, sehingga diperoleh nilai q = 0,05.
Dengan menggunakan batas kesalahan yang bisa ditoleransi dalam menetapkan rata-rata sebesar 5 %, maka diperoleh banyaknya jumlah sampel dari hasil perhitungan sebagai berikut :
�0=� 1,96 0,05�
2
(48)
�= ��,��
��+����� �,��
= ��,��
�,����� ≈ ��,���� ≈ ��
Sesuai dengan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 66. Sehingga hasil perhitungan proporsi sampel tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Jumlah Sampel Penyuluh Pertanian yang PNS di Kelembagaan Kabupaten/kota
No Jenis Kelembagaan Kab./Kota
Jumlah Penyuluh Pertanian yang
PNS
Sampel (nn)
1 Penyuluhan Murni 1. Karo 42 4
2. Pakpak Bharat 39 4
3. Padang lawas 58 6
2 Penyuluhan Campuran
1. Asahan 72 7
2. Simalungun 72 7
3. Tapanuli Selatan 92 9
3 Penyuluhan Non-kelembagaan
1. Dairi 71 7
2. Deli serdang 137 14
3. Langkat 76 8
Jumlah Populasi (N) (Nn) 659 66
3.3.Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan cara wawancara langsung dengan petugas penyuluhan dan kepala lembaga penyuluhan sebagai responden, dengan alat bantu daftar pertanyaan dalam kuisioner yang telah disusun dan dengan mengadakan survey terhadap data yang ada.
(49)
3.4. Metode Analisis data
Analisis data dilakukan setelah data-data dikumpulkan secara lengkap. Adapun hal-hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah :
Untuk identifikasi masalah 1, dianalisis dengan metode deskriptif dan korelasi sederhana, yaitu dengan melihat persepsi penyuluh terhadap efektifitas badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di kabupaten/kota. Kemudian dilakukan pemberian skoring terhadap masing-masing indikator persepsi dengan tingkat penilaian, yaitu :
Sangat Tidak Setuju = 1 Tidak Setuju = 2
Ragu-Ragu = 3
Setuju = 4
Sangat Setuju = 5
Untuk identifikasi masalah 2, dianalisis dengan metode deskriftif dan Uji-t berpasangan, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi sebelum dan sesudah pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, antara lain : kemampuan atau keterampilan, tingkat pendidikan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman masa lampau, aspirasi atau harapan masa depan, kehidupan kelompok, lingkungan kerja dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pekerjaan.Kemudian dilakukan pemberian skoring terhadap masing-masing indikator motivasi dengan tingkat penilaian, yaitu ; Sangat Tidak Setuju = 1; Tidak Setuju = 2; Ragu-Ragu = 3; Setuju = 4; Sangat Setuju = 5.
(50)
Untuk identifikasi masalah 3 dan hipotesis, dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi Sederhana, yaitu menganalisis efektifitas dari kelembagaan badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di kabupaten/kota terhadap peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan didaerah penelitian. Kemudian melakukan pemberian skoring terhadap masing-masing indikator efektifitas dan kinerja dengan tingkat penilaian, yaitu ; Sangat Tidak Setuju = 1; Tidak Setuju = 2; Ragu-Ragu = 3; Setuju = 4; Sangat Setuju = 5.
3.5.Model Analisis 3.5.1. Analisis Regresi
Analisis regresi liner berganda menggunakan hubungan lebih dari dua peubah untuk mendapatkan garis yang pas atau cocok, sehingga suatu peubah dapat diprediksi atau diestimasi berdasarkan peubah-peubah lainnya. Peubah yang diestimasi disebut peubah tak bebas, mempunyai ketergantungan pada beberapa peubah yang menjelaskan (explanatory variable). Dalam analisis regresi dengan data runtun waktu, jika dalam model disertakan nilai peubah masa lalu (lagged)
dari peubah bebas, model tersebut disebut model autoregresif. Sedangkan jika model regresi memasukkan nilai peubah yang menjelaskan saat ini dan masa lalu
(lagged), model ini disebut model lagged yang didistribusikan (distributed lag model) (Nachrowi & Usman, 2002).
Dalam penelitian ini menggunakan empat model untuk menjelaskan efektifitas kelembagaan Bappuluh terhadap kinerja penyuluh, yaitu :
�1� = �0+ �1�1�+� ……… (3.1)
(51)
�1� = �0+ �1�3�+� ……….………. (3.3)
Dimana : Y1t X
= Efektifitas Bappuluh 1
X
= Motivasi Penyuluh sebelum Bappuluh 2
X
= Motivasi Penyuluh sesudah Bappuluh 3
α
= Persepsi Penyuluh 0
α
= Konstanta 1, α2
ɛ = Kesalahan Pengganggu = Koefisien Regresi
Sedangkan model kedua adalah untuk menjelaskan pengaruh Efektifitas Bappuluh terhadap konerja penyuluh adalah sebagai berikut :
�2� = �0+ �1�1�+� ……… ……… (3.4)
Dimana :
Y1t = Efektifitas Bappuluh Y
2t
β
= Kinerja Penyuluh 0
β
= Konstanta 1
ɛ = Kesalahan Pengganggu = Koefisien Regresi
3.5.1.1.Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai objek atau ruang (spatial correlation). Autokorelasi terjadi disebabkan karena faktor kelambanan data ekonomi, bias spesifikasi mengeluarkan variabel
(52)
lag, manipulasi data, transformasi data, dan non-stasioneritas dalam model (Manurung, dkk, 2005).
Konsekuensi bila terdapat autokorelasi dalam model antara lain taksiran varian error kelihatannya terlalu rendah dibandingkan dengan nilai varians sebenarnya, taksiran koefisien determinasi terlalu tinggi, pengunaan uji t dan uji F tidak sahih sehingga menimbulkan kesimpulan yang salah, dan penaksir yang diduga menjadi kurang efisien.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan empat cara, yaitu Metode Grafik, Run Test, Durbin-Watson d Test, dan the Breusch-Godfrey Test.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Durbin-Watson d Test. Autoregression atau AR, yaitu : εt = ρεt−1 + vt diperoleh dari nilai koefisien rho sebagai berikut:
∑
∑
− − T t T t t ε ε ε = ρ 2 1 2 2 1atau ρ=1−0.5δ sehingga δ ≈2(1−ρ)
∑
∑
− − T t T t t ε ) ε (ε = d 1 2 2 2 1Jika −1≤ρ≤1 dan d ≈2(1−ρ) maka batas nilai statistik d adalah 0≤d ≤4 Jika ρ=0 maka d ≈2, artinya tidak ada korelasi serial.
Jika ρ= +1 maka d ≈0, artinya terjadi korelasi serial positif sempurna. Jika ρ=−1 maka d ≈4, artinya terjadi korelasi serial negatif sempurna.
(53)
Tabel 4. Kaidah Keputusan Durbin-Watson Test
Jika Keputusan Kesimpulan
L
d < d <
0 Tolak Terdapat autokorelasi positif
U
L d d
d ≤ ≤ Tidak dapat disimpulkan Tidak dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif 4−dL≤ d≤4 Tolak Terdapat autokorelasi negatif
4− dU≤d≤4− dL Tidak dapat disimpulkan Tidak dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi negatif
U
U d d
d ≤ ≤4− Tidak ditolak Tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif
0 dL dU 4−dU 4−dL 4
Pengujian untuk model regresi yang mengandung lagged dependent variable didasarkan pada statistik h, yaitu:
) (β V T T ρ = h L ˆ 1− dimana: ) (β
Vˆ L = varians keofisien lagged dependent variable
Jika TVˆ(βL)>1 maka statistik h tidak dapat dihitung dan untuk
mendapatkan uji asimptotis Durbin menyarankan regresi εt pada εt−1 dan variabel eksplanatoris termasuk lagged dependent variable dan kemudian uji signifikansi keofisienεt−1.
Tolak Tidak dapat disimpulkan Tidak ditolak Tidak dapat disimpulkan Tolak
(54)
3.5.1.2. Normalitas
Regresi dengan metode OLS menghendaki adanya asumsi kenormalan pada kesalahan pengganggunya. Secara statistik dapat dinotasikan:
εt
Jika asumsi kenormalan ini dilanggar, metode OLS tidak dapat digunakan untuk melakukan pendugaan.
~ N (0,σ2 )
H 0 : data mengikuti sebaran normal Ha : data tidak mengikuti sebaran normal
Untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu berdistribusi normal, nilai Jacque Berra (JB) dari hasil uji kenormalan pengganggu dibandingkan dengan nilai Tabel Chi-Square dengan derajat bebas 2 pada tingkat signifikansi tertentu. Dikatakan lolos dari ketidaknormalan distribusi unsur pengganggu apabila nilai JB lebih kecil dari nilai kritis Tabel χ2
3.5.1.3.Multikolinearitas
.
Multikolinearitas adalah ada hubungan linier sempurna antara variabel bebas dari suatu model regresi. (Manurung, dkk, 2005)
Multikolinearitas terjadi disebabkan karena antara lain metode pengumpulan data yang digunakan membatasi nilai dari variabel regressor, kendala-kendala model pada populasi yang diamati, spesifikasi model, penentuan jumlah variabel bebas yang lebih banyak dari jumlah observasi, dan data time series.
Konsekuensi bila terdapat multikolinearitas adalah varian dan kovarian yang besar mengakibatkan penaksiran kurang efisien, interval keyakinan
(55)
cenderung lebih besar, nilai statistik t rendah dan nilai statistik F tinggi, dan nilai koefisien determinasi tinggi.
Metode yang dilakukan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam penelitian adalah dengan melihat nilai variance inflating factor (VIF), yaitu:
2
12
1 1
r = VIF
− dimana:
2 12
r = koefisien korelasi antara X1 dan X
VIF menunjukkan varian yang ditaksir meningkat akibat keberadaan multikolinearitas. Varian koefisien model regresi secara langsung proporsional dengan VIF. Invers atau kebalikan dari VIF adalah tolerance (TOL), yaitu:
2
TOL= 1
VIF=1− Rj
2
dimana :
R2j = koefisien korelasi
R2j = 1 (multikolinieritas sempurna), TOL = 0
R2j = 0 (tidak ada multikolinearitas), TOL = 1
Nilai VIF yang semakin besar menunjukkan masalah multikolinearitas yang semakin serius. Kaidah yang digunakan adalah jika VIF lebih besar dari 10 dan R2j lebih besar dari 0,90 maka variabel tersebut memiliki kolinearitas yang tinggi.
(56)
3.5.2. Analisis Uji Statistik 3.5.2.1.Uji Statistik F
Uji F digunakan untuk menguji adanya pengaruh variabel independen secara simultan/bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian ini didasarkan atas hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji, yaitu apakah semua parameter di dalam model sama dengan nol, atau Ho : α1 = α2 = ….=αn = 0, artinya apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Dan untuk Ha : minimal satu dari αn
Untuk menguji kedua hipotesis tersebut adalah dengan cara membandingkan nilai hitung dengan nilai tabel. Jika nilai hitung lebih besar nilai dari F-tabel maka hipotesis alternatifnya adalah bahwa semua variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.
≠ 0.
3.5.2.2.Uji Statistik t
Pengujian ini untuk melihat adanya pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji statistik t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen dalam menerangkan variasi variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) yang akan di uji adalah apakah suatu parameter (α1) sama dengan nol, atau Ho : α1 = 0, artinya suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel independen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau Ha : α1
Adapun cara untuk melakukan uji t adalah dengan membandingkan nilai t-statistik dengan nilai t-tabel. Sedangkan uji t dirumuskan sebagai berikut :
≠ 0, artinya variabel tersebut merupakan penjelas yang sigifikan terhadap variabel dependen.
(57)
2 1 2 r n r t − − = Dimana : t = t hitung
r = Koefisien korelasi n = Jumlah sampel
Jika nilai t-statistik nilainya lebih besar dari t-tabel, maka hipotesis alternatif (Ha) tidak ditolak yang artinya bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen, dengan kata lain apabila Ho
3.5.2.3.Uji Koefisien Determinan (R
ditolak berarti ada pengaruh nyata dari variabel independen terhadap variabel dependen.
2
Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen dilakukan dengan melakukan penghitungan koefisien determinan (R
)
2
). Nilai koefisien determinan antara nol dan satu, atau 0 < R2 < 1. Menurut Gujarati (2004), jika R2 = 0, keragaman Y sama sekali tidak dapat dijelaskan oleh keragaman X. Sebaliknya jika R2
Untuk membandingkan dua R
= 100%, keragaman Y dapat dijelaskan oleh keragaman X, semua titik pengamatan berada pada garis regresi.
2
, banyaknya peubah bebas dalam model harus diperhitungkan, yaitu dengan mempertimbangkan koefisien determinasi alternatif, atau dikenal sebagai R2
∑
∑
− − − = = ) 1 ( ) ( 1 2 2 2 2 n y k n e R adjusted R t tyang disesuaikan. ”disesuaikan” disini berarti disesuaikan dengan derajat kebebasan.
(58)
(
)
∑
∑
2 = − 2ˆ
t t
t Y Y
e
n = jumlah observasi, dan
k = banyaknya parameter yang diestimasi dalam model.
3.6.Defenisi dan Batasan Operasional 3.6.1 Definisi
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam pembahasan, perlu untuk memberikan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dibahas, yaitu sebagai berikut :
1. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten/Kota adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif serta penyelnggaraan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
2. Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan adalah petugas yang memberikan penyuluhan kepada para petani, nelayan dan keluarganya serta masyarakat di sekitar hutan dalam upaya melaksanakan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan.
3. Persepsi adalah sebuah proses saat penyuluh pertanian mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka
4. Motivasiadalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang penyuluh pertanian untuk mencapai tujuannya
5. Kelembagaan adalah sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(59)
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan Badan Penyuluhan pertanian, perikanan dan Kehutanan.
6. Kinerja merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya penyuluhan pertanian dalam mencapai tujuan Badan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang telah ditetapkan
3.6.2 Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut :
1. Daerah penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel penelitian adalah Penyuluh pertanian yang berstatus PNS di beberapa Kabupaten/kota yang mewakili ketiga kelembagaan yaitu penyuluhan murni, penyuluhan campuran dan penyuluhan non-lembaga di Provinsi Sumatera Utara yang dianggap sudah mewakili Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Provinsi Sumatera Utara.
(60)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah
4.1.1. Lokasi dan Keadaan Geografis
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10-40 Lintang Utara dab 980 -100 0
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71,680,68 km2, sebagaian besar berada di daratan Pulau Sumatera Utara dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian Timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,24 persen dari totsl luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 4.386,60 km2 atau sekitar 6,09 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara diabagi dalam 3 kelompok wilayah)/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten PadangLawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Kota Sibolga dan Kota BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh, sebelah Timur dengan Negara Malysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
(61)
Gunung Sitoli. Kawasan dataran tinggi meliputi KabupatenTapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pematang Siantar. Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten LabuhanBatu Utara, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagei, Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota Binjai.
Propinsi Sumatera Utara terletak dekat garis katulistiwa, oleh sebab itu prpinsi Sumatera Utara tergolong kedalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan propinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33,40C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 23,70
4.1.2. Tanaman Makanan
C.
Perkembangan luas panen dan produksi padi di Sumatera Utara selama pada tahun 2010 berdasarkan data BPS, di beberapa daerah kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara yang merupakan daerah unggulan akan tampak lebih besar dibandingkan dengan daerah yang bukan merupakan komoditas unggulan.
Berikut kabupaten/ kota yang merupakan komoditas unggulan untuk sector tanaman pangan dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6.
(62)
Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2010
No Kab/Kota Luas Panen Produksi Rata-Rata
1 Nias 8.890 35.838 40,31
2 Mandailing Natal 36.186 175.794 48,58
3 Tapanuli Selatan 27.700 138.214 49,90
4 Tapanuli Tengah 27.428 122.403 44,63
5 Tapanuli Utara 23.820 110.054 46,20
6 Toba Samosir 22.107 105.348 47,65
7 Labuhan Batu 23.065 111.260 48,24
8 Asahan 16.431 79.390 48,32
9 Simalungun 78.995 416.247 52,69
10 Dairi 14.678 68.533 46,69
11 Karo 12.214 56.848 46,54
12 Deli Serdang 84.582 426.227 50,39
13 Langkat 67.155 328.424 48,91
14 Nias Selatan 16.292 65.056 39,93
15 Humbang Hasundutan 17.850 83.042 46,52
16 Pakpak Bharat 2.438 11.229 46,06
17 Samosir 7.684 36.301 47,24
18 Serdang Bedagei 73.585 377.307 51,27
19 Batu Bara 34.224 166.397 48,62
20 Padang Lawas Utara 16.618 80.730 48,58
21 Padang Lawas 14.737 71.858 48,76
22 Labuhan Batu Selatan 1.798 8.630 48,00
23 Labuhan Batu Utara 40.815 197.202 48,32
24 Nias Utara 6.295 25.432 40,40
25 Nias Barat 2.910 11.793 40,53
71 Sibolga - - -
72 Tanjung Balai 427 1.942 45,48
73 Pematang Siantar 3.786 18.705 49,41
74 Tebing Tinggi 1.136 5.474 48,19
75 Medan 4.056 19.717 48,12
76 Binjai 4.032 19.247 47,74
77 Padangsidimpuan 8.559 40.434 47,24
78 Gunung Sitoli 1.815 7.387 40,70
Jumlah 702.308 3.422.264 48,73
(1)
tersebut memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluhan.
Hal ini mengandung arti bahwa bila terjadi peningkatan motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum bapelluh sebesar 100 persen, akan meningkatkan efektifitas kelembagaan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara sebesar 63,83 persen, dan sebaliknya.
4.5.2. Pengaruh Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Sesudah Pembentukan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Efektifitas Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan.
Dari pengujian dengan menggunakan uji t diperoleh nilai probability t-statistik sebesar 0.0000 lebih kecil dari α = 5% dan positif, yang berarti variabel tersebut memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluhan.
Hal ini mengandung arti bahwa bila terjadi peningkatan motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah bapelluh sebesar 100 persen, akan meningkatkan efektifitas kelembagaan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara sebesar 42,62 persen, dan sebaliknya.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Amelia Nani dan Tri Ratna (2010) dalam jurnal penyuluhan pertanian volume 5 no 1 yang menyatakan sebanyak 20,41% penyuluh pertanian di kabupaten Subang melaksanakan tugasnya sebagai penyuluh pertanian didorong oleh motivasi untuk berafiliasi atau bersosialisasi
(2)
dengan orang lain terutama kepada petani. Mereka ingin menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain, banyak teman, bekerja bersama-sama dengan orang lain dan memiliki perhatian yang mendalam terhadap teman sesama penyuluh pertanian dan petani. Hanya 4,08% penyuluh pertanian ini selalu berusaha mempengaruhi orang lain. Jika dalam kelompok, selalu berusaha menjadi pemimpin, pendapat atau keyakinannya benar sehingga percaya dirinya tinggi dan pandai mempengaruhi orang lain mulai dari persuasiasi (membujuk) sampai dengan koersi (pemaksaan). Mereka inilah penyuluh pertanian yang dapat berpindah tugas menjadi pejabat structural. Terdapat 10,20% penyuluh pertanian yang bekerja karena ingin berprestasi dan berafiliafi. Penyuluh pertanian yang mempunyai motivasi kurang terfokus atau merupakan gabungan dari motivasi ingin berprestasi, motivasi ingin kekuasaan (jabatan) dan motivasi karena ingin berafiliasi sebanak 8,16%. Mereka adalah penyuluh pertanian yang menjalankan tugas seadanya, tidak ingin menonjol dan tidak mengejar prestasi. Sehingga dari hasil penelitian yang dilakukan pada Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di kabupaten/ kota Propinsi Sumatera Utara. Terlihat bahwa penyuluh lebih termotivasi untuk bekerja di lapangan dan meningkatkan prestasi kerja serta dekat dengan masyarakat, dari pada mereka harus menduduki jabatan structural tetapi tidak dapat bersosialisasi dengan para petani.
4.5.3. Pengaruh Persepsi Penyuluh Terhadap Efektifitas Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Faktor personal yang terdiri dari kemampuan, pengalaman, motif dan persepsi yang cukup baik dari penyuluh, dapat mengimbangi keterbatasan sarana
(3)
analisis hubungan dan pengaruh persepsi terhadap efektifitas badan pelaksana penyuluhan di kabupaten/ kota.
Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa ada hubungan secara signifikan antara persepsi dengan efektifitas kelembagaan bapelluh secara positif. Karena nilai probability t-statistik di bawah α = 5% yaitu sebesar 0,0000. Dengan nilai koefisien sebesar 0.627906 menunjukkan bahwa jika apabila persepsi penyuluh meningkat maka akan meningkatkan efektifitas badan pelaksanaan pertanian, perikanan dan kehutan. Peningkatan tersebut jika diukur secara Quantity, maka persespsi penyuluh meningkat 100 persen akan meningkatkan efektifitas bapelluh sebesar 62,79 persen. Jadi dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persepsi berhubungan positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara.
4.5.4. Pengaruh Efektifitas dari Kelembagaan Penyuluhan Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Hasil penelitian menunjukkan nilai probability t-statistik lebih kecil dari α = 5% serta menunjukkan arah positif. Yang berarti bahwa efektifitas dari kelembagaan penyuluhan mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kinerja penyuluh pertanian. Artinya apabila efektifitas kelembagaan bapelluh meningkat 100 persen, akan meningkatkan kinerja kelembagaan bapelluh sebesar 81,74 persen.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian dan teori yang menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara efektifitas dan kinerja. .
(4)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan badan Pelaksana Penyuluhan, Perikanan dan Kehutanan, menjelaskan pengaruh persepsi penyuluh pertanian terhadap efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan, serta menjelaskan pengaruh efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan, serta menjelaskan terhadap kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum pembentukan badan Pelaksana Penyuluhan, Perikanan dan Kehutanan, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
2. Motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan badan Pelaksana Penyuluhan, Perikanan dan Kehutanan, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara
3. Persepsi penyuluh pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
(5)
4. Efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.
5.2. Saran
1. Dengan adanya hubungan yang positif antara motivasi penyuluh sebelum dan sesudah bapelluh, persepsi penyuluh dan efektifitas badan pelaksana penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan, diharapkan pemerintah lebih meningkatkan peran dan fungsi serta keberadaan kelembagaan bapelluh tersebut agar menjadi suatu badan/ lembaga yang lebih efektif dan efisien sehingga akan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara khususnya.
2. Berdasarkan keterbatasan penelitian, perlu dilakukan penelitian yang sejenis dengan menambahkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja dan umumnya, khususnya kinerja penyuluh.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Awis. 2011. Majalah Penyuluhan Kehutanan; Komunikasi Edukasi Wana Lestari (Kenari). Edisi 1 tahun 2011, Pusat Reorientasi Penyuluhan Kehutanan di Era BP2SDM Kehutanan. Pusat Pelayanan Penyuluhan Kehutanan. BP2SDM Kehutanan.
Azul, 2012. Analisis efektifitas kinerja penyuluh. Bang Azul.blogspot.com.
Bakoorluh. 2011. Statistik Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Medan
Cochran, W.G. 2005. Teknik Penarikan Sampel. Terjemahan Rusdiansyah. Jakarta. UI-Press
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Metode dan Teknik Penyuluhan. Pusat Pengembangan Penyuluhan. BPSDM KP
Furqon. 2008. Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta
Hays 1973 dalam Azwar,Saifuddin.2010. Asumsi-asumsi dalam inferensi statistika. Azwar.staff.ugm.ac.id
Kunia, Ahmad. 2010.Pemilihan Uji Dalam Penelitian (Studi tentang uji-t berpasangan). Skripsimahasiswa.blogspot.com
Nachrowi,N.D dan Usman,H. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada
PP No.43 tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV.Alfabata
Suhardiyono, L. 1992. PENYULUHAN: Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Jakarta. Penerbit Erlangga
Umar,H. 2005. Sumberdaya Manusia dalam Organisasi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
UU. No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan