2.1.3. Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak”. Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan
kebutuhan atau suatu tujuan. Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya misalnya rasa lapar, haus
dan bermasyarakat Malayu, 2003. Robbins 1996 yang dikutip Makarim 2003 menyatakan bahwa motivasi
dapat dilihat dari adanya usaha mencari suatu sasaran secara bersama yang bermanfaat bagi seseorang, atau bagi orang lain di dekatnya, kemudian menjalin
kerja sama yang dilandasi oleh semangat dan daya juang yang tinggi.
2.1.3.1. Proses Motivasi
Menurut Newcomb dkk. 1985 yang dikutip Susantyo 2001, motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Selanjutnya, Wahjosumidjo 1987 menyatakan bahwa motivasi sebagai proses
psikologis diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut factor ekstrinsik. Faktor di dalam diri
seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedang faktor di luar
diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega, atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik factor intrinsik
maupun faktor luar motivasi timbul karena adanya rangsangan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Wahjosumidjo 1987 menggolongkan dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasi individu yaitu faktor yang berasal dari dalam individu
intern dan faktor yang bersumber dari luar individu ekstern. Yang termasuk faktor intern adalah kemampuan atau keterampilan, tingkat pendidikan, sikap dan
sistem nilai yang dianut, pengalaman masa lampau, aspirasi atau harapan masa depan, latar belakang sosial budaya, serta persepsi individu terhadap
pekerjaannya. Faktor ekstern meliputi tuntutan kepentingan keluarga, kehidupan kelompok, lingkungan kerja maupun kebijaksanaan yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dikutip penulis dari penelitian Apandi 2009 yang berjudul “Pengaruh Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan terhadap Produktivitas Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Lapangan di 4 empat Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD terpilih
yaitu UPTD Wilayah Ciawi, UPTD Wilayah Caringin, UPTD Wilayah Dramaga, dan UPTD Wilayah Cibungbulang, dengan jumlah 46 orang. Data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Variabel yang diduga mempengaruhi produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan
yaitu persepsi, motivasi, dan faktor-faktor lain umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan ada atau tidak penghasilan
lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah,
persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan tersebut cenderung ke arah
Universitas Sumatera Utara
negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan dipengaruhi oleh motivasi 0,44;
tingkat pendidikan 0,30; dan sumber penghasilan lain -0,27. Besarnya pengaruh bersama 0,31; besanya pengaruh di luar model 0,69. Variabel yang paling kuat
pengaruhnya terhadap produktivitas kerja adalah variabel motivasi. Kata kunci : produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan.
2.3. Kerangka Penelitian
Setiap penyuluh mempunyai beberapa faktor sosial maupun faktor ekonomi yang mempengaruhinya dalam kegiatan penyuluhan. Faktor-faktor
tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian yang dibawahi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan saat berada di
Lapangan, dimana juga dapat diketahui bagaimana sikap penyuluh, persepsi serta motivasi dalam melakukan penyuluhan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan kinerja para penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan saat berada dilapangan. Badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan
kehutanan juga harus dapat memberikan kepuasan kerja terhadap penyuluh- penyuluh di lapangan sehingga ada sinergitas antara badan pelaksana penyuluhan
pertanian, perikanan dan kehutanan dengan penyuluh pertanian di lapangan baik dari segi persepsi maupun motivasi. Sehingga dengan adanya koordinasi yang
baik antara kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di Provinsi Sumatera Utara dengan penyuluh pertanian di kabupatenkota dapat
menimbulkan efektifitas dari kelembagaan itu sendiri serta peningkatan kinerja yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : Menyatakan Hubungan
Gambar 1. Skema kerangka Pemikiran
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah merupakan dugaan sementara atau pendapat yang masih kurang sempurna dalam arti masih harus dibuktikan dan diuji kebenarannya.
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara persepsi penyuluh pertanian,
perikanan dan kehutanan.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara.
2. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sebelum pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas
kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara. PERSEPSI
Penyuluh Badan Pelaksana Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Lapangan
MOTIVASI Penyuluh
Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Meningkat Terjadi
Efektifitas
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas
kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara 4. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara efektifitas penyuluh pertanian,
perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara..
Universitas Sumatera Utara
III. METODE ANALISA DATA
3.1. Metode Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sengaja, di ke-3 tiga jenis kelembagaan penyuluhan di Sumatera Utara. Lokasi tersebut diambil
dengan pertimbangan bahwa Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara dibagi dalam 3 tiga jenis kelembagaan penyuluhan yaitu
Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non Kelembagaan.
Tabel 2. Data Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menurut KabupatenKota.
No Kab.Kota
Penyuluh Pertanian
Penyuluh Perikanan
Penyuluh Kehutanan
PNS THLTB PP PNS PPTK
1 Asahan
72 118
3 1
- 2
Batu Bara 21
41 10
- -
3 Binjai
20 13
2 1
- 4
Dairi 71
77 1
- -
5 Deli Serdang
137 102
7 1
- 6
Gunung Sitoli 5
30 -
- 2
7 Humbahas
20 20
- 1
9 8
Karo 42
94 -
- -
9 Labuhan Batu
60 24
- -
- 10
Labuhan Batu Selatan 38
12 -
- -
11 Labuhan Batu Utara
23 45
- -
8 12
Langkat 76
81 8
- -
13 Mandailing Natal
46 94
- -
- 14
Medan 15
31 5
2 -
15 Nias
18 30
- -
- 16
Nias Barat 3
18 -
- -
17 Nias Selatan
26 33
- -
- 18
Nias Utara 12
20 -
- -
19 Padang Lawas
58 71
- -
- 20
Padang Lawas Utara 51
84 1
- 3
21 Padang Sidempuan
15 51
- -
-
Universitas Sumatera Utara
22 Pakpak Bharat
39 22
3 -
- 23
Pematang Siantar 7
25 -
1 -
24 Samosir
27 41
- -
7 25
Serdang Bedagai 37
115 4
1 -
26 Sibolga
- 3
- 1
- 27
Simalungun 72
206 -
2 28
28 Tanjung Balai
2 5
- 1
- 29
Tapanuli Selatan 92
118 5
1 6
30 Tapanuli Tengah
35 64
- 2
2 31
Tapanuli Utara 35
85 1
1 12
32 Tebing Tinggi
4 8
- -
- 33
Toba Samosir 31
37 3
1 11
Total 1210
1818 53
17 88
Sumber : Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan Prov. Sumut 2011
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan kepada Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Lapangan PNS di ke-3 tiga jenis kelembagaan tempat bernaung
penyuluh di Sumatera Utara.Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasi. Metode pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah adalah dengan metode probability sampling, yaitu dengan menggunakan sampel acak sederhana secara proporsional dengan maksud
agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasinya. Ukuran sampel pada kabupatenkota diambil secara proporsional dengan menggunakan perhitungan
sebagai berikut:
� =
�
�
��+
�� �
�
3.1 �
= �
�
∝ 2
�
�
�
2
�� 3.2
�
�
= � �
�
�
�
� 3.3
Keterangan:
Universitas Sumatera Utara
N = populasi
Nn = jumlah populasi Penyuluh pertanian yang PNS
n
n
n = jumlah sampel tiap departemen
n = jumlah sampel yang diambil
= perkiraan jumlah sampel
α = tingkat kepercayaan = 0,05
Z = nilai distribusi normal untuk α = 0,05, Z α 2 = 1,96
d = batas kesalahan yang bisa ditoleransi dalam menetapkan rata-rata sampel
= 0,05 p
= proporsi kesuksesan responden yang mengisi kuesioner q
= 1-p Cochran, 2005
Sebelum dilakukan pengambilan sampel, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan dengan menyebarkan kuesioner ke 21 responden. Dari 21 responden
yang mengisi kuesioner ada 20 responden yang mengisi kuesioner dengan benar.Sehingga besarnya nilai p atau proporsi kesuksesan subjek dalam mengisi
kuesioner adalah 0,95. Proporsi kesuksesan diperoleh dengan cara membandingkan jumlah responden yang mengisi kuesioner dengan benar
terhadap jumlah keseluruhan responden, sehingga diperoleh nilai q = 0,05. Dengan menggunakan batas kesalahan yang bisa ditoleransi dalam
menetapkan rata-rata sebesar 5 , maka diperoleh banyaknya jumlah sampel dari hasil perhitungan sebagai berikut :
� =
� 1,96
0,05 �
2
0,950,05 = 72,99
Universitas Sumatera Utara
� = ��, ��
�� + �� ,
�� ��� �
= ��, ��
�, ����� ≈ ��, ���� ≈ ��
Sesuai dengan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 66. Sehingga hasil perhitungan proporsi sampel tiap
kabupatenkota dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Jumlah Sampel Penyuluh Pertanian yang PNS di Kelembagaan Kabupatenkota
No Jenis Kelembagaan Kab.Kota
Jumlah Penyuluh
Pertanian yang PNS
Sampel n
n
1 Penyuluhan Murni 1. Karo
42 4
2. Pakpak Bharat 39
4 3. Padang lawas
58 6
2 Penyuluhan
Campuran 1. Asahan
72 7
2. Simalungun 72
7 3. Tapanuli Selatan
92 9
3 Penyuluhan
Non-kelembagaan
1. Dairi 71
7 2. Deli serdang
137 14
3. Langkat 76
8
Jumlah Populasi N N
n
659 66
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan cara wawancara langsung dengan petugas
penyuluhan dan kepala lembaga penyuluhan sebagai responden, dengan alat bantu daftar pertanyaan dalam kuisioner yang telah disusun dan dengan mengadakan
survey terhadap data yang ada.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Metode Analisis data
Analisis data dilakukan setelah data-data dikumpulkan secara lengkap. Adapun hal-hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah :
Untuk identifikasi masalah 1, dianalisis dengan metode deskriptif dan
korelasi sederhana, yaitu dengan melihat persepsi penyuluh terhadap efektifitas badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di
kabupatenkota. Kemudian dilakukan pemberian skoring terhadap masing-masing indikator persepsi dengan tingkat penilaian, yaitu :
Sangat Tidak Setuju = 1 Tidak Setuju
= 2 Ragu-Ragu
= 3 Setuju
= 4 Sangat Setuju
= 5
Untuk identifikasi masalah 2, dianalisis dengan metode deskriftif dan
Uji-t berpasangan, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi sebelum dan sesudah pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan
pertanian, perikanan dan kehutanan, antara lain : kemampuan atau keterampilan, tingkat pendidikan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman masa
lampau, aspirasi atau harapan masa depan, kehidupan kelompok, lingkungan kerja dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pekerjaan.Kemudian dilakukan
pemberian skoring terhadap masing-masing indikator motivasi dengan tingkat penilaian, yaitu ; Sangat Tidak Setuju = 1; Tidak Setuju = 2; Ragu-Ragu = 3;
Setuju = 4; Sangat Setuju = 5.
Universitas Sumatera Utara
Untuk identifikasi masalah 3 dan hipotesis, dianalisis dengan
menggunakan Uji Regresi Sederhana, yaitu menganalisis efektifitas dari kelembagaan badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di
kabupatenkota terhadap peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan didaerah penelitian. Kemudian melakukan pemberian skoring terhadap
masing-masing indikator efektifitas dan kinerja dengan tingkat penilaian, yaitu ; Sangat Tidak Setuju = 1; Tidak Setuju = 2; Ragu-Ragu = 3; Setuju = 4; Sangat
Setuju = 5.
3.5. Model Analisis 3.5.1. Analisis Regresi
Analisis regresi liner berganda menggunakan hubungan lebih dari dua peubah untuk mendapatkan garis yang pas atau cocok, sehingga suatu peubah
dapat diprediksi atau diestimasi berdasarkan peubah-peubah lainnya. Peubah yang diestimasi disebut peubah tak bebas, mempunyai ketergantungan pada beberapa
peubah yang menjelaskan explanatory variable. Dalam analisis regresi dengan data runtun waktu, jika dalam model disertakan nilai peubah masa lalu lagged
dari peubah bebas, model tersebut disebut model autoregresif. Sedangkan jika model regresi memasukkan nilai peubah yang menjelaskan saat ini dan masa lalu
lagged, model ini disebut model lagged yang didistribusikan distributed lag model Nachrowi Usman, 2002.
Dalam penelitian ini menggunakan empat model untuk menjelaskan efektifitas kelembagaan Bappuluh terhadap kinerja penyuluh, yaitu :
�
1�
= �
+ �
1
�
1�
+ � ……………………………………………… 3.1
�
1�
= �
+ �
1
�
2�
+ � ………………………………………………. 3.2
Universitas Sumatera Utara
�
1�
= �
+ �
1
�
3�
+ � ………………………….…………………. 3.3
Dimana : Y
1t
X = Efektifitas Bappuluh
1
X = Motivasi Penyuluh sebelum Bappuluh
2
X = Motivasi Penyuluh sesudah Bappuluh
3
α = Persepsi Penyuluh
α = Konstanta
1
, α
2
ɛ = Kesalahan Pengganggu
= Koefisien Regresi
Sedangkan model kedua adalah untuk menjelaskan pengaruh Efektifitas Bappuluh terhadap konerja penyuluh adalah sebagai berikut :
�
2�
= �
+ �
1
�
1�
+ � …………………………… ………………… 3.4
Dimana : Y
1t
= Efektifitas Bappuluh
Y 2t
β = Kinerja Penyuluh
β = Konstanta
1
ɛ = Kesalahan Pengganggu
= Koefisien Regresi
3.5.1.1.Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam beberapa deret waktu serial correlation atau antara anggota observasi
berbagai objek atau ruang spatial correlation. Autokorelasi terjadi disebabkan karena faktor kelambanan data ekonomi, bias spesifikasi mengeluarkan variabel
yang relevan dari model, bias spesifikasi bentuk fungsional, tenggang waktu atau
Universitas Sumatera Utara
lag, manipulasi data, transformasi data, dan non-stasioneritas dalam model Manurung, dkk, 2005.
Konsekuensi bila terdapat autokorelasi dalam model antara lain taksiran varian error kelihatannya terlalu rendah dibandingkan dengan nilai varians
sebenarnya, taksiran koefisien determinasi terlalu tinggi, pengunaan uji t dan uji F tidak sahih sehingga menimbulkan kesimpulan yang salah, dan penaksir yang
diduga menjadi kurang efisien. Metode yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan
empat cara, yaitu Metode Grafik, Run Test, Durbin-Watson d Test, dan the Breusch-Godfrey Test.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Durbin-Watson d Test. Autoregression atau AR, yaitu :
t 1
t t
v ρε
= ε
+
−
diperoleh dari nilai koefisien rho sebagai berikut:
∑ ∑
− −
T t
T t
t
ε ε
ε =
ρ
2 1
2 2
1
atau 0.5
δ 1
− =
ρ sehingga
ρ δ
− ≈ 1
2
∑ ∑
−
−
T t
T t
t
ε ε
ε =
d
1 2
2 2
1
Jika 1
1 ≤
≤ −
ρ dan
ρ d
− ≈ 1
2 maka batas nilai statistik d adalah
4 ≤
≤ d Jika
= ρ
maka 2
≈ d
, artinya tidak ada korelasi serial. Jika
1 +
= ρ
maka ≈
d , artinya terjadi korelasi serial positif sempurna.
Jika 1
− =
ρ maka
4 ≈
d , artinya terjadi korelasi serial negatif sempurna.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Kaidah Keputusan Durbin-Watson Test
Jika Keputusan
Kesimpulan
L
d d
Tolak Terdapat autokorelasi positif
U L
d d
d ≤
≤ Tidak dapat disimpulkan
Tidak dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif
4 − d
L
≤ d ≤ 4
Tolak Terdapat autokorelasi negatif
4 − d
U
≤ d ≤ 4− d
L
Tidak dapat disimpulkan Tidak dapat disimpulkan tidak
terdapat autokorelasi negatif
U U
d d
d −
≤ ≤
4 Tidak ditolak
Tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif
d
L
d
U
4 − d
U
4 − d
L
4 Pengujian untuk model regresi yang mengandung lagged dependent
variable didasarkan pada statistik h, yaitu:
β V
T T
ρ =
h
L
ˆ 1
− dimana:
β V
L
ˆ =
varians keofisien lagged dependent variable Jika
1 ˆ
β V
T
L
maka statistik h tidak dapat dihitung dan untuk mendapatkan uji asimptotis Durbin menyarankan regresi
t
ε pada
1 −
t
ε dan variabel eksplanatoris termasuk lagged dependent variable dan kemudian uji signifikansi
keofisien
1 −
t
ε .
Tolak Tidak dapat
disimpulkan Tidak
ditolak Tidak dapat
disimpulkan Tolak
Universitas Sumatera Utara
3.5.1.2. Normalitas
R
egresi dengan metode OLS menghendaki adanya asumsi kenormalan pada kesalahan pengganggunya. Secara statistik dapat dinotasikan:
ε
t
Jika asumsi kenormalan ini dilanggar, metode OLS tidak dapat digunakan untuk melakukan pendugaan.
~ N 0,σ 2
H 0 : data mengikuti sebaran normal Ha : data tidak mengikuti sebaran normal
Untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu berdistribusi normal, nilai Jacque Berra JB dari hasil uji kenormalan pengganggu dibandingkan
dengan nilai Tabel Chi-Square dengan derajat bebas 2 pada tingkat signifikansi tertentu. Dikatakan lolos dari ketidaknormalan distribusi unsur pengganggu
apabila nilai JB lebih kecil dari nilai kritis Tabel χ
2
3.5.1.3.Multikolinearitas
.
Multikolinearitas adalah ada hubungan linier sempurna antara variabel bebas dari suatu model regresi. Manurung, dkk, 2005
Multikolinearitas terjadi disebabkan karena antara lain metode pengumpulan data yang digunakan membatasi nilai dari variabel regressor,
kendala-kendala model pada populasi yang diamati, spesifikasi model, penentuan jumlah variabel bebas yang lebih banyak dari jumlah observasi, dan data time
series. Konsekuensi bila terdapat multikolinearitas adalah varian dan kovarian
yang besar mengakibatkan penaksiran kurang efisien, interval keyakinan
Universitas Sumatera Utara
cenderung lebih besar, nilai statistik t rendah dan nilai statistik F tinggi, dan nilai koefisien determinasi tinggi.
Metode yang dilakukan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam penelitian adalah dengan melihat nilai variance inflating factor VIF, yaitu:
2 12
1 1
r =
VIF −
dimana:
2 12
r = koefisien korelasi antara X
1
dan X VIF menunjukkan varian yang ditaksir meningkat akibat keberadaan
multikolinearitas. Varian koefisien model regresi secara langsung proporsional dengan VIF. Invers atau kebalikan dari VIF adalah tolerance TOL, yaitu:
2
TOL =
1 VIF
= 1 − R
j 2
dimana :
R
j 2
= koefisien korelasi
R
j 2
= 1 multikolinieritas sempurna, TOL = 0
R
j 2
= 0 tidak ada multikolinearitas, TOL = 1 Nilai VIF yang semakin besar menunjukkan masalah multikolinearitas
yang semakin serius. Kaidah yang digunakan adalah jika VIF lebih besar dari 10 dan
2 j
R lebih besar dari 0,90 maka variabel tersebut memiliki kolinearitas yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2. Analisis Uji Statistik 3.5.2.1.Uji Statistik F