PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO DAN RESIKO SISTEMATIS TERHADAP HARGA SAHAM PADA INDUSTRI FARMASI YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA ( Periode 2005 – 2007 ).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh : Litta Deri Rachmawanti

0513010020/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA

TIMUR


(2)

i

berkat dan Rahmat-Nya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO DAN RESIKO SISTEMATIS TERHADAP HARGA SAHAM INDUSTRI FARMASI YANG TECATAT DI BURSA EFEK INDONESIA”.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Akuntansi, di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan dan fasilitas dari berbagai pihak yang diberikan kepada penulis guna mendukung penyelesaian skripsi ini. Maka, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. R. Teguh Soedarta, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, terima


(3)

ii

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Keluarga dan semua teman-temanku, yang sudah banyak membantu saat lelah, sedih, senang, buat semua yang sudah diberikan buat aku.

Penulis berharap dan berdoa, agar semua budi baik Bapak dan Ibu serta rekan-rekan diterima dan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada seluruh pihak untuk memberikan kritik dan saran yang membangun agar dalam penulisan yang selanjutnya dapat lebih baik dan lebih bermanfaat bagi yang memerlukan.

Surabaya, Juli 2009


(4)

iii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Landasan Teori... 14

2.2.1 Pasar Modal ... 14

2.2.1.1 Definisi Pasar Modal... 14

2.2.1.2 Tujuan Pasar Modal ... 14

2.2.1.3 Instrumen Pasar Modal ... 15

2.2.1.4 Lembaga-lembaga Pendukung Pasar Modal... 17

2.3 Saham………... 19


(5)

iv

2.3.5 Jenis-jenis Saham... 23

2.3.6. Investasi Saham……….. . 27

2.3.6.1 Pengertian Investasi Saham…….………. 27

2.3.6.2 Sebab-sebab Berinvestasi…….………. 27

2.3.7 Resiko………...……...…….... 28

2.3.7.1 Pengertian Resiko……..……….. . 28

2.3.7.2 Jenis-jenis Resiko……….………. 29

2.3.8 Capital Asset Pricing Model... 33

2.3.8.1 Pengertian CAPM…………..……….. . 33

2.3.8.2. Hubungan Resiko Dan Keuntungan Dalam CAMP……… 33

2.3.8.3 Koefisien Beta (β)………. 35

2.3.9 Laporan Keuangan……… ... 36

2.3.9.1 Pengertian Laporan Keuangan……… ………. 36

2.3.9.2 Tujuan Laporan Keuangan……….... 36

2.3.10 Analisis Fundamental………... 37

2.3.10.1 Pengertian Analisis Fundamental……... 37

2.3.10.2 Debt to Equity Ratio (DER)………... 38

2.4 Kerangka Pikir ... 53


(6)

v

3.2.1 Populasi……….... 56

3.2.2 Sampel……….. 57

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 58

3.3.1 Jenis Data ... 58

3.3.2 Sumber Data... 58

3.3.3 Pengumpulan Data ... 59

3.4 Teknik Analisis ... 59

3.5 Uji Normalitas……….. 60

3.6 Uji Asumsi Klasik……… 60

3.6.1 Uji Multikolonieritas……… 61

3.6.2. Uji Heterokedasitas……….. 62

3.6.3 Uji Autokorelasi………... 62

3.7 Hipotesis……… .. 63

3.7.1 Uji F………. 63

3.7.2 Uji t……….. 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 66

4.1.1 Gambaran Umum PT. Bursa Efek Indonesia... 66

4.1.2 Sejarah Singkat PT. Darya - Varia Tbk ... 72


(7)

vi

4.1.7 Sejarah Singkat PT.Priydam Farma Tbk... 88

4.1.8 Sejarah Singkat PT.Tempo Scan Pacific Tbk... . 91

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 93

4.2.1 Harga Saham (Y) ... 93

4.2.2 Debt to Equity Ratio (X1)... 96

4.2.3 Resiko Sistematis (X2)... ... 98

4.3 Uji Normalitas ...101

4.4 Analisis Dan Pengujian Hipotesis ...102

4.4.1 Uji Asumsi Klasik...102

4.4.1.1 Autokorelasi...103

4.4.1.2 Multikolinieritas...103

4.4.1.3 Heterokedasitas ...104

4.4.2 Teknik Analisis ...106

4.4.3 Uji Hipotesis ...109

4.4.3.1 Uji F ...109

4.4.3.2 Uji t ...109

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ...110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...114


(8)

(9)

viii

Tabel 2 Kepemilikan Anak Perusahaan PT.Darya Varia Tbk ... 75

Tabel 3 Rekapitulasi Harga Saham Periode 2005 - 2007………… ... 94

Tabel 4 Rekapitulasi Nilai Debt to Equity Ratio Periode 2005 - 2007... 96

Tabel 5 Rekapitulasi Resiko Sistematis (β) Periode 2005 - 2007... 99

Tabel 6 Hasil Uji Normalitas ………… ...102

Tabel 7 Uji Normalitas………. 102

Tabel 8 Uji Multikolinieritas ...104

Tabel 9 Uji Heterokedasitas …...104

Tabel 10 Uji Heterokedasitas dengan Korelasi Rank Spearman …. ...105

Tabel 11 Hasil Regresi Linier Berganda ...107


(10)

ix

Gambar 1 Resiko Portofolio ... 31 Gambar 2 Kerangka Pikir ... 53 Gambar 3 Struktur Organisasi PT.Bursa Efek Indonesia……….. 71


(11)

x Lampiran 2 Perhitungan Harga Saham Rata-Rata

Lampiran 3 Rekapiulasi Harga Saham Periode 2005 - 2007

Lampiran 4 Total Hutang Periode 2005- 2007 dan Total Modal 2005 – 2007 Lampiran 5 Rekapitulasi Nilai DER Periode 2005 - 2007

Lampiran 6 Perhitungan DER Periode 2005 - 2007

Lampiran 7 Perhitungan Resiko Sistematis (Beta) Periode 2005 – 2007 Lampiran 8 Rekapitulasi Resiko Sistematis Periode 2005 – 2007

Lampiran 9 Tabel Correlation dan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Lampiran 10 Tabel Coefficient, Model Summary, dan Anova


(12)

xi Abstraksi

Banyaknya industri obat asing yang ada di Indonesia mendorong tingkat kompetisi makin tinggi sehingga harga obat sulit ditekan. Karenanya, investasi di bidang farmasi harus lebih ditingkatkan. Perusahaan farmasi dalam negeri memerlukan investasi dari masyarakat sehingga kita dapat lebih membangun industri obat sendiri dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan industri farmasi asing.

Beberapa daya tarik pasar modal adalah bagi perusahaan yang mencari dana segar, pasar modal memberikan peluang untuk mencari dana yang murah. Perusahaan dapat menjual saham kepemilikannya melalui mekanisme IPO, dan mendapatkan dana dari penjualan tersebut.

Terjadinya transaksi di pasar modal juga dapat didasarkan pada pengamatan para investor terhadap prestasi perusahaan dalam meningkatkan keuntungan (profit). Pemegang saham yang tidak puas terhadap prestasi manajemen perusahaan akan menjual sahamnya dan akan menanamkannya di perusahaan yang lebih menunjukkan keuntungan. Jika hal itu dilakukan, akan menurunkan harga pasar saham perusahaan.

Seorang investor akan dihadapkan pada dua macam risiko yaitu risiko fundamental dan risiko pasar. Risiko fundamental dapat diketahui dengan melihat kebijakan keuangan emiten yaitu leverage keuangan. Untuk memahami dampak leverage keuangan atau debt to equity ratio atas risiko perusahaan. Dan resiko pasar adalah resiko sistematis (Beta). Semakin tinggi beta perusahaan semakin tinggi tingkat kepekaan saham perusahaan terhadap pasar dan ini akan menyebabkan harga saham menjadi rendah serta keuntungan yang diharapkan investorpun juga akan rendah.

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa secara simultan faktor – faktor yang diteliti dapat terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada perusahaan farmasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.


(13)

1 1.1 Latar Belakang

Globalisasi ekonomi terus berkembang dan berdampak pada perkembangan ekonomi negara, pesatnya perkembangan teknologi merambah sampai ke bidang perindustrian, perdagangan maupun ekonomi. Salah satu perwujudan perkembangan ekonomi adalah dilaksanakan industrialisasi baik di bidang pertanian, di bidang jasa maupun di bidang manufaktur. Industri – industri tersebut merupakan sektor – sektor ekonomi masyarakat yang dikembangkan secara seimbang sehingga memberikan manfaat yang sebesar- besarnya kepada masyarakat.

Dengan adanya perkembangan dunia bisnis yang didukung oleh peningkatan teknologi yang semakin meningkat, maka semakin meningkat pula upaya berbagai perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan usahanya dengan jalan melakukan ekspansi. Banyaknya industri obat asing yang ada di Indonesia mendorong tingkat kompetisi makin tinggi sehingga harga obat sulit ditekan. Karenanya, investasi di bidang farmasi harus lebih ditingkatkan. Perusahaan farmasi dalam negeri memerlukan investasi dari masyarakat sehingga kita dapat lebih membangun industri obat sendiri dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan industri farmasi asing.

Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana yang efektif untuk mempercepat pembangunan di suatu negara. Sebab pasar modal merupakan


(14)

wahana yang dapat menggalakkan pengerahan dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor – sektor produktif.

Keberadaan pasar modal menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Beberapa daya tarik pasar modal adalah bagi perusahaan yang mencari dana segar, pasar modal memberikan peluang untuk mencari dana yang murah, selain dari sektor perbankan, seperti yang kita kenal selama ini. Perusahaan dapat menjual saham kepemilikannya melalui mekanisme IPO, dan mendapatkan dana dari penjualan tersebut. Atau, perusahaan bisa juga mengeluarkan surat utang atau yang biasa disebut obligasi kepada masyarakat luas dan membayar bunga yang lebih rendah dari bunga pinjaman perbankan.

Awal perkembangan pasar modal di Indonesia didirikan pada zaman Belanda, yakni 14 Desember 1912 dengan asosiasi 13 broker yang dibentuk di Jakarta. Mayoritas saham yang diperdagangkan adalah saham perusahaan Belanda. Pasar modal saat itu masih dalam birokrasi yang terbatas. Periode orde Baru memberikan udara segar bagi pasar modal Indonesia dengan dibentuknya Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT Danareksa.. Tetapi perusahaan yang terdaftar masih relatif kecil yakni 24 perusahaan, kemudian tahun 1990 meningkat menjadi 127. Pada tahun 1995 terdapat Sistem otomatisasi yang diterapkan di Surabaya atau disebut Surabaya Market Information dengan Automated Remoted Trading, yang diumumkan tanggal 10 Maret 1997, system ini diintegrasikan dengan system JATS, sedangkan pada Bursa Efek Jakarta diaktifkan tanggal 22 Mei 1995


(15)

yang mampu menangani 50.000 transaksi per hari dengan sebelumnya 3.800 transaksi per hari.

Perkembangan pasar modal di Indonesia pada pertengahan tahun 2007 merupakan mimpi buruk bagi pasar modal. Dimana Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai dampak dari adanya krisis moneter yang melanda negara-negara di Asia. Pada tahun 1998 dan 1999 telah terjadi pergantian kursi kepresidenan, dikarenakan presiden dianggap tidak mampu menyelesesaikan berbagai permasalahan negara, serta makin maraknya kasus KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang dilakukan pejabat-pejabat negara. Sehingga negara perlu melakukan reformasi total dari seluruh aspek yang ada. Sebagai akibat dari permasalahan kompleks negara, investor enggan untuk menginvestasikan dananya karena situasi pasar yang tidak stabil. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 2000 yang menyebabkan aktivitas perdagangan mengalami penurunan. Tahun 2001 pemerintah berusaha untuk memperbaiki kondisi perekonomian dengan cara menggairahkan kembali sekuritas di pasar modal Indonesia. Pemerintah secara kontinue melakukan pembenahan pasar modal dan meningkatkan aktivitas perdagangan pasar modal. Perkembangan awal tahun 2003 dengan kondisi ekonomi yang mulai membaik, membawa dampak yang positif terhadap perdagangan di pasar modal. Namun hingga awal tahun 2005 seiring dengan perekonomian Indonesia yang stabil, Pemerintah mencoba untuk menyerahkan kebijakan harga kebutuhan pada mekanisme pasar, kebijakan ini mengakibatkan kenaikan inflasi. Bulan Februari 2006,


(16)

terjadinya penguatan kembali baik dari nilai tukar rupiah ataupun indeks harga saham gabungan, hal ini terjadi karena terkendalinya laju inflasi dan semakin membaiknya kondisi fundamental makroekonomi negara. Penggabungan PT Bursa Efek Surabaya (BES) ke dalam PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang kemudian menjadi PT Bursa Efek Indonesia (BEI), telah efektif mulai tanggal 30 November 2007. Penggabungan tersebut diharapkan akan menjadikan Bursa Efek Indonesia lebih kuat dan efisien dimana para pelaku pasar hanya mengenal satu Bursa yang memfasilitasi seluruh segmen pasar. Bursa hasil merger tersebut telah memulai operasional pertamanya pada tanggal 3 Desember 2007. Dengan penggabungan tersebut, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia meningkat dari sebelumnya. Sebagaimana diketahui bahwa kinerja Bursa Efek Indonesia di tahun 2007 sangat menggembirakan dengan peningkatan secara signifikan seluruh indikator perdagangan seperti aktivitas transaksi, pergerakan indeks, maupun minat investor asing untuk berinvestasi di Pasar Modal Indonesia. Pada tanggal 2 Januari 2008 Presiden RI membuka perdagangan Bursa hari pertama, dan diharapkan dapat memberikan optimisme akan kinerja Pasar Modal yang semakin baik di tahun 2008.

Terjadinya transaksi di pasar modal juga dapat didasarkan pada pengamatan para investor terhadap prestasi perusahaan dalam meningkatkan keuntungan (profit). Pemegang saham yang tidak puas terhadap prestasi manajemen perusahaan akan menjual sahamnya dan akan menanamkannya di perusahaan yang lebih menunjukkan keuntungan. Jika hal itu dilakukan,


(17)

akan menurunkan harga pasar saham perusahaan. Perubahan kenaikan ataupun penurunan harga saham berpengaruh juga pada terbentuknya keuntungan dan kerugian bagi pemegang saham. Karena Ekspetasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh return (tingkat pengembalian) sebesar-besarnya dengan risiko tertentu.

Harga saham dapat dikatakan sebagai indicator keberhasilan pengelolaan perusahaan dimana kekuatan pasar ditunjukkan dengan terjadinya transaksi perdagangan saham perusahaan di pasar modal, terjadinya transaksi tersebut didasarkan pada hasil pengamatan para investor terhadap prestasi perubahan didalam menghasilkan keuntungan akan meningkatkan permintaan saham peusahaan yang bersangkutan sehingga harga saham akan mengalami kenaikan di pasar sekunder, apabila keadaan yang terjadi adalah sebaliknya maka hal ini akan menurunkan harga saham perusahaan yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham tersebut secara umum disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor eksternal seperti koneksi di sekitar atau di luar perusahaan antara lain situasipolitik dan keamanan , melemahnya nilai mata uang, nauknya suku bunga bank, inflasi, kebijakan moneter, kebijakan fiscal, kondisi pasar, perilaku investor, volume dan frekuensi perdagangan serta rumor-rumor yang sengaja disebarkan oleh spekulan atau orang-orang yang ingin mengerup keuntungan dari situasi tersebut.


(18)

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam perusahaan dan dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan tersebut. Faktor-faktor ini antara lain : kemampun manajemen, prospek dan kinerja perusahaan, prospek pemasaran, profitabilitas dan sebagainya.

Faktor internal ini berkaitan dengan pendapatan yang akan diperoleh para pemodal baik berupa deviden maupun capital gain. Faktor internal inilah yang bertanggung jawab pihak manajemen perusahaan khususnya kepada para pemegang saham.

Investor selalu mencari alternatif investasi yang memberikan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu. Mengingat risiko yang melekat pada investasi saham lebih tinggi dari pada investasipada perbankan, return yang diharapkan juga lebih tinggi. Untuk mengetahui apakah saham suatu perusahaan layak dijadikan pilihan investasi, maka sebelumnya kita harus dapat melakukan analisis terhadap saham perusahaan yakni melalui informasi laporan keuangan perusahaan ataupun dengan memperhitungkan resiko pasar suatu saham. Dengan analisis fundamental kita dapat mengetahui kemampuan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan secara efisien dan efektif, sehingga akan meningkatkan keuntungan perusahaan dan selanjutnya akan mempengaruhi juga penilaian investor terhadap saham perusahaan yang ada pada pasar modal. Seorang investor akan dihadapkan pada dua macam risiko yaitu risiko fundamental dan risiko pasar. Risiko fundamental dapat diketahui dengan melihat kebijakan keuangan emiten yaitu leverage keuangan. Untuk


(19)

memahami dampak leverage keuangan atau debt to equity ratio atas risiko perusahaan, terlebih dahulu harus dipahami dampaknya terhadap tingkat fluktuasi profitabilitas. Leverage yang semakin besar akan memperbesar perubahan arus laba bersih perusahaaan. Leverage akan menimbulkan beban bunga hutang, jumlah bunga pinjaman yang dibayar. Menurut Indra A. Zubaidi Indra (2006:247) : Debt To Equity Ratio yang semakin besar akan mengakibatkan risiko financial perusahaan yang semakin tinggi. Dengan penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang. Investor biasanya selalu menghindari risiko, maka semakin tinggi Debt To Equity Ratio akan mengakibatkan saham perusahaan tersebut semakin dihindari investor, sehingga Harga Saham akan semakin rendah’

Di samping risiko fundamental, investor harus memperhatikan risiko pasarasaham. Risiko pasar disebut juga risiko sistematis, dimana pengertian risiko sistematis menurut James dan Ross (2000:299), dalam Tandelilin (2001), “a sistematic risk is any risk that effects a large number of assets, each to a greater or lesser degree”. Risiko pasar berhubungan erat dengan perubahan harga saham yang disebabkan oleh antisipasi investor terhadap perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan. Untuk mengukur risiko ini dapat digunakan beta (β) yang juga dapat menjelaskan return saham yang diharapkan. Beta merupakan pengukur yang tepat dari indeks pasar karena risiko suatu sekuritas yang diversifikasikan dengan baik, tergantung pada kepekaan masing-masing saham terhadap perubahan pasar. Semakin tinggi


(20)

beta perusahaan senakin tinggi tingkat kepekaan saham perusahaan terhadap pasar dan ini akan menyebabkan harga saham menjadi tinggi serta keuntungan yang diharapkan investorpun juga akan tinggi. Alasan saya memilih perusahaan Farmasi karena pada saat saya mengambil data di Bursa Efek Indonesia laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan farmasi memiliki kualitas data yang baik hal ini ditunjukkan dengan besarnya modalnya yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul :

“PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO DAN RESIKO SISTEMATIS TERHADAP HARGA SAHAM PADA INDUSTRI FARMASI YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan. Maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Apakah Debt To Equity Ratio dan Resiko Sistematis mempunyai pengaruh terhadap Harga Saham pada industri farmasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini jelas dan terarah maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :


(21)

Untuk menguji dan membuktikan pengaruh dari Debt To Equity Ratio dan Resiko Sistematis terhadap Harga Saham pada industri farmasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan informasi guna menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan baik investor maupun perusahaan, khususnya mengenai pengaruh Resiko Sistematis dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham pada industri farmasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumber informasi ataupun menjadi bahan studi guna menambah pengetahuan dan sebagai dasar penelitian selanjutnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya 1. Nathan Sumule (2006) Judul :

”Analisis Pengaruh Return On Assets, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Dividend Pay Out Ratio, Price To Earning Ratio, Earning Per Share, Profit Margin, Book Value Equity Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Yang Go Publik Di BEJ”

Perumusan Masalah :

1) Apakah Return On Assets, return On Equity, Debt To Equity Ratio, Dividend Pay Out ratio, Price To Earning Ratio, Earning Per Share, Profit Margin, Book Value Equity Per Share secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap perubahan harga saham pada perusahaan farmasi yang Go Publik di BEJ?

2) Diantara kedelapan variabel bebas yang diteliti, variabel manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap perubahan harga saham pada ada perusahaan farmasi yang Go Publik di BEJ?

Hipotesis :

H1 : Bahwa Return On Assets, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Dividend Pay Out Ratio, Price To Earning Ratio, Earning Per Share, Profit Margin, Book Value Equity Per Share secara simultan


(23)

berpengaruh terhadap perubahan harga saham pada perusahaan farmasi yang go publik di BEJ.

H2 : Bahwa Return On Assets mempunyai pengaruh dominan terhadap perubahan harga saham pada perusahaan farmasi yang go publik di BEJ.

Data yang digunakan :

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang merupakan data kuantitatif yang tercermin dalam laporan keuangan yang diperoleh di BEJ. Sampel yang diambil sebanyak 8 perusahaan farmasi yang go publik di BeJ dengan menggunakan metode Purpossive Sampling (sampling pertimbangan). Dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis linier berganda dengan uji F untuk pengujian simultan dan uji t untuk pengujian parsial.

Kesimpulan :

1) Return On Assets, Return On Equity, Debt To Equity Rtio, Dividend Pay Out Ratio, Price To Earning Ratio, Earning Per Share, Profit Margin, Book Value Equity Per Share secara simultan berpengaruh terhadap harga saham terbukti kebenaranyya. Secara parsial, Dividend Pay Out Ratio dan Profit Margin secara signifikan tidak mempengaruhi harga saham. Sedangkan, Return On Assets, Return On Equity, Debt To Equity Rtio, Price To Earning Ratio, Earnings Per Share, Dan Book Value Equity Per Share secara parsial mempengaruhi harga saham.


(24)

2) Variabel Debt To Equity Ratio paling dominan mempengaruhi harga saham sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ROA paling dominan berpengaruh terhadap harga saham ditolak.

Persamaan penelitian Nathan Sumule (UPN : 2006) dengan penelitian yang sekarang adalah sama-sama menggunakan variabel bebas yaitu Debt To Equity Ratio, dan jenis perusahaan yang menjadi objek peneliti yang sekarang adalah perusahaan yang tergabung dalam industri Farmasi dan variabel terikatnya yaitu harga saham.

Perbedannya adalah pada penelitian yang sekarang, peneliti menambahkan satu variabel bebas baru yaitu Resiko Sistematis.

2. Syahib Natarsyah (2000) Judul :

”Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham”.

Permasalahan :

1) Apakah faktor-faktor fundamental seperti Return On Asset, Return On equity, Dividend Payout Ratio, Debt To equity Ratio, Book Value Equity Per Share dan ratio sistematik secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi di pasar modal Indonesia ?

2) Manakah dari faktor atau variabel tersebut yang berpengaruh signifikan dan domonan terhadap harga saham ?


(25)

Hipotesis :

Diduga terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari beberapa faktor fundamental dan resiko sistematik terhadap harga saham.

Kesimpulan :

1) Dari hasil penelitian secara simultan dengan uji F diperoleh hail Fhitung

sebesar 13,36440 > dari pada Ftabel sebesar 2,00354 sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel (X1,X2,X3,X4 dan dummy indeks beta)

secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 2) Sedangkan hasil pengujian secara parsial dengan uji t diperoleh hasil

thitung > t

t

abel yang berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Dimana untuk

variabel Return On Assets t hitung sebesar 0,343663, Debt To Equity t hitung

sebesar 0,244820, Book Value Equity Per Share t hitung sebesar 0,448710

dan variabel dummy indeks beta t hitung sebesar 0,162362. dari pengujian

tersebut terlhat bahwa Book Value Equity Per Share merupakan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham, dimana bukan Return On Assets (hipotesis kedua tidak terbukti).

Hasil estimasi regresi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R²) sebesar 0,36955 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,5609 menunjukkan bahwa antara variabel bebas dengan variabel terikat mempunyai hubungan pola lemah yang berarti bahwa variabel bebas hanya mampu menjelaskan 36,95% terhadap pola pergerakan harga saham, sedangkan 63,05% dipengaruhi variabel lain.


(26)

Persamaan peneliti Syahib Natarsyah (2000) dengan peneliti yang sekarang adalah sama-sama menggunakan variabel bebas yaitu Debt To Equity Ratio, resiko sistematis dan variabel terikatnya yaitu Harga Saham.

Perbedaanya adalah pada penelitian yang sekarang peneliti menggunakan jenis perusahaan yang menjadi objek adalah perusahaan yang tergabung dalam industri farmasi di Bursa Efek Indonesia.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pasar Modal

2.2.1.1 Definisi Pasar Modal

Menurut Eduardus Tandelilin (2001:13), Pasar Modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi.

Menurut Asril Sitompul (2000:7), menyatakan bahwa pasar modal atau bursa efek merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli efek.

2.2.1.2 Tujuan Pasar Modal

Pasar modal di Indonesia memiliki tiga aspek mendasar yang ingin dicapai:

1. Mempercepat proses perluasaan partisipasi masyarakat selain kepemilikan saham-saham perusahaan.


(27)

2. Pemerataan pendapatan masyarakat melalui kepemilikan saham perusahaan.

3. Menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dan penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif.

2.2.1.3 Instrumen Pasar Modal

Menurut Eduardus Tandelilin (2001:18-23), Beberapa sekuritas yang umumnya diperdagangkan di pasar modal antara lain adalah :

1. Saham

Saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan asset-asset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki suatu saham perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi pembayaran semua kewajiban perusahaan.

2. Obligasi

Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. Pada saat membeli obligasi, investor sudah dapat mengetahui dengan pasti berapa pembayaran bunga yang akan diperolehnya secara periodik dan berapa pembayaran kembali nilai par (par value) pada saat jatuh tempo.

3. Reksadana

Reksadana (mutual fund) adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan sejumlah dana kepada perusahaan reksadana,


(28)

untuk digunakan sebagai modal berinvestasi baik di pasar modal maupun di pasar uang.

4. Instrumen Derivatif (Opsi dan Futures)

Instrumen derivatif merupakan sekuritas yang nilainya merupakan turunan dari suatu sekuritas lain, sehingga nilai instrumen derivatif sangat tergantung dari harga sekuritas yang lain yang ditetapkan sebagai patokan.

Ada beberapa jenis instrumen derivatif, diantaranya waran, bukti right (Right Issue), Opsi dan Futures.

a. Warrant :

Adalah Opsi yang diterbitkan oleh perusahaan untuk membeli saham dalam jumlah dan harga yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu, biasanya dalam beberapa tahun.

b. Right issue :

Adalah Instrumen derivatif yang berasal dari saham.Right Issue memberikan hak bagi pemiliknya untuk membeli sejumlah saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan harga tertentu. c. Opsi :

Merupakan hak menjual atau membeli sejumlah saham tertentu pada harga yang telah ditentukan.


(29)

2.2.1.4 Lembaga - Lembaga Pendukung Pasar Modal

Menurut Suad Husnan (1996:9-11), Lembaga-lembaga pendukung pasar modal antara lain :

1. BAPEPAM

Lembaga ini merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengawasi pasar modal indonesia. BAPEPAM merupakan singkatan dari Badan Pengawas Pasar Modal, Perusahaan-perusahaan yang akan menerbitkan sekuritas, baik saham maupun obligasi, harus mendapat ijin dari BAPEPAM.

2. Bursa Efek

Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas. Di bursa itulah bertemu pembeli dan penjual sekuritas.

3. Akuntan Publik

Peran akuntan publik yang pertama adalah memeriksa laporan keuangan dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan. Di pasar modal dituntut pendapat wajar tanpa syarat terhadap laporan keuangan dari perusahaan yang akan menerbitkan atau yang telah terdaftar di bursa. Pendapat wajar tanpa syarat berarti laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) tanpa suatu catatan atau kekurangan.


(30)

4. Underwriter

Perusahaan yang akan menerbitkan sekuritas di bursa (perusahaan tersebut disebut sebagai emiten) tentu ingin agar sekuritas yang yang dijualnya laku semua, sehingga dana yang diperlukan bisa diperoleh. Untuk menjamin agar penerbitan (atau emisi) sekuritas yang pertama kali tersebut (dilakukan di pasar perdana) terjual semua, emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan tersebut.

5. Wali Amanat (Trustee)

Jasa Wali Amanat diperlukan untuk penerbitan obligasi. Wali Amanat mewakili kepentingan obligasi. Pemikirannya adalah karena pembeli obligasi pada dasarnya adalah kreditor dan kredit yang diberikan tidak dijamin dengan agunan apapun. Wali Amanat inilah yang melakukan penilaian terhadap ”keamanan” obligasi yang dibeli oleh para pemodal.

6. Notaris

Jasa notaris diperlukan untuk membuat berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan menyusun pernyataan keputusan-keputusan RUPS. Disamping itu notaris juga perlu meneliti keabsahaan penyelenggaraan RUPS tersebut.

7. Kosultan hukum

Konsultan hukum diperlukan jasanya agar jangan sampai perusahaan yang menerbitkan sekuritas dipasar modal ternyata terlibat


(31)

persengketaan hukum dengan pihak lain. Juga keabsahaan dokumen-dokumen perusahaan perlu diperiksa oleh konsultan hukum tersebut. 8. Lembaga clearing

Perdagangan sekuritas tidak mungkin dilakukan dengan melakukan perpindahan phisik sekuritas-sekuritas yang diperdagangkan. Sekuritas-sekuritas akan disimpan oleh suatu lembaga dan lembaga tersebut bertugas untuk mengatur ”arus” sekuritas tersebut. Kegiatan lembaga ini mirip dengan kegiatan Bank Indonesia yang menyelenggarakan clearing uang giral.

2.3. Saham

2.3.1. Pengertian Saham

Menurut Asril Sitompul (1996:180), menyatakan saham adalah bukti kepemilikan terhadap suatu perusahaan. Bukti kepemilikan ini terdapat dalam dua bentuk yaitu saham yang dikeluarkan atas nama pemiliknya dan saham yang tidak mencantumkan nama pemiliknya. Saham yang pertama dinamakan saham atas nama dan yang kedua dinamakan saham atas unjuk. Sementara itu Yogiyanto (2001:1) saham merupakan bukti kepemilikan sebagian dari perseroan.

Menurut Suad Husnan (2000:35) saham adalah surat kepemilikan atas perusahaan. Artinya apabila seseorang atau badan telah memiliki sejumlah tertentu saham lewat pembelian pada Bursa Efek, maka orang atau badan tersebut telah ikut memiliki perusahaan penerbit saham


(32)

tersebut. Jadi pada dasarnya, saham merupakan surat bukti kepemilikan perusahaan.

2.3.2. Pengertian Harga Saham

Menurut Sawidji Widoatmojo (1996 : 46) Harga pasar saham merupakan harga saham yang terjadi setelah saham tersebut dicatat di Bursa.

Dalam melakukan investasi di pasar modal, investor harus meyadari bahwa selain menguntungkan juga tidak menutup kemungkinan mengalami kerugian tinggi rendahnya harga saham merupakan penilaian sesaat karena harga saham di bursa efek bisa berubah setiap saat dimana yang dipengaruhi beberapa faktor diantaranya : kondisi perekonomian di perusahaan, kendala eksternal, kekuatan penawaran dan permintaan saham dipasar serta kemampuan investor dalam menganalisis investasi saham.

Harga saham dipakai sebagai salah satu tolak ukur menilai kinerja direksi suatu perusahaan publik, termasuk bank. Perkembangan harga saham di bursa efek merupakan objek yang menarik untuk diprediksi dan dianalisis oleh para analisis. Keberhasilan dalam memprediksi perkembangan harga saham suatu perusahaan adalah tujuan yang diharapkan oleh investor yang bermain di pasar modal.

Harga saham di pasar sangat berfluktuasi tergantung dari jumlah permintaan dan penawaran saham tersebut. Harga saham akan cenderung naik apabila mengalami kelebihan permintaan dan akan cenderung turun apabila mengalami kelebihan penawaran.


(33)

2.3.3. Indeks Harga Saham

Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.

Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.

Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula.

Di Bursa Efek Indonesia terdapat 6 (enam) jenis indeks, antara lain:

1. Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.

2. Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas


(34)

sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.

3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.

4. Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.

5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:

 Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.

 Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.

 Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram


(35)

 Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.

7. Indeks KOMPAS 100. merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS.

2.3.4. Hubungan Harga Saham dengan Debt To Equity Ratio

Debt to Equity Ratio yang semakin besar akan mengakibatkan risiko financial perusahaan yang semakin tinggi. Dengan penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang. Penggunaan hutang dalam valuta asing juga akan menimbulkan currency risk dimana risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai mata uang domestik terhadap mata uang Negara lain. Investor biasanya selalu menghindari risiko, maka semakin tinggi Debt to Equity Ratio akan mengakibatkan saham perusahaan tersebut semakin dihindari investor, sehingga harga saham akan semakin rendah

2.3.5. Jenis-Jenis Saham

a. Menurut Zaki Baridwan (1997: 394-395), jenis-jenis saham terdiri dari :


(36)

1) Saham Biasa (Common Stock)

Adalah saham yang pelunasannya didalam urutan yang paling akhir dalam hal perusahaan yang dilikuidasi, sehingga resikonya adalah yang paling besar.

2) Sertifikat Saham

Sertifikat saham ini dikeluarkan oleh PT. Danareksa, yaitu suatu PT. Yang didirikan oleh pemerintah RI untuk membeli saham perusahaan-perusahaan yang ”go public” melalui pasar modal dan menjualnya kembali kepada masyarakat umum dalam bentuk sertifikat saham.

3) Saham Prioritas

Saham prioritas merupakan saham yang mempunyai beberapa kelebihan yang dihubungkan dengan pembagian dividen atau pembagian aktiva saat dilikuidasi.

b. Menurut Tjipto Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2001:6-7), ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham yakni :

1) Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih hak klaim, maka saham terbagi atas:

a) Saham biasa (Common Stock)

Yaitu saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.


(37)

b) Saham prefern (peferren stock)

Merupakan saham yang mempunyai karakteristik gabungan antara obligasi dan saham, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendapatkan hasil seperti yang dikehendaki investor. 2) Dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas :

a) Saham atas unjuk (bearer stocks)

Artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindah tangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah diakui sebagai pemilik, dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

b) Saham atas nama (registered stocks)

Merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

3). Ditinjau dari kinerja perdagangan maka saham dapat digolongkan:

a) Blue-chip stock

Yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader pada industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar deviden


(38)

b) Income Stock

Yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar deviden lebih tinggi dari rata-rata deviden yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti hal ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan deviden tunai.

c) Spekulatif stocks

Yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa yang akan datang meskipun belum pasti.

d ) Counter Cyclical Stocks

Yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok, consumer goods.


(39)

2.3.6. Investasi Saham

2.3.6.1. Pengertian Investasi Saham

Menurut Eduardus Tandelilin (2001:4) Investasi saham adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. Seorang investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen dimasa yang akan datang, senbagai imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi tersebut.

Menurut Sunariyah (2004:4), investasi saham adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa–masa yang akan datang. Keputusan penanaman modal tersebut dapat dilakukan oleh individu atau suatu entitas yang mempunyai kelebihan dana.

Menurut Kamarudin Ahmad (1996:3), investasi saham adalah menanamkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut, dan resiko yang akan ditanggung.

2.3.6.2. Sebab - Sebab Berinvestasi

Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, menurut


(40)

Eduardus Tendelilin (2001:3) antara lain:

a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang akan datang.

Seseorang yang bijaksana akan berpikir akan bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di mas ayang akan datang.

b. Mengurangi tekanan inflasi

Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya adanya pengaruh inflasi. c. Dorongan untuk menghemat pajak

Beberapa negara didunia banyak melakukan kebijakan yang mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi dibidang – bidang usaha.

2.3.7.Resiko

2.3.7.1. Pengertian Resiko

pembicaraan resiko dan tingkat keuntungan yang diharapkan ini adalah bahwa setiap individu adalah rasional dan tidak menyukai resiko atau risk averter. Sikap tidak menyukai resiko ini tercermin dari sikap bahwa setiap individu akan meminta tambahan keuntungan yang lebih


(41)

besar untuk setiap kenaikan tingkat resiko yang yang dihadapi. Atau dengan kata lain misalkan individu diharapkan pada berbagai pilihan, maka individu tersebut lebih menyukai untuk memperoleh tingkat keuntungan yang sama dengan resiko yang lebih kecil. Dalam hubungannya dengan asumsi yang mendasar tersebut, kita dapat mengelompokkan : individu yang menyukai resiko atau risk seeker, individu yang tidak menyukai atau menghindari resiko atau risk averter, dan individu yang bersikap netral terhadap resiko atau risk neutralty.

Menurut Eduardus Tandelilin (2000:47), Resiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaanya, berarti semakin besar investasi tersebut.

2.3.7.2. Jenis-Jenis Resiko

Seseorang dalam melakukan investasi cenderung untuk menghindar dari kemungkinan menanggung resiko, tetapi tidak ada seorangpun yang telepas dari resiko. Timbulnya resiko investasi bersumber dari beberapa faktor.

Menurut Eduardus Tandelilin (2001:48-50) Ada beberapa sumber resiko yang bisa mempengaruhi besarnya resiko suatu investasi.Sumber-sumber tersebut antara lain:


(42)

Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi, perubahan suku bunga akan mempengaruhi harag saham secara terbalik, ceteris paribus. Artinya jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, ceteris paribus. Demikian pula sebaliknya jika suku bunga turun, harga saham naik.

2) Resiko pasar

Fluktuasi pasar secara keseluruhan yang merupakan variabilitas return suatu investasi disebut sebagai resiko pasar. Fluktuasi pasar biasanya ditunjukkan oleh berubahnya indeks pasar saham secara keseluruhannya.

3) Resiko Inflasi

Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Oleh karenanya, Resiko inflasi juga bisa disebut sebagai resiko daya beli.

4) Resiko bisnis

Resiko dalam menjalankan bisnis dalam suatu jenis industri disebut sebagai resiko bisnis. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak pada industri tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.

5) Resiko finansial

Resiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan utang dalam pembiayaan modalnya.


(43)

Resiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder.

7) Resiko nilai tukar mata uang

Resiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (negara perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang negara lainnya. 8) Resiko negara (country risk)

Resiko ini juga bisebut resiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara.

Menurut James C. Van Horne (2005:155), Resiko portofolio suatu saham terdiri dari dua komponen, yaitu :

Resiko sistematis Resiko tidak sistematis Total Resiko = (Tidak dapat didivesivikasikan + (Dapat didiversivikasikan

atau tidak dapat dihindari) atau dapat dihindari) Gambar 1 : Resiko Portofolio

1. Resiko Sistematis (systematic risk)

JUMLAH SEKURITAS DALAM PORTOFOLIO DEVI

ASI STAN DAR T PENG

EMB ALIA N PORT OFOL IO

Resiko tidak sistematis

Resiko sistematis Resiko Total


(44)

Adalah faktor – faktor resiko yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti perubahan ekonomi suatu negara, perubahan pajak oleh dewan, atau perubahan situasi energi dunia. Semua itu adalah resiko yang mempengaruhi sekuritas secara keseluruhan, sehingga tidak bisa didiversifikasi. Dengan kata lain, bahkan seorang investor yan memegang portofolio yang telah didiversifikasikan dengan baik, juga akan terkena resiko ini. Resiko terpenting dari saham adalah resiko yang tidak dapat dihindari adalah rsiko sistematis.

2. Resiko Tidak Sistematis (unsystematic risk)

Adalah resiko dari perusahaan atau industri tertentu. Resiko ini tidak terikat pada faktor ekonomi, politik, dan faktor lainnya yang mempengaruhi semua sekuritas dalam cara yang sistematis. Untuk sebagian besar saham, resiko tidak sistematis mempengaruhi 50 % dari total resiko saham atau deviasi standar.

Risiko tidak sistematik merupakan risiko yang berpengaruh khusus pada sebuah asset tunggal atau sebuah asset kelompok kecil, dan risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Parameter yang digunakan dalam risiko tidak sistematis adalah standar deviasi. Standar deviasi adalah risiko yang dihadapi oleh investor saat ini dianggap sama dengan tingkat variabilitas dari return yang diharapkan. Semakin berfluktuasi tingkat harapan return yang akan didapat maka tingkat risiko juga tinggi.


(45)

2.3.8.1. Pengertian Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Pengertian Capital Asset Pricing Model menurut Eduardus Tandelilin (2001:90), CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return yang diharapkan dari suatu asset berisiko dengan resiko dari asset tersebut pada kondisi pasar yang simbang.

Menurut Suad Husnan (2002:251), Capital Asset Pricing Model merupakan model yang mendasarkan diri pada pemikiran bahwa semakin besar resiko suatu investasi, semakin besar tingkat keuntungan yang dimnta oleh pemodal.

Sedangkan menurut Frank J Fabozzi (1999:111), CAPM merupakan teori ekonomi yang menjabarkan antara resiko dan pengembalian diharapkan, atau dengan kata lain merupakan model penetapan harga sekuritas beresiko. CAPM menyatakan bahwa satu-satunya resiko yang dinilai oleh investor adalah resiko sistematis, karena resiko ini tidak dapat dihilangkan melalui difersivikasi.

2.3.8.2. Hubungan Resiko Dan Keuntungan Dalam CAPM

Dalam analisa CAPM ini resiko yang harus diperhitungkan adalah resiko yang sistematis, dimana resiko ini merupakan resiko yang tidak dapat dihilangkan melalui suatu diversifikasi.

Keuntungan yang diharapkan dalam suatu investasi adalah keuntungan dari harga asset dan nilai tingkat pengembalian (rate of return) saham. Di dalam memperhitungkan investasi inilah perumusan


(46)

CAPM mempunyai peranan penting dalam penentuan harga asset dan juga menyeimbangkan antara besarnya resiko sistematis dengan keuntungan (pengembalian saham) yang diisyaratkan oleh sekuritas. Pengukuran resiko dalam CAPM yaitu dengan menggunakan beta sebagai pengukur resiko (bukan deviasi standart tingkat keuntungan). Diketahui bahwa investasi yang efisien adalah investasi yang memberikan resiko tertentu dengan tingkat keuntungan yang terbesar atau tingkat keuntungan tertentu dengan resiko terkecil.

Apabila ada dua usulan investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang sama, tetapi mempunyai resiko yang berbeda, maka investor yang rasional akan memilih investasi yang mempunyai resiko yang lebih kecil.

Resiko sekuritas dalam gambar di atas ditunjukkan dengan beta (β), karena pada pasar yang seimbang portofolio yang terbentuk sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga resiko yang relevan adalah resiko sistematis beta (β). Semakin tinggi beta perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat kepekaan saham terhadap pasar, Hal ini akan mengakibatkan tingkat keuntungan akan menjadi tinggi karena itu harga saham menjadi lebih tinggi


(47)

Koefesien beta (β) merupakan koefisien yang digunakan dalam analisa CAPM. Pengertian beta menurut Frank J Fabozzi (1999:102) adalah indeks resiko sistematis suatu aktiva atau suatu portofolio aktiva. Beta mengukur sensitifitas pengembalian aktiva terhadap pengembalian portofolio pasar.

Menurut James C. Van Horne beta (β) adalah kemiringan (slope yaitu perubahan dalam kelebihan pengembalian saham yang lebih besar daripada perubahan dalam kelebihan portofolio) di garis karakteristik. beta (β) merupakan ukuran risiko sistematis suatu sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan diversifikasi.

Untuk mencari nilai beta maka menggunakan rumus regresi sederhana dengan rumus sebagai berikut :

β = 2 2

) X ( X n. Y X. -XY n.       Dimana :

β = Koefisien beta

n = Jumlah periode yang dianalisis X = Tingkat keuntungan indeks pasar Y = Tingkat keuntungan saham

Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar.


(48)

Risiko sistematis atau risiko yang tidak dapat didiversifikasi (dihindarkan), disebut juga dengan risiko pasar. Risiko ini berkaitan dengan kondisi yang terjadi di pasar secara umum, misalnya perubahan dalam perekonomian secara makro, risiko tingkat bunga, risiko politik, risiko inflasi, risiko nilai tukar dan risiko pasar. Risiko ini mempengaruhi semua perusahaan dan karenanya tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi. Parameter yang digunakan dalam mengukur risiko ini adalah beta.

2.3.9. Laporan Keuangan

2.3.9.1. Pengertian Laporan Keuangan

Menurut Zaki Baridwan (2000:17) adalah Laporan Keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuagan selama tahun buku yang bersangkutan.

Menurut S.Munawir (1998:5) adalah Laporan Keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.

2.3.9.2. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan Laporan Keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004:5) meliputi tiga hal pokok, yaitu:


(49)

a) Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pamakai terutama dalam pengambilan keputusan.

b) Memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai laporan keuangan.

c) Menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggung jawaban manajemen atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya.

Laporan Keuangan sangat berguna bagi pemakai laporan keuangan terutama investor, sangat berguna untuk memberikan informasi akuntansi yang menggambarkan seluruh aktivitas keuangan perusahaan sehingga

2.3.10. Analisis Fundamental

2.3.10.1. Pengertian Analisis Fundamental

Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas.


(50)

2.3.10.2. Debt To Equity Ratio (DER)

Dalam rangka mengukur resiko, focus perhatian kreditur jangka panjang terutama ditujukan pada prospek laba dan perkiraan arus kas. Meskipun demikian mereka tidak dapat mengabaikan pentingnya tetap mempertahankan keseimbangan antara proporsi aktiva yang didanai oleh kreditur dan yang didanai oleh pemilik perusahaan. Keseimbangan proporsi antara aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan diukur dengan ratio debt to equity yang kecil. Makin kecil angka ratio ini, berarti makin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan, dan makin besar penyangga risiko kreditur (Prastowo dan Juliaty, 2005: 89).

Rasio merupakan imbangan antara hutang yang dimiliki oleh perusahan dengan modal sendiri, dengan rumus sebagai berikut (Sutrisno, 2003 : 249):

Debt to Equity Ratio = Total Equity

Debt Total

x 100%

Semakin tinggi rasio menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah dibandingkan htangnya dan semakin besar resiko yang dihadapi oleh investor sehingga investor ini akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi.

Jadi, apabila perusahaan menggunakan utang yang sangat besar kepada kreditur untuk mendanai perusahaan maka tingkat resiko perusahaan juga akan semakin besar, dan keadaan ini akan berdampak pada penurunan harga saham perusahaan tersebut. Karena seorang


(51)

investor tidak hanya melihat dari kemungkinan tingkat pengembalian saja tetapi juga resiko yang ditanggung oleh perusahaan tersebut apabila menggunakan utang terlalu besar, adanya beban bunga tetap atas utang, bahkan kalau perusahaan itu mengalami masa-masa sulit dan laba operasi tidak cukup untuk menutupi beban bunga maka para pemegang sahamnya yang harus menutupi beban bunga tersebut dan para investor ini cenderung untuk menghindari resiko (Brigham dan Houston, 2006: 5). Namun, apabila perusahaan dapat mempertahankan tingkat resiko serendah mungkin maka akan embuat para investor tidak akan khawatir dalam melakukan investasi. Sehingga kepercayaan investor akan tinggi terhadap suatu perusahaan dan keadaan ini akan menjadikan saham perusahaan mengalai kenaikan.

Teori Yang Melandasi

Umurnya sudah lebih dari 100 tahun dan teori ini telah banyak dijadikan dasar dalam melakukan analisa teknikal. Teori Dow diformulasikan dari serangkaian artikel di Wall Street Journal yang digawangi oleh Charles H. Dow dari 1900 sampai 1902, dimana ia meninggal dunia. Editorial dan artikel ini menggambarkan keyakinan Dow mengenai bagaimana pasar saham berperilaku dan bagaimana pasar dapat dijadikan ukuran dalam melihat lingkungan bisnis.

Dow belum sempat menerbitkan teori lengkapnya terhadap pasar, tetapi beberapa rekan dan pengikutnya telah mempublikasikan hasil kerjanya yang telah diperluas ruang lingkupnya. Dow yakin bahwa pasar


(52)

saham secara keseluruhan adalah sebuah patokan yang terpercaya mengenai kondisi bisnis didalam ekonomi dan dengan menganalisa keseluruhan pasar, seseorang dapat dengan akurat melihat kondisi tersebut dan mengidentifikasi arah pergerakan pasar.

Teori pertamanya ia gunakan untuk membentuk Dow Jones Industrial Index dan Dow Jones Rail Index (sekarang indeks transportasi), yang sebenarnya dikumpulkan oleh Dow untuk Wall Street Journal. Dow menciptakan indeks-indeks ini karena ia merasa mereka adalah gambaran akurat dari kondisi bisnis didalam ekonomi karena mereka mencakup dua segmen ekonomi utama yaitu industri dan transportasi. Walaupun indeks-indeks tersebut telah mengalami banyak perubahan dalam 100 tahun terakhir, teorinya masih digunakan pada indeks pasar saat ini.

Banyak dari alat analisa teknikal yang kita kenal saat ini memiliki dasar dari teori Dow. Karena alasan ini, pelaku pasar dan trader seharusnya mengetahui enam elemen dasar dari Dow Theory.

I. Pasar Mendiskon Apapun

Elemen mendasar pertama dari teori Dow mengemukakan bahwa semua informasi, baik saat ini, masa lalu bahkan masa depan, telah didiskon atau diserap kedalam pasar dan tercermin pada harga saham dan indeks. Informasi tersebut termasuk semuanya mulai dari emosi investor sampai ke data inflasi atau data ekonomi lainnya, juga pengumuman laporan keuangan perusahaan yang akan dibuat setelah


(53)

pasar tutup. Berdasarkan asumsi ini, informasi yang tidak termasuk adalah sesuatu yang tidak diketahui seperti bencana alam. Tetapi bahkan resiko dari kejadian tersebut telah diserap kedalam pasar.

Penting untuk diingat bahwa ini tidak menggambarkan kemampuan dari pelaku pasar atau bahkan pasar itu sendiri untuk mengetahui kejadian di masa depan. Lebih kearah, dalam beberapa periode waktu, semua faktor yang telah terjadi dan diekspektasi akan terjadi telah diserap oleh pasar. Seiring adanya perubahan, seperti resiko pasar, pasar menyesuaikan hal ini dengan harga, merefleksikan informasi baru.

Ide bahwa pasar mendiskon apapun sebenarnya bukan hal baru bagi analis teknikal, karena ini adalah dasar yang digunakan oleh banyak alat analisa teknikal. Karenanya, dalam analisa teknikal, seseorang hanya perlu melihat pergerakan harga, dan tidak faktor lain seperti neraca keuangan.

Seperti analisa teknikal utama lainnya, teori Dow sangat berpatokan pada harga. Namun, teori Dow lebih menitikberatkan pada pasar secara keseluruhan daripada hanya beberapa saham tertentu. Jadi teori Dow ini menitikberatkan pada analisa pasar secara keseluruhan melalui pergerakan harga sebuah indeks saham dari pasar modal. Juga patut diperhatikan bahwa teori Dow ini berfokus pada pergerakan harga dan tren indeks, implementasi juga bisa digabungkan dengan elemen


(54)

analisa fundamental. Walaupun begitu banyak pihak mengatakan bahwa teori Dow lebih cocok sebagai alat analisa teknikal.

II. Pasar Tiga Tren

Bagian penting dari teori Dow adalah mengenali arah pasar secara keseluruhan. Untuk bisa melakukan ini, teori Dow menggunakan analisa tren. Dengan begitu anda harus mengerti terlebih dahulu mengenai metode analisa garis tren. harga memang bergerak dalam sebuah arah umum tetapi bukan berarti harga bergerak dalam garis lurus. Harga akan cenderung membentuk harga tertinggi (peak) lalu kemudian membentuk low (trough), tetapi akan cenderung bergerak dalam satu arah.

Umumnya tren dibagi menjadi tiga jenis, yaitu naik (uptrend), turun (downtrend), dan menyamping (sideway trend). Agar pergerakan harga bisa diklasifikasikan sebagai sebuah tren naik, pembentukan harga tertinggi (peak) baru harus bisa lebih tinggi dari peak sebelumnya dan ketika pergerakan harga tersebut membentuk low (trough), trough ini tidak boleh melewati trough sebelumnya. Berlaku sebaliknya untuk tren turun.

Teori Dow mengidentifikasi tiga jenis tren dalam pasar yaitu primer, sekunder, dan minor. Sebuah tren primer adalah tren yang paling besar dan bertahan lebih dari satu tahun, sedangkan tren sekunder adalah tren menengah yang bertahan tiga minggu sampai tiga bulan dan sering diasosiakan sebgai pergerakan yang berlawanan dengan tren primennya.


(55)

Dan yang teakhir, tren minor, bertahan kurang dari tiga minggu dan diasosiasikan sebagai pergerakan didalam tren menengah.

Tren Primer

Dalam teori Dow, tren primer adalah sebuah tren mayor (besar) yang terjadi didalam pasar, dimana menjadi yang paling penting untuk ditentukan. Hal ini karena tren besar ini akan mempengaruhi semua pergerakan harga dan juga akan mempengaruhi tren sekunder dan minor.

Dow mengatakan bahwa tren primer biasanya akan berlangsung antara satu sampai tiga tahun tetapi masih bisa bervariasi. Dengan tidak mengecualikan panjang waktu tren, tren primer masih akan memiliki efek sampai adanya konfirmasi pembalikan arah (reversal). Sebagai contoh, jika dalam sebuah tren naik harga ditutup dibawah harga terendah sebelumnya yang dibentuk melalui trough, ini dapat menjadi sinyal bahwa pasar bergerak ke arah bawah, dan tidak bergerak ke harga yang lebih tinggi.

Dalam menganalisa tren, salah satu yang paling sulit adalah untuk menentukan seberapa lama pergerakan harga akan berlangsung dalam tren primer sebelum nantinya berbalik arah. Aspek paling penting adalah mengidentifikasi arah tren ini dan membuat posisi yang searah, bukan melawannya, ingat tren adalah teman, sampai adanya sinyal bahwa tren primer akan berbalik arah.


(56)

Kalau tren primer adalah arah utama dalam pergerakan harga pasar. Sebaliknya, tren sekunder bergerak berlawanan arah dengan tren primer, atau sebagai koreksi dari tren primer. Sebagai contoh, jika tren primernya adalah naik maka tren sekunder adalah pergerakan koreksi dari tren primer atau pembentukan harga terendah yang lebih tinggi dari harga terendah sebelumnya. Berlaku juga untuk kebalikannya jika tren primernya adalah turun.

Karena tren sekunder ini dianggap sebagai pergerakan koreksi dari tren primer, yang perlu diingat adalah pergerakan koreksi ini tidak menjadi pembalikan arah atau reversal. Secara umum, tren sekunder bertahan selama tiga minggu sampai tiga bulan, sedangkan retracement dari tren sekunder berkisar antara sepertiga sampai duapertiga dari pergerakan tren primer. Contoh, jika tren primer sebuah indeks saham bergerak dari 10,000 sampai 13,000 (3,000 poin), maka tren sekundernya diharapkan akan membuat indeks tadi turun setidaknya 1,000 poin (sepertiga dari 3,000 poin).

Karakter penting lainnya dari tren sekunder adalah pergerakan harga di tren ini cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan tren primernya.

Tren Minor

Tipe terakhir dari tiga jenis tren dalam teori Dow, tren minor, umumnya berlangsung kurang dari tiga minggu. tren minor secara.umum adalah pergerakan koreksi dari tren sekunder. Karena tipikalnya yang


(57)

jangka pendek dan fokus jangka panjang pada teori Dow, tren minor bukan merupakan perhatian utama bagi orang-orang yang menggunakan teori ini. Tetapi bukan berarti ini menjadi tidak relevan, tren minor harus diperhatikan karena menjadi bagian dari tren yang lebih besar yaitu sekunder dan primer.

Fokus dan perhatian utama dari teori Dow adalah tren primer dan sekunder, sedangkan tren minor hanya dianggap sebagai pelengkap saja. Jika terlalu banyak berfokus pada tren minor, ini bisa memicu adanya transaksi yang tidak rasional karena trader perhatiannya akan terganggu oleh pergerakan harga jangka pendek dan kehilangan pandangan jangka panjang.

III. Tiga Fase Tren Primer

Karena tren primer adalah tren yang paling vital untuk dipahami, teori Dow mengkategorikan tiga fase yang terjadi didalam sebuah tren primer, yaitu fase akumulasi (distribusi), fase partispasi publik, dan fase pelampauan (excess). Coba kita tengok bagaimana aplikasi ketiga fase ini dalam pasar bullish dan bearish.

1. Pasar Bullish (Tren Primer Naik)

 Fase Akumulasi

Fase awal terbentuknya pasar bullish adalah fase akumulasi, yang merupakan dimulainya pergerakan tren naik. Ini juga dianggap sebagai titik dimana investor-investor yang mengetahui mengambil posisi dipasar.


(58)

Fase akumulasi biasanya muncul diakhir sebuah tren turun, ketika semuanya terlihat buruk. Tetapi fase ini juga merupakan waktu ketika pasar berada dilevel paling menarik karena pada titik ini kebanyakan berita buruk telah diserap oleh pasar, karena itulah downside risk-nya menjadi terbatas dan menawarkan valuasi yang menarik. Tetapi, fase akumulasi ini bisa menjadi sesuatu yang sulit untuk diidentifikasi karena muncul diakhir tren turun, yang bisa saja ternyata hanya pergerakan rebound atau tren sekunder bukan menjadi awal sebuah tren baru. fase ini juga dikarakteristikan dengan adanya pesimisme pasar yang kuat, dengan banyak investor berpikir bahwa kondisi hanya akan semakin buruk.

Dari sisi teknikal, awal dari fase akumulasi ini ditandai dengan dimulainya fase konsolidasi di pasar. Ini terjadi ketika tren turun mulai terlihat datar seiring dengan tekanan jual yang berkurang. Sebuah tren naik baru akan dikonfirmasi jika harga tidak membuat harga terendah baru jika dibandingkan dengan harga terendah sebelumnya.

 Fase Partisipasi Publik

Ketika investor-investor yang memiliki informasi masuk pasar pada fase akumulasi, mereka melakukannya dengan asumsi bahwa yang terburuk telah berakhir dan pemulihan akan terjadi kedepannya. Seiring dengan kenaikan di fase ini, tren primer baru masuk kedalam fase yang dikenal dengan istilah fase partisipasi publik.


(59)

Di fase ini, sentimen negatif mulai berkurang seiring dengan kondisi bisnis yang semakin baik. Jika kabar-kabar baik mulai mengisi pasar, akan ada lebih banyak investor yang akan kembali masuk pasar. Fase ini bukan hanya menjadi fase terpanjang, tetapi juga salah satu yang dibarengi oleh pergerakan harga terbesar.

 Fase Pelampauan

Seiring dengan semakin besarnya kenaikan harga yang disebabkan kondisi bisnis yang baik dan jumlah pelaku pasar yang masuk semakin banyak, disinilah fase pelampauan dimulai.

Fase terakhir dalam tren naik ini adalah waktu bagi investor pintar untuk mulai keluar pasar. Dititik ini persepsinya adalah semuanya berjalan sangat baik dan hanya hal baik yang ada didepan. Dititik ini juga biasanya pembeli terakhir masuk pasar setelah terjadi kenaikan harga yang besar. Sayangnya mereka membeli disaat harga mendekati nilai tertinggi.

Selama fase ini, banyak perhatian harus diberikan pada sinyal-sinyal akan adanya pelemahan karena bisa saja menjadi pertanda bahwa tren naik akan berakhir dan akan berganti menjadi tren turun.

2. Pasar Bearish (Tren Primer Turun)

 Fase Distribusi

Fase pertama dalam pasar bearish adalah fase distribusi, periode dimana pelaku pasar yang telah mendapatkan keuntungan mulai menjual (mendistribusikan) posisi mereka. Fase ini berlawanan dengan fase


(60)

akumulasi pada pasar bullish. Pada fase ini, sentimen keseluruhan masih terus optimis dengan ekspektasi bahwa pasar akan terus bergerak naik. Sama seperti fase akumulasi, fase distribusi juga sulit untuk diidentifikasi ditahap-tahap awal. Sebuah tren penurunan akan terkonfirmasi jika harga gagal membentuk tertinggi baru dibandingkan dengan tertinggi sebelumnya.

 Fase Partisipasi Publik

Fase ini juga tidak jauh berbeda dengan fase partisipasi pada pasar bullish, hanya perbedaan mendasarnya adalah mulai banyak pelaku pasar yang melepas posisinya dan kondisi pasar semakin buruk serta sentimen menjadi lebih negatif. Pasar akan terus bergerak turun seiring dengan naiknya aksi jual pelaku pasar.

 Fase Panik

Ini adalah fase terakhir dari tren bearish yang memiliki kecenderungan adanya kepanikan yang ditandai dengan adanya aksi jual dalam jumlah yang sangat besar dengan waktu yang relatif singkat. Dalam fase panik ini, pasar diliputi sentimen negatif termasuk data ekonomi yang lemah dan bisnis perusahaan yang memburuk.

Biasanya banyak investor akan melepas posisinya dengan 'kepanikan' dan mereka-mereka ini adalah yang masuk pasar di fase pelampauan. Tetapi ketika pasar terlihat dilevel terburuknya fase akumulasi biasanya dimulai dan tren primer naik bisa mulai menunjukkan dirinya dan ini artinya siklus berulang dengan sendirinya.


(61)

Berdasarkan asumsi ini, informasi yang tidak termasuk adalah sesuatu yang tidak diketahui seperti bencana alam. Tetapi bahkan resiko dari kejadian tersebut telah diserap kedalam pasar.

Penting untuk diingat bahwa ini tidak menggambarkan kemampuan dari pelaku pasar atau bahkan pasar itu sendiri untuk mengetahui kejadian di masa depan. Lebih kearah, dalam beberapa periode waktu, semua faktor yang telah terjadi dan diekspektasi akan terjadi telah diserap oleh pasar. Seiring adanya perubahan, seperti resiko pasar, pasar menyesuaikan hal ini dengan harga, merefleksikan informasi baru.

IV. Indeks Pasar Harus Saling Mengkonfirmasi

Menurut teori Dow, pembalikan arah besar dari pasar bullish ke pasar bearish, atau sebaliknya tidak dapat disinyalisasikan kecuali kedua indeks (secara tradisional adalah Dow Jones Industrial dan Dow Jones Rail Averages) dalam sebuah kesamaan. Gampangnya, jika salah satu indeks mengkonfirmasi adanya sebuah tren primer naik baru tetapi indeks lainnya masih dalalm tren primer turun, sulit untuk mengasumsikan bahwa sebuah tren baru telah dimulai.

Alasan untuk hal ini bahwa sebuah tren primer, baik naik ataupun turun, adalah arah keseluruhan bagi pasar saham, dimana dalam teori Dow adalah cerminan dari kondisi bisnis pada ekonomi. Ketika pasar saham berkinerja baik, itu karena kondisi bisnis dalam keadaan baik, dan ketika pasar saham berkinerja buruk, hal itu disebabkan oleh buruknya


(62)

kondisi bisnis. Jika kedua indeks Dow tersebut berada dalam sisi yang bertentangan, berarti belum ada kejelasan tren kondisi bisnis.

Jika kondisi bisnis menyebabkan indeks pasar utama bergerak ke arah berlawanan, kejanggalan ini mengindikasi bahwa tren primer akan sulit terbentuk. Ketika mencoba untuk mengkonfirmasi tren primer baru, karenanya, sangat vital bahwa lebih dari satu indeks menunjukkan sinyal yang sama dalam periode waktu yang relatif tidak jauh. Jika ada kesamaan dalam pergerakan indeks-indeks ini, ini adalah pertanda bahwa kondisi bisnis bergerak ke arah yang ditunjukkan. Karenanya, kenaikan indeks memberikan sinyal sebuah tren naik baru.

V. Volume Harus Mengkonfirmasi Tren

Dalam teori Dow, sinyal utama untuk melakukan beli dan jual berdasarkan pergerakan harga pada indeks. Volume juga digunakan sebagai indikator kedua untuk membantu mengkonfirmasi apa yang diindikasikan oleh pergerakan harga.

Dari hal dasar ini terlihat bahwa volume seharusnya naik ketika harga bergerak kearah tren dan menurun ketika harga bergerka berlawanan dengan arah tren. Sebagai gambaran, dalam sebuah tren naik, volume seharusnya naik ketika harga naik dan turun ketika harga turun. Alasan untuk ini adalah bahwa tren naik menunjukkan kekuatan ketika volume naik karena banyak pelaku pasar yang ingin membuat posisi beli dengan keyakinan bahwa momentum naik masih akan berlanjut. Volume rendah selama masa koreksi memberikan sinyal


(63)

bahwa banyak pelaku pasar belum mau menutup posisinya karena mereka yakin bahwa momentum dari tren primer akan berlanjut.

Kebalikannya, jika volume bergerak melawan tren, ini adalah sebuah tanda adanya pelemahan pada tren yang sedang terjadi. Contohnya, jika pasar dalam keadaan tren naik tetapi volume rendah dalam pergerakan keatas, ini adalah sinyal bahwa aksi beli mulai melemah. Jika pembeli mulai meninggalkan pasar atau berbalik menjadi penjual, hanya ada sedikit peluang bahwa pasar akan meneruskan tren naiknya. Hal yang sama juga terjadi pada kebalikannya ketika pasar sedang dalam tren turun, dimana kalau volume naik merupakan indikasi bahwa lebih banyak pelaku pasar menjadi penjual.

VI. Tren Masih Akan Berlanjut Selama Belum Muncul Tanda Reversal Yang Jelas

Alasan utama untuk mengidentifikasi tren adalah untuk menentukan arah keseluruhan dari pasar jadi posisi dapat diambil sesuai dengan arah tren dan bukan melawannya. Seperti diilustrasikan dibagian ketiga, tren bergerak bergantian dari naik menjadi turun dan sebaliknya, sehingga menjadi penting untuk mengidentifikasi transisi antara kedua arah tren tersebut.

Dalam teori Dow, bagian keeanam dan terakhir menyatakan bahwa tren masih terus berlangsung selama tanda-tanda yang ada belum memberikan indikasi jelas bahwa arah telah berubah.


(64)

Trader menunggu gambaran jelas mengenai pembalikan arah tren karena tujuannya bukan untuk membuat bingung pembalikan arah sesungguhnya di tren primer dengan tren sekunder atau hanya koreksi singkat. Ingat bahwa sebuah tren sekunder adalah sebuah pergerakan berlawanan arah dari tren primer yang tidak akan terus berlanjut. Misalnya tren primernya naik, tetapi indeks saat ini sedang dalam keadaan turun. Jika seorang investor mengambil posisi jual (short), dengan menyimpulkan bahwa penurunan saat ini adalah sebuah tren turun primer baru, mereka mungkin akan menerima resiko besar ketika tren primer terus berlanjut naik. Kecuali anda dapat dengan aman menyimpulkan, berdasarkan sinyal-sinyal yang ada, bahwa tren telah berubah, jika tidak anda akan mengambil posisi yang berlawanan dengan arah tren. Sebagai patokan umum, ini bukan sebuah ide yang bijak, karena banyak pihak yang telah menanggung kerugian akibat melawan arah pasar.

Penutup

Teori Dow mewakili awal dari analisa teknikal. Dengan mengerti teori ini dapat membuat anda lebih banyak mengerti analisa teknikal dan memiliki sebuah pandangan analis mengenai bagaimana mekanisme pasar.


(65)

2.4. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2 : Kerangka Pikir

2.5. Hipotesis

Diduga Debt To Equity Ratio dan Resiko Sistematis mempunyai pengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia.

Debt to Equity Ratio (X1)

Resiko Sistematis (X2)

Harga Saham (Y)

Analisis Regresi Linier Berganda


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga variabel yaitu terdiri dari dua variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y), antara lain :

1. Variabel Terikat A. Harga Saham (Y)

Harga saham merupakan harga pada saham yang terjadi di pasar sekunder. Harga Saham yang digunakan dalam penelitian ini diukur melalui perhitungan rata - rata harga saham setiap bulan dalam 1 tahun.

Variabel Y ini diukur dengan menggunakan skala rasio dan satuan pengukurannya dinyatakan dalam rupiah.

(Nathan Sumule, 2006) 2. Variabel Bebas (X)

A. Debt to Equity Ratio (X1)

Debt To Equity Ratio adalah semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang maka semakin besar resiko yang dihadapi, dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga


(67)

menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva.

Variabel X1 ini diukur dengan menggunakan skala rasio dan satuan

pengukurannya dinyatakan dalam persen (%). Dengan menggunakan rumus ;

Debt To Equity Ratio = Total Utang X 100% Modal

(Sutrisno, 2003:249) B. Resiko Sistematis (X2)

Resiko sistematis merupakan resiko pasar yang bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang bersangkutan. Resiko sistematis tidak mungkin dapat dihindari oleh investor melalui deversifikasi sekalipun.

Variabel X2 ini diukur dengan menggunakan koefisien Beta (β), dimana koefisien beta (β) merupakan indeks risiko sistematis suatu sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar.

Variabel X2 ini diukur dengan menggunakan skala rasio.

Dengan menggunakan rumus :

β = 2 2

) X ( X n. Y X. -XY n.       Dimana :


(68)

β = Koefisien beta

n = Jumlah periode yang dianalisis X = Tingkat keuntungan indeks pasar Y = Tingkat keuntungan saham

Dari rumus diatas terdiri dari 2 kompenen yakni :

a. Untuk menentukan tingkat pengembalian saham (Y) :

Ri =

1 1    t t t P P P Dimana :

R = Tingkat Pengembalian Saham

P = Harga Saham Pada Periode Sekarang Pt-1 = Harga Saham Pada Periode Lalu

b. Untuk menentukan tingkat keuntungan pasar (X) :

Rm =

1 1    t t t IHSG IHSG IHSG Dimana :

Rm = Tingkat Keuntungan Pasar

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan Periode Akhir

IHSGt= Indeks Harga Saham Gabungan Periode Awal

3.2. Teknik Penentuan Sampel

3.2.1. Populasi

Polulasi merupakan kelompok yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok yang lain dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Soemarsono, 2004 : 44 ). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini


(69)

adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu sebanyak sepuluh perusahaan mulai tahun 2005 hingga tahun 2008.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karateristik yang sama dengan populasi tersebut (Soemarsono, 2004 : 44 ). Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian sampel non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2002:77). Sedangkan metode yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu : suatu teknik pengambilan sampel dengan mempunyai tujuan dan target tertentu dalam memilih sampel secara tidak acak (Supomo dan Indriantoro, 1999:131). Jadi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 7 perusahaan dari total Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria yang digunakan untuk menentuan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah:

1. Perusahaan Farmasi yang tidak pernah keluar dari Bursa Efek Indonesia (delisting) selama lima tahun terakhir.

2. Perusahaan Farmasi yang aktif diperdagangkan dalam Bursa Efek Indonesia.

3. Perusahaan Farmasi yang telah mengeluarkan laporan keuangan 31 Desember 2005 s/d 31 Desember 2007.


(70)

Ketujuh perusahaan tersebut adalah : 1. PT. Darya – Varia. Tbk

2. PT. Indofarma Tbk 3. PT. Kimia Farma. Tbk 4. PT. Kalbe Farma. Tbk 5. PT. Merck. Tbk

6. PT. Pyridam Farma. Tbk 7. PT. Tempo Scan Pacifik. Tbk

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah ;

Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka dan disajikan dalam bentuk tabel atas pehitungan-perhitungan matematis maupun statistic.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data merupakan asal mula pengambilan data, dimana sumber data dalam penelitian ini adalah :

a. Data Sekunder :

Adalah data yang diperoleh penulis diluar tempat penelitian yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan. Dalam hal ini penulis memperoleh data sekunder dari pihak Bursa Efek Indonesia, berupa


(71)

laporan keuangan perusahaan, indeks saham individual dan indeks saham gabungan periode tahun 2005 s/d tahun 2007.

3.3.3 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Dokumentasi

Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat dokumen atau menggunakan catatan yang ada, yaitu dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari dokumen Bursa Efek Indonesia berupa laporan keuangan peusahaan, indeks saham individual dan indeks saham gabungan periode tahun 2005 s/d 2007.

3.4. Teknik Analisis

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda yaitu analisis yang berkaitan dengan studi ketergantungan satu variabel (yang disebut variabel tidak bebas) dengan dua atau lebih variabel lainnya (yang disebut variabel bebas). Analisis ini digunakan karena sesuai dengan kondisi yang akan diuji, berapa ketergantungan harga saham pada beberapa variabel lain.

Adapun model regresi linier berganda untuk kondisi tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Y = βo + β1 X1 + β2 X2 + e


(1)

1

11

6. Resiko likuiditas

Resiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder.

7. Resiko nilai tukar mata uang

Resiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (negara perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang negara lainnya.

Hasil ini didukung penelitian (Syahib Natarsyah, 2000) yang menyimpulkan bahwa resiko sistematis secara masing-masing tidak mempengaruhi harga saham sehingga para investor sebelum menginvestasikan modalnya hendaknya memperhatikan kondisi eksternal perusahaan. Sedangkan bagi para emitten hendaknya lebih memperhatikan kondisi di luar lingkungan perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi harga jual atau hatga beli saham perusahaan tersebut.


(2)

1

11

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang digunakan sesuai dengan tujuan hipotesis yang dilakukan, dengan analisis regresi linier berganda, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat pengaruh signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas Debt to Equity Ratio (X1) dan Resiko Sistematis (X2) terhadap Harga Saham (Y) terbukti kebenarannya.

2. Pada hasil pengujian secara masing-masing Debt to Equity Ratio dan Resiko Sistematis tidak nampak untuk memprediksi Harga Saham secara Signifikan.

5.2. Saran

Berdasarkan dari hasil pengujian hipotesis serta kesimpulan yang diambil maka penulis akan memberikan saran dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan.

1. Bagi Investor

Para investor atau calon investor sebelum menginvestasikan modalnya hendaknya memperhartikan informasi yang tersaji dalam


(3)

1

11

laporan keuangan dan menjadikannya bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. Hal ini perlu dilakukan agar modal yang akan diinvestasikan mendapat hasil yang maksimal sesuai dengan apa yang diinginkan.

2. Bagi Perusahaan

Perusahaan diharapkan dapat menyajikan informasi yang benar – benar dapat dipercaya oleh para investor, misalnya dengan menyediakan informasi keuangan yang dapat dipercaya dan diaudit oleh auditor yang benar-benar kompeten dan independent, hal ini dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan secara khusus dan secara umum dapat membuat para investor tidak ragu-ragu lagi untuk menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini telah dilakukan secara optimal oleh peneliti, namun dirasa masih adanya keterbatasan. Diharapkan pada peneliti selanjutnya jika melanjutkan penelitian dengan topik yang sama dapat memperbanyak jumlah sampel, jumlah rasio maupun periode pengamatan yang dilakukan, Sehingga hasil penelitian yang diperoleh dapat digeneralisasikan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Teks :

Anonim, 2003, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

Akhmad, Kamarudin, 2004, Dasar-Dasar Manajemen Investasi, Cetakan Kedua, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Baridwan, Zaki, 1997, Intermediate Accounting, Edisi Ketujuh, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Darmadji, Tjiptono dan Fakhruddin, 2001, Pasar Modal di Indonesia, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Fabozzi, Frank J (Trans) Tim Penerjemah Salemba Empat, 2000, Manajemen Investasi, Salemba Empat, Jakarta.

Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Kedua, Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, D, 1995, Basic Economics, Mc Graw Hill International Book Company,Third Edition, Tokyo.

Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti, 1996, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogykarta.

Husnan, Suad, 2003, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga, Penerbit AMP YKPN, Yogyakata.

Ikatan Akutansi Indonesia, 2004, Standard Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat.

Jogiyanto, 1998, Teori Portofolio dan Analisis Investansi, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Munawir.S, 1986, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Priyatno, Dwi, 2008, Mandiri Belajar SPSS (Statistic Produk And Sioervic Solution) Untuk Analisis Data Dan Uji Statistikk, Cetakan ke-1, Mediakom, Yoogyakarta.


(5)

Prastowo, Dwi Dan Juliaty Rifka, 2005, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kedua, YKPN, Yogyakarta.

Sitompul, Asril, 2004, Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahan, Cetakan ke -3, Penerbit P.T Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian dan Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R & D, Cetakan ke -14, Penerbit Alfa Beta, Bandung

Sunariyah, 2004, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Penerbit UPP – AMP YKPN, Yogjakarta.

Santoso, Singgih, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Parametik, Cetakan Kedua, Penerbit PT. Elex Komputindo, Jakarta.

Soemarsono, 2004, Metode Penelitian Akuntansi, Fakultas Ekonomi, UPN”Veteran” Jawa Timur.

Tandelim, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta

Van, Horne, James C. Dan John M. Wachowich, 2005 Fundamental Of Financial Manajemen, (Trans) Dewi Fitriasari dan Dany Arnos Kwary, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Penelitian :

Nathan Sumule, 2006, ”Analisis Pengaruh Return On Assets, Reuturn On Equity, Debt To Equity Ratio, Deviden Payout Ratio, Price Earning Ratio, Earning Per Share, Profit Margin, Book Value Equity Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan Farmasi yang Go Public di BEJ”

Jurnal :

Indra, A. Zubaidi, ”Faktor-Faktor Fundamental Keuangan yang Mempengaruhi Resiko Saham”. Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 2, No. 3 (Mei 2006: Hal 239-256)

Sahib Natarsyah, 2000, Analisis Beberapa Faktor Fundamental dan Resiko Sistemasits Terhadap Harga Saham

Web Master:


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return on Investment dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 73 97

Pengaruh Cash Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Assets Terhadap Kebijakan Dividen Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2009

0 40 86

PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO, EARNING PER SHARE, DAN RISIKO SISTEMATIS TERHADAP HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTI DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2008-2012.

1 5 39

ANALISIS PENGARUH VARIABEL EARNING PER SHARE, DEBT TO EQUITY RATIO, DAN RETURN ON EQUITY TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODE 2005-2007.

0 1 8

Pengaruh Rasio Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Earning per Share terhadap Harga Saham (Studi pada: Sektor Properti yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2012).

0 0 17

Pengaruh Risiko Sistematis dan Debt To Equity Ratio terhadap Return Saham pada Perusahaan LQ 45 yang Listing di Bursa Efek Indonesia.

0 0 23

PENGARUH DEVIDEN PAYOUT RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, PROFITABILITAS TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI).

1 3 85

ANALISIS PENGARUH RETURN ON ASSETS, DEBT TO EQUITY RATIO DAN DEBT RATIO TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN TOBACCO MANUFACTURERS DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 2 100

PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO DAN RESIKO SISTEMATIS TERHADAP HARGA SAHAM PADA INDUSTRI FARMASI YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA ( Periode 2005 – 2007 )

0 0 21

PENGARUH CURRENT RATIO DAN DEBT TO EQUITY RATIO TERHADAP RETURN ON INVESMENT PADA PERUSAHAAN FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013

0 0 14