Efek hepatoprotektif pemberian infusa kulit Persea americana Mill. terhadap ALT AST tikus terinduksi karbon tetraklorida
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN INFUSA KULIT
Persea americana
Mill. TERHADAP ALT-AST TIKUS
TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) Program Studi Farmasi
Oleh :
Jolinna Michelia Bitti
NIM : 118114040
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
1 Petrus 5 : 6-7
Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya
kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara
kamu
Amsal 2 : 6
Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang
pengetahuan dan kepandaian
Amsal 16 : 3
Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu
Kupersembahkan karya ini untuk : Tuhan Yesusku yang telah menopang dan mengangkatku saat aku jatuh dan mulai putus asa Papa, Mama, Cyndi dan Fandy atas motivasi dan doanya Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku Almamaterku tercinta
(5)
(6)
(7)
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah Tritunggal atas kasih, penyertaan dan berkatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Infusa Kulit Persea Americana Mill. Terhadap ALT-AST Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa
selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini banyak pihak-pihak yang telah
membantu dalam melancarkan penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai Dosen Pembimbing skripsi atas
waktu dan segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan
motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi
3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukan demi kemajuan skripsi ini
4. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan
masukan demi kemajuan skripsi ini
5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas
laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini
6. Bapak Suparjiman selaku laboran Farmakologi Toksikologi, Bapak Heru
(8)
viii
Laboratorium Biokimia dan Fisiologi Manusia, Bapak Wagiran selaku laboran
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Bapak Sigit selaku pengelola kebun
obat, dan Bapak Otok selaku pengelola gudang farmasi
7. Christiansen Molle yang menemani beberapa waktu dalam pelaksanaan
penelitian serta selalu memberikan semangat, doa dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi
8. Teman-teman tim kulit Persea americana Mill. Maria Desita Putri, Angeline Syahputri, MM. Risa Puspitasari, Lusia Drikti G, Theresia Eviani, Fransisca
A, Bernadet Brigita PW, Margareta Tri Nova, Paramita Liong, Gemah RP,
Brigita Wina RP, Asi Putriati, Vivo Puspitasari, Ester Rina DA, atas kerja
sama, bantuan, suka duka dan perjuangan dalam menyelesaikan skripsi ini
sampai akhir
9. Sahabat-sahabat Mendes Maria Desita Putri, Angeline Syahputri, Marcellina
Avistya yang selalu mendengar keluh kesah dan memberikan dukungan serta
motivasi selama penyusunan skripsi
10.Sahabat-sahabat Godelva Cindy Yunitasari Onthoni, Yurieke Sukma, Ekaryn
Priskila Kiding Allo yang memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis
11.Kakak – kakakku tersayang Dwi Lestari, Theresia Wiwit, Novita Eka, Ayub Pasomba, Chris Sohilait yang selalu menemani saat suka duka dan
memberikan motivasi
12. Tim KBU GKI Gejayan yang menjadi keluargaku di Yogyakarta Bapak
Petrus Matruty sebagai Bapak “kedua” yang memberikan motivasi dan nasehat, Ka Raisha, Nike, Ka Ema, Eka, Uchy, Ka Irza, Kak Theo, Unang,
(9)
(10)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 4
2. Keaslian penelitian ... 5
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
(11)
xi
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Hati ... 7
1. Anatomi dan fisiologi hati ... 7
2. Kerusakan hati ... 9
B. Alanin aminotransferase (ALT) dan Aspartat aminotransferase (AST) ... 12
C. Hepatotoksin ... 13
D. Karbon tetraklorida ... 14
E. Tanaman Persea americana Mill ... 16
1. Taksonomi ... 16
2. Sinonim ... 17
3. Nama Lain ... 17
4. Morfologi ... 17
5. Kandungan kimia ... 18
6. Khasiat dan kegunaan ... 18
F. Infundasi ... 19
G. Landasan Teori ... 19
H. Hipotesis ... 21
BAB III METODE PENELITIAN... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22
1. Variabel utama ... 22
2. Variabel pengacau ... 22
(12)
xii
C. Bahan Penelitian ... 23
1. Bahan utama ... 23
2. Bahan kimia ... 24
D. Alat atau Instrument Penelitian ... 25
E. Tata Cara Penelitian ... 26
1. Determinasi Persea americana Mill ... 26
2. Pengumpulan bahan ... 26
3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill ... 26
4. Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. ... 26
5. Pembuatan infusa kulit Persea americana Mill ... 27
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dengan konsentrasi 50% ... 27
7. Uji Pendahuluan ... 28
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 30
9. Pembuatan serum ... 31
10. Pengukuran aktivitas ALT serum pada saat Orientasi ... 31
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Penyiapan Bahan ... 33
1. Hasil determinasi Persea americana Mill... 33
2. Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill ... 33
B. Uji Pendahuluan ... 34
1. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 34
(13)
xiii
3. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 35
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Infusa Kulit Persea americana Mill ... 38
1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB ... 43
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 ml/kgBB ... 43
3. Kontrol infusa kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB ... 45
4. Kelompok perlakuan infusa kulit Persea americana Mill. dosis 362,8/kgBB; 761,9 mg/kgBB, dan 1600 mg/kgBB ... 46
D. Rangkuman Pembahasan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56
LAMPIRAN ... 59
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Komposisi dan Konsentrasi reagen ALT ... 24
Tabel II Komposisi dan Konsentrasi reagen AST ... 25
Tabel III Purata ± SE aktivitas ALT pada serum tikus jantang galur
Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2
mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah (n=3) ... 36
Tabel IV Hasil Uji Scheffe aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2
ml/kgBB pada waktu pencuplikan darah ... 37
Tabel V Purata ± SE aktivitas ALT-AST serum tikus galur Wistar dan
% hepatoprotektif setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 39
Tabel VI Hasil Uji Mann-Whitney aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 41
Tabel VII Hasil Uji Mann-Whitney aktivitas AST pada serum tikus jantan galur Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 42
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Mikroskopik Hati ... 8
Gambar 2 Struktur Karbon Tetraklorida ... 14
Gambar 3 Mekanisme Biotransformasi dan Oksidasi Karbon
Tetraklorida ... 15
Gambar 4 Diagram batang aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur
Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2
mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah ... 36
Gambar 5 Diagram batang aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur
Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hati ketujuh diinduksi
karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 40
Gambar 6 Diagram batang aktivitas AST pada serum tikus jantan galur
Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hati ketujuh diinduksi
karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 40
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Foto kulit Persea americana Mill. ... 60 Lampiran 2 Foto serbuk kulit Persea americana Mill ... 60 Lampiran 3 Foto Infusa kulit Persea americana Mill. ... 60 Lampiran 4 Foto hasil determinasi makroskopik kulit Persea
americana Mill. ... 61 Lampiran 5 Surat Pengesahan determinasi tanaman Persea
americana Mill. ... 62 Lampiran 6 Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics
Commitee (MHREC) ... 63
Lampiran 7 Surat Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. ... 64
Lampiran 8 Analisis statistik aktivitas ALT serum pada uji
pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 65
Lampiran 9 Analisis statistik aktivitas ALT serum perlakuan infusa
kulit Persea americana Mill. setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 68
Lampiran 10 Analisis statistik aktivitas AST serum perlakuan infusa
kulit Persea americana Mill. setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 84
Lampiran 11 Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa kulit Persea americana Mill. pada kelompok perlakuan ... 100
(17)
xvii
Lampiran 12 Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 101
Lampiran 13 Perhitungan Efek Hepatoprotektif ALT ... 102
(18)
xviii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hepatoprotektif pemberian dan dosis efektif serta ada tidaknya kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit alpukat (Persea americana Mill.) terhadap aktivitas ALT-AST serum tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
Jenis penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan ± 150 – 250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/kgBB. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut. Kelompok IV-VI (perlakuan) berturut-turut diberi infusa kulit alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 362,8; 761,9; dan 1600 mg/kgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut, pada hari ke tujuh semua kelompok perlakuan diberi induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Dua puluh empat jam paska induksi karbon tetraklorida, darah diambil melalui sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas ALT-AST serum. Aktivitas ALT-AST serum di analisis dengan menggunakan statistik Kruskal Wallis dan Uji Mann-Whitney
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemberian infusa kulit Persea americana Mill. memiliki pengaruh hepatoprotektif dengan dosis efektif sebesar 362,8 mg/kgBB yang dapat menurunkan aktivitas ALT-AST serum dan juga diketahui bahwa antara dosis pemberian dengan aktivitas ALT-AST serum tidak memiliki kekerabatan
Kata kunci : Persea americana Mill., infusa, efek hepatoprotektif, karbon tetraklorida, aktivitas serum ALT-AST
(19)
xix
ABSTRACT
The aim of this study is to know the hepatoprotective effect and the effective dose of avocado peel (Persea americana Mill.), also to find the relationship between the dosage of infusion of avocado peel (Persea americana Mill.) toward AST-ALT level in male Wistar rats induced by carbon tetrachloride.
This research is pure experimental with randomized complete direct sampling design. This study used male wistar rats, age 2-3 months, with the body weight about 150-250 grams. The total of rats were divided randomly into six treatment groups, each group consist of 5 rats. Group I (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitonial. Group II (negative control) was given olive oil 2 mL/kgBW. Group III (infusion control) was given infusion
of avocado’s peel (Persea americana Mill.) with dose 1600 mg/kgBW for six consecutive days. Group IV-VI (treatment group) was given infusion of avocado peel (Persea americana Mill.) with doses of 362.8; 761.9; and 1600 mg/kgBW orally once daily for six consecutive days, and in the seventh day all treatment group were given carbon tetrachloride, of 2 mL/kgBW intraperitonial as induction of hepatotoxicity. Twenty-four hours after the induction of carbon tetrachloride, blood samples were taken from the rats through orbital sinus in the eye, to measure the activity of ALT-AST serum. The activity of ALT-AST serum were analyzed statistically by using Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test.
Based on the data results, the administration of Persea americana Mill. peel infusion had hepatoprotective effect with an effective dose of 362.8 mg/kgBW which can decrease the activity of AST and ALT serum, and also there was no relationship between the variation of administration doses of infusion of avocado’s peel with the activities of ALT-AST serum.
Keywords : Persea americana Mill., infusion, hepatoprotective effect, carbon tetrachloride, ALT-AST serum activities
(20)
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati adalah organ vital terbesar di dalam tubuh berwarna merah
kecoklatan. Hati memiliki fungsi diantaranya yaitu membantu dalam proses
regulasi, metabolisme dan detoksifikasi. Fungsi hati sebagai detoksifikasi yaitu
untuk membersihkan darah dari adanya zat-zat asing seperti senyawa kimia,
obat-obatan, dan lain-lain yang sifatnya berbahaya bagi tubuh yang mana zat tersebut
akan diekskresikan keluar tubuh sehingga darah yang dialirkan keseluruh tubuh
bebas dari zat-zat asing. Jika hati mengalami kerusakan, maka proses regulasi,
metabolisme dan detoksifikasi tidak berjalan dengan baik. Kerusakan hati dapat
ditimbulkan oleh adanya induksi senyawa kimia, obat-obatan maupun virus. Salah
satu bentuk kerusakan yang terjadi pada organ hati, yaitu steatosis. Steatosis (perlemakan hati) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Sekitar 20 – 30% populasi orang dewasa di dunia menderita perlemakan hati (Nseir, Hellou,
Assy, 2014)
Membran sel mempunyai penyusun utama, yaitu lipid dan protein.
Fosfolipid adalah lipid yang menyusun membran yang mana merupakan molekul
yang bersifat amfipatik (memiliki daerah hidrofilik dan hidrofobik). Membran sel
juga tersusun dari asam lemak khususnya asam lemak rantai panjang tak jenuh
yang mana sangat rentan terhadap radikal bebas. Jumlah asam lemak dalam
bentuk fosfolipid dalam membran retikulum endoplasmik akan terus berkurang
(21)
merupakan senyawa model hepatotoksin yang menginduksi terjadinya perlemakan
hati. Pemberian dosis tinggi karbon tetraklorida (CCl4) dapat merusak retikulum
endoplasmik, mengakumulasi lipid, mengurangi sintesis protein, menurunkan
bobot badan, mengacaukan proses oksidasi, menyebabkan pembengkakan hati
sehingga berat hati menjadi bertambah dan jika diberikan dalam jangka waktu
yang panjang akan menyebabkan nekrosis sentrilobular serta degenerasi melemak.
Di dalam retikulum endoplasmik hati karbon tetraklorida (CCl4) dimetabolisme
oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (•CCl3).
(Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, Manalu, 2007).
Enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversibel
antara asam amino dan alfa-keto adalah enzim aminotransferase. Enzim ini akan
keluar dari sel dan masuk kedalam sistem peredaran darah jika terjadi gangguan
fungsi hati yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran sel yang
mana akan membuat kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat.
Enzim yang paling sering dihubungkan dengan adanya kerusakan sel hati adalah
alanine aminotransferase (ALT) yang disebut juga SGPT dan aspartat aminotransferase (AST) yang disebut juga SGOT (Hapsari, 2011).
Indonesia adalah negara tropis yang kaya akan tumbuhan, terdapat
30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia yang mana 940
jenis diantaranya memiliki khasiat sebagai obat herbal (jumlah ini merupakan
90% dari jumlah tumbuhan obat di asia) (Masyhud, 2010). Alpukat (Persea americana Mill.) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang tumbuh di wilayah Indonesia. Alpukat merupakan buah musiman yang mempunyai struktur daging
(22)
buah yang tebal berwarna hijau kekuningan dan rasa yang enak membuat buah ini
banyak digemari masyarakat luas. Selain dikonsumsi, alpukat juga secara
tradisional digunakan untuk mengobati hipertensi, peradangan, kanker,
hepatotoksisitas (Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika, et al., 2012). Senyawa flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat sebagai antioksidan yang dapat mengurangi pembentukan dan mengikat radikal bebas (Vinha,
Moreira, Barreira, 2013). Di dalam kulit dan biji alpukat kaya akan katekin,
procyanidin dan hydroxycinnamic acid (Rodriquez-Carpena, Morcuende, Andrade, Kylli, Estevez, 2011). Menurut penelitian Kosinska, Karamac, Estrella,
Hernandez, Bartolome, Dykes (2012) menyatakan bahwa ekstrak metanol biji
alpukat terdapat senyawa flavonoid seperti 3-O-caffeoylquinic, 3-Op-coumaroylquinic acid dan procyanidin A trimer dan pada ekstrak metanol kulit alpukat mengandung 5-O-caffeoylquinic acid dan turunan quercetin yang mana jika dibandingkan ekstrak keduanya, ekstrak kulit alpukat memiliki kandungan
senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan ekstrak biji
alpukat. Penelitian Vinha, et al., (2013) melaporkan biji alpukat mengandung jumlah fenolat, flavonoid dan vitamin E lebih tinggi dibandingkan kulit alpukat.
Pada kulit alpukat mengandung karotenoid dan vitamin C lebih tinggi
dibandingkan biji alpukat. Pada penelitian Putri (2013) dilaporkan bahwa infusa
biji Persea americana Mill. (Alpukat) dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida. Oleh sebab itu, penelitian
ini akan melihat pengaruh infusa kulit Persea americana Mill. pada tikus jantan yang terinduksi karbon tertraklorida.
(23)
Pada penelitian ini menggunakan infusa kulit Persea americana Mill.. Teknik penggunaan serbuk kulit Persea americana Mill. sangat sederhana dengan menyeduh serbuk kulit Persea americana Mill. dengan menggunakan air panas dan air seduhannya dapat dikonsumsi. Menurut Xu, Chen, Liu, Zhang, Jiang, Ye
(2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa mineral dan kandungan fenolik
(flavanon glycosid, polymethoxyl flavon dan asam fenolat) dan juga aktivitas antioksidan dapat diperoleh melalui ektraksi menggunakan air.
Penelitian ini dilakukan dengan pemberian jangka panjang infusa kulit
Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida sehingga dapat ditentukan dosis yang paling efektif untuk
memberikan efek hepatoprotektif.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pemberian infusa kulit Persea americana Mill. mempunyai pengaruh hepatoprotektif dalam menurunkan aktivitas ALT-AST tikus jantan galur
Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?
2. Berapakah dosis paling efektif pemberian infusa kulit Persea americana Mill. terhadap penurunan aktivitas ALT-AST tikus jantan galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida ?
3. Adakah kekerabatan antara dosis pemberian infusa kulit Persea americana Mill. dengan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi
(24)
2. Keaslian penulisan
Sebelumnya pernah dilakukan penelitian terkait dengan Persea americana Mill. diantaranya : Arukwe, et al., (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa selain untuk dikonsumsi, alpukat secara tradisional digunakan untuk mengobati
hipertensi, peradangan, kanker dan hepatotoksisitas. Penelitian Vinha, et al., (2013) melaporkan senyawa flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat sebagai antioksidan yang dapat mengurangi pembentukan dan mengikat radikal bebas. Kosinska, et al., (2012) melaporkan dalam penelitiannya bahwa ekstrak kulit alpukat memiliki kandungan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan lebih
tinggi dibandingkan ekstrak biji alpukat. Penelitian Putri (2013) melaporkan
bahwa infusa biji Persea americana Mill. (Alpukat) dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian
Xu, et al., (2008) menjelaskan bahwa bahwa mineral dan kandungan fenolik (flavanon glycosid, polymethoxylat flavon dan asam fenolik) dan juga aktivitas antioksidan dapat diperoleh melalui ektraksi menggunakan air. Sejauh
penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian mengenai pemberian
infusa jangka panjang kulit Persea americana Mill. terhadap ALT-AST tikus terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan mengenai
(25)
terhadap parameter aktivitas ALT-AST organ hati tikus yang terinduksi
karbon tetraklorida.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dosis
efektif penggunaan infusa kulit Persea americana Mill. yang diperoleh dalam penelitian sebagai alternatif pengobatan penyakit hati (liver) untuk
menurunkan aktivitas ALT-AST.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh
hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka
panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.
b.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis paling efektif pemberian
jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill.sebagai hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
c.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara
dosis pemberian infusa kulit Persea americana Mill. dengan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
(26)
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hati
1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh berwarna coklat dengan berat ±
1½ kg (Syaifuddin, 2006). Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen pada
ruang peritoneum tepat dibawah sisi kanan diafragma dan di bawah rongga dada.
Hati di bungkus oleh suatu simpai fibrosa (McPhee dan Ganong, 2010) dan secara
luas dilindungi iga-iga (Pearce, 2009).
Hati terbagi menjadi dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas
berbentuk cembung dan terletak dibawah diafragma : permukaan bawah tidak rata
dan memperlihatkan lekukan disebut fisura transversus, dimana permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang keluar-masuk hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah (Pearce, 2009). Hati menerima hampir 25% curah jantung, yaitu sekitar 1500 mL darah per
menit melalui dua sumber yaitu (1) aliran vena dari vena porta yang mana sangat
penting bagi kinerja fungsi hati dalam tubuh dan (2) darah arteri dari arteri
hepatika yang penting untuk oksigenasi hati dan yang mendarahi sistem empedu
(McPhee dan Ganong, 2010). Arteri hepatika mempunyai kejenuhan oksigen 95%
- 100% sedangkan pada vena porta memiliki kejenuhan oksigen sebesar 70%
(Syaifuddin, 2006). Pembuluh- pembuluh ini (arteri hepatika dan vena porta)
menyatu di dalam hati dan aliran darah gabungan keluar melalui vena-vena sentral
(27)
inferior. Vena porta membawa darah vena dari usus halus yang kaya akan nutrien
serta obat dan racun langsung ke dalam hati (McPhee dan Ganong, 2010). Vena
porta terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior (Pearce, 2009).
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (McPhee dan Ganong, 2010)
Lobulus adalah lobus hati yang dibagi menjadi beberapa struktur. Lobulus
berbentuk heksagional yang terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk
kubus yang mengelilingi vena sentralis secara radial (Gambar 1). Di sela-sela
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid yang mana
adalah cabang dari vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel
fagositik atau sel Kupffer. Sel kupffer merupakan sistem retikuloendotel, berfungsi sebagai sistem pertahanan yang akan menelan bakteri dan benda asing lain dalam
darah (Price dan Wilson, 2005). Sekitar 30% dari semua sel dihati adalah sel
retikuloendotel dan sekitar 33% dari sel ini adalah sel Kupffer. Sistem retikuloendotel hanya membentuk 2-10% protein dari total di hati. Disfungsi sel
retikuloendotel juga berperan menyebabkan nekrosis hepatosit dan fibrosis hati
(28)
Hati adalah organ utama pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen
toksik. Hati memiliki fungsi dan kerja yang banyak dan kompleks. Hati berfungsi
dalam metabolisme bahan makan seperti karbohidrat, protein dan lemak. Hati juga
berfungsi untuk menyimpan vitamin, besi dan tembaga; juga sebagai tempat
konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad dan detoksifikasi zat endogen
dan eksogen. Fungsi detoksifikasi ini dilakukan oleh enzim-enzim hati yang
melakukan oksidasi, reduksi dan hidrolisis atau konjugasi zat-zat yang
membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
Zat-zat endogen seperti indol, skatol dan fenol yang mana dihasilkan dari hasil
kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti
morfin, fenobarbital, karbon tetraklorida dan obat-obat/senyawa kimia lainnya
(Price dan Wilson, 2005).
2. Kerusakan hati
Hati merupakan organ terbesar tubuh yang sering menjadi organ target
cedera akibat senyawa kimiawi karena (1) sebagian besar xenobiotik yang masuk
ke tubuh melalui saluran gastrointestinal, setalah melalui penyerapan akan
diangkut oleh pembuluh darah portal ke hati sehingga hati menjadi organ pertama
perfusi oleh bahan kimia yang diserap di dalam tubuh dan terkena xenobiotik
konsentrasi tinggi (2) metabolisme xenobiotik dengan konsentrasi tinggi ini terjadi
sebagian besar di sitokrom P450 pada sistem monooksigenase. Biotransformasi
xenobiotik bertindak sebagai reaksi detoksifikasi namun banyak juga yang
mengalami reaksi oksidatif menghasilkan metabolit reaktif yang dapat
(29)
kerusakan karena didalamnya terdapat sel hepatosit yang memiliki banyak
sitokrom P450 yang mana sebagai tempat memproduksi metabolit reaktif terbesar
(3) xenobiotik dan sebagai besar empedu yang diserap dalam usus, diangkut
kembali ke hati melalui sirkulasi portal hati yang mana akan meningkatkan
konsentrasi xenobiotik dalam hepatosit (Hodgson, 2010).
Kerusakan hati dapat terjadi akibat paparan racun maupun bahan kimia
seperti senyawa industri, pestisida dan obat-obatan. Bahan kimia seperti karbon
tetraklorida dan parasetamol. Kerusakan hati dapat bersifat akut maupun kronis.
Berbagai kerusakan hati, diantaranya :
a. Perlemakan hati (steatosis)
Perlemakan hati atau steatosis adalah proses abnormal akumulasi lemak pada hepatosit terutama trigliserida, ini karena terjadi
ketidakseimbangan antara penyerapan trigliserida ekstrahepatik dan sekresi
trigliserida hepatik (lipoprotein yang dan katabolisme asam lemak).
Akumulasi lipid terjadi akibat gangguan sintesis dan sekresi lipoprotein. Lipid
yang berlebih dapat disebabkan kelebihan asam lemak bebas dari jaringan
adiposa atau dapat dikatakan terjadi gangguan pelepasan trigliserida dari hati
ke plasma (Hodgson, 2010).
Perlemakan hati merupakan respon toksisitas yang mana akan
mengganggu sintesis protein akibat paparan hidrazin, etionin dan tetrasiklin
atau dengan kombinasi dengan karbon tetraklorida. Perlemakan hati ini
(30)
b. Fibrosis dan sirosis hati
Senyawa kimia hepatotoksik dapat menyebabkan kerusakan hepatosit
yang mengakibatkan fibrosis hati. Fibrosis ditandai oleh deposisi kolagen,
proteoglikan, glikoprotein dan bahkan dapat terjadi fibrosis kronis pada
pembentukan matriks ekstraseluler (ECM). Setelah terjadi paparan racun,
sel-sel stelat hati (HSC) akan berdiferensiasi menjadi sel-sel-sel-sel fibroblast (seperti
mengeluarkan komponen dari matriks ekstraseluler). Fibrosis yang luas dapat
merusak bentuk hati dan mengganggu aliran darah yang mana akan
mengakibatkan kerusakan hari yang bersifat irreversibel. Reversibilitas
fibrosis mungkin terjadi jika sel stelat hati (HSC) mengalami apoptosis, terjadi
kerusakan matriks ekstraseluler dan regenerasi hepatosit (Hodgson, 2010).
Sirosis dapat terjadi akibat paparan senyawa yang bersifat hepatotoksik
yang ditandai dengan fibrosis yang meluas dan terbentuk jaringan parut.
Sirosis yang disebabkan cedera kronis akibat senyawa kimia toksik dapat
mengakibatkan akumulasi matriks ekstraseluler yang menyebabkan terjadi
pembatasan aliran darah yang mana akan menghambat proses metabolisme
dan detoksifikasi pada hati. Kerusakan seperti ini akan menyebabkan
kerusakan yang berlanjut dan akhirnya menyebabkan gagal hati (Hodgson,
2010).
c. Kolestasis
Kolestasis terjadi karena penekanan atau penghentian aliran empedu.
Inflamasi atau penyumbatan saluran empedu disebabkan oleh retensi garam
(31)
kuning (jaundice). Kolestasis juga terjadi karena adanya perubahan membran permeabilitas hepasosit atau canaliculi empedu. Pembentukan empedu terjadi tergantung pada transportasi ATP empedu ke lumen canaliculi. Senyawa/ bahan kimia memiliki efek pada permeabilitas membran dan mengganggu
gradient Na+ dan K+ dapat menyebabkan kolestasis (Hodgson, 2010).
d. Nekrosis
Nekrosis bersifat irreversibel akibat hilangnya fungsi sel normal pada
hati. Nekrosis biasanya adalah cedera akut dan hanya mempengaruhi beberapa
hepatosit (nekrosis fokal) atau melibatkan seluruh lobus (nekrosis masif). Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma yang
didahului dengan perubahan morfologis seperti pembengkakan seluler
mitokrondria dengan gangguan krista, melarutnya organel sel dan
mengkerutnya inti sel. Di daerah yang mengalami nekrosis terjadi peningkatan
eosinofil dan respon imun. Peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan ini
meliputi terikatnya metabolit reaktif protein dan lemak tak jenuh
mengakibatkan peroksidasi lemak dan kerusakan membran, gangguan
homeostasis Ca2+, inferensi jalur metabolisme, pergeseran keseimbangan Na+
dan K+ dan penghambatan sintesis protein. Nekrosis yang meluas dapat
menyebabkan kerusakan hati yang parah dan kegagalan hati (Hodgson, 2010).
B. Alanin aminotransferase (ALT) dan Aspartat aminotransferase (AST)
Enzim yang sering berhubungan dengan kerusakan hepatoselular adalah
(32)
Aspartat aminotransferase (AST). Kedua enzim ini dikatakan enzim hati karena tingginya konsentrasi enzim ini dalam sel hepatosit (Sacher dan McPherson,
2004). Enzim ALT berfungsi mengkatalisis pemindahan alanine menjadi bagian dari gugus keton pada α-ketoglutarate sehingga menghasilkan pyruvate dan glutamate sedangkan enzim AST berfungsi mengkatalisis pemindahan aspartate menjadi bagian dari gugus keton pada α-ketoglutarate sehingga menghasilkan oxaloacetate dan glutamate (Thapa dan Walia, 2007).
Enzim ALT utamanya terdapat dalam sitosol khususnya di sel hepatosit.
Enzim ALT adalah enzim spesifik yang digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya gangguan hati. Enzim AST terdapat dalam sitosol dan mitokondria yang
mana jumlahnya tinggi pada sel-sel organ jantung, jaringan otot, ginjal dan otak
(Thapa dan Walia, 2007). Selain ALT-AST ada beberapa enzim lainnya yang
dapat digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan hati seperti enzim Fosfatase Alkali (ALP) dan gama-glutamil transpeptidase (GGT) (Sacher dan McPherson, 2004).
C. Hepatotoksin
Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi :
1. Hepatotoksin teramalkan (tipe A)
Hepatotoksin tipe A merupakan suatu senyawa atau obat yang
mempengaruhi sebagian besar individu yang mana akan memberikan efek
toksik jika ditelan dalam jumlah yang cukup. Jenis hepototoksin ini
(33)
adalah parasetamol (asetaminofen), karbon tetraklorida, salisilat, tetrasiklin
dan metotrexat (Forrest, 2006).
2. Hepatotoksin tak teramalkan (tipe B)
Hepatotoksin tipe B merupakan suatu senyawa atau obat yang jika
diberikan pada orang-orang tertentu akan memberikan efek toksik.
Hepatotoksin jenis ini tidak bergantung pada dosis pemberian. Contoh
senyawa/ obat jenis ini adalah klorpromazin, halotan dan isoniazid (Forrest,
2006).
D. Karbon Tetraklorida
Gambar 2. Struktur Karbon Tetraklorida (pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)
Karbon tetraklorida (Gambar 2) adalah cairan jernih, mudah menguap,
memiliki bau yang khas dan memiliki berat molekul 153,82 (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Ketoksikan karbon tetraklorida lebih
dipelajari secara ekstensif dibandingkan dengan hepatotoksin yang lain.
Ketoksikan karbon tetraklorida bergantung pada aktivasi metabolik CYP2E1. Hati
menjadi target utama efek toksisitas karbon tetraklorida karena mengandung
banyak sitokrom P450. Karbon tetraklorida dengan dosis rendah dapat
menyebabkan perlemakan di hati dan kehancuran sitokrom P450. Kerentanan
ketoksikan sitokrom P450 berada pada daerah sentrilobular dan mid-zona hati. Pada tikus, isozim yang selektif adalah CYP2E1. Kerusakan CYP2E1
(34)
dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia, semakin banyak oksigen maka
kerusakan yang terjadi akan semakin besar. Kerusakan/kehancuran ini disebabkan
oleh radikal trikloroperoxi yang mana lebih reaktif daripada radikal triklorometil
(•CCl3) (Timbrell, 2009).
Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2009)
Dalam prosesnya pada gambar 3, CYP2E1 bersifat reduktif dan
mengkatalis penambahan elektron yang mana akan memungkinkan pembelahan
hemolitik, hilangnya ion klorida dan pembentukan radikal triklorometil (•CCl3).
Radikal triklometil akan mengalami salah satu reaksi. Atom hidrogen dari donor
(berasal dari metilen) akan menjembatani reaksi antara radikal triklorometil
dengan asam lemak tak jenuh atau protein yang mana akan menghasilkan ikatan
kovalen. Radikal kovalen triklorometil ini akan kembali mengikat lemak
mikrosomal dan protein dan akan bereaksi langsung dengan membran fosfolipid
(35)
kloroform yang dikenal sebagai metabolit karbon tetraklorida. Hasil lainnya juga
adalah produksi metabolit radikal yang reaktif (tidak stabil) dengan bantuan O2
mengakibatkan terjadi peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid ini akan
menghasilkan pemecahan lemak tak jenuh dan dari pemecahan lemak tak jenuh
ini akan memberikan senyawa karbonil seperti 4-hydroxynonenal dan hydroxyalkenal lainnya. Dimana senyawa-senyawa ini akan menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-fosfat (Timbrell, 2009).
Satu sampai tiga jam setelah pemejanan karbon tetraklorida,
trigliserida akan menumpuk di hepatosit dan terlihat droplet lemak. Lemak yang
berada di hati akan menghambat sintesis protein yang mengakibatkan produksi
kompleks lipoprotein menurun sehingga pengangkutan lemak keluar dari hati
menjadi terhambat, hal ini akan menyebabkan perlemakan hati (steatosis) (Timbrell, 2009). Kerusakan hati dapat memicu terjadinya cedera membran
hepatosit yang dapat menyebabkan keluarnya isi sel ke dalam aliran darah,
diantaranya adalah enzim ALT-AST. Enzim ALT-AST secara normal berada di
dalam sel namun jika terjadi kerusakan sel hepatosit enzim ini akan keluar dan
masuk ke dalam aliran darah. Pada penyakit hati, kadar serum ALT dan AST akan
naik maupun turun secara bersamaan (Sacher dan McPherson, 2004). Menurut
penelitian Cao, Li, Chen, Cai, Tu (2014) aktivitas serum ALT-AST pada tikus
yang terinduksi karbon tetraklorida akan meningkat 3 – 4 kali dari nilai normal. Hal ini menegaskan bahwa penginduksian karbon tetraklorida dapat
(36)
E. Persea americana Mill.
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae (famili Laurel)
Genus : Persea Mill.
Spesies : Persea americana Mill. (Alpukat)
(USDA, 2014).
2. Sinonim
Persea gratissima Gaertn.f., Persea drymifolia Schlecht. & Cham., Persea nubigena L.O. Williams (Proseanet, 2014).
3. Nama lain
Amerika: avocado; Burma: htaw bat, kyese; Inggris: alligator pear, avocado, avocado-pear, butter fruit; Perancis: avocat, avocatier, zabelbok, zaboka; Filipina: avocado; Jerman: Alligatorbirne, Avocadobirne; Indonesia: adpukat, avokad; Malaysia: apukado, avocado; Spanyol: aguacate, pagua; Thailand: awokado; Vietnam: bo, lê dâù (Yasir, Das, Kharya, 2010).
(37)
4. Morfologi
Pohon alpukat (Persea americana Mill.) berwarna hijau dengan tinggi mencapai 20 m. Mempunyai daun tunggal, tersusun spiral, tepi daun rata;
panjang tangkai daun 1,5 – 5 cm; daun berbentuk eplips hingga lanset, bulat telur hingga bulat telur sungsang, panjang daun 5 - 40 cm dan lebar 3 – 15 cm, permukaan atas daun diselaputi lilin. Perbungaan berupa tongkol majemuk
(malai) yang muncul di ujung cabang; bunga banci tersusun atas 3 daun
mahkota, memiliki bau harum; perhiasan bunga tersusun atas dua lingkaran;
benang sari 9 di dalam 3 lingkaran; kumpulan benang sari di bagian dalam
mengeluarkan 2 nektar dibagian dasarnya; putik terdiri atas satu ruang bakal
buah, tangkai kepala putik ramping dengan kepala putik tunggal (simple
papillate stigma). Buah besar berdaging dan berair, berbiji tunggal, permukaan
buah halus, panjang 7 -20 cm. buah besar dan bulat, dilapisi dua lapisan dan
dua kotiledon besar yang melindungi embrio kecil (Proseanet, 2014).
5. Kandungan kimia
Buah dan daun alpukat (Persea americana Mill.) mengandung beberapa kandungan fitokimia seperti saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, fenol dan
steroid (Arukwe, et al., 2012). Di dalam kulit dan biji alpukat kaya akan katekin, procyanidin dan hydroxycinnamic acid (Rodriquez-Carpena, et al., 2011). Biji alpukat mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti
alkaloid, triterpenoid, tannin, flavonoid dan saponin (Marlinda, Sangi dan
Wuntu, 2012). Kulit alpukat mengandung 5-O-caffeoylquinic acid dan turunan quercetin (Kosinska, et al., 2012).
(38)
6. Khasiat dan kegunaan
Secara tradisional biji Persea americana Mill. digunakan untuk mengobati diare, disentri, sakit gigi, parasit didaerah usus, perawatan kulit dan
kecantikan. Daun Persea americana Mill. dilaporkan memiliki aktivitas anti-inflamasi dan analgesik (Idris, Ndukwe dan Gimba, 2009). Ekstrak daunnya
digunakan untuk antihipertensi dan diuretik. Secara tradisional biji Persea americana Mill. digunakan untuk pengobatan hipertensi (Asaolu, Fisayo, Sunday, Olugbenga, Aluko, Tola, 2010). Menurut penelitian Putri (2013) biji
Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif.
F. Infundasi
Infundasi adalah salah satu metode ekstraksi yang merupakan proses
penarikan suatu kandungan kimia yang dapat larut dalam pelarut cair tertentu
sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak larut. Infundasi dilakukan untuk
menyari kandungan senyawa aktif yang larut dalam air yang diperoleh dari
bahan-bahan nabati pada suhu 90oC selama 15 menit. Hasil proses infundasi disebut
infusa (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986). Setelah itu,
dilakukan penyerkaian kain flannel menggunakan air panas tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
G. Landasan Teori
Kerusakan hati dapat terjadi secara akut maupun kronis. Jenis-jenis
kerusakan hati meliputi steatosis (perlemakan hati), fibrosis dan sirosis, kolestasis dan nekrosis. Kerusakan hati terjadi karena adanya paparan senyawa/bahan kimia
(39)
toksik, obat-obatan dan sebagainya. Senyawa atau obat dalam dosis tinggi yang
dapat merusak hati misalnya adalah karbon tetraklorida dan parasetamol. Karbon
tetraklorida adalah senyawa model hepatotoksin yang dapat menimbulkan
perlemakan hati. Sitokrom P450 2E1 akan mengkatalis karbon tetraklorida
menjadi radikal triklorometil yang akan berikatan dengan asam lemak tak jenuh
dan protein menghasilkan ikatan kovalen yang akan mengakibatkan terjadi
ketoksikan. Selain itu radikal triklorometil (•CCl3) yang di bantu oleh O2 akan
menghasilkan peroksidasi lipid yang mana akan menurunkan produksi lipoprotein
sehingga terjadi akumulasi lemak dalam hati, hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya perlemakan hati (steatosis) (Timbrell, 2009). Gangguan pada hati dapat
menyebabkan permeabilitas sel hepatosit terganggu, jika terjadi cedera pada sel
hepatosit dapat mengakibatkan isi sel akan keluar dan masuk kedalam aliran
darah. Enzim ALT-AST merupakan salah satu diantaranya. Jika terjadi cedera sel,
enzim ALT-AST yang normalnya berada di dalam sel akan keluar dan masuk ke
dalam aliran darah. Kenaikan aktivitas ALT-AST sebanding dengan tingkat
kerusakan hati.
Menurut penelitian Vinha, et al., (2013) biji dan kulit alpukat (Persea americana Mill.) mengandung fenolat, flavonoid, karotenoid, vitamin C, dan vitamin E. Senyawa flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat sebagai antioksidan yang dapat mengurangi pembentukan dan mengikat radikal bebas.
Fenolik dan antioksidan lainnya dapat diperoleh melalui ekstraksi menggunakan
air (Xu, et.al., 2008). Pada penelitian Putri (2013) melaporkan bahwa biji Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif. Pada penelitian ini diharapkan
(40)
kandungan fenolat, flavonoid dan vitamin C dari ekstrak kulit Persea americana Mill. ini dapat menghambat pembentukan radikal triklorometil (•CCl3) sehingga
dapat mengurangi efek toksik karbon tetraklorida.
H. Hipotesis
Pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. dapat menurunkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus jantan galur Wistar terinduksi
(41)
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel- variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian
jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah aktivitas ALT-AST pada
tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan
uji yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan umur
2-3 bulan, frekuensi pemberian infusa kulit Persea americana Mill. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang
sama. Cara pemberian senyawa pada tikus dilakukan secara peroral dan
(42)
b. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi
patologis dari tikus jantan galur Wistar yang digunakan.
3. Definisi operasional
a. Infusa kulit Persea americana Mill. Konsentrasi infusa kulit Persea americana Mill. 100% diperoleh dengan cara menginfundasi 8 gram serbuk kering kulit Persea americana Mill. dalam 100,0 mL air pada suhu 90oC selama 15 menit
b. Efek hepatoprotektif. Didefinisikan sebagai kemampuan infusa kulit Persea americana Mill. pada dosis tertentu untuk menurunkan aktivitas ALT-AST pada serum tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
c. Pemberian jangka panjang. Pemberian infusa kulit Persea americana Mill. dilakukan satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu
pemberian yang sama
d. Dosis efektif. Dosis terkecil dari infusa kulit Persea americana Mill. yang dapat menurunkan aktivitas ALT-AST pada serum tikus jantan galur Wistar
yang terinduksi karbon tetraklorida
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan umur
2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
(43)
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
b. Aquades sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan sediaan uji
infusa kulit Persea americana Mill. yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
c. Aqua bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis
Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
digunakan sebagai blanko pada pengujian aktivitas AST-ALT
d. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil Bertoli® yang diperoleh dari Supermarket Mirota Kampus, Yogyakarta.
e. Pelarut Hepatoksin yang digunakan adalah olive oil Bertoli® f. Reagen ALT
Reagen serum yang digunakan adalah reagen ALT Abbott. Komposisi dan
Konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut.
Tabel I. Komposisi dan Konsentrasi reagen ALT
Komposisi Konsentrasi
R1 : β-NADH 0,16 mg/mL
Lactate dehydrogenase 2,57 U/mL
L-Alanine 392 mmol/L
R2 : α-Ketoglutaric acid 77 mmol/L
(44)
g. Reagen AST
Reagen serum yang digunakan adalah reagen ALT Abbott. Komposisi dan
Konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut.
Tabel II. Komposisi dan Konsentrasi reagen AST
Komposisi Konsentrasi
R1 : β-NADH 0,16 mg/mL
Malate Dehydrogenase 0,64 U/mL Lactate dehydrogenase 0,64 U/mL
L-Aspartate 232 mmol/L
R2 : α-Ketoglutarate 51,3 mmol/L
L-Aspartate 100 mmol/L
D. Alat atau Instrumen Penelitian
Alat-alat pembuat serbuk kering kulit Persea americana Mill. antara lain : oven, mesin penyerbuk, timbangan elektrik. Alat-alat infusa kulit Persea americana Mill. antara lain : panci enamel, heater, termometer, gelas ukur, stopwatch, timbangan elektrik, corong. Alat-alat uji hepatoprotektif anatar lain :
Seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Timbangan elektrik Mettler
Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit per oral dan
syringe 3 cc Terumo®, spuit intraperotonial dan syringe 1 cc Terumo®, pipa
(45)
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi Persea americana Mill.
Determinasi kulit Persea americana Mill. dilakukan dengan cara mencocokan ciri-ciri makroskopis kulit Persea americana Mill. yang berasal dari depot es di Yogyakarta dengan literatur yang diperoleh (Agrilink, 2001).
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang akan digunakan adalah serbuk kulit Persea americana Mill. yang berwarna kuning kecoklatan. Pengumpulan kulit Persea americana Mill. dikumpulkan pada bulan Juni – Juli 2014.
3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill.
Kulit Persea americana Mill. dibersihkan dari sisa-sisa daging buah yang menempel lalu di cuci hingga bersih. Setelah itu kulit di potong/ di robek
kecil-kecil dan diangin-anginkan sehingga kulit tidak nampak terlalu basah
lalu dioven pada suhu 50oC selama 24 jam. Setelah kering, kulit dibuat serbuk
dan diayak dengan ayakan no. 40 agar kandungan fitokimia yang terkandung
dalam kulit Persea americana Mill. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill.
Proses penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill. dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk ditimbang dan dicatat sebagai bobot sebelum dipanaskan. Lalu serbuk kulit Persea americana Mill. dipanaskan selama 15 menit pada suhu 105˚C. Kemudian serbuk ditimbang kembali sebagai bobot sesudah pemanasan. Selisih bobot
(46)
sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan kadar air dari sampel
yang diteliti.
5. Pembuatan infusa kulit Persea americana Mill.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Putri (2013) mengenai Efek
Hepatoprotektif Infusa biji Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida yang mana peneliti
tersebut menggunakan 8 gram serbuk dan 116 mL.
Dalam penelitian ini, infusa kulit Persea americana Mill dibuat dengan mengambil sebanyak 8 g serbuk kulit Persea americana Mill. dimasukkan ke dalam panci enamel lalu dibasahi terlebih dahulu dengan 16 mL aqudest lalu
di tambahkan lagi dengan 100,0 mL aquadest. Campuran ini kemudian
dipanaskan diatas heater pada suhu 90oC selama 15 menit. Waktu 15 menit
terhitung pada saat campuran mencapai suhu 90oC. lalu menyiapkan corong
yang telah diberi kain flannel. Kain flannel sebelum di tuang infusa kulit
Persea americana Mill. terlebih dahulu dijenuhkan dengan aquades panas. Setelah itu hasil infusa disaring, diperas dan ditampung dalam labu ukur 100
mL, jika kurang tambahkan aquades panas melalui kain flannel hingga tanda
batas. Infusa kulit Persea americana Mill. dibuat dengan konsentrasi 8%. 6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dengan konsentrasi 50%
Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% didasarkan pada
penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) yang mana perbandingan volume
karbon tetraklorida dan olive oil (sebagai pelarut) adalah 1 : 1. Volume karbon tetraklorida dan olive oil dibuat sama pada saat akan dicampurkan.
(47)
7. Uji Pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida didasarkan pda
penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) yang menjelaskan bahwa dosis
karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan terjadinya hepatotoksik
adalah 2 mL/kgBB. Dosis ini diketahui mampu merusak sel-sel hepar pada
tikus jantan galur Wistar yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas
ALT-AST tetapi tidak menimbulkan kematian hewan uji. Menurut
penelitian Cao, et.al., (2014) aktivitas serum ALT-AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida akan meningkat 3 – 4 kali dari nilai normal. Penelitian Nurcahyanti (2013) menjelaskan peningkatan ALT-AST
sebesar 3 – 5 kali dari kondisi awal mampu menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada hati tikus.
b. Penetapan dosis infusa kulit Persea americana Mill.
Berdasarkan penelitian Putri (2013) konsentrasi infusa serbuk biji
Persea americana Mill. yang digunakan sebesar 8g/100mL yang mana akan dilanjutkan pada penelitian ini dengan membuat konsentrasi infusa
kulit Persea americana Mill. sebesar 8%.
Peringkat dosis yang digunakan didasarkan pada pengobatan yang
biasa digunakan pada masyarakat, yaitu sekitar ± 2 sendok makan atau
setara dengan 4 gram serbuk kulit Persea americana Mill. yang direbus dengan 250 ml air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4 g/70
(48)
kgBB manusia. Konversi dosis tikus (manusia 70 kg ke tikus 200g) =
0,018.
Dosis untuk 200 g tikus = 0,018 x 4g = 0,72 g/200 g BB = 360 mg/kg BB.
Konsentrasi maksimal infusa kulit Persea americana Mill. yang dibuat adalah 8 g/100 ml, dengan asumsi berat badan maksimal hewan uji adalah
250 g dan volume pemberian maksimal infusa secara p.o = 5 ml.
Berdasarkan perhitungan :
D x 250 g = 8 g/ 100ml x 5 ml
D = 1600 mg/kg BB, dosis ini merupakan dosis tinggi perlakuan. Untuk
mendapatkan dosis tengah perlakuan, terlebih dahulu dihitung faktor
kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi yang sudah diperoleh.
Perhitungan faktor kelipatan sebagai berikut :
n = jumlah peringkat dosis yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 3
peringkat dosis maka n = 3, sehingga perhitungannya sebagai berikut.
= 2,1 (Faktor Kelipatan)
Berdasarkan faktor kelipatan yang diperoleh maka dosis tengah dan dosis
rendah perlakuan ditentukan sebagai berikut :
D = 1600 mg/ kg BB : 2,1 = 761,9 mg/ kg BB (dosis tengah)
(49)
c. Penetapan waktu pencuplikan darah
Pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dan Nurcahyanti
(2013) menjelaskan bahwa waktu optimum kenaikan serum ALT-AST
terjadi pada waktu 24 jam. Pada penelitian ini dilakukan orientasi dengan
3 cuplikan, yaitu jam 0, 24, dan 48 jam setelah pemejanan karbon
tetraklorida. Hal ini dilakukan untuk melihat profil kenaikan serum ALT.
Dalam orientasi menggunakan tiga kelompok perlakuan waktu dan
disetiap kelompok menggunakan lima ekor tikus. Pengambilan darah
dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Lima ekor tikus ini diambil darahnya masing-masing pada jam ke 0, 24, dan 48 jam setelah pemejanan
karbon tetrakorida untuk diukur aktivitas serum ALT.
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam
kelompok perlakuan yang masing-masing perlakuan sejumlah lima ekor tikus.
Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi campuran karbon tetraklorida dan
olive oil (sebagai pelarut) dengan perbandingan 1 : 1 dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok II (Kontrol negatif olive oil) diberi olive oil sebanyak 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok III (Kontrol Infusa) diberi infusa kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kg BB secara per oral selama 6 hari berturut-turut. Kelompok IV (dosis 362,8 mg/kg BB) diberi
infusa kulit Persea americana Mill. secara per oral. Kelompok V (dosis 761,9 mg/kg BB) diberi infusa kulit Persea americana Mill. secara per oral. Kelompok VI (dosis 1600 mg/kg BB) diberi infusa kulit Persea americana
(50)
Mill. secara per oral. Semua perlakuan dilakukan sekali sehari selama enam
hari berturut-turut.
Pada hari ke tujuh kelompok perlakuan IV-VI diberi larutan karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kg BB secara per oral. Dua puluh empat jam paska di
induksi karbon tetraklorida tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis pada mata, dan diukur aktivitas ALT-AST pada serum.
9. Pembuatan serum
Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus dan di tampung
dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama kurang lebih 15 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Kemudian
diambil bagian supernatannya (serum).
10.Pengukuran aktivitas ALT serum pada orientasi
Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT serum adalah
Microlab 200 Merck®. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat di flushing
dengan menggunakan aqua bidestilata selama ± 30 menit.
Analisis fotometri ALT dilakukan dengan cara : 100 µl serum dicampur
dengan 1000 µl reagen I lalu di vortex selama 5 detik, didiamkan selama 2
menit, setelah itu dicampur dengan 250 µl reagen II, kemudian di vortex
selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit. Aktivitas ALT serum
dinyatakan dalam U/L.
Pengukuran aktivitas ALT serum saat orientasi dilakukan di
(51)
Yogyakarta dan pengukuran aktivitas ALT-AST serum saat penelitian
dilakukan di Laboratorium Parahita Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT-AST dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data pada masing-masing kelompok perlakuan. Nilai
normal suatu data ditunjukkan dengan nilai p>0,05.Apabila hasil analisis statistik
Kolmogorov-Smirnov aktivitas ALT-AST menunjukkan distribusi data normal, dilanjutkan dengan analisis One Way Anova dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis ini digunakan untuk melihat homogenitas data. Apabila hasil tersebut
menunjukkan nilai signifikansi (p>0,05), berarti data tersebut homogen.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Perbedaan bermakna (signifikan) dinyatakan dengan
nilai p<0.05 dan tidak bermakna (tidak signifikan) jika nilai p>0.05.
Data aktivitas ALT-AST serum yang diperoleh pada kelompok diketahui
tidak normal maka dilakukan analisis data menggunakan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Perbedaan bermakna (signifikan) dinyatakan dengan nilai p<0.05
dan tidak bermakna (tidak signifikan) jika nilai p>0.05.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
x 100%
(52)
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan dosis
efektif serta ada tidaknya kekerabatan antara dosis pemberian jangka panjang
infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.
A. Penyiapan Bahan
1. Hasil determinasi kulit Persea americana Mill.
Determinasi bahan uji bertujuan untuk memastikan bahwa kulit Persea americana Mill. yang diperoleh telah sesuai dengan literatur yang ada sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan uji.
Determinasi dilakukan secara makrokopis dengan membandingkan buah
Persea americana Mill. yang diperoleh dari depot es di Yogyakarta dengan literatur (Agrilink, 2001). Berdasarkan perbandingan bentuk, warna kulit,
ketebalan kulit, permukaan kulit, ketebalan daging buah dan berat buah, hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa buah Persea americana Mill. yang di peroleh dari depot es adalah benar buah Persea americana Mill.
2. Penetapan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air pada serbuk
kulit Persea americana Mill. yang akan digunakan. Menurut Farmakope Indonesia IV kadar air yang baik pada serbuk kering adalah kurang dari 10%.
(53)
metode susut pengeringan atau gravimetri. Serbuk kulit Persea americana Mill. yang sudah ditimbang dipanaskan pada suhu 105oC selama 15 menit,
yang mana diperkirakan dengan suhu dan waktu seperti ini kadar air di dalam
serbuk akan berkurang. Setelah itu serbuk kembali ditimbang. Selisih bobot
sebelum dan sesudah pemanasan merupakan kadar air serbuk. Berdasarkan
hasil pengujian, kadar air pada serbuk kulit Persea americana Mill. yang digunakan sebesar 7,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk kulit Persea americana Mill. telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
B. Uji Pendahuluan
1. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksik bertujuan untuk mengetahui dosis efektif
karbon tetraklorida yang dapat menimbulkan perlemakan hati (steatosis). Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dosis karbon tetraklorida
yang dapat menyebabkan terjadiya steatosis sebesar 2 mL/kgBB tikus. Dosis ini mampu merusak sel-sel hepar pada tikus jantan galur Wistar yang
ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST namun tidak
menimbulkan kematian hewan uji. Menurut penelitian Cao, et.al., (2014) tikus terinduksi karbon tetraklorida yang mengalami perlemakan hati (steatosis)
aktivitas serum ALT-AST akan meningkat 3 – 4 kali dari nilai normal.
2. Penetapan dosis dan lama pemejanan infusa kulit Persea americana Mill.
Penetapan dosis dan lama pemejanan infusa adalah untuk mengetahui
penggunaan dosis dan lama pemberian infusa kulit Persea americana Mill. yang akan dipejankan ke tikus. Penetapan dosis dan lama pemejanan infusa
(54)
mengacu pada penelitian Putri (2013), yang mana dosis tertinggi sebesar 1600
mg/kgBB, dosis tengah sebesar 761,9 mg/kgBB dan dosis rendah sebesar
362,8 mg/kgBB. Hewan uji akan dipejankan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ketujuh akan diinduksi hepatotoksin
karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 mL/kgBB.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Putri (2013)
yang mana hetatotoksin yang digunakan sama yaitu karbon tetraklorida namun
sediaan infusa yang digunakan berbeda.
3. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk melihat efek
maksimal hepatotoksik dari senyawa karbon tetraklorida. Senyawa model
hepatotoksin ini diinduksikan pada tikus dengan dosis 2 mL/kgBB dengan
selang waktu 0, 24 dan 48 jam. Ketoksikan karbon tetrakorida dapat dilihat
dari kenaikan aktivitas ALT-AST pada serum darah tikus. Hasil penetapan
pencuplikan darah berdasarkan kenaikan ALT dapat dilihat pada tabel III dan
(55)
Tabel III. Purata ± SE aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB pada
waktu pencuplikan darah (n=3)
Selang Waktu (jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)
0 72,3 ± 5,8
24 217,3 ± 2,7
48 90,3 ± 3,8
Keterangan. SE : Strandar Error
Gambar 4. Diagram batang aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB pada
waktu pencuplikan darah
Berdasarkan hasil statistik uji Kolmogorov-Smirvov menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan variansi data homogen sehingga dapat berlanjut
pada pengukuran satu arah (oneway anova). Dari hasil analisis data aktivitas ALT menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang artinya terdapat
(56)
kebermaknaan tiap kelompok waktu pencuplikan darah dilakukan Uji Schffe yang mana hasilnya dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil Uji Schffe aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur Wistar
setelah pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB pada
waktu pencuplikan darah
Selang Waktu (jam) 0 24 48
0 BB BTB
24 BB BB
48 BTB BB
Keterangan. BB : Berbeda Bermakna (p<0,05), BTB : Berbeda Tidak Bermakna (p>0,05)
Kenaikan signifikan aktivitas ALT terjadi pada jam ke 24 seperti yang
terlihat pada tabel III dengan purata kenaikan mencapai 217,3 ± 2,7 U/L. Pada
gambar 4 dan tabel IV terlihat perbedaan yang bermakna yang mana terjadi
kenaikan yang signifikan pada aktivitas ALT pada jam ke 24 sedangkan pada
jam ke 48 terjadi penurunan. Penurunan aktivitas ALT pada jam ke 48
dinyatakan berbeda tidak bermakna jika dibandingkan dengan jam ke 0, ini
artinya pada jam ke 48 fungsi hati mulai kembali normal. Saat orientasi hanya
dilakukan pengukuran enzim ALT karena enzim ini lebih spesifik pada hati
dan dapat dikatakan naik turunnya enzim ALT pada penyakit hati akan
berbanding lurus dengan kenaikan dan penurunan enzim AST.
Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas karbon tetraklorida yang
memberikan efek hepatotoksik terjadi pada jam ke 24 yang ditandai dengan
(57)
penetapan waktu pencuplikan darah dilakukan pada jam ke 24 setelah
diinduksi karbon tetraklorida.
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Infusa Kulit Persea americana Mill.
Efek hepatoprotektif dapat dilihat dengan menggunakan paremater ada
tidaknya penurunan aktivitas ALT-AST serum setelah praperlakuan infusa kulit
Persea americana Mill. yang akan dibandingkan dengan kontrol karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dan kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB. Satuan aktivitas AST serum adalah U/L. Hasil pengukuran purata ± aktivitas
ALT-AST serum dapat dilihat pada tabel V, gambar 4 dan 5.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data ALT-AST serum normal. Berdasarkan uji Oneway, data ALT-AST serum menunjukkan variansi yang tidak homogen dengan uji Levene 0,001 (ALT-serum) dan 0,000(AST-serum) (p<0,05) untuk itu akan dilanjutkan
dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk melihat kerbermaknaan data ALT-AST serum. Dari hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh signifikasi sebesar 0,001 (ALT-serum) dan 0,000 (AST-serum) (p<0,05) untuk itu akan dilanjutkan dengan
(58)
Tabel V. Purata ± SE aktivitas ALT-AST serum tikus galur Wistar dan % hepatoprotektif setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hati ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB.
Kel .
Perlakuan Purata aktivitas ALT ± SE (U/L)
Efek Hepatoprotektif (%)
ALT AST ALT AST
I Kontrol karbon tetraklorida 2 mL/kgBB 246,8 ± 10,2 762,2 ± 43,1 - -
II Kontrol olive oil 2 mL/kgBB
81,6 ± 3,1 127,8 ± 7,3
- -
III Kontrol Infusa kulit Persea americana Mill. 1600 mg/kgBB
120,2 ± 3,1 120,0 ± 5,7
- -
IV Infusa kulit Persea americana Mill. 362,81 mg/kgBB + CCl4 2 mL/kgBB
137,3 ± 17,1
459,4 ± 54,1
66,3 47,7
V Infusa kulit Persea americana Mill. 761,90 mg/kgBB + CCl4 2 mL/kgBB
144,2 ± 7,1 575,2 ± 68.1
62,1 29,5
VI Infusa kulit Persea americana Mill. 1600 mg/kgBB + CCl4 2 mL/kgBB
130,7 ± 17,4
681,1 ± 72,1
(59)
Gambar 5. Diagram batang aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hati ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB
Gambar 6. Diagram batang aktivitas AST pada serum tikus jantan galur Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hati ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB Keterangan Gambar 4 dan 5. Dosis 1 : 362,8 mg/kgBB; Dosis 2 : 761,9 mg/kgBB;
(60)
Tabel VI. Hasil Uji Mann-Whitney aktivitas ALT pada serum tikus jantan galur
Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB
Kontrol CCl4 2
mL/kgBB
Kontrol Olive Oil 2
mL/kgBB Kontrol Infusa kulit Persea americana Mill. 1600 mg/kgBB Infusa kulit Persea americana Mill 362,8 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB Infusa kulit Persea americana Mill 761,9 mg/kgBB +
CCl4 2
mL/kgBB Infusa kulit Persea americana Mill 1600 mg/kgBB +
CCl4 2
mL/kgBB Kontrol karbon tetraklorida 2 mL/kgBB BB BB
BB BB BB
Kontrol Olive Oil 2 mL/kgBB
BB BB BB BB BB
Kontrol Infusa kulit Persea americana Mill.
1600 mg/kgBB
BB BB BTB BB BTB
Infusa kulit Persea americana
Mill 362,8 mg/kgBB + CCl4
2 mL/kgBB
BB BB BTB BTB BTB
Infusa kulit Persea americana
Mill 761,9 mg/kgBB + CCl4
2 mL/kgBB
BB BB BB BTB
BTB
Infusa kulit Persea americana
Mill 1600 mg/kgBB + CCl4
2 mL/kgBB
BB BB BTB BTB BTB
(61)
Tabel VII. Hasil Uji Mann-Whitney aktivitas AST pada serum tikus jantan galur
Wistar setelah praperlakuan infusa kulit Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ketujuh diinduksi karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB
Keterangan. BB : Berbeda Bermakna (p<0,05), BTB : Berbeda Tidak Bermakna (p>0,05) Kontrol
CCl4 2
mL/kgB B Kontrol Olive Oil 2 mL/kgB B Kontrol Infusa kulit Persea americana Mill. 1600 mg/kgBB Infusa kulit Persea americana Mill 362,8 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB
Infusa kulit Persea americana Mill 761,9 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB
Infusa kulit Persea americana Mill 1600 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB Kontrol karbon tetraklorida 2 mL/kgBB BB BB
BB BTB BTB
Kontrol Olive Oil 2 mL/kgBB
BB BTB BB BB BB
Kontrol Infusa kulit Persea
americana Mill. 1600 mg/kgBB
BB BTB BB BB BB
Infusa kulit Persea americana Mill 362,8 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB
BB BB BB BTB BTB
Infusa kulit Persea americana Mill 761,9 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB
BTB BB BB BTB
BTB
Infusa kulit Persea americana Mill 1600 mg/kgBB
+ CCl4 2
mL/kgBB
(62)
1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 mL/kgBB
Kontrol negatif olive oil bertujuan untuk melihat pengaruh olive oil yang digunakan sebagai pelarut hepatotoksin karbon tertaklorida dalam peningkatan
aktivitas ALT-AST serum. Dosis penggunaan olive oil yaitu sebesar 2 mL/kgBB.
Penelitian Nurcahyanti (2013) dan Putri (2013) melaporkan bahwa
penggunaan olive oil dosis 2 mL/kgBB sebagai pelarut hepatotoksin karbon tetraklorida tidak menimbulkan efek hepatotosik pada tikus jantan galur
Wistar. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti juga menggunakan olive oil sebagai pelarut karbon tetraklorida. Aktivitas ALT serum kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB yang diperoleh sebesar 81,6 ± 3,1 U/L sedangkan pada
aktivitas AST serum yang diperoleh sebesar 127,8 ± 7,3 U/L (tabel V).
2. Kontrol hepatotoksin karbon tertraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB
Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida berfungsi untuk melihat
pengaruh pemberian karbon tetraklorida dosis tinggi terhadap kerusakan hati.
Hasil kontrol hepatotoksin akan digunakan untuk melihat pengaruh pemberian
infusa kulit Persea americana Mill.. Pengaruh pemberian hepatotoksin dapat dilihat dengan menggunakan tolak ukur kenaikan ALT-AST serum. Karbon
tetraklorida merupakan senyawa model hepatotoksin yang dapat menimbulkan
kerusakan hati berupa perlemakan lemak (steatosis). Dalam penelitian ini digunakan karbon tertraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB yang disuntikkan
secara intraperotonial pada tikus dan pencuplikan darah di lakukan pada hari berikutnya (jam ke-24). Pemberian secara intraperitoneal dimaksudkan agar
(63)
cairan CCl4 dapat terabsorbsi lansung ke dalam pembuluh darah melalui
cairan intraperitoneal tanpa melalui saluran pencernaan yang mana nantinya
cairan CCl4 akan rusak oleh adanya enzim pencernaan.
Menurut penelitian Cao, et.al., (2014) aktivitas ALT serum pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida akan meningkat kurang lebih 3 kali dari
nilai normal sedangkan pada aktivitas AST serum tikus akan meningkat
kurang lebih hingga 4 kali dari nilai normal dan setelah diuji histologinya
terjadi kerusakan hati ringan berupa perlemakan lemak (steatosis). Penelitian Nurcahyanti (2013) juga menjelaskan peningkatan ALT serum kurang lebih
sebesar 3 kali dari nilai awal (kontrol) sedangkan pada AST serum terjadi
peningkatan kurang lebih hingga 5 kali dari nilai normal yang mana mampu
menyebabkan terjadinya kerusakan hati ringan pada hati tikus yang diinduksi
karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB.
Berdasarkan hasil, aktivitas serum ALT kontrol olive oil yang diperoleh sebesar 81,6 ± 3,1 U/L sedangkan pada serum AST kontrol olive oil yang diperoleh sebesar 127,8 ± 7,3 U/L. Aktivitas serum ALT-AST kontrol
hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB berturut-turut 246,8 ± 10,2 U/L
dan 762,2 ± 43,1 U/L. Pada uji Mann-Whitney pada tabel VI dan tabel VII diketahui terdapat perbedaan yang bermakna antara kontol hepatotoksin
karbon tetraklorida dengan kontrol olive oil.
Pada tabel V dan gambar 5 terjadi kenaikan aktivitas ALT serum
mencapai 3 kali dari nilai kontrol negatif olive oil dosis 2 mL/kgBB sedangkan pada tabel V dan gambar 6 aktivitas AST serum meningkat hingga
(64)
5 kali dari nilai kontrol negatif olive oil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dapat
menyebabkan kerusakan hati ringan ini ditandai dengan adanya peningkatan
aktivitas ALT-AST serum.
3. Kontrol infusa kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB
Kontrol sediaan infusa bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian
infusa kulit Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar tanpa diinduksi hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB. Pada penelitian
ini digunakan infusa kulit Persea americana Mill. dosis tinggi yaitu 1600 mg/kgBB. Dosis tinggi atau dosis III yang digunakan untuk mewakili dosis I
dan dosis II yang mana dosis ini dianggap memiliki kandungan senyawa
dalam infusa yang tinggi sehingga diharapkan memberikan efek
hepatoprotektif secara maksimal dalam menurunkan kenaikan aktivitas
ALT-AST yang disebabkan oleh senyawa hepatotoksin karbon tetraklorida
Pada pembuatan infusa kulit Persea americana Mill. digunakan pelarut aquadest. Menurut penelitian Avista (2014) mengenai Efek hepatoprotektif
Infusa daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida, penggunaan aquadest sebagai pelarut infusa yang digunakan
selama enam hari tidak memberikan efek hepatotoksik.
Aktivitas serum ALT dan AST yang diperoleh dari kontrol infusa kulit
Persea americana Mill. berturut-turut adalah sebesar 120,2 ± 3,1 U/L dan 120,0 ± 5,7 U/L (tabel V). Pada uji Mann-Whitney, aktivitas ALT-AST serum
(1)
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks AST Dosis 2 5 3.80 19.00
Dosis 3 5 7.20 36.00 Total 10
Test Statisticsb
AST Mann-Whitney U 4.000 Wilcoxon W 19.000
Z -1.776
Asymp. Sig. (2-tailed) .076 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095a a. Not corrected for ties.
(2)
Lampiran 11. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa kulit Persea americana Mill. pada kelompok perlakuan
Penetapan peringkat dosis :
Konsentrasi infusa kulit Persea americana Mill. sebesar 8% (Putri, 2013) Bobot tikus yaitu 250 g
Pemberian infusa secara per oral pada tikus yaitu 5 mL
Penentuan dosis rendah infusa kulit Persea americana Mill. di dasarkan pada penggunaan rebusan kulit Persea americana Mill. di masyarakat sebesar 4 g/hari.
Dosis manusia 70 kgBB = 4 g
Konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018
Dosis untuk tikus 200 gBB = 0,018 x 4 g = 0,72 g/200 gBB = 360 mg/kgBB Penetapan dosis tertinggi infusa kulit Persea americana Mill.
D X BB = C X V
dosis x berat badan tikus = konsentrasi infusa x volume pemberian D x 250 g = 8g/100 mL x 5 mL
Dosis = 1600 mg/kgBB
Penetapan dosis tengah di dasarkan pada faktor kelipatan dari kedua dosis, dengan nilai n = 3
Faktor kelipatan =
= 2,1
(3)
Dosis tengah = 1600 mg/kgBB : 2,1 = 761,9 mg/kgBB Dosis rendah = 761,9 mg/kgBB : 2,1 = 362,8 mg/kgBB
Lampiran 12. Perhitungan konversi dosis untuk manusia Konversi tikus 200 g ke manusia 70 kgBB = 56,0
Penetapan Dosis Infusa Kulit Persea americana Mill. :
Dosis manusia = dosis tikus 200 gBB x angka konversi ke manusia 1. Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 362,8 mg/kgBB
362,8 mg/kgBB = 0,3628 g/kgBB
= 0,0003628 g/gBB x 200 gBB = 0,07256 g/200 gBB x 56 = 4,06336 g/70 kgBB = 2,9024 g/50 kgBB
2. Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 761,9 mg/kgBB 761,9 mg/kgBB = 0,7619 g/kgBB
= 0,0007619 g/gBB x 200 gBB = 0,15238 g/200 gBB x 56 = 8,53328 g/70 kgBB = 6,0952 g/50 kgBB
3. Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB 1600 mg/kgBB = 1,6 g/kgBB
= 0,0016 g/gBB x 200 gBB = 0,32 g/200 gBB x 56 = 17,92 g/70 kgBB = 12,8 g/50 kgBB
(4)
Lampiran 13. Perhitungan Efek Hepatoprotektif ALT
Rumus perhitungan efek hepatoprotektif bila olive oil di asumsikan memiliki efek hepatoprotektif sebesar 100 %
x 100%
Berdasarkan rumus tersebut, maka perhitungan efek hepatoprotektif setiap kelompok perlakuan adalah sebagai berikut.
1. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 362,8 mg/kgBB + Induksi Karbon Tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
x 100% = 66,3 %
2. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 761,9 mg/kgBB + Induksi Karbon Tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
x 100% = 62,1 %
3. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB + Induksi Karbon Tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
(5)
Lampiran 14. Perhitungan Efek Hepatoprotektif AST
Rumus perhitungan efek hepatoprotektif bila olive oil di asumsikan memiliki efek hepatoprotektif sebesar 100 %
X 100% Berdasarkan rumus tersebut, maka perhitungan efek hepatoprotektif setiap kelompok perlakuan adalah sebagai berikut.
1. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 362,8 mg/kgBB + Induksi Karbon Tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
x 100% = 47,7 %
2. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 761,9 mg/kgBB + Induksi Karbon Tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
x 100% = 29,5 %
3. Kelompok Perlakuan Infusa Kulit Persea americana Mill. dosis 1600 mg/kgBB + Induksi Karbon Tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Infusa Kulit Persea americana Mill. terhadap ALT-AST Tikus Terinduksi Karbon
Tetraklorida” memiliki nama lengkap Jolinna
Michelia Bitti. Penulis lahir di Jayapura pada tanggal 2 Maret 1993, merupakan anak pertama dari pasangan Obed Bitti dan Elisabeth Arung Pasulu. Penulis mengawali pendidikan di TK Sandhi Putra Jayapura (1998-1999) kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD YPPK Kristus Raja Dok V Jayapura (1999-2005). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 1 Jayapura (2005-2008) kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Jayapura (2008-2011). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011. Semasa kuliah penulis aktif di dalam beberapa kegiatan kepanitiaan dan unit kegiatan fakultas
antara lain sebagai anggota Paduan Suara “Veronika” Fakultas Farmasi Sanata
Dharma. Penulis pernah menjabat sebagai koordinator divisi dana dan usaha serta konsumsi pada pelaksanaan aksi hari kesehatan dan lingkungan hidup (2012), anggota divisi dana dan usaha Pharmacy Performance and Event Cup (2012), volunteer Desa Mitra (2013), among tamu Sarasehan Spiritualitas Ignasian (2013 dan 2014), Bendahara Kampanye Informasi Obat (KIO) (2013). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Farmasi Komunitas (2014). Selain itu, penulis merupakan peserta Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai Hibah oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) tahun 2014.