PENGARUH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP PENGEMBANGAN KECAKAPAN PARTISIPATORIS PEMILIH PEMULA :Studi Deskriptif Pada Siswa SMA Negeri di Kota Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH. ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... ... 6

C. Variabel Penelitian ... 7

D. Definisi Operasional ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Signifikasi dan Manfaat Penelitian ... 12

G. Kerangka Konseptual ... 13

H. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 22


(2)

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 35

A. Tinjauan Tentang Konsep Pendidikan Kewarganegaraan ... 35

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan ... 35

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 40

3. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ... 41

4. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan... 47

B. Tinjauan tentang Kecakapan Partisipatoris ... 59

C. Hakikat Pemilih Pemula ... 61

1. Karakteristik Pemilih Pemula ... 61

2. Perilaku Pemilih Pemula ... 63

D. Hakikat Pembelajaran ... 70

1. Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 70

2. Pendekatan Pembelajaran... 71

3. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan... 75

E. Pemilihan Umum ... 79

F. Hasil Penelitian yang Relevan... 89

BAB III METODE PENELTTIAN ... 91

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 91

B. Prosedur Penelitian ... 92

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 92

D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 96


(3)

1. Instrumen Pengumpulan Data ... 105

2. Hasil Pengujian Validitas dan realibilitas ... 108

F. Teknik Analisis ... 114

1. Persyaratan Penggunaan Statistik Parametrik ... 114

2. Analisis Korelasi ... 116

3. Analisis Regresi Linier Ganda ... 117

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 121

A. Hasil Penelitian ... 121

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 121

2. Deskripsi Hasil Penelitian... 126

3. Uji Hipotesis... 139

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 147

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap Pengembangan Pengetahuan dan Watak Kewarganegaran Pemilih Pemula ... 149

2. Pengetahuan dan Watak kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap Kecakapan partisipatoris Pemilih Pemula ... 157

3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan Berpengaruh Signifikan terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula... 162


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... ... 173

A. Kesimpulan Umum... 173

B. Kesimpulan Khusus ... 175

C. Rekomendasi ... 177

DAFTAR PUSTAKA ... 179

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...183


(5)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1. Variabel dan Indikator Penelitian... 10

1.2. Sampel Penelitian ... 25

1.3. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 30

2.1. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Konstruktivis ... 72

3.1. Cluster SMA Negeri di Kota Bandung ... 93

3.2. Perhitungan Sampel ... 94

3.3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 98

3.4. Kisi-Kisi Instrumen ... 100

3.5. Uji Multikolinieritas ... 119

4.1. Rata-Rata Skor Pengetahuan Kewarganegaraan... 132

4.2. Pengujian Anova ... 140

4.3. Uji Signifikasi Koefisien Regresi ... 141

4.4. Tabel Koefisien ... 143

4.5. Model Summary... 144

4.6. Korelasi... 145


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1.1. Koneksitas variabel Penelitian ... 7

1.2. Proses Penelitian ... 34

3.1. Proses Penelitian ... 92

3.2. Koneksitas Variabel Penelitian ... 98

3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 120

4.1. Persepsi Siswa tentang Materi Pembelajaran PKn……….. 126

4.2. Persepsi Siswa tentang Metode Pembelajaran PKn………. 128

4.3. Persepsi Siswa tentang Media Pembelajaran PKn ……… 129

4.4. Persepsi Siswa tentang Sumber Pembelajaran PKn……….. 130

4.5. Persepsi Siswa tentang Evaluasi Pembelajaran……… 131

4.6. Pengetahuan Kewarganegaraan……… 133

4.7. Disposisi Kewarganegaraan………. 134

4.8. Interacting………. 135

4.9. Monitoring……… 137

4.10. Influenting……… 138

4.11. Pengaruh PKn terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula………. 147


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman 1. Surat Izin Penelitian ... 183 2. Hasil Uji coba ... 193 3. Uji Daya beda dan daya sukar... 201 4. Hasil Pengolahan Data ... 20 5 5. Angket ... 229 6. Hasil Wawancara ... 241


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pemilih pemula merupakan sasaran utama dari partai-partai politik yang mengikuti pemilu di Indonesia karena jumlahnya setengah jumlah keseluruhan pemilih serta orientasi politiknya belum ajeg, sehingga mudah dipengaruhi. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemilih pemula memerlukan kecakapan partisipatoris politik yang memadai, karena apabila pemilih pemula tidak mempunyai kecakapan partisipatoris politik yang memadai maka menyebabkan rendahnya kualitas politik pemilih pemula, yang akan berdampak pada rendahnya kualitas pemilu. Padahal warga negara dan masyarakat yang demokratis harus memfokuskan pada pendidikan dan pembekalan akan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah (Winatapura dan Budimansyah, 2007:190).

Senada dengan pernyataan tersebut Khairon (1999:14) mengungkapkan sebagai berikut :

Di alam demokrasi sekarang ini warga negara tidak cukup mempunyai bangunan pengetahuan politik atau aspek-aspek politik, tetapi juga membutuhkan penguasaan terhadap kecakapan-kecakapan intelektual atau berpikir kritis, yakni : a) Kemampuan mendengar; b) Kemampuan mengidentifikasi dan mendeskripsikan persoalan; c) Kemampuan menganalisis; dan d) Kemampuan untuk melakukan suatu evaluasi isu-isu publik; Kecakapan Partisipatoris mencakup : a) Keahlian berinteraksi (interacting); b) Keahlian memantau (monitoring) isu publik, c Keahlian mempengaruhi kebijakan publik.


(9)

Pernyataan tersebut mengindikasikan perlu adanya penguasaan terhadap kecakapan partisipatoris politik warga negara agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan kenegaraannya yang tidak hanya terbatas dalam proses pemberian suara. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Pemilu 2009 diperkirakan sekitar 100 juta pemilih adalah pemilih yang berusia 20-40 tahun. Keberadaan pemilih pemula sering dikaitkan dengan keberhasilan suatu partai dimana jika suatu partai berhasil meraih simpati pemilih pemula, maka partai politiknya akan mendapatkan suara yang tinggi dalam pemilihan. Namun, sayangnya pemilih pemula di Indonesia belum berpartisipasi secara cerdas karena

menurut data yang disajikan oleh :

//www.inn-world.net/berita_detail.php?id=1659, hasil survei terhadap 2.500 responden di lima kota besar menunjukkan pemilih pemula, baik yang pernah pemilih pada Pemilu 1999 maupun yang pertama kali memilih pada Pemilu 2004, cenderung memilih partai-partai politik lama peserta Pemilu 1999 yang meraih kursi di parlemen dan memiliki nama cukup terkenal. Partai-partai kecil lama ataupun baru tidak banyak menarik minat dan tidak disebut-sebut responden. Alasan tidak menyebut atau memilih partai politik kecil, karena mereka cenderung merasa rendah diri jika memilih partai politik kecil. Dari hasil survei itu dapat ditarik benang merah bahwa pada Pemilu 2004 faktor dominan pilihan kelompok pemula terhadap parpol masih atas dasar ketokohan dan sentimen primordial. Tampak masih belum menjadi proses politik yang didasari oleh sebuah kesadaran yang rasional , sehingga pemilu hanya menghasilkan perputaran elite-elite politik yang tetap. Elite hanya berputar pada power circle yang ada di partai politik. Bahkan


(10)

yang paling memprihatinkan ialah sebagian besar pemilih pemula tidak menggunakan hak pilihnya, hal inilah dikhawatirkan terjadi pada Pemilu 2009 dikarenakan sosialisasi kepada pemilih pemula belum maksimal (DIPA BPNP, 2009:3). Situasi yang terjadi pada pemilih pemula tersebut apabila dibiarkan tentunya akan menghambat proses peningkatan kualitas demokrasi yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia, karena bagaimanapun juga demokrasi memerlukan pemilih yang cerdas untuk berpartisipasi. Seperti yang dikemukakan oleh Huntington (1982 : 56) bahwa model demokrasi terbaik meliputi tiga tahap substansial, yakni tahap pertama perumusan dan pengembangan identitas nasional, tahap kedua pengembangan pranata atau kelembagaan politik yang efektif, dan tahap ketiga adalah partisipasi politik. Pemilih pemula harus didorong untuk dapat memposisikan dirinya sebagai pemilih yang memiliki kecakapan partisipatoris, karena bagaimanapun juga mereka merupakan generasi penerus bangsa yang akhirnya dapat menumbuhkan suatu budaya politik karena sikap politiknya. Seperti yang diungkapkan oleh Mannheim (dalam Seymour, 2007 : 174) : “Pengalaman khusus dalam usia yang khusus menciptakan pemahaman politik yang sangat menentukan di dalam melihat pengalaman-pengalaman politik

di masa yang akan datang “. Dalam hal ini dibutuhkan pendidikan politik dalam

rangka menyiptakan kecakapan partisipatoris pada pemilih pemula sehingga partisipasi yang mereka lakukan merupakan partisipasi aktif.

Dengan adanya pemilih pemula yang cakap, maka dapat mengubah kebiasaan partai politik, misalnya menolak mobilisasi massa yang selama ini masih menjadi kebiasaan parpol dalam berkampanye untuk menjaring massa,


(11)

pemberian uang dengan imbalan terlibat dalam politik, karena mereka memiliki hak pilih dan diikutsertakan sebagai pemilih. Dapat dikatakan bahwa pemilih pemula dapat memberikan pendidikan politik bagi parpol. Hal ini sejalan dengan pendapat Mansbridge dalam Participation and Democratic Theory

(CICED,2002:147) dikatakan bahwa “..the major function of participation in theory of participatory democracy is…an educative one, educative in a very

widest sense”., yakni bahwa fungsi utama dari partisipasi dalam pandangan teori

demokrasi partisipatif adalah bersifat edukatif dalam arti yang sangat luas. Hal itu dinilai sangat penting karena dalam partisipasi demokrasi akan mampu mengembangkan kepribadian yang demokratis. Untuk mendukung partisipasi pemilih pemula maka diperlukan suatu pembekalan kecakapan partispatoris yang dapat dilakukan, baik dari jalur formal maupun informal. Dari jalur informal dapat dilakukan oleh partai politik, organisasi kepemudaan, serta media massa. Dari jalur formal ialah melalui pendidikan di persekolahan terutama melalui Pendidikan Kewarganegaraan, karena didalam pendidikan kewarganegaraan memiliki fungsi formal sebagai pendidikan umum (general education) dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 Tahun 2003, serta pijakan utama konsep-konsep ilmu politik dengan salah satu dimensinya adalah

“political education” . Hal ini sejalan dengan pendapat Coleman (1965 : 21), bahwa “…civic education positive correlation between education and political cognition and participation”. Civic education mempunyai korelasi positif antara pendidikan dan kesadaran politik juga partisipasi warga negara.


(12)

Selain itu. pendidikan kewarganegaraan memiliki muatan civic knowledge

(pengetahuan kewarganegaraan) , civic skills (keterampilan kewarganegaraan),

dan civic dispositions (watak kewarganegaraan). Seorang warga negara yang ideal

dan demokratis seyogyanya tampil sebagai “Informed and Reasoned Decision

Maker” atau pengambil keputusan yang cerdas dan bernalar. Untuk itu diperlukan

knowledge atau pengetahuan dan wawasan serta beliefs atau kepercayaan berupa

kebajikan warga negara. Saling penetrasi antara ketiga kluster kemampuan tersebut akan menghasilkan tumbuhnya individu warga negara yang berkemampuan, berkeyakinan diri, dan kesediaan mengabdikan diri. Hal inilah yang diperlukan oleh pemilih pemula. Partisipasi hendaknya jangan terbatas pada pemberian suara, namun juga harus kritis menyuarakan aspirasi dan

tanggap terhadap perkembangan politik yang ada (Branson, 1998: 10).

Kecakapan partisipatoris selain ditumbuhkan melalui esensi dari materi Pendidikan Kewarganegaraan juga ditumbuhkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan. Seperti metode yang digunakan guru, dimana kecakapan partisipatoris dapat tertanam dari diri siswa apabila siswa memperoleh kesempatan untuk aktif dalam proses belajar mengajar, dapat mengemukakan pendapat secara kritis dan menghargai pendapat orang lain. Bukan metode yang bersifat textbook atau one way methode dimana guru sebagai sumber belajar. Kelas sebagai laboratorium demokrasi merupakan bentuk mini dari demokrasi di lingkungan bernegara dapat dilaksanakan di kelas, dengan menghilangkan sifat indoktrinasi; Pendekatan pembelajaran yang sesuai ialah yang berorientasi pada berpikir kritis, pemecahan masalah


(13)

Oleh karena pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam menumbuhkan kecakapan partisipatoris pemilih pemula dan adanya pelaksanaan Pemilu 2009, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul tesis “Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula” (Studi deskriptif Pada Siswa SMA Negeri di Bandung).

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka peneliti merumuskan rumusan masalah sebagai berikut, “Mengapa Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula?”. Agar rumusan tersebut lebih terperinci, maka diperolehlah pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan pengetahuan dan watak kewarganegaraan pemilih pemula? 2. Bagaimana pengaruh pengetahuan dan watak kewarganegaraan terhadap

pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula?

3. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula melalui penanaman pengetahuan dan watak kewarganegaraan?


(14)

C. Variabel Penelitian

Titik fokus dari penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu :

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1), yang terdiri dari : Materi, Metode, Media, Sumber dan Evaluasi Pembelajaran PKn

2. Pengetahuan dan Watak Kewaganegaraan (X2), yang terdiri dari civic

knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) dan civic dispositions (watak

kewarganegaraan)

3. Kecakapan partisipatoris (Y), yang terdiri atas interacting ( interaksi),

monitoring (pengawasan) serta influenting (mempengaruhi). Ketiga kecakapan

partisipatoris yang digunakan ialah kecakapan partisipatoris pemilih pemula dalam pemilu sebagai dampak langsung dari pembelajaran PKn maupun dampak tidak langsung yaitu Pembelajaran PKn melalui pengembangan pengetahuan dan watak kewarganegaraan.

Koneksitas dari ketiga variabel penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1 Koneksitas Variabel Penelitian X1

Pembelajaran PKn

X2

Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan

Y Kecakapan Partisipatoris


(15)

D. Definisi Operasional

Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan lapangan studi yang berbeda. Oleh sebab itu, untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga tidak mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi operasional atas variabel sebagai berikut :

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan :

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ideal merujuk pada pendapat David Kerr (1995 : 5-7) Pendidikan Kewarganegaraan yang bersifat maksimal yang ditandai oleh thick, exclusive, activist, citizenship education, participative, process led, values based, interactive interpretation, more difficult

to achieve and measure in practice. Maksudnya adalah didefinisikan secara luas,

mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombiasi pendekatan formal dan informal, diberi label “citezenship education”, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif didalam maupun diluar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.

Potensi atau kecakapan yang dimiliki warga negara harus melalui pola pendidikan agar tersampaikan dalam bentuk partisipasi warga negara terutama pada generasi muda sebagai penerus bangsa. Untuk berpartisipasi itulah, maka warga negara membutuhkan seperangkat kecakapan, yaitu kecakapan partisipatoris yang didapat dari Pendidikan Kewarganegaraan , karena muatan Pendidikan Kewarganegaraan yang demokratis mencakup “…the knowledge,


(16)

bagi individu, sekolah dan masyarakat secara luas yang merupakan parameter hasil pendidikan.

2. Kecakapan Partisipatoris

Seperangkat kemampuan yang berhubungan dengan keterlibatan dan peran serta seseorang. Menyangkut hal interacting, monitoring, dan influenting seperti : berperan serta aktif, berpikir kritis, dan tanggap terhadap keadaan. Berhubungan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan, baik proses formal maupun informal dalam masyarakat. Dalam hal ini kecakapan partisipatoris pemilih pemula yang berkaitan dalam Pemilihan Umum.

3. Pemilih Pemula

Pemilih Pemula adalah pemilih atau mereka yang berusia 17 (tujuh belas tahun) atau sudah pernah menikah bertepatan pada pelaksanaan pemilu. Diluar pensiunan TNI dan Polri yang pertama kali mengikuti pemilu.


(17)

Tabel 1.1

Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel Indikator

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)

1. Materi Pembelajaran PKn 2. Metode Pembelajaran PKn 3. Media Pembelajaran PKn 4. Sumber Pembelajaran PKn 5. Evaluasi Pembelajaran PKn Pengetahuan dan Watak

Kewarganegaraan (X2)

1. Civic knowledge

• Pemilu dalam negara demokrasi

• Peran warganegara dalam pemilu

• Kewajiban warganegara dalam pemilu

2. Civic dispositions

• Menjadi voters dalam pemilu • Memenuhi tanggungjawab

personal kewarganegaraan di dalam pemilu

• Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu

• Berpartisipasi dalam urusan-urusan pemilu secara efektif dan bijaksana

• Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat Kecakapan Partisipatoris (Y) 1. Interacting (interaksi) dalam

pemilu) :

a. Mengkomunikasikan pemilu b. Bekerjasama menyukseskan

pemilu

c. Tanngap informasi akan pemilu

d. Posisinya dalam sebuah konflik

2. Monitoring (pengawasan) dalam

pemilu


(18)

b. Memantau isu pemilu c. Menganalisis peserta pemilu

3. Influenting (mempengaruhi)

dalam pemilu

a. Memberikan suara

b. Menyuarakan pendapat dalam pemilu

E. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan melakukan kajian tentang peran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan kecakapan partispatoris pemilih pemula dalam menyongsong Pemilu 2009. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran kewarganegaraan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengerahuan dan watak kewarganegaraan

3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula melalui penanaman pengetahuan dan watak kewarganegaraan.


(19)

F. Signifikasi dan Manfaat Penelitian

Penelitian akan lebih bermakna apabila memberikan manfaat, baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat. Dalam segi keilmuan diharapkan penelitian ini nantinya akan dapat :

1. Memberikan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran PKn terhadap pengembangan kecakapan partispatoris pemilih pemula.

2. Menambah ilmu pendidikan khususnya dalam mata pelajaran PKn khususnya mengenai kontribusi pembelajaran Pkn terhadap pengembangan kecakapan partispatoris pemilih pemula (baik kelebihan ataupun kekurangannya).

3. Menemukan konsep-konsep baru sebagai bahan masukan dalam pembuatan/perumusan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih signifikan terhadap tujuan pendidikan nasional.

Secara praktis, Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada : 1. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) : hasil penelitian ini dapat

dijadikan bahan pertimbangan kepada BSNP sebagai pembuat kurikulum untuk melengkapi kekurangan yang terdapat dalam kurikulum PKn terutama yang berkaitan dengan pengembangan kecakapan partisipatoris. Agar kelak dapat menghasilkan materi PKn yang tepat sasaran dalam mengembangkan kemampuan siswa.

2. Guru : memberikan bahan masukan pada guru PKn dalam menyusun rencana pembelajaran dan metode pembelajaran PKn agar proses dan hasil


(20)

pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan. Siswa sebagai pemilih pemula dapat memiliki kecakapan partisipatoris.

3. Kepala Sekolah : dapat memberikan fasilitas yang menunjang kepada guru dan siswa agar dapat melaksanakan pembelajaran PKn dengan baik, sehingga siswa dapat mewujudkan hasil pembelajaran PKn khususnya yang mendukung kecakapan partisipatoris lingkungannya terutama di lingkungan sekolah.

4. Pemerintah : sebagai pembuat kebijakan di tingkat pusat, maka penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dibidang pendidikan.

G. Kerangka Konseptual

Proses peningkatan kualitas demokrasi di negara kita sedang dilaksanakan secara berkesinambungan. Dimulai dari aspek kehidupan bernegara dimana pemilihan pejabat negara dari tingkat pusat hingga tingkat daerah dilakukan langsung oleh rakyat Indonesia. Kondisi ini memerlukan iklim yang mendukung yang salah satunya ialah partisipasi warga negara. Tanpa partisipasi dari warga negara maka kehidupan yang demokratis hanya utopis belaka yang tak akan pernah terwujud dalam realitas yang sesungguhnya. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa demokrasi bukanlah suatu tujuan namun alat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu menciptakan masyarakat madani (civil society ) di Indonesia.

Partisipasi merupakan elemen yang sangat penting dalam demokrasi karena warga negara yang arif adalah mereka yang memiliki kesadaran tentang


(21)

hak dan kewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam politik, taat dan setia pada kebijakan yang ada (Almond&Verba, 1986). Begitu pula siswa yang telah memiliki hak pilih atau yang disebut pemilih pemula. Harus melaksanakan hak dan kewajiban yang melekat padanya. Voting merupakan alat yang penting dalam rangka mempengaruhi kebijakan tetapi ia bukanlah merupakan satu-satunya cara. Warga negara perlu menggunakan cara-cara lain, seperti yang dikemukakan oleh Branson (1998:10) : “Voting certainly is an important means of exerting influence; but it is not the only means. Citizens also need to learn to use such means as petitioning, speaking or testifying before public bodies, joining as-hoc

advocay groups, and forming coalitions”. Selain voting cara lain dapat

dipergunakan warga negara untuk mempengaruhi jalannya kehidupan politik sebagaimana dikemukakan Branson adalah mengajukan petisi, berpidato atau menunjukkan kebolehan di depan anggota-anggota badan publik, bergabung dengan kelompok-kelompok advokasi dan membentuk koalisi-koalisi. Sebagaimana halnya kecakapan-kecakapan interaksi dan memonitor, kecakapan mempengaruhi dapat dikembangkan secara sistematik. Jika menghendaki warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan politik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah jam terbang mereka dalam kecakapan-kecakapan partisipatoris tersebut.

Kecakapan partisipatoris dapat dikategorikan melalui proses interacting,

monitoring, and influencing. Interaksi (interacting berkaitan dengan kecakapan –

kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain. Berinteraksi adalah menjadi tanggap terhadap warga megara lain terutama


(22)

dalam proses pemilu. Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor sistem politik dan pemerintahan mengisyaratkan pada kemampuan warganegara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog

warga negara (Budimansyah dan Winataputra, 2007:190).

Pemupukan kecakapan partisipatoris yang jelas-jelas dapat diperoleh siswa sebagai pemilih pemula ialah melalui pendidikan seperti yang dikemukakan oleh John Kennedy (dalam Surbakti : 1992:56) : Ada pepatah lama bahwa perjalanan peradaban adalah suatu perlombaan antara malapetaka dan pendidikan. Dalam demokrasi yang kita miliki ini, kita harus meyakinkan bahwa pendidikan memenangkan perlombaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan yang bermuatan esensi demokrasi yaitu pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan yang memiliki core political education.

Sosialisasi politik yang diperoleh siswa pada dasanya bukan hanya berasal dari parpol ataupun media massa namun juga di kelas. Oleh karena itu di dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebaiknya guru :

1. Knowledge : banyak guru tidak memiliki latar belakang akademik yang

diperlukan untuk membantu para siswanya mengembangkan suatu pemahaman yang akurat dan seimbang tentang kehidupan benegara, politik dan pemerintahan.

2. Skill : pengajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja


(23)

persoalan-persoalan, mengmbangkan usulan pemecahan masalah-masalah kebijakan publik dan keterampilan politik praktis

3. Attitudes : menghindari sikap sinisme pada pemerintahan.

(Cogan, 2002:150)

Menurut Djahiri (2002 : 93), guru dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus berperan sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa (keseluruhan potensi siswa atau potensi fisik, kognitif, afektif dan psikomotornya melalui bahan ajar, sumber, media dan lingkungan ajar bahkan melalui kegiatan evaluasinya. Proses ini akan berjalan mulus apabila semua komponen pengajaran (buku, bahan ajar, media, sumber dan pola evaluasi) serta suasana belajar

(learning climate) sesuai dengan kemampuan siswa, sarat dengan kebermaknaan

(berguna manfaat), demokratis serta mengundang dan mendorong mereka terlibat. Melalui pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan di persekolahan maka siswa sebagai pemilih pemula dapat belajar dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengumpulkan informasi, bertukar pikiran. Mereka pun belajar menyimak dengan penuh perhatian, mengelola konflik dan konsensus. Murid yang lebih senior mengembangkan kecakapan memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik. Menghadiri pertemuan Organisasi Intra Sekolah (OSIS ), juga dengar pendapat anggota legislatif (Budimansyah&Winataputra, 2007:190).

Menurut Yahnu Wiguno Sanyoto (dalam http://pemilihmuda. blogdetik. com/index.php/archives/9#more-9), civic education atau pendidikan kewarganegaraan memiliki beberapa fungsi dalam pemilu, yaitu : pertama civic


(24)

education berkontribusi untuk memberikan informasi dan wawasan tentang berbagai hal menyangkut cara-cara penyelesaian masalah. Artinya, kita semua yang lebih memahami masalah politik/pemerintahan satu tingkat di atas pemula memiliki kewajiban melakukan pencerdasan dan penguatan civic education. Kedua, civic education juga dapat dikatakan sebagai sebuah proses karena dalam jangka panjang bertujuan untuk mempersiapkan partisipasi rakyat sekaligus mengubah kepercayaan dan budaya politik yang cenderung tradisional (parochial) mengarah pada budaya politik yang subyek partisipan. Atau dengan kata lain civic education harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan peran pemilih pemula dalam lingkungan masyarakat yang demokratis serta menghasilkan generasi-generasi muda yang aktif, mandiri, terbuka, jujur dan cerdas (berdaya nalar tinggi). Proses pendidikan dalam civic education pun harus disampaikan bukan hanya pada aspek intelektual semata, tetapi juga pada aspek emosional, aspek spiritual, dan ditambah aspek sosial guna memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai dalam menganalisis dan memecahkan masalah social di sekitarnya, termasuk masalah politik/pemerintahan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan keseharian mereka.

Tanpa adanya civic education yang kontinyu mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan (sekolah), kelompok bermain, pekerjaan/profesi atau bahkan media massa maka rakyat khususnya pemilih pemula hanya akan dijadikan komoditas politik, ditipu oleh politisi, indoktrinasi politik, terjebak dalam simbol-simbol politik tanpa mengetahui maknanya dan masih banyak implikasi lainnya dari lemahnya proses civic education. Bagi pemilih pemula,


(25)

institusi yang secara langsung berkewajiban melaksanakan civic education adalah sekolah dari tingkat terendah sampai tingkat tinggi (termasuk Politeknik, Akademi, Institut, Sekolah Tinggi, Perguruan Tinggi). Hal ini dikarenakan sekolah memegang peranan yang sangat strategis dalam membentuk sikap-sikap warga negaranya terutama kaum muda agar memiliki etika politik/pemerintahan yang mapan. Sekolah pulalah yang menanamkan nilai-nilai yang terkait dengan masalah hak dan kewajiban seorang individu yang memiliki sifat sebagai makhluk individu dan makhluk berpolitik (zoon politicon), serta integritas politik yang tinggi terhadap bangsa dan negara sebagai sebuah perjalanan menuju masa konsolidasi demokrasi sekaligus penguatan civic society sekalipun kecenderungan yang terlihat saat ini adalah proses liberalisasi politik

Proses sosialisasi politik pada pemilih pemula memang harus dilaksanakan secara netral dan kontinu karena sosialisasi politik yang dijalani anak-anak dan remaja lebih dipengaruhi keluarga, berbeda dengan orang dewasa yang lebih terpengaruh oleh media massa. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang lebih tepat sasaran agar pemilih pemula tidak bersifat primodial sehingga disinilah peran pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan yang menyiapkan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggungjawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar dalam proses penyiapan warga negara tersebut.

Di Indonesia mata pelajaran PKn telah ada sejak tahun 1962 dengan nama


(26)

disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi dan politik serta pidato-pidato presiden. Pada tahun 1968 disebut pendidikan Kewargaan negara yang berisikan sejarah dan konstitusi Indonesia. Pada kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Dengan dikeluarkannya UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mewajibkan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan disetiap jenjang pendidikan. PPKn berisikan konsep nilai yang berasal dari intisari Pancasila. Kemudian dengan adanya Kurikulum 2004 maka konsep PPKn dirubah menjadi PKn atau Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang fungsional bagi kehidupan bermasyarakat, berpolitik, dan berpemerintahan, berbangsa dan bernegara, serta bagi kehidupan antarbangsa. Dalam pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, secara imperatif digariskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Karena itu pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjadikan manusia sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab secara filosofis, sosio-politis dan psikopedagogis merupakan


(27)

peranan dari pendidikan kewarganegaraan. Secara filosofis, demokrasi sebagai ide, norma, prinsip ; secara sosiologis sebagai sistem sosial; dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap. Dan prilaku individu dalam hidup bermasyarakat. Seperti yang tercantum pada Penjelasan Pasal 17 ayat (1) yang berbunyi : “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter. Semua itu menuntut adanya penghayatan kita terhadap Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu keilmuan, instrumentasi, pendidikan yang utuh dimana memuat nilai-nilai dan cita-cita bangsa. Pada kelanjutannya dapat menumbuhkan civic intellegence, civic participation serta civic responsibilities.

PKn bertujuan agar siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi tertentu yang berdasarkan (Branson dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007:19) : civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui warga negara, civic skills

(kecakapan kewarganegaraan) adalah kecakapan intelektual dan partisipatoris warganegara yang relevan, dan civic dispositions (watak kewarganegaraan) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi penananaman dan pengembangan nilai-nilai demokrasi. PKn seperti ini berbeda dengan PKn sebelumnya yang lebih menekankan pada teoritis. Bahan ajar PKn semakin hari semakin mengadaptasikan terhadap perkembangan kehidupan negara dan masyarakat juga menerapkan nilai-nilai Pancasila sebagai identitas bernegara sehingga siswa dapat berpartisispasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan


(28)

bernegara tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya Indonesia. Pendidikan yang baik memungkinkan warganegara mengerti, menghargai kesempatan dan tanggungjawabnya sebagai warganegara yang dmokratis. Pendidikan yang bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan dan praktik demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negara yang berpendirian teguh, mandiri, memiliki sikap selalui ingin tahu dan berpandangan jauh ke depan.

Menurut Djahiri (1985 : 6) ; Proses interaksi antara berbagai potensi diri siswa untuk pembinaan, pengembangan dan penyempurnaan potensinya tersebut. Potensi siswa dengan guru, siswa lain, lingkungan, berbagai konsep dan fakta. Berbagai stimulus berencana (condition stimulus) dengan berbagai respon terarah

(condition respond) ke arah melahirkan berbagai perubahan yang diharapkan

(condition consequencies). National Assesment of Educational Process (NAEP)

(dalam Dasim & Winataputra, 2007 :189) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan tersebut, yaitu : identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking, and defending positions on public issues.

Pendidikan kewarganegaraan yang bermutu memberdayakan siswa agar dapat mengidentifikasi, menjelaskan dan menganalisis, evaluasi, memberikan, menentukan posisi pada isu-isu publik. Oleh karena itu, isu-isu kontroversial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus dimasukkan ke dalam bahan ajar sesuai dengan jenjang pendidikannya. Siswa dapat mengetahui isu kontroversial di dalam negaranya yang menumbuhkan sikap kepekaan dan kritis.

Sebagaimana misi pendidikan mengenai demokrasi menururt (Budimansyah&Winataputra, 2007:219) : (1) Memfasilitasi warganegara untuk


(29)

mendapatkan berbagai akses dan menggunakan secara cerdas sebagai sumber informasi sehingga memiliki wawasan yang luas dan memadai. (2) Memfasilitasi warganegara untuk dapat melakukan kajian konseptual dan operasional secara cermat dan bertanggungjawab terhadap berbagai cita-cita, instrumentasi, dan praksis demokrasi guna mendapatkan keyakinan dalam mengambil keputusan individual atau kelompok dalam kehidupan sehari-hari dan berargumentasi atas keputusannya itu. (3) Memfasilitasi warga negara untuk memperoleh dan memanfaatkan kesempatan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam praksis kehidupan demokrasi di lingkungannya.

H. Asumsi Penelitian dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian merupakan teori, evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri yang merupakan sesuatu yang dianggap benar dan tidak perlu dipersoalkan lagi atau dibuktikan lagi kebenarannya (Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 2007:52).

Di dalam penelitian ini, asumsi penelitian yang dijadikan titik tolak pemikiran adalah :

a. Pemilih pemula merupakan sosok pemilih yang sangat potensial dalam pemilihan umum karena jumlahnya yang sangat banyak dan mudah diberikan doktrin politik.

b. Pemilih pemula harus memiliki kecakapan partisipatoris, bukan hanya sekedar partisipasi karena mereka generasi penerus bangsa.


(30)

c. Pendidikan Kewrganegaraan memiliki kontribusi yang sangat penting bagi pemilih pemula, selain memberikan pengetahuan juga pemilih pemula dapat ditanamkan kecakapan partisipatorisnya karena Pendidikan kewarganegaraan memiliki aspek civic skill. Selain itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan secara keseluruhan berbasis demokrasi. 2. Hipotesis Penelitian

a. Hipotesis Penelitian 1) Hipotesis Mayor :

Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula.

2) Hipotesis Minor :

• Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan pengetahuan dan watak kewarganegaraan

• Pengetahuan dan watak kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula

• Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta pengetahuan dan watak kewarganegaraan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula.

I. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif memiliki tujuan mengembangkan hubungan


(31)

antara dua variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi dimulai (Schumacher dan Millan, 2001 : 22).Pendekatan kuantitatif memiliki konsep kunci adanya peubah. Selanjutnya digunakan statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Tahapan dan tujuan analisisnya dimulai dari statistika deskriptif, statistika inferensial atau statistika induktif. Dilihat dari asumsi mengenai distribusi populasi data yang dianalisis, penelitian ini menggunakan statistik parametrik model distribusi normal. Data kuantitatif yang diperoleh, diolah menggunakan SPSS (Statistical

Package for Social Science) agar diperoleh infomasi statistik tentang keterandalan

instrumen, analisis korelasional, analisis regresi, dan analisis jalur.

Metode yang digunakan ialah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Sukardi, 2005:157). Dengan metode ini peneliti memungkinkan melakukan hubungan antarvariabel, menguji hipotesis.

2. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri di Kota Bandung.

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang telah memiliki cukup usia untuk menjadi pemilih pemula yaitu siswa kelas XII SMA Negeri di Bandung. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah sampel


(32)

rumpun (cluster sample) . Dimana penelitian mengenai murid-murid sekolah biasanya tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak melainkan harus secara rumpun. Yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel buka murid secara individual, melainkan sekolah (jadi murid secara kelompok). Pengambilan sampel ini didasarkan pada SMA Negeri yang dikategorikan elite, sedang dan rendah. Sehingga diperoleh sampel :

Cluster Populasi Sampel Dibulatkan

Cluster 1 : SMAN 2 BANDUNG Cluster 3 : SMAN 6 BANDUNG Cluster 5 : SMAN 18 BANDUNG

450 228 425

37,53 19,01 35,44

38 20 36

Jumlah 1103 91,98 94

Melalui rumus sampel total yang ditarik: Nt = N

1 + N (e)²

= 1103 1 + 1103 (0,1)² = 1103 1 + 11,03

= 91,68 dibulatkan menjadi 92 Dimana :

N = populasi


(33)

E = nilai kritis (toleran) sebesar 10 % (Sugiyono, 1992 : 60)

Untuk menghitung jumlah masing-masing sampel, digunakan rumus : n = N1 x nt

N Dimana : N = populasi

nt = ukuran sampel yang ditarik

N1 = jumlah populasi masing-masing lokasi (Sugiyono, 1992 : 60)

Selain itu guru Pendidikan Kewarganegaran dari masing-masing sekolah untuk menunjang informasi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Angket

Angket atau Quesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarluaskan untuk memperoleh informasi dari responden sebagai alat pengumpulan data. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukardi (2005:76) di dalam angket terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun dan disebarkan ke


(34)

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan angket skala SSHA

(Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah

disesuaikan. Pola skala SSHA Brown dan Holtzman ini terdiri dari lima option, yaitu : (1) S = Selalu, (2) SR = Sering, (3) J= Jarang dan (4) TP = tidak pernah. Jawaban yang tepat diberi bobot empat. Skala ini mempunyai keunggulan dalam mengukur kebiasaan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan bukan seharusnya menjawab soal berdasarkan pengetahuannya.

Variabel pengetahuan kewarganegaraan menggunakan instrumen tes bebentuk pilihan ganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan yang salah 0.

Variabel sikap kewarganegaraan Pemilih Pemula menggunakan instrumen skala sikap pola Likert yang telah disesuaikan. Mueller (1996:11) menjelaskan bahwa mengukur sikap seseorang adalah mencoba untuk menempatkan posisinya pada suatu kontinum afektif berkisar dari “sangat positif” hingga “ke sangat negatif” terhadap sessuatu objek sikap. Teknik dalam menggunakan skala ini bagi jawaban yang dianggap tepat jika mengarah ke kutub positif adalah SS (Sangat Setuju), S (Setuju),TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) memperoleh skor 5, 4, 3, 2, 1.

Variabel kecakapan partisipatoris diukur dengan skala kemampuan partisipasi umum yang terdiri dari empat jenis option yaitu (1) Tidak Baik, (2 Kurang Baik, (3) Baik, dan (4) Sangat Baik. Dengan skor 1,2,3, dan 4.


(35)

Sebelum menggunakan instrumen sebagai alat pengumpul data, terlebih dahulu diuji klayakan dengan menggunakan :

1) Uji validitas menggunakan rumus korelasi Pearson product moment (uji r)

dan Spearman Brown (Uji t).

2) Uji realibilitas menggunakan rumus Alpha. 3) Uji daya beda

4) Uji tingkat kesukaran soal b. Wawancara

Wawancara dapat digunakan sebagai penopang atau pelengkap metode lain, tindak lanjut dalam menghadapi hasil yang tak terduga/ terharapkan, memvalidasikan metode-metode lain, menyelami lebih dalam motivasi responden serta alasan-alasan responden memberikan jawaban dengan cara tertentu (Kerlinger, 2007:769).

c. Studi dokumentasi

Dalam studi dokumentasi, penulis mengkaji isi, menganalisa dengan dukungan kepustakaan yang ada sebagai salah satu sumber data penelitian kuantitatif

4. Pengolahan Data

Langkah-langkah prosedur pengolahan data antara lain sebagai berikut : a. Pengumpulan data dan verifikasi data, melalui cara pengecekan atas jawaban

responden


(36)

c. Tabulasi data menurut frekuensi distribusi skor

d. Menghitung ukuran statistik menurut karakteristik variabel penelitian , pengujian asumsi, SPSS untuk pengolahan data seperti rata-rata, simpangan baku, analisis regresi, keofisien korelasi, serta koefisien jalur.

e. Analisis data yang telah dihitung dengan cara mengelompokkannya sesuai dengan permasalahan yang diajukan, sehingga dapat mengarah pada sebuah kesimpulan

f. Penyajian data dengan cara mendeskripsikan data yang telah dianalisis g. Pengujian hipotesa dengan menggunakan perhitungan statistik yang relevan h. Penafsiran hasil analisis data yang telah diolah, dinalisis serta disajikan untuk

kemudian dikaitkan dengan hipotesa yang telah diperoleh

i. Penarikan kesimpulan berdasarkan pendapat para ahli, teori-teori serta data pengalaman secara empirik

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini ditempuh beberapa teknik analisis data. Pertama analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau potret lebih jelas tentang variabel-variabel penelitian yang meliputi pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku siswa. Kedua, analisis induktif, analisis ini dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan dengan memanfaatkan teknik statistik,


(37)

sebagai berikut :

a. Analisis dengan Metode Korelasi Sederhana dan Ganda

Analisis korelasi sederhana dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dengan kecakapan partisipatoris pemilih pemula (Y) dan variabel pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dengan pengetahuan dan watak kewarganegaraan (X2). Analisis korelasi sederhana menggunakan Pearson Product Moment.

rxy =

{

}{

}

− − − 2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( Y Y N X X N Y X XY N dimana:

rxy = Koefisien korelasi antara variable X dengan variable Y

X = Variabel bebas Y = Variabel terikat N = Jumlah sampel

Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ 1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korealasi; dan r = 1 artinya korelasinya sangat kuat. Berikut ini interpretasi nilai r selengkapnya:

Tabel 1.3

Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000 0,60 – 0,799

0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat kuat Kuat Cukup kuat Rendah Sangat rendah


(38)

Kemudian untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y serta X1 terhadap X2 dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan sebagai berikut:

Dimana:

KP = Nilai koefisien determinan r = Nilai koefisien korelasi

Adapun untuk menguji signifikansi koefisien korelasi digunakan rumus Uji t, yaitu

Dimana:

t = nilai t hitung

r = nilai koefisien korelasi n = jumlah sampel

Analisis korelasi ganda digunakan untuk mengukur hubungan variabel

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dengan variabel pengetahuan

dan watak kewarganegaraan (X2) dengan variabel kecakapan partisipatoris (Y).

Analisis korelasi ganda menggunakan rumus:

KP = r

2

x 100 %

2 1

2 r n r t

− − =


(39)

Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi korelasi ganda (X1 dan X2 terhadap Y) dicari dulu Fhitung kemudian dibandingkan dengan Ftabel. Perhitungan Fhitung digunakan rumus:

Dimana :

R = Nilai koefisien korelasi ganda k = Jumlah variabel bebas

n = Jumlah sampel

Fhitung = Nilai F yang dihitung

Kaidah pengujian signifikansinya adalah jika Fhitung ≥ Ftabel , maka H0 ditolak artinya signifikan dan jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima artinya tidak signifikan.

b. Analisis dengan Metode Regresi Ganda

Analisis regresi dilakukan untuk memberikan pembuktian bahwa variabel pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (X1) dengan pengetahuan dan watak kewarganegaraan (X2) berpengaruh terhadap variabel kecakapan partisipatoris pemilih pemula (Y). Dalam bagian ini menggunakan regresi linier ganda.


(40)

1) Persamaan dasar untuk regresi linear ganda ialah: Y’ = a + b1X1 + b2X2 (Kerlinger, 2002:938)

Dimana:

Y’ = Skor variabel terikat kecakapan partisipatoris pemilih pemula a = Nilai konstanta intersepsi

b1b2 = Nilai Koefisien regresi

X1 = Variabel bebas 1 (Pembelajaran PKn)

X2 = Variabel bebas 2 (Kompetensi Kewarganegaraan)

c. Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis jalur merupakan salah satu bentuk terapan dari analisis multi regresi (Kerlinger, 2002:90). Pada analisis ini, digunakan diagram jalur untuk membantu konseptualisasi masalah dan menguji hipotesis kompleks. Sehingga dapat dihitung pengaruh langsung maupun tidak langsung dari variabel-variabel bebas terhadap suatu variabel terikat. Pengaruh tersebut tercermin dalam apa yang disebut dengan koefisien jalur yang sesungguhnya merupakan koefisien regresi yng dibakukan.


(41)

6. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian yaitu SMAN 2 Bandung : Jalan Cihampelas No.173 Bandung; SMAN 6 Bandung : Jalan Pasirkaliki no.51 Bandung; serta SMAN 18 Bandung : Jl. Madesa no. 18 Bandung. serta pelaksanaan ujicoba di SMAN 13 Bandung : Jalan Raya Cibeureum No.52 Bandung.

6. Proses Penelitian

Mc.Millan and Schumacher (2000:21) Pilih

Masalah Umum

Adakan Tinjauan Pustaka

Tinjauan Lengkap

Pencarian Awal yang Diperluas

Pilih Masalah, Pertanyaan,

Hipotesis

Kumpulkan Data

Analisis dan Sajikan

Data

Interpretasikan Temuan

Nyatakan kesimpulan/

generalisasi

Tabel

Statistik Diagram

LKP Putuskan

desain & Metodologi


(42)

91 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif memiliki tujuan mengembangkan hubungan antara dua variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi dimulai (Schumacher dan Millan, 2001 : 22).Pendekatan kuantitatif memiliki konsep kunci adanya peubah. Selanjutnya digunakan statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Tahapan dan tujuan analisisnya dimulai dari statistika deskriptif, statistika inferensial atau sttistika induktif. Dilihat dari asumsi mengenai distribusi populasi data yang dianalisis, penelitian ini menggunakan statistik parametrik model distribusi normal. Data kuantitatif yang diperoleh, diolah menggunakan SPSS (Statistical

Package for Social Science) ver 13.0 for windows agar diperoleh infomasi statistik

tentang keterandalan instrumen, analisis korelasional, analisis regresi, dan analisis jalur.

Metode yang digunakan ialah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Sukardi, 2005:157). Dengan metode ini peneliti memungkinkan melakukan hubungan antarvariabel, menguji hipotesis.


(43)

B. Prosedur Penelitian

Gambar 3.1

Mc. Millan and Schumacher (2000:2)

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas tiga SMA Negeri yang berada di Kota Bandung.

3. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Prosedur yang dilakukan

PILIHIMASALAHI UMUMI

ADAKANI TINJAUANI

PUSTAKAI

TINJAUANI LENGKAPI

PENCARIANI AWALIYANGI DIPERLUASI

PILIHIMASALAH,I PERTANYAANI

PUTUSKANI DESAINI&I METODOLOGII

KUMPULKANI DATAI

ANALISISIDANI SAJIKANIDATAI

NYATAKANIKES/I GENERALISASII

MASALAHI

INTERPRESTASIKANI TEMUANI

TABELI DIAGRAMI


(44)

meliputi tahapan sebagai berikut: Pengambilan sampel didasarkan pada cluster

sampel.Hal ini berdasarkan pada pendapat Sumardi Suryabrata (2002 : 35) yang

menyatakan bahwa “penelitian mengenai murid-murid sekolah biasanya tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel secara rambang/acak, melainkan harus serumpun. Yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel bukan murid secara individu, melainkan sekolah (murid secara kelompok).

Tabel 3.1

Pembagian Cluster SMA Negeri di Kota Bandung

Cluster Nama SMA

Cluster 1 Cluster 2

Cluster 3

Cluster 4

Cluster 5

SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 8

SMAN 1, SMAN 4, SMAN 11, SMAN 20, SMAN 22, SMAN 24

SMAN 6, SMAN 7, SMAN 9, SMAN 10, SMAN 12, SMAN 14

SMAN 13, SMAN 15, SMAN 19, SMAN 23, SMAN 25

SMAN 16, SMAN 17, SMAN 18, SMAN 21, SMAN 26, SMAN 27

Sumber:http//inggris.upi.edu/english/images/folderbaru/clustersmabdg.pdf

Dari kelima sampel SMA Negeri di Bandung, maka dipilih tiga cluster yang mewakili SMA Negeri yang dikategorikan elite, sedang, dan rendah. Sehingga diperoleh sampel :

SMA Negeri elite : SMA Negeri 2 Bandung SMA Negeri Sedang : SMA Negeri 6 Bandung


(45)

SMA Negeri rendah : SMA Negeri 18 Bandung Sehingga diperoleh sampel :

Tabel 3.2

Cluster Populasi Sampel Dibulatkan

Cluster 1 : SMAN 2 BANDUNG Cluster 3 : SMAN 6 BANDUNG Cluster 5 : SMAN 18 BANDUNG

450 228 425

37,53 19,01 35,44

38 20 36

Jumlah 1103 91,98 94

Melalui rumus sampel total yang ditarik: Nt = N

1 + N (e)²

= 1103

1 + 1103 (0,1)²

= 1103

1 + 11,03


(46)

Dimana : N = populasi

Nt = ukuran sampel total yang ditarik E = nilai kritis (toleran) sebesar 10 % (Sugiyono, 1992 : 60)

Untuk menghitung jumlah masing-masing sampel, digunakan rumus : n = N1 x nt

N Dimana : N = populasi

nt = ukuran sampel yang ditarik

N1 = jumlah populasi masing-masing lokasi (Sugiyono, 1992 : 60)

Selain itu guru Pendidikan Kewarganegaran dari masing-masing sekolah untuk menunjang informasi.


(47)

D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan dalam lapangan studi yang berbeda. Untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga tidak mengundang multi tafsir, maka dirumuskan definisi operasional atas variabel penelitian sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) :

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baiknya merujuk pada Pendidikan Kewarganegaraan yang bersifat maksimal (Kerr, 1999: 5-7) yang ditandai oleh thick, exclusive, activist, citizenship education, participative, process led, values based, interactive interpretation, more difficult to achieve and

measure in practice. Maksudnya adalah didefinisikan secara luas, mewadahi

berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombiasi pendekatan formal dan informal, diberi label “citezenship education”, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif didalam maupun diluar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.

Potensi atau kecakapan yang dimiliki warga negara harus melalui pola pendidikan agar tersampaikan dalam bentuk partisipasi warga negara terutama pada generasi muda sebagai penerus bangsa. Untuk berpartisipasi itulah, maka warga negara membutuhkan seperangkat kecakapan, yaitu kecakapan partisipatoris yang didapat dari Pendidikan Kewarganegaraan , karena muatan Pendidikan Kewarganegaraan yang demokratis mencakup “…the knowledge,


(48)

skills and values” yang relevan dengan hakikat dan praktik demokrasi partisipatif bagi individu sekolah dan masyarakat secara luas yang merupakan parameter hasil pendidikan tersebut.

2. Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan (X2)

Pengetahuan dan watak kewarganegaraan merupakan unsur dari kompetensi kewarganegaraan. Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) , didefinisikan sebagai pemahaman mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan, yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan, kewarganegaraan, dan civil society. Disposisi Kewarganegaraan (civic disposition) didefinisikan sebagai sikap dan komitmen yang penting bagi kehidupan kewarganegaraan. Disposisi ini meliputi Tanggung jawab moral, disiplin diri, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan kompromi.

3. Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula (Y)

Seperangkat kemampuan yang berhubungan dengan keterlibatan dan peran serta seseorang. Menyangkut hal interacting, monitoring, dan influenting seperti : berperan serta aktif, berpikir kritis, dan tanggap terhadap keadaan. Berhubungan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan, baik proses formal maupun informal dalam masyarakat. Dalam hal ini kecakapan partisipatoris pemilih pemula yang berkaitan dalam Pemilihan Umum.


(49)

Koneksitas dari ketiga variabel penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.2

Koneksitas Variabel Penelitian

Secara sistematis dapat dijabarkan kedalam indiktor penelitian dibawah ini : Tabel 3.3

Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel Indikator

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)

1. Materi Pembelajaran PKn 2. Metode Pembelajaran PKn 3. Media Pembelajaran PKn 4. Sumber Pembelajaran PKn 5. Evaluasi Pembelajaran PKn

Kompetensi Kewarganegaraan (X2) 1. Civic knowledge

• Pemilu dalam negara Y

Kecakapan Partisipatoris X1

Pembelajaran PKn

X2

Pengetahuan dan WatakKewarganegaraan


(50)

demokrasi

• Peran warganegara dalam pemilu

• Kewajiban warganegara dalam pemilu

2. Civic dispositions

• Menjadi voters dalam pemilu • Memenuhi tanggungjawab

personal kewarganegaraan di dalam pemilu

• Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu

• Berpartisipasi dalam urusan-urusan pemilu secara efektif dan bijaksana

• Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat Kecakapan Partisipatoris (Y) 1. Interacting (interaksi) dalam

pemilu) :

a. Mengkomunikasikan pemilu b. Bekerjasama menyukseskan

pemilu

c. Tangap informasi akan pemilu d. Posisinya dalam sebuah

konflik

2. Monitoring (pengawasan) dalam

pemilu

a. Mengawasi jalannya pemilu b. Memantau isu pemilu c. Menganalisis peserta pemilu


(51)

dalam pemilu

a. Memberikan suara

b. Menyuarakan pendapat dalam pemilu Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Variabel Penelitian Sub-Variabel Penelitian

Indikator Sub-Indikator Nomor

Pertanya an Sumber Informa si Alat Ukur Pendidikan Kewarganega raan (Variabel X) Pembelajaran Pendidikan Kewarganegara an (Variabel X1) 1.Materi Pembelajaran PKn a. Kesesuaian materi pembelajaran dengan kurikulum b. Kesesuaian materi pembelajaran dengan tingkat kemampuan berpikir siswa b. Materi pembelajaran diangkat dari realitas kehidupan siswa c. Materi pembelajaran diorganisir dari konkrit menuju abstrak d. Materi pembelajaran diorganisir dari pengalaman praktis menuju 1 2 3 4 5

Siswa Angket Skala SSHA (Survey of Study of Habits and Attitudes). Yang telah disesuaikan . Pola skala terdiri dari a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah Jawaban tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat diberi bobot 4,3,2,1


(52)

2. Metode Pembelajaran PKn teori. e. Materi pembelajaran diorganisir dari lingkungan terdekat siswa, lokal, nasional dan internasional f. Materi pembelajaran akurat ditinjau dari segi keilmuan g. Materi pembelajaran bersifat aktual dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi a. Kesesuaian metode dengan materi pembelajaran b. Variasi metode yang digunakan c. Metode yang

membuat siswa

berpartisipasi d. Metode dapat

meningkatkan motivasi belajar 6-8 9-10 11-12 13 14-15 16 17-18 Angket Skala SSHA (Survey of Study of Habits and Attitudes). Pola skala terdiri dari a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah Jawaban tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat diberi bobot 4,3,2,1


(53)

3. Media pembelajaran 3.Sumber pembelaja ran PKn a. Menggunakan jenis media visual a. Kesesuaian dengan tujuan dan materi pembelajaran b. Kesesuaian dengan media serta lingkungan c. Keberfungsian media pembelajaran

a. Bentuk sumber pembelajaran : 1) Materi bacaan 2) Materi bukan bacaan, masyarakat, dan lingkungan b. Jenis sumber

pembelajaran 1) Sengaja direncanakan 2) Sengaja dimanfaatkan 19 20 21-22 23-24 25-26 27-28 Angket Skala SSHA (Survey of Study of Habits and Attitudes). Pola skala terdiri dari a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah Jawaban tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat diberi bobot 4,3,2,1 Angket Skala SSHA (Survey of Study of Habits and Attitudes). Pola skala terdiri dari a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah Jawaban tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat diberi bobot 4,3,2,1


(54)

Kompetensi kewarganegara an (X2) 4.Evaluasi Pembelajar an PKn Pengetahuan kewarganega raan (Civic knowledge) Disposisi kewarganega raan

a. Penilaian proses belajar dan hasil belajar

b. Penilaian domaian taksonomi c.Penilaian oleh

guru, siswa, dan siswa lain d.Penilaian

berdasarkan tertulis dan perbuatan e.Feedback hasil

penilaian

a. Pemilu dalam negara demokrasi b. Peran warga

negara dalam kehidupan demokrasi di Indonesia c. Peran individu

dalam pemilu

a. Menjadi voters dalam pemilu b. Memenuhi tanggungjawab personal kewarga negaraan di dalam pemilu 29-30 31-33 34-36 37-40 41-43 1-10 11-15 16-19 20-27 28 Angket Skala SSHA (Survey of Study of Habits and Attitudes). Pola skala terdiri dari a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah Jawaban tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat diberi bobot 4,3,2,1 Tes pilihan ganda Skala likert yang telah disesuaikan .


(55)

Kecakapan Partisipatoris (Y) Interaksi dalam pemilu (Interacting) Pengawasan (Monitoring) Mempenga-ruhi c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu d. Berpartisipasi dalam urusan-urusan pemilu secara efektif dan bijaksana e. Mengembang kan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat a. Mengkomu- nikasikan pemilu b. Bekerja sama

menyukseskan pemilu

c. Tanggap akan informasi mengenai pemilu

d. Posisinya dalam sebuah konflik dalam pemilu

a. Mengawasi jalannya pemilu b. Memantau isu

pemilu c. Menganalisis peserta pemilu a. Memberikan suara 29-30 31-32 33-36 1-5 6-7 8-11 12-14 15-16 17-20 21-25 26-30 Tes partisipasi umum.


(56)

(Influenting) b. Menyuarakan pendapat dalam pemilu

E. Instrumen Pengumpulan Data

1. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara reliabilitas menunjuk pada konsistensi, akurasi, dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran.

Berdasarkan hal itu, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur sebagai berikut :

a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan , Komptensi Kewarganegaraan (civic competences), dan kecakapan partisipatoris. Hal ini untuk memenuhi validitas isi (content validity), yaitu bahwa item-item instrumen mencerminkan domain konsep dari variabel yang akan diteliti. Untuk itu maka dibuat kisi-kisi instrumen penelitian yang dikembangkan dari definisi operasional variabel. Instrumen dikembangkan dari operasionalisasi variabel. lnstrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur varibel pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Variabel X1) adalah kuesioner skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah


(57)

disesuaikan dengan skala sebagai berikut: 4 = Selalu; 3 = Sering; 2 = Jarang dan 1 = Tidak Pernah. Sedangkan untuk mengukur variabel pengetahuan dan watak kewarganegaraan (Variabel X2) mengakomodasi “Civics Assessment

Database” dari National Center for Learning and Citizenship (NCLC)

Amerika Serikat tahun 2006 yang disesuaikan dengan konteks Indonesia dan Kurikulum 2006 Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk mengukur variabel pengetahuan dan watak kewarganegaraan digunakan bentuk instrumen dan pengukuran sebagai berikut:

Aspek Pengetahuan kewarganegaraan dan keterampilan berpikir digunakan tes dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice) dengan skala pengukuran:Benar = 1 dan Salah = 0

Disposisi kewarganegaraan menggunakan skala likert: yang telah disesuaikan 4 = sangat setuju ; 3 = setuju; 2 = tidak setuju dan 1 = sangat tidak setuju. Disamping itu digunakan pula wawancara untuk memperkuat dan memperkaya analisis hasil penelitian dari angket. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh peneliti.

b. Melakukan analisis induktif, dengan mengumpulkan data terlebih dahulu melalui penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Angket yang disebarkan kepada 40 orang dalam ujicoba, yang dikembalikan serta memenuhi syarat untuk dianalisis adalah sejumlah 25 angket. Angket uji coba disebarkan pada siswa


(58)

SMAN13 Bandung. Dipilihnya dua SMAN tersebut, karena dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan subjek penelitian yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur.

c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama, dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan juga pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala instrumen yang mampu memprediksi variabel yang dirancang sebagai kriteria. Validitas eksternal atau kriteria (criteria

validity). Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada tabel

correlations < taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,1. (ρ value < 0,1). Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu ρ value > 0,1, maka item dinyatakan tidak valid.

d. Melakukan pengujian reliabilitas instrumen. Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurement error). Dengan demikian reliabilitas adalah kepercayaan hasil suatu pengukuran yang konsisten bila dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen penelitian dianggap dapat dipercaya, handal, dan ajeg. Pengujian dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach. Jika koefisien korelasi (ρ

value) hasil perhitungan ≥ 0,7, maka instrumen dinyatakan reliabel (Kaplan dan Saccuzzo, 1993).


(59)

2. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas

a. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen menurut Riduwan (2007:109-110) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dan alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan umlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product Moment adalah:

{

}{

}

− − − 2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( Y Y N X X N Y X XY N

r hitung =

keterangan :

r hitung = Koefisen Korelasi Xi = Jumlah skor Item

Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden

Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus :


(60)

keterangan : t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = jumlah responden

Distribusi (Tabel t) untuk α= 0,1 dan derajat kebebasan (dk=n-2) kaidah keputusan : Jika t hitung > t tabel bearti valid sebaliknya t hitung < t tabel bearti tidak valid

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran indeks korelasinya (r) sebagai berikut :

Antara 0,800-1,000 : Sangat tinggi Antara 0,600-0,799 : tinggi

Antara 0,400-0,599 : cukup Antara 0,200-0,399 : rendah

Antara 0,000-0,199 : sangat rendah (tidak valid) (Sugiyono,2009).

Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X1 (Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan). Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lihat lampiran )1, tampak 43 pertanyaan pengukur X1 (pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan) yaitu item pertanyaan no 1-43


(61)

memiliki validitas masing-masing 0.58; 0.32; 0.58; 0.24; 0.44; 0.48; 0.58; 0.05; 0.28...dst . Dengan demikian semua item pertanyaan variabel X1 dinyatakan valid. Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X2 (Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan). Hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lihat lampiran 1) menunjukkan 36 pertanyaan pengukur X2 (Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan) yaitu item pertanyaan no 1-36 memiliki validitas masing-masing 0.44; 0.49; 0.43; 0.21; 0.66; dst. Dengan demikian sebagian besar item pertanyaan variabel X2 dinyatakan valid.

Instrumen Variabel Y (Kecakapan Partisipatoris). Mengacu kepada hasil pengolahan validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel Y yang disajikan pada tabel (lampiran 1), dapat disimpulkan bahwa dari sejumlah 30 pertanyaan yang mewakili tiga indikator penelitian dalam variabel Y (kecakapan partisipatoris) dinyatakan valid.

b. Menguji Realiabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan (keterandalan atau keajegan) alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus alpha.

Metode mencari reliabilitas internal yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dan satu kali pengukuran, dengan melalui langkah-langkah sebagai berikut :


(62)

Keterangan

Si = Varians skor tiap tiap item

∑xi2 = Jumlah kuadrat item Xi (∑Xi)Y2 = Jumlah item Xi dikuadratkan N = Jumlah responden

Langkah 2 : Kemudian menjumlahkan Varians semua semua item dengan rumus :

∑Si = S1-S2-S3...Sn Keterangan :

∑Si = Jumlah Varians untuk semua item S1-S2-S3...n = Varians 1,2,3,....n

Langkah 3 : menghitung varians total dengan rumus :

Si Keterangan :

Si = Varians skor tiap tiap item

∑xi2 = Jumlah kuadrat item Xi (∑Xt)Y2 = Jumlah item Xi dikuadratkan N = Jumlah responden

Langkah 4 : masukkan nilai Alpha dengan rumus : r11=


(1)

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan penelitian diatas, maka dapat dirujukkan rekomendasi sebagai berikut :

1. Untuk mengembangkan pengetahuan dan watak kewarganegaraan oleh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan maka diperlukan adanya pelaksanaan unsur pembelajaran pPendidikan Kewarganegaraan yang seimbang dengan memperhatikan kebutuhan siswa terutama sebagai pemilih pemula, sehingga dengan pembelajaran yang berkualitas maka pengetahuan dan watak kewarganegaraan pemilih pemula akan meningkat kapasitasnya. 2. Untuk mengembangkan kecakapan partisipaotris pemilih pemula yang

dipengaruhi oleh pengetahuan dan watak kewarganegaraan maka diperlukan penanaman pengetahuan dan watak kewarganegaraan yang dapat membekali kecakapan partisipatoris pemilih pemula. Pengetahuan yang diperoleh pemilih pemula hendaknya memuat pengetahuan bersifat teoritis dan praktik. Selain itu penanaman watak kewarganegaraan yang diperlukan ialah watak sebagai warga negara yang dapat berpartisipasi dengan baik.

3. Penelitian ini juga merekomendasikan agar menambahkan materi mengenai Pemilihan Umum didalam suatu topik tersendiri pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang didalamnya memungkinkan kecakapan partisipatoris pemilih pemula, didukung oleh pembelajaran yang berkualitas dan program diluar kelas yang dapat menunjang bagi kecakapan partisipatoris pemilih pemula.

4. Guru, penyiapan metode dan materi yang tepat akan menghasilkan kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran harus dapat menyiapkan komponen pembelajaran yang tepat. Selain itu peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan materi dan


(2)

keterampilannya dalam mengikuti perubahan yang terjadi didalam masyarakat sangat dibutuhkan.

5. Pihak sekolah, agar lebih mendukung siswa terutama yang berposisi sebagai pemilih pula untuk memiliki kecakapan partisipatoris dalam pemilu sesuai dengan yang diharapkan. Dengan melibatkan siswa berpartisipasi tidak hanya di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan luar sekolah. Sehingga tidak melahirkan paradoksal antara yang dipelajari di sekolah dengan yang sunggguh-sungguh terjadi dalam kehidupan masyarakat.

6. Praktisi kewarganegaraan, agar lebih membuat proyek kewarganegaraan yang sesuai dengan apa yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat. Sehingga pemilih pemula dapat memperoleh pengalaman langsung serta keterampilan yang dapat mendukung kecakapan partisipatorisnya, terutama dalam aspek interaksi dan pengawasan yang didalam penelitian ini masih tergolong rendah.

7. Pemilih pemula, pemilih pemula sebagai penentu masa depan bangsa harus dapat memiliki kesadarn untuk terbuka dalam menerima informasi dan kepekaannya terhadap keadaan yang terjadi dalam masyarakat khususnya dalam pemilihan umum dan selalu mengasah potensi yang dimiliki, sehingga partisipasinya tidak hanya sekedar memberikan suara namun juga dalam proses pemilihan umum.

8. Peneliti Selanjutnya, dapat memberikan masukan yang lebih mendalam terhadap penelitian ini karena disadari dalam penelitian ini masih banyak memiliki keterbatasan baik dari segi konten atau isi maupun dari segi keilmuan lainnya, sehingga lebih dapat diteliti secara mendalam variabel lainnya yang memberikan pengaruh terhadap kecakapan partisipatoris pemilih pemula.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel.(1974). Comparative Politics Today a World View. Boston Torronto : Little Brown and Company

Asyukri, Ibnu Charmin.(2003:XXXV), Civic Education. Yogyakarta : Asia Foundation

Bahmueller,C.F.(1997). A Framework For Teaching Democratic Citezenship : An International Project In The International Journal of Social Education, 12,2.

Branson, M.S.(1998). The Role of Civic Education. Calabasas : CCE

Bull, U. J. (1969). Moral Judgment from Childhood to Adolescence. London: Routledge & Kegan Paul, 1969

Center for Civic Education.(104). National Standars for Civics and Government. Calabasas, CA : Center for Civic Education.

Cogan, JJ and Dericcot, Raymond (1998). Citizenship for the 21st Century, Final Project Report. Minneapolis : University of Minnesota and Tokyo : The Sasakawa Peace Foundation

. (1999)). Developing the Civil Society : The Role of Civic Education. Bandung : CICED

Budimansyah & Winataputra.(2007). Civic Education Konteks, Landasan Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPS UPI

Campbell,Angus, Phillip Converse, et, al.(1960). The American Voters. New York : John Willey & Sone

Dawson, Richard e Kenneth prewith and Karen S Dawsons.(1977). Political Socialization. Boston Toronto : Little Brown and Company

Dahl,R.(2001). Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Dewey, John.(1958). Philosophy of Education. Littelefield adams& co, ames Djahiri,A,K. (1985).Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games


(4)

Erman.(2000). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : FPMIPA UPI Gaffar,Affan.(1992). Javanese Voters : A Case Study of Election Under a

Hegemonic Party System. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Gross,R.E & Jelleny.(1987). Educating Citizens for Democracy. London : Oxford

University Press

Hanna , P. and Lee, J., (1962). “Content in the Social Studies”, dalam Social Studies in Elementary Schools 32nd Yearbook, Washington, D.C. : NCSS. Huntington, Samuel P.(1994). Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta :

Rineka Cipta

Kansil,CST, Christine ST.(2006). Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita

Kerlinger,F.N.(2002. Asas-Asas Penelitian Behavioral, Penerjemah Landung R. Simatupang. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.

Kerr, David.(1999). Citizenship Education : an International Comparison. London : National Foundation for Educational Research-NFER.

Khairon,et all.(1999:14). Pendidikan Politik bagi Warga Negara (Civic Education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Yogyakarta : LKIS

Lipset,Seymour, M.(2007). Political Man. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Massialas,Byron G (ED), Political Youth, Traditionals Schools. Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs.NJ

Mc.Millan,GH &Schumacher,S.(2001). Research in Education; A Conceptual Introduction. New York : Longman.

Mueller, DG.(1996). Mengukur Sikap Sosial : Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi, Edi Soewardi dan Djadja. Jakarta : Bumi Aksara.

Muslich,M.(2008). KTSP Pembelajaran berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta : PT.Bumi Aksara

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Piaget, J. (1967). Six Psychological Studies. New York: Vintage Books.


(5)

Surbakti, Ramlan.(1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Utama UPI. (2007).Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI

Sugiyono.(2006). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono dan Wibowo,Edi (204). Statistika untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.0 for Windows. Bandung : Alfabeta

Suparlan,dkk. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Bandung : PT. Genesindo

Jurnal :

Asfar, Muhamad. (1996). “Beberapa Pendekatan Dalam Perilaku Pemilih”. Jurnal Ilmu Politik Kerjasama AIPI-LIPI dan Gramedia, Jakarta Budiardjo, Miriam,1996.Demokrasi di Indonesia.

Center for Indonesia Civic Eduation (CICED). Democratic Citizens in a Civic Society : Report of The Conference on Civic Education for Civic Society Bandung

Djahiri, Kosasih.(2002). “PKN Sebagai Startegi Pembelajaran Demokrasi di Sekolah”. Jurnal Civicus : Kompetensi Berdemokrasi dalam Masyarakat Madani. 1, (2), 9-97.

Maftuh,B & Sapriya.(2005).” Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran Melalui Pemetaan Konsep”. Jurnal Civicus : Implementasi KBK Pendidikan Kewarganegaraan dalam Berbagai Konteks.1,(2),319-328

Redjo, Samugyo Ibnu (1996). Persepsi sosial politik masyarakat kotamadya daerah tingkat II Bandung dalam menghadapi pemilu di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Laporan penelitian fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Padjajaran Bandung

Ridwan, Asep.(2004). Memahami perilaku pemilih pada pemilu 2004 di Indonesia.

Sapriya, J.J Cogan.(2002). “Membangun Civil Society Tugas Pendidikan Kewarganegaraan”. Jurnal Civicus : Kompetensi Berdemokrasi dalam Masyarakat Madani. 1, (2), 146-161


(6)

Sundawa,D.(2005). “Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran PKn”. Jurnal Civicus : Implementasi KBK Pendidikan Kewarganegaraan dalam Berbagai Konteks.1,(2), 339-345. Suryadi, Ace.(2000). Pemikiran Kearah Rekayasa Kurikulum Pendidikan

Kewarganegaran. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional di Bandung Suryadi, Karim.(2002). “Media Massa dan Konsolidasi Demokrasi : Perubahan Pemahaman Fungsi-Fungsi Sistem Politik Akibat Pertemuan dengan Media Massa”. Jurnal Civicus : Kompetensi Berdemokrasi dalam Masyarakat Madani. 1, (2), 162-175

Suryadi,Karim.(2008). “Partai Politik, Civic Literacy dan Mimpi Kemakmuran Rakyat”. Acta Civicus : Inovasi Pendidikan Kewarganegaraan dan Masyarakat Multikultural Demokratis. 1, (2), 147-156

Winataputra,Udin. (2002). Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistematik Pendidikan Demokrasi (Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS). Jurnal Civicus vol 1 No 2 Juni 20

02:112)

Artikel Internet :

Hertanto. (2009).Orientasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilu Legislatif 2009. Lampung : Unila. ( http://blog.unila.ac.id/maulana/files/2009/03/isi-proposall-pemula.pdf.)

Suhartono, Rahmat Mamuasi, Martiman, Dety Mulyati. Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada suatu Refleksi School-Based Democracy

Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi Banten dan Jawa

Barat)hart@mail.ut.ac.id

Yahnu Wiguno Sanyoto, S.I.P


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MEDIA POSTER UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Studi Deskriptif Analitis di SMA Negeri 15 Bandung).

0 1 46

UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN MORAL SISWA: Studi Deskriptif di SMA Negeri 3 Bandung.

0 4 6

PENGARUH HABITUASI, MEDIA SOSIAL DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP KESADARAN LINGKUNGAN SISWA SMA : Studi Survei pada SMA Negeri Se-Kota Bandung.

1 14 76

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA TARUNA BAKTI :Studi Deskriptif di SMA Taruna Bakti Bandung.

1 16 37

PENGARUH KOMPETENSI DAN KOMITMEN GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA : Studi Deskriptif di SMP Negeri Kota Bandung.

1 2 87

PENGARUH KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK TERHADAP PEMBENTUKAN POLITICAL LITERACY SISWA: Studi Deskriptif Pada Siswa SMA di Kota Bandung.

1 2 40

Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Pembinaan Siswa Sebagai Warganegara yang Demokratis (studi Deskriptif Analisis Terhadap Siswa SMA di Kota Baturaja).

0 0 74

PENGARUH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA MUDA :Studi Deskriptif Analitis terhadap Siswa SMA di Kota Tasikmalaya.

0 1 65

PERAN GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN SISWA (Studi Deskriptif Analisis Terhadap Siswa SMA Negeri 1 Rawalo)

0 0 14

PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN KOMPETENSI KEWARGANEGARAAN DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN KONSTITUSI SISWA (Studi Deskriptif Analitis Terhadap Siswa SMA Negeri di Kabupaten Purbalingga)

0 0 13