PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI LIPAT DI KELAS V (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kabupaten Sumedang).

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA

PADA MATERI SIMETRI LIPAT DI KELAS V

(Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kabupaten Sumedang)

SKRIPSI DAFTAR PUSTAKA

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Abdul Enca

0902766

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SUMEDANG

2013


(2)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA

PADA MATERI SIMETRI LIPAT DI KELAS V

(Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kabupaten Sumedang)

oleh Abdul Enca

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dan dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian ini diberikan suatu perlakuan terhadap variabel bebas kemudian dilihat hasilnya pada variabel terikat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan variabel dengan aspek pemahaman materi simetri lipat yang akan diukur yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V kecamatan Cimalaka yang peringkat sekolahnya termasuk katagori kelompok sedang. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kecamatan Cimalaka. Kelas V di SDN Cibeureum I sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 30 siswa dan kelas V di SDN Cimalaka II sebagai kelas kontrol dengan jumlah 35 siswa. Data penelitian diperoleh melalui tes pemahaman matematik siswa dengan pokok bahasan Simetri Lipat serta angket siswa yang diberikan kepada siswa kelas eksperimen setelah tes akhir, artinya setelah semua pembelajaran berlangsung sebagai data kuantitatif. Analisis data angket menggunakan skala Likert.Selain data kuantitatif penelitian ini juga menggunakan data kualitatif dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa untuk melihat perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil penelitian dengan taraf signifikansi �=0,05 yang dilakukan menunjukkan bahwa model pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw memberikan pengaruh pada pemahaman matematik siswa, peningkatan kemampuan pemahaman matematik yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Selain pemahaman matematik meningkat, aktivitas siswa dalam pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw meningkat lebih tinggi dibandingkan aktivitas siswa dalam pembelajaran konvensional. Respon siswa siswa pun terhadap pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw sangat positif.


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat membuat dunia pendidikan harus bergerak cepat mengikuti arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Dunia pendidikan adalah sebagai wahana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu bersaing dengan perkembangan IPTEK ini. Manusia dituntut untuk lebih bijak dalam mempersiapkannya. Salah satu wahana untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui dunia pendidikan, yaitu mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi dampak yang positif terhadap dunia pendidikan dalam memberikan pembaharuan atau inovasi pendidikan. Mulai dari inovasi kurikulum sampai inovasi terhadap kebijakan-kebijakan lainnya.

Saat inovasi kurikulum berpengaruh terhadap bagaimana guru menginovasi sebuah pembelajaran maka tujuan pembelajaran di kelas akan tercapai dengan baik yang akhirnya tujuan pendidikan nasional pun tercapai. Sesuai dengan lahirnya inovasi-inovasi dalam pembelajaran maka menuntut guru untuk bersikap kreatif di dalam menciptakan pembelajaran di kelas agar permasalahan atau gangguan-gangguan yang menghambat proses pembelajaran dapat teratasi dengan baik, sehingga siswa merasa senang untuk belajar. Dengan demikian, guru harus menguasai sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantunya dalam melaksanakan sebuah pembelajaran.

Pengusaan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki guru tidak hanya sebatas pada pengetahuan dan keterampilan mengenai bagaimana guru mampu mendesain sebuah pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan yang dapat memotivasi siswa untuk belajar. Namun, guru juga harus menguasai pengetahuan dan keterampilan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Pengetauan dan


(4)

keterampilan mata pelajaran yang harus dimiliki oleh guru salahsatunya adalah matematika.

Matematika merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan logika yang harus dikuasai dan diajarkan kepada siswa agar siswa mampu berfikir logis dan mempu memecahkan permasalahan yang dihadapinya dengan ulet dan kreatif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat James dan James (Suwangsih, 2006: 4) menyatakan bahwa :

Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Namun, pada kenyataannya dalam melaksanakan pembelajaran guru menyampaikan materi hanya sebatas pada menyampaikan apa yang telah dipersiapkannya. Guru mengejar target agar materi yang terdapat pada kurikulum dapat tersampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan karakteristik dari mata pelajaran dan materi yang disampaikan.

Begitupun pada proses pembelajaran matematika di sekolah dasar. Guru hanya menyampaikan materi tanpa melihat karakteristik dari materi tersebut. Apakah materi tersebut sukar atau mudah bagi siswa. Karena pada dasarnya pembelajaran matematika yang diberikan kepada siswa haruslah pembelajaran yang bermakna sehingga siswa mampu memahami materi yang disampaiakan guru. Hal tersebut juga akan menepiskan anggapan pada siswa bahwa matematika adalah pelajaran yang dianggap sulit.

Selain itu, proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan tersebut masih cenderung bersifat teacher centered, yaitu guru sebagai pusat pembelajaran/sebagai satu-satunya sumber informasi dan siswa hanya sebagai penerima materi yang terus dijejali materi tanpa memahami apa yang telah disampaikan oleh guru. Guru tidak melibatkan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Seperti pada pembelajaran matematika mengenai materi simetri lipat. Bagi guru materi simetri lipat mungkin dianggap sebagai materi yang mudah dipahami oleh siswa, sehingga dalam penyampaiannnya tidak terlalu memperhatikan


(5)

3

karakteristik materi tersebut. Padahal dalam pelaksanaannya guru harus memberikan pembelajaran yang bermakna mengenai materi simetri lipat. Sehingga hal tersebut membuat siswa menganggap bahwa materi simetri lipat adalah materi yang mudah, tetapi ketika di uji kan tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan karena kurangnya pemahaman terhadap materi tersebut.

Agar hal tersebut tidak terjadi, guru harus benar-benar mengemas pembelajaran matematika sebaik mungkin dan semenarik mungkin agar siswa merasa senang untuk belajar matematika. Karena disadari atau tidak, guru memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran khususnya dalam pelajaran matematika. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan sebuah pembaharuan atau inovasi dalam pembelajaran adalah dengan cara memilih model-model pembelajaran yang dapat memberikan keleluasaan terhadap siswa untuk berkembang sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat dikatakan berhasil. Dengan cara pemilihan model pembelajaran yang bervariasi diharapkan tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Namun dalam pemilihan model pembelajaran ini harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik materi.

Untuk menentukan keberhasilan tersebut, maka guru perlu memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat merasa senang dan tertarik untuk belajar matematika. Model ini dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan.

Salah satu cara agar siswa senang belajar mata pelajaran matematika adalah dengan memilih model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan teman lainnya. Model pembelajaran tersebut adalah model cooperatif learning dengan teknik jigsaw. Dalam model pembelajaran cooperatif learning siswa mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal selama proses pembelajarannya. Melalui model tersebut siswa mendapatkan pengalaman belajar kelompok dan pengalaman belajar individu. Pengalaman belajar kelompok didapatkan ketika siswa bekerja sama dalam


(6)

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sedangkan pengalaman belajar individu didapatkan oleh siswa ketika siswa berperan sebagai kelompok ahli. Dalam hal tersebut siswa bertanggung jawab untuk memahami dan menyampaikan informasi dari tugas yang didapatkannya kepada kelompok asal. Dengan kata lain ada pembagian tugas yang merata diantara siswa tersebut. Adapun teori yang menjelaskan keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu teori motivasi dan teori kognitif. Menurut Slavin (2005: 36) mengemukakan:

Teori motivasi dalam pembelajaran kooperatif menekankan pada derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah insentif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik, teori kognitif menekankan pada pengaruh dari kerja sama itu sendiri.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Lie ( 1993: 73) mengungkapkan,

Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelola informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari.

Dari uraian di atas, maka sebagai upaya nyata untuk menerapkan model pembelajaran matematika di sekolah dasar, penulis mengambil judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw terhadap Peningkatan Pemahaman Siswa pada Materi Simetri Lipat di Kelas V”. Penelitian Eksperimen di SD Negeri


(7)

5

Cibeureum I, sedangkan penelitian untuk kelas konvensional di SD Negeri Cimalaka II.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

“Bagaimana pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif teknik jigsaw terhadap pemahaman siswa pada materi simetri lipat?”.

Dari rumusan masalah di atas, dapat diuraikan lebih rinci menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat?

2. Apakah pembelajaran dengan menggunakan model konvensional dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat?

3. Apakah pemahaman siswa tentang materi simetri lipat yang mengikuti model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan dari siswa yang mengikuti konvensional?

Penelitian ini difokuskan pada penerapan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Penelitian ini dibatasi hanya pada siswa kelas V sekolah dasar di Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan memahami materi simetri lipat.

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman matematik siswa. Tujuan penelitian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.


(8)

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat.

2. Untuk mengetahui adanya pengaruh pembelajaran konvensional dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat.

3. Untuk mengetahui model apa yang lebih baik secara signifikan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa dalam materi simetri lipat.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi Peneliti

Dapat memberikan pengalaman dan menambah wawasan baru bagi peneliti dalam mengembangkan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat.

2. Bagi Siswa Sekolah Dasar

Dapat meningkatkan pemahaman siswa dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam menyelesaikan permasalahan pada materi simetri lipat di kelas V. 3. Bagi Guru Sekolah Dasar

Dapat menambah pengetahuan guru dalam keterampilan pembelajaran sehingga dapat menggunakannya dalam pembelajaran matematika yang berguna sebagai peningkatan hasil belajar.

4. Bagi Sekolah

Dapat memberikan sumbangan ilmu yang dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran di sekolah.

E. PENTINGNYA PENELITIAN

Pentingnya penelitian ini dilakukan agar guru dapat memperoleh informasi tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa serta sebagai salah satu pendekatan yang dapat


(9)

7

merubah kesadaran siswa dalam belajar matematika. Selain itu, bila penelitian ini berhasil dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang mendalami dunia pendidikan matematika.

F. BATASAN ISTILAH

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul penelitian yang telah dibuat, maka diperlukan penjelasan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Yang pelaksanaannya memerlukan satu atau lebih metode pembelajaran. Model ini dilakukan sebagi strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan. (Suwangsih, 2009: 107)

2. Model Pembelajaran Kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. (Slavin, 2005: 4)

3. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. (Lie, 1993: 73)

4. Simetri lipat adalah jumlah lipatan yang membuat suatu bangun datar menjadi dua bagian yang sama besar. (Khafid dan Suyati, 2006)

5. Pemahaman matematik memiliki beberapa indikator dalam penentuannya. Indikator pemahaman matematik secara umum meliputi: mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, serta ide matematika (Maulana, 2008: 56).

6. Pada model konvensional guru yang bertindak aktif dalam pembelajaran. Sagala (Syamsudin, 2003: 233) mengemukakan bahwa “guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapih, sistematik dan


(10)

lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib”.


(11)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian

1. Populasi

Maulana (2009: 25-26), mengemukakan bahwa populasi merupakan: a. keseluruhan subjek atau objek penelitian,

b. wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya,

c. seluruh data yang menjadi perhatian dalam lingkup dan waktu tertentu, dan

d. semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek lain yang telah dirumuskan secara jelas.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah seluruh data penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Dengan demikian, populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SD kelas V se-Kecamatan Cimalaka tahun ajaran 2012-2013 yang peringkat sekolahnya termasuk pada golongan kelompok sedang. Penentuan kategori sedang di sini dilakukan berdasarkan peringkat nilai Ujian Nasional tahun ajaran 2011/2012 yang diperoleh sekolah tersebut. Selain itu juga dilihat dari jumlah siswa yang terdapat pada masing-masing kelas pada masing-masing sekolah. Alasannya peneliti mengambil populasi di Kecamatan Cimalaka karena jarak antara tempat tinggal peneliti dengan tempat penelitian relatif dekat, sehingga memberikan kemudahan di dalam melaksanakan penelitian.

Selain itu, adapun alasan peneliti mengambil populasi kelompok sedang di Kecamatan Cimalaka karena jika materi yang diambil oleh peneliti untuk penelitian ini diujikan maka kemampuan siswa pada sekolah kelompok siswa berkemampuan sedang, sehingga tidak menganggap materi tersebut terlalu mudah dan terlalu sulit. Namun, jika peneliti mengujikan soal kepada siswa di sekolah dengan kelompok tinggi kemampuan siswa tentunya akan lebih tinggi dibandingkan siswa pada sekolah kelompok sedang dan menganggap materi tersebut terlalu mudah. Begitu pun pada siswa sekolah kelompok asor,


(12)

kemampuan siswanya tentunya akan lebih rendah dari kelompok sedang dan tinggi dan menganggap materi tersebut terlalu sulit bagi mereka.

2. Sampel

Gay (Maulana, 2009) mengemukakan bahwa menentukan ukuran sampel untuk penelitian eksperimen yakni minimum 30 subjek per kelompok.

Dalam penelitian ini populasi yang akan diambil ukurannya cukup besar. Peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Menurut Maulana (2009: 26-27) sampling lebih baik dilakukan dengan keadaan sebagai berikut.

a. Bila populasinya sangat homogen.

b. Bila penelitian akan mengakibatkan rusaknya subjek/objek penelitian. c. Pada umumnya makin besar dan heterogen suatu populasi, sampelnya

harus besar pula.

d. Sampling dapat lebih mengefisienkan waktu, biaya, dan tenaga.

Dalam pengambilan sampel peneliti harus memperhatikan ukuran sampel yang diambil dari populasi tersebut. Sampel yang di ambil harus sampel yang representatif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maulana (2009: 28), “Ukuran sampel menjadi pemikiran penting dalam menentukan sampling, yakni apakah sampel yang diambil sudah memenuhi kaidah representatif atau belum”.

Dalam melakukan teknik sampling faktor kejelian benar-benar sangat diperlukan oleh seorang peneliti, mengingat yang dilakukan adalah pencarian kebenaran dengan metode ilmiah yang keabsahannya pasti dipertanyakan. Maulana (2009: 28) “menekankan bahwa pengambilan sampel pada penelitian akan sampai kepada suatu titik yang optimal”. Artinya setiap sampel yang diambil harus bisa mewakili subjek lain yang tidak terambil, lebih jauhnya hasil penelitian teruji keabsahan generalisasinya.

Berdasarkan pemaparan di atas, sampel dalam penelitian ini diambil dari satu kelas dengan SD yang berbeda dan mempunyai prestasi akademik yang hampir sama. Sekolah yang akan dijadikan penelitian adalah SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kecamatan Cimalaka. Satu kelas di SDN Cibeureum I sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 30 siswa dan satu kelas di SDN Cimalaka II sebagai kelas kontrol dengan jumlah 35 siswa.


(13)

27

Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah dua kelas dari dua sekolah yang berbeda. Pertama, peneliti mengelompokkan populasi SD menjadi tiga kelompok, yaitu SD yang termasuk kelompok tinggi, SD yang termasuk kelompok sedang, dan SD yang termasuk kelompok rendah. Kedua, peneliti memilih SD yang termasuk kelompok sedang yang akan dijadikan sampel. Terpilih dua SD yakni SD Cibeureum I dan SD Cimalaka II. Selanjutnya dilakukan pemilihan kembali untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka terpilihlah SD Cimalaka II sebagai kelas kontrol dan SD Cibeureum I sebagai kelas eksperimen.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Dalam penelitian ini diberikan suatu perlakuan terhadap variabel bebas kemudian dilihat hasilnya pada variabel terikat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan tersebut dengan aspek tertentu yang akan diukur yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat.

Ruseffendi (Yuliana, 2011: 31), mengemukakan bahwa penelitian eksperimen merupakan penelitian yang benar-benar melihat hubungan sebab akibat, perlakuan yang dilakukan terhadap variabel bebas dapat mengakibatkan perubahan terhadap variabel terikat.

Dalam penelitian eksperimen, peneliti melakukan suatu manipulasi terhadap variabel bebas kemudian mengamati perubahan yang terjadi pada variabel terikat (Maulana, 2009: 20).

Menurut Maulana (2009: 23), syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penelitian eksperimen adalah sebagai berikut ini:

1. Membandingkan dua kelompok atau lebih.

2. Adanya kesetaraan (ekuivalensi) subjek-subjek dalam

kelompok-kelompok yang berbeda. Kesetaraan ini biasanya dilakukan secara acak (random).

3. Minimal ada dua kelompok/kondisi yang berbeda pada saat yang

sama, atau satu kelompok tetapi untuk dua saat yang berbeda.


(14)

5. Menggunakan statistika inferensial.

6. Adanya kontrol terhadap variabel-variabel luar (extraneous variables). 7. Setidaknya terdapat satu variabel bebas yang dimanipulasikan.

Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw sedangkan kelompok kontrol mendapat perlakuan dengan pembelajaran yang konvensional. Namun sebelum perlakuan diberikan untuk mengetahui dan mengukur kemampuan siswa, terlebih dahulu dilakukan pretes (tes awal). Kemudian, setelah mendapat perlakuan siswa kembali diberikan postes (tes akhir) untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman pada saat sebelum mendapat tindakan dan setelah mendapat tindakan. Soal pretes dan postes yang diberikan adalah soal yang sama. Hal ini dilakukan agar acuan dalam penilaiannya sama.

Adapun desain penelitian yang sesuai dengan pemaparan di atas dapat digambarkan sebagai berikut.

Keterangan :

O = Pretes dan postes

X1 = Pembelajaran matematika dengan penerapan model kooperatif teknik jigsaw

X2 = Pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran konvensional

C. Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek atau titik dari suatu penelitian. Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw (variabel bebas) dan kemampuan pemahaman matematik siswa sebagai variabel terikatnya.

O X1 O

O X2 O


(15)

29

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diambil dari hasil pretes dan postes, sedangkan data kualitatif diperoleh dari skala sikap dan lembar observasi.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes pada penelitian ini adalah berupa serentetan pertanyaan secara tertulis. Tes hasil belajar ini terdiri dari dua bagian, yaitu pretes untuk mengukur kemampuan awal subjek penelitian, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, dan postest yang digunakan untuk mengukur peningkatan pemahaman siswa terhadap materi simetri lipat pada kelompok eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk mengukur validitas isi soal yang dibuat, sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada ahli, dalam hal ini dosen pembimbing. Selain validitas isi, konsultasi juga dilakukan untuk mengetahui adanya validitas muka dalam arti bentuk soal dalam tes hasil belajar yang digunakan memang tepat untuk diberikan kepada subjek penelitian. Setelah validitas isi dan validitas muka terpenuhi, maka terbentuklah soal tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini yang berjumlah 3 butir soal uraian.

Selanjutnya untuk mengukur ketepatan dan keajegan (reliabilitas) instrumen tes tersebut, maka dilakukan uji coba instrumen kepada siswa kelas V (Lima) SD yang telah memperoleh pembelajaran mengenai simetri lipat sebelumnya. Uji coba instrumen tes hasil belajar siswa akan dilakukan kepada siswa kelas V SDN Sukalerang II dengan jumlah siswa sebanyak 15 siswa dan SDN Babakan dengan jumlah siswa sebanyak 17 siswa. Penjelasan mengenai uji coba instrumen yang dilakukan akan dijelaskan dalam teknik pengolahan data tes hasil belajar dan hasil uji coba instrumennya berikut ini.

a. Validitas Instrumen

Untuk menentukan tingkat (kriteria) validitas instrumen ini, maka digunakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini dihitung dengan product moment raw score dari Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154) dengan formula sebagai berikut.


(16)

=

Keterangan:

= koefisien korelasi

n = banyaknya subjek (testi) = variabel 1

= variabel 2

Formula di atas digunakan untuk menghitung validitas soal secara keseluruhan. Sementara itu, untuk mengetahui validitas masing-masing butir soal masih menggunakan product moment raw score, tetapi variabel untuk jumlah skor soal yang dimaksud dan variabel untuk skor total soal tes hasil belajar.

Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien korelasi (koefisien validitas) menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya 1990: 147) berikut ini.

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien korelasi Interpretasi

0,80 1,00 Validitas sangat tinggi

0,60 0,80 Validitas tinggi

0,40 0,60 Validitas sedang

0,20 0,40 Validitas rendah

0,20 Tidak valid

Hasil uji coba menunjukan bahwa secara keseluruhan, soal yang digunakan dalam penelitian ini koefisien korelasinya mencapai 0,77 yang berarti validitas instrumen tes kemampuam pemahaman pada penelitian ini tinggi berdasarkan Tabel 3.1. (perhitungan validitas hasil ujicoba instrumen terlampir). Sementara itu, validitas instrumen tes kemampuan pemahaman masing-masing soal dapat dilihat dalam Tabel 3.2 berikut ini.


(17)

31

Tabel 3.2

Validitas Tiap Butir Soal Tes Hasil Belajar

b. Reliabilitas Instrumen

Menurut Maulana, (2009: 45), “Istilah reliabilitas mengacu kepada kekonsistenan skor yang diperoleh, seberapa konsisten skor tersebut untuk setiap individu dari suatu daftar instrumen terhadap yang lainnya”. Untuk mengukur reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990: 195) sebagai berikut.

=

Keterangan:

n = banyak butir soal (item)

si2 = jumlah varians skor setiap item st2 = varians skor total

Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 177) menyatakan bahwa kriteria untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut yang disajikan pada tabel di bawah ini.

No. Soal Koefisien

Korelasi

Interpretasi

1a 0,54 Validitas Sedang 1b 0,54 Validitas Sedang 1c 0,21 Validitas Rendah 2a 0,36 Validitas Rendah 2b 0,45 Validitas Sedang 2c 0,62 Validitas Tinggi 2d 0,46 Validitas Sedang 3a 0,67 Validitas Tinggi 3b 0,52 Validitas Sedang 3c 0,56 Validitas Sedang 3d 0,40 Validitas Rendah


(18)

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi Interpretasi 0,80 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,60 0,80 Reliabilitas tinggi 0,40 0,60 Reliabilitas sedang 0,20 0,40 Reliabilitas rendah

0,20 Reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan Tabel 3.3, hasil uji coba instrumen yang digunakan dalam penelitian mencapai kriteria realibilitas sangat tinggi dengan nilai perolehan koefisien korelasi realibilitas mencapai 0,96. (perhitungan realibilitas hasil uji coba terlampir).

c. Tingkat Kesukaran

“Tingkat kesukaran adalah derajat kesukaran suatu butir soal yang dinyatakan dengan bilangan” (Suherman dan Sukjaya, 1990: 212). Untuk mengetahui tingkat atau indeks kesukaran setiap butir soal, digunakan rumus berikut (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213).

IK =

Keterangan:

IK = Tingkat/indeks kesukaran = Rata-rata skor setiap butir soal SMI = Skor maksimum ideal

Indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil penghitungan dengan menggunakan formula di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria berikut (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213):

Tabel 3.4

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Koefisien korelasi Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 0,30 Sukar

0,30 0,70 Sedang

0,70 1,00 Mudah


(19)

33

Berikut ini merupakan data tingkat kesukaran hasil uji coba instrumen tes kemampuan pemahaman yang dilakukan.

Tabel 3.5

Analisis Tingkat Kesukaran

Nomor soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1a 0,94 Mudah

1b 0,94 Mudah

1c 0,94 Mudah

2a 0,66 Sedang

2b 0,53 Sedang

2c 0,69 Sedang

2d 0,56 Sedang

3a 0,47 Sedang

3b 0,34 Sedang

3c 0,50 Sedang

3d 0,38 Sedang

d. Daya Pembeda

Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus sebagai berikut ini

DP =

Keterangan:

DP = Daya pembeda

A = Rata-rata skor kelompok atas

B = Rata-rata skor kelompok bawah SMI = Skor maksimum ideal

Selanjutnya daya pembeda yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi daya pembeda bisa dilihat pada table 3.6 sebagai berikut (Suherman dan Sukjaya, 1990: 202):


(20)

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Koefisien korelasi Interpretasi

DP < 0,00 Sangat jelek

0,00 0,20 Jelek

0,20 0,40 Cukup

0,40 0,70 Baik

0,70 1,00 Sangat baik

Berikut ini merupakan data daya pembeda hasil uji coba instrumen tes kemempuan pemahaman yang dilakukan.

Tabel 3.7

Daya Pembeda Butir Soal No Soal Daya

Pembeda Interpretasi

1a 0,25 Cukup

1b 0,25 Cukup

1c 0,13 Jelek

2a 0,25 Cukup

2b 0,50 Baik

2c 0,88 Sangat Baik

2d 0,75 Sangat Baik

3a 0,75 Sangat Baik

3b 0,75 Sangat Baik

3c 0,75 Sangat Baik

3d 0,63 Baik

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh hasil pada Tabel 3.7 menggambarkan 27,3% memiliki daya pembeda cukup, 18,8% memiliki daya pembeda baik, 45,5% memiliki daya pembeda sangat baik dan 8,4% memiliki daya pembeda jelek.


(21)

35

Tabel 3.8

Rekapitulasi Analisis Butir Soal No

Soal

Validitas Daya Pembeda Tingkat kesukaran

Keterangan Koef

isien Interpretasi

Nilai

DP Interpretasi

Nilai

IK Interpretasi

1a 0,54 Validitas Sedang 0,25 Cukup 0,94 Mudah Digunakan 1b 0,54 Validitas Sedang 0,25 Cukup 0,94 Mudah Digunakan 1c 0,21 Validitas Rendah 0,13 Jelek 0,94 Mudah Tidak 2a 0,36 Validitas Rendah 0,25 Cukup 0,66 Sedang Tidak 2b 0,45 Validitas Sedang 0,50 Baik 0,53 Sedang Digunakan 2c 0,62 Validitas Tinggi 0,88 Sangat Baik 0,69 Sedang Digunakan 2d 0,46 Validitas Sedang 0,75 Sangat Baik 0,56 Sedang Digunakan 3a 0,67 Validitas Tinggi 0,75 Sangat Baik 0,47 Sedang Digunakan 3b 0,52 Validitas Sedang 0,75 Sangat Baik 0,34 Sedang Digunakan 3c 0,56 Validitas Sedang 0,75 Sangat Baik 0,50 Sedang Digunakan 3d 0,40 Validitas Sedang 0,63 Baik 0,38 Sedang Tidak

2. Instrumen Non Tes a. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan rekaman data atau informasi mengenai prosedur kegiatan pembelajaran untuk melihat kesesuaian antara perencanaan pembelajaran dengan pelaksanaan. Melalui lembar observasi dapat diperoleh data tentang tingkah laku siswa dan guru pada saat proses kegiatan belajar mengajar. Serta lembar observasi di sesuaikan dengan pendekatan dan tahap pembelajaran yang digunakan.

Maulana (2009: 35), mengungkapkan “Observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan jika perlu pengecapan”. Observasi yang dilakukan adalah terhadap kinerja guru mulai dari tahapan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, hingga evaluasi yang dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.

Pada observasi kinerja guru diukur melalui format observasi yang dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist). Aspek yang diukur dalam observasi kinerja guru ini terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek perencanaan pembelajaran yang terdiri dari lima kegiatan, aspek pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari sembilan kegiatan, dan yang terakhir adalah aspek evaluasi pembelajaran yang terdiri dari


(22)

tiga kegiatan (format observasi kinerja guru terlampir). Setiap kegiatan diukur dengan skor pada rentang 1–4 dengan deskriptor yang telah disusun berdasarkan pengembangan dari IPKG 2 (instrumen penilaian kinerja guru tahap pelaksanaan) yang dibuat oleh UPI. Skor yang telah diberikan untuk masing-masing kegiatan dijumlahkan dan hasilnya ditafsirkan ke dalam bentuk nilai dengan ukuran sangat baik (A), baik (B), cukup (C), atau kurang (D). Lebih jelasnya tafsiran jumlah perolehan skor observasi kinerja guru adalah sebagai berikut ini.

1) Sangat Baik (SB) = indikator yang muncul 81 - 100% 2) Baik (B) = indikator yang muncul 61 - 80%

3) Cukup (C) = indikator yang muncul 41 - 60% 4) Kurang (K) = indikator yang muncul 21 - 40% 5) Sangat Kurang (SK) = indikator yang muncul 0 - 20%

b. Pedoman Wawancara

Menurut Ruseffendi (Maulana, 2009), Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data yang sering digunakan, dalam hal ini kita ingin mengorek sesuatu yang tidak terungkapkan oleh cara lainnya”.

Alat yang digunakan untuk melakukan wawancara adalah berupa lembar pedoman wawancara yang terdiri dari lembar wawancara untuk siswa dan lembar wawancara untuk guru. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan tentang pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model kooperatif teknik jigsaw dalam meningkatkan pemahaman siswa pada materi simetri lipat. Dalam tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan bertatap muka secara langsung kepada responden atau subjek yang diteliti yaitu guru dan siswa.

c. Catatan Lapangan

Teknik pengumpulan data lain yang digunakan adalah catatan lapangan. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2002: 153), “Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dam refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”.


(23)

37

Catatan lapangan digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja guru dan aktivitas siswa serta berbagai kejadian yang dianggap penting yang tidak direncanakan dan tidak dapat teramati pada pedoman observasi.

d. Skala Sikap

Instrumen skala sikap digunakan untuk mengukur tingkat minat serta motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika. Bentuk skala sikap yang digunakan adalah skala sikap Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skala sikap ini terdiri dari 15 butir pernyataan mengenai minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika. Siswa harus membubuhkan tanda cek (√) pada salah satu kolom isian (SS), (S), (TS), dan (STS). Pengolahan hasil dari pengisian skala sikap ini yakni dengan menjumlahkan pilihan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju terhadap masing-masing butir pernyataan.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap pembuatan kesimpulan. Penjelasan dari keempat tahap berikut adalah sebagai berikut.

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini akan dilaksanakan beberapa kegiatan yaitu: pengembangan perangkaat pembelajaran (lembar kerja siswa), penyusunan instrumen dan uji coba instrumen, revisi perangkat pembelajaran, mengurus perijinan penelitian, dan pemilihan secara acak sekolah yang akan dilakukan eksperimen yaitu sebanyak dua kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kegiatan di atas terlebih dahulu direncanakan oleh peneliti agar pada saat pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Selain kegiatan-kegiatan seperti di atas, peneliti juga merumuskan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan. Kemudian, dari rumusan jawaban tersebut dapat ditarik sebuah hipotesis atau jawaban sementara yang selanjutnya akan di buktikan kebenarannnya.


(24)

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini, dilaksanakan pembelajaran sesuai jadwal dan materi yang sudah ditetapkan. Pada saat pembelajaran, peneliti mengumpulkan data pada kelas yang telah ditentukan. Peneliti menggunakan instrumen penelian dalam melaksanakan penelitiannya. Instrumen tersebut dalam bentuk instrumen tes dan instrumen non tes.

Instrumen tes di berikan pada saat tes awal dan tes akhir yaitu sebelum diberikan perlakuan, dan setelah di berikan perlakuan. Tes awal diberikan sebeluum pembelajaran, sedangkan tes akhir diberikan setelah pembelajaran berakhir secara keseluruhan.

Instrumen non tes diberikan pada saat pembelajaran berlangsung dan setelah pembelajaran. Pada saat pembelajaran, peneliti menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan. Selanjutnya setelah pembelajaran selesai, peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk mengetahui komentar siswa dan guru mengenai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw.

3. Tahap analisis data

Analisis data yang akan dilakukan yaitu: pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan dan penganalisisan hasil data kuantitatif berupa postes kemampuan pemahaman matematik siswa dari kedua kelas kemudian dicocokan dengan hipotesis yang telah dibuat apakah hipotesis tersebut diterima atau tidak. Sedangkan pengolahan data kualitatif berupa hasil observasi, wawancara dan catatan lapangan.

4. Tahap pembuatan kesimpulan

Pada tahap ini dilaksanakan penyimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan. Adapun bagan alur prosedur penelitian sebagai berikut.


(25)

39

Gambar 3.1

Bagan Alur Prosedur Penelitian F. Pengolahan dan Analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan skala sikap. Adapun data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes. Analisis data kualitatif dimulai dengan mengelompokkan data ke dalam kategori tertentu. Data yang diperoleh diidentifikasi terlebih dahulu


(26)

kemudian dianalisis. Selanjutnya sebagian data yang terkait dengan keperluan tertentu diolah dan dikualifikasikan seperlunya untuk menghasilkan suatu kesimpulan tertentu.

1. Analisis data kuantitatif

Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data kuantitatif. Data kuantitatif berupa hasil tes diolah dengan cara sebaga berikut.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diperlukan untuk menentukan pengujian beda dua rerata yang akan diselidiki. Untuk melakukan uji normalitas, digunakan uji Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%.Jika kedua data berasal dari distribusi yang normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas.Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas sedangkan untuk pengujian hipotesis dilakukan uji statistik non parametrik.

Menguji normalitas data dari masing-masing kelas dengan menggunakan Chi Kuadrat ( ). Menurut Sudjana (2005), adapun langkah-langkah mencari ( ), adalah sebagai berikut.

1) Menentukan rentang skor (r), dengan mencari selisih antara skor terbesar dengan skor terkecil, dapat dihitung dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada rumus:

r = skor tertinggi – skor terendah

2) Menentukan banyaknya kelas interval, dapat dihitung dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada rumus:

k = 1 + 3,3 log n Keterangan:

K = banyak kelas interval 1 = bilangan tetap

3,3 = bilangan tetap Log = logaritma


(27)

41

3) Menentukan panjang kelas interval, dapat dihitung dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada rumus sebagai berikut.

Keterangan: P = panjang kelas R = rentang skor K = banyak kelas

4) Memasukan data skor ke dalam tabel distribusi frekuensi, seperti pada contoh di tabel.

5) Menghitung rata-rata skor, dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada formula sebagai berikut.

Keterangan :

= rata-rata nilai yang diperoleh siswa ∑ fi = total frekuensi

�� = skor yang diperoleh siswa uji coba

6) Menghitung simpangan baku, dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada formula sebagai berikut.

Keterangan:

n = jumlah siswa uji coba s = simpangan baku ∑ fi = total frekuensi

xi = skor yang diperoleh siswa 1 = bilangan tetap

7) Menghitung , dapat dihitung dengan persamaan dasarnya ditunjukkan pada formula sebagai berikut.


(28)

Keterangan:

= Chi kuadrat

Oi = Frekuensi yang diobservasi Ei = Frekuensi ekspektasi

8) Menentukan derajat kebebasan (dk), dapat dihitung dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada formula sebagai berikut.

dk= k – 3 Keterangan:

dk = derajat kebebasan k = banyak kelas interval 3 = bilangan tetap

9) Menentukan nilai tabel dari daftar tabel chi-kuadrat dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

10) Membandingkan harga hitung dengan tabel

Untuk menentukan kriteria uji normalitas (X2) menggunakan ketentuan, sebagai berikut.

a) Jika hitung < tabel, maka data tersebut berdistribusi normal. b) Jika hitung > tabel, maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

Untuk menentukan kriteria uji normalitas ( ) menggunakan ketentuan sebagai berikut.

a) Jika hitung < tabel, maka data tersebut berdistribusi normal. b) Jika hitung > tabel, maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan melihat homogenitas atau kesamaan beberapa bagian sampel atau seragam tidaknya variansi sampel-sampel yaitu apakah mereka berasal dari populasi yang sama. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian homogenitas sebagai berikut.


(29)

43

Merumuskan hipotesis :

: dengan,

= Hipotesis nol = Hipotesis kerja

= Varians kelas eksperimen = Varians kelas kontrol

Menentukan tingkat keberartian dengan mengambil α sebesar 0,05Menentukan kriteria pengujian dengan aturan jika �h� ��<� �� menerima apabila nilai signifinaksi yang diperoleh lebih dari atau sama dengan 0,05 dan menolak apabila nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05.

Jika ternyata kedua variansi homogen, maka dilanjutkan untuk uji perbedaan rata-rata (uji-t).

c. Uji Dua Rerata

Uji dua rerata dilakukan untuk data tes awal, tes akhir yang diperoleh.Uji dua rerata untuk menguji hipotesis menggunakan rumus uji-t setelah mengetahui bahwa data berdistribusi normal dan homogen.Untuk distribusi data normal tetapi tidak homogen digunakan uji hipotesis dengan uji-t`.Sementara untuk data yang tidak berdistribusi normal, uji dua rerata dilakukan dengan uji non-parametrik

Mann-Whitney.

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata, maka pasangan hipotesis yang akan dibuktikan yaitu dengan uji-t dengan rumus sebagai berikut (Maulana, 2009: 93).


(30)

Keterangan:

= Rata-rata kelompok eksperimen = Rata-rata kelompok kontrol

= Jumlah siswa ujicoba di kelas eksperimen = Jumlah siswa ujicoba di kelas kontrol 2

= Variansi kelas eksperimen 2

= Variansi kelas kontrol 1 = Bilangan tetap

Jika uji normalitas dan uji homogenitas telah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata atau uji-t. Menurut Maulana (2009), untuk menguji dan gunakan uji dua arah dengan kriteria uji: terima untuk:

Pasangan dan tandingannya yang akan diuji adalah :

: tidak terdapat perbedaan rata-rata pemahaman matematik siswa kelompokeksperimen dan kelompok kontrol

: terdapat perbedaan rata-rata pemahaman matematik siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Menghitung peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dengan rumus gain yang dinormalisasi (N-Gain) menurut Meltzer (Rahmawati, dalam Fauzan, 2012) yaitu sebagai berikut:


(31)

45

Keterangan :

= gain normal = skor postes = skor pretes

= skor maksimal

Selain melakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan rumus seperti yang telah dijelaskan, dalam mengolah dan menganalisis data juga dapat menggnunakan cara lain. Cara lain dalam mengolah dan menganalisis data kuantitatif adalah dengan program aplikasi komputer. Program aplikasi komputer yang digunakan yaitu SPSS 16 for Windows.

2. Analisis data kualitatif

Data kualitatif yang akan dianalisis di antaranya format observasi, wawancara, dan skala sikap. Analisis data kualitatif dalam penelitian adalah sebagai berikut ini.

a. Lembar observasi aktivitas siswa

Data hasil lembar observasi diubah ke dalam bentuk angka. Untuk (BS) diberi skor 4, (S) diberi skor 3, (C) diberi skor 2, dan (K) diberi skor 3. Selanjutnya mengubah skor mentah siswa menjadi nilai. Berikut interpretasi untuk rentang nilai yang diperoleh siswa:

81 – 100 = sangat baik 61 – 80 = baik

41 – 60 = cukup 21 – 40 = kurang 0 – 20 = sangat kurang b. Wawancara

Data hasil wawancara yang telah direkam kemudian diubah ke dalam bentuk tulisan. Hasil wawancara kemudian dianalisis. Selanjutnya hasil wawancara dapat dijadikan data pendukung untuk data-data yang telah diperoleh dari lembar observasi, skala sikap, dan hasil tes.


(32)

Teknik pengumpulan data lain yang digunakan adalah catatan lapangan. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2002: 153), “Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dam refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”. Catatan lapangan digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja guru dan aktivitas siswa serta berbagai kejadian yang dianggap penting yang tidak direncanakan dan tidak dapat teramati pada pedoman observasi.

d. Skala sikap

Data skala sikap yang diperoleh diolah dengan mencari persentase skala sikap untuk setiap butir pernyataan kemudian hasilnya ditafsirkan. Derajat penilaian skala sikap terbagi menjadi 4 kategori, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Data kualitatif tersebut kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Untuk pernyataan positif, (SS) diberi skor 5, (S) diberi skor 4, (TS) diberi skor 2, dan (STS) diberi skor 1. Untuk pernyataan negatif, skornya kebalikan dari pernyataan positif (Suherman, dalam Khususwanto, 2008). Selanjutnya subjek dapat digolongkan menjadi kelompok yang memiliki sikap positif dan negatif. Penggolongan dapat dilakukan dengan menghitung rata-rata skor subjek. Jika nilai lebih dari 3, subjek mempunyai sikap positif. Dan jika nilai kurang dari tiga, subjek memiliki sikap negatif (Barkah, dalam Khususwanto, 2008)


(33)

82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pengolahan data hasil penelitian pada BAB IV, dapat disimpulkan mengenai pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa SD pada materi simetri lipat. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok eksperimen yakni 14,17 dalam rentang 1-20 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 10,87. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � = 5% two tailed didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) = 0,000. Karena yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas V di Kecamatan Cimalaka pada kelompok sedang secara signifikan. Hal itu menerangkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru di kelompok eksperimen, didapatkan bahwa kinerja guru mencapai kriteria sangat baik. Itu artinya model-model pembelajaran yang baru akan baik hasilnya apabila dilaksanakan dengan prosedur yang sesuai. Secara umum, respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw cenderung positif. Pembelajaran secara berkelompok (tim) telah membuat siswa merasa mampu belajar lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri. Selain itu, adanya rekognisi tim telah mampu menarik keinginan dan perhatian siswa untuk belajar lebih baik lagi agar mendapatkan hasil yang maksimal. Selain


(34)

10,8 atau sebesar 67,4% siswa memberi sikap positif terhadap pembelajaran simetri lipat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw menawarkan alternatif pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan bagi siswa.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa SD pada materi simetri lipat. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok kontrol yakni 10,26 dalam rentang 1-20 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 8,91. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas kontrol dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � =

5% two tailed didapatkan nilai P-value (Asymp.Sig.2-tailed) = 0,000. Karena yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas V di Kecamatan Cimalaka pada kelompok sedang secara signifikan. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru di kelompok kontrol, didapatkan bahwa kinerja guru mencapai kriteria sangat baik. Itu artinya baik atau tidaknya pembelajaran konvensional bergantung kepada kinerja guru dalam melaksanakannya.

3. Kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi simetri lipat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari nilai gain pada kelompok eksperimen yakni 0,40 sedangkan gain pada kelompok kontrol yakni 0,13. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � = 5% two tailed didapatkan nilai P-value (Asymp.Sig.2-tailed) = 0,000. Karena yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0,000. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi


(35)

84

materi simetri lipat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan dari pada pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal itu menerangkan bahwa metode ceramah akan baik diterapkan jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Begitu pula pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang baru akan baik diterapkan jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Namun, dalam penelitian ini diketahui bahwa ada model pembelajaran yang lain yang lebih baik dari metode ceramah. Dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Faktor-faktor pendukung terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw di antaranya adalah kinerja guru yang maksimal, dan aktivitas siswa yang cenderung dalam kategori baik. Selain itu, terdapat faktor yang menghambat dalam pembelajaran simetri lipat menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw, yaitu keterbatasan ruangan kelas, sehingga guru sulit untuk melangkah dan membimbing kelompok karena jarak antar kelompok yang sempit, terutama dari faktor siswa yaitu temannya yang mengganggu saat belajar.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bab IV, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Pembelajaran simetri lipat dengan model kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa. Oleh karena itu, alangkah baiknya pembelajaran ini dijadikan sebagai alternative pilihan pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika di SD. Selain itu, guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan merancang pembuatan LKS yang lebih kreatif dan menantang siswa.


(36)

berjumlah 35 orang membuat terasa sempit. Selain itu, alangkah baiknya jika tersedia infokus dan alat-alat yang dapat mendukung pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terdapat beberapa kekurangan diantaranya pengadaan media yang terbatas seperti kertas lipat saja. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan media lain yang lebih audio-visual karena ketika siswa hanya melihat gambar saja siswa sudah merasa senang, apalagi jika media berupa audio-visual tentu saja dapat menarik perhatian siswa.


(37)

(38)

86

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bakti.

Fauzan (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer dan Permainan Berbasis Alam dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar terhadap Materi Kesebangunan. Sumedang: Tidak diterbitkan.

Khafid, M., dan Suyati. (2006). Pelajaran Matematika sekolah dasar kelas V. Jakarta: Erlangga.

Khususwanto (2008). Proposal. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Metagoknitif untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Bandung: Tidak diterbitkan.

Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Maulana (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar: Panduan Sederhana bagi Mahasiswa dan Guru Calon Peneliti. Bandung: Learn2Live n Live2Learn.

Maulana. (2008). Pendidikan Matematika 1. Diktat Perkuliahan. Bandung.

Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Ruseffendi, E. T., dkk. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud,

Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Suwangsih, E. dan Triurlina. (2009). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS


(39)

Taniredja, Tukiran., dkk (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.


(1)

itu setelah diberikannya angket, rata-rata skor yang diperoleh siswa sebesar 10,8 atau sebesar 67,4% siswa memberi sikap positif terhadap pembelajaran simetri lipat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw menawarkan alternatif pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan bagi siswa.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa SD pada materi simetri lipat. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok kontrol yakni 10,26 dalam rentang 1-20 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 8,91. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas kontrol dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � =

5% two tailed didapatkan nilai P-value (Asymp.Sig.2-tailed) = 0,000. Karena

yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas V di Kecamatan Cimalaka pada kelompok sedang secara signifikan. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru di kelompok kontrol, didapatkan bahwa kinerja guru mencapai kriteria sangat baik. Itu artinya baik atau tidaknya pembelajaran konvensional bergantung kepada kinerja guru dalam melaksanakannya.

3. Kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi simetri lipat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari nilai gain pada kelompok eksperimen yakni 0,40 sedangkan gain pada kelompok kontrol yakni 0,13. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � =

5% two tailed didapatkan nilai P-value (Asymp.Sig.2-tailed) = 0,000. Karena

yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0,000. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi


(2)

84

materi simetri lipat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan dari pada pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal itu menerangkan bahwa metode ceramah akan baik diterapkan jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Begitu pula pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang baru akan baik diterapkan jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Namun, dalam penelitian ini diketahui bahwa ada model pembelajaran yang lain yang lebih baik dari metode ceramah. Dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Faktor-faktor pendukung terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw di antaranya adalah kinerja guru yang maksimal, dan aktivitas siswa yang cenderung dalam kategori baik. Selain itu, terdapat faktor yang menghambat dalam pembelajaran simetri lipat menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw, yaitu keterbatasan ruangan kelas, sehingga guru sulit untuk melangkah dan membimbing kelompok karena jarak antar kelompok yang sempit, terutama dari faktor siswa yaitu temannya yang mengganggu saat belajar.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bab IV, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Pembelajaran simetri lipat dengan model kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa. Oleh karena itu, alangkah baiknya pembelajaran ini dijadikan sebagai alternative pilihan pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika di SD. Selain itu, guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan merancang pembuatan LKS yang lebih kreatif dan menantang siswa.


(3)

Ruangan kelas cukup memadai namun dengan kapasitas siswa yang berjumlah 35 orang membuat terasa sempit. Selain itu, alangkah baiknya jika tersedia infokus dan alat-alat yang dapat mendukung pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terdapat beberapa kekurangan diantaranya pengadaan media yang terbatas seperti kertas lipat saja. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan media lain yang lebih audio-visual karena ketika siswa hanya melihat gambar saja siswa sudah merasa senang, apalagi jika media berupa audio-visual tentu saja dapat menarik perhatian siswa.


(4)

(5)

86

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan SD/MI. Jakarta: Dharma Bakti.

Fauzan (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer dan Permainan Berbasis Alam dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa

Sekolah Dasar terhadap Materi Kesebangunan. Sumedang: Tidak

diterbitkan.

Khafid, M., dan Suyati. (2006). Pelajaran Matematika sekolah dasar kelas V. Jakarta: Erlangga.

Khususwanto (2008). Proposal. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Metagoknitif untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa. Bandung: Tidak diterbitkan.

Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Maulana (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar: Panduan Sederhana bagi Mahasiswa dan Guru

Calon Peneliti. Bandung: Learn2Live n Live2Learn.

Maulana. (2008). Pendidikan Matematika 1. Diktat Perkuliahan. Bandung. Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Ruseffendi, E. T., dkk. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud,

Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Suwangsih, E. dan Triurlina. (2009). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS


(6)

Taniredja, Tukiran., dkk (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS V PADA MATERI GAYA MAGNET (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Ckareo I dan SDN Cikareo II di Kabupaten Sumedang).

0 0 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA MATERI GAYA MAGNET (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Jatimulya II dan SDN Jatimulya III Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka).

0 0 34

PENGARUH MODEL INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA. (Penelitian eksperimen terhadap kelas V SDN I Muara dan Kelas V SDN II Muara Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon).

0 2 36

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI LIPAT (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Padasuka II dan SDN Padamulya di Kabupaten Sumedang).

0 0 40

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI PUTAR (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cimalaka 2 dan SDN Citimun 2 di Kabupaten Sumedang).

0 0 44

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH(PBM) DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cadaspangeran Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang).

0 0 54

PENGARUH PERMAINAN BILBAKCAGAM TERHADAP TES HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas V SDN Gunungsari I dan SDN Ranjikulon II di Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka).

0 0 37

PENGARUH MEDIA PIZZA PAPER TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA DI SEKOLAH DASAR PADA MATERI PECAHAN (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Margasuka I, SDN Kebonseureuh, dan SDN Tenjonagara di Kabupaten Sumedang).

0 2 55

PENGARUH MODEL CLIS (CHILDREN LEARNING IN SCIENCE ) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Salam dan SDN Ciranjang Kecamatan Tanjungmedar Kabupaten Sumedang ).

0 2 37

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SDN Karangwuni I melalui model pembelajaran kooperatif Jigsaw II.

0 0 2