PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS V PADA MATERI GAYA MAGNET (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Ckareo I dan SDN Cikareo II di Kabupaten Sumedang).

(1)

(Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cikareo I dan SDN Cikareo II di Kabupaten Sumedang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

WINDY ANGGIAWATI 0903266

PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS SUMEDANG

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

PADA MATERI GAYA MAGNET

(Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cikareo I

dan SDN Cikareo II di Kabupaten Sumedang)

Oleh

WINDY ANGGIAWATI

Sebuah Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar

© Windy Anggiawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Kampus Sumedang 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

vi LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSEMBAHAN

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat IPA ... 12

B. Pembelajaran IPA di SD ... 16

C. Keterampilan Proses Sains ... 21

D. Hasil Belajar Siswa ... 28

E. Model Pembelajaran Inkuiri ... 30

F. Pembelajaran Gaya Magnet dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri ... 33

G. Model Pembelajaran Konvensional ... 36


(4)

vii

A. Metode dan Desain Penelitian ... 44

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

C. Prosedur Penelitian ... 48

D. Variabel Penelitian ... 51

E. Instrumen Penelitian ... 51

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68

B. Pengujian Hipotesisis ... 102

C. Temuan dan Pembahasan ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 126 RIWAYAT HIDUP


(5)

viii

2.1 Tabel Pengelompokkan Keterampilan Proses Sains ... 22

2.2 Tabel Penjabaran Keterampilan Proses IPA di SD ... 24

2.3 Tabel Keterampilan Proses dan Indikatornya ... 25

2.4 Tabel Kemampuan yang Dikembangkan Dalam Proses Inkuiri ... 33

3.1 Tabel Daftar SD Golongan Kelompok Sedang ... 47

3.2 Tabel Hasil Perhitungan Validitas Soal Tes Keterampilan Proses Sains Siswa ... 53

3.3 Tabel Hasil Perhitungan Validitas Soal Tes Hasil Belajar Siswa ... 54

3.4 Tabel Klasifikasi Indeks Kesukaran... 56

3.5 Tabel Analisis Indeks Kesukaran Tes Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa ... 56

3.6 Tabel Analisis Indeks Kesukaran Tes Hasil Belajar Siswa ... 57

3.7 Tabel Klasifikasi Daya Pembeda ... 58

3.8 Tabel Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tiap Soal Keterampilan Proses Sains Siswa ... 58

3.9 Tabel Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tiap Soal Hasil Belajar Siswa ... 59

3.10 Tabel Kriteria tingkat N-Gain ... 62

3.11 Tabel Rentang Skala Likert ... 67

4.1 Tabel Data Hasil Pretes Keterampilan Proses Sain Siswa Kelas Eksperimen 69 4.2 Tabel Data Hasil Pretes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Kontrol ... 70

4.3 Tabel Uji Normalitas Data Pretes Keterampilan Proses Sains Siswa ... 71

4.4 Tabel Uji Perbedaan Rata-rata Data Pretes Keterampilan Proses Sains Siswa ... 75

4.5 Tabel Data Hasil Pretes Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 76

4.6 Tabel Data Hasil Pretes Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 77

4.7 Tabel Uji Normalitas Data Pretes Hasil Belajar Siswa ... 78

4.8 Tabel Uji Homogenitas Data Pretes Hasil Belajar Siswa ... 81


(6)

ix

4.13 Tabel Uji Perbedaan Rata-rata Data Postes Keterampilan Proses Sains

Siswa ... 90

4.14 Tabel Data Hasil postes Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 91

4.15 Tabel Data Hasil Postes Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 92

4.16 Tabel Uji Normalitas Data Postes Hasil Belajar Siswa ... 93

4.17 Tabel Uji Homogenitas Data Postes Hasil Belajar Siswa ... 97

4.18 Tabel Uji Perbedaan Rata-rata Postes Hasil Belajar Siswa ... 98

4.19 Tabel Nilai Observasi Kinerja Guru ... 99

4.20 Tabel Rekapitulasi Respon Siswa Terhadap Angket Pada Kelas Eksperimen ... 100

4.21 Tabel Rekapitulasi Respon Siswa Terhadap Angket Pada Kelas Kontrol ... 101

4.22 Tabel Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 104

4.23 Tabel Uji Homogenitas Peningkatatan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Kelompok Kontrol ... 105

4.24 Tabel Uji Perbedaan Rata-rata Peningatan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Kelompok Kontrol ... 106

4.25 Tabel Uji Normalitas N-gain Keterampilan Proses Sains Siswa ... 108

4.26 Tabel Uji Perbedaan Rata-rata N-gain Keterampilan Proses Sains Siswa .. 112

4.27 Tabel Rata-rata Nilai N-gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 113

4.28 Tabel Uji ANOVA Satu Jalur (One Way Anova) Keterampilan Proses Sains Siswa ... 114


(7)

x

1.1 Gambar Jenjang Pendidikan Formal ... 3

2.1 Gambar Berbagai bentuk magnet. ... 39

2.2 Gambar Kutub Magnet Yang Berbeda Saling Menarik ... 40

2.3 Gambar Kutub Magnet Yang Sejenis Saling Menolak ... 40

2.4 Gambar Magnet Yang Dipotong-potong ... 41

2.5 Gambar Pembuatan Magnet Dengan Cara Mengalirkan Arus Listrik ... 42

3.1 Gambar Alur Penelitian ... 50

4.1 Gambar Perbandingan Normalitas Data Pretes Keterampilan Proses Sains Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 74

4.2 Gambar Perbandingan Normalitas Data Pretes Hasil Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 80

4.3 Gambar Perbandingan Normalitas Data Postes Keterampilan Proses Sains Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 89

4.4 Gambar Perbandingan Normalitas Data Postes Hasil Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 96

4.5 Gambar Perbandingan Normalitas N-gain Keterampilan Proses Sains Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 111


(8)

xi

4.1 Diagram Uji Normalitas Data Pretes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Eksperimen ... 72 4.2 Diagram Uji Normalitas Data Pretes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Kontrol ... 73 4.3 Diagram Uji Normalitas Data Pretes Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen 79 4.4 Diagram Uji Normalitas Data Pretes Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 80 4.5 Diagram Uji Normalitas Data Postes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Eksperimen ... 87 4.6 Diagram Uji Normalitas Data Postes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Kontrol ... 88 4.7 Diagram Uji Normalitas Data Postes Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen 94 4.8 Diagram Uji Normalitas Data Postes Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol .... 109 4.9 Diagram Uji Normalitas N-gain Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Eksperimen ... 110 4.10 Diagram Uji Normalitas N-gain Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Kontrol ... 106


(9)

xii

Lampiran A Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 126

Lampiran B Instrumen Tes... 143

Lampiran C Instrumen Non Tes ... 167

Lampiran D Hasil Uji Coba Instrumen ... 173

Lampiran E Data Hasil Penelitian ... 196

Lampiran F Tabel Statistik ... 203

Lampiran G Surat-surat ... 216

Lampiran H Daftar Monitoring Bimbingan ... 222


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang terhadap orang lain agar orang lain memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam proses pendidikan selalu terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1) yang mengemukakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Adapun pendidikan menurut para ahli diantaraya dikemukakan oleh John Dewey (Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati, 2003:69) “Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”.

Selain itu, Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati (2003:71) menyatakan bahwa “Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citkan dan berlangsung terus menerus”.

Hal senada dikemukakan oleh Purwanto, N. (2009:11) “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”.

Menurut Carter V. Good (1945:145) (Suwarno, W. 2009:20-21)

Pendidikan adalah: pertama, kseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat di tempat hidupnya; kedua, proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang


(11)

terpilih dan terkontrol (khusus yang datang dari sekolah), sehingga orang tersebut bisa mendapat atau mengalami perkembangan kemampuan sosial maupun kemampuan individual secara optimal.

Pendidikan dimulai lebih awal sebelum terjadinya pernikahan yang mana sebelum menikah mereka mempersiapkan diri dan memilih bibit, bebet, bobot terlebih dahulu untuk mendapatkan persemaian yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Brojonagoro (Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati, 2003:75) bahwa “pendidikan dapat dimulai lebih awal lagi, bahkan ketika calon suami istri”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh seorang yang profesional untuk membantu anak dalam mencapai kedewasaan nya dan berlangsung sepanjang hayat dimulai dari masa konsepsi atau pada saat anak masih ada dalam kandungan sampai anak itu meninggal dunia agar anak cakap dalam menyelesaikan tugas hidupnya dengan tanggungan sendiri.

Berbagai jenis pendidikan dapat dibedakan atau digolongkan berdasarkan tingkat dan sistem persekolahan, berdasarkan tempat berlangsungnya pendidikan, berdasarkan cara berlangsungnya pendidikan, berdasarkan aspek pribadi, dan pendidikan berdasarkan sifatnya. Pendidikan menurut sifatnya yang dikemkakan oleh Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati, (2003:97) dibedakan menjadi “pendidikan informal, pendidikan non formal dan pendidikan formal”.

Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, atau organisasi. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah.

Pendidikan formal merupakan pendidikan resmi yang mempunyai jenjang bertingkat, seperti lembaga pendidikan SD dari kelas I sampai kelas VI, SMP,


(12)

SMA, dan Perguruan Tinggi yang dilakukan karena tugas jabatan oleh guru kepada murid-muridnya. Pendidikan dikatakan formal karena diadakan di sekolah/tempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai jenjang dan kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari TK sampai PT, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Menurut Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati (2003:162) “Pada umumnya lembaga formal adalah tempat yang paling memungkinkan sesorang meningkatkan pengetahuan dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat”.

Jenjang lembaga pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidika menengah, dan pendidikan tinggi. Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati (2003:163) membagi jenjang pendidikan formal sebagai berikut:

Pendidikan tinggi Umum

SMTA

Kejuruan Pendidikan menengah

Umum SMTA

Kejuruan

Pendidikan dasar SD

TK

Gambar 1. 1 Jenjang Pendidikan Formal

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang lembaga pendidikan formal, termasuk di dalamnya SD (Sekolah Dasar). SD merupakan wahana untuk mengembangkan dan menggali potensi siswa. Dalam mekanisme kerjanya terus berupaya memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar. Tirtarahardja, U dan La Sulo (2005:265) mengemukakan bahwa “pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar”. Hal tersebut


(13)

sesuai dengan konsep sistem pendidikan nasional yang direalisasi melalui kurikulum yang memberi bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik.

Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Menurut Sulistyorini, S dan Supartono (2007:25) Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut:

1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 4. Kelompok mata pelajaran estetika; dan

5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Salah satu ilmu pengetahuan yang diajarkan di SD adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari kata “Science” yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara harfiah Sains dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Bundu, P., 2006: 9).

Pemahaman mengenai sains atau IPA ini sangat penting dimiliki oleh siswa SD karena mata pelajaran sains bukan hanya mata pelajaran yang diajarkan di sekolah saja tetapi juga sangat berguna bagi siswa saat ia berada di alam dan masyarakat. Pentingnya sains dikuasai siswa bahkan dianjurkan sejak di bangku SD, dikemukakan oleh Semiawan, et al. (Bundu, P., 2006:5) sebagai berikut:

1. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat cepat sehingga tidak mungkin lagi mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa,

2. Siswa akan lebih mudah memahami konsep yang abstrak jika belajar melalui benda-benda konkrit dan langsung melakukannya sendiri,

3. Penemuan ilmu pengetahuan sifat kebenarannya relatif. Suatu teori yang dianggap benar hari ini, belum tentu benar di masa datang jika teori tersebut tidak lagi didukung oleh fakta ilmiah, dan

4. Dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak bisa dipisahkan dari pengembangan sikap dan nilai.


(14)

Adapun tujuan pembelajaran sains atau IPA di SD/MI menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:

(1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptn Tuhan dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Sains memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah. Bundu, P (2006:11) mengemukakan bahwa sains secara garis besar memiliki tiga komponen, yaitu:

1. Proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen,

2. Produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, dan 3. Sikap ilmiah, misalnya ingin tahu, hati-hati, obyektif dan jujur.

Pengkajian sains dari segi proses disebut keterampilan proses sains (science process skills) atau disingkat saja dengan proses sains. Dalam proses pembelajaran, siswa harus didorong untuk mengembangkan berbagai keterampilan, terutama keterampilan proses sains. Menurut Bundu, P (2006:12) “Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjutnya”.

Dengan keterampilan proses siswa dapat mempelajari sains sesuai dengan apa yang para ahli sains lakukan, yakni melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi, merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Bundu, P (2006:23) membuat penggolongan Keterampilan Proses Sains menjadi dua kelompok, yaitu “keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi”.


(15)

Keterampilan dasar meliputi: observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan keterampilan terintegrasi meliputi: mengidentifikasi variable, menyusun table data, menyusun grafik, menggambarkan hubungan antar variable, memperoleh dan memproses data, menganalisis investigasi, menyusun hipotesis, merumuskan variable secara operasional, merancang investigasi, dan melakukan eksperimen.

Keterampilan proses sains yang harus dikuasai oleh siswa SD diantaranya keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan penarikan kesimpulan. Seperti yang ditulis oleh Rezba, et al. (Bundu, P., 2006: 12) menyarankan bahwa:

Pada tingkat sekolah dasar untuk menguasai keterampilan dasar proses Sains yang meliputi keterampilan mengamati (observing), mengelompokan (clasifying), mengukur (measuring), mengkomunkasikan (communicating), meramalkan (predicting), dan menyimpulkan (inferring).

Berdasarkan pernyataan tersebut, keterampilan proses sains ini penting bagi siswa SD bahkan harus dikuasai oleh siswa karena hasil belajar sains melalui proses sains menghasilkan kesan yang lama, tidak mudah lupa, dan akan dapat digunakan sebagai dasar ntuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kemampuan yang diperoleh dapat pula ditransfer ke bidang ilmu yang lain. J. Bruner (Sulistyorini, S dan Supartono, 2007:10) memberikan empat alasan mengapa proses sains penting bagi proses belajar siswa, yaitu:

1. Dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa; 2. Mendapatkan motivasi intrinsik;

3. Menghayati bagaimana ilmu itu diperoleh;

4. Memperoleh daya ingat yang lebih lama retensinya.

Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa keterampilan proses sains siswa masih sangat rendah. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Caslim bahwa siswa tidak dapat mengembangkan potensi sainnya pada keterampilan proses sehingga dapat menyebabkan menurunnya hasil belajar siswa. Ketidakberhasilan pembelajaran sains ini terlihat pada aktivitas guru dan siswa yang tidak melaksanakan proses pembelajaran dengan percobaan langsung.


(16)

Ketiadaan belajar praktek menimbulkan meningkatnya rasa jenuh dalam belajar, yang mengakibatkan siswa tidak serius dalam memperhatikan pelajaran.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa yang relevan dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah disusun dan diputuskan oleh pemerintah. Seorang guru atau calon guru SD sangat perlu untuk menguasai bidang studi yang diasuhnya, mengajarkannya dengan pembelajaran yang mendidik, memahami karakteristik anak didik, serta memahami apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan pengembangan kepribadian dan profesionalisme. Bundu, P (2006:49) menyatakan bahwa dalam kurikulum sains SD peran guru dalam pembelajaran sains sebaiknya memuat tiga komponen, yaitu:

1. Pengajaran sains harus merangsang pertumbuhan intelektual dan perkembangan siswa.

2. Pengajaran sains harus melibakan siswa dalam kegiatan-kegiatan praktikum/ percobaan tentang hakikat sains.

3. Sain pada SD seharusnya: a. mendorong dan merangsang terbentuknya sikap ilmiah, b. mengembangkan kemampuan penggunaan keterampilan proses sains, c. Menguasai pola dasar pengetahuan sains, d. Merangsang tumbuhnya sikap berpikir kritis dan rasional.

Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengambangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Selain itu, keterampilan proses sains sebagai pendekatan dalam pembelajaran sangat penting karena menumbuhkan pengalaman selain proses belajar. Keterampilan yang diperoleh melalui keterampilan proses sains diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip hukum dan teori sains. Melalui keterampilan proses sains ini , siswa diharapkan dapat mengalami proses sebagaimana yang dialami ilmuan dalam memecahkan misteri-misteri alam dan menjadi roda penggerak penemuan, pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap, wawasan dan nilai.


(17)

Dalam memenuhi tuntutan tersebut, tentu saja para peneliti dan guru berusaha untuk mencari pendekatan dan model pembelajaran yang tepat, yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa. Oleh karena itu, banyak penelitian-penelitian mengenai pendekatan dan model pembelajaran yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa, salah satunya adalah model pembelajaran inkuiri. Menurut Sanjaya (2006:194) “Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Peran siswa dalam model ini yaitu mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran tidak berpusat kepada guru yang pada kenyataannya selalu membuat proses pembelajaran cenderung pasif. Selain itu, pembelajaran yang dikemas oleh guru tidak menarik dan tidak menantang siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, seringkali banyak siswa yang kurang memahami materi pelajaran yang disampaikan.

Penerapan model inkuiri diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi pembelajaran sesuai dengan pemahamannya, menguasai materi pembelajaran dan selalu mengingat materi pembelajaran tersebut untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa serta hasil belajar siswa. Menurut Bundu, P. (2006:17) “Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Berdasarkan uraian di atas, maka upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan hasil belajar siswa, peneliti menggunakan model pembelajaran Inkuiri. Adapun judul yang diambil yaitu: “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SD Kelas V Pada Materi Gaya Magnet”.


(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Sejauh manakah model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa”. Secara operasional permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses Sains siswa SD Kelas V Pada Materi Gaya Magnet?

2. Apakah model pembelajaran konvensional dapat meningkatkan keterampilan proses Sains siswa SD Kelas V Pada Materi Gaya Magnet?

3. Apakah keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakuannya penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Inkuiri terhadap peningkatan keterampilan proses Sains siswa SD Kelas V Pada Materi Gaya Magnet.

2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Konvensional terhadap peningkatan keterampilan proses Sains siswa SD Kelas V Pada Materi Gaya Magnet.

3. Untuk mengetahui perbandingan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.


(19)

4. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains Siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri? 5. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang signifikan antara hasil belajar

siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri?

D. Manfaat Penelitian

Pentingnya penelitian ini dilakukan agar guru dapat mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terhadap keterampilan proses Sains siswa. 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang model

pembelajaran inkuiri sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses Sains siswa.

2. Bagi guru SD, penelitian ini dapat memberikan alternatif model pembelajaran dan metoda mengajar untuk meningkatkan keterampilan proses Sains siswa. 3. Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat untuk melatih keterampilan proses

Sains siswa sehingga dapat meningkat.

4. Bagi para peneliti dan pemerhati pendidikan, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:

a. Sumber informasi bagi pengembangan model pembelajaran.

b. Sumber masukan bagi peneliti lain dengan materi dan jenjang pendidikan yang berbeda.

E. Definisi Operasional

Beberapa definisi atau batasan istilah yang perlu dikemukakan untuk mengetahui kejelasan arah pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model Pembelajaran Inkuiri

Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang menekankan siswa kepada proses mencari dan menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan, guru hanya sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Menurut Sanjaya (2006:194) “Model pembelajaran inkuiri adalah


(20)

rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”.

2. Keterampilan Proses Sains Siswa

Pengkajian sains dari segi proses disebut keterampilan proses sains (science process skills) atau disingkat saja dengan proses sains. Menurut Bundu, P (2006:12) “Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjutnya”.

Keterampilan proses Sains yang harus dikuasai oleh siswa SD diantaranya keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan penarikan kesimpulan.

3. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar pada hakikatnya adalah adalah perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Menurut Bundu, P. (2006:17) “Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Jadi, hasil belajar siswa adalah perubahan tingkah laku atau ketercapaian yang diraih oleh siswa setelah mengikuti program belajar mengajar.

4. Gaya Magnet

Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda bergerak disebut gaya tarikan atau dorongan yang disebabkan oleh magnet disebut gaya magnet. Menurut Sulistyanto, H dan Wiyono, E. (2008:70) “Tarikan atau dorongan yang disebabkan oleh magnet disebut gaya magnet”.


(21)

44 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelian ini adalah metode penelitian eksperimen. Metode eksperimen ini merupakan cara praktis untuk mempelajari sesuatu dengan mengubah-ubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lain. Tujuannya yaitu untuk mengetahui pengaruh atau hubungan sebab-akibat

(cause and effect relationship) dengan cara membandingkan hasil kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sukardi (2005:179)

bahwa “Penelitian eksperimen pada prinsipya dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat

(Causal-effect relationshi)”. Tujuan utama yang dilakukan pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap keterampilan proses sains siswa pada siswa kelas V.

Dalam melakukan penelitian eksperimen, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Menurut Maulana (2009:23) dalam penelitian ekperimen ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:

a. Membandingkan dua kelompok atau lebih.

b. Adanya kesetaraan (ekuivalensi) subjek-subjek dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Kesetaraan ini biasanya dilakukan secara random (random).

c. Minimal ada dua kelompok/kondisi yang berbeda pada saat yang sama, atau satu kelompok tetapi untuk dua saat berbeda.

d. Variabel terikatnya diukur secara kuantitatif atau dikuantitatifkan. e. Menggunakan statistika infersal.

f. Adanya kontrol terhadap variabel-variabel luar (extraneous Variables). g. Setidaknya ada satu variabe bebas yang dimanipulasi.

Penelitian eksperimen terdiri dari beberapa jenis. Campbell dan Stanley (Arifin, Z., 2012:73) membagi dua jenis penelitian eksperimen, yaitu “pre

experimental design and true experimental design”. Sedangkan John W Best


(22)

eksperimen kuasi dan eksperimen murni”.Selain itu McMMillan dan Schumacher (Arifin, Z., 2012:73) membagi penelitian eksperimen menjadi empat kelompok, yaitu “pre experimental, true experimental, quasi experimental, and

single-subject experimental”.

Dari penjelasan di atas, peneliti menggunakan salah satu metode. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimen murni (true experimental). Alasan menggunakan metode eksperimen murni yaitu karena penelitian ini terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang diambil secara acak. Metode ini menguji variabel bebas dan variabel terikat yang dilakukan terhadap sampel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel dari kedua kelompok tersebut diambil secara acak dengan memiliki ciri yang sama atau dibuat sama atau disamakan. Menurut Arifin, Z. (2012:74) eksperimen murni mempunyai tiga

karakteristik, yaitu “adanya kelompok kontrol, subjek ditarik secara random dan ditandai untuk masing-masing kelompok, serta sebuah tes awal diberikan untuk

mengetahui perbedaan antar kelompok”.

2. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini yaitu Randomized Pretest-Posttest Control Group Design pada desain eksperimen murni (True Experimental). Dalam desain ini digunakan dua kelompok subjek yang dibentuk secara acak dan diasumsikan mempunyai karakteristik yang sama (homogen). Satu kelompok diberi perlakuan (eksperimen) dengan menggunaan model pembelajaran inkuiri, sementara yang satunya lagi dijadikan sebagai kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Pada kedua kelompok tersebut diberikan tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) yang soalnya sama. Perbedaannya adalah pada kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus melalui pembelajaran dengan model inkuiri, sedangkan pada kelompok kontrol pembelajarannya secara konvensional.


(23)

Berikut gambaran desain model ini:

Kelompok Pretes Perlakuan Postes Eksperimen �1 X �2 Kontrol �1 . �2

(Arifin, Z. 2012:81) Keterangan:

�1 : pretes �2 : postes

X : perlakuan terhadap kelas eksperimen ( . ) : tidak diberi perlakuan

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitan

Populasi merupakan keseluruhan subjek atau objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2007:117) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Hal senada diungkapkan oleh Arifin, Z (2012:215) bahwa “Populasi atau universe adalah keseluruhan objek yang ditelit, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi”. Sedangkan menurut Maulana (2009: 25-26) populasi merupakan:

a. keseluruhan subjek atau objek penelitian,

b. wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya,

c. seluruh data yang menjadi perhatian dalam lingkup dan waktu tertentu, d. semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek lain yang telah

dirumuskan secara jelas.

Untuk menentukan banyaknya populasi menurut Sugiyono (2007: 180)

yaitu “jumlah kelompok yang tinggi diambil 27% dan kelompok yang rendah 27% dari sampel uji coba”. Populasi pada penelitian ini adalah siswa Kelas V SD Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang yang kelompok peringkat sekolahnya


(24)

termasuk ke dalam golongan kelompok sedang. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari UPTD TK, SD dan PNF Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang yang pengelompokannya berdasarkan jumlah nilai Ujian Nasional (UN) pada tahun 2011/2012. Dari data yang diperoleh, didapat 13 SD yang termasuk ke dalam golongan kelompok sedang.

Tabel 3.1

Daftar SD Golongan Kelompok Sedang

No Nama Sekolah Nilai UN B.Indonesia

Nilai UN MTK

Nilai UN IPA

Rata-Rata

1 SDN Nyalindung 7,59 7,17 7,53 7,43

2 SDN Cimirun 7,4 7,43 7,45 7,43

3 SDN Banjarsari 7,56 6,84 7,67 7,35

4 SDN Cimungkal 7,7 7,41 6,89 7,33

5 SDN Bojongsalam 7,51 6,95 7,39 7,28

6 SDN Cikareo 1 7,52 7,08 7,25 7,28

7 SDN Buah Ngariung 7,52 7,11 7,11 7,25

8 SDN Galemo 7,88 6,61 7,18 7,22

9 SDN Sukamanah 7,56 6,95 7,16 7,22

10 SDN Cikareo 2 7,54 7,21 6,66 7,14

11 SDN Cisurat 7,11 7,11 7,11 7,11

12 SDN Sukamulya 7,19 7,18 6,85 7,08

13 SDN Cipamanyoan 7,02 6,95 7,2 7,06

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi. Sugiyono (2007:118)

mendefinisikan “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi terseut”. Kemudian Maulana (2009:26) menyatakan bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Hal senada diungkapkan Arifin, Z (2012:215) “Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki

atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini

(miniatur population). Sampel pada penelitian ini adalah dua SD dari keseluruhan populasi yang dipilih secara random (acak) menggunakan teknik simple random sampling (cara random sederhana) melalui pengundian.


(25)

Pengambilan sampel didasarkan pada populasi yang relatif bersifat homogen, yaitu kelompok sedang. Dari 13 SD yang menjadi populasi dilakukan pengambilan secara acak dan didapatlah 2 SD yang menjadi sampel, yaitu SDN Cikareo I dan SDN Cikareo II sebagai tempat penelitian. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol pada penelitian ini, maka dilakukan pemilihan kembali dan terpilihlah kelas V SDN Cikareo I sebagai kelas eksperimen dan kelas V SDN Cikareo II sebagai kelas kontrol yang jumlah siswanya masing-masing 30 orang. Pada kelas eksperimen dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri, sedangkan pada kelas yang satunya lagi dilaksanakan pembelajaran konvensional.

C. Prosedur Penelitian

Dalam prosedur penelitian terdiri dari lima tahap, yaitu studi pendahuluan, validasi data, implementasi, pengolahan data dan tahap pembuatan kesimpulan. Penjelasan dari kelima tahap tesebut adalah sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan

Tahap studi pendahuluan pada penelitian ini yaitu dengan studi literatur, melakukan observasi ke sekolah yang menjadi objek penelitian untuk meminta izin kepada pihak sekolah, dan membuat instrumen penelitian. 2. Validasi Data

Tahap validasi data ini dilakukan dengan cara melakukan uji coba instrumen penelitian, menganalisis hasil uji coba, dan merevisi instrumen penelitian. 3. Implementasi Model

Setelah melakukan validasi data, peneliti melakukan implementasi model pada kelas eksperimen dan pembelajaran biasa pada kelas kontrol. Implementasi ini diawali dengan mengadakan pretes terlebih dahulu pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dengan soal yang sama. Pretes ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dari dua kelas yang telah ditentukan samplenya. Setelah itu, baru dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model


(26)

pembelajaran inkuiri pada kelas eksperimen dan penggunaan model konvensional pada kelas kontrol.

Setelah berlangsungnya pembelajaran, maka dilakukan postes untuk mengetahui hasil dari kemampuan siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri di kelas eksperimen dan juga pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh guru (konvensional) di kelas kontrol.

4. Pengolahan Data

Tahap pengolahan data ini dilakukan dengan mengumpulkan semua data hasil penelitian baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan serta penganalisisan data hasil penelitian dengan tujuan untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat untuk ditarik kesimpulan.

5. Pembuatan Kesimpulan

Tahap yang terakhir dilakukan adalah pembuatan kesimpulan. Setelah keempat tahap dilaksanakan, selanjutnya peneliti membuat kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan berdasarkan hipotesi yang telah dirumuskan.


(27)

Gambar 3.1 Alur Penelitian Observasi

kepada pihak sekolah Studi Literatur

Membuat instrumen penelitian

Studi Pendahuluan

Validasi Data

Uji coba instrumen penelitian Analisi hasil uji

coba instrumen penelitian Merevisi instrumen penelitian

Implementasi Model

Pengumpulan Data

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Tes awal Tes awal

X .

Tes akhir

Pengolahan Data

Penarikan Kesimpulan


(28)

D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek penelitian dan memiliki peran tersendiri dalam menyelidiki suatu peristiwa atau fenomena yang akan diteliti. Maulana (2009: 8) mengatakan bahwa:

Pada dasarnya variabel penelitian ialah segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari baik berupa atribut, sifat, atau nilai dari subjek/ objek/ kegiatan yang mempunyai variasi tertentu, sehingga darinya diperoleh informasi untuk mengambil kesimpulan penelitian.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Maulana (2009: 8) menjelaskan bahwa “variabel bebas yaitu yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab timbulnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat yaitu yang dipengaruhi atau akibat dari adanya variabel bebas”. Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabal Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran inkuiri.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan keterampilan proses Sains siswa.

E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, menggunakan instrumen. Instrumen penelitian merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan dalam penelitian. Maulana (2009:29) mendefinisikan “Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data penelitian sehingga masalah yang

dirumuskan dapat dipecahkan”. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non tes. Instrumen tes yaitu berupa pretes dan postes. Sedangkan instrumen non tes terdiri atas skala sikap dan observasi. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian, yaitu:


(29)

1. Tes

Tes merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur kemampuan siswa. Arifin, Z. (2012:118) mendefinisikan bahwa:

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh eserta didik untuk mengukur aspek prilaku peserta didik.

Tes yang digunakan pada penelitian ini yaitu tes keterampilan proses sains siswa dan tes hasil belajar. Tes ini diberikan sebagai pretes dan postes untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen menggunakan penerapan model pembelajaran inkuiri. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

Pada penelitian ini bentuk soal tes yang akan digunakan pada materi gaya magnet yaitu berbentuk pilihan ganda (PG) berjumlah 10 soal untuk soal tes keterampilan proses sains siswa dan uraian untuk soal tes hasil belajar berjumlah 5 soal. Soal yang akan digunakan sebelumnya terlebih dahulu diuji cobakan kemudian dihitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah termasuk kriteria soal yang baik atau belum.

a. Validitas Soal

Validitas tes menunjukan tingkat ketepatan tes dalam mengukur sasaran yang hendak diukur. Validitas didefinisikan sebagai hubungan antara ketepatan, keberartian serta kegunaan dari suatu kesimpulan spesifik yang diuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan (Maulana, 2009: 41). Sebelum guru menggunakan suatu tes, hendaknya guru mengukur terlebih dahulu derajat validitasnya berdasarkan kriteria tertentu. Untuk menguji validitas empiris dapat digunakan jenis statistika korelasi Product-Moment dengan angka kasar, yaitu sebagai berikut:

 

2 2

2

 

2

Y Y N X X N Y X XY N rXY           


(30)

Keterangan: XY

r = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan N = jumlah siswa uji coba

X = skor item siswa uji coba Y = skor total tiap siswa uji coba

Untuk menginterpretasikan keberartian besarnya koefisien korelasi, digunakan kriteria sebagai berikut:

0,80  r  1,00 = sangat tinggi 0,60  r < 0,80 = tinggi 0,40  r < 0,60 = cukup 0,20  r < 0,4 = rendah 0,00  r < 0,20 = sangat rendah

Arikunto, 2001 :75 (Titin, M., 2006: 37-38)

Berdasarkan hasil uji coba, dihitung dengan menggunakan bantuan

Microsoft Excel 2007, koefisien korelasi validitas butir soal tes keterampilan proses sains siswa dan tes hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel. Berikut ini merupakan koefisien korelasi validitas butir soal tes keterampilan proses sains siswa.

Tabel 3.2

Hasil Perhitungan Validitas Soal Tes Keterampilan Proses Sains Siswa

Nomor Soal Koefisien Validitas Signifikansi Interpretasi

1 0,405 Signifikan Validitas cukup

2 0,447 Signifikan Validitas cukup

3 0,444 Signifikan Validitas cukup

4 0,587 Signifikan Validitas cukup

5 0,609 Sangat Signifikan Validitas tinggi

6 0,416 Signifikan Validitas cukup

7 0,493 Signifikan Validitas cukup

8 0,698 Sangat Signifikan Validitas tinggi

9 0,566 Signifikan Validitas cukup


(31)

Selain koefisien korelasi validitas butir soal tes keterampilan proses sains siswa, ada juga koefisien korelasi validitas butir soal tes hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan Validitas Soal Tes Hasil Belajar Siswa

Nomor Soal Koefisien Validitas Signifikansi Interpretasi

1 0,427 Signifikan Validitas cukup

2 0,808 Sangat Signifikan Validitas sangat tinggi

3 0,499 Signifikan Validitas cukup

4 0,685 Sangat Signifikan Validitas tinggi

5 0,652 Sangat Signifikan Validitas tinggi

Dengan menggunakan Microsoft Excel 2007dari hasil ujicoba yang dilaksanakan diperoleh koefisien korelasi keseluruhan soal tes keterampilan proses sains siswa adalah = 0,423 yang artinya keseluruhan butir soal memiliki validitas cukup. Sedangkan koefisien korelasi keseluruhan soal tes hasil belajar siswa adalah = 0,362 yang artinya keseluruhan butir soal memiliki validitas rendah.

b. Reliabilitas Instrumen

Menurut Maulana (2009: 45), “Istilah reliabilitas mengacu kepada kekonsistenan skor yang diperoleh, seberapa konsisten skor tersebut untuk setiap individu dari suatu daftar instrumen terhadap yang lainnya”. Untuk mengukur reliabilitas instrumen, dapat digunakan nilai koefisien reliabilitas yang dihitung dengan menggunakan rumus Alpha yaitu:

             

2

2 11 1 1 t i n n r   Keterangan:

r11 = realibilitas yang dicari

2

i

 = jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t


(32)

Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien reliabilitas, yaitu sebagai berikut:

0,80  r11 1,00 = sangat tinggi

0,60  r11 0,80 = tinggi

0,40  r11 0,60 = sedang

0,20  r11 0,40 = rendah

0,00  r11 0,20 = sangat rendah

Arikunto, 2001:109 (Titin, M., 2006: 39)

Berdasarkan hasil uji coba soal yang telah dilaksanakan, dengan menggunakan Microsoft Excel 2007diperoleh koefisien reliabilitas keseluruhan soal tes keterampilan proses sains siswa adalah r11 = 0,635 yang artinya

keseluruhan butir soal memiliki reliabilitas sangat tinggi. Sedangkan koefisien reliabilitas keseluruhan soal tes hasil belajar siswa adalah r11 = 0,482 yang artinya

keseluruhan butir soal memiliki reliabilitas sedang.

c. Tingkat Kesukaran

Menghitung indeks kesukaran item (IK) pada dasarnya digunakan untuk memperoleh soal-soal yang termasuk kategori sangat mudah, mudah, sedang, sukar dan sangat sukar. Untuk mengetahui tingkat indeks kesukaran tiap butir soal digunakan rumus :

SMI X IK

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran X = Rata-rata skor SMI = Skor maksimal ideal


(33)

Indeks kesukaran yang diperoleh dari perhitungan dengan formula diatas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.4

Klasifikasi Indeks Kesukaran Indeks kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK ≤ 1,00 Mudah

IK = 1,00 Sangat Mudah

Suherman dan Sukjaya (Fauzan, 2012:68)

Berdasarkan hasil ujicoba dihitung dengan menggunakan bantuan

Microsoft Excel 2007, diperoleh indeks kesukaran hasil uji coba instrumen tes keterampilan proses sains dan tes hasil belajar siswa yang dilakukan. Berikut ini merupakan indeks kesukaran hasil uji coba instrumen tes keterampilan proses sains siswa.

Tabel 3.5

Analisis Indeks Kesukaran Tes Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa

Nomor soal Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,9 Mudah

2 0,788 Mudah

3 0,888 Mudah

4 0,513 Sedang

5 0,425 Sedang

6 0,625 Sedang

7 0,638 Sedang

8 0,613 Sedang

9 0,563 Sedang

10 0,275 Sukar

Kesimpulan:

1 item soal sukar : 10 % 3 item soal mudah : 30 % 6 item soal sedang : 60 %


(34)

Selain perolehan nilai indeks kesukaran hasil uji coba instrumen tes keterampilan proses sains siswa, diperoleh pula indeks kesukaran hasil uji coba instrumen tes hasil belajar siswa yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.6

Analisis Indeks Kesukaran Tes Hasil Belajar Siswa

Nomor soal Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,275 Sukar

2 0,925 Mudah

3 0,613 Sedang

4 0,775 Mudah

5 0,483 Sedang

Kesimpulan:

1 item soal sukar : 20 % 2 item soal mudah : 40 % 2 item soal sedang : 40 %

d. Daya Pembeda

Daya pembeda atau indeks diskriminasi menunjukkan sejauhmana setiap butir soal dapat membedakan siswa yang mampu menguasai materi pembelajaran dengan siswa yang tidak menguasai pembelajaran. Menurut Daryanto (2007: 183)

“Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah)”. Untuk kelompok besar biasanya diambil kedua

kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah.

Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut :

SMI X X


(35)

Keterangan :

DP = Daya Pembeda

SMI = Skor Maksimal Ideal A

X = Rata-rata skor kelas atas B

X = Rata-rata skor kelas bawah

Daya pembeda yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut

Tabel 3.7

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya pembeda Interpretasi

DP = 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Suherman dan Sukjaya (Fauzan 2012:69-70)

Berdasarkan hasil ujicoba dihitung dengan menggunakan bantuan

Microsoft Excel 2007, diperoleh data daya pembeda hasil uji coba instrumen tes keterampilan proses sains dan tes hasil belajar siswa yang dilakukan. Berikut ini merupakan data daya pembeda hasil uji coba instrumen tes keterampilan proses sains siswa.

Tabel 3.8

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tiap Soal Keterampilan Proses Sains Siswa

Nomor soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,2 Cukup

2 0,35 Cukup

3 0,15 Jelek

4 0,75 Baik Sekali

5 0,55 Baik

6 0,2 Cukup

7 0,55 Baik

8 0,6 Baik

9 0,7 Baik Sekali


(36)

Kesimpulan:

1 item soal jelek : 10 % 3 item soal cukup : 30 % 4 item soal baik : 40 % 2 item soal baik sekali : 20 %

Dari sepuluh soal yang ada, semuanya digunakan dalam penelitian. Soal-soal tersebut masih dapat dipergunakan karena walaupun ada Soal-soal yang jelek, tetapi masih tergolong ke dalam soal yang memiliki kriteria valid, bukan tidak valid.

Selain perolehan nilai daya pembeda hasil uji coba instrumen tes keterampilan proses sains siswa, diperoleh pula daya pembeda hasil uji coba instrumen tes hasil belajar siswa yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tiap Soal Hasil Belajar Siswa

Nomor soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,2 Cukup

2 0,3 Cukup

3 0,6 Baik

4 0,65 Baik

5 0,8 Baik Sekali

Kesimpulan:

2 item soal cukup : 40 % 2 item soal baik : 40 % 1 item soal baik sekali : 20 %

Dari lima soal yang ada, semuanya digunakan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan soal-soal tersebut memiliki kriteria valid, sehingga layak digunakan untuk soal pretes dan postes.


(37)

2. Non Tes

Instrumen non tes digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Instrumen non tes yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu format observasi dan angket atau kuesioner dengan skala likert.

a. Format Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsng dengan menggunakan semua

indera untuk mendapatkan data. Menurut Maulana (2009: 35) “Observasi

merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman,

pendengaran, perabaan, dan jika perlu pengecapan”. Sedangkan Syaodih, N. S.

(2010:220) mendefinisikan “Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan

terhadap kegiatan yang sedang berlangsung”. Format observasi yang digunakan yaitu format observasi kinerja guru. Penilaian data hasil observasi dilakukan dengan cara menyimpulkan hasil pengamatan observer selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Angket dengan Skala Likert

Angket merupakan instrumen penelitian yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh responden untuk memperoleh informasi. Menurut Russefendi (Maulana, 2009: 35):

Angket adalah sekumpulan pernyataan atau jawaban pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisisnya.

Sedangkan Arikunto, S. (2006:151) menjelaskan bahwa “Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Angket yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala likert, yang

menurut Sugiyono (2007:134) “skala likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena

sosial”.

Angket ini berisi sekumpulan pernyataan yang harus dilengkapi siswa melalui jawaban yang sudah tersedia yang mempunyai gradasi dari sangat positif


(38)

sampai sangat negatif, yang berupa kata-kata Sangat Setuju (SS), Setuju (ST), Ragu-ragu (RG), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Angket dengan skala likert ini akan diberikan kepada kelas eksperimen pada akhir penelitian setelah pembelajaran selesai. Lembar skala likert tersebut dapat dilihat pada lampiran.

F. Teknik Pengolahan dan Analisi Data

Setelah data diperoleh, maka selanjutnya dilakukan seleksi data yang kemudian diolah dan dianalisis. Data yang diperoleh dari lapangan, penulis kategorikan ke dalam dua kategori, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. 1. Pengolahan Data Kuantitatif

Teknik penyajian data dan analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik statistik. Terdapat berbagai teknik statistik yang dapat digunakan untuk menyajikan dan mendeskripsikan data kuantitatif. Pengolahan data kuantitatif biasanya menggunakan statistik inferensial atau statistik induktif

(Inductive Statistics or Statistical Inference). Arifin, Z (2012: 252) menjelaskan bahwa:

Statistik induktif disebut juga statistik inferensial, yaitu statistik yang mempunyai tugas untuk mengambil kesimpulan dan membuat keputusan yang baik dan rasional di samping mengumpulkan data, menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikannya.

Statistik inferensial yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas (uji 2), uji hipotesis (uji F), dan uji perbedaan dua rata-rata (uji t).

Analisis data kuantitatif dimulai dengan menganalisis data hasil pretesdan postes untuk mencari indeks gain (tingkat kenaikan) keterampilan proses sains siswadengan rumus sebagai berikut.

� ��= skor postes−skor pretes skor max− skor pretes


(39)

Adapun kriteria tingkat N-Gain menurut Hake (Fauzan, 2012:82) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.10 Kriteria tingkat N-Gain

Tingkat N-Gain Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Demi keakuratan hasil pencarian indeks gain, maka akan digunakan bantuan Microsoft Excel 2007. Data indeks gain ini akan diperlukan untuk melakukan analisis data lainnya.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan untuk menguji normalitas pada penelitian ini adalah uji Chi Kuadrat. Uji ini dikenal dengan pendekatan uji parametik.

Pendekatan statistik yang digunakan adalah:

�2 = (�� − �) 2 � Arti unsur-unsur tersebut adalah: �2 = nilai Chi kuadrat yang dicari

= menyatakan jumlah

Oi = frekuensi hasil observasi

Ei = frekuensi yang diharapkan


(40)

Uji normalitas akan dilakukan dengan α (taraf signifikansi) sebesar 5% (α = 0,05) atau tingkat kepercayaan 95%. Setelah itu, dilakukan perhitungan dengan menentukan derajat kebebasan (dk) dengan persamaan dasarnya ditunjukan pada formula sebagai berikut.

dk = k – 3 Keterangan :

k = Banyaknya kelas interval 3 = Bilangan tetap

Kemudian lihat pada tabel chi-kuadrat. Jika xhitung2 < xtabel2 maka berdistribusi normal, tetapi jika xhitung2 > xtabel2 maka maka berdistibusi tidak normal. Berikut ini kriteria pengujian menurut Arikunto, S (2006: 320) yaitu: 1) Jika haga �2 yang diperoleh lebih besar dari harga kritik �2 yang ada pada

tabel, maka data yang diperoleh tidak beretribusi normal.

2) Jika harga �2 lebih kecil dari harga �2 dalam tabel, maka data yang diperoleh tersebar dalam distribusi normal.

Untuk menghitung uji normalitas dapat menggunakan formula di atas, atau menggunakan program komputer yang khusus menghitung data kuantitatif yaitu program SPSS yang merupakan software pengolah data statistik. SPSS yang akan digunakan adalah Statistical software Product and Service Solution (SPSS) Versi 16 for windows. Untuk menghitung normalitas distribusi masing-masing kelompok digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai signifikansi pada Kolmogorov-Smirnov lebih dari atau sama dengan nilai � (derajat kepercayaan), maka populasi berdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai signifikansi kurang dari nilai �, maka populasi tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan ketika sudah diketahui data tersebut berdistribusi normal. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok sampel mempunyai varians populasi yang sama atau berbeda. Menurut Nurhasan, Hasanudin, C. dan Nidaul, H (2008: 125) “Maksud dan tujuan dari uji homogenitas ini adalah untuk mengetahui homogen tidaknya


(41)

ini, rumus yang digunakan untuk menguji homogenitas adalah uji F dengan cara membandingkan varians terbesar dengan varians terkecil.

Formulasi rumusnya adalah sebagai berikut:

= � � � � �

� � � � � �

Nurhasan, Hasanudin, C. dan Nidaul, H.(2008: 125) Pasangan hipotesis Nol dan tandingannya yang akan diuji adalah:

H0 : tidak terdapat perbedaan variansi antara kedua kelompok sampel.

H1 : terdapat perbedaan variansi antara kedua kelompok sampel. Kriteria uji menurut Maulana (2009:93) yaitu:

1) Terima H0 untuk ℎ� �� < � maka kedua kelompok tersebut homogen. 2) Tidak terima H0 untuk ℎ� �� > � maka kedua kelompok tersebut

tidak homogen.

Analisis data rencananya akan menggunakan bantuan Statistical software Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for windows. Menguji homogenitas tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-F jika data berdistribusi normal. Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka langkah berikutnya menguji kesamaan dua rata-rata dengan uji non parametrik, dalam penelitian ini akan digunakan uji

U (Mann-Whitney).

Jika ternyata kedua variansi homogen, maka dilanjutkan untuk uji perbedaan rata-rata (uji-t).

c. Uji Perbedaan Duat Rata-rata (Uji-t)

Syarat untuk melakukan uji-t adalah ketika uji normalitas dan uji homogenitas telah terpenuhi. Formula untuk menguji perbedaan dua rata-rata menurut Maulana (2009:93) adalah sebagai berikut.

= 1− 2

�1− 1 12+ (�2 – 1) 22 �1 + �2 − 2

1


(42)

Keterangan:

t = Uji perbedaan dua rata-rata (uji-t) 1 = Rata-rata kelompok eksperimen 2 = Rata-rata kelompok kontrol

�1 = Jumlah siswa uji coba pada kelompok eksperimen �2 = Jumlah siswa uji coba pada kelompok kontrol

12 = Variansi kelas eksperimen 22 = Variansi kelas kontol 1 = Bilangan tetap

Pasangan hipotesis Nol dan tandingannya yang akan diuji adalah:

H0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

H1 : terdapat perbedaan perbedaan rata-rata kemampuan siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dengan kriteria uji: Terima H0 untuk − 1 1

2 < ℎ� �� < 1 − 1 2

Untuk menghitung uji-t dibantu dengan menggunakan program komputer yang khusus menghitung data kuantitatif yaitu menggunakan bantuan Statistical software Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for windows. Uji-t yang dilakukan adalah uji-t dua pihak untuk data tes keterampilan proses sains siswa dan tes hasil belajar siswa, serta uji-t satu pihak untuk data gain. Kedua uji tersebut bertujuan untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan untuk mengetahui kualitas peningkatan keterampilan proses sains siswa.Untuk data yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan pengujian melalui uji-t’.

d. Uji ANOVA Satu Jalur (One Way Anova)

Anava atau Anova adalah anonim dari analisis varian terjemahan dari

analysis of variance, sehingga banyak orang yang menyebutnya dengan anova. Anova ini merupakan bagian dari metode analisis statistika yang tergolong statistik komparatif (perbandingan) lebih dari dua rata-rata. (Riduwan, 2006:217)


(43)

Tujuan dari uji anova satu jalur adalah untuk membandingkan lebih dari dua rata-rata. Sedangkan gnanya untuk menguji kemampuan generalisasi. Jika terbukti berbeda berarti data sampel diangga dapat mewakili populasi. Anova dikenal dengan uji-F (fisher test).

Untuk menghitung uji anova satu jalur ini dibantu dengan menggunakan program komputer yang khusus menghitung data kuantitatif yaitu menggunakan bantuan Statistical software Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for windows. Dengan signifikansi 0,05

2. Pengolahan Data Kualitatif

Untuk analisis data kualitatif dimulai dengan mengelompokkan data ke dalam kategori tertentu. Data yang diperoleh diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dianalisis. Selanjutnya sebagian data yang terkait dengan keperluan tertentu diolah dan dikualifikasikan sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi dan angket atau kuesioner dengan skala likert sebagai berikut.

a. Observasi

Penilaian data hasil observasi dilakukan dengan menjumlahkan kemunculan data dan membuat persentasenya pada setiap aspek yang diamati. b. Angket atau Kuesioner dengan Skala Likert

Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:

1) Sangat setuju (SS) 2) Setuju (ST) 3) Ragu-ragu (RG) 4) Tidak setuju (TS)

5) Sangat tidak setuju (STS)

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, yaitu:


(44)

1) Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5

2) Setuju/sering/positif diberi skor 4

3) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3

4) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2

5) Sangat tidak setuju/tidak pernah/diberi skor 1 Sugiyono (2007:135) Pemberian skor tersebut berlaku untuk pernyataan positif, sedangkan untuk pernyataan negatif, penyekorannya sebaliknya. Bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.11 Rentang Skala Likert

Jenis Pernyataan SS S R TS STS

Positif 5 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4 5

Setelah itu, dilakukan penganalisisan dengan menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Perhitungannya yaitu: jumlah skor total jawaban responden dibagi jumlah total maksimal dikali 100%.


(45)

120 A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pengolahan data hasil penelitian pada BAB IV, dapat disimpulkan mengenai pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD pada materi gaya magnet. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok eksperimen yakni 60,67 dalam rentang 1-100 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 42,17. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data peningkatan keterampilan proses sains siswa pada kelas eksperimen dengan menggunakan uji U (Mann-Whitney) dengan taraf signifikansi 0,05didapatkan nilai P-value

(Sig.2-tailed) senilai 0,000. Karena yang diuji satu arah maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0,000. Dengan demikian, untuk uji perbedaan rata-rata

Mann-Whitney lebih kecil nilainya dari � (0,05). Maka H0 ditolak, hal

tersebut berarti terdapat perbedaan rata-rata antara nilai pretes dan nilai postes pada kelompok eksperimen atau terjadi peningkatan. Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi gaya magnet.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional tidak dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD pada materi gaya magnet. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok eksperimen yakni 43,5 dalam rentang 1-100 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 38,67. Serta dilihat dari uji perbedaan rata-rata yang memiliki P-value (sig. 2-tailed) senilai 0,342. Karena yang diuji satu arah, maka 0,342 dibagi dua sehingga hasilnya 0,171 ≥ � (0,05). Berdasarkan hipotesis bahwa jika nilai P-value (sig. 2-tailed) ≥� (0,05) maka H0diterima, hal tersebut berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes dan nilai postes kelas kontrol. Maka dapat disimpulkan bahwa model pemelajaran


(46)

konvensional tidak dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi gaya magnet.

3. Keterampilan proses sains siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil perhitungan perbedaan rata-rata N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji U (Mann-Whitney)

dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,007. Dengan demikian, untuk uji perbedaan rata-rata Mann-Whitney lebih keci nilainya dari � (0,05). Maka H0 ditolak, hal tersebut berarti terdapat

perbedaan rata-rata N-gain siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol atau bahwa sampel memiliki kemampuan akhir yang berbeda. Berdasarkan hasil perhitungan gain yang dinormalisasi (N-gain), rata-rata nilai N-gain untuk kelompok eksperimen adalah 36,57 yang termasuk dalam kriteria sedang, sedangkan untuk kelompok kontrol rata-rata nilainya adalah 24,43yang termasuk dalam kriteria rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada materi gaya magnet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih baik secara signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa daripada pembelajaran konvensional.

4. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Hasil perhitungan perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai P-value (Sig.) senilai 0,334. Dengan demikian, untuk perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) memiliki nilai lebih besar dari � (0,05). Maka H0 diterima, hal


(47)

keterampilan proses sains siswa kelompok unggul, sedang, dan asor dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

5. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Hasil perhitungan perbedaan peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai P-value (Sig.) senilai 0,601. Dengan demikian, untuk perbedaan peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) memiliki nilai lebih besar dari � (0,05). Maka H0 diterima, hal tersebut berarti terdapat perbedaan peningkatan

yang signifikan antara hasil belajar siswa kelompok unggul, sedang, dan asor dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

Secara umum, respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri cenderung positif. Kegiatan diskusi dengan melakukan percobaan sendiri dan dibantu dengan bimbingan guru membuat siswa aktif dan menikmati pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bagian terdahulu, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Bagi Guru IPA

Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD pada materi gaya magnet. Oleh karena itu, sebaiknya pembelajaran ini digunakan sebagai alternatif pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA di SD.

2. Bagi Pihak Sekolah

Sarana dan prasarana kurang menujang sehingga keterampilan yang dimiliki siswapun akan terbatas serta kurangnya pemanfaatan terhadap sarana dan


(48)

prasarana yang tersedia.. Alangkah baiknya jika sarana dan prasarana sekolah ditingkatkan seperti penyediaan alat-alat yang digunakan untuk percobaan, penyediaan infokus, dan pemanfaatan KIT IPA yang tersedia di sekolah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian yang dilakukan diantaranya penyediaan alat dan bahan yang kurang memadai. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya alat dan bahan yang diperlukan harus benar-benar disiapkan dengan matang dan memenuhi kuota yang diperlukan, jangan sampai kurang satu alat atau bahanpun dalam penelitian. Selai itu, jumlah pertemuan selama pembelajaran harus diperbanyak minimal tiga kali pertemuan agar hasil penelitian lebih maksimal.


(49)

124

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asy’ari, M. (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Yogyakarta:Depdiknas.

Ayahalby, (2011). Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.[Online]. Tersedia:http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/22/hakikat-ipa-di-sd/. Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam

Pembelajaran Sains SD. Departemen Pendidikan Nasional. Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Depdiknas.

Fauzan. (2012). Pengaruh Media Pembelajaran Berbasis Komputer dan Permainan Berbasis Alam Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar Terhadap Materi Kesebangunan. Skripsi pada PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang: tidak diterbitkan.

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hendrawati, S. (2010). Keterampilan Proses Sains Siswa SD Kelas Rendah. Tidak diterbitkan.

Kartono. (2011). Keterampilan Proses Sains SD. [Online]. Available at: http://kartono.staff.fkip.uns.ac.id/2011/10/21/keterampilan-proses-sains-sd/

Maulana. (2009). Mememahami Hakikat,Variabel,dan Instrumen Penelitian Pendidikan Dengan Benar. Bandung: Learn2live n Live2learn.

nn. (2011). Gaya Magnet. [Online]. Available at:

http://gudangilmuabdi.blogspot.com/2011/03/gaya-magnet.html nn._(http://menikmagnet.blogspot.com/)


(50)

125

Purwanto, N. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2006). Dasar-dasar Statistik. Alfabeta:Bandung

Roestiyah. (1991). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Samatowa, Usman. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Suwarno, W. (2009). Dasar-dasar Iilmu Pendidikan. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. Sukirman, D dan Mamad, K. (2006). Pembelajaran Mikro. Bandung:UPI PRESS. Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan

Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Syaodih, N. S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Timbangalan, P. (2012). Pembelajaran Konvensional. [Online]. Available at:

http://phisicandmatch.blogspot.com/2012/05/pembelajaran-konvensional.html

TIM DOSEN.(2010). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. UPI Kampus Sumedang: Tidak diterbitkan.

Titin, M. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Skripsi pada FMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(51)

(1)

121

konvensional tidak dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi gaya magnet.

3. Keterampilan proses sains siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil perhitungan perbedaan rata-rata N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji U (Mann-Whitney) dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) senilai 0,007. Dengan demikian, untuk uji perbedaan rata-rata Mann-Whitney lebih keci nilainya dari � (0,05). Maka H0 ditolak, hal tersebut berarti terdapat perbedaan rata-rata N-gain siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol atau bahwa sampel memiliki kemampuan akhir yang berbeda. Berdasarkan hasil perhitungan gain yang dinormalisasi (N-gain), rata-rata nilai N-gain untuk kelompok eksperimen adalah 36,57 yang termasuk dalam kriteria sedang, sedangkan untuk kelompok kontrol rata-rata nilainya adalah 24,43yang termasuk dalam kriteria rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada materi gaya magnet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih baik secara signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa daripada pembelajaran konvensional.

4. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Hasil perhitungan perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai P-value (Sig.) senilai 0,334. Dengan demikian, untuk perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way

Anova) memiliki nilai lebih besar dari � (0,05). Maka H0 diterima, hal


(2)

122

keterampilan proses sains siswa kelompok unggul, sedang, dan asor dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

5. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas V kelompok unggul, sedang, dan asor pada materi gaya manet dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Hasil perhitungan perbedaan peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai P-value (Sig.) senilai 0,601. Dengan demikian, untuk perbedaan peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kategori kelompok unggul, sedang, dan asor pada kelompok eksperimen dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur (One Way Anova) memiliki nilai lebih besar dari � (0,05). Maka H0 diterima, hal tersebut berarti terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelompok unggul, sedang, dan asor dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

Secara umum, respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri cenderung positif. Kegiatan diskusi dengan melakukan percobaan sendiri dan dibantu dengan bimbingan guru membuat siswa aktif dan menikmati pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bagian terdahulu, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Bagi Guru IPA

Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD pada materi gaya magnet. Oleh karena itu, sebaiknya pembelajaran ini digunakan sebagai alternatif pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA di SD.

2. Bagi Pihak Sekolah

Sarana dan prasarana kurang menujang sehingga keterampilan yang dimiliki siswapun akan terbatas serta kurangnya pemanfaatan terhadap sarana dan


(3)

123

prasarana yang tersedia.. Alangkah baiknya jika sarana dan prasarana sekolah ditingkatkan seperti penyediaan alat-alat yang digunakan untuk percobaan, penyediaan infokus, dan pemanfaatan KIT IPA yang tersedia di sekolah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian yang dilakukan diantaranya penyediaan alat dan bahan yang kurang memadai. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya alat dan bahan yang diperlukan harus benar-benar disiapkan dengan matang dan memenuhi kuota yang diperlukan, jangan sampai kurang satu alat atau bahanpun dalam penelitian. Selai itu, jumlah pertemuan selama pembelajaran harus diperbanyak minimal tiga kali pertemuan agar hasil penelitian lebih maksimal.


(4)

124

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati. (2003). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asy’ari, M. (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam

Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Yogyakarta:Depdiknas.

Ayahalby, (2011). Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.[Online]. Tersedia:http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/22/hakikat-ipa-di-sd/.

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam

Pembelajaran Sains SD. Departemen Pendidikan Nasional.

Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan. Jakarta:Depdiknas.

Fauzan. (2012). Pengaruh Media Pembelajaran Berbasis Komputer dan Permainan Berbasis Alam Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa

Sekolah Dasar Terhadap Materi Kesebangunan. Skripsi pada PGSD Kelas

UPI Kampus Sumedang: tidak diterbitkan.

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hendrawati, S. (2010). Keterampilan Proses Sains Siswa SD Kelas Rendah. Tidak diterbitkan.

Kartono. (2011). Keterampilan Proses Sains SD. [Online]. Available at: http://kartono.staff.fkip.uns.ac.id/2011/10/21/keterampilan-proses-sains-sd/

Maulana. (2009). Mememahami Hakikat,Variabel,dan Instrumen Penelitian

Pendidikan Dengan Benar. Bandung: Learn2live n Live2learn.

nn. (2011). Gaya Magnet. [Online]. Available at:

http://gudangilmuabdi.blogspot.com/2011/03/gaya-magnet.html


(5)

125

Nurhasan, Hasanudin, C. dan Nidaul, H. (2008). Mata Kuliah Statistika. FPOK UPI. Tidak diterbitkan.

Priyatno, D. (2011). Buku Pintar Statistik Komputer. MediaKom:Yogyakarta.

Purwanto, N. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2006). Dasar-dasar Statistik. Alfabeta:Bandung

Roestiyah. (1991). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Samatowa, Usman. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Suwarno, W. (2009). Dasar-dasar Iilmu Pendidikan. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.

Sukirman, D dan Mamad, K. (2006). Pembelajaran Mikro. Bandung:UPI PRESS.

Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan

Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Syaodih, N. S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Timbangalan, P. (2012). Pembelajaran Konvensional. [Online]. Available at:

http://phisicandmatch.blogspot.com/2012/05/pembelajaran-konvensional.html

TIM DOSEN.(2010). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. UPI Kampus Sumedang: Tidak diterbitkan.

Titin, M. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Skripsi pada FMIPA UPI Bandung:


(6)

126


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI LIPAT DI KELAS V (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kabupaten Sumedang).

0 1 39

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA MATERI GAYA MAGNET (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Jatimulya II dan SDN Jatimulya III Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka).

0 0 34

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V SD PADA MATERI GAYA GESEK (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Parungjaya II dan SDN Ciparay I Kecamatan Leuwimunding Ka

0 0 30

PENGARUH MODEL INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA. (Penelitian eksperimen terhadap kelas V SDN I Muara dan Kelas V SDN II Muara Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon).

0 2 36

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI GAYA GESEK (Penelitian Mixed Method pada Siswa Kelas V SD Negeri Cigentur dan SD Negeri Cimuncang Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang).

0 0 31

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI LIPAT (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Padasuka II dan SDN Padamulya di Kabupaten Sumedang).

0 0 40

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SD KELAS V PADA MATERI GAYA GESEK DAN GAYA GRAVITASI (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN I Pamijahan,di Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon).

3 6 34

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI PUTAR (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cimalaka 2 dan SDN Citimun 2 di Kabupaten Sumedang).

0 0 44

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH(PBM) DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cadaspangeran Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang).

0 0 54

PENGARUH MODEL CLIS (CHILDREN LEARNING IN SCIENCE ) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Salam dan SDN Ciranjang Kecamatan Tanjungmedar Kabupaten Sumedang ).

0 2 37