Perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator.

(1)

ABSTRAK

PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL ANTARA MEDITATOR DAN NON MEDITATOR

Novi Tri Astarini 029114019 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator. Meditator adalah orang yang mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi sedangkan non meditator adalah orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator, dimana kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada kecerdasan emosional non meditator.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 50 meditator dan 50 non meditator, Data diperoleh dengan menggunakan skala kecerdasan emosional. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,937. Data penelitian dianalisis menggunakan uji-t independent, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis, dilakukan dengan cara melihat distribusi t terhadap signifikansinya.

Dari perhitungan menunjukkan nilai t sebesar 12,643, dengan sig. 0,000 (kurang dari 0,01). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya ada perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator, dimana kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada non meditator.


(2)

ABSTRACT

THE EMOTIONAL INTELLIGENT DIFFERENTIATION BETWEEN MEDITATOR AND NON-MEDITATOR

Novi Tri Astarini 029114019 Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

The purpose of this comparative study is to find out the emotional intelligent differentiation between meditator and non-meditator. Meditators were people who had the desire to consciously meditate while non meditators did not have the desire to carry out meditation. The hypothesis of the study claimed that there is a differentiation between meditator and non-meditator; the emotional intelligent of meditator is higher than the emotional intelligent of non-meditator.

The subject of this research was consisted of 50 meditators and 50 non-meditators. The data was collected using emotional intelligent scale. The discrimination capacity scale used ≥ 0.3 as the limit point with the reliability coefficient of 0.937. Data of this research was analyzed using independent t-test. In this stage, the hypothesis was proved by observing the distribution of t towards its signification.

The result of the study showed that the value of t is 12.643 with sig. 0.000 (less that 0.01). Finally, this was proved that the hypothesis of this study was accepted that there is a differentiation between meditator and non-meditator; the emotional intelligent of meditator is higher than the emotional intelligent of non-meditator.


(3)

PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL ANTARA MEDITATOR DAN NON MEDITATOR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

NOVI TRI ASTARINI 029114019

JURUSAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si.

I Asked JESUS, “How much do you love me ? “

“This much “ he answered,

An he stretched out his arms and died.

JANGANLAH MEMBIARKAN MATAMU TIDUR, DAN KELOPAK MATAMU MENGANTUK; LEPASKANLAH DIRIMU SEPERTI KIJANG DARI PADA TANGKAPAN, SEPERTI BURUNG DARI


(7)

Ketika aku mohon kepada-Nya KEKUATAN..

Dia memberikan KESULITAN agar aku menjadi kuat.

Ketika aku mohon kepada-Nya KEBIJAKSANAAN.. Dia memberiku MASALAH untuk kupecahkan.

Ketika aku mohon kepada-Nya KEBERANIAN.. Dia memberiku KONDISI BAHAYA untuk kuatasi.

Ketika aku mohon kepada-Nya SEBUAH CINTA..

Dia memberiku ORANG BERMASALAH untuk kutolong.

Ketika aku mohon kepada-Nya BANTUAN..

Dia memberiku KESEMPATAN untuk kugunakan.

Aku tidak pernah menerima apa yang KUMINTA.. Tetapi aku menerima apa yang KUBUTUHKAN.


(8)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

9 Yesus Kristus sumber hidup dan pengharapanku..

Kekuatan dan kasihku… Love Jesus..

9 Bunda Maria, Bunda Allah…Inspirasi hidupku. Saat aku

sedih dan lemah, Engkau selalu merangkulku.

Trimakasih Bunda…

9

Bapak & Ibu, cinta terhebat dalam hidupku…

9

Kakak-kakakku serta keponakan-keponakanku yang

kukasihi…

9

Menda, sandaran & cahaya hatiku…

9

Om Fred Ataboe, penolongku…


(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Penulis


(10)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Novi Tri Astarini Nomor Mahasiswa : 029114019

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Perbedaan Kecerdasan Emosional Antara Meditator dan Non Meditator beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak umtuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Februari 2008

Yang menyatakan


(11)

ABSTRAK

PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL ANTARA MEDITATOR DAN NON MEDITATOR

Novi Tri Astarini 029114019 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator. Meditator adalah orang yang mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi sedangkan non meditator adalah orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator, dimana kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada kecerdasan emosional non meditator.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 50 meditator dan 50 non meditator, Data diperoleh dengan menggunakan skala kecerdasan emosional. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,937. Data penelitian dianalisis menggunakan uji-t independent, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis, dilakukan dengan cara melihat distribusi t terhadap signifikansinya.

Dari perhitungan menunjukkan nilai t sebesar 12,643, dengan sig. 0,000 (kurang dari 0,01). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya ada perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator, dimana kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada non meditator.


(12)

ABSTRACT

THE EMOTIONAL INTELLIGENT DIFFERENTIATION BETWEEN MEDITATOR AND NON-MEDITATOR

Novi Tri Astarini 029114019 Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

The purpose of this comparative study is to find out the emotional intelligent differentiation between meditator and non-meditator. Meditators were people who had the desire to consciously meditate while non meditators did not have the desire to carry out meditation. The hypothesis of the study claimed that there is a differentiation between meditator and non-meditator; the emotional intelligent of meditator is higher than the emotional intelligent of non-meditator.

The subject of this research was consisted of 50 meditators and 50 non-meditators. The data was collected using emotional intelligent scale. The discrimination capacity scale used ≥ 0.3 as the limit point with the reliability coefficient of 0.937. Data of this research was analyzed using independent t-test. In this stage, the hypothesis was proved by observing the distribution of t towards its signification.

The result of the study showed that the value of t is 12.643 with sig. 0.000 (less that 0.01). Finally, this was proved that the hypothesis of this study was accepted that there is a differentiation between meditator and non-meditator; the emotional intelligent of meditator is higher than the emotional intelligent of non-meditator.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hidup, berkat, karunia, kasih serta tuntunan yang tiada akhir kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini merupakan penelitian mengenai perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari akan adanya keterbatasan yang dimiliki oleh penulis sehingga dengan bantuan dari berbagai pihaklah penulis dapat menyelesaian penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, tak lupa kiranya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhanku “Yesus Kristus” yang begitu mengasihiku dan mencintaiku. Terima kasih Yesus karena Engkau tidak pernah meninggalkanku dan selalu peduli padaku..Thanks GOD..

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universita Sanata Dharma.

3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi selaku Kepala Program Studi Psikologi.

4. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas bimbingan dan suportnya selama saya menjadi mahasiswa di fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma.


(14)

5. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik pengganti. Terima kasih.

6. Ibu M.M. Nimas Eki, S.Psi selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas waktu, tenaga, perhatian, arahan serta semangat yang tidak henti-hentinya ibu berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Agnes Indar E,. S. Psi dan bapak Y. Heri Widodo, S.Psi selaku dosen penguji.

8. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 9. Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji serta Mas Doni yang telah

membantu banyak hal dan meluangkan waktu untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan selama penulis belajar di fakultas psikologi ini.

10. Pak Gie yang selalu memberikan kehangatan lewat senyuman yang datang dari dalam hati serta pelayanan yang tiada akhir selama penulis belajar di fakultas psikologi ini.

11. Bapak, ibu serta teman-teman semua yang telah bersedia membantu penulis mengisi angket untuk penelitian ini.Terima kasih..

12. Bapak & Ibu yang selalu mencintaiku tanpa akhir Terima kasih atas kasih sayang, pengorbanan, tenaga, dukungan, ciuman, belaian, pelukan, semangat, omelan dan doa yang luar biasa begitu hebatnya untuk diriku. Saatnya datang juga untuk Novi..Aku sayang kalian..Luv U


(15)

13. Kakak-kakakku yang terkasih, “Mz Kun, Mbk Menik+Mz Dal, Mbk Arum+Mz Iwan “. Terimakasih selalu menyayangiku, mendoakanku, membuat hidupku menjadi lebih berarti, everything..

14. Keponakan-keponakan kecilku yang tersayang, “kakak (okta), putri (iput), tia, dea, via n sekar”. Selalu mensuport, mendoakan, mencintai, yang selalu ngangenin, membuat heboh n’ jahil..Opic sayang kalian semua..Miss U

15. Schatz, Mendaku....”W. Danang H.”.Waoooow…Klo dibuat novel, pasti akan ada serinya,hehehe. Perjalanan yang panjang n penuh dengan surprise maupun deraian telah kita lewati. “Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa-apapun kecuali dirinya sendiri”. Kamu begitu indah buatku…LoVe U Schatz

16. Keluarga besar Joyosudarmo yang selalu mengalirkan kehangatan n panjatan doanya untuk aku..

17. Om Fred Atabue dan keluarga, terimakasih atas uluran kasih untukku. 18. Bapak alm. Sriyanto beserta ibu Sriyanto. Terimakasih atas doa, kasih

sayang, cinta, nasehat yang selalu mengalir untuk aku, terlebih telah menerima Novi apa adanya menjadi bagian keluarga baru. Terimakasih juga untuk Mas Sukir& Mbak Ani (atas supportnya), Mas Hendrik&Mbak Lisa, Mbak Asti, Mas Yoyok&Mbak Duma (atas nasehat n supportnya), Dido (atas bantuan n ejekannya,hehehe), Andika (bantuan, keikhlasan n story tellingnya) serta Okta, Bram n Gaby yang selalu ada di hatiku. God Bless us..!!!


(16)

19. Gabor, Anis & Angik, sahabat kecilku n kurcaci-kurcaciku yang selalu ada n selamanya di hatiku..Makasih ya, jadi sahabat terhebat buatku. 20. Tumpahan kebahagiaan n kesedihanku “Thea, Adjenk n

Mitha”..Terimakasih untuk keceriaan dan persahabatan kita. Kalian telah memberikan banyak warna kehidupan untukku.. Luv U Girls

21. Sahabat-sahabat segerilyaku, “Fista, Trisa, Ntrie, Tanti, Ucik Kecil,Yakyuk, Lita, Wiwin, Astria”. Makasih atas pelukan yang hangat, nasehat n kejadian-kejadian tak terduga untuk aku. Terutama telah menemani n mau kurepotkan selama kuliah ini. Akhirnya aku bisa naek motor juga khan??? Hihihihi……. MIZZ U All

22. Teman-teman Psikologi 2002: Wedha, Elvin, Laura, Mas Adi, Suko, Wawan, Donat, Ina, Lisna, Dewi, Pitha, Doni, Si Y, Vincent, Obeth, dan masih banyak lagi yang ga bisa aku sebutin satu-satu. Makasih atas kebersamaan dan kebahagiaan yang indah.

23. Mas Uki Sadewa, partner n guru besarku. Pelajaran indah n bermakna banyak aku dapet dari mas. Makasih atas semuanya terlebih atas doa yang tak pernah surut. Aku akan selalu ingat, “Cintai dengan tulus dan kasih”..GBU

24. Keluarga kecilku “Asta Mistika”: Thea, Wedha (atas kasih n doa yang selalu mengalir untukku), Adjenk, Wiwin, Aning, Asih, Mas Nano, Mas Rusman n Mas Bud. Makasih untuk kerjasama n kebersamaannya… Perjuangan kita blum berakhir lho!!


(17)

25. Teman-teman KKN “Destan Crew” : Santi, Erry, Riri, Windhu, Maria, Suneo, Iman, Ledu n Ien. Ketemu yuk n membentuk kekacauan lagi,hehehe.Bahagianya 1 bulan bersama kalian. GBU All.

26. Tina Toon, makasih atas les privat SPSS untukku. Privat lagi ya, hehehe. 27. Fika, atas peminjaman bukunya. Berguna banget loh..Miss U.

28. Mas Beni,,,, Lama banget ya monitornya??? Maaaap n makasih bangettttttt ya Mau minta apa neh?????

29. Anggota ”Djemari”, mz Ita, mz Dodi n Neneng yang selalu kurepotkan dan terlebih mau memberikan aku diskon. Huaaaaa.... Matur nuwun sanget.

30. Last but not least… “Pelita Hati”, yang datang dan pergi dalam kehidupanku dan ikut menyumbang goresan tintanya untukku. Makasih n Tuhan memberkati.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini. Mohon maaf bila terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun penjelasan.

Yogyakarta, November 2007 Penulis


(18)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR TABEL... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8


(19)

1. Pengertian Emosi ... 8

2. Pengertian Kecerdasan Emosional... 9

3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 10

4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ... 17

B. Meditasi... 18

1. Pengertian Meditasi... 18

2. Meditator dan Non Meditator ... 20

3. Bentuk dan Proses Meditasi ... 21

C. Perbedaan Kecerdasan Emosional Antara Meditator dan Non Meditator ... 25

D. Hipotesis... 29

E. Skema Kecerdasan Emosional ... 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian... 31

B. Identifikasi Variabel... 31

1. Variabel Bebas ... 31

2. Variabel Tergantung... 31

C. Definisi Operasional ... 31

1. Kecerdasan Emosional ... 31

2. Meditasi... 33

D. Subjek Penelitian... 34

E. Metode Pengumpulan Data ... 34


(20)

1. Validitas ... 37

2. Daya Beda Item... 38

3. Reliabilitas ... 40

G. Prosedur Penelitian ... 40

H. Teknik Analisis Data... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Pelaksanaan Penelitian ... 43

B. Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 44

2. Hasil Analisis Data... 44

a. Deskripsi Data... 44

b. Hasil Uji Asumsi ... 45

1) Uji Normalitas... 45

2) Uji Homogenitas ... 46

c. Uji Hipotesis ... 46

C. Pembahasan... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian ... 67

Lampiran 2. Data Penelitian... 87

Lampiran 3. Reliabilitas ... 103


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Kecerdasan Emosional Antara Meditator dan Non Meditator Sebelum Hipotesis... .. 30


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional Sebelum Uji Coba ... 34 Tabel 2 Spesifikasi Item Penelitian... 39 Tabel 3 Deskripsi Subjek Penelitian ... 43 Tabel 4 Usia Subjek Penelitian ... 43 Tabel 5 Hasil Analisis ... 44 Tabel 6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov... 44 Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas... 45 Tabel 8 Hasil Uji Hipotesis……… ... 46


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rentang kehidupan, setiap individu melalui tahapan-tahapan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Setiap tahap perkembangan, individu selalu melakukan penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua serta pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Oleh karena itu penyesuaian diri merupakan hal yang dianggap khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang karena individu diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri karena tuntutan yang semakin besar, adanya harapan untuk mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab serta kemandirian emosional (Hurlock, 1980). Oleh karena itu, individu diharapkan dapat menghadapi permasalahan secara lebih bijak. Namun, keadaan emosi yang cenderung tidak stabil dan kekurangsiapan menerima setiap perubahan yang terjadi pada diri seringkali membuat individu merasa tertekan. Keadaan yang labil ini dapat menyebabkan timbulnya masalah dan gangguan seperti masalah yang timbul dalam lingkungan pekerjaan, pendidikan, keluarga, hubungan bersosialisasi sampai pada pemilihan pasangan hidup yang tepat (www.google.com).


(25)

Dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, individu hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Menurut Goleman (1999) kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain.

Penelitian Daniel Goleman dari Universitas Harvard menunjukkan bahwa kecerdasan emosional lebih banyak berperan dalam menentukan keberhasilan seseorang, sedangkan intelegensi hanya menduduki posisi kedua setelah kecerdasan emosional. Penelitian ini juga sekaligus menumbangkan kepercayaan selama ini dimana IQ-lah yang paling penting dalam menentukan kesuksesan seseorang. Ternyata kecerdasan emosional memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kesuksesan seseorang. Kecerdasan emosional menuntut orang untuk dapat memahami keberadaan dirinya, dimana dan pada situasi bagaimana ia berada (www.google.com).

Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional antara lain kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya (www.dudung.net).


(26)

Kecerdasan emosional seseorang terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana individu mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan, dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (www.e-psikologi.com).

Salah satu upaya individu untuk mengendalikan diri dengan baik dalam rangka meningkatkan kecerdasan emosional adalah dengan melakukan suatu bentuk terapi yang ditawarkan oleh psikologi timur yaitu meditasi. Meditasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mempertahankan dan mencapai keadaan relaksasi yang dapat memperlambat gelombang otak individu dan membawa kesadaran yang lebih dalam (Too, dalam Widiana, 1996). Meditasi sebagai suatu seni untuk menentramkan batin merupakan suatu ilmu yang sudah “kuno” yang berakar lebih dari 3000 tahun yang silam pada peradaban awal di lembah Sungai Indus yang sekarang dikenal sebagai India (Dhyanasukha, 1990). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya patung-patung keramik yang dibuat kurang lebih 5000 tahun yang silam. Patung-patung yang melukiskan para Yogi yang sedang bermeditasi itu telah ditemukan utuh selama penggalian-penggalian peradaban Dravida di Mahenjo Daro di cekungan Sungai Indus (Hall, 1999).

Awalnya meditasi hanya dilakukan oleh orang yang telah berusia lanjut dimana orang lanjut usia dianggap sudah tidak memikirkan masalah duniawi (Suryani, 1996). Namun seiring dengan perkembangan jaman yang serba modern ini yang kian diwarnai dengan aktivitas yang tinggi, selalu serba cepat, serba


(27)

banyak, serba lebih dari yang lain yang pada akhirnya menimbulkan dampak yang kurang baik bagi keadaan batin dan ketenangan hidup, maka banyak orang yang hidup dalam keadaan tegang, penuh kekhawatiran, tidak bisa tidur dan akhirnya mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti sakit lambung, tekanan darah tinggi, sakit jantung, dsb (Dhyanasukha, 1990). Oleh karena itu, untuk mengatasi efek dari tekanan-tekanan hidup itu diperlukan suatu metode untuk menjaga ketenangan dan ketentraman batin yaitu dengan melakukan meditasi. Disinilah perkembangan meditasi kian merebak di kalangan awam. Awam mulai mempelajari seni meditasi yang telah dipercaya sejak jaman dulu dapat membantu untuk mengatasi tekanan-tekanan mental tersebut.

Meditasi merupakan suatu aktivitas menentramkan batin yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan obat penenang dan obat-obat tidur yang pada umumnya mengakibatkan ketergantungan (Wulandari, 2002). Di samping itu meditasi yang dilakukan dengan benar akan membuat meditator (orang yang mengikuti meditasi) hidup lebih wajar, toleran, tangguh dan lebih tabah dalam menjalani kehidupannya (Dhyanasukha, 1990). Meditasi merupakan aktivitas yang membuat meditator mengalami keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks yang biasanya dialami pada orang ketika tidur nyenyak. Keadaan ini memberikan kesempatan pada syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf yang menjadi normal kembali mempengaruhi seluruh sistem yang berada dalam tubuh (Soegoro, 2002). Dengan keadaan yang normal tersebut maka dimungkinkan meditator tersebut untuk mengalami perkembangan kepribadian menuju kepribadian yang sehat (Hall & Lindzey, 2000).


(28)

Riset-riset psikologis menemukan bahwa banyak manfaat yang diperoleh lewat latihan meditasi yaitu berhasil menangani masalah klinis diantaranya insomnia, kecemasan, phobia, hipertensi (Widiana, 1996), membangkitkan tanggung jawab pribadi serta membangkitkan personal insight (Shapiro, 1994). Meditasi juga mempunyai potensi psikoterapeutik yang berkaitan dengan pengalaman mistik dan proses yang mendatangkan penyembuhan. Di sisi lain meditasi bermanfaat sebagai kontrol dalam proses berpikir, meningkatkan sikap penuh perhatian dan kemampuan pengendalian emosi dan kemarahan (Fontana, dalam Widiana, 1996). Setiap kali latihan meditasi dilakukan, seseorang akan berusaha mengenali proses mental yang muncul seperti perasaan gelisah, cemas, marah, senang, gembira, dll. Latihan yang terus menerus akan membawa individu pada kebiasaan yang baik yaitu selalu mengenal bentuk emosi yang muncul sehingga kontrol diri menjadi meningkat (Soegoro, 2002).

Kemampuan untuk mengontrol emosi yang diperoleh dari proses meditasi ini berkaitan erat dengan kecerdasan emosional dimana kemampuan tersebut merupakan salah satu aspek dari kecerdasan emosional. Oleh karena itu dapat dilihat bahwa meditasi merupakan salah satu upaya untuk menunjang individu meningkatkan kecerdasan emosional. Akan tetapi peneliti belum menemukan adanya penelitian yang berkaitan dengan kecerdasan emosional ataupun dengan meditasi. Penelitian atau jurnal yang telah dilakukan selama ini berkaitan dengan kecerdasan emosional adalah agresivitas remaja dengan kecerdasan emosional (Djuwarijah, 2002), pelatihan emotional literacy dengan kecerdasan emosional (Suyanti, Setiasih, & Mangunhardjana, 2002), keberhasilan bermain game dengan


(29)

kecerdasan emosional (Aryaguna, 2001), dan pola permainan sosial dengan kecerdasan emosional (Hartini, 2004). Sedangkan penelitian atau jurnal yang berkaitan dengan meditasi adalah meditasi dan sikap kreatif (Ndoen, 1999), pengembangan kepribadian melalui olah rasa (Nanik, 1999), dan kebermaknaan hidup meditator (Widiana, 1996). Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini mampu menambah pemahaman dan memberikan sumbangan secara teoritis bagi perkembangan ilmu psikologi pada umumnya.


(30)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Meditator

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada meditator tentang pentingnya meditasi dalam meningkatkan kecerdasan emosional sehingga meditator dapat lebih mengintensifkan latihan meditasi.

b. Bagi Non Meditator

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada non meditator bahwa ada alternatif lain dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional yaitu melakukan meditasi.

c. Bagi Pembaca

Peneliti berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah atau memberikan wacana atau informasi tentang perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi serta referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian baru yang lebih relevan.


(31)

BAB II DASAR TEORI

A. KECERDASAN EMOSIONAL 1. Pengertian Emosi

Dari akar katanya, emosi berasal dari kata kerja bahasa latin “movere” yang berarti mengerakkan atau bergerak, ditambah awalan “e” untuk memberi arti bergerak menjauh. Hal ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 1997).

Emosi adalah perasaan yang dialami oleh seseorang (Albin, 1986). Albin menambahkan pula bahwa emosi dapat merangsang pikiran baru, khayalan baru dan tingkah laku baru. Namun Djuwarijah (2002) menjelaskan bahwa emosi merupakan kondisi kejiwaan yang jauh lebih intens daripada perasaan dan dapat menyebabkan hubungan individu dengan lingkungan menjadi terganggu.

Cooper dan Sawaf (2000) mengemukakan pengertian emosi yang dapat didefinisikan secara sederhana sebagai penerapan “gerakan” baik secara metafora maupun harafiah untuk mengeluarkan emosi. Goleman (1997) menambahkan bahwa semua emosi adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi.


(32)

Menurut Goleman (2002), emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan perasaan yang dialami seseorang yang dapat merangsang munculnya pikiran baru, khayalan baru serta tingkah laku baru.

2. Pengertian Kecerdasan Emosional

Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (www.e-psikologi.com).

Selanjutnya, Goleman (1999) juga mengungkapkan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain.

Howard Gardner (dalam Goleman, 1995) mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan yang bersifat “pribadi” yang meliputi kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain: apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, dan bagaimana bekerja


(33)

bahu-membahu dengan mereka. Sedangkan yang dimaksud kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang korelatif, akan tetapi terarah dalam diri.

Tokoh lain yang mengemukakan pendapatnya adalah Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 1999) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.

Sementara Howes dan Herald (dalam Goleman, 1999) mengatakan pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dan orang lain, memotivasi diri serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Yang termasuk ke dalam faktor internal adalah faktor neurologis dan mekanisme


(34)

kerja otak. Goleman (2002) menguraikan tentang bagaimana otak manusia itu tumbuh sebagai berikut:

1) Pertumbuhan dimulai dari batang otak untuk mengatur fungsi-fungsi dasar kehidupan seperti bernapas dan metabolisme otak lain serta mengendalikan reaksi dan gerakan dengan pola yang sama. Otak ini telah diprogram untuk menjaga agar tubuh berfungsi sebagaimana mestinya dan bereaksi dengan cara yang tidak membahayakan kelangsungan hidup.

2) Kemudian lobus olfaktori sebagai tempat tumbuhnya pusat emosi primitif

3) Sistem limbik yang menambah emosi dan mempertajam pembelajaran dan ingatan. Bila seseorang sedang dikuasai oleh hasrat atau amarah, jatuh cinta atau ketakutan maka sistem limbik inilah yang sedang bekerja.

4) Rhinencephalon atau “otak hidung” yaitu bagian saluran limbik dan dasar rudimeter neokorteks yakni otak yang berpikir terdiri dari hippocampus dan amigdala. Hippocampus dan amigdala merupakan dua bagian penting “otak hidung” primitif yang dalam evolusi memunculkan korteks serta kemudian neokorteks. Hingga saat ini, kedua struktur limbik itu melakukan sebagian besar atau banyak ingatan dan pembelajaran otak. Amigdala adalah spesialis masalah-masalah emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian otak


(35)

lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan yang amat mencolok dalam menangkap makna emosional suatu peristiwa yang disebut kebutaan afektif. Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional, dan dengan demikian makna emosional itu sendiri hidup tanpa makna pribadi sama sekali. Semua nafsu dan perasaan kasih sayang terikat pada amigdala. Fungsi-fungsi amigdala dan pengaruhnya pada neokorteks merupakan inti kecerdasan emosional. Neokorteks sebagai otak berpikir yang menumbuhkan perasaan tentang seni, ide, simbol, dan khayalan serta menambah nuansa pada kehidupan emosional.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi/mengubah kecerdasan emosional individu. Faktor-faktor itu diantaranya adalah keluarga, pendidikan, budaya dan jenis kelamin.

Shapiro (2001) mengemukakan bahwa keluarga adalah salah satu tempat pendidikan dalam pembelajaran emosional. Kagan (dalam Shapiro, 1998) mengatakan bahwa secara harafiah perkembangan otak seseorang dapat berubah jika orang tua mau membantu mereka dalam mengatasi suatu masalah. Goleman (1999) mengatakan bahwa pembelajaran emosi yang diberikan orang tua pada anak memiliki pengaruh besar terhadap


(36)

temperamen anak. Pembelajaran emosi ini bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan oleh orang tua secara langsung pada anaknya melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaannya sendiri.

Secara garis besar pola asuh orang tua kepada anak dapat digolongkan menjadi 3 yaitu otoriter, permisif dan otoritatif. Orangtua otoriter memberlakukan peraturan yang ketat dan menuntut anaknya untuk menaati segala peraturan yang ada. Pada prinsipnya membatasi ruang kehidupan anak. Orang tua tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengatur dirinya sendiri. Jika anak menolak atau tidak patuh pada perintah ataupun aturan yang ditetapkan oleh orang tua, maka mereka akan mendapatkan hukuman. Akan tetapi jika anak mematuhi perintah orang tua, maka mereka tidak akan mendapat penghargaan atau pujian dari orang tuanya. Orang tua tidak pernah mengekspresikan perasaannya di depan anak dan cenderung mengutamakan kedudukannya sebagai orang tua. Dengan kondisi demikian, anak tidak pernah belajar bagaimana merasakan perasaannya sendiri, bagaimana orang lain menanggapi perasaannya serta belajar mengungkapkan harapan dan rasa takut atau dengan kata lain pembelajaran emosi tidak didapatkan dengan pola asuh orang tua yang demikian. Akhirnya dengan siapapun mereka berhadapan, mereka akan selalu menempatkan diri mereka lebih rendah


(37)

daripada orang lain, suka tergantung pada orang lain dan mudah mengalami kekecewaaan.

Orangtua permisif membesarkan anak tanpa adanya batasan/aturan yang mengikat sehingga terkesan bebas. Akhirnya anak menjadi terbiasa untuk mendapatkan segala sesuatu dengan cara yang mudah dan cepat. Jika ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, anak akan mudah kecewa dan marah. Selain itu anak tidak akan belajar berpikir tentang perasaan dan pilihan-pilihan apa yang dimiliki untuk bereaksi karena orang tua tidak pernah memberi contoh tentang pembelajaran emosi secara langsung. Pola asuh seperti ini tidak membantu anak mencerdaskan emosinya.

Orangtua otoritatif menghargai kemandirian anak-anaknya namun juga menuntut mereka untuk memenuhi tanggung jawab kepada keluarga, teman, maupun masyarakat. Selain itu orang tua otoritatif bersikap empati untuk menghibur tanpa memperbesar kesedihan/kecemasan serta menetapkan batas-batas yang tegas dan mewajibkan sikap patuh akan membuat anak belajar untuk mengatasi dan menghadapi emosi tersebut. Sikap orang tua yang demikian akan mengembangkan kecerdasan emosional pada anak.

Faktor pendidikan memiliki peranan yang penting dalam mendukung perkembangan kecerdasan emosional. Menurut Gie (dalam Pertiwi 1997), pendidikan dapat diperoleh melalui


(38)

pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal merupakan program kelembagaan pendidikan yang ditentukan oleh pihak yang berwenang yang layak diberikan oleh sekolah, institut, sekolah tinggi, dan universitas yang dibentuk untuk tujuan tunggal serta memberikan pengajaran dalam suatu cara yang tertib, terencana, dan sistematik. Melalui sistem pendidikan yang berada dalam institusi resmi ini maka potensi kecerdasan emosional dapat dikembangkan.

Pendidikan informal diberikan di luar sistem pendidikan yang tersusun formal, misalnya dalam keluarga dan kelompok-kelompok lainnya. Tumbuhnya kecerdasan emosional seseorang dapat terjadi karena adanya peran pada masing-masing anggota keluarga yang ada.

Pendidikan nonformal merupakan pendidikan dan pelatihan non sekolah yang tersusun sistematik, biasanya untuk jangka waktu pendek yang selama jangka waktu itu badan yang mendidik mengusahakan suatu perubahan perilaku khususnya pada sekelompok orang yang dituju. Misalnya program pelatihan outbound dan seminar. Melalui kegiatan-kegiatan semacam itu maka kemampuan seseorang dalam mengelola diri, khususnya pengelolaan diri ke dalam jalur emosi akan terbentuk sehingga seseorang akan memiliki kecerdasan emosional.


(39)

Faktor yang turut mempengaruhi kecerdasan emosional adalah faktor budaya dan jenis kelamin. Latar belakang budaya dianggap dapat mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan emosi. Perbedaan terkadang nampak pada bentuk respon seseorang terhadap stimulus tertentu sebagaimana yang biasa diberikan oleh masyarakat/lingkungan yang melatarbelakanginya. Menurut Gottman dan De Claire (1997), pengaruh budaya semacam itu tidak mengganggu kemampuan seseorang untuk merasa, sehingga orang dari semua latar belakang budaya memiliki kemampuan untuk peka terhadap perasaan mereka masing-masing. Faktor jenis kelamin dianggap dapat mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan emosi yaitu terdapat perbedaan cara mengungkapkan emosi antara laki-laki dan perempuan.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: faktor internal yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar serta faktor eksternal yang meliputi keluarga, pendidikan, budaya dan jenis kelamin.

4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Goleman (2003) menjelaskan mengenai 5 wilayah utama kecerdasan emosi yang merupakan hasil adaptasi dari Salovey yaitu


(40)

kemampuan individu yang terdiri atas kemampuan pribadi dan kemampuan sosial yang terdiri dari:

a. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri merupakan kemampuan mengenali dan mengidentifikasi emosi. Kemampuan mengenali emosi diri sendiri meliputi kemampuan untuk merasakan dan memberi penilaian pada perasaan atau emosi diri sendiri pada situasi serta mampu memahami penyebab timbulnya suatu perasaan.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan untuk mengatasi rasa takut, cemas, amarah dan sedih dengan cara yang benar dan proporsional.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Merupakan kemampuan untuk menguasai diri dalam mengendalikan dorongan/hasrat terhadap suatu tujuan. Kemampuan ini meliputi adanya rasa bertanggung jawab, mampu menguasai diri, memiliki kontrol emosi untuk mencapai tujuan, menunda kepuasan, mampu bekerja efektif untuk mencapai tujuan, dan mengharapkan sukses.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Hal ini sering dikenal dengan istilah empati yaitu kemampuan mengenali perasaan orang lain untuk memahami


(41)

perspektif mereka dalam upaya menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai macam orang. e. Membina Hubungan

Ini merupakan ketrampilan mengelola emosi orang lain. Kemampuan ini meliputi kemampuan menangani konflik interpersonal secara konstruktif atau membangun hubungan yang baik serta mampu menjalin hubungan dengan orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memiliki 5 aspek yaitu (a) mengenali emosi diri, (b) mengelola emosi, (c) memotivasi diri sendiri, (d) mengenali emosi orang lain, dan (e) membina hubungan.

B. MEDITASI

1. Pengertian Meditasi

Menurut etimologi, meditasi berasal dari kata meditari yang artinya merenungkan, meresapkan atau mengunyah (Soegoro, 2000). Pada perkembangan selanjutnya, meditasi mempunyai arti yang lebih luas dan menyangkut pengalaman suprasadar sehingga definisinya bermacam-macam. Ahli lain menjelaskan meditasi berasal dari bahasa Inggris yaitu meditation yang kemudian diucapkan dalam bahasa Indonesia menjadi meditasi. Kata meditasi dalam bahasa Indonesia merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Latin “Meditatio” dan dari bahasa Perancis kuno “Meditacioun” yang berarti a thinking over, mempertimbangkan atau memikirkan kembali (Effendi, 2004).


(42)

Dalam bahasa Sansekerta yaitu dhyana yang artinya pemusatan perhatian terus-menerus kepada sesuatu yang dijadikan objek sehingga si meditator (orang yang bermeditasi) sampai pada permenungan yang mendalam (Jendra, 1994).

Sidharta Gautama menyatakan bahwa meditasi adalah jalan untuk kebebasan jiwa dan ketidaktertarikan merupakan kunci kehidupan. Meditasi melahirkan sebuah kebijaksanaan dan pengetahuan (Antari,2005).

Lebih lanjut Suryani (2000) menyatakan meditasi adalah suatu proses pemusatan perhatian yang menyebar menjadi satu perhatian yang dilakukan secara sadar. Proses ini berjalan bertahap sesuai dengan keteraturan latihan yang dilakukan. Jika proses tidak disadari atau dilakukan secara tidak sadar, maka keadaan itu hanya memusatkan perhatian dan belum bisa disebut sebagai aktivitas meditasi.

Dion Juanda Gibran, pengajar meditasi dari Energi Prana Kasih, mendefinisikan meditasi sebagai proses pemahaman pemberdayaan diri tanpa batas dan berkesinambungan untuk mencapai keseimbangan pikiran, perkataan dan perbuatan. Meditasi menghadirkan sikap respect pada diri sendiri serta melihat hal baik atau buruk sebagaimana adanya. Sikap ini merupakan wujud dari kesadaran pikiran, perasaan dan tindakan (dalam Antari, 2005).

Anand Krishna, guru dan pendiri Anand Ashram mendefinisikan meditasi sebagai perluasan kesadaran. Hasil akhir dari meditasi adalah samadhi atau keseimbangan. Setelah mencapai keseimbangan diri, manusia


(43)

tidak lagi menjadi gelisah, takut, khawatir dan cemas. Meditasi adalah gaya hidup. Meditasi harus menjadi dasar kehidupan seseorang (Krishna, 2006).

Dari hasil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa meditasi adalah teknik yang dapat digunakan untuk pemberdayaan diri melalui proses pemusatan perhatian yang menyebar menjadi satu perhatian yang dilakukan secara sadar untuk mencapai keseimbangan pikiran, perkataan dan perbuatan.

2. Meditator dan Non Meditator

Meditator adalah orang yang mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi (Suryani, 1996). Batasan meditator dalam penelitian ini adalah orang yang mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar melakukan meditasi dua kali sehari selama minimal 15 menit. Meditasi ini dilakukan tiap hari secara teratur (Suryani, 1996). Dengan meditasi secara teratur, pikiran akan menjadi waspada dan selamanya tenang sehingga meditator akan mampu mengenali proses mental dalam dirinya. Non meditator adalah orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi.

3. Bentuk dan Proses Meditasi

Manusia tidak terlepas dari jiwa dan tubuh. Di dalam jiwa terhimpun berbagai macam kekuatan seperti pikiran, perasaan, kemauan, dan semangat untuk hidup. Semuanya itu menyatu menjadi suatu kekuatan yang menjadikan individu menjadi lebih baik. Individu akan berada dalam kondisi sehat jiwa


(44)

dan raga jika individu tersebut mampu menjaga keseimbangan seluruh potensi yang ada dalam diri. Namun untuk menjaga keseimbangan tersebut tidaklah mudah. Seringkali pikiran tidak terfokus. Begitu pikiran mendapat tekanan yang melampaui batas, individu akan mengalami perubahan fisik dan emosi sehingga tubuh menjadi sakit, emosi tidak terkendali, suasana hati tidak tenteram, dll. Dalam kondisi demikian, dalam tubuh individu akan terjadi reaksi hormon kortisol dan adrenalin. Reaksi ini akan memaksa jantung memompa darah lima kali lebih cepat dari kecepatan normal sehingga syaraf akan menegang. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu cara yang digunakan adalah dengan melakukan meditasi.

Pada dasarnya ada 2 bentuk meditasi yaitu meditasi konsentrasi dan meditasi merasakan proses (mindfulness). Untuk meditasi konsentrasi, perhatian dipusatkan dengan membatasi perhatian hanya pada satu objek yang datang berulang seperti suara, kata, doa, ungkapan, pernapasan atau objek visual. Pada saat yang sama sikap pasif dipertahankan. Aktivitas mental lainnya dirasakan sebagai gangguan dari objek konsentrasi. Jika pada saat itu pikiran menyimpang, meditator secara pasif mengabaikan gangguan dan kemudian bila tiba-tiba ia menyadari gangguan itu maka pemusatan perhatian diulang kembali pada rangsangan meditatif. Jika ia mampu mengembangkan meditasi, maka peningkatan perasaan terjadi yaitu dari relaksasi meningkat ke dalam perubahan emosional dan kognitif yang jelas. Keadaan ini disebut sebagai kesadaran berubah (altered states of consciouness). Meditasi ini


(45)

mempunyai tujuan untuk melatih kemampuan seseorang dalam memusatkan perhatian/konsentrasi sehingga pada akhirnya dapat mencapai keadaan rileks.

Sedangkan meditasi merasakan proses (mindfulness) merupakan suatu bentuk meditasi yang mencoba menyadari keadaan secara menyeluruh dengan merasakan proses keadaan itu (Suryani, 1996). Dalam meditasi merasakan proses, orang akan merasakan jalannya cara kerja pikiran, perasaan dan kemauan, merasakan agresi dalam tubuh, atau merasakan proses penyatuan energi dari luar tubuh dan dari dalam tubuhnya. Cara ini bertujuan untuk melatih kemampuan orang dalam memusatkan perhatian pada proses yang sedang berlangsung hingga nanti hasilnya akan mencapai keadaan rileks. Oleh karena itu dalam memahami kehidupan menurut bentuk meditasi ini diperlukan latihan untuk memusatkan perhatian pada beberapa objek tanpa mengubah kemampuan pemusatan ini (Suryani,1996).

Dari penjelasan di atas dapat terlihat bahwa meditasi konsentrasi dan meditasi merasakan proses mempunyai tujuan yang sama yaitu melatih kemampuan seseorang dalam memusatkan perhatian atau konsentrasi sehingga pada akhirnya mencapai keadaan rileks.

Untuk mencapai keadaan rileks, meditator mengalami suatu proses yang terjadi di dalam otaknya. Otak yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia terdiri dari bermiliar-miliar sel syaraf yang mengalirkan aliran energi listrik, memancarkan gelombang otak atau gelombang elektromagnetik yang frekuensinya selalu berubah sesuai dengan tingkat kesadaran manusia. Dari gelombang betha yang merupakan ritme yang cepat


(46)

dan tidak beraturan menuju gelombang alpha yang berperan besar ketika manusia dalam keadaan rileks, tenang dan santai selanjutnya menuju gelombang theta yang berperan pada saat manusia tidur ringan dan akhirnya menuju gelombang delta ketika seseorang tertidur lelap (Pinel, 1990). Dinamika gelombang otak inilah yang memberi pengaruh pada meditator, baik secara fisik maupun pengaruh psikologis.

Meditator mengalami gelombang Alpha, gelombang Theta sampai gelombang Delta, mereka dapat menyadari dan merasakan dinamika yang terjadi dalam dirinya. Pada saat tubuh manusia mengalami keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks, frekuensi gelombang otak berada pada daerah yang disebut gelombang delta, suatu keadaan yang biasa diperoleh pada saat tidur nyenyak. Keadaan ini memberikan kesempatan pada syaraf-syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf menjadi normal kembali sehingga mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh seperti metabolisme tubuh yang menurun, denyut jantung yang menurun demikian juga pernapasan (Soegoro, 2002). Selain itu dalam keadaan ini kelenjar pineal dalam otak mulai aktif dan mengeluarkan melatonine yang dapat membuat seseorang menjadi sangat rileks (Krishna dan Setiawan, 2002).

Dengan keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks yang dialami seseorang ketika melakukan aktivitas meditasi, memberikan kesempatan pada syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf yang menjadi normal kembali mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh (Soegoro, 2002). Oleh karena itu, meditator akan mengalami apa


(47)

yang disebut sebagai keadaan meditatif. Dalam keadaan meditatif seseorang dapat melihat dengan cara baru, cara yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Misalnya pada keadaan biasa, ketika sedang sibuk seseorang pasti akan tergesa-gesa dan tegang. Akan tetapi dalam keadaan meditatif seseorang menjadi lebih tenang, lebih santai, seolah-olah segala sesuatu berjalan tanpa tekanan apapun (Soegoro, 2002). Dengan keadaan tenang dan santai akan memudahkan meditator berkonsentrasi. Konsentrasi membuat pikiran seorang meditator menjadi lebih tajam, terang dan terfokus dengan baik. Selain itu meditator juga akan berusaha mengenali proses mental yang muncul yang akan mengganggu konsentrasi seperti perasaan gelisah, cemas, marah, senang, gembira, dll. Dengan demikian akan membawa meditator pada kebiasaan baik yaitu mengenal bentuk emosi/proses mental yang muncul sehingga akan timbul pemahaman yang mendalam terhadap sesama dan seseorang akan menjadi lebih toleran dan tidak cepat tersinggung. Di sini tampak bahwa seseorang akan memiliki kontrol diri yang meningkat.

Respon relaksasi saat latihan meditasi juga dapat meningkatkan keseimbangan sistem hormon kekebalan dalam tubuh sehingga menjadikan seseorang mempunyai daya tahan tubuh yang kuat. Respon relaksasi adalah sebuah integrasi respon mindbody yaitu menurunnya pemakaian oksigen, denyut jantung, pernafasan, tekanan darah, kadar asam laktat dalam serum, resistensi kulit meningkat dan terjadi perubahan aliran darah (Suryani, 1999).


(48)

C. Perbedaan Kecerdasan Emosional Antara Meditator dan Non Meditator Dalam setiap periode kehidupan, individu menghadapi berbagai tekanan dan tuntutan. Individu seringkali “dikejutkan” dengan perubahan-perubahan yang mereka alami baik fisik, psikis, peran dan minat. Tidak semua individu mampu menerima perubahan dan segala konsekuensinya dengan baik. Dalam hal ini, kecerdasan emosional yang dimiliki setiap individu menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi langkah-langkah yang akan dijalaninya dalam menghadapi tantangan hidup mereka. Individu yang ditunjang dengan kecerdasan emosional yang baik akan dapat mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dengan baik, mampu bersosialisasi dengan baik, mampu bertahan dalam kondisi frustasi, lebih mampu memahami orang lain dan kondisi di sekitarnya, dan lebih berkompeten dalam mengendalikan dorongan emosi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional seorang individu adalah faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Yang termasuk ke dalam faktor internal adalah faktor neurologis dan mekanisme kerja otak. Otak mengalirkan energi listrik serta memancarkan gelombang elektromagnetik atau gelombang otak yang frekuensinya selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkat kesadaran manusia. Gelombang otak ini terdiri dari gelombang betha, suatu ritme yang cepat dan tidak beraturan yang mengindikasikan bahwa jiwa dalam keadaan kacau kemudian gelombang alpha yang berperan ketika manusia dalam keadaan rileks, gelombang theta


(49)

ketika manusia tidur ringan dan berlanjut ke gelombang delta saat seseorang tertidur lelap. Dinamika gelombang otak inilah yang memberi pengaruh pada meditator, baik secara fisik maupun pengaruh psikologis.

Keadaan tersebut juga dapat dialami oleh meditator ketika melakukan meditasi. Meditator lebih sering mengalami gelombang Alpha, gelombang Theta dan gelombang Delta. Mereka dapat menyadari dan merasakan dinamika yang terjadi dalam dirinya. Sebaliknya, non meditator lebih sering mengalami gelombang Betha. Pada saat tubuh manusia mengalami keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks, frekuensi gelombang otak berada pada daerah yang disebut gelombang delta. Keadaan ini memberikan kesempatan pada syaraf-syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf menjadi normal kembali sehingga mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh seperti metabolisme tubuh yang menurun, denyut jantung yang menurun demikian juga pernapasan (Soegoro, 2002). Selain itu dalam keadaan ini kelenjar pineal dalam otak mulai aktif dan mengeluarkan melatonine yang dapat membuat seseorang menjadi sangat rileks (Krishna dan Setiawan, 2002).

Dengan keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks yang dialami seseorang ketika melakukan aktivitas meditasi, memberikan kesempatan pada syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf yang menjadi normal kembali mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh (Soegoro, 2002).


(50)

Saat melakukan meditasi, meditator mengalami suatu proses memusatkan perhatian yang dilakukan secara sadar. Proses ini berjalan bertahap sesuai dengan keteraturan latihan yang dilakukan (Suryani, 2000). Jika proses tersebut tidak disadari, maka keadaan itu hanya memusatkan perhatian dan belum bisa disebut sebagai aktivitas meditasi. Di sisi lain, non meditator tidak mengalami suatu proses memusatkan perhatian yang dilakukan secara sadar karena tidak adanya latihan meditasi.

Setiap kali latihan meditasi dilakukan, meditator akan lebih mudah mengenali proses mental yang muncul yang akan mengganggu konsentrasi seperti perasaan gelisah, cemas, senang, marah, dll. Latihan yang terus-menerus akan membawa meditator pada kebiasaan baik yaitu cenderung lebih mudah mengenal bentuk emosi yang muncul. Oleh karena itu meditator dapat mengatasi proses mental tersebut dengan cara yang benar dan proporsional atau dengan kata lain dapat mengelola emosi dengan tepat. Selain itu pada latihan meditasi akan terjadi proses dimana meditator akan mengarahkan perhatian ke dalam diri sendiri sehingga ia akan lebih mengenal dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya. Dengan mengenal proses mental yang ada dalam diri, maka akan timbul pemahaman yang mendalam terhadap sesama yaitu cenderung lebih mudah mengenali perasaan orang lain/empati dalam upaya menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai macam orang. Kondisi ini juga dapat menunjang seseorang dalam membina hubungan dengan orang lain. Orang yang mampu membina relasi sosial dengan baik cenderung akan sukses dalam bidang apapun. Dari


(51)

penjelasan ini terlihat pengaruh meditasi dalam aspek-aspek kecerdasan emosional dimana manfaat dari latihan meditasi dapat menunjang meditator dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya.

Efek-efek positif pada meditasi yang lain seperti membuka dan menjernihkan pikiran, rileks, serta tingkat kesadaran yang tinggi yang ada dalam diri individu dapat memberikan suatu pencerahan kepada individu, mampu menerima apa adanya dirinya sendiri dan orang lain serta melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang luas dan baru. Saat meditator mampu mencapai tingkat kesadaran secara penuh, sadar akan diri dan sekitarnya serta memperoleh suatu ketenangan maka individu cenderung lebih mudah mengendalikan emosinya dimana mampu memecahkan masalah-masalah atau tekanan yang dihadapinya melalui penyaluran yang benar atau positif sehingga tidak mengganggu kesehatan fisik dan psikisnya.

Sebaliknya pada non meditator yang lebih sering mengalami gelombang Betha, mereka cenderung lebih sulit menyadari dan merasakan dinamika yang terjadi dalam dirinya sehingga syaraf-syaraf otak cenderung tegang. Akibatnya membuat seseorang menjadi kurang rileks dan mengalami kesulitan untuk mengenal proses mental yang muncul dalam dirinya. Dengan demikian akan mengganggu individu dalam berkonsentrasi, kurang adanya pemahaman yang mendalam terhadap sesama, cenderung lebih sulit menerima apa adanya dirinya sendiri dan orang lain, cenderung lebih sulit mengenal bentuk emosi yang muncul seperti perasaan cemas, gelisah, marah, dll sehingga kurang mampu mengelola emosi dengan tepat. Hal ini dapat


(52)

mempengaruhi dalam menghadapi permasalahan, tantangan, dan tekanan dalam hidupnya. Oleh karena itu kecerdasan emosionalnya pun kurang dapat berkembang dengan baik atau dengan kata lain kecerdasan emosionalnya cenderung lebih rendah.

D. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka kajian teori yang ada, maka hipotesis yang dikemukakan adalah ada perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator, dimana kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada kecerdasan emosional non meditator.


(53)

SKEMA PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL ANTARA MEDITATOR dan NON MEDITATOR

MEDITATOR Latihan meditasi yang teratur

Adanya proses pemusatan perhatian yang dilakukan secara sadar

Lebih sering mengalami gelombang Alpha, Theta, Delta

Lebih sering mengalami gelombang Betha

Dinamika Gelombang Otak

Tidak ada proses pemusatan perhatian yang dilakukan secara sadar

NON MEDITATOR Tidak mengalami latihan meditasi

yang teratur

• Cenderung lebih mudah mengenali perasaan orang lain/empati

• Cenderung lebih mudah mengendalikan emosi

• Cenderung lebih mudah mengenal diri sendiri

• Cenderung lebih berpikir positif Lebih mudah mengenali proses mental

Syaraf otak cenderung lebih rileks, santai, tenang

Kecerdasan emosional cenderung lebih rendah

• Cenderung lebih sulit mengenali perasaan orang lain/empati

• Cenderung lebih sulit mengenal diri sendiri

• Cenderung lebih melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dalam mengatasi masalah

Lebih sulit mengenali proses mental Syaraf otak cenderung kurang rileks,

kurang santai dan kurang tenang

Kecerdasan emosional cenderung lebih tinggi


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif atau penelitian perbandingan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menyelidiki perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas : meditasi

2. Variabel Tergantung : kecerdasan emosional

C. Definisi Operasional 1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dan orang lain, memotivasi diri serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

Kecerdasan emosional akan diukur dengan menggunakan skala kecerdasan emosional dari Goleman (2003). Ada 5 aspek dalam kecerdasan emosional, yaitu:

a. Mengenali emosi diri b. Mengelola Emosi Diri c. Memotivasi Diri Sendiri


(55)

d. Mengenali Emosi Orang Lain

e. Membina Hubungan Dengan Orang Lain

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka kecerdasan emosional subjek penelitian semakin tinggi, begitu juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka kecerdasan emosional subjek penelitian rendah.

2. Meditasi

Meditasi adalah teknik yang dapat digunakan untuk pemberdayaan diri melalui proses pemusatan perhatian yang menyebar menjadi satu perhatian yang dilakukan secara sadar untuk mencapai keseimbangan pikiran, perkataan dan perbuatan.

Dalam penelitian ini, subjek terbagi menjadi kelompok meditator dan non meditator. Adapun definisi meditator dan non meditator adalah:

a. Meditator

Subjek yang termasuk dalam kelompok meditator adalah sekelompok orang yang mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi. Subjek yang termasuk dalam kelompok ini adalah subjek yang minimal telah mengikuti latihan meditasi selama 3 bulan serta rutin setiap hari melakukan meditasi dua kali sehari selama minimal 15 menit.

Peneliti melakukan pembatasan periode latihan meditasi ini karena efek dari meditasi dapat terlihat setelah seseorang menjalani latihan meditasi selama 3 bulan serta rutin setiap hari melakukannya. Menurut


(56)

hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan ahli meditasi dari paguyuban Asta Mistika bahwa seseorang yang telah mengikuti latihan meditasi selama 3 bulan serta rutin setiap hari melakukannya diasumsikan menjadi lebih meditatif daripada sebelumnya karena hormon-hormon dalam tubuh telah menjadi seimbang.

b. Non Meditator

Subjek yang termasuk dalam kelompok non meditator adalah sekelompok orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemauan secara sadar untuk melakukan meditasi. Dalam hal ini non meditator merupakan seseorang yang sama sekali tidak pernah melakukan meditasi.

Untuk mengetahui subjek termasuk ke dalam meditator ataupun non meditator, peneliti memberikan pertanyaan kepada setiap responden tentang berapa lama mengikuti latihan meditasi dan apakah sedang mengikuti latihan meditasi atau tidak.

D. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode teknik sampling purposif (Purposive Sampling) yaitu pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri/sifat-sifat tertentu yang dianggap memiliki kesamaan ciri-ciri/sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004). Subjek dalam penelitian ini adalah 50 meditator pria dan wanita serta 50 non meditator pria dan wanita.


(57)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner berskala (Scaled Questionare) yaitu kuesioner kecerdasan emosional. Item-item dalam skala disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman (2003) yaitu: (1) mengenali emosi diri, (2) mengelola emosi, (3) memotivasi diri sendiri, (4) mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan.

Skala kecerdasan emosional ini terdiri dari 100 butir pertanyaan yang berisi 50 pertanyaan favorabel dan 50 pertanyaan unfavorabel.

Dibawah ini tabel blue print skala kecerdasan emosional: Tabel 1

Blue Print Skala Kecerdasan Emosional Sebelum Uji Coba

No Aspek Favorabel Unfavorabel Total

1 Mengenali Emosi Diri 1, 25, 39, 44, 49, 54, 64, 69, 94, 98

(10)

7, 12, 18, 29, 34,59, 74, 79,84, 89

(10)

20

2 Mengelola Emosi Diri 2, 16, 26, 30, 35, 65, 70, 75, 80, 100

(10)

6, 11, 21, 40, 45, 50, 55, 60, 85, 90

(10)

20

3 Memotivasi Diri 3, 24, 38, 43, 53, 63, 68, 73, 88, 97

(10)

8, 14, 19, 48, 58, 78, 83, 93, 96, 99

(10)

20

4 Mengenali Emosi Orang Lain

9, 13, 17, 31, 56, 61, 67, 81, 91, 95

(10)

4, 22, 27, 36, 41, 46, 51, 71, 76, 86

(10)

20

5 Membina Hubungan 5, 10, 20, 32, 37, 47, 57, 82, 87, 92

(10)

15, 23, 28, 33, 42, 52, 62, 66, 72, 77

(10)

20


(58)

Skala tersebut disusun dengan menggunakan metode penskalaan Likert’s atau metode rating yang dijumlahkan (Summated Rating), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 1999). Dalam skala yang menggunakan rating yang dijumlahkan (Summated Rating) ini, subjek diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara favorabel atau unfavorabel tentang suatu objek. Dalam hal ini objek skala adalah kecerdasan emosional.

Setiap butir item memuat 4 kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penskoran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk pernyataan-pernyataan Favorable pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1.

2. Untuk pernyataan-pernyataan Unfavorable pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4.

Skala ini berbentuk pernyataan yang dilengkapi dengan alternatif jawaban yang telah dimodifikasi yaitu meniadakan jawaban yang di tengah. Dasar pertimbangan yang dipergunakan berdasarkan tiga pertimbangan antara lain: a. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat

memutuskan atau memberi jawaban. Bias juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setuju juga tidak atau bahkan ragu-ragu


(59)

b. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect)

c. Tersedianya jawaban yang di tengah akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi informasi yang dapat dijaring dari responden. (Hadi, 2000).

Skor untuk tiap-tiap item pada skala dijumlahkan sehingga menjadi skor total, semakin tinggi skor total yang diperoleh oleh subjek maka menunjukkan bahwa subjek memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dan sebaliknya skor yang rendah menunjukkan bahwa subjek memiliki kecerdasan emosional yang rendah.

Uji Coba dilaksanakan pada tanggal 4 September 2007, pada tanggal tersebut peneliti membagikan skala pada subjek. Subjek uji coba ini adalah mahasiswa pria dan wanita di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Subjek yang dipakai dalam penelitian ini juga harus memenuhi kriteria penelitian. Subjek uji coba ini berjumlah 70 orang.

F. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang


(60)

menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2003).

Dalam penelitian ini validitas yang ingin diukur adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauhmana item-item tes mewakili mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauhmana item-item tes mencerminkan ciri-ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi) (Azwar, 2003). Pengukuran validitas isi ini telah dilakukan dengan melihat kesesuaian indikator dengan definisi konseptual, definisi operasional serta kesesuaian indikator dengan kalimat pada setiap itemnya. 2. Daya Beda Item

Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris yaitu data hasil uji coba item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala. Kualitas item-item diukur dengan analisis butir, yang menggunakan parameter daya beda item. Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2000).

Untuk menguji kesahihan tiap butir item dalam skala kecerdasan emosional tersebut untuk selanjutnya dapat dilakukan pemilihan item terbaik berdasarkan korelasi item total, maka peneliti juga melakukan analisis statistik dengan menggunakan Korelasi Item Totaldari SPSS 13.00 for Windows.


(61)

Cara yang dilakukan dalam seleksi item adalah dengan mengukur daya diskriminasi atau daya beda dari tiap itemnya, yang dinyatakan dengan koefisien korelasi item total (rix). Korelasi item total memperlihatkan adanya kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala dalam mengungkap perbedaan individu.

Sebagai kriteria pemilihan item berdasar pada korelasi item total biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30 (Azwar, 1999). Item yang memiliki koefisien korelasi minimal 0,30 diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi tinggi dan dianggap memuaskan, sedangkan item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah dan dianggap gugur.

Dari hasil uji coba yang dilakukan terhadap 100 item skala kecerdasan emosional ini mempunyai daya beda item berkisar antara 0,059 sampai dengan 0,661. Dalam uji coba ini terdapat 33 item yang gugur karena daya bedanya berada di bawah 0,30 yaitu aitem no 1, 3, 4, 6, 7, 9, 15, 16, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 28, 39, 40, 43, 45, 50, 62, 63, 67, 78, 80, 83, 88, 91, 92, 94, 95, 97, 100.

Untuk menentukan item-item yang digunakan dalam penelitian sesungguhnya, peneliti melakukan penyetaraan item yaitu dengan memilih item terbaik dari 67 item yang sahih dikarenakan prosentase item per aspek kurang seimbang sehingga diperoleh 55 item sebagai skala penelitian. Sebaran item yang disesuaikan dapat dilihat pada tabel 2.


(62)

Tabel 2

Spesifikasi Item Penelitian

No Aspek Favorabel Unfavorabel Total

1 Mengenali Emosi Diri 1, 11, 26, 31, 40, 50

(6)

10, 23, 25, 38, 45

(5)

11

2 Mengelola Emosi Diri 2, 17, 21, 29, 34, 52

(6)

4, 15, 35, 43, 47

(5)

11

3 Memotivasi Diri 3, 20, 49, 54

(4)

8, 12, 18, 24, 28, 37, 51

(7)

11

4 Mengenali Emosi Orang Lain

7, 14, 33, 42, 44, 53

(6)

5, 27, 30, 41, 48 (5) 11

5 Membina Hubungan 6, 16, 22, 46, 55 (5) 9, 13, 19, 32, 36, 39

(6)

11

Total 27 28 55

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang berasal dari kata rely dan ability (Azwar, 2001). Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dikatakan dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum mengalami perubahan.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang 0 – 1,00. semakin koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya sebaliknya semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya ( Azwar, 1999).


(63)

Dari hasil uji coba yang dilakukan, reliabilitas skala kecerdasan emosional meditator dan non meditator pada item yang terseleksi sebesar 0,944.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah : 1. Membuat skala pengukuran perbedaan kecerdasan emosional dengan

menggunakan metode rating yang dijumlahkan (summated rating) untuk diuji cobakan pada kelompok uji coba yang memiliki karekteristik sama dengan kelompok subjek yang sesungguhnya.

2. Mengadakan uji coba skala kecerdasan emosional.

3. Menganalisis item-item skala kecerdasan emosional serta melihat reabilitas skala untuk mendapatkan butir yang sahih dan skala yang reliabel.

4. Menentukan subjek penelitian sesuai kriteria kemudian diberikan skala kecerdasan emosional yang sudah diuji kesahihan dan keandalannya.

5. Menganalisis data penelitian yang masuk dengan statistik uji-t untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator.


(64)

H. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi Analisis Data

Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi data penelitian yang meliputi :

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal atau tidak.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari sampel yang akan diuji tersebut adalah sama.

2. Pengujian Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Uji-t (Independent sample T-Test). Uji-t yaitu suatu cara membandingkan 2 kelompok subjek dengan mencari perbedaaan mean dari kedua jenis subjek yaitu meditator dan non meditator.


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan data penelitian dilakukan mulai dari tanggal 20 September sampai dengan 1 Oktober 2007. Untuk subjek meditator, peneliti mengambil data di perkumpulan meditasi Asta Mistika, perkumpulan meditasi yang berada di Universitas Negeri Yogyakarta, mahasiswa serta bapak/ibu yang tengah aktif mengikuti latihan meditasi di berbagai perkumpulan meditasi yang ada di Yogyakarta. Untuk subjek non meditator, peneliti mengambil data pada mahasiswa Akademi Akuntansi YKPN, guru dan staf karyawan di TK Ceria Timoho serta di daerah Pakualaman Yogyakarta.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengadakan wawancara singkat dengan subjek untuk memastikan bahwa subjek yang diberikan skala masuk dalam kriteria penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. Skala yang disebarkan berjumlah 100 eksemplar, 50 eksemplar untuk meditator dan 50 eksemplar untuk non meditator. Dari 100 skala yang terkumpul, seluruhnya memenuhi persyaratan untuk diuji selanjutnya dalam penelitian ini.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecerdasan emosional. Skala ini dianggap relevan untuk mengukur perbedaan kecerdasan emosional antara meditator dan non meditator karena sudah melewati tahap seleksi item dan memiliki reliabilitas yang baik.


(66)

B. HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah meditator dan non meditator yang terdiri dari pria dan wanita yang mempunyai latar belakang budaya yang sama yaitu Jawa. Masing-masing kelompok subjek berjumlah 50 orang sehingga keseluruhan subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang dengan memiliki rentang usia 18-35 tahun. Deskripsi subjek dapat dilihat pada tabel 3. Komposisi usia kelompok subjek dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3

Data Deskripsi Subjek

Meditator Non Meditator

n % Mean n % Mean

Total Mean Pria 21 46,67% 181,62 24 53,33% 143,42 161,24 Wanita 29 52,72% 191,48 26 47,28% 156,11 174,76

Jenis Kelamin

Total 50 100% 50 100%

Tabel 4 Data Usia Subjek

Usia n %

18-23 21 42%

24-29 18 36%

Meditator

30-35 11 22%

18-23 22 44%

24-29 15 30%

Non Meditator

30-35 13 26%

2. Hasil Analisis Data a. Deskripsi Data

Hasil dari analisis statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(67)

Tabel 5 Hasil Analisis

n Skor Min Skor Maks Mean SD

Meditator 50 164 220 186,38 14,53

Non Meditator 50 121 180 150,02 14,23

b. Hasil Uji Asumsi 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dalam suatu penelitian dilakukan untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan SPPS for windows versi 13,0 dengan Kolmogorov-Smirnov Test. Pengambilan keputusan didasarkan pada besaran probabilitas (p). Apabila p > 0,05 maka distribusi dinyatakan normal. Sebaliknya, apabila p < 0,05 maka distribusi dinyatakan tidak normal. Hasil uji normalitas tercantum dalam tabel 5.

Tabel 6

Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Meditator Non Meditator

Kolmogorov Smirnov 0,975 0,547

Asymp. Sig (p) 0,297 0,926

Dari hasil pengujian terhadap meditator diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov 0,975 dengan probabilitas 0,297 (p > 0,05) sedangkan non meditator memiliki nilai Kolmogorov Smirnov 0,547


(68)

dengan probabilitas 0,926 (p > 0,05). Oleh karena nilai p lebih besar dari 0,05 maka diketahui bahwa distribusi data pada kedua sampel adalah normal atau memenuhi persyaratan uji normalitas.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah data sampel memiliki varian yang sama. Uji homogenitas dilakukan dengan SPPS for windows versi 13,0. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka data berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Sebaliknya, jika p < 0,05 maka data berasal dari populasi yang memiliki varians yang tidak sama.

Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh p sebesar 0,434 karena p > 0,05 maka varians tersebut adalah homogen, sehingga syarat untuk melakukan uji-t terpenuhi.

Tabel 7 Uji Homogenitas

F Sig 0,618 0,434

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dengan menggunakan Independent Sample t-test dari program SPSS for windows versi 13,0. Independent Sample t-test adalah


(69)

pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikansi perbedaan nilai rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel.

Tabel 8 Hasil Uji Hipotesis

Variabel t df Sig Mean

Difference Kecerdasan

Emosional

12,643 98 0,000 36,360

Berdasarkan hasil uji perbedaan diperoleh harga t sebesar 12,643 dengan (p < 0,01), yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecerdasan emosional yang sangat signifikan antara meditator dan non meditator. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi “Kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada kecerdasan emosional non meditator “ diterima.

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecerdasan emosional yang sangat signifikan antara meditator dan non meditator dengan (t = 12,643, p = 0,000). Dari perbedaan tersebut diperoleh hasil bahwa kecerdasan emosional meditator lebih tinggi daripada non meditator.

Dari mean yang diperoleh, terlihat bahwa mean yang didapatkan meditator (186,38) lebih tinggi daripada mean yang didapatkan non meditator (150,02). Hal ini menunjukkan bahwa meditator memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi daripada non meditator.


(70)

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dan orang lain, memotivasi diri serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Artinya, meditator lebih mampu untuk mengenali perasaan dirinya sendiri dan orang lain, memotivasi diri serta dapat mengelola emosinya dengan baik dalam hubungannya dengan orang lain.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah faktor neurologis dan mekanisme kerja otak. Otak memancarkan gelombang otak yang frekuensinya selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkat kesadaran manusia. Kecerdasan emosional yang dimiliki meditator cenderung lebih tinggi dapat disebabkan karena dinamika gelombang otak yang memberi pengaruh pada meditator baik secara fisik maupun psikologis. Meditator lebih sering mengalami gelombang Alpha, gelombang Theta dan gelombang Delta. Mereka dapat merasakan dan menyadari dinamika yang terjadi dalam dirinya karena syaraf-syaraf otak cenderung rileks. Dengan keadaan rileks yang dialami meditator ketika melakukan aktivitas meditasi, memberikan kesempatan pada syaraf otak untuk mengendur dan menata kembali dirinya. Susunan syaraf yang menjadi normal kembali mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh (Soegoro, 2002).

Kecerdasan emosional yang dimiliki meditator cenderung lebih tinggi karena setiap kali latihan meditasi dilakukan, meditator akan berusaha untuk mengenali proses mental yang akan mengganggu konsentrasi seperti perasaan marah, cemas, gelisah, senang, dll. Latihan yang intensif akan membawa


(1)

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 290.84 591.758 24.326 100

Reliability Stlh ujicoba

Warnings

The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.

Case Processing Summary

N %

Valid 70 100.0 Excluded(

a) 0 .0

Cases

Total 70 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .944 67

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted Aitem2 191.37 370.266 .446 .943 Aitem5 191.30 371.430 .395 .944 Aitem8 191.54 370.629 .361 .944 Aitem10 191.37 373.048 .403 .944 Aitem11 191.19 368.646 .379 .944 Aitem12 191.47 370.804 .405 .944 Aitem13 191.46 370.658 .442 .943 Aitem14 192.10 369.483 .441 .943 Aitem17 191.61 372.820 .311 .944 Aitem18 191.41 366.797 .521 .943 Aitem19 191.53 368.079 .425 .944 Aitem22 191.64 368.465 .488 .943


(2)

Aitem27 191.43 372.741 .344 .944 Aitem29 191.63 369.077 .380 .944 Aitem30 191.49 369.500 .435 .943 Aitem31 191.69 372.798 .317 .944 Aitem32 191.36 369.508 .452 .943 Aitem33 191.47 367.093 .412 .944 Aitem34 191.63 367.918 .599 .943 Aitem35 191.80 369.496 .491 .943 Aitem36 191.90 370.033 .428 .944 Aitem37 191.40 372.446 .342 .944 Aitem38 191.37 372.092 .317 .944 Aitem41 191.74 367.324 .539 .943 Aitem42 191.74 363.788 .511 .943 Aitem44 191.29 372.207 .338 .944 Aitem46 191.53 365.760 .664 .943 Aitem47 191.19 367.806 .513 .943 Aitem48 191.64 363.566 .609 .943 Aitem49 191.53 370.601 .459 .943 Aitem51 191.60 367.374 .480 .943 Aitem52 191.43 364.046 .582 .943 Aitem53 191.37 373.135 .313 .944 Aitem54 191.27 368.693 .486 .943 Aitem55 192.17 369.130 .406 .944 Aitem56 191.30 372.271 .397 .944 Aitem57 191.56 364.221 .607 .943 Aitem58 191.74 365.759 .583 .943 Aitem59 191.74 370.368 .364 .944 Aitem60 191.56 367.439 .367 .944 Aitem61 191.29 370.410 .458 .943 Aitem64 191.36 374.030 .315 .944 Aitem65 191.23 371.483 .403 .944 Aitem66 191.43 369.930 .362 .944 Aitem68 191.40 373.055 .397 .944 Aitem69 191.51 372.427 .341 .944 Aitem70 191.74 370.658 .365 .944 Aitem71 191.84 370.221 .394 .944 Aitem72 191.09 368.775 .511 .943 Aitem73 191.30 373.575 .352 .944 Aitem74 191.76 370.360 .388 .944 Aitem75 191.70 371.054 .346 .944 Aitem76 191.70 370.445 .417 .944 Aitem77 191.40 364.591 .582 .943 Aitem79 192.30 366.996 .478 .943 Aitem81 191.43 373.872 .348 .944 Aitem82 191.41 372.304 .397 .944 Aitem84 191.76 367.984 .469 .943 Aitem85 191.64 366.146 .527 .943


(3)

Aitem86 191.74 367.353 .561 .943 Aitem87 191.39 369.864 .474 .943 Aitem89 191.71 368.207 .490 .943 Aitem90 192.01 368.478 .401 .944 Aitem93 192.07 364.763 .539 .943 Aitem96 191.50 366.283 .608 .943 Aitem98 191.93 371.517 .322 .944 Aitem99 191.91 366.543 .446 .943

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 194.47 380.340 19.502 67


(4)

Normalitas Meditator...

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Aitemtotal

N 50

Mean 186.38 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation

14.531 Absolute .138 Positive .138 Most Extreme

Differences

Negative -.096 Kolmogorov-Smirnov Z .975 Asymp. Sig. (2-tailed) .297 a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Normalitas Non Meditator…

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Aitemtotal

N 50

Mean 150.02 Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 14.228 Absolute .077 Positive .077 Most Extreme

Differences

Negative -.076 Kolmogorov-Smirnov Z .547 Asymp. Sig. (2-tailed) .926 a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.


(5)

NORMALITAS

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum total 100 168.20 23.207 121 220

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

total

N 100

Mean 168.20 Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 23.207 Absolute .067 Positive .050 Most Extreme

Differences

Negative -.067 Kolmogorov-Smirnov Z .674 Asymp. Sig. (2-tailed) .754 a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

T-Test

Group Statistics

Subjek N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Total meditator

non meditator

50 50

186.38 150.02

14.531 14.228

2.055 2.012


(6)

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

Lower Upper

Total Equal Variances Assumed

.618 .434 12.643 98 .000 36.360 2.876 30.653 42.067

Equal Variances Not Assumed

12.643 97.957 .000 36.360 2.876 30.653 42.067