PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas“Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi sabtu, 4 September 2010).

(1)

PEMAKNAAN KARI KATUR SURAT KABAR KOMPAS

( Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan I ndonesia - Malaysia” Edisi

Sabtu, 4 September 2010)

S K R I P S I

oleh :

RENATO HARSAPUTRA 0743010273

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDI DI KAN DAN PERUMAHAN UNI VERSI TAS PEMBANGUNAN NASI ONAL “VETERAN” JAWA TI MUR

FAKULTAS I LMU SOSI AL DAN I LMU POLI TI K PROGRAM STUDI I LMU KOMUNI KASI


(2)

PEMAKNAAN KARIKATUR SURAT KABAR KOMPAS

(Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar

Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi Sabtu, 4 September 2010)

Disusun Oleh :

RENATO HARSAPUTRA 0743010273

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 12 Mei 2011

Pembimbing Tim Penguji 1) Ketua

Dra. Diana Amalia, M.Si Juwito, S.Sos, M.Si NIP. 19630907.199103.2001 NPT. 3.670.495.003.61

2) Sekretaris

Drs. Syaifudin Zuhri, S.Sos, M.Si

NPT. 3.700.694.003.51

3) Anggota

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 19630907.199103.2001

Mengetahui,

DEKAN


(3)

PEMAKNAAN KARIKATUR SURAT KABAR KOMPAS

(Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar

Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi Sabtu, 4 September 2010)

Disusun Oleh :

RENATO HARSAPUTRA 0743010273

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian / Seminar Skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 19630907.199103.2001

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718.198302.2001


(4)

KATA PENGANTAR

Halleluyah, Puji Tuhan penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena mukjizat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Hanya

kepada Tuhan Yesus rasa syukur yang penulis panjatkan atas segala keberhasilan

dan kelancaran selama proses mengerjakan Skripsi ini. Sejujurnya penulis akui

bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan Skripsi ini, tetapi faktor

kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Kesulitan itu akan terasa lebih

mudah apabila kita yakin terhadap kemampuan yang kita miliki dan percaya

bahwa Tuhan Yesus selalu menyertai hingga terselesaikannya Skripsi ini. Semua

proses kemudahan dan kelancaran pada saat pembuatan Skripsi ini tidak lepas dari

segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun yang tidak sengaja telah

memberikan perhatian dan sumbangsihnya. Maka penulis “wajib” mengucapkan

banyak terima kasih kepada beliau yang disebut sebagai berikut :

1. Bapak, Ibu, Mas Indra Harsaputra dan Mas Windy Harsaputra

yang telah mendukung, membimbing dengan penuh kasih sayang

yang tulus dan perhatian secara moriil maupun materiil, serta doa

restunya demi keberhasilan penelitian skripsi ini.

2. Ibu Dra. H.Suparwati, Ec, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk


(5)

v

3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi, Ketua Progdi Ilmu Komunikasi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dra. Diana Amalia, Msi, Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

saran dan petunjuk sampai terselesainya penelitian Skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan

ilmunya.

Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada pacar dan

teman - teman yang telah membantu dalam proses mengerjakan Skripsi ini, baik

dari dukungan, bimbingan maupun doanya :

1. Sisca Ayu Putri Darsono yang tidak bosan untuk memberikan

motivasi dan dukungan demi kelancaran dan keberhasilan

penelitian Skripsi ini.

2. Qeis Ghifari, Erwin Weber, Dimas Agil, Taufiq Prabowo,

Immanuel Yoyakhim, Marselino Maispatella, Rizqisyah Dwijaya

Irawan, Wedyasmara, Bagus Syafril dan seluruh teman - teman

yang telah membantu dan memberikan dorongan hingga


(6)

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan - kekurangan dalam

penyusunan Skripsi penelitian ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik

yang membangun. Terima kasih.

Surabaya, Mei 2011


(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13


(8)

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Surat Kabar ... 14

2.1.2 Pengertian Politik ... 15

2.1.3 Kartun dan Karikatur ... 17

2.1.4 Karikatur Dalam Media Massa ... 18

2.1.5 Kritik Sosial ... 19

2.1.6 Tipografi ... 23

2.1.7 Komunikasi Non Verbal ... 26

2.1.8 Pakaian Adat Khas Bangsa Malaysia ... 31

2.1.9 Pendekatan Semiotika ... 33

2.1.10 Semiotika Charles Sanders Pierce ... 35

2.1.11 Konsep Makna ... 38

2.2 Kerangka Berpikir ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Metode Penelitian ... 44


(9)

ix

3.3 Unit Analisis ... 46

3.3.1 Ikon ... 46

3.3.2 Indeks ... 47

3.3.3 Simbol ... 48

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 53

4.1.1 Gambaran Umum Harian Kompas ... 53

4.1.2 Sejarah Harian Kompas ... 54

4.2 Penyajian Data ... 56

4.3 Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi Sabtu, 4 September 2010 ... 60

4.3.1 Ikon (Icon) ... 62

4.3.2 Indeks (Index) ... 67


(10)

4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom pada

Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010 (dalam model

Triangel of Meaning Peirce) ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 80

5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce ... 37

Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Oleh Peirce ... 38

Gambar 2.3 : Bagan Kerangka Berpikir ... 43

Gambar : Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi


(12)

ABSTRAKSI

RENATO HARSAPUTRA, PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA SURAT KABAR KOMPAS

(Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi sabtu, 4 September 2010)

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah Semiotika Charles Sanders Peirce, Karikatur dalam Media Massa dan Konsep Makna.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda yang ada di dalam karikatur yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010, kemudian di interpretasikan dengan menggunakan ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode semiotik.

Hasil analisis dan interpretasinya yang menampilkan gambar karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010 adalah tidak tegasnya sikap pemerintah dalam masalah sengketa hubungan Indonesia - Malaysia

Kesimpulan yang didapat adalah masyarakat tidak menginginkan pemerintah bersikap diam dalam menghadapi masalah sengketa Indonesia - Malaysia karena menyangkut kehormatan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kata Kunci : Pemaknaan, Karikatur, Semiotik, Surat Kabar Kompas, Oom Pasikom

ABSTRACT

RENATO HARSAPUTRA, OOM PASIKOM OF MEANING OF CARICATURE IN KOMPAS NEWSPAPER

(Semiotic Study of the Meaning of Caricature Oom Pasikom In Kompas Newspaper "Controversy Relations Indonesia - Malaysia" Edition Saturday, September 4, 2010)

Goals to be achieved in this research is to know the meaning of caricature Oom Pasikom in Kompas newspaper edition on Saturday, September 4, 2010.

The foundation of the theories used in this study including the Semiotics of Charles Sanders Peirce, Caricature in Mass Media and the Concept of Meaning.

The unit of analysis in this study is a sign that is in the form of caricature drawings and writings contained in the caricature of Oom Pasikom in Kompas newspaper edition on Saturday, September 4, 2010, and then interpreted by using the icon, index, and symbol. While the data analysis techniques used in this research is descriptive method. This study uses a semiotic method.

Result analysis and interpretation featuring caricature drawings Oom Pasikom in Kompas newspaper edition on Saturday, September 4, 2010 is not specifically dispute the government's attitude in the relations between Indonesia - Malaysia

The conclusion is that people do not want the government to be silent in the face ofthe dispute Indonesia - Malaysia because it involves the honor and sovereignty of the Unitary Republic of Indonesia (NKRI).


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk

menyampaikan pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat haus

akan informasi, sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Media massa terdiri dari media massa cetak, dan media massa elektronik.

Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan

media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain -

lain. Media cetak seperti, majalah, buku, surat kabar justru mampu

memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat

dengan analisa yang mendalam dibanding media lainnya. (Cangara,

2005:128)

Saat ini media massa lebih menyentuh persoalan - persoalan yang

terjadi di masyarakat secara aktual, seperti harus lebih spesifik dan

proporsional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi

media edukasi dan informasi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.

Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan

pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi

sehingga kasus - kasus pengaburan berita tidak harus terjadi dan


(14)

Selama ini kita tahu bahwa surat kabar tidak hanya saja sebagai

pencarian informasi yang utama dalam fungsi - fungsinya, tetapi bisa juga

mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan

untuk memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan

motivasi, mendorong serta mengembangkan pola pikir bagi masyarakat

untuk semakin kirits dan selektif dalam menyikapi berita - berita yang ada

di dalam media, khususnya surat kabar. (Sumadria, 2005:86)

Surat kabar saat ini, seiring dengan perkembangan zaman,

perubahan - perubahan dalam isi atau content yang ditampilkan oleh koran

sangat bervariasi, mulai dari informasi berita (baik dalam maupun luar),

hiburan, gaya hidup, informasi lowongan pekerjaan, iklan dan tips - tips

kesehatan. Koran (dari Bahasa Belanda : Krant, dari Bahasa Perancis :

Courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah

dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas

koran, yang berisi berita - berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya

bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat

kabar juga berisi komik, TTS dan hiburan lainnya. Ada juga surat kabar

yang dikembangkan untuk bidang - bidang tertentu, misalnya berita untuk

industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau

partisipasi kegiatan tertentu. Jenis surat kabar libur biasanya diterbitkan

setiap hari, kecuali pada hari - hari libur. Selain itu, juga terdapat surat

kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dengan


(15)

negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di

seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya adalah Kompas.

Kompas sebagai salah satu media massa terbesar di Indonesia

tentunya berfungsi sebagai kontrol sosial bagi masyarakat. Selain itu

Kompas juga dapat berfungsi sebagai media kritik bagi pemerintah. Salah

satu buktinya berupa karikatur yang terdapat dalam editorial Oom

Pasikom. Oom Pasikom merupakan opini redaksi surat kabar Kompas

yang dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan

berbagai permasalahan bangsa Indonesia. Misalnya masalah sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan musibah bencana alam yang terjadi di

Indonesia.

Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita

temui didalam berbagai media massa baik media cetak maupun media

elektronik. Di dalam media ini, karikatur menjadi pelengkap artikel dan

opini. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat

dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel -

artikel yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan

mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan - pesan yang disampaikan

dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan - pesan yang

disampaikan lewat berita dan artikel, namun pesan - pesan dalam karikatur

lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar


(16)

disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau

mempermalukan. (Indarto, 1999: 5).

Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan

bahasa simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud,

penggunaan bentuk non verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada

pengembangan interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon

terhadap apa yang yang diungkapkan melalui karikatur tersebut. Dengan

kata lain, meskipun dalam suatu karya karikatur terdapat ide dan

pandangan - pandangan seorang karikaturis, namun melalui suatu proses

interpretasi muatan makna yang terkandung didalamnya akan dapat

berkembang secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta lebih

dalam pemaknaannya.

Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar

makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud

dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru

Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus

ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui

saling memahami makna dari masing - masing tindakan (Indarto, 1999: 1).

Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan

dari unsur - unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketepatan berpikir secara

kritis serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena

permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara


(17)

karikatur juga perlu memiliki referensi - referensi sosial agar mampu

menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi,

maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural

sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan

headline.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah

satu wujud lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya

dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan

dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur

merupakan ungkapan ide atau pesan dari karikaturis kepada publik yang

dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis

diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah

dimengerti dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar

merupakan pesan nonverbal yang dapat menjelaskan dan memberikan

penekanan tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat

berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata - kata,

paling cepat pemahamannya dan mudah dimengerti, karena terkait dengan

maksud pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang

sudah dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitas yang

tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut

kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada


(18)

faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang

simbolis pula. Dimana didalamnya terkandung makna, maksud dan arti

yang harus diungkap.

Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud

(signal). Sobur (2003: 163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol

adalah sesuatu yang berdiri atau ada sesuatu yang lain, kebanyakan

diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri

untuk institusi, ide, cara berpikir, harapan, dan banyak hal lain. Dapat

disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki

makna yang dapat digali, dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan

situasi yang simbolis pula atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap

maksud dan artinya.

Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung),

artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun

tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa

simbol. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam gambar kartun

tersebut merupakan makna yang terselubung. Simbol - simbol pada

gambar kartun tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud)

yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka

yang menerimanya.

Karikatur (latin : caricature) sebenarnya memiliki arti sebagai

gambar yang didistorsikan, diplesetkan atau dipelototkan secara


(19)

memelototkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke - 17 di Eropa,

Inggris dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media

cetak pada saat itu (Pramoedjo, 2008 : 13). Karikatur adalah bagian kartun

yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap

seseorang atau suatu masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun

karikatur merupakan kartun satire yang terkadang tidak menghibur,

bahkan dapat membuat orang tesenyum kecut. (Pramoedjo, 2008 : 13)

Karikatur membangun masyarakat melalui pesan - pesan sosial

yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Jika dilihat dari

wujudnya, karikatur mengandung tanda - tanda komunikatif. Lewat bentuk

- bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Disamping

itu, gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan

mampu mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk

mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda

visual (terkait dengan ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual) karikatur

dengan pendekatan semiotika. Dengan demikian, analisis semiotika

diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang

terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual dalam iklan layanan

masyarakat.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,

disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,

tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.


(20)

yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara

menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbolis.

Oom Pasikom merupakan opini redaksi media Kompas yang

dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai

permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya,

bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar

tersebut biasanya ditujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah

pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang

berkaiatan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang

diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang

ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.

Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengambil objek penelitian

gambar karikatur editorial Oom Pasikom yang bertema “Kontroversi

Hubungan Indonesia - Malaysia” pasca penyanderaan karyawan

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia yang terjadi di

perairan sebelah utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Pada saat berpatroli

polisi laut Indonesia berhasil menangkap lima kapal nelayan yang tengah

beroperasi secara illegal, tiga petugas Kementrian dan Kelautan Perikanan

(KKP) malah ditangkap dan ditahan Polisi Marin Diraja Malaysia di sel

tahanan mereka di Johor Bahru, insiden tersebut memicu kemarahan

seluruh Bangsa Indonesia.

Hubungan Indonesia - Malaysia seringkali mengalami ketegangan


(21)

NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Bahkan dari tahun 1945

pada jaman Presiden Soekarno, Malaysia seringkali menggangu wilayah

kedaulatan Indonesia hingga pada saat itu Presiden Soekarno menyerukan

“Ganyang Malaysia” dalam pidato kenegaraannya. Malaysia tidak hanya

mengklaim atau mengakui wilayah kedaulatan Indonesia, tetapi juga

mengklaim kebudayaan Indonesia. Beberapa kasus yang membuat

ketegangan hubungan antara Indonesia - Malaysia :

1) Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang akhirnya diputuskan

menjadi milik Malaysia oleh Mahkamah Konstitusi Internasional

di Den Haag (Belanda).

2) Sengketa Blok Ambalat yang saat ini masih menjadi sengketa

antara Malaysia dan Indonesia.

3) Malaysia mengklaim Tari Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange,

Kesenian Batik dan Alat Musik Angklung yang merupakan

warisan kebudayaan Bangsa Indonesia.

4) Penyiksaan dan pemerkosaan para TKI (Tenaga Kerja Indonesia)

yang bekerja di Malaysia.

5) Nelayan Malaysia yang seringkali masuk dalam wilayah

kedaulatan Indonesia yang klimaksnya tiga petugas Kementrian

dan Kelautan Perikanan (KKP) ditangkap dan ditahan Polisi

Marin Diraja Malaysia sebagai alat barter nelayan Malaysia yang

telah ditangkap oleh Polisi Laut Indonesia karena memasuki


(22)

Pendapat pro dan kontra terhadap hubungan Indonesia - Malaysia

lebih didasarkan pada suatu keyakinan bahwa di satu sisi Malaysia

menjadi salah satu negara terbesar yang menjadi tujuan para TKI asal

Indonesia yang menjadi sumber devisa negara bagi Indonesia. Di sisi lain,

Malaysia akan semakin menyudutkan Bangsa Indonesia sebagai budak

Malaysia. Maka tidak mengherankan bila terjadi aksi unjuk protes dan

demo besar - besaran menentang hubungan antara Indonesia - Malaysia.

Dalam gambar editorial Oom Pasikom, ditampilkan diantaranya

dengan visualisasi gambar dua orang berbangsa Malaysia yang sedang

menghina orang Indonesia dengan memakai sarung dan peci, tetapi

kemudian Menteri Luar Negeri Indonesia yang memakai peci bersikap

diam sambil melihat dua orang berbangsa Malaysia dan dibelakang

Menteri Luar Negeri Indonesia Indonesia terdapat dua orang berbangsa

Indonesia, yang satu mengekspresikan kemarahan sambil melotot

sedangkan yang satu lagi beranggapan “mungkin kita ini dianggapnya

cuma sebagai REPOEBLIK TKI !”

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor Tenaga

Kerja Indonesia ke Malaysia. Banyak Tenaga Kerja Indonesia yang

mencari nafkah di Malaysia oleh karena itu Malaysia menjadikannya para

TKI budak Malaysia. Banyak kasus yang menimpa para TKI, mulai dari

penyiksaan, pemerkosaan dan hukuman penjara. Tenaga Kerja Indonesia

(TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar


(23)

menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan

dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja

Wanita (TKW). TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam

setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006).

Ketertarikan peneliti terhadap kartun editorial Oom Pasikom yang

terdapat dalam Surat Kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Hubungan

Indonesia - Malaysia” disebabkan karena dalam mengungkapkan

komentar, kartun editorial Oom Pasikom tersebut menampilkan masalah

tidak secara harafiah tetapi melalui metafora agar terungkap makna tersirat

di balik peristiwa. Metafora merupakan pengalihan sebuah simbol (topik)

ke sistem simbol lain (kendaraan). Penggabungan dua makna atau situasi

menimbulkan konflik antara persamaan dan perbedaan, hingga terjadi

perluasaan makna menjadi makna baru.

Alasan lain peneliti memilih editorial Oom Pasikom yang terdapat

pada Surat Kabar Kompas karena Kompas merupakan salah satu media

yang memberikan porsi pada idealisme yang termasuk pula pada visinya

“Amanat Hati Nurani Rakyat” yang sekaligus menjadi merek dagang

Kompas yang membidik pasar kelas menengah ke atas. Media Kompas

merupakan salah satu saluran komunikasi politik di Indonesia setelah era

reformasi, realitas media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di

samping menggunakan bahasa tulis sebagai media utama penyampaian


(24)

Sebagai Koran Nasional peredaran Kompas meliputi hampir seluruh kota

di Indonesia dan selalu menjadi market leader.

Dari beberapa uraian di atas, pemilihan gambar karikatur Oom

Pasikom yang bertema “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia”

sebagai objek penelitian karena gambar karikaturnya yang unik, karena

apa yang disajikan dalam gambar karikatur editorial tersebut seakan - akan

menggambarkan tanggapan permasalahan yang terjadi dalam sudut

pandang masyarakat Indonesia yang diwakili oleh kartunis. Dalam

mengungkapkan makna pesan gambar karikatur tersebut, peneliti

menggunakan pendekatan Semiotik, yaitu studi mengenai tanda dan segala

yang berhubungan dengan acuannya.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana makna karikatur “Oom

Pasikom” pada Surat Kabar Kompas Edisi Sabtu, 4 September 2010 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna

yang dikomunikasikan karikatur “Oom Pasikom” pada Surat Kabar

Kompas Edisi Sabtu, 4 September 2010 dengan menggunakan pendekatan


(25)

13

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai karikatur Oom

Pasikom pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia -

Malaysia” edisi Sabtu, 4 September 2010.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan

dapat menjadi pertimbangan atau masukan untuk mengetahui penerapan

tanda dalam studi semiotik sehingga dapat memberi makna bagi para


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Surat Kabar

Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak adalah

surat kabar. Dengan sendirinya surat kabar juga mempunyai fungsi -

fungsi komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan ataupun kriteria

standard surat kabar.

Menurut Assegaf (1991: 140) surat kabar adalah penerbitan yang

berupa lembaran yang berisi berita - berita, karangan - karangan dan iklan

yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum.

Selain itu surat kabar juga mempunyai beberapa karakteristik. Menurut

Pareno (2005: 24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :

1) Berita merupakan unsur utama yang dominan.

2) Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa.

3) Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama.

4) Umpan balik relatif lebih lamban.

5) Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban.


(27)

7) Ditentukan oleh jalur distribusi.

Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar. Seseorang ingin

tahu sesuatu karena berbagai alasan : untuk meraih prestise,

menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat dengan

lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannya di masyarakat. Bagi

sebagian orang, koran merupakan sumber informasi dan gagasan tentang

berbagai masalah publik yang seruis. Bagi sebagian yang lain, koran bukan

untuk mencari informasi, melainkan untuk mengisi rutinitas. Sebagian

pembaca juga menjadikan koran sebagai alat kontak sosial. Ada pula yang

menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan sehari -

hari. (Rivers dan Peterson, 2003: 313)

2.1.2 Pengertian Politik

Istilah politik berasal dari kata Politea atau secara lengkap berasal

dari kata Polis dari bahasa Yunani yang berarti negara kota. Jadi

pengertian politik lebih mengacu pada sistem pengelolaan dan

penyelenggaraan negara. Surbakti (1992: 2-11) menjelaskan bahwa ada

empat pandangan konsep - konsep politik. Pertama, politik ialah usaha -

usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan

kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segala hal yang berkaitan dengan

penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai

kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan

umum. Keempat, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan


(28)

Sebagaimana tentang komunikasi, terdapat berbagai macam

definisi tentang politik. Politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan

bagaimana pembagian oleh orang - orang yang berwenang, kekuasaan, dan

pemegang kekuasaan, pengaruh, tindakan yang diarahkan untuk

mempertahankan dan memperluas tidakan lainnya. Dari semua pandangan

yang beragam itu ada persesuaian umum bahwa politik mencakup sesuatu

yang dilakukan orang, politik adalah kegiatan dan ia adalah kegiatan yang

dibedakan (meskipun tidak selalu berhasil) dari kegiatan yang lain :

ekonomi, keagamaan, olahraga, dan sebagainya.

Politik hanyalah untuk mengartikan kegiatan orang secara kolektif

yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam

berbagai hal orang berbeda satu sama lain, jasmani, bakat, emosi,

kebutuhan, cita - cita, inisiatif, perilaku, dan sebagainya. Terkadang

perbedaan ini merangsang argument, perselisihan, dan percekcokan. Jika

mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan

meperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan. Inilah

kegiatan politik.

Berbeda dengan Haryatmoko dalam bukunya Etika Politik dan

Kekuasaan (2003: 1) yang menyatakan, sesungguhnya politik riil adalah

pertarungan kekuatan, dimana pertarungan kekuatan tersebut

kecenderungannya adalah “tujuan menghalalkan cara”. Sebenarnya bila

dilihat lebih jauh, penyebab kecenderungan tersebut ialah karena obsesi


(29)

mobilitas massa. Sehingga tercipta wacana “menghalalkan segala cara”,

yang cukup dominan dalam kehidupan politik Indonesia.

Namun, pemahaman terhadap politik yang ada saat ini memang

tidak dapat dilepaskan dari perilaku politik, adanya perilaku politik inilah

yang menyebabkan terjadinya dinamika dalam politik itu sendiri.

Tentunya, perilaku politik dapat terjadi melalui suatu kegiatan politik.

Perilaku politik dibagi menjadi dua, pertama perilaku politik lembaga -

lembaga dan para pejabat pemerintah (para elite politik), dan yang kedua

ialah warga negara, baik individu maupun kelompok - kelompok seperti

mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ormas - ormas, dan

sebagainya. Kedua golongan inilah yang mempunyai ketertarikan yang

erat dalam suatu dinamika politik.

2.1.3 Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya

kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi

adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.

Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik

dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi,

referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat.

Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut

ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang


(30)

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan

dalam bentuk gambar - gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya

merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun, pada perkembangan

selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang

sehat. Dikatakan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan

dengan gambar - gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006: 40).

2.1.4 Karikatur Dalam Media Massa

Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi

yang dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio,

televisi dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi

dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui

media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini

sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh

pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan

perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu

karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam

masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang diampaikan sebuah

gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan

kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang

sedang hangat di permukaan.

Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di

Indonesia akan lebih mudah dianalisa mengenai konsep politik Indonesia


(31)

(komunikasi langsung) dan Symbolic Speech (komunikasi tidak langsung).

Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya

dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat

langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argumen, intrik, dan lain - lain.

Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung

dipahami maupun diteliti seperti patung, monument dan simbol - simbol

lainnya (Bintoro dalam Marliani, 2004: 49).

Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas,

merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini.

Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik

yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia

memilih topik - topik isu yang tepat dan masih hangat.

2.1.5 Kritik Sosial

Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas,

ketika segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak

tertulis baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan

internet. Semakin luas melalui pendidikan modern dan yang tak kalah

pentingnya, ketika segala bentuk tulisan sebagian besar menyampaikan

berbagai informasi melalui bahasa Indonesia dijadikan media resmi

pendidikan nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi (Masoed,

1999: 42).

Dengan demikian melestarikan atau mempertahankan kritik


(32)

saja dengan membunuh eksistensi kritik sehingga sebuah institusi sosial

yang lahir dari kebutuhan pengembangan hidup bersama manusia. Dalam

konteks budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada

budaya tulis di atas pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik

sama statusnya dengan pembangunan dan pengembangan, dan penyebaran

kritik itu sendiri.

Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi

negatif seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung

kemungkinan kata positif yaitu dukungan, usulan, atau saran,

penyelidikan yang cermat. (Masoed, 1999: 36). Definisi “kritik” menurut

kamus Oxford adalah “one who appreises literaryor artistic work” atau

suatu hal yang membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan

kesalahan terhadap sesuatu. Kritik awalnya dari bahasa Yunani (Kritike =

pemisahan, Krinoo = memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris

“critism” yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara

sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan dalam

bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil

(Susanto, 1986: 7).

Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia kritik sosial adalah

salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau

berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial

atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan


(33)

lain, kriti sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi

dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed,

1999: 47).

Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial dalam arti

bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru, sembari

menilai gagasan lama, untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial

konservatif, status quo dalam masyarakat untuk perubahan sosial, kritik

sosial dalam pengertian ini sering muncul ketika masyarakat atau sejumlah

orang atau kelompok sosial dalam masyarakat yang menginginkan suasana

baru, suasana yang lebih bai dan lebih maju, atau secara kritik sosial yang

demikian yang lebih banyak dianut kaum oleh kritis dan strutualis. Mereka

melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan

perubahan sosial. Suatu kritik sosial selalu menginginkan perbaikan, ini

berarti bahwa suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada

peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan

mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan -

kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan

pada rasa tanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya,

sehingga diharapkan dapat menuju ke arah perbaikan dalam masyarakat

untuk mewujudkan suatu ketertiban sosial. (Susanto, 1986: 105).

Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai

dari cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan -


(34)

sosial melalui berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi

publik, seni sastra, dan melalui media massa. Kritik dari masyarakat ini

hendaknya ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Memang dalam

menanggapi kritik dari masyarakat, belum menjamin persoalan akan

selesai, tetapi itu menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah.

Perhatian inilah yang secara akumulatif membentuk kesan, pemerintah

mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap rakyatnya. Apabila

masyarakat sudah diperhatikan aspirasinya, masyarakat tidak akan lupa

budi, sehingga apabila pemerintah mempunyai program kerja maka

partispasi masyarakat akan muncul dengan sendirinya (Panuju, 1999: 49).

Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif

karena ia mendorong sesuatu yang terjadi didalam masyarakat untuk

kembali ke kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama.

Menurut Aris Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali

memperoleh konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan -

kelemahan pihak lain dalam pertarungan politik sehingga arti yang

substansial dari kritik sosial itu menjadi kabur (Masoed, 1999: 71).

Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan,

masyarakat awam menganggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya

“pihak sana” (out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum

aparat pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan

pemerintah. Padahal, kritik bukanlah seperti itu. Kritik tidak selamanya


(35)

arti. Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan dalam

merumuskan kebijaksanaan dan tindak lanjutnya. (Ali, 1999: 84).

Kritik - kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik, dan

budaya kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam

mimik mukanya yang tetap tertawa, artinya jika kita melaksanakan kritik

kepada sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran

kritik dihadapan publik, apalagi secara meluas.

Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan dan kritik

harus mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan

supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi

tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini.

(Ali, 1999: 194).

2.1.6 Tipografi

Tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun

bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, menyusun

meliputi merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam

sebuah komposisi yang tepat untuk memeroleh suatu efek tampilan yang

dikehendaki. Huruf cetak memang huruf yang akan dicetakkan pada suatu

media tertentu, baik menggunakan mesin cetak offset, mesin cetak

desktop, cetak sablon pada body pesawat terbang, bordir pada kostum

pemain sepak bola, maupun publikasi di halaman web.

Pemilihan huruf tidak semudah yang dibayangkan, ribuan bahkan


(36)

tipografi yang tepat untuk karyanya. Rangkaian huruf dalam sebuah kata

atau kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada

sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk

menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan

terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf.

Pemilihan jenis uruf disesuakan dengan citra yang ingin diungkapkan.

Ada berbagai cara pendekatan untuk memperdalam ilmu maupun

wawasan mengenai ilmu tentang huruf :

1) Melalui pengenalan sejarah tentang huruf

2) Mengenali anatomi bentuk huruf

3) Membandingkan ciri masing - masing bentuk huruf

4) Mempelajari tata letak huruf

5) Mempelajari komposisi penggabungan huruf

6) Mempelajari ilmu wara

7) Mempelajari ciri bentuk huruf dengan emosi pesan yang hendak

disampaikan. ( Kusrianto, 2007 : 190 )

Teks menurut Aart Van Zoest, tak pernah lepas dari ideologi dan

memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi

(Zoest, 1991 : 70). Ideologi adalah sistem ide - ide yang diungkapkan


(37)

Tipografi juga merupakan bagian dari teks. Tipografi, atau sering

juga disebut jenis huruf. Biasanya, jenis huruf yang dipakai dalam

pembuatan poster tidak banyak, maksimal 3 jenis. Itu pun, huruf - huruf

yang jelas - tegas, tidak berkaitan. Teorinya : jangan menyulitkan audience

memahami pesan anda! Dibuat mudah saja orang sering malas membaca,

apalagi kalau tulisannya tidak jelas dan ada bayang - bayangnya. (Putra,

2007 : 74)

Perancang poster dapat memilih jenis - jenis huruf yang tersedia,

ada begitu banyak pilihan, dengan mempertimbangkan keindahan dan

karakternya. Sebagai contoh :

1) Broadway

2) Kodchiang UPC

3) Lucida Bright

4) Arial Black

5) AvantGarde Md BT

6) Bodoni MT Black

7) Gill Sans Ultra Bold

8) Century, Century Gothic

9) Britanic Bold (Putra, 2007 : 74)

Lucida Bright sama halnya dengan jenis font Lucida, lucida di

keluarkandari keluarga besar Lucida yang mempunyai julukan type faces,


(38)

jamannya font ini di gunakan untuk jenis tex, taligrafi, dan jenis

matematika / angka - angka. http://www.searchfreefonts.com/font/lucida-bright.htm.

Arial dirancang untuk jenis yang satu pada tahun 1982 oleh Robin

Saunders Patricia Nicholas dan desain A kontemporer sans serif, Arial

berisi karakteristik lebih humanis daripada banyak dari pendahulunya dan

sebagai tersebut lebih cocok dengan suasana dekade terakhir abad kedua

puluh. Perlakuan keseluruhan kurva adalah lebih lembut dan lebih lengkap

dibandingkan di sebagian besar industri gaya sans serif wajah. stroke

Terminal yang dipotong diagonal yang membantu untuk memberikan

wajah penampilan kurang mekanis. Arial adalah sebuah keluarga yang

sangat serbaguna dari tipografi yang dapat digunakan dengan keberhasilan

yang sama bagi teks pengaturan dalam laporan, presentasi, majalah dll,

dan untuk menampilkan digunakan dalam surat kabar, periklanan dan

promosi (http://www.searchfreefonts.com/font/arial.htm).

2.1.7 Komunikasi Non Verbal

Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua

peristiwa komunikasi diluar kata - kata terucap dan tertulis. Pada saat yang

sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non

verbal ini ditafsirkan melalui simbol - simbol verbal. Dalam pengertian ini,

peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak sungguh - sungguh bersifat non


(39)

Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi

beberapa bagian, antara lain :

1) Isyarat Tangan

Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk

apa yang dimaksud eblem, yang dipelajari, yang mempunyai

makna dalam suatu budaya atau sub kultur. Meskipun isyarat

tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda atau

isyarat fisiknya berbeda, namun maksudnya sama. Berikut

beberapa gerakan tangan yang umum digunakan dalam

komunikasi :

a) Gerakan tangan yang membentuk huruf “V” untuk

menandakan kemenangan. Terkadang juga mengarah

pada tanda untuk perdamaian.

b) Tangan membentuk lingkaran dengan menggunakan ibu

jari dan jari telunjuk, dan biarlah jari - jari yang lurus. Ini

menunjukkan tanda “OK”.

c) Mengangkat jempol, di dalam beberapa kebudayaan

tanda ini berarti “kerja bagus”.

d) Menggoyangkan tangan, tanda ini biasanya digunakan

menyertai ucapan “hai” atau “selamat tinggal”.

e) “Mengatupkan” tangan atau merapatkan jari - jari tangan

di beberapa kebudayaan tanda ini menunjukkan bahwa


(40)

f) Melipat kedua tangan di depan dada dengan berdiri

tegap, tanda ini biasanya berarti “diam dan berpikir

sesuatu”

g) Gerakan tangan dengan jari telunjuk yang diarahkan ke

lawan bicara, tanda ini menandakan memojokkan orang

lain atau lawan bicara.

h) Gerakan meninju, mengepalkan tangan, atau jari - jari

telunjuk diarahkan ke wajah atau ke dada lawan bicara.

Tanda ini menunjukkan perasaan benci atau marah.

(Mulyana, 2005: 317 - 320)

2) Postur Tubuh dan Posisi Kaki

Postur tubuh sering bersifat simbolik dan mempengaruhi

citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen. Klasifikasi

bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon, misalnya

hubungan antara bentuk tubuh dan tempramen. Sebagian

anggapan mengenai bentuk tubuh dan karakter yang dihubungkan

mungkin sekedar streotipe. Tubuh yang tegap sering dikaitkan

dengan kepercayaan diri atau antusiasme.

Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara

berbeda di tiap Negara. Dalam banyak budaya, orang yang berdiri

tegap dipandang berwibawa daripada orang yang duduk,


(41)

orang yang pendek. Dalam situasi formal sering khalayak

membentuk kesan mengenai kepribadiannya. Isyarat ini dapat

menyesatkan, namun berpengaruh. Banyak orang berpikir bahwa

mereka mampu menilai pembicara dan ketulusannya,

keramahannya, rasa hormatnya pada khalayak, dan antusiasmenya

berdasarkan cara ia berdiri, duduk, dan berjalan.

Status seseorang mempengaruhi postur tubuhnya ketika

ia berkomunikiasi dengan orang lain. Orang yang berstatus lebih

tinggi umumnya mengatur postur tubuhnya secara lebih leluasa

daripada orang yang berstatus lebih rendah. Status seseorang juga

dapat terlihat dari cara ia meletakkan tangannya ketika ia berdiri

dan berbicara dengan orang lain. Di Negara Indonesia, orang yang

berbicara dengan merapatkan kedua tangannya (telapak tangan

menghadap ke belakang) dan meletakkannya di depan

selangkangannya hampir dapat dipastikan adalah orang yang

jabatannya lebih rendah daripada orang yang berdiri dengan

meletakkan kedua tangannya di samping atau di belakang

punggungnya. (Mulyana, 2005: 323 - 330)

3) Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata

Ekspresi wajah merupakan perilaku non verbal utama

yang mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian

pakar mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional yang


(42)

secara universal ; kebahagiaan, kesedihan, ketakutan,

keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat.

Ekspresi - ekspresi wajah tersebut dianggap “murni”,

sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa

berdosa, bingung, puas) dianggap “campuran”, yang umumnya

lebih bergantung pada intepretasi. Dalam hal ini, ekspresi wajah

boleh sama, namun maknanya mungkin berbeda. Kontak mata

mempunyai dua fungsi dalam komunikasi. Pertama, fungsi

pengatur, untuk memberitahu orang lain apakah memberikan

reaksi (respon) atau tidak, atau malah menghindarinya. Kedua,

fungsi ekspresif, memberitahu orang lain tentang perasaan.

Dalam keadaan normal, frekuensi menatap orang lain

hanya sekilas, cuma satu sampai dua detik. Bila pandangan lebih

lama, reaksi orang tersebut cenderung emosional. Boleh jadi

pasangan tersebut akan mengubah kesan mengenai “status”

hubungan, misalnya dari hubungan biasa (pertemanan) menjadi

lebih khusus. Tampaknya orang - orang yang mempunyai

hubungan dekat, seperti suami - istri atau orangtua - anak atau

sahabat dekat, saling menatap sedikit lebih lama daripada orang -

orang yang tidak saling mengenal. Semakin dekat hubungan

diantara dua orang, semakin lamalah mereka berpandangan,


(43)

dianggap intim mampu menyampaikan banyak makna lewat

pandangan matanya, meskipun sedikit lebih berbicara.

Secara umum dikatakan bahwa makna ekpresi wajah dan

pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi

oleh budaya. Lelaki dan perempuan mempunyai cara berbeda

dalam hal ini. Perempuan condong lebih banyak tersenyum

daripada laki - laki, tetapi senyuman mereka sulit ditafsirkan.

Senyuman laki - laki umumnya berarti perasaan positf, sedangkan

senyuman perempuan mungkin merupaka respon terhadap

kemarahan. Perempuan juga cenderung lebih lama melakukan

kontak mata daripada laki - laki terlepas dari apakah mitra

komukasinya perempuan atau laki - laki. (Mulyana, 2005: 372)

2.1.8 Pakaian Adat Khas Bangsa Malaysia

Baju kurung adalah salah satu pakaian adat masyarakat Melayu di

Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand bagian

selatan. Baju kurung sering diasosiasi dengan kaum perempuan. Ciri khas

baju kurung adalah rancangan yang longgar pada lubang lengan, perut, dan

dada. Pada saat dikenakan, bagian paling bawah baju kurung sejajar

dengan pangkal paha, tetapi untuk kasus yang jarang ada pula yang

memanjang hingga sejajar dengan lutut. Baju kurung tidak dipasangi

kancing, melainkan hampir serupa dengan t-shirt. Baju kurung tidak pula

berkerah, tiap ujungnya direnda. Beberapa bagiannya sering dihiasi


(44)

Mulanya, baju kurung biasa dipakai untuk upacara kebesaran

melayu oleh kaum perempuan di dalam kerajaan, dipakai bersama - sama

kain songket untuk dijadikan sarungnya, aneka perhiasan emas, dan tas

kecil atau kipas, karena sebagian besar masyarakat melayu memeluk

Islam, banyak perempuan pengguna baju kurung yang menyerasikannya

dengan jilbab, meskipun demikian terdapat juga yang tidak

menggunakannya. Kini baju kurung banyak dipakai oleh masyarakat biasa,

digunakan anak - anak untuk mengaji, atau ibu - ibu untuk ke pasar, tanpa

disertakan pernak - pernik yang terkesan mewah.

Baju kurung sebenarnya merupakan jenis pakaian yang dipakai

oleh laki - laki maupun perempuan. Namun sekarang ini ada

kecenderungan untuk mengaitkan baju kurung hanya dengan kaum

perempuan. Di Malaysia, baju kurung untuk laki - laki dikenal dengan

sebutan "Baju Melayu". Di Indonesia, baju kurung untuk laki - laki disebut

sebagai "Teluk Belanga". Ini adalah salah kaprah, karena "Teluk Belanga"

sendiri adalah salah satu varian dari baju kurung selain baju kurung cekak

musang. Baju kurung untuk laki - laki dipakai dengan pasangan celana dan

kain samping. Perbedaan antara baju kurung perempuan dan baju kurung

laki - laki menurut buku "Pakaian Patut Melayu" :

a) Baju kurung perempuan jatuhnya di bawah lutut, dengan alas

leher yang sempit dan tidak memiliki saku.

b) Baju kurung lelaki jatuhnya di bawah pantat, dengan alas leher


(45)

2.1.9 Pendekatan Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang

berarti tanda, atau Seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri

berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika.

Semiotika adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

tanda. Tanda terdapat dimana - mana “kata” adalah tanda, demikian pula

gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya

sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat

dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda - tanda

tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal

maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut

memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna

informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang

ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam

perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi

kehidupan manusia, sehingga Derrida (dalam Kurniawan, 2008: 34),

mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa.

“there is nothing outside languange”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai

“teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting

dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu

mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan,

2008). Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh


(46)

hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat

berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaatan dalam seni

rupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar

berupa seperti grafis, warna, bentuk, tekstur, komposisi, dan sebagainya.

Tanda - tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan, seperti

objek, manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal hal lainnya yang

abstrak. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya

adalah sesuatu yang kasat mata, karena itu secara umum bahasa digunakan

untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media atara

perupa dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi

bahasa rupa pada segitiga, estetis - simbolis - bercerita (story telling).

Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang

luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.

Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas

mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu

membahas tiga elemen antara lain :

1) Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam - macam tanda.

Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam - macam

makna yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka

saling berhubung dengan orang - orang yang menggunakannya.


(47)

hanya bisa dimaknai oleh orang - orang yang telah

mempersiapkannya.

2) Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang

terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat

atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang

sesuai dengan transmisi pesan mereka.

3) Budaya

Lingkungan dimana tanda atau kode itu berada. Kode dan

lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar

belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari

berbagai ahli, seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini

yang akan digunakan adalah model semiotik milik Peirce karena adanya

kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi

linguistik.

2.1.10 Semiotika Charles Sanders Peirce

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai

kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,

2004: 83). Bagi Peirce tanda “is something which stand to somebody for

something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan


(48)

bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk

tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce

disebut ground. Konsekuensinya, tanda (Sign atau Represetamen) selalu

terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant

(Sobur, 2004: 41).

Sementara itu interpretant adalah suatu tanda yang ada dalam

benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga

elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah

makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah

persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu

digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan,

2008: 37).

Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuannya

tersebut menjadi kategori yaitu : ikon, indeks, simbol adalah tanda yang

hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk

alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek

atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks

adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan

penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang

langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap

sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum

melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa


(49)

antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer

atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat

(Sobur, 2004: 42). Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan

dalam gambar berikut.

(Fiske dalam Sobur, 2001: 85)

Sign

Interpretant Object

Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce

Menurut Pierce sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan, dan

representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari

tanda itu sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan

harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Pierce ingin

mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan mengembangkannya

kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan

semiotik model Charles S. Pierce, diperlukan adanya 3 unsur utama yang


(50)

Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut

menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut

digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

Icon

Index Simbol

Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Oleh Peirce

2.1.11 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan

kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of

Meaning, (Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008: 27) telah

mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur,

2004: 248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian

para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam.

Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan

“ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu

dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan

mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.


(51)

untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti

misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya

memberikan jawaban salah.”

Menurut Devito, makna bukan terletak pada kata - kata melainkan

pada manusia. “Kita”, lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk

mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata - kata ini

secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita

maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan -

pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan.

Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak

pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan

dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)

menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah,

(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,

2004: 258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep

makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997: 123 - 125)

sebagai berikut :

1) Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata - kata

melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata - kata untuk

mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata -


(52)

makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi dibenak

pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah

proses yang bisa salah.

2) Makna berubah. Kata - kata relatif statis, banyak dari kata - kata

yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna

dari kata - kata ini dan berubah khusus yang terjadi pada dimensi

emosional makna.

3) Makna membutuhkan acuan, walaupun tidak semua komunikasi

mengacu pada dunia nyata. Komunikasi hanya masuk akal

bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan

eksternal.

4) Penyingkiran berlebihan akun mengubah makna. Berkaitan erat

dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana

terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan

tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang

cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep - konsep

lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang

spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah

kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas.

Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa

menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara


(53)

Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita

peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks.

Tetapi hanya sebagian saja dari makna - makna ini yang benar - benar

dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam

benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga

merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur,

2003: 285 - 289).

2.2 Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang pendidikan yang

berbeda - beda dalam memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini

dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan

pengetahuan (frame of reference) yang berbeda - beda dari setiap individu

tersebut. Begitu juga penelitian yang memahami lambang dan tanda yang

ada, dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan, maka peneliti

dalam memaknai kartun editorial Oom Pasikom melakukan pemaknaan

terhadap tanda dan lambing berbentuk gambar dengan menggunakan teori

sgitiga makna Pierce (triangle meaning) yang meliputi tanda, obyek, dan

interpretan sehingga diperoleh hasil intrepetasi data mengenai kartun

editorial Oom Pasikom tersebut.

Tanda yang dimaksud disini adalah gambar dalam media cetak

yang kemudian tanda tersebut dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :


(54)

pada surat kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Hubungan Indonesia

- Malaysia” pada edisi Sabtu, 4 September 2010. Setelah menganalisis

kategori tanda tersebut, maka peneliti akan mengetahui makna gambar

kartun editorial Oom Pasikom tersebut. Sistematika tersebut digambarkan


(55)

43

Pemaknaan dengan Pendekatan Semiotika Charles Sanders Pierce

1. Ikon

1) Dua orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung .

2) Seorang laki - laki berjenggot dengan memakai peci, kacamata dan jas.

3) Seorang laki - laki gendut dan bertopi. 4) Seorang anak laki - laki.

2. Indeks

1) Tulisan “mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai REPOEBLIK TKI !”

2) Tulisan 040910

3) Sebuah garis melengkung di telunjuk tangan kiri orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung.

4) Dua buah garis melengkung di kedua tangan orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung.

5) Dua buah garis melengkung di kedua tangan yang mengepal di depan dada orang laki - laki yang bertopi. 6) Sebuah garis yang menyerupai bentuk halilintar

dibawah tulisan “mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai REPOEBLIK TKI!”

3. Simbol

1) Mimik seorang laki - laki dengan mulut terbuka lebar, membuka kedua tangan disamping telinga dan kaki menjinjit.

2) Mimik seorang laki - laki dengan mulut terbuka lebar, mata tertutup sebelah, tangan yang satu menunjuk lalu yang satu lagi di perut dan kaki yang membentuk segitiga.

3) Mimik seorang laki - laki berdiri tegap dengan sorotan mata yang tajam dan melipat tangan di depan dada. 4) Mimik seorang laki - laki dengan mata melotot dan

kedua tangan mengepal di depan dada. 5) Mimik seorang anak kecil laki - laki dengan jari

telunjuk di bawah dagu dengan kepala yang mengarah ke atas.

6) Tulisan Oom Pasikom yang terdapat di atas kolom karikatur.

7) Kotak kecil di pojok kanan atas yang bertuliskan G.M Sudarta. Karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Hasil Interpretan


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan

menggunakan pendekatan semiotik. Alasan digunakannya metode

deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama

metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam

penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif

menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek

peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat

menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola - pola nilai yang

dihadapi (Moeloeng, 2002: 33).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif interpretatif,

yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai

objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik

tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004:

48).

Oleh karena itulah peneliti harus memperhatikan beberapa hal

dalam penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar

dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat


(57)

bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual

dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah pembentukan secara

bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

Dalam penelitian ini, menggunakan metode semiotik. Semiotik

adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:

15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali

realitas yang didapatkan melalui interpretasi symbol - simbol dan tanda -

tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover karikatur.

Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini

adalah deskriptif , dimana peneliti berusaha untuk mengetahui pemaknaan

karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia”

pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010.

3.2 Korpus

Korpus sebagai kumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan

perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan. Korpus

haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur -

unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang

lengkap. Korpus itu juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada

taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni). (Kurniawan,

2001: 70).

Tetapi sebagai analisis, korpus itu bersifat terbuka pada konteks


(58)

aspek dari sebuah pesan yang tidak ditangkap atas dasar suatu analisis

yang bertolak dari unsur tertentu. (Arkoun: Setianingsih, 2003: 40).

Sedangkan Korpus pada penelitian ini adalah gambar karikatur

Oom Pasikom “Kontrovesi Hubungan Indonesia - Malaysia” pada Surat

Kabar Kompas edisi sabtu, 4 September 2010.

3.3 Unit Analisis

Untuk mempermudah interpretasi dari digunakan tiga hubungan

dalam menyelami semiotik karikatur pada gambar karikatur Oom Pasikom

“Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” pada Surat kabar Kompas

edisi 4 September 2010, yang menggambarkan dua orang berbangsa

Malaysia dengan memakai sarung dan peci yang menghina orang

Indonesia, tetapi Menteri Luar Negeri Indonesia yang memakai peci diam

sambil melihat dua orang berbangsa Malaysia dan dibelakang Menteri

Luar Negeri Indonesia Indonesia terdapat dua orang berbangsa Indonesia,

yang satu mengekspresikan kemarahan sambil melotot sedangkan yang

satu lagi berpikir “mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai

REPOEBLIK TKI !”. Dimana kemudian diinterpretasikan dengan

menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol).

3.3.1 Ikon

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang

bersifat kemiripan. (Sobur, 2001: 41). Dengan kata lain tanda memiliki


(59)

Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” ditunjukkan

dengan :

1) Dua orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai

peci dan sarung .

2) Seorang laki - laki berjenggot dengan memakai peci, kacamata

dan jas.

3) Seorang laki - laki bertopi.

4) Seorang anak kecil laki - laki.

3.3.2 Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah

antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat

(Sobur, 2004: 42), atau disebut juga dengan tanda sebagai bukti. Pada

karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia”

ditunjukkan dengan :

1) Tulisan “mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai REPOEBLIK TKI !”

2) Tulisan 040910.

3) Sebuah garis melengkung di telunjuk tangan kiri orang laki - laki

berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung.

4) Dua buah garis melengkung di kedua tangan orang laki - laki


(60)

5) Dua buah garis melengkung di kedua tangan yang mengepal di

depan dada orang laki - laki yang bertopi.

6) Sebuah garis yang menyerupai bentuk halilintar dibawah tulisan

“mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai REPOEBLIK TKI!”

3.3.3 Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara

tanda penanda dengan petandanya, bersifat arbitrer atau semena, hubungan

berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004: 42). Pada

karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia”

ditunjukkan dengan :

1) Mimik seorang laki - laki dengan mulut terbuka lebar, membuka

kedua tangan disamping telinga dan kaki menjinjit.

2) Mimik seorang laki - laki dengan mulut terbuka lebar, mata

tertutup sebelah, tangan yang satu menunjuk lalu yang satu lagi di

perut dan kaki yang membentuk segitiga.

3) Mimik seorang laki - laki berdiri tegap dengan sorotan mata yang

tajam dan melipat tangan di depan dada.

4) Mimik seorang laki - laki dengan mata melotot dan kedua tangan


(61)

5) Mimik seorang anak kecil laki - laki dengan jari telunjuk di

bawah dagu dengan kepala yang mengarah ke atas.

6) Tulisan Oom Pasikom yang terdapat di atas kolom karikatur.

7) Kotak kecil di pojok kanan atas yang bertuliskan G.M Sudarta.

Sehingga penempatan tanda - tanda dalam karikatur Oom

Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” di atas, yang mana

sebagai ikon, mana sebagai indeks, dan mana sebagai simbol tersebut

hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak,

karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang

memaknai karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan Indonesia -

Malaysia” kepada para pembaca Surat Kabar Kompas sesuai dengan

kebutuhan masing - masing.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melakukan pengamatan

secara langsung pada karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan

Indonesia - Malaysia” pada Surat kabar Kompas edisi 4 September 2010.

Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui bahan studi kepustakaan,

bahan - bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet.

Selanjutnya data - data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik

Peirce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk


(62)

Hubungan Indonesia - Malaysia” pada Surat Kompas edisi 4 September

2010.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata - kata dan gambar.

Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua

yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang

diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model

semiotik dari Charles Sanders Peirce, yaitu sistem Tanda (sign) dalam

karikatur yang dijadikan Korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan

kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Peirce

terbagi dalam tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol

(symbol).

Dengan studi semiotik penelitian dapat memaknai gambar dan

pesan yang terdapat dalam karikatur Oom Pasikom “Kontroversi

Hubungan Indonesia - Malaysia” serta membentuk berbagai pemaknaan

terhadap karikatur ini. Karikatur Oom Pasikom “Kontroversi Hubungan

Indonesia - Malaysia” akan diinterpretasikan dengan cara

mengindentifikasi tanda - tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran

karikatur, untuk mengetahui makna yang ada dalam karikatur tersebut.

Untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda dan


(63)

verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator

pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode

deskriptif karikatur Oom Pasikom “Kontrovesi Hubungan Indonesia -

Malaysia” pada Surat Kompas edisi 4 September 2010.

Yang dikupas oleh teori segitiga makna adalah persoalan

bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan

oleh sesorang ketika akan berkomunikasi. Konsekuensinya, tanda (sign /

representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground,

object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan

klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi

Qualisign, Sinsign, dan Legsign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada

tanda, misalnya kata - kata kasar, keras, lemah, lembut, dan merdu. Sinsign

adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda,

misalnya kata kabur atau keruhada pada urutan kata air sungai keruh yang

menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legsign adalah norma yang

dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan

hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh manusia.

Berdasarkan pada Interpretant, tanda (sign / representamen)

dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah

tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.

Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang

tersebut mengalami iritasi, atau menderita penyakit mata, bahkan dapat


(64)

52

adalah tanda sesuai dengan kenyataan. Misalnya, apabila di suatu jalan

sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan harus dipasang rambu - rambu

yang menunjukkan di area tersebut sering terjadi kecelakaan. Argument


(1)

penghinaan dan pelecahan terhadap orang lain.

Di samping itu, tampilan laki - laki berjenggot dan memakai kacamata yang menyerupai Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, seakan menunjukkan bahwa beliau memiliki intelektual yang berkualitas, seharusnya tidak menunjukkan sikap yang diam tetapi menunjukan sikap yang tegas demi menjaga harga diri dan martabat bangsa Indonesia.

Kemudian, laki - laki yang bertopi dengan mata yang melotot dan tangan yang mengepal, menunjukkan sikap kemarahan terhadap penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh warga Negara Malaysia. Sedangkan anak kecil di sebelah laki - laki yang bertopi dengan polosnya berpikir “MUNGKIN KITA INI DIANGGAPNYA CUMA SEBAGAI REPOEBLIK TKI !”, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia selama ini hanya sebagai Negara yang selalu mengeskpor TKI ke luar negeri.

Tulisan “MUNGKIN KITA INI DIANGGAPNYA CUMA SEBAGAI REPOEBLIK TKI !”, sengaja menggunakan huruf kapital, bercetak tebal, dan bertanda seru karena mempunyai makna penegasan dalam menyndir pemerintah Indonesia yang selalu mengekspor TKI ke Malaysia hanya demi memperoleh devisa negara.


(2)

79

Dengan adanya karikatur yang merupakan sebuah perwujudan dari ekspresi yang dimiliki oleh karikaturis, menunjukkan kegigihan serta rasa emosional yang sangat tinggi agar masalah sengketa Indonesia - Malaysia dapat terselesaikan dengan damai dan juga keinginan atau harapan mereka akan ketegasan pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Malaysia agar harga diri bangsa Indonesia dapat dihormati dan dihargai oleh bangsa lain.

Oleh karena itu, kritik sosial yang disampaikan dalam karikatur tersebut menginginkan suasana yang aman, damai, saling menghormati satu dengan yang lainnya, dan tidak ada lagi saling mengihina dan melecehkan satu dengan yang lainnya. Kritik yang dilakukan oleh karikaturis dalam sebuah karikatur tidak selamanya berarti melawan, tetapi mengandung muatan saling memberi arti, setidaknya masukan atau kritik yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah.


(3)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil interpretasi dan penjelasan peneliti dalam pemaknaan secara keseluruhan pada karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi, Sabtu 4 November 2010, maka kesimpulan yang didapat adalah karikaturis serta masyarakat tidak menginginkan sikap pemerintah yang tidak tegas dalam menghadapi masalah sengketa Indonesia dan Malaysia. Malaysia telah mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dari klaim wilayah Indonesia dan budaya Indonesia oleh karena itu seharusnya Indonesia bersikap tegas dengan melayangkan sikap protes kepada pihak Malaysia bahkan dengan jalan terakhir yaitu berperang melawan Malaysia. Tentunya masyarakat Indonesia berharap masalah sengketa Indonesia dan Malaysia berakhir dengan damai dan tidak terjadi lagi masalah - masalah dengan Malaysia untuk ke depannya. Karikaturis, berusaha mewujudkan aksi protes tersebut, salah satunya dengan cara membuat sebuah karikatur. Kritik yang diwujudkan dalam sebuah karikatur, tujuannya bukan memberikan nilai yang negatif untuk pemerintah, namun tujuannya adalah memberikan sebuah kritik yang bersifat membangun, yang harus dipelajari serta dipertimbangkan oleh pemerintah.


(4)

81

5.2 Saran

Konsep pemaknaan karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi, Sabtu 4 November 2010 ini cukup menarik. Namun dalam bab ini peneliti akan memberikan saran bagi penelitian yang akan datang agar karikatur yang ada di Surat Kabar Kompas, terutama pada editorial Oom Pasikom, hendaknya memiliki makna yang jelas, tampilan gambar yang lebih sopan, tidak menampilkan kata - kata yang ambigu atau bermakna ganda. Meskipun judul harus dibuat dengan kata yang singkat, jelas dan mewakili pesan yang disampaikan. Agar orang merasa tidak bingung atau bahkan kecewa karena setiap orang memiliki Field of Experience dan Frame of Reference yang berbeda - beda, sehingga dengan maksud dan tujuan tersebut diharapkan suatu permasalahan yang diangkat melalui karikatur harus dapat mampu memahami khalayak mengenai isu - isu yang masih hangat. Dengan menggunakan tanda - tanda non verbal, berupa adanya ekspresi wajah dan isyarat tangan, kemudian penganalisisan pada pemaknaan ikon, indeks, dan simbol terhadap penampilan gambar, maka makna dan pesan dari karikatur dapat mengena sesuai dengan konsep yang ditampilkan. Penelitian karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi, Sabtu 4 November 2010 menjadi pertimbangan tersendiri bagi pihak peneliti. Oleh karena itulah peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, maka diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi sempurnanya pemaknaan karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas ini.


(5)

Abdullah, Aceng. 2001. Press Relations, Kiat Berhubungan dengan Media

Massa. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ali, Novel. 1999. Peradaban Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Assegaff, H. Dja’far. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.

Cangara, Hafid. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo. Indarto, Kuss. 1999. Sketsa di Tanah Merdeka, Kumpulan Karikatur.

Yogyakarta : Tiara Kencana.

ISI Yogyakarta dan Studio Deskom, Fakultas Seni Rupa. 2009. Irama Visual. Yogyakarta : Jalasutra Anggota IKAPI

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthez. Yogyakarta : Yayasan Indonesia. Kusmiati, R. Artini. 1999. Desain Komunikasi Visual. Jakarta : PT. Remaja

Rosdakaya.

Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual, Yogyakarta : C.V Andi Offset.

Lexi, Moleong, 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Masoed, Mochtar. 1999. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta : UII Press.

Mulyana, Deddy. 1999. Nuansa - Nuansa Komunikasi Meneropong Politik

Budaya Indonesia. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Panuju, Redi, 2005. Nalar Jurnalistik (Dasar - Dasarnya Jurnalistik). Malang : Bayu Media Publishing.


(6)

Pareno, Sam Abede. 2005. Manajemen Berita Antara Realitas dan Mimpi. Surabaya : Penerbit Papyrus.

Pramono, Promoedjo. 2008. Kiat Mudah Membuat Karikatur. Jakarta : Penerbit Creativ Media.

Rivers, William L dan Peterson, Jay W. Jensen Theodore. 2003. Media Massa

dan Masyarakat Modern. Jakarta : Kencana Prenada Media.

Sumadria, Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Susanto, Astrid. 1986. Makna dan Fungsi Sosial dalam Masyarakat Negara dalam Demokrasi dan Proses Politik. Jakarta : LP3ES.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Non Buku

Permana, Hamsyah Arief. 2009. Representasi Skeptis Terhadap Politik dalam


Dokumen yang terkait

BANJIR JAKARTA DI MATA ‘OOM PASIKOM’ (Studi Deskriptif Kualitatif Menggunakan Semiotika Pierce dalam Karikatur Editorial ‘Oom Pasikom’ dalam Surat Kabar Harian Kompas).

0 2 15

BANJIR JAKARTA DI MATA ‘OOM PASIKOM’ BANJIR JAKARTA DI MATA ‘OOM PASIKOM’ (Studi Deskriptif Kualitatif Menggunakan Semiotika Pierce dalam Karikatur Editorial ‘Oom Pasikom’ dalam Surat Kabar Harian Kompas).

0 3 13

PEMAKNAAN KARIKATUR “OOM PASIKOM” VERSI PROSES PERSIDANGAN KASUS WISMA ATLET (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom” Versi Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Februari 2012).

0 0 91

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Surat Kabar Kompas "Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan" Edisi Rabu, 12 Januari 2011).

0 3 80

PEMAKNAAN KARIKATUR “OOM PASIKOM” PADA SURAT KABAR KOMPAS EDISI, 2 OKTOBAR 2010. (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom” Pada Surat Kabar Kompas Edisi, 2 Oktober 2010).

0 0 89

PEMAKNAAN KARIKATUR “OOM PASIKOM” PADA SURAT KABAR KOMPAS EDISI, 2 OKTOBAR 2010. (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom” Pada Surat Kabar Kompas Edisi, 2 Oktober 2010)

0 0 27

PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas“Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi sabtu, 4 September 2010)

0 0 25

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Surat Kabar Kompas "Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan" Edisi Rabu, 12 Januari 2011)

0 0 22

PEMAKNAAN KARIKATUR “OOM PASIKOM” VERSI PROSES PERSIDANGAN KASUS WISMA ATLET (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom” Versi Proses Persidangan Kasus Wisma Atlet Pada Koran Kompas Edisi Sabtu, 11 Februari 2012)

0 0 22

MAKNA KRITIK SOSIAL DALAM KARIKATUR EDITORIAL "OOM PASIKOM DAN CLEKTT" PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN SURAT KABAR JAWA POS

0 1 17