TESIS Rachmawati P F (A131208007)

(1)

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

SEBAGAI FIKOREMEDIATOR LOGAM BERAT KADMIUM (Cd (II))

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan

Oleh

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2014


(2)

ii

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

SEBAGAI FIKOREMEDIATOR LOGAM BERAT KADMIUM (Cd (II))

TESIS

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. M. Masykuri, M.Si.

NIP 19681124 199403 1 001 ………. ………

pembimbing II Dr. Sunarto, M.S.

NIP 19540605 199103 1 002 ………. ………

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal...2014

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana UNS

Dr. Prabang Setyono, M.Si. NIP 19720524 199903 1 002

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(3)

iii

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

SEBAGAI FIKOREMEDIATOR LOGAM BERAT KADMIUM (Cd (II))

TESIS

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal... 2014

Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Prabang Setyono, M.Si.

NIP 19720524 199903 1 002 …... ………

Sekretaris Dr. Wiryanto, M.Si.

NIP 19530801 198203 1 005 …... ………

Anggota Penguji

Dr. M. Masykuri, M.Si.

NIP 19681124 199403 1 001 …... ………

Dr. Sunarto, M.S.

NIP 19540605 199103 1 002 …... ………

Mengetahui : Direktur

Program Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP 19610717 198601 1 001

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Dr. Prabang Setyono, M.Si. NIP 19720524 199903 1 002


(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rachmawati Prihantina Fauzi

NIM : A131208007

Program Studi : Ilmu Lingkungan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Nostoc commune

Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator Logam Berat Kadmium

(Cd (II))” adalah benar-benar karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat suatu karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, Agustus 2014

Rachmawati Prihantina Fauzi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(5)

v

MOTTO

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia

amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu

menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk

bagimu. Allah mengatahui, sedang kamu tidak

mengetahui”

-Qs: AL-Baqarah:216-

“Never regret anything that has happened in our

life. It can‟t be changed, undone or forgotten. So

take it as a lesson learned and move o

n”

-Motto pribadi-

“Qodarullahi wama sya‟a fa‟al, Alhamdulillah

„ala kulli hal”

-Doa & Dzikir Rasullullah-

“Ada malaikat yang ditugaskan untuk

mengamini apa yang kita katakan, maka

katakan kata-kata yang baik, indah, optimis,

dan jadikan itu sebagai ke

biasaan”

-Dr. Salman Al-Audah-


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini penulis persembahkan untuk:

 Kedua orang tua yang kuhormati (Hasan Fauzi, MBA.Ak., Ph.D. dan Dra.

Isnawati) atas seluruh cinta, pengorbanan, nasehat, dukungan dan doa yang tak pernah putus.

 Adik-adik yang kusayangi (dr. Cholifatur Ravita Fauzi dan Khoirul Nasrullah Fauzi) atas kasih sayang, pengertian dan dukungannya serta bantuannya selama penelitian di Laboratorium.

 Sahabat-sahabatku (Lila imami, S.Si., Indriana Saraswati, S.Si., dan Farida Nur Fuadiyah, S.Si.) atas persahabatan, nasehat, dukungan dan kesediaannya berbagi dalam suka maupun duka.

 Teman-temanku tersayang (Dhina Selvia, S.Si. dan Siti Rachmawati, M.Si.) atas kebersamaan, pesaudaraan dan bantuan yang senantiasa diberikan.

 Teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Lingkungan

Pascasarjana UNS angkatan 2012 (Pak Sammy, Mbak Novi, Bu Yuni, Mas Danang, Pak SBY, Mas Hendro, Pak Firman, Pak Alex, Mommy Lerato dan Akmal) atas kebersamaan, nasehat dan persaudaraannya selama 2 tahun ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang merupakan Tuhan semesta alam atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan naskah tesis yang berjudul “Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator Logam Berat

Kadmium (Cd (II))”. Naskah Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna mencapai derajat Magister pada Program Studi Ilmu Lingkungan di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan naskah ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Prabang Setyono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus dosen penguji atas kesediaanya dalam memberikan arahan dan masukan selama penyusunan naskah sehingga naskah tesis ini dapat terwujud.

4. Dr. Wiryanto, M.Si. selaku dosen penguji atas kesediaanya dalam

memberikan arahan dan masukan selama penyusunan naskah sehingga naskah tesis ini dapat terwujud.

5. Dr. M. Masykuri, M.Si. selaku dosen pembimbing I tesis ini atas kesabaran, bantuan, bimbingan dan arahan selama penyusunan proposal, penelitian hingga naskah tesis ini dapat terwujud.

6. Dr. Sunarto, M.S. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Lingkungan sekaligus dosen pembimbing II tesis ini atas bantuan, bimbingan dan arahan commit to user


(8)

viii

dengan penuh kesabaran selama penyusunan proposal, penelitian hingga naskah tesis ini dapat terwujud.

7. Prof. Dr. MTh. Sri Budiastuti, M.Si. atas motivasi yang terus diberikan dari penyusunan proposal hingga penulisan naskah Tesis.

8. Kepada seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

9. Keluarga tercinta, terutama mamah dan papah, atas cinta, pengorbanan, doa, nasehat dan dukungannya yang tak pernah putus sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan naskah ini sesuai waktu yang diinginkan.

10.Seluruh staf laboratorium kimia dan biologi, laboratorium pusat MIPA UNS atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

11.Semua pihak lain yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa naskah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga naskah tesis ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan bagi kita semua.

Surakarta, Agustus 2014 Penulis

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

ABSTRAK ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Fikoremediasi ... 7

a. Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator ... 8

1) Klasifikasi Nostoc commune ... 8

2) Nostoc commune ... 10

3) Manfaat Nostoc commune ... 13

4) Pertumbuhan Nostoc commune dalam Batch Kultur ... 13


(10)

x

b. Fikoremediasi oleh Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault .. 18

1) Mekanisme Adsorbsi ... 18

2) Mekanisme Fikoremediasi ... 19

3) Kapasitas dan Efisiensi Fikoremediasi ... 21

4) Isoterm Adsorbsi ... 22

2. Logam Berat Kadmium (Cd) ... 24

a. Bahaya Logam Berat Kadmium (Cd) ... 25

b. Metode Pengukuran Kadmium (Cd) dengan Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS) ... 26

3. Asas Lingkungan ... 29

B. Kerangka Berpikir ... 31

C. Hipotesis ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN... 34

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

B. Alat ... 34

C. Bahan ... 35

D. Cara Kerja ... 35

E. Analisis Data ... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Pengaruh pH Larutan Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc Commune ... 41

B. Pengaruh Lama Waktu Kontak Larutan Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc commune ... 44

C. Pengaruh Konsentrasi Ion Kadmium Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc commune ... 48

D. Pengaruh Massa Fikoremediator Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc commune ... 52

E. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Nostoc commune Terhadap Logam Berat Kadmium (Cd (II)) Pada Kondisi Optimum ... 55

F. Penentuan Isoterm Adsorbsi ... 57

G. Pengaruh Paparan Logam Berat Kadmium (Cd (II)) Terhadap Koloni dan Struktur Morfologi Sel Nostoc commune ... 62

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(11)

xi

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN ... 96


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune... 40 2. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi pH Larutan 4 – 9 ………….. 42

3. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi Waktu Kontak 5 – 60

Menit... 46 4. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi Konsentrasi Larutan

Kadmium 100 – 600 mg/L... 50 5. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi Massa Fikoremediator 0,1 –

0,6 gram... 54 6. Nilai Efisiensi dan Kapasitas Remediasi N. commune Terhadap

Logam Berat Kadmium ( Cd (II))... 55 7. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune Pada Berbagai Variasi pH... 66 8. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune Pada Berbagai Variasi Waktu Kontak... 71 9. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune Pada Berbagai Variasi Konsentrasi... 77 10.Penggolongan Tingkat Kerusakan Trikoma N. commune... 79 11.Variabel Pengamatan Koloni dan Morfologi Sel N. commune

Pada Berbagai Variasi Massa ... 85

12.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi

pH Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium (Cd (II))

oleh N. commune... 96

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(13)

xiii

13.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi

Waktu Kontak Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium

(Cd (II)) oleh N. commune... 97

14.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi

Konsentrasi Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh N. commune... 98 15.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Massa

Fikoremediator Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium

(Cd (II)) oleh N. commune... 99 16.Data Perhitungan Isoterm Langmuir Untuk Adsorbsi Logam

Berat Kadmium (Cd (II)) oleh N. commune... 100 17.Data Perhitungan Isoterm Freundlich Untuk Adsorbsi Logam

Berat Kadmium (Cd (II)) oleh N. commune... 100


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Koloni Nostoc commune (Jamur Selo) di Hutan Wanagama,

Gunung Kidul (Fauzi, 2011)... 8

2. Morfologi Sel Nostoc commune (Wahyudewi, 2009)... 11

3. Koloni Nostoc commune Pada Kondisi Segar dan Kering (Fauzi, 2011)... 12

4. Kurva Pertumbuhan N. commune Pada Batch Kultur (Fogg & Thake,1987; Zoechrova, 2011)... 14

5. Skema Komponen Alat Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS)... 28

6. Empat Belas Asas Lingkungan (Sastrawijaya, 2000)... 30

7. Kerangka Berpikir... 33

8. Skema Alur Kerja Penelitian... 35

9. Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan pH Larutan (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 41

10. Kapasitas Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan pH Larutan (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 42

11. Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan Waktu Kontak (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 45

12. Kapasitas Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan Waktu Kontak (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 45

13.Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan Konsentrasi Larutan (Volume 20 mL, Massa N. commune 0,2 gram)... 49

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(15)

xv

14.Kapasitas Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi

dari Perubahan Konsentrasi Larutan (Volume 20 mL, Massa N.

commune 0,2 gram)... 49 15.Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi

dari Perubahan Massa Fikoremediator (Volume 20 mL, Konsentrasi Ion Kadmium 100 mg/L)... 53 16.Kapasitas remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi

dari Perubahan Massa Fikoremediator (Volume 20 mL, Konsentrasi Ion Kadmium 100 mg/L)... 53 17.Isoterm Langmuir Adsorbsi Logam Berat Kadmium (Cd (II))

oleh N. commune... 58 18.Isoterm Freundlich Adsorbsi Logam Berat Kadmium (Cd (II))

oleh N. commune... 58 19.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai

Variasi pH Larutan Ion Kadmium (Cd (II)) Pada Konsentrasi

100 mg/L. Perbesaran 400X... 63

20.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Variasi pH Larutan Ion Kadmium (Cd (II)) Pada

Konsentrasi 100 mg/L... 64 21.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai

Variasi Waktu Kontak Pada Larutan Kadmium Konsentrasi 100

mg/L dan pH 8. Perbesaran 400x... 68

22.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Variasi Waktu Kontak dengan Larutan Kadmium

Pada Konsentrasi 100 mg/L dan pH 8... 69 23.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai

Variasi Konsentrasi Larutan Kadmium dengan pH 8 dan Lama

Kontak 10 menit. Perbesaran 400x... 73

24.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Variasi Konsentrasi Larutan Kadmium dengan pH 8


(16)

xvi

25.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai Variasi Massa Fikoremediator dalam Larutan Kadmium dengan

pH 8 dan Lama Kontak 10 menit. Perbesaran 400x... 82

26.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Massa Fikoremediator dalam Larutan Kadmium

dengan pH 8 dan Lama Kontak 10 menit... 83

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran. Halaman 1. Data Pengukuran Kadmium... 96 2. Alat, Bahan Dan Hasil Penelitian... 101

3. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

Tentang Pengelolan Kualitas Air Dan Pengendalian

Pencemaran

Air... 106


(18)

xviii

Rachmawati Prihantina Fauzi. NIM A.131208007. 2014. Nostoc commune

Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator Logam Berat Kadmium (Cd (II)), TESIS, Pembimbing I: Dr. M. Masykuri, M.Si., II: Dr.

Sunarto, M.S., Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault diketahui mengandung berbagai gugus anion seperti amino, karboksil, hidroksi dan karbonil serta EPS (Ektraseluller Polymer Substance) yang menyediakan permukaan absorbsi spesifik untuk ion logam berat sehingga spesies ini dapat dimanfaatkan sebagai biomaterial penyerap bahan pencemar, khususnya logam berat. Penggunaan algae untuk menghilangkan bahan pencemar dari lingkungan disebut fikoremediasi. Fikoremediasi adalah salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran Cd (II) di lingkungan. Kadmium merupakan salah satu logam berat non esensial yang bersifat toksik. Keberadaaanya yang berlebihan di dalam lingkungan akan membahayakan organisme disekitarnya, oleh karena itu keberadaannya di lingkungan harus di minimalkan atau dihilangkan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan N. commune dalam meremediasi Cd (II) dan mempelajari

gambaran morfologi N. commune setelah terpapar kadmium.

Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan metode

batch. Penentuan kondisi optimum meliputi pH, waktu kontak, konsentrasi logam berat dan massa fikoremediator. Analisis Cd (II) diukur dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom Nyala (SSA Nyala). Setelah proses remediasi selesai, dilakukan pengamatan terhadap morfologi sel N. commune dengan membuat preparat squash.

Hasil menunjukkan bahwa kondisi optimal remediasi Cd (II) oleh N. commune diperoleh pada konsentrasi kadmium 100 mg/L pada pH 8 dengan waktu kontak 10 menit dan massa fikoremediator 0,6 gram. Analisis SSA menunjukan efisiensi remediasi tertinggi sebesar 98,92% dengan kapasitas remediasi sebesar 3,927 mg/g. N. commune mengalami kerusakan pada struktur sel setelah terpapar Cd (II) pada konsentrasi 200 mg/L – 600 mg/L.

Kata kunci: N. commune Vaucher ex Bornet & Flahault, fikoremediasi, logam berat, kadmium

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(19)

xix

Rachmawati Prihantina Fauzi. NIM. A131208007. 2014. Ficoremediation of

Cadmium (Cd (II)) by Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault.

THESIS. Supervisor I: Dr. M. Masykuri, M.Si., II: Dr. Sunarto, M.S., Program Study of Environmental Science. Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault containing various anionic groups such as amino, carboxyl, hydroxyl and carbonyl and EPS (Ektraseluller Polymer Substance) that provides surface absorption. Therefore this species can be used as biomaterials absorbing pollutants, especially heavy metals. The usage of algae to remove pollutants from the environment is called phycoremediation. Phycoremediation is one of effort to eliminate the pollution of Cd (II) in the environment. Cadmium which is a non-essential heavy metal is toxic. Its presence excessively in the environment will harm the organism, therefore its should minimize or eliminated. This study aimed to determine the ability of N. commune

in remediation of cadmium (Cd (II)) and studied the morphological description of

N. commune after exposure to cadmium.

The study was conducted in a laboratory scale using the batch method. Determination of optimum conditions include pH, contact time, the concentration of heavy metals and mass ficoremediator. Cadmium was measured using Atomic Absorption Spectrophotometry-Flame (FAAS). After the remediation process is complete, then made morphologically observation of N. commune by making squash preparations.

The results showed that the optimal conditions remediation of kadmium (Cd (II)) by N. commune obtained on cadmium concentration of 100 mg /L at pH 8 with a contact time of 10 minutes and 0,6 gram mass of ficoremediator. AAS analysis showed the highest remediation efficiency as much as 98.92% with the remediation capacity of 3.927 mg/g. Cell structure of N. commune was damage after exposure to cadmium (Cd (II)) at a concentration of 200 mg/L -600 mg/L.

Keywords: N. commune Vaucher ex Bornet & Flahault, ficoremediation, heavy metals, cadmium


(20)

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault yang selanjutnya disebut N. commune diketahui memiliki banyak manfaat, baik bagi manusia maupun bagi lingkungan. Oleh karena kandungan proteinnya yang tinggi (20

– 60% per gram berat kering) dan kandungan asam amino esensial yang cukup lengkap (mensintesis 8 asam amino esensial, yaitu: metionin, valin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, arginin, dan lisin), N. commune telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh beberapa negara seperti China, Jepang, Filipina, Amerika dan Indonesia sebagai bahan makanan kaya protein (Trainor, 1978; Lee, 1989; Van Reine & Trono, 2001). N. commune dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Mujib, 2012). Hal ini dikarenakan adanya kandungan serat dan fitosterol pada N. commune

yang dapat menurunkan kelarutan kolesterol dan menghambat readsorbsi asam empedu (Rasmussen et al., 2009). Penghambatan readsorbsi akan berakibat pada peningkatan sintesis asam empedu untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Asam empedu disintesis dari kolesterol, oleh karena itu peningkatan sintesis asam empedu akan mengakibatkan penurunan kolesterol dalam darah.

Bagi lingkungan, N. commune memiliki peran dalam perbaikan

kesuburan tanah, khususnya sebagai penyedia nitrogen dalam tanah. Peran N. commune sebagai penyedia nitrogen dalam tanah disebabkan karena kemampuannya dalam memfiksasi nitrogen bebas di alam dan mengubahnya menjadi senyawa amonia, yang kemudian dilepaskan ke tanah sekelilingnya untuk kemudian dapat digunakan oleh organisme lain sebagai sumber nitrogen. N. commune juga dapat dimanfaatkan sebagai biomaterial penyerap bahan-bahan pencemar, khususnya logam berat, sebab spesies ini mengandung berbagai gugus anion seperti amino, karboksil, hidroksil dan karbonil yang menyediakan permukaan adsorbsi spesifik untuk ion logam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(21)

berat (Morsy et al., 2011). Berdasarkan penelitian Volesky (2004) dalam Apriliani (2010) diketahui bahwa biomaterial yang mengandung gugus fungsi amino, karboksil, sulfihidril, sulfat dan polisakarida memiliki kemampuan adsorbsi yang baik (Apriliani, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi N. commune sebagai algae penyerap logam berat atau yang bisa disebut sebagai fikoremediator.

N. commune merupakan anggota dari Divisi Cyanophyta (algae biru), yang juga dikenal sebagai anggota dari Cyanobacteria (bakteri hijau-biru). Penggolongan N. commune ke dalam Cyanobacteria dikarenakan anggota dari divisi Cyanophyta ini memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan bakteri dibanding dengan algae eukariotik (Lee, 1989). Anggota dari Divisi Cyanophyta ini banyak ditemukan tersebar luas di alam, salah satu diantaranya adalah N. commune. Spesies ini memiliki cakupan distribusi yang sangat luas yaitu dari daerah tropis hingga ke kutub (Whitton & Potts, 2000). Di Indonesia, N. commune dapat ditemukan di daerah Hutan Wanagama, Gunung Kidul. Di tempat tersebut, spesies ini banyak ditemukan hidup secara berkoloni membentuk struktur makroskopis menyerupai Jamur Kuping yang menempel pada tanah atau bebatuan. Oleh masyarkat sekitar, koloni makroskopis N. commune disebut dengan sebutan Jamur Selo. Nama lokal tersebut diberikan karena strukturnya yang menyerupai Jamur Kuping

dan banyak ditemukan menempel di bebatuan (dalam bahasa Jawa, Selo

berarti batu), namun demikian penyebutan ini dirasa kurang tepat sebab koloni ini tampak berwarna hijau-kebiruan yang menandakan adanya klorofil sebagai pigmen fotosintesis yang tidak dimiliki oleh anggota Fungi (Wahyudewi, 2009).

Pencemaran logam berat di lingkungan telah menjadi isu global, dikarenakan perkembangan industri yang sangat pesat. Limbah buangan industri, baik limbah cair, limbah padat maupun limbah gas memberikan kontribusi dalam pelepasan logam berat di lingkungan. Salah satu logam berat yang merupakan sumber polusi dan perlu dihilangkan adalah logam kadmium (Cd). Logam kadmium tergolong dalam logam non esensial yang commit to user


(22)

3

keberadaanya tidak dibutuhkan sama sekali dalam tubuh dan cenderung bersifat toksik. Kadmium memiliki sifat lentur, tahan tekanan, dan tahan panas sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan campuran logam lain, dan bahan campuran pembuatan keramik, enamel dan plastik. Logam ini juga seringkali dimanfaatkan untuk melapisi plat besi dan baja karena kadmium memiliki sifat tahan terhadap korosi (Lu, 2006). Selain itu, kadmium juga dimanfaatkan untuk pembuatan pigmen cat dengan membentuk beberapa garamnya seperti kadmium oksida yang dikenal sebagai kadmium merah dan dalam pembuatan batu baterai, terutama baterai Ni-Cd (Sarjono, 2009). Sumber pencemaran kadmium dapat berasal dari limbah industri baterai, limbah industri plastik, limbah industri cat, limbah pabrik minyak, limbah penyepuhan logam dan sedikit berasal dari pupuk fosfor. Limbah cair pada industri-industri tersebut berkontribusi pada pelepasan logam kadmium ke dalam lingkungan perairan. Keberadaan logam kadmium yang bersifat toksik di lingkungan tentunya akan berdampak negatif pada makhluk hidup di sekitarnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomer 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air diketahui bahwa baku mutu kadmium yang boleh dialirkan ke air permukaan adalah sebesar 0,01 mg/L. Oleh karena itu, kandungan logam berat khususnya kadmium dalam limbah yang melebihi ambang batas seharusnya diminimalkan atau bahkan dihilangkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.

Keberadaan logam kadmium dalam lingkungan secara berlebihan akan menimbulkan dampak yang luas baik secara langsung maupun tidak langsung, sebab logam ini mudah diadsorbsi dan terakumulasi oleh tubuh organisme. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) & World Health Organization (WHO) kadar kadmium yang dapat ditoleransi oleh manusia adalah sebesar 7 µ/kg berat badan (Sarjono, 2009). Keracunan logam berat kadmium dapat menyebabkan kanker, kerusakan sebagian sistem saraf yang menyebabkan kelumpuhan, serta menyebabkan kerusakan pada organ vital manusia yaitu hepar dan ren.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(23)

Upaya untuk mengatasi pencemaran logam berat di lingkungan telah banyak dilakukan, salah satunya adalah dengan fikoremediasi. Fikoremediasi merupakan salah satu aplikasi bioremidiasi. Bioremediasi adalah upaya membersihkan lingkungan dari bahan pencemar dengan mengunakan agen-agen biologis. Pada fikoremediasi, agen-agen biologis yang digunakan adalah algae, baik mikroalgae maupun makroalgae. Pemanfaatan algae sebagai fikoremediator untuk menyerap bahan-bahan pencemar, khususnya logam berat telah banyak diteliti. Beberapa diantaranya yaitu penggunaan Nostoc muscorum sebagai fikoremediator logam-logam berat Chromium (Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni) dan Perak (Ag) (Rai et al., 1990), penggunaan

Spirogyra sp. sebagai fikoremediator logam selenium (Se) (Mane et al., 2011) dan Penggunaan Anabaena variabilis, Aulosira sp., Nostoc muscorum,

Oscillatoria sp. dan Westiellopsis sp. sebagai fikoremediator logam kromiun (Cr) dn nikel (Ni) (Prameswari et al., 2009). Pemanfaatan algae sebagai fikoremediator memiliki beberapa kelebihan yaitu bahan bakunya mudah diperoleh karena banyak terdapat di alam, mudah dibudidayakan, dan memiliki biaya operasional rendah. Menurut Arifin (2003), suatu fikoremediator dapat dikatakan murah apabila bahannya mudah didapat dan memerlukan sedikit proses sehingga memiliki biaya operasional yang murah. Dengan demikian metode fikoremediasi dapat digunakan sebagai salah satu metode remediasi yang murah dan ramah lingkungan.

Pemanfaatan Nosctoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault sebagai fikoremediator logam Timbal (Pb) telah dilaporkan oleh Zoechrova (2011). Spesies ini memiliki potensi dalam mengadsorbsi logam timbal pada konsentrasi 700 ppm tanpa menghambat pertumbuhannya. Sementara itu, penelitian mengenai pemanfaatan N. commune sebagai fikoremediator logam kadmium (Cd) telah dilakukan sebelumnya dan dilaporkan bahwa biomassa kering Nosctoc commune efektif dalam mengadsorbsi logam berat kadmium (Cd) (Morsy et al., 2011). Namun demikian, penelitian mengenai potensi N. commune segar (berat basah) dalam mengabsorsi logam berat kadmium (Cd) belum dipelajari, seperti efisiensi dan kapasitas remediasinya serta struktur commit to user


(24)

5

morfologi selnya setelah terpapar kadmium. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai potensi N. commune sebagai fikoremediator logam berat kadmium (Cd) secara lebih lanjut. Dalam penelitian ini akan dipelajari potensi N. commune dalam meremediasi logam berat, khususnya terhadap logam berat kadmium (Cd (II)).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Berapakah nilai pH, waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa fikoremediator optimum dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II))?

2. Berapakah efisiensi remediasi dan kapasitas remediasi N. commune

dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II))?

3. Bagaimanakah struktur morfologi sel N. commune setelah terpapar logam berat kadmium (Cd (II)) sebagai fungsi dari perubahan derajat keasaman (pH), waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa fikoremediator?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui nilai pH, waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa fikoremediator optimum dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)).

2. Mengetahui efisiensi remediasi dan kapasitas remediasi N. commune

dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)).

3. Mengetahui struktur morfologi sel N. commune setelah terpapar logam berat kadmium (Cd (II)) sebagai fungsi dari perubahan derajat keasaman (pH), waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa fikoremediator.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(25)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan di bidang biologi lingkungan, khususnya dalam aplikasi penggunaan agen biologis sebagai upaya pembersihan lingkungan dari pencemaran logam berat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai

kemampuan fikoremediasi N. commune terhadap logam berat

kadmium (Cd (II)) dengan melihat kondisi optimum, efisiensi, remediasi, kapasitas remediasi sebagai fungsi dari variasi waktu kontak, pH, konsentrasi logam berat kadmium dan massa fikoremediator serta efeknya terhadap struktur morfologi sel N. Commune, dengan demikian akan diperoleh tambahan informasi

mengenai kemampuan N. Commune sebagai fikoremediator logam

bera tkadmium (Cd (II)) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi N. commune.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk

pemanfaatan N. commune sebagai fikoremediator logam berat

kadmium (Cd (II)) untuk diterapkan pada limbah cair industri-industri yang mengandung logam berat kadmium (Cd (II)) seperti industri penyepuhan logam, industri batu baterai, industri plastik dan industri cat sebelum di buang ke lingkungan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat dalam memilih dan memilah N. commune yang akan digunakan sebagai bahan makanan.


(26)

7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Fikoremediasi

Fikoremediasi merupakan salah satu aplikasi bioremediasi dalam membersihkan bahan pencemar dari lingkungan dengan menggunakan agen biologis berupa algae. Lebih lanjut oleh Priadie (2012) bioremediasi didefinisikan sebagai upaya pembersihan lingkungan dari bahan pencemar dengan memanfaatkan proses biologis dan agen-agen biologis. Agen biologis yang dapat digunakan untuk meremediasi yaitu mikroorganisme, fungi, tumbuhan dan algae. Penggunaan fungi dalam remediasi lingkungan disebut

dengan “Mikoremediasi” (berasal dari kata, Mykes = fungi dan remediasi = proses perbaikan lingkungan). Penggunaan tumbuhan untuk meremediasi

lingkungan tercemar disebut dengan “Fitoremediasi” (berasal dari kata,

phyton= tumbuhan dan remediasi = proses perbaikan lingkungan), sedangkan penggunaan algae dalam meremediasi lingkungan disebut dengan

“Fikoremediasi” (berasal dari kata phycos = algae dan remediasi = proses perbaikan lingkungan). Mikoremediasi, Fitoremediasi dan Fikoremediasi merupakan aplikasi dari bioremediasi. Oleh karena itu, fikoremediasi dapat didefnisikan sebagai salah satu aplikasi bioremediasi yang menggunakan agen biologis yang berupa algae, baik itu mikroalgae maupun makroalgae untuk membersihkan bahan-bahan pencemar dari lingkungan

Penelitian yang memanfaatkan algae sebagai fikoremediator telah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa algae yang dapat digunakan sebagai fikoremediator logam-logam berat yaitu Nostoc muscorum yang berpotensi sebagai adsorben logam-logam berat Kromium (Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni) dan Perak (Ag) (Rai et al.,1990); Spirulina (Arthrospira) platensis berpotensi

dalam mengakumulasi timbal tanpa menghambat pertumbuhannya

(Zoechrova, 2011); dan Anabaena variabilis, Aulosira sp., Nostoc muscorum,

Oscillatoria sp. dan Westiellopsis sp. lebih efektif dalam menyerap Cr (VI)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(27)

and Ni (II) dalam kondisi segar dibandingkan dalam kondisi “dorman” (kering) (Prameswari et al., 2009). Selain algae yang telah disebutkan di atas, salah satu algae yang dapat dimanfaatkan sebagai fikoremediator logam berat yaitu Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault.

a. Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator

1) Klasifikasi Nostoc commune

Jamur Selo adalah sebutan untuk koloni N. commune yang ditemukan di wilayah Hutan Wanagama, Gunung kidul. Spesies ini dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Hutan Wanagama di Gunung Kidul. Penyebutan Jamur Selo diberikan oleh masyarakat di sekitar

Hutan Wanagama karena melihat kenampakannya seperti Jamur Kuping

yang menempel di permukaan tanah dan bebatuan (dalam bahasa Jawa,

Selo berarti batu). Namun demikan, penyebutan ini sebenarnya dirasa kurang tepat sebab Jamur Selo (koloni N. commune) tampak bewarna hijau-kebiruan yang menandakan adanya klorofil sebagai pigmen fotosintesis yang tidak dimiliki oleh anggota Fungi (Wahyudewi, 2009).

Gambaran koloni yang ditemukan di Hutan Wanagama, Gunung Kidul N.

commune disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Koloni Nostoc commune (Jamur Selo) di Hutan Wanagama, Gunung Kidul (Fauzi, 2011)

Keterangan:

A. Di lokasi tanah bebatuan B. Di lokasi tanah seresah commit to user


(28)

9

Berdasarkan identifikasi serta karakterisasi sel dan koloni yang dilakukan oleh Wahyudewi (2009) diketahui bahwa algae hijau-biru penyusun struktur Jamur Selo adalah spesies Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault. Berikut ini adalah klasifikasinya menurut Van Reine & Trono, (2001):

Kingdom : Monera

Divisi : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Nostocaceae

Genus : Nostoc

Spesies : Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

N. commune merupakan spesies yang masih diperdebatkan klasifikasinya karena spesies ini juga dimasukkan kedalam Kingdom Bacteria. Algae hijau-biru (Cyanophyta) lebih dikenal dengan sebutan bakteri hijau-biru (Cyanobacteria), hal ini dikarenakan algae ini memiliki hubungan yang lebih dekat dengan bakteri prokariotik dibandingkan dengan algae eukaryotik (Lee, 1989). Berikut adalah klasifikasinya menurut Guiry (2010):

Kingdom : Bacteria

Phylum : Cyanobacteria

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Nostocaceae

Genus : Nostoc

Spesies : Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

Pengklasifikasian N. commune ke dalam Cyanobacteria mengacu pada organisasi sel algae yang bersifat prokaryotik serta hubungan kekerabatan yang dekat dengan Eubacteria, sedangkan pengklasifikasian

N. commune ke dalam Cyanophyta karena mengacu pada karakteristik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(29)

algae yang dapat melakukan fotosintesis karena memiliki struktur tilakoid yang menyerupai kloroplas pada sel tumbuhan (Hock et al.,

1995; Campbell et al., 2002). Menurut Lee (2008) anggota

Cyanobacteria memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) sebagian besar memiliki pigmen fotosintesis berupa klorofil a dan fikobiliprotein, 2) memiliki produk simpanan dalam betuk glikogen, 3) memiliki dinding sel yang menyerupai dinding sel bakteri gram negatif dan 4) memiliki kapsul atau EPS (Extracellular Polymere Substance) berupa selebung lendir (mucilage) dan sedikit selulosa.

2) Nostoc commune

Nostoc merupakan spesies kosmopolitan yang dapat ditemukan pada habitat terestrial maupun akuatik; sebagai fitoplankton maupun secara berkoloni; ditemukan menempel secara berkoloni di tanah yang tidak tertutup oleh kanopi bersama dengan rumput-rumput yang lebat dan lumut; maupun ditemukan berasosiasi dengan fungi sebagai komponen fikobion dari lichen (Smith, 1966; Lee, 1989; Meeks, 1998, Dembitsky & Rezanka, 2005). N. commune dapat tumbuh optimal pada lingkungan dengan suhu 25 °C dan pH 6 – 7 (Whitton & Potts, 2000). Pada derajat keasaman (pH) asam (pH kurang dari 4) spesies ini tidak mampu hidup (Wahyudewi, 2009).

Menurut Trainor (1978), Casteholz & Waterbury (1989) dan Lee (2008), N. commune merupakan algae filamentous dengan karakteristik filamen tidak bercabang yang merupakan ciri dari anggota Ordo Nostocales. Algae ini tersusun atas 3 jenis sel yang memiliki peran masing-masing dalam metabolisme sel, yaitu:

1. Sel vegetatif merupakan sel yang berperan dalam proses

fotosintesis;

2. Heterokis merupakan sel berperan dalam fiksasi nitrogen. Sel ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sel


(30)

11

vegetatif. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya, heterokis tampak lebih jernih dibanding sel vegetatif (Gambar 2).

3. Akinet merupakan sel yang berperan sebagai spora istirahat pada kondisi yang tidak menguntungkan dan akan berkecambah membentuk filamen baru apabila kondisi lingkungan telah sesuai. Secara umum, akinet juga memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan sel vegetatif. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya akinet tampak jauh lebih gelap dibanding dengan sel vegetatif. Morfologi sel N. commune disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi sel Nostoc commune (Wahyudewi, 2009)

Keterangan:

A. Kenampakan di bawah mikroskop cahaya perbesaran 1000X B. Kenampakan di bawah mikroskop cahaya perbesaran 400X ak = akinet; ht = heterokis; v = sel vegetatif

Struktur makroskopis Jamur Selo terbentuk karena adanya

selubung lendir (mucilage) berupa gelatin yang menyatukan filamen-filamen N. commune (Dodds et al., 1995; Wahyudewi, 2010). Selain berfungsi membentuk struktur makroskopis, selubung lendir tersebut juga berfungsi melindungi sel dari kekeringan (Smith, 1966; Whitton & Potts, 2000). Spesies ini melakukan reproduksi dengan pembelahan biner yang dapat terjadi dengan cara perkecambahan akinet dan pembentukan hormogonia (Trainor, 1978; Lee, 1989).

N. commune merupakan spesies yang mampu mentoleransi kondisi acute stress-water dan mampu bertahan pada kondisi “kering”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(31)

selama bertahun-tahun. Organisme seperti ini seringkali disebut sebagai

anhydrobiotics, yaitu organisme yang dapat bertahan untuk waktu yang lama pada kondisi kehilangan sebagian besar air di cairan intraselulernya (Lee, 2008). Pada kondisi kekeringan, N. commune ini akan mengalami

“dormansi”. Spesies ini mampu bertahan hidup karena adanya akinet sebagai spora istirahat, dimana pada protoplasmanya berisi penuh cadangan makanan berupa glikogen. Selama dormansi, sel ini memanfaatkan cadangan makanan dalam akinet untuk terus hidup. Pada saat kondisi lingkungan cukup air, atau pada saat musim penghujan atau dengan merendam algae ini dengan air selama 30 menit (rehidrasi), maka akinet akan berkecambah membentuk filamen baru. Kemampuan akinet beristirahat dapat mencapai 70 tahun dengan tetap memiliki kemampuan untuk kembali berkecambah (Smith, 1996; Lee, 1989; Lee, 2008). Menurut Wahyudewi (2009), pada musim kemarau, N. commune yang ditemukan di hutan wanagama dalam kondisi kering berwarna hitam dan membentuk struktur seperti kerak (Gambar 3).

Gambar 3. Koloni Nostoc commune pada Kondisi Segar dan Kering (Fauzi, 2011)

Keterangan:

A. Kondisi segar yang ditemukan pada musim hujan B. Kondisi kering yang ditemukan pada Musim Kemarau


(32)

13

3) Manfaat Nostoc commune

N. commune telah lama dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh manusia. Sejak 1500 tahun lalu N. commune telah dimanfaatkan oleh masyarakat China sebagai bahan penyedap masakan untuk makanan di kalangan kerajaan (Lee, 1898). Di Filipina dan Jepang spesies ini dijadikan campuran mie dan salad. Di Amerika Serikat N. commune dijadikan bahan makanan dalam bentuk bola berwarna gelap yang disebut Nostoc ball (Trainor, 1978). Di Indonesia, oleh masyarakat

Gunung Kidul N. commune banyak dimanfaatkan sebagai bahan

makanan (Wahyudewi, 2009). Pemanfaatan N. commune sebagai bahan makanan kaya protein dikarenakan spesies ini memiliki kandungan protein tinggi dan asam amino essensial yang penting bagi tubuh (Van Reined & Trono, 2001). Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Susilowati (2010) yang menyatakan bahwa N. commune mengandung 20,00 – 68,78% protein per gram berat keringnya. Spesies ini juga mensintesis delapan asam amino essensial yang meliput: metionin, valin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, arginin dan lisin sehingga dapat dikatakan bahwa protein pada N. commune memilliki kualitas yang baik karena dapat menyediakan asam amino esensial yang dibutuhkan manusia.

4) Pertumbuhan Nostoc commune dalam Batch Kultur

Kultur yang umum digunakan untuk percobaan dengan algae adalah batch culture atau kultur sekali unduh. Hal ini dikarenakan sistem operasi batch culture tergolong sederhana dan cukup mudah dilakukan.

Batch culture merupakan kultur pada medium yang mengandung nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah tertentu, tanpa ada pengurangan dan penambahan dari luar. Pada kultur ini inokulan berupa sebagian kecil populasi algae yang ditempatkan pada wadah kultur berisi medium dengan jumlah tertentu dan diinkubasikan pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan cara mengatur cahaya, suhu dan aerasi yang sesuai. Isolat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(33)

algae membutuhkan kondisi lingkungan yang cocok untuk dapat tumbuh (Fogg & Thake, 1987; Lee et al., 2013). Oleh karena itu medium yang digunakan komposisinya disesuaikan dengan kebutuhan algae yang dikulturkan (Fauzi, 2010). Pada metode batch seringkali terdapat endapan nutrien atau inokulan didasar wadah kultur jika dibiarkan dalam waktu yang lama, oleh karena itu pengadukan atau mixing sangatlah penting. Pengadukan diperlukan untuk menjamin pertukaran nutrien dan oksigen secara merata pada medium (Lee et al., 2013).

Batch culture memiliki persyaratan sterilasi yang rendah, yaitu tidak perlu dilakukan sterilisasi secara lengkap dengan membunuh semua kontaminan yang ada. Metode yang digunakan adalah kultur unialgal, yaitu kultur satu jenis algae namun tidak bebas dari jamur dan bakteri. Hal ini dikarenakan algae membutuhkan bantuan jamur dan bakteri untuk dapat tumbuh optimal (Bouterfaz, 2002).

Gambar 4. Kurva Pertumbuhan N. commune Pada Batch Kultur (Fogg & Thake,1987; Zoechrova, 2011)

Keterangan:

1. Fase lag; 2. Fase eksponensial; 3. Fase stasioner; 4. Fase kematian

Dinamika populasi N. commune pada batch kultur dapat

digambarkan dengan kurva sigmoid (Gambar 4). Secara umum dinamika populasi algae pada batch kultur dapat digambarkan melalui empat fase yaitu (Fogg & Thake, 1987):


(34)

15

1. Fase Lag

Berdasarkan penelitian Zoechrova (2011), N. commune mengalami fase lag pada hari pertama setelah inokulasi. Fase lag pada N. commune berlangsung selama beberapa jam setelah inokulasi dilakukan. Pada fase ini, algae mengalami perubahan lingkungan (lingkungan kultur) yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Selama fase lag ini, algae menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan yang baru sehingga laju pertumbuhan menjadi rendah. Organisme sering tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Sel menjadi sensitif terhadap suhu atau perubahan lingkungan lainnya (Fogg & Thake, 1987). Pada saat fase lag, organisme tidak mengalami penambahan jumlah yang signifikan, karena pada fase ini terjadi stres fisiologis yang disebabkan terjadinya perbedaan lingkungan tempat hidup. Lamanya fase ini tergantung dari jenis algae dan jenis mediumnya. Hal in berkaitan dengan adaptasi algae terhadap medium yang digunakan (Black, 2008).

2. Fase Eksponensial

Setelah algae beradaptasi terhadap kondisi medium yang diberikan, sel masuk ke fase pertumbuhan. Dalam sebuah kultur, dimana ada persediaan nutrien dan cahaya, maka biomassa algae akan bertambah per waktu secara proposional. Pada fase ini jumlah nutrien masih cukup banyak, oleh karena itu pertumbuhan terjadi secara eksponensial yang ditandai dengan jumlah massa sel meningkat seiring terhadap waktu dan sel-sel membelah pada laju yang konstan. Keadaan ini sangat penting dalam menentukan keadaan kultur (Fogg & Thake, 1987; Black, 2008; Zoechrova, 2011). Berdasarkan penelitian Zoechrova (2011), N. commune mulai mengalami fase eksponensial pada hari pertama setelah inokulasi. Fase eskponensial berlangsung selama 5 hari hingga hari ke-5.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(35)

3. Fase Stasioner

Pada fase ini suplai cahaya untuk sel algae menjadi terbatas yang dikarenakan kepadatan kultur. Pada fase ini pembelahan sel mulai berkurang. Jumlah sel baru sama dengan jumlah sel yang mati sehingga pertumbuhan sel akan berlangsung secara konstan. Kurva pertumbuhan menunjukkan mendekati nilai limit, yaitu fase stasioner (Fogg & Thake, 1987; Black, 2008). Berdasarkan penelitian Zoechrova (2011), tidak ditemukan adanya stasioner pada kurva pertumbuhan N. commune. Hal ini dikarenakan, kemungkinan fase ini hanya terjadi selama beberapa jam pada hari 5 menuju hari ke-6, sedangkan pengamatan yang dilakukan oleh Zoechrova adalah per 24 jam.

4. Fase Kematian

Fase ini merupakan berakhirnya fase stasioner, yaitu fase dimana pertumbuhan terhambat dan populasi sel berkurang. Terjadinya fase ini disebabkan oleh umur kultur yang sudah tua, suplai cahaya dan nutrien yang terbatas sehingga tidak mendukung terjadinya pembelahan sel. Pada fase ini laju kematian menjadi tinggi, jumlah sel akan berkurang secara logaritmik yang diindikasikan dengan garis lurus atau garis miring yang menurun dan populasi algae menjadi rusak secara sempurna (Fogg & Thake, 1987; Black, 2008). Berdasarkan penelitian Zoechrova (2011), N. commune mulai mengalami fase kematian pada hari ke 6. Fase kematian N. commune

terus berlangsung hingga hari ke-9.

Pertumbuhan algae dalam laboratorium sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, yaitu:

a. Suhu

Secara umum, algae dapat tumbuh pada kisaran suhu 16 – 17ºC. Namun demikian, sebagian besar kultur algae diletakkan pada temperatur konstan antara 20 commit to user – 25ºC. Hal ini dikarenakan kultur


(36)

17

algae dapat tumbuh optimal dalam ruangan dengan temperatur yang konstan atau dengan variasi temperatur yang rendah (Trainor, 1978). Menurut Whitton & Potts (2000), N. commune dapat tumbuh dengan optimal pada suhu 25ºC.

b. Cahaya

Cahaya memiliki peran penting bagi pertumbuhan algae, sebab cahaya merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis. Secara umum algae mampu tumbuh pada kisaran cahaya dengan intensitas 1.000 – 10.000 Lux. Namun demikian algae dapat tumbuh optimal dengan intensitas cahaya 2.500 – 5.000 Lux. Cahaya buatan yang biasa digunakan di laboratorium ialah cahaya fluorescent dari lampu pijar. Lampu ini akan menyediakan cahaya dengan kekuatan 4000 - 6000 Lux (Zoechrova, 2011).

c. Derajat Keasaaman (pH)

Setiap mikroorganisme memiliki pH optimum untuk dapat tumbuh dengan optimal. Sebagian besar algae hanya dapat tumbuh optimal pada kondisi lingkungan yang netral, yaitu dg pH berkisar antara 6 – 7 dan tidak dapat hidup pada pH yang lebih rendah, bahkan hanya 1 unit dari pH optimumnya. N. commune dapat tumbuh optimal pada kisaran pH 6 – 7 dan tidak dapat tumbuh pada kondisi pH Asam (di bawah pH 4) (Whitton & Potts, 2000; Black, 2008).

d. Nutrisi

Pertumbuhan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh nutrisi. Oleh karena itu kultur algae harus diperkaya dengan nutrien untuk melengkapi kekurangan nutrisi dalam medium kultur (Black, 2008; Zoechrova, 2011).

e. Mixing

Mixing diperlukan untuk mencegah sedimentasi sel algae, menjamin pemerataan cahaya, pemerataan nutrien, dan meningkatkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(37)

pertukaran gas antara medium kultur dan udara (Zoechrova, 2011; Ariono, 1996).

b. Fikoremediasi oleh Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault 1) Mekanisme Adsorbsi

Adsorbsi merupakan suatu proses penyerapan zat tertentu oleh suatu padatan yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tersebut (Atkins, 1999). Ikatan yang bertanggung jawab dalam adsorbsi adalah gaya tarik Van Der Waals, pembentukan ikatan nitrogen, pertukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen (Apriliani 2010). Adsorbsi dapat terjadi pada antarfasa, padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat pada bagian permukaan di sebut adsorbat, sedangkan permukaan yang menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben.

Menurut Apriliani (2010) berdasarkan besarnya interaksi antara adsorben dan adsorbat, adsorbsi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu adsorbsi fisika dan kimia.

a) Adsorbsi Fisika

Dalam adsorbsi fisika, molekul-molekul teradsorbsi pada permukaan adsorben dengan ikatan yang lemah. Adsorbsi ini terjadi karena adanya gaya tarik menarik yang lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben, gaya ini disebut gaya Van Der Waals. Akibatnya adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukan lain dari adsorben. Adsorbsi ini berlangsung secara cepat, dapat membentuk banyak lapisan dan bersifat balik (reversible). Oleh karena itu molekul-molekul yang teradsorbsi mudah dilepaskan kembali.

b) Adsorbsi Kimia

Pada adsorbsi kimia, molekul-molekul yang teradsorbsi pada permukaan adsorben bereaksi secara kimia, karena adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben dimana terbentuk commit to user


(38)

19

ikatan kovalen dengan ion sehingga terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan. Adsorbsi ini bersifat tidak balik (irreversible)

dan hanya membetuk lapisan tunggal.

Proses adsorbsi melalui pertukaran ion dan komplekasi hanya berlangsung pada lapisan permukaan sel yang mempunyai situs-situs yang bermuatan berlawanan dengan muatan ion logam sehingga interaksinya merupakan reaksi pasif dan relatif cepat. Molekul adsorbat secara kimiawi dianggap mempunyai situs aktif yang mampu berinteraksi dengan logam permukan sel seperti fosfat, karboksil, amina dan amida. Proses adsorbsi melalui pertukaran ion ini dipengaruhi oleh banyaknya proton dalam larutan yang berkompetisi dengan ion logam pada permukaan adsorben. Pada pH rendah kemelimpahan proton melimpah, sehinga peluang terjadinya pengikatan logam relatif kecil (Apriliani, 2010).

2) Mekanisme Fikoremediasi

Fikoremediasi adalah upaya pembersihan lingkungan dari bahan-bahan pencemar dengan menggunakan agen biologi berupa algae, baik mikroalgae maupun makroalgae sebagai adsorben. Algae yang berperan sebagai adsorben dapat disebut sebagai fikoremediator. Menurut Apriliani (2010), pembersihan bahan pencemar dari lingkungan oleh fikoremediator dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu pengikatan aktif dan pengikatan pasif. Pengikatan aktif melibatkan reaksi metabolisme yang hanya terjadi pada fikoremediator dalam keadaan hidup (algae segar), sedangkan pengikatan pasif tidak melibatkan reaksi metabolisme yang terjadi pada penggunaan fikoremediator yang telah mati (algae kering).

Metode ini dilakukan dengan menggunakan cara batch atau statis, sebab kultur yang paling umum yang digunakan untuk percobaan dengan algae adalah batch culture atau kultur statis. Metode ini tergolong mudah dan sederhana sehingga tidak membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Penggunaan algae sebagai agen biologis yang mudah diperoleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(39)

serta metode batch sesuai dengan konsep fikoremediasi sebagai salah satu upaya penghilangan logam berat yang murah dan ramah lingkungan. Proses fikoremediasi ini dilakukan dengan memasukan algae kedalam suatu wadah berisi larutan dengan komponen logam berat yang diinginkan, kemudian diaduk dalam waktu tertentu, dan dipisahkan dengan cara penyaringan (Apriliani, 2010).

Mekanisme interaksi antara ion logam dan algae sangatlah kompleks, namun pemahaman mengenai proses ini belum banyak diketahui. Dinding sel algae mengandung berbagai gugus kation dan anion termasuk gugus hidroksil, sulfihidril, karboksil dan amino. Komponen dinding sel tersebut dan EPS (Extracellular Polymere Substance) menyediakan permukaan adsorpsi yang spesifik untuk ion logam yang ada dalam suatu larutan. Mekanisme ini melibatkan berbagai interaksi seperti adsorpsi fisik, kimiawi, ion-exchange,dan complexation

(Wong & Tam, 1998; Crawford & Crawford, 1996).

Secara umum, proses pengambilan ion logam pada mikroalgae melewati dua tahap yaitu rapid stage dan slow stage.

1) Rapid stage

Pada rapid stage, ion logam diadsorbsi secara langsung oleh permukaan sel dan EPS (Extracellular Polymere Substance) melalu mekanisme passive uptake atau biosorbsi yang terjadi secara cepat. Proses ini bersifat bolak baik dan cepat serta dapat terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomassa. Pada proses ini, ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda, yaitu:

a. Pertukaran ion monovalen dan divalen seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel yang digantikan oleh ion-ion logam berat b. Formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus

fungsional seperti karbonil, karboksil, amino, sulfihidril, phospat, hidroksil dan fosfatyang berada pada dinding sel. Pada tahap ini ion logam menjadi terakumulasi pada permukaan sel


(40)

21

2) Slow stage

Slow stage merupakan tahap selanjutnya yang membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada tahap ini, ion logam yang terakumulasi di permukaan sel ditranspor melalui membran sel menuju sitoplasma dengan mekanisme active uptake. Active uptake dapat terjadi pada berbagai sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi dalam proses konsumsi ion logam untuk pertumbuhan mikroorganisme (Onrizal, 2005). Sebagai contoh yaitu logam kadmium (Cd)

Staphylococcus aureus yang ikut masuk kedalam sitoplasma bersamaan dengan transport aktif logam Mg. Pada tahap ini ion logam menjadi terakumulasi di sitoplasma sebagai granula intraseluler. Bioakumulasi intraselular terjadi karena adanya makromolekul berupa

peptida pengikat logam (metal-binding peptida) seperti

metallothioneins (MTs) dan fitokhelatin. Peptida pengikat logam merupakan peptida yang memiliki banyak mengandung asam amino sistein dan memiliki berat molekul rendah. Akumulasi ion logam berat terjadi karena adanya sisi pengikat ion logam dengan afinitas yang tinggi (high affinity binding sites), yaitu Thiol (Sulfihidril, -SH). (Prasetyawati, 2009; Chen & Pan, 2005)

Proses biosorpsi logam berat oleh algae dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti: pH media, konsentrasi logam berat, waktu kontak antara algae dengan logam, sifat ion logam yang digunakan, kehadiran ion logam lain, dan sistem biologis organisme yang digunakan serta lingkungan tempat berlangsungnya proses tersebut (Pinaz & Bonilla, 1991; Zoechrova, 2011).

3) Kapasitas dan Efisiensi Fikoremediasi

Kemampuan remediasi merupakan sebuah parameter yang menunjukkan kerja sistem adsorbsi suatu adsorben dalam menyerap adsorbat. Kemampuan remediasi suatu adsorben dapat diketahui dengan pengukuran beberapa parameter, yaitu efisiensi remediasi dan kapasitas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(41)

remediasi. Menurut Apriliani (2010), fikoremediator yang baik adalah adsorben yang memiliki kapasitas adsorbsi dan presentase penyerapan tertinggi.

Presentase adsorbsi (Efisiensi adsorbsi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

=

�1−�2

�1

× 100%

...(1)

Sedangkan kapasitas adsorbsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

=

�1−�2

×

...(2) Keterangan:

Q = Kapasitas adsorbsi per bobot molekul (mg/g) C1 = Konsentrasi awal larutan (mg/L)

C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/L) m = Massa fikoremediator (g) V = Volume larutan (L) E = Efisiensi adsorbsi (%)

4) Isoterm Adsorbsi

Isoterm adsorbsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terserap pada padatan terhadap konsentrasi larutan. Persamaan yang digunakan untuk menjelaskan data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich, Langmuir, serta Brauner, Emmet dan Teller (BET). Tipe isoterm adsorbsi untuk mempelajari mekanisme adsorbsi pada fase cair-padat pada umumnya menganut tipe isoterm Langmuir dan Freundlich (Atkins, 1999).

Isoterm adsorbsi Langmuir merupakan proses adsorbsi yang berlangsung secara kimisorpsi satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorbsi yang terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat antara sisi aktif permukaan dengan sisi aktif molekul adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas elektron. Adsorbsi terjadi karena ikatan kimia biasanya bersifat


(42)

23

spesifik, sehingga permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat dengan satu lapisan (Apriliani, 2010).

Menurut Atkins (1999), isoterm Langmuir dapat diperoleh dari persamaan:

=

1

∝�

+

1

...(3)

dimana:

x/m = berat zat yang diadsorbsi (mg/g)

C = konsentrasi adsorbat dalam larutan (mg/L)

Model isoterm Langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan adsorben, dengan asumsi bahwa semua memiliki energi yang sama dan adsorbsi bersifat dapat balik (irreversible) (Atkins, 1999; Handayani & Sulistiyono, 2009).

Isoterm Freundlich menggambarkan antara sejumlah komponen yang teradsorbsi per unit adsorben dan konsentrasi komponen tersebut pada kesetimbangan. Isoterm Freundlich dapat diperoleh dari persamaan:

log

= log

+

1

log

...(4) dimana:

x/m = berat zat yang diadsorbsi (mg/g)

C = konsentrasi adsorbat dalam larutan (mg/L)

k, n = tetapan

Isoterm Freundlich menganggap bahwa semua sisi permukaan adsorben akan terjadi adsorbsi pada kondisi yang diberikan. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben memiliki permukaan heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi adsorbsi yang berbeda-beda (Apriliani, 2010; Handayani & Sulistiyono, 2009).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(43)

2. Logam Berat Kadmium (Cd)

Logam berat adalah semua jenis logam yang mempunyai berat jenis ≥ 5g/cm3. Istilah logam berat secara khas mencirikan suatu unsur yang merupakan konduktor yang baik, mudah ditempa, bersifat toksik dalam biologi dan mempunyai nomor atom 22-92 dan terletak pada periode III dan IV dalam sistem periodik unsur (Apriliani, 2010; Cotton &Wilkinson, 1986).

Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih keperakan, mengkilap dan lunak dengan massa atom 112,41 g/mol dengan titik cair 594,26ºC dan titik didih 1040ºC. Di dalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya memiliki bilangan valensi 2+ (Sunardi, 2006). Logam ini adalah salah satu logam yang dikelompokkan dalam jenis logam berat non-esensial. Secara alami kadmium dapat ditemukan pada lapisan kerak bumi dalam jumlah yang relatif sedikit (0,15 – 0,20 g/g) (WEAST, 1981). Logam kadmium ditemukan di alam dalam mineral Greennockite (CdS) dan pada mineral spalerite (ZnS) (Bijih seng). Greennockite (CdS) ini jarang ditemukan di alam, sehingga sebagian besar logam kadmium diperoleh dari produk samping peleburan bijih seng. Biasanya pada konsentrat bijih seng dapat diperoleh 0,2 – 0,4% logam kadmium (Darmono, 1999). Kandungan kadmium di alam dapat meningkat karena proses alamiah, seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan, maupun karena aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil, pertambangan, aktivitas industri, dan penggunaan pupuk anorganik (Agency for Toxic Substance and Disease Registry selanjutnya disebut ATSDR, 1999).

Sifat kadmium yang lentur, tahan tekanan dan mempunyai titik lebur yang rendah menyebabkan unsur ini seringkali dimanfaatkan sebagai bahan campuran logam lain seperti nikel, perak, tembaga dan besi. Selain itu, karena sifatnya yang tahan panas, logam ini baik untuk campuran pembuatan bahan-bahan keramik, enamel dan plastik. Logam ini juga seringkali dimanfaatkan untuk melapisi plat besi dan baja karena logam ini tahan terhadap korosi (Lu, 2006). Selain itu, logam ini juga dimanfaatkan untuk aplikasi sepuhan listrik (electroplating), pembuatan solder, pembuatan tabung TV, pembuatan commit to user


(44)

25

pigmen cat dengan membentuk beberapa garamnya seperti kadmium oksida yang dikenal sebagai kadmium merah dan dalam pembuatan batu baterai, terutama baterai Ni-Cd (Sarjono, 2009).

a. Bahaya Logam Berat Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan salah satu jenis logam yang berbahaya karena unsur ini memiliki efek toksisitas yang tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah. Hal ini dikarenakan logam ini mudah diadsorbsi dan terakumulasi pada organisme hidup (manusia, hewan dan tumbuhan). Dalam tubuh organisme, kadmium (Cd (II)) akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi. Jika kadmium teradsorpsi ke dalam tubuh, logam ini akan membentuk kompleks dengan protein sehingga mudah diangkut dan terakumulasi ke hepar dan ren bahkan sejumlah kecil dapat sampai ke pankreas, usus, dan tulang. (Szymczyk & Zalewski, 2003).

Kadmium dalam tubuh dapat terakumulasi dalam hati dan ginjal, dimana logam berat kadmium (Cd (II)) terikat dengan gugus sufhidril (-SH) pada protein-non enzim dengan berat molekul rendah, thionein, yang membentuk gugus protein logam yang disebut metalothionein, serta terikat dengan gugus karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas disebabkan oleh interaksi antara logam berat kadmium (Cd (II)) dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh (Darmono, 1995).

Keracunan kadmium bersifat akut dan kronis. Keracunan akut muncul setelah 4 – 10 jam sejak penderita terpapar oleh logam berat kadmium (Cd (II)). Paparan kadmium secara akut dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, daya tahan tubuh melemah, kerusakan hepar, kerusakan ginjal, sakit kepala, kedinginan hingga menggigil, nyeri otot, menimbulkan penyakit paru-paru akut, diare, dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Sementara itu, keracunan kadmium bersifat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(45)

kronis dapat merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain: sistem pernafasan, sistem respirasi, sistem sirkulasi, sistem reproduksi, sistem saraf, bahkan dapat menyebabkan kerusakan jantung dan kerapuhan tulang (Widowati dkk., 2008).

Bagi manusia, kadmium merupakan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker paru-paru, prostat, hepar, pankreas dan ren. Sifat karsinogenik kadmium menyebabkan logam berat tersebut diurutkan sebagai peringkat pertama agen mutagenik bagi organisme hidup. Toksisitas kadmium di sebebabkan karena unsur ini tidak diketahui memiliki fungsi biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan dapat menginaktivasi berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel (Rumahlatu dkk., 2012).

b. Metode Pengukuran Kadmium (Cd) dengan Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS)

Untuk pemeriksaan logam kadmium secara kuantitatif dilakukan

dengan metode Atomic Adsorption Spectrometer (AAS) atau

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). AAS merupakan metode yang memanfaatkan fenomena penyerapan energi sinar oleh atom netral dalam bentuk gas sebagai dasar pengukuran. Metode ini sangat tepat digunakan untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Apriliani, 2010).

Dalam analisis AAS, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. ada berbagai alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi atom bebasnya, yaitu:

1) Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara ini, nyala berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi. Suhu yang dapat dicapai nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan. Untuk batu commit to user


(46)

27

bara suhunya 1800ºC; gas alam-udara suhunya 1700ºC; asitelin-udara suhunya 2200ºC; dan asitelin-dinitrogen oksida suhunya 3000ºC. Pemilihan macam bahan bakar dan gas pengoksidasinya serta komposisis perbandinganya sangat mempengaruhi suhu nyala. Untuk logam kadmium (Cd (II)) sumber nyala yang digunakan adalah campuran asitelin sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Sudjadi, 2012).

2) Tanpa nyala (Flameless)

Pada metode ini pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit yang dikembangkan oleh Masmann. Tungku grafit ini selanjutnya dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral.

Menurut Apriliani (2010), metode AAS berprinsip pada adsorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom tersebut akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Kadmium menyerap cahaya pada panjang gelombang 228,28 nm (Stoeppler, 1992). AAS adalah cara analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi gelombang elektromagnetik oleh populasi atom yang berbeda pada tingkat energi yang lebih tinggi. Jika pada sejumlah populasi atom yang berada pada tingkat energi dasar (E0) diberikan seberkas radiasi gelombang elektromagnetik dengan tingkat energi tertentu (sesuai dengan besarnya energi untuk menaikkan tingkat energi atom dari E0→E1) maka sebagian energi radiasi akan diserap oleh atom dan tingkat energi atom akan naik dari E0→E1. Energi radiasi yang tidak terserap akan keluar dari populasi atom dan intensitasnya akan berkurang sesuai dengan jumah atom yang mengalami perpindahan tingkat energi (Apriliani, 2010). Analisa ini didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas maka sebagian cahaya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(47)

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel (Stoeppler, 1992).

Gambar 5. Skema Komponen Alat Atomic Adsorption

Spectrometer-Flame (FAAS)

Komponen utama alat Atomic Adsorption Spectrometer-Flame

(FAAS) atau Spektofotometer Serapan Atom-Nyala (SSA-Nyala) adalah sebagai berikut:

1) Sumber Cahaya

Sumber cahaya berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi adsorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Sumber cahaya yang banyak digunakan adalah lampu katoda berongga.

2) Sistem Atomisasi

Sistem pangatoman terdiri dari pembakar (burner), pengabut (nebulizer) dan pengatur aliran gas dan kapiler. Sistem pengatoman berfungsi untuk mengubah populasi unsur larutan menjadi populasi atom. Proses yang terjadi yaitu: gas pembakar dan sampel dialirkan ke dalam spray chamber. Selanjutnya terjadi pengubahan cairan kedalam bentu kabut aerosol (nebuli). Titik-titik kabut terpisah dengan sebaran ukuran yang benar, dimana titik air yang besar akan turun kebawah sedangkan yang halus (diameter partikel < 2 µm) masuk kedalam


(48)

29

burner. Setelah itu terjadi pencampuran kabut dengan gas pembakar kemudian dimasukkan ke dalam burner.

3) Sistem Monokromator

Sistem monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi dari lampu katoda yang tidak terserap oleh populasi atom dari radiasi lain-lain yang tidak diperlukan dan akan mengganggu pengukuran intensitas radiasi yang diperlukan.

4) Detektor

Detektor berfungsi untuk mengubah intensitas radiasi menjadi arus atau sinyal listrik. Hasil keluaran dari detektor akan dimasukkan ke dalam suatu sistem pencatatan. Alat pencatatan ini digunakan untuk mengubah dan mencatat sinyal-sinyal listrik yang berasal dari detektor menjadi suatu bentuk yang mudah dibaca oleh operator. Misalnya bentuk angka digital sesuai hasil analisis.

5) Sitem Pengolahan dan Pencatat

Sistem pengolahan berfungsi untuk mengolah kuat arus yang dihasilkan oleh detektor menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi besaran konsentrasi. Pencatat berfungsi untuk mencatat hasil yang dikeluarkan oleh sistem pengolahan.

3. Asas Lingkungan

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1, ayat 1, UU No. 32 PPLH 2009). Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa lingkungan hidup terdiri dari 3 komponen yaitu Abiotik, Biotik dan Kultur. Kondisi dan tata hubungan antara komponen lingkungan mempunyai keteraturan/ menganut asas tertentu. Asas dasar lingkungan terdiri dari 14 asas. Ke empat belas asas lingkungan ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu 1) asas 1 – 6 adalah

asas-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(49)

asas mengenai sumber daya alam, 2) asas 7 – 8 adalah asas-asas mengenai keanekaragaman, 3) asas 9 – 12 adalah asas-asas mengenai stabilitas ekosistem, dan 4) asas 13 – 14 adalah asas-asas mengenai populasi. Empat belas asas lingkungan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Empat belas Asas Lingkungan (Sastrawijaya, 2000). Beradasarkan pemaparan masing-masing asas lingkungan pada Gambar 6, diketahui bahwa penelitian ini “N. commune Vaucher ex Bornet &


(50)

31

asas ke-4. Menurut Sastrawijaya (2000), asas keempat dinamakan asas penjenuhan. Kemampuan lingkungan untuk menyokong suatu materi ada batasnya. Untuk semua kategori sumber daya alam yang pengadaannya sudah mencapai optimum, pengaruh kenaikan dapat menurun dengan penambahan sumber daya alam tersebut hingga tingkat maksimum. Asas ini menjelaskan bahwa penggunaan sumber daya alam hingga batas maksimal atau bahkan melebihi batas maksimal tidak akan menimbulkan pengaruh yang menguntungkan lagi. Seperti halnya pada penelitian ini, kemampuan N. commune dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)) ada batasnya. Penambahan berbagai parameter hingga mencapai atau melebihi maksimal justru akan menurunkan kemampuan N. commune dalam meremediasi Cd (II). Hal ini disebabkan kenaikan pengadaaannya yang melebihi batas maksimal justru akan merusak karena kesan peracunan dari penjenuhan Cd (II) tersebut. Batas N. commune dalam meremediasi Cd (II) disebut sebagai kondisi setimbang atau kondisi optimal. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemampuan terbaik dari N. commune dalam meremediasi Cd (II) pada penelitian ini dicari kondisi optimal pada masing-masing parameternya.

B. Kerangka Berpikir

Pencemaran logam berat kadmium yang terjadi di lingkungan merupakan sebuah proses yang berhubungan erat dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pembuangan limbah cair berbagai industri ke perairan berkontribusi terhadap pencemaran logam berat kadmium di lingkungan. Logam berat kadmium memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Keberadaaanya yang berlebihan di lingkungan dapat membahayakan organisme hidup di sekelilingnya. Oleh karena itu, keberadaannya harus diminimalkan atau bahkan dihilangkan dari lingkungan.

Salah satu upaya untuk menghilangkan/ meminimalkan pencemaran

kadmium adalah fikoremediasi. Fikoremediasi merupakan upaya

pembersihan bahan pencemar menggunakan agen biologis berupa algae. N. commune adalah salah satu algae yang berpotensi sebagai fikoremediator

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(51)

logam berat kadmium (Cd (II)). Hal ini dikarenakan N. commune memiliki EPS (Ekstraseluller Polymere Substance) dan komponen dinding sel yang mengandung berbagai gugus anion seperti hidroksil, sulfihidril, karboksil dan amino serta peptida pengikat logam yang menyediakan permukaan absorbsi spesifik untuk ion-ion logam berat. Permukaan absorbsi spesifik tersebut bertanggung jawab pada kemampuan algae ini dalam mengikat logam berat, khususnya kadmium (Cd (II)). Kemampuan N. commune dalam mengikat logam berat kadmium (Cd (II)) dapat diukur dengan menggunakan dua parameter, yaitu Efisiensi remediasi dan kapasitas remediasi. N. commune

dikatakan mampu meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)) dengan baik apabila memiliki nilai efisiensi dan kapasitas remediasi yang tinggi.

Proses remediasi logam berat kadmium oleh N. commune sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti: pH, konsentrasi logam berat, waktu kontak dan massa fikoremediator yang digunakan. Pengaruh faktor-faktor lingkungan tersebut penting dalam proses remediasi karena parameter tersebut dapat mempengaruhi sifat kelarutan logam berat kadmium dalam larutan, kemampuan hidup N. commune sebagai fikoremediator dan reaksi adsorbsi antara logam berat kadmium dan komponen aktif pada N. commune. Setiap reaksi adsorbsi suatu adsorbat oleh suatu adsorben memiliki kondisi optimal yang berbeda pada masing-masing parameter. Oleh karena itu perlu ditentukan kondisi optimal masing-masing parameter pada proses adsorbsi logam berat kadmium (Cd (II)) oleh N. commune.

Pada proses remediasi oleh N. commune terjadi interaksi antara logam berat kadmium (Cd (II)) dengan sel-sel N. commune melalui berbagai mekanisme seperti pertukaran ion, pembentukan formasi kompleks dan pembentukan ikatan dengan peptida pengikat logam (metal-binding peptides). Interaksi sel dengan kadmium (Cd (II)) yang berifat toksik ini dapat menginaktivasi berbagai aktivitas enzim dan mengganggu proses metabolisme sel. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga dapat merubah struktur morfologi sel N. commune. Untuk lebih jelas dapat dilihat


(52)

33

Gambar 7. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

1. N. commune memiliki nilai pH, waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa fikoremediator optimum tertentu dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)).

2. N. commune memiliki kapasitas dan efisiensi remediasi tertentu dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)).

3. N. commune mengalami perubahan pada struktur morfologi sel setelah terpapar ion logam kadmium (Cd) yang bersifat toksik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(53)

34

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub Lab Kimia dan Biologi Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret pada bulan November 2013 hingga Juni 2014. Pengambilan sampel Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault telah dilakukan di area hutan Wanagama, Gunung Kidul pada bulan Agustus 2013.

B. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung erlenmeyer 100 mL untuk wadah perlakuan, gelas arloji ukuran sedang, timbangan analitik Sartorius untuk menimbang berat N. commune segar, pH meter merk Eutech untuk mengukur pH larutan, oven untuk mensterilisasi alat, pipet tetes, pinset untuk membantu mengambil dan memindahkan N. commune, tabung pembersih, tabung plastik 20 mL untuk tempat sampel N. commune setelah diuji dan botol vial 25 mL untuk tempat sampel larutan logam kadmium (Cd (II)) saat diuji dengan FAAS.

Peralatan yang digunakan untuk menganalisis kandungan logam kadmium (Cd (II)) pada N.commune yaitu Atomic Adsorption Spectrometer-flame (FAAS) merk Shimadzu dengan tipe AA-6650, stopwatch, labu ukur 100 mL, Lemari asam, Hot Plate merk Termolyne, gelas ukur 50mL, pipet ukur 1 mL, pipet ukur 5 mL, pipet ukur 10 mL, corong gelas ukuran sedang, dan kertas saring whatman 40.

Alat-alat yang digunakan untuk pengamatan struktur morfologi sel N. commune yaitu gelas kaca merk Sail Brand no 7105, kaca penutup merk Asisslent dengan ukuran 18x18, pipet tetes dan silet merk Goal untuk membuat sediaan squash N. Commune, serta mikroskop cahaya merk Nikon Eclipse dengan tipe E600 dan kamera merk Nikon dengan tipe Coolpix L15 untuk pengamatan struktur morfologi N. commune.


(54)

35

C. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault kering yang diambil di hutan Wanagama Gunung Kidul, larutan standart kadmium nitrat (Cd (NO3)2 dalam HNO3), asam nitrat pekat (HNO3) untuk preparasi larutan sampel untuk uji AAS, tissue untuk menyerap air berlebihan pada N. commune, alumunium foil, larutan buffer pH 4, 5, 6, 7, 8 dan 9, serta aquades untuk pengenceran dan membersihkan alat-alat gelas.

D. Cara Kerja

Garis besar cara kerja pada penelitian ini diringkas dalam skema prosedur kerja penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema Alur Kerja Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(1)

Lampiran 3. Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriterian Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

Temperatur oC Deviasi

3

Deviasi 3

Deviasi 3

deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan almiahnya Residu Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000


(2)

Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvesional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/ L

KIMIA ANORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar

rentang tersebut, maka

ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total Fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)


(3)

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/L

Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe ≤ 5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn ≤ 5 mg/L

Khlorida mg/l 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N


(4)

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Belereng sebagai

H2S

mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S <0,1 mg/L

MIKROBIOLOGI

Fecal coliform jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml / 100 ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

-Total coliform jml/100 ml 1000 5000 10000 10000

-RADIOAKTIVITAS

- Gross-A Bq /L 0,1 0,1 0,1 0,1

- Gross-B Bq /L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan Lemak ug /L 1000 1000 1000 (-) Detergen sebagai

MBAS

ug /L 200 200 200 (-)


(5)

sebagai Fenol

BHC ug /L 210 210 210 (-)

Aldrin / Dieldrin ug /L 17 (-) (-) (-)

Chlordane ug /L 3 (-) (-) (-)

DDT ug /L 2 2 2 2

Heptachlor dan ug /L 18 (-) (-) (-) heptachlor epoxide

Lindane ug /L 56 (-) (-) (-)

Methoxyclor ug /L 35 (-) (-) (-)

Endrin ug /L 1 4 4 (-)

Toxaphan ug /L 5 (-) (-) (-)

Keterangan:

Mg = miligram Ug = mikrogram Ml = mililiter L = liter Bq = Bequerel


(6)

Logam berat merupakan logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan Do.

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan Batas Minimum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan. Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan

Tanda < adalah lebih kecil

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd