PHP File Tree Demo BAB III
BAB-III
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
3.1.
AGENDA PENINGKATAN KESALEHAN SOSIAL DALAM BERAGAMA
3.1.1. SUB AGENDA PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA
A. KONDISI UMUM
Masyarakat Jawa Timur yanag pluralitas suku, agama, ras, bahasa dan
adat istiadat merupakan kekayaan yang menjadi modal dasar bagi pembangunan
bangsa menuju masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat adil, makmur,
damai dan sejahtera baik lahir maupun bathin dibawah naungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Adanya pluralitas dapat memungkinkan terjadinya
gesekan-gesekan yang menimbulkan konflik yang mengarah pada disintegrasi yang
tentunya akan menghambat pembangunan, akan tetapi dengan adanya faktor
pluralitas tersebut dapat pula menjadikan sebuah kekuatan bangsa.
Pluralitas agama sebagai realitas yang ada di masyarakat yang
semestinya patut diterima sebagai wujud anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dengan demikian agama merupakan satu kondisi yang senantiasa harus tetap
dipupuk, dipelihara dan dijaga serta ditingkatkan rasa toleransi.
Seiring dengan perkembangan situasi global yang tidak menentu,
memungkinkan pihak-pihak tertentu memanfaatkan simtimen agama untuk
kepentingan tertentu yang dapat menimbulkan kerawanan dan konflik sosial baik
tatanan horisontal maupun vertikal yang dapat mengancam kerukunan,
ketentraman dan kedamaian masyarakat. Mencegah timbulnya kerawanan
merupakan upaya yang terbaik, karena dapat memberikan ketenangan,
kedamaian dan kesejukan kepada umat beragama dalam melaksanakan ajaran
agamanya masing-masing. Untuk menciptakan kondisi yang demikian Pemerintah
Propinsi Jawa Timur pada tahun 1997 telah melaksanakan dialog intern dan antar
umat beragama yang diikuti tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM agama
mahasiswa aktivis, guru agama, pelajar dan LSM wanita. Dengan demikian dapat
terwujud peningkatan kualitas kesalehan sosial kehidupan umat beragama yaitu
(2)
hidup dalam suasana baik, tenteram dan damai, bersatu hati dan bersepakat
antar umat yang berbeda-beda agamanya atau antar umat dalam satu agama.
Kinerja Makro
Adapun kinerja pembangunan dalam keagamaan secara makro dapat
dilihat dari terlaksananya program kegiatan Peningkatan Pendidikan keagamaan
dapat dilihat banyaknya sekolah umum keagamaan yang bertaraf nasinal bahkan
akan menuju taraf internasional, sedangkan program peningkatan kerukunan
umat beragama dapat dilihat dari situasi dan kondisi Jawa Timur yang kondusif
dan untuk program Peningkatan pelayanan kehidupan keagamaan dapat dilihat
dari banyaknya sarana prasarana keagamaan yang memadai sehingga
masyarakat dapat dengan mudah untuk melaksanakan ibadah serta mendapatkan
dan melaksanakan ajaran keagamaan.
Kinerja Sektor
Kinerja pembangunan sektor agama di Jawa Timur adalah sebagai berikut:
-
Pembinaan kerukunan intern dan antar umat beragama yang diikuti oleh
pemuka agama, tokoh masyarakat, mahasiswa, pelajar, guru agama,
agamawan muda, LSM agama wanita dan pengurus Forum Komunikasi Antar
Umat Beragama (FKAUB) Kabupaten/Kota se Jawa Timur ;
-
Menyelenggarakan MTQ Tingkat Propinsi Jawa Timur yang diikuti kafilah dari
Kabupaten/Kota se Jawa Timur ;
-
Pembinaan Qori/Qoriah, Hafidz/Hafidzah dalam rangka mengikuti STQ dan
MTQ tingkat nasional ;
-
Pembinaan ketrampilan santri pondok pesantren se Jawa Timur ;
-
Memberikan bantuan dana untuk pembangunan/rehab tempat ibadah
meliputi, Musholla, Masjid, Gereja, Pure dan Vihara ;
-
Memberikan bantuan dana untuk sarana dan prasarana pendidikan agama
meliputi TPA/TPQ, MI, MTs da MA serta pondok pesantren ;
-
Memfasilitasi kegiatan lembaga keagamaan meliputi agama Islam, Kristen,
Katholik, Hindu dan Budha ;
(3)
B.
SASARAN
Berdasarkan berbagai tantangan dan permasalahan di atas, sasaran
peningkatan kualitas kehidupan beragama sampai dengan tahun 2006
1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kehidupan Beragama
a. Meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam
memenuhi kewajiban membayar zakat, wakaf, infak, dan shodaqoh
dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat;
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh
lapisan masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak
dasar dalam memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai
agama dan kepercayaannya;
2. Menurunnya angka perceraian terhadap jumlah rumah tangga sebesar
0,0015 pada tahun 2006.
3. Menurunnya prosentase jumlah pemakai Narkoba sebesar -2 %
4. Menurunnya Indeks Komposit kriminalitas yang dominan dalam
masyarakat sebesar 98 pada tahun 2006
5. Peningkatan Kerukunan Intern dan Antarumat Beragama
Terciptanya harmoni sosial dalam kehidupan intern dan antarumat
beragama yang toleran dan saling menghormati dalam rangka
menciptakan suasana yang aman dan damai.
C.
ARAH KEBIJAKAN
Sesuai dengan agenda pembangunan nasional, arah kebijakan
peningkatan kualitas kehidupan beragama adalah:
1.
Peningkatan Kualitas Pelayanan Kehidupan Beragama
a.
Peningkatan
kualitas
pendidikan
agama
dan
pendidikan
keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
b.
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat,
wakaf, infak, shodaqoh
c.
Peningkatan
kualitas
penataan
dan
pengelolaan
serta
pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan
memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama
dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;
(4)
d.
Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita
sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama
pembentukan moral dan etika;
2.
Peningkatan Kerukunan Intern Dan Antarumat Beragama
a.
Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial di dalam
kelompok-kelompok keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam
rangka memperkuat hubungan sosial masyarakat;
b.
Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam
masyarakat yang mengandung sentimen keagamaan dengan
mencermati secara responsif dan mengantisipasi secara dini
terjadinya konflik;
c.
Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui
mekanisme resolusi konflik, dengan mengutamakan keadilan dan
persamaan hak untuk mendapatkan perdamaian hakiki;
d.
Peningkatan kerjasama intern dan antar umat beragama di bidang
sosial ekonomi.
D.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Arah kebijakan peningkatan kualitas kehidupan beragama dijabarkan ke
dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
I. P
ROGRAMU
TAMAa.
Program Peningkatan Pendidikan Agama
b. Program Peningkatan Kerukunan Umat Beragama
II. P
ROGRAMP
ENUNJANG(5)
3.2.
AGENDA PENINGKATAN AKSESIBILITAS TERHADAP KUALITAS
PENDIDIKAN DAN KESEHATAN
3.2.1. SUB AGENDA PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP
PENDIDIKAN YANG BEKUALITAS
A.
KONDISI UMUM
Komitmen pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam meningkatkan
kualitas pendidikan secara nyata telah dapat meningkatkan tingkat
pendidikan rata-rata atau rata-rata lama sekolah cenderung semakin
meningkat, pada tahun 2003/2004 sebesar 6,50 tahun dan tahun 2004/2005
meningkat menjadi 6,56 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata
masyarakat semakin menikmati pendidikan dan juga pemberian Subsidi biaya
minimal pendidikan yang telah dirintis Pemerintah Jawa Timur pada tahun
2004 dirasa sangat bermanfaat dapat membantu siswa untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan pencapaian Angka Partisipasi Sekolah) APS usia SD (7-12
tahun) pada tahun 2003 sebesar 97,18 persen naik menjadi 97,43 persen
tahun 2004. Sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) sedikit mengalami
penurunan dari 113,74 persen turun menjadi 111,54 persen tahun
2004/2005. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah penduduk usia SD/MI
(7-12 tahun) yang bersekolah di SD/MI jumlahnya meningkat, sedangkan
jumlah penduduk usia di bawah 7 tahun dan di atas 12 tahun yang
bersekolah di SD/MI semakin mengecil.
Selanjutnya tingkat partisipasi untuk usia SLTP (13-15 tahun) pada
tahun 2003 sebesar 81,99 persen naik menjadi 84,63 persen tahun 2004,
sedangkan Angka Transisi (AT) SLTP tahun ajaran 2003/2004 sebesar 89,33
persen dan tahun ajaran 2004/2005 naik menjadi 90,54 persen.
Angka partisipasi sekolah untuk usia SLTA pada tahun ajaran
2003/2004 sebesar 52,14 persen dan tahun 2004 mencapai 52,80 persen.
Selanjutnya rasio murid SMK dibanding dengan murid SMU
mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2003 sebesar 0,65 persen dan tahun
2004 mencapai 0,68 persen. Pencapaian rasio pada tahun 2004. Dengan
bertambahnya angka rasio murid SMK dibanding SMU, menunjukkan bahwa
(6)
pendidikan kejuruan masih cukup diminati dengan alasan karena
keterbatasan biaya, maka setelah tamat sekolah ingin cepat bekerja.
Sementara itu, angka murid putus sekolah atau DO tahun ajaran
2003/2004 hingga tahun ajaran 2004/2005 cenderung semakin turun, yaitu
untuk SD/MI dari 0,34 persen turun menjadi 0,31 persen, SLTP dari 0,37
persen turun menjadi 0,29 persen dan SLTA dari 0,98 persen turun menjadi
0,96 persen. Penurunan angka putus sekolah tersebut, berkaitan erat
dengan pemberian bantuan biaya minimal pendidikan khususnya terhadap
siswa usia sekolah dari keluarga miskin yang tiap tahunnya juga semakin
meningkat.
Demikian pula, Angka Buta Huruf (ABH) untuk penduduk usia 10
tahun ke atas (sampai dengan 44 tahun) Jawa Timur cenderung menurun.
Pada tahun 2003 Angka Buta Huruf (ABH) untuk penduduk usia 10 tahun ke
atas sebesar 15,03 persen dan pada tahun 2004 turun menjandi 13,94
persen.
Dari hasil yang dicapai sampai dengan tahun 2004 diharapkan pada
akhir tahun 2005 Pembangunan pendidikan dapat meningkatkan tingkat
pendidikan rata-rata (TPR) menjadi 6,61 tahun, menurunkan Angka Buta
Huruf (ABH) untuk penduduk usia 10 tahun menjadi 11,04%, serta
mengurangi Angka Putus Sekolah atau DO untuk SD menjadi 0,30% dan
untuk SLTP menjadi 0,35%.
B.
SASARAN
Sasaran pendidikan di Jawa Timur adalah
1.
Meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) jenjang SD termasuk SDLB,
MI dan Paket A sebesar 110,93% dengan jumlah siswa menjadi sekitar
4.313.314 dan APK jenjang SMP/MTs/Paket B sebesar 86,32% dengan
jumlah siswa menjadi sebanyak 1.522.125;
2.
Meningkatnya angka melanjutkan lulusan SD termasuk SDLB, MI dan
Paket A ke jenjang SMP/MTs/Paket B menjadi 90,54% sehingga jumlah
siswa baru kelas I dapat ditingkatkan dari 531.306 siswa pada tahun
ajaran 2004/05 menjadi 564.852 siswa;
(7)
3.
Meningkatnya angka penyelesaian pendidikan dengan menurunkan
angka putus sekolah pada menjadi dari 0,29% pada tahun 2006;
4.
Menurunnya rata-rata lama penyelesaian pendidikan pada semua
jenjang dengan menurunkan angka mengulang kelas pada jenjang
SD/MI/SDLB/ Paket A menjadi 4,51% dan jenjang SMP/MTs/Paket B
menjadi 0,81%;
5.
Meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12
tahun menjadi 99,53% dan penduduk usia 13-15 tahun menjadi
85,35%, dan SLTA menjadi 59,65%;
6.
Menurunnya Angka Buta Huruf umur 10 tahun keatas menjadi 10,94 %
pada tahun 2006;
7.
Meningkatnya Rasio Murid SMK terhadap murid SMU sebesar 0,69 %;
8.
Meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti
pendidikan menengah yang antara lain diukur dengan:
a. Meningkatnya
APK
jenjang
pendidikan
menengah
(SMA/SMK/MA/Paket C) menjadi 57,53% dengan jumlah siswa
menjadi sekitar 1.040.859;
b. Meningkatnya angka melanjutkan lulusan SMP/MTs/Paket B ke
jenjang pendidikan menengah menjadi 75,98% sehingga jumlah
siswa baru kelas I dapat ditingkatkan dari sekitar 381.306 siswa
pada tahun ajaran 2004/05 menjadi 417.498 siswa pada tahun
ajaran 2009/10;
c. Menurunnya rata-rata lama penyelesaian pendidikan dengan
menurunkan angka mengulang kelas jenjang pendidikan menengah
menjadi 0,37%;
9.
Meningkatnya proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia
dini;
10. Meningkatnya akses orang dewasa untuk mendapatkan pendidikan
kecakapan hidup;
11. Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok
masyarakat termasuk antara wilayah maju dan tertinggal, antara
perkotaan dan perdesaan, antara daerah maju dan daerah tertinggal,
(8)
antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta antara penduduk
laki-laki dan perempuan.
12. Tersedianya standar pelayanan pendidikan propinsi serta standar
pelayanan minimal untuk tingkat kabupaten/kota;
13. Meningkatnya proporsi pendidik pada jalur pendidikan formal maupun
non formal yang memiliki kualifikasi minimun dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar;
14. Meningkatnya proporsi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta
yang terakreditasi baik;
15. Meningkatkan persentase siswa yang lulus ujian akhir pada setiap
jenjang pendidikan;
16. Meningkatnya minat baca penduduk Indonesia;
17. Meningkatnya efektivitas pendidikan kecakapan hidup pada semua jalur
dan jenjang pendidikan;
18. Meningkatnya hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan
dan penerapannya pada masyarakat;
19. Efektifnya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah;
20. Meningkatnya anggaran pendidikan baik yang bersumber dari APBN
maupun APBD sebagai prioritas nasional yang tinggi didukung oleh
terwujudnya sistem pembiayaan yang adil, efisien, efektif, transparan
dan akuntabel;
21. Meningkatnya
peran
serta
masyarakat
dalam
pembangunan
pendidikan;
22. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi
pendidikan termasuk otonomi keilmuan;
23. Meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan;
24. Meningkatnya
efektivitas
dan
efisiensi
manajemen pelayanan
pendidikan.
(9)
B.
ARAH KEBIJAKAN
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, Peningkatan Kualitas
Pendidikan Masyarakat akan dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan
sebagai berikut :
1. Kebijakan Perluasan dan Pemerataan
Mengupayakan
perluasan
dan
pemerataan
kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu dengan :
a. Peningkatan partisipasi Pendidikan Usia Dini
b. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun ;
c. Peningkatan sarana prasarana, pembangunan USB di SLTP dan SLTA;
d. Peningkatan perluasan pelayanan Pendidikan Luar Sekolah;
e. Peningkatan penyelenggaraan SMK Kecil di SMP dan Pondok
Pesantren.
2. Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan
Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan secara terarah,
terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh
seluruh komponen melalui :
a. Peningkatan
kualitas
pendidikan
dengan
cara
peningkatan
profesionalisme
yang
bermuara
pada
peningkatan
kualitas
kelembagaan,
ketenagaan,
sarana
dan
prasarana
kualitas
pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan;
b. Meningkatkan
penyelenggaraan
pendidikan
yang
berorientasi
kecakapan hidup (PBKH) atau life skill berdasarkan paradigma Broad
Based Education (BBE);
c. Melaksanakan akselerasi pendidikan di semua jenjang pendidikan;
d. Meningkatkan kompetensi pendidikan kejuruan dan pendidikan non
formal untuk meningkatkan kualitas lulusan dalam rangka memasuki
dunia kerja;
e. Memanfaatkan sistem pendidikan jarak jauh/terbuka dengan
mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi pendidikan;
(10)
f. Meningkatkan layaan pendidikan ketrampilan bagi anak luar biasa
agar dapat hidup mandiri.
3. Peningkatan Manajemen
Meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dengan
memberdayakan dan meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat
melalui :
a. Pelaksanaan otonomi daerah dengan meningkatkan koordinasi dan
sinkronisasi bidang pendidikan antara Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota;
b. Pemberdayaan orang tua siswa dan masyarakat sebagai stakeholder
sekolah dalam mewujudkan manajemen berbasis sekolah dengan
penciptaan iklim kelembagaan yang kondusif yang memungkinkan
terciptanya sekolah yang mandiri dan memiliki akuntabilitas yang
baik, dengan mengoptimalkan peran komite sekolah;
c. Penyusunan strategi, perencanaan serta manajemen pembinaan
program data.
D.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut diatas,
langkah-langkah yang akan ditempuh dijabarkan ke dalam program-program
pembangunan dan kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut :
I. P
ROGRAMU
TAMAa. Program Pendidikan Pra Sekolah (Usia Dini – Tk)
b. Program Pendidikan Dasar
c. Program Pendidikan Menengah
d. Program Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
II. P
ROGRAMP
ENUNJANGa. Program Pendidikan Luar Biasa (PLB)
b. Program Pembinaan Tenaga Kependidikan
c. Program Pendidikan Tinggi
(11)
d. Program Sinkronisasi Dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Di
Daerah
e. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
3.2.2. SUB AGENDA PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERKUALITAS
A.
KONDISI UMUM
Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap upaya pelayanan kesehatan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pembangunan kesehatan juga
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
dan
pembangunan
ekonomi
serta
berperan
penting
terhadap
penanggulangan kemiskinan sehingga dikatakan pembangunan kesehatan
adalah suatu investasi bagi pembangunan masyarakat di Jawa Timur.
Pembangunan bidang kesehatan telah dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan antara lain : peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan
sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pembangunan dan
perbaikan sarana dan prasarana kesehatan, pelayanan bagi penduduk miskin
di Rumah Sakit dan atau rumah sakit Khusus, pengembangan kesehatan
rujukan, penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi,
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, dan
kekurangan zat gizi mikro lainnya, pemberantasan penyakit menular,
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA dan pencehahan HIV/AIDS.
Kinerja Makro Pembangunan Kesehatan 2004, Semester I 2005
Kinerja pembangunan dalam upaya pembangunan kesehatan di Jawa
Timur, yaitu meningkatnnya kualitas kesehatan masyarakat yang dapat
dilihat melalui pencapaian indikator Angka Kematian Bayi (AKB) yang
menurun dari 42 pada tahun 2003 menjadi 39 per seribu kelahiran hidup
pada tahun 2004. Umur Harapan Hidup (AHH) telah meningkat dari 66,80
(12)
tahun pada tahun 2003 menjadi 67,20 tahun pada tahun 2004. Angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 74,01 %
tahun 2003 menjadi 77,87 % tahun 2004. Namun demikian permasalahan
kesehatan selalu akan timbul seiring dengan perubahan ekonomi dan sosial
sehingga hal ini merupakan tantangan kedepan untuk dapat dipecahkan
dalam upaya menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Adapun pada semester I tahun 2005 kegiatan yang telah dilakukan
antara lain meliputi : upaya antisipasi terjadinya virus polio liar di Jawa
Timur dengan melakukan penyulaman, yaitu melengkapi imunisasi dasar
semua anak usia kurang dari 3 tahun untuk mendapatkan perlindungan
paripurna terhadap penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
pencarian kasus lumpuh layuh secara aktif di Rumah Sakit maupun di
masyarakat, sedangkan upaya untuk antisipasi terjadinya kasus gizi buruk,
yaitu dengan memberikan bantuan berupa pemberian makanan tambahan
untuk pemulihan, pemberian makanan pendamping ASI, penyuluhan gizi
seimbang untuk orang tua Balita, serta melakukan monitoring berkelanjutan
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kasus gizi buruk.
Kinerja Sektoral Pembangunan Kesehatan
Dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi,
maka strategi yang dilaksanakan adalah mendekatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang telah diupayakan dengan menempatkan
tenaga-tenaga di Puskesmas maupun di desa-desa, seperti bidan desa, demikian
pula pemeriksaan ibu hamil lengkap (K4) tahun 2004 ini mencapai 75,56 %
dan pemeriksaan bayi lengkap mencapai 86,17 %. Upaya pencegahan
tersebut harus diimbangi pula dengan upaya perbaikan gizi masyarakat.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit telah mampu
mencapai target antara lain dilakukan melalui program imunisasi dengan
pencapaian desa kondisi aman untuk penyakit yang dapat ditularkan melalui
imunisasi tahun 2004 sebesar 54,6 % atau 4.608 desa. sedangkan demam
berdarah selama 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang berfluktuatif,
sampai dengan bulan Mei 2005 jumlah penderita 4.528 orang, jumlah ini
(13)
menurun dibandingkan dengan jumlah pada bulan yang sama tahun 2004
sebesar 7.494 orang.
Untuk penyakit menular kronis dapat dilihat dari pemeriksaan kasus
tuberculosa paru yang dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan
peningkatan, tahun 2003 jumlah penderita ditemukan sebanyak 7.659 orang
dan pada tahun 2004 menjadi 16.713 orang, dengan kesembuhan 79 %
tahun 2004, sedangkan angka kecacatan kusta 10 % tahun 2004, jumlah
penderita HIV/AIDS menunjukkan peningkatan, pada tahun 2004 sebanyak
942 orang menjadi 949 orang sampai dengan bulan April tahun 2005.
Upaya kesehatan lingkungan telah memberikan kontribusi positif
dengan meningkatnya cakupan pemakaian air bersih dari 84 % pada tahun
2003 menjadi 87 % tahun 2004 dan penggunaan jamban keluarga
meningkat dari 58,3 % pada tahun 2003 menjadi 59,1 % pada tahun 2004.
B.
SASARAN
Sasaran pembangunan kesehatan di Jawa Timur pada tahun 2006
adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya
melalui peningkatan jangkauan / akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Adapun sasaran pembangunan kesehatan di Jawa Timur adalah
sebagai berikut :
1.
Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin ;
2.
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas
dan jaringannya, pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan di
Puskesmas, serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta
perbaikan
gizi
masyarakat
melalui
peningkatan
pengetahuan
masyarakat tentang gizi, penurunan prevalensi gizi kurang, dan
peningkatan pengamatan kasus gizi;
3.
Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, cakupan
sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang
bisa diakses masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan rujukan
serta pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan di Rumah Sakit ;
(14)
4.
Penurunan prevalensi penyakit seperti kusta, TB, DBD, dan penyakit
yang dapat dicegah dengan Imunisasi, meningkatkan penemuan kasus
dan pengobatan penderita, pengamatan penyakit dalam rangka
antisipasi wabah, serta meningkatkan pengetahuan masyarakat
terhadap pencegahan dan pemberantasan penyakit ;
5.
Meningkatkan ketersediaan air bersih dan sanitasi dasar di masyarakat,
meningkatkan pengawasan terhadap kualitas
lingkungan dan
mengendalikan dan pengawasan dampak lingkungan ;
6.
Meningkatkan ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
keamanan obat dan makanan, mutu obat dan perbekalan kesehatan
serta pemerataan distribusinya, meningkatkan kesadaran masyarakat
akan bahaya NAPZA serta mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkannya, serta meningkatkan kualitas dan keanekaragaman
tanaman obat, peningkatan kesadaran masyarakat akan manfaat obat
bahan alam Indonesia ;
7.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran untuk Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat serta meningkatkan cakupan posyandu ke arah kemandirian.
Dari sasaran tersebut diharapkan untuk :
1.
Meningkatnya umur harapan hidup dari 67,20 tahun menjadi 67,40 tahun;
2.
Menurunnya angka kematian bayi dari 39 menjadi 37,50 per 1.000
kelahiran hidup;
3.
Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 334 per 100.000
kelahiran hidup menjadi 314 per 100.000 kelahiran hidup ;
4.
Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak Balita dari 26 % menjadi 22
%.
5.
Meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 77,87 %
menjadi 82 %.
6.
Cakupan Peserta aktif KB dari 60,97 % menjadi 63 %
7.
Cakupan Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat
Darurat yang dapat diakses masyarakat dari 40% menjadi 45 %.
(15)
9.
Cakupan Posyandu Purnama dari 26,4 % menjadi 30 %.
10. Cakupan Air Bersih dari 86,7 % menjadi 87,5 %.
11. Angka Prevalensi Kusta dari 1,59 menjadi 1,4 per 1000 penduduk.
12. Angka Kesembuhan TB dari 71 % menjadi 74 %.
13. Penurunan Angka Kematian Penyakit DBD dari 1,45 % menjadi 1,3 %.
14. Peningkatan Mutu SDM Kesehatan yang terakreditasi dari 26 % menjadi 32
%.
15. Sebanyak
55%
Kabupaten/Kota
mempunyai
Sistem
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
16. Meningkatnya akses sistem informasi kesehatan dari 40 % menjadi 50 %.
C.
ARAH KEBIJAKAN
Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan
kesehatan diarahkan pada :
1.
Peningkatan kualitas pelayanan pada setiap strata pelayanan ;
2.
Pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk terutama keluarga
miskin ;
3.
Peningkatan kualitas, kuantitas dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
4.
Peningkatan kualitas lingkungan sehat dan peningkatan perilaku hidup
bersih dan sehat serta mendorong pemberdayaan masyarakat ;
5.
Peningkatan pembinaan dan pengawasan obat dan perbekalan
kesehatan;
6.
Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas atau sarana dan
prasarana kesehatan ;
7.
Pengembangan manejemen dan regulasi bidang kesehatan.
D.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
I. P
ROGRAMU
TAMAa. Program Upaya Kesehatan Masyarakat
b. Program Upaya Kesehatan Perorangan
c. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
d. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
(16)
e. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
f. Program Lingkungan Sehat
II. P
ROGRAMP
ENUNJANGa. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
b. Program Sumber Daya Kesehatan
c. Program Manajemen dan Kebijakan Pembangunan Kesehatan
3.3.
AGENDA PENANGGULANGAN KEMISKINAN, PENGANGGURAN,
PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN DAN MEMACU
KEWIRAUSAHAAN
3.3.1. SUB AGENDA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
A. KONDISI UMUM
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang saling terkait satu
sama lain dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : tingkat
pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi,
geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Karenanya, kemiskinan tidak lagi
dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Kompleksitas masalah kemiskinan tentu tidak bisa dijawab melalui
program pembangunan yang bersifat parsial apalagi kontradiktif, tetapi
diperlukan sebuah rumusan kebijakan yang bersifat holistik, ada keterkaitan
satu sama lain meskipun tidak bisa menghindari pendekatan sektoral.
Rumusan kebijakan pembangunan hendaknya disatukan oleh dua isu sentral
dan mendasar yaitu penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan
kerja. Program yang khusus ditujukan untuk mengatasi masalah kemiskinan
diorientasikan pada upaya peningkatan pendapatan dan pengurangan beban
masyarakat miskin melalui pendekatan pemberdayaan usaha, pemberdayaan
manusia dan pemberdayaan lingkungan. Implementasi pendekatan program
disesuaikan dengan kondisi potensi dan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat miskin setempat, dengan menghindari penyeragaman program.
(17)
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan telah dirancang berbagai
program pembinaan sumberdaya manusia yang sekaligus memperbaiki
tingkat kesejahteraannya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memeratakan
akses seluruh masyarakat terhadap proses pembangunan dan hasil-hasilnya.
Selain itu perlu adanya perhatian khusus terhadap kelompok masyarakat
miskin yang relatif tertinggal dan belum beruntung dibandingkan dengan
kelompok lainnya.
Selanjutnya dalam memberdayakan masyarakat perlu diperhatikan
dampak positif dari program-program pemberdayaan masyarakat, seperti
peningkatan ekonomi kelompok masyarakat miskin, penguatan kelembagaan
di perdesaaan, peningkatan keswadayaan masyarakat, peningkatan sarana
dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat, pemberdayaan
perempuan serta penanggulangan kemiskinan.
Kinerja Makro Penanggulangan Kermiskinan 2004, Semester I
Tahun 2005
Kinerja pembangunan dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara
makro masih menunjukkan angka yang cukup tinggi, berdasarkan Pendataan
Kemiskinan dengan Indikator Baru (PKIB) tahun 2001 di Propinsi Jawa Timur
masih terdapat penduduk miskin sebanyak 7.267.093 jiwa (20,73 %). Namun
demikian walaupun telah dilakukan berbagai program penanggulangan
kemiskinan termasuk Program Gerdu-Taskin, jumlah penduduk miskin
sampai dengan tahun 2003 masih cukup tinggi, yaitu sebesar 7.064.289 jiwa
atau 19,52 % dan pada tahun 2004 telah menurun lagi menjadi 6.979.565
jiwa atau 19,10 %.
Pada semester I tahun 2005 kinerja penanggulangan kemiskinan
secara umum belum dapat dilihat, namun pada akhir Desember tahun 2005
kinerja program penanggulangan kemiskinan diperkirakan angka kemiskinan
akan turun menjadi 18,60 % atau hanya turun sebesar 0,5 % bila dibanding
tahun 2004 yang lalu. Penyumbang utama terhadap penurunan angka
tersebut karena banyaknya sektor-sektor lainnya yang kegiatannya telah
diarahkan untuk mendukung pengurangan kemiskinan.
(18)
Kinerja Sektoral Program Penanggulangan Kemiskinan
Adapun perkembangan kinerja program penanggulangan kemiskinan
pada semester I tahun 2005 adalah sebagai berikut : menentukan sasaran
lokasi Desa/Kelurahan miskin, perekrutan konsultan pendamping dilanjutkan
dengan pelatihannya,
musyawarah desa
untuk menentukan targer group
serta membentuk Pokmas (Kelompok Masyarakat) yang akan menerima
bantuan, sosialisasi kepada Kabupaten/Kota lokasi program.
Selanjutnya dalam RKPD Propinsi Jawa Timur telah ditetapkan target
penurunan angka kemiskinan pada tahun 2006 menjadi sebesar 17,90 %.
Target ini akan dicapai melalui serangkaian program kegiatan yang meliputi
pengembangan
kapasitas
SDM,
pengembangan
infrastruktur,
pengembangan potensi ekonomi lokal, dan penyempurnaan kebijakan
pengentasan kemiskinan. Semua program kegiatan ini diprioritaskan pada
desa/kelurahan miskin dalam kategori merah di seluruh Jawa Timur, dengan
memperbaiki kualitas pengelolaan, ketepatan sasaran dan target capaian
program yang mampu diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif
beserta dampaknya.
B. SASARAN
Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam tahun 2006 adalah
menurunnya jumlah penduduk miskin dan terpenuhinya hak-hak dasar
masyarakat miskin.
Secara rinci, sasaran tersebut adalah :
1.
Menurunnya persentase penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan menjadi 17,9 % pada tahun 2006;
2.
Terpenuhinya sasaran dan meningkatnya kualitas pengelolaan
program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu-Taskin);
3.
Meningkatnya kapasitas kelembagaan desa dan kapasitas kelompok
masyarakat (Pokmas) dan Unit Pengelola Keuangan (UPK) dalam
mengelola usaha baik secara mandiri maupun kolektif;
(19)
4.
Terbangunnya pusat pengembangan cluster ekonomi kawasan
perdesaan
dan
pembelajaran
masyarakat
miskin
dalam
pengembangan potensi ekonomi perdesaan;
5.
Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan
sehat, serta kebutuhan air bersih bagi masyarakat miskin;
6.
Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan SDA dan
terjaganya kualitas lingkungan hidup;
7.
Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau pada
keluarga miskin dan daerah rawan pangan;
8.
Terpenuhinya pelayanan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan
keluarga miskin secara gratis dan bermutu;
9.
Tersedianya pelayanan pendidikan dasar secara gratis, bermutu dan
merata serta pemberian bantuan bea siswa bagi keluarga miskin
untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi;
10. Terbukanya
akses
permodalan
dalam
menciptakan
dan
mengembangkan usaha;
11. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha serta peningkatan
kualitas tenaga kerja terampil;
12. Terjaminnya integrasi program sektoral yang secara tegas
berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan pengentasan
kemiskinan;
13. Meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan
keputusan.
C. ARAH KEBIJAKAN
Secara umum kebijakan pembangunan Pemerintah Propinsi Jawa
Timur diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan dan penciptaan
lapangan kerja melalui berbagai program yang mampu meningkatkan
pendapatan dan meringankan beban masyarakat miskin. Sedangkan secara
spesifik kebijakan penanganan kemiskinan diarahkan pada:
(20)
1.
Penyempurnaan berbagai kebijakan yang merintangi aksesibitas dan
lebih berpihak kepada rakyat miskin serta konsisten dalam
pelaksanaannya;
2.
Mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam program
pengentasan kemiskinan;
3.
Peningkatan keterlibatan masyarakat miskin dalam pengambilan
keputusan
pembangunan
terutama
yang
secara
langsung
menyangkut kepentingan dan eksistensinya melaui forum dialog yang
konstruktif;
4.
Pengintegrasian semua program sektoral yang diikat oleh orientasi
utama pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja yang
terukur kualitas dan kuantitas kontribusinya pada setiap periode.
Integrasi program baik antar sektor dalam lingkungan Pemerintah
Propinsi Jawa Timur maupun dengan Pemerintah Pusat, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, dengan pembagian peran dan tanggung
jawab pembiayaannya;
5.
Penajaman program pembangunan lintas sektor dan lintas pelaku
yang diarahkan pada desa-desa dan kantong-kantong komunitas
miskin;
6.
Melanjutkan program Gerdu-Taskin khususnya pada daerah tertinggal
dengan meningkatkan kualitas pendekatan TRIDAYA dan keterpaduan
antar sektor serta revitalisasi fungsi Komite Penanggulangan
Kemiskinan;
7.
Pengembangan potensi wilayah dan cluster ekonomi perdesaan baik
pada daerah pesisir, sekitar hutan, persawahan, pertambakan, dan
daerah-daerah sekitar kawasan industri dengan mengembangkan
produk unggulan yang spesifik dan kompetitif serta mempunyai
dampak langsung terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja;
8.
Pemenuhan kebutuhan infra struktur dasar dan sarana ekonomi
sesuai dengan karakteristik kebutuhan, sehingga mampu membuka
akses dan meningkatkan peluang bagi kelompok masyarakat miskin
(21)
untuk meningkatkan produktivitas sesuai dengan basis mata
pencahariannya;
9.
Peningkatan ketersediaan dan askes masyarakat miskin terhadap
rumah murah, sanitasi dan lingkungan yang sehat serta ketercukupan
fasilitas air bersih, dan pemberian legalitas penduduk musiman bagi
pendatang;
10. Penataan dan pengembangan sektor informal perkotaan melalui
penyediaan fasilitas tempat usaha yang strategis, sehat dan tidak
mengganggu sektor dan penyedia/pengguna jasa lainnya;
11. Peningkatan pemenuhan dan aksesibilitas masyarakat miskin
terhadap ketersediaan pangan yang memadai dan bermutu;
12. Peningkatan aksesibilitas dan layanan kesehatan bagi masyarakat
miskin secara gratis;
13. Peningkatan aksesibilitas dan layanan pendidikan dasar bagi keluarga
miskin secara gratis dan bermutu serta pemberian bantuan bea siswa
untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi;
14. Peningkatan akses dan layanan permodalan dan pengembangan
usaha bagi masyarakat miskin dengan memberikan skim khusus
(bunga rendah) tetapi tetap memperhatikan mekanisme pasar yang
ada;
15. Pemeliharaan dan pengembangan kesempatan kerja yang didukung
oleh tenaga kerja yang terampil dan adanya perlindungan kesehatan
dan keamanan kerja serta peningkatan upah buruh berdasarkan
standar kebutuhan hidup minimal;
16. Pengembangan kapasitas yang diorientasikan pada penguatan peran
pemerintah sebagai fasilitator dan katalisator pembangunan serta
pengembangan sinergi dengan kalangan LSM dan Perguruan Tinggi
dalam rangka fasilitasi atas pemberdayaan masyarakat miskin dan
evaluasi program;
(22)
D.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Program penanggulangan kemiskinan di Jawa Timur pada tahun 2006
adalah :
I. P
ROGRAMU
TAMAa. Program Pemantapan dan Pelestarian Gerdu-Taskin;
b. Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan Bagi Masyarakat
Miskin;
c. Program Pembangunan Daerah Tertinggal;
d. Program Pengembangan Kawasan Miskin Perkotaan;
e. Program Pemenuhan Pelayanan Dasar dan Jaminan Sosial Bagi
Masyarakat Miskin;
f. Program Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif Bagi Masyarakat
Miskin;
g. Program Pemeliharaan dan Perluasan Kesempatan Kerja Bagi
Masyarakat Miskin.
Program ini diarahkan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur.
II.
P
ROGRAMP
ENUNJANGa. Program Penyempurnaan Kebijakan Kemiskinan
b. Program Pengembangan Kapasitas Untuk Kemiskinan
3.3.2. SUB AGENDA PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN
A.
KONDISI UMUM
Secara umum kondisi ketenagakerjaan di Jawa Timur tergambarkan
sebagai berikut : jumlah penduduk di Jawa Timur pada tahun 2004 tercatat
sebanyak 36.535.527 jiwa dengan komposisi 49,41 % penduduk laki-laki dan
50,59 % penduduk perempuan. Dari total penduduk tahun 2004 tersebut
sebanyak 27.199.219 orang (74,44%) adalah penduduk usia kerja. Angkatan
kerja pada tahun 2004 tercacat sebanyak 17.620.666 orang atau 64,78 %
dari penduduk usia kerja. Kesempatan kerja pada tahun yang sama tercacat
16.608.824 orang. Jumlah penganggur di Jawa Timur pada tahun 2004
(23)
tercatat sebanyak 1.011.842 orang dengan komposisi 57.10 % laki-laki dan
42,90 % perempuan. Tingkat pPngangguran Terbuka (TPT) yang merupakan
perbandingan antar penganggur dengan angkatan kerja pada tahun 2005
tercatat 5,74 %.
Kualifikasi tingkat pendidikan angkatan kerja di Jawa Timur masih
didominasi oleh mereka yang berlatar belakang pendidikan SD dan tidak
tamat SD yaitu sebesar 63,99%, SLTP sebesar 14,32 % dan SMTA sebesar
15,98%, sedangkan yang berlatar belakang pendidikan diploma dan sarjana
sebesar 5,68 %. Relatif rendahnya kualitas angkatan kerja dilihat dari tingkat
pendidikannya tersebut mengakibatkan lemahnya daya saing mereka di
pasar kerja. Data informasi pasar kerja tahun 2004 menunjukkan bahwa
terdiri dari 55.578 lowongan kerja yang terdaftar pada Bursa Kerja hanya
mampu dipenuhi 46.884 orang atau 88,36 %.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib
Lapor Ketenagakerjaan bahwa sampai tahun 2004 perusahaan di Jawa Timur
sebanyak 26.153 perusahaaan dengan jumlah pekerja sebanyak 2.201.165
orang. Banyaknya jumlah perusahaan dan pekerja/buruh di Jawa Timur juga
memerlukan perhatian yang serius dalam hal pembinaan, pengawasan
perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja dalam rangka
mendorong terwujudnya ketenangan bekerja dan berusaha.
Sampai dengan semester I tahun 2005 penempatan TKI ke luar
negeri sebanyak 25.644 orang dengan penerimaan remittance sebesar
Rp.901.291.423.872,- sedangkan penempatan dalam negeri sebanyak
18.456 orang. Upaya pengembangan kesempatan kerja telah dikembangkan
tenaga kerja mandiri dan perluasan lapangan kerja produktif.
Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dilaksanakan
dengan peningkatan ketrampilan pencari kerja 832 orang di Balai Latihan
Kerja (BLK) serta pelatihan Management dan Produktivitas 50 orang di Balaii
Pengembangan Produktivitas Tenaga Kerja.
(24)
Peningkatan Kesejahteraan terlihat dari penetapan Upah Minimum
Kabupaten/Kota tahun 2005 yang relatif aman tidak menimbulkan gejolak
yang serius. Namun dengan adanya kenaikan harga BBM pada tanggal
1 Maret 2005 menimbulkan tuntutan penyesuaian upah minimum dari
Serikat Buruh/Pekerja. Dengan surat Gubernur Nomor : 520/2100/031/2005
Bupati /Walikota diminta mewaspadai dan melakukan koordinasi terus
menerus dengan para pengusaha dan serikat pekerja agar memberdayakan
peran perundingan Bipartit.
B. SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dalam tahun
2006
mendatang antara lain:
1. Menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari
5,2
2. Meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja.
3. Meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja.
4. Indeks jumlah kecelakaan kerja pada tahun (2005 = 100) maka pada
tahun 2006 diharapkan mencapai 98,00
C.
ARAH KEBIJAKAN
Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan kerja formal
dan meningkatkan produktivitas pekerja dilaksanakan dengan:
1. Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan main
ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekrutmen, outsourcing,
pengupahan, PHK, serta memperbaiki aturan main yang mengakibatkan
perlindungan yang berlebihan.
2. Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi. Dalam hal ini
Pemerintah akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan
peningkatan investasi. Iklim usaha yang kondusif memerlukan stabilitas
(25)
ekonomi, politik dan keamanan, biaya produksi yang rendah, kepastian
hukum serta peningkatan ketersediaan infrastruktur.
3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang dilakukan antara lain
dengan memperbaiki pelayanan pendidikan, pelatihan ketrampilan yang
berbasis kompetensi serta memperbaiki pelayanan kesehatan.
4. Memperbarui program-program perluasan kesempatan kerja yang
dilakukan oleh pemerintah, antara lain adalah program pekerjaan umum,
kredit mikro, pengembangan UKM, serta program-program pengentasan
kemiskinan.
5. Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan dengan migrasi
tenaga kerja, baik itu migrasi tenaga kerja internal maupun eksternal.
6. Menyempurnakan kebijakan program pendukung program penempatan
dan pengembangan kesempatan kerja dengan mendorong terbentuknya
jejaring informasi ketenagakerjaan dan informasi pasar kerja serta
Perencanaan Tenaga Kerja Daerah.
7. Peningkatan fungsi Lembaga Bipartit dan Tripartit
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Program pembangunan perbaikan iklim ketenaga-kerjaan di Jawa Timur
pada tahun 2006 adalah :
I. P
ROGRAMU
TAMAa. Program Penempatan Dan Pengembangan Kesempatan Kerja
b. Program Peningkatan Kualitas Dan Produktivitas Tenaga Kerja
(26)
3.3.3. SUB
AGENDA
PENINGKATAN
PERLINDUNGAN
DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
A.
KONDISI UMUM
Jumlah penduduk Jawa Timur berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2003 berjumlah 36.206.060 jiwa, dan pada tahun 2004 telah
mencapai 36.668.407 jiwa. Seiring dengan besarnya jumlah penduduk
tersebut bertambah pula kompleksitas dan besarnya penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS), antara lain ketelantaran, baik anak maupun
lanjut usia, ketunasosialan, bencana alam dan sosial (Konflik Sosial).
Dari jumlah penduduk tersebut pada tahun 2003 terdapat jumlah
penduduk miskin sebesar 7.064.289 jiwa atau 19,52 % dan tahun 2004
menurun menjadi 6.979.565 jiwa atau 19,10 %. Selanjutnya penanganan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial khususnya Fakir Miskin apabila
tidak dilakukan secara tepat akan berakibat pada kesenjangan sosial yang
semakin meluas dan berdampak pada melemahnya ketahanan sosial
masyarakat, serta dapat mendorong terjadinya konflik sosial, terutama bagi
kelompok masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan perbatasan.
Dengan masih rendahnya kualitas penanganan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS), khususnya para Penyandang Cacat masih
banyak menghadapi kendala untuk mencapai kemandirian, produktivitas dan
hak untuk hidup normal yang meliputi antara lain akses kepelayanan sosial
dasar, terbatasnya jumlah dan kualitas tenaga pelayanan sosial untuk
berbagai jenis kecacatan dan aksesibilitas terhadap pelayanan umum untuk
mempermudah kehidupan mereka.
(27)
Kinerja Sektoral Pembangunan Peningkatan Perlindungan dan
Kesejahteraan Sosial 2004, Semester I 2005
Kinerja
pembangunan
kesejahteraan
sosial
dalam
rangka
pemberdayaan keluarga fakir miskin di Jawa Timur melalui bimbingan sosial
dan ketrampilan yang ditangani sebanyak 5.500 KK masih sangat minim bila
dibandingkan dengan jumlah populasi tahun 2003 sebanyak 1.371.526 KK
atau 54.960 KK per tahun selama 25 tahun. Pemberdayaan fakir miskin
dalam penanganannya dibentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan
anggota 10 KK per kelompok dengan sistem bergulir, dimana bagi kelompok
yang mendapat bantuan apabila bantuan sudah berkembang agar digulirkan
dan dikembangkan dengan membentuk kelompok baru. Sebagai salah satu
contohnya adalah Desa Tambak Rejo, Kecamatan Wonotirto Kabupaten
Blitar menjadi juara II lomba Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin
(KUBE-FM) tingkat Nasional.
Penanganan penyandang cacat di Jawa Timur dengan jumlah
penyandang masalah sebanyak 101.854 jiwa telah diprediksikan untuk setiap
tahun sebanyak 20.000 jiwa selama 5 tahun, akan tetapi kenyataannya
untuk tahun 2004 yang dapat ditangani penyandang cacat luar Panti
sebanyak 2.000 jiwa dan dalam Panti 240 jiwa melalui bimbingan sosial dan
ketrampilan dengan hasil yang dicapai dapat meningkatkan kemampuan
penyandang cacat sehingga usahanya menjadi meningkat.
Dalam rangka penanganan tuna sosial yang meliputi, gelandangan,
pengemis, tuna susila, dan eks nara pidana dengan jumlah 27.986 jiwa
penanganan selama 5 tahun dengan sasaran sebanyak 4.815 jiwa, namun
pada tahun 2004 hanya dapat menangani sebanyak 195 jiwa (4,05 %).
Untuk penanganan anak jalanan melalui kegiatan bimbingan sosial
sebanyak 120 anak serta melalui Rumah Singgah 1.600 anak di 40 Rumah
Singgah yang tersebar pada bebarapa Kabupaten/Kota.
Dalam pemberdayaan keluarga bermasalah psikologis yang ditangani
1.500 KK dari 2.360 KK melalui bimbingan sosial dan ketrampilan dengan
hasil yang dicapai telah terbentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
sebagai usaha pemberdayaan keluarga.
(28)
Dari hasil evaluasi beberapa kegiatan penanganan penyandang
masalah kesejahteraan sosial diatas terjadi perbedaan yang sangat besar
antara rencana ideal penanganan setiap tahun dengan realisasi penanganan,
disamping itu juga semakin berkembangannya permasalahan sosial yang ada
di masyarakat, oleh karena itu penanganannya memerlukan jangka waktu
yang lama dan berkesinambungan.
Adapun
perkembangan
kinerja
pembangunan
peningkatan
perlindungan dan kesejahteraan sosial pada semester I tahun 2005
berdasarkan angka realisasi semester I ( Januari – April 2005 ) sebesar 25
% yang sebagian besar digunakan untuk kegiatan seleksi calon penerima
program di Kabupaten/Kota.
B.
SASARAN
Sasaran perlindungan dan kesejahteraan sosial pada tahun 2006
adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatnya aksesibilitas penyandang masalah kesejahteraan sosial
terhadap pelayanan sosial dasar;
2.
Meningkatnya kemampuan dan kepedulian sosial masyarakat dalam
pelayanan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
3.
Meningkatnya ketahanan sosial individu, keluarga dan komunitas
masyarakat
dalam
mencegah
dan
menangani
permasalahan
kesejahteraan sosial;
4.
Terpenuhinya bantuan sosial dan meningkatnya penanganan korban
bencana alam dan bencana sosial;
5.
Meningkatnya kualitas pelayanan, rehabilitasi, bantuan sosial dan
jaminan kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS);
6.
Meningkatnya mutu profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial.
C.
ARAH KEBIJAKAN
Guna mencapai sasaran di atas, arah kebijakan perlindungan dan
kesejahteraan sosial yang memperhatikan keserasian kebijakan nasional dan
daerah serta kesetaraan gender, adalah sebagai berikut: :
(29)
1.
Meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan
sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial;
2.
Meningkatkan kepedulian dan pemberdayaan terhadap penyandang
cacat, fakir miskin, anak terlantar, anak jalanan dan kelompok rentan
sosial lainnya ;
3.
Meningkatkan kualitas hidup bagi PMKS terhadap pelayanan sosial
dasar, fasilitas pelayanan publik, dan jaminan kesejahteraan sosial;
4.
Mengembangkan dan menyerasikan kebijakan untuk penanganan
masalah-masalah strategis yang menyangkut masalah kesejahteraan
sosial;
5.
Memperkuat ketahanan sosial masyarakat berlandaskan prinsip
kemitraan dan nilai-nilai sosial budaya bangsa;
6.
Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial
dalam mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial;
7.
Meningkatkan pelayanan bagi korban bencana alam dan sosial;
8.
Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk
masyarakat mampu, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM
dalam penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial secara
terpadu dan berkelanjutan ;
9.
Membangunan aspirasi terhadap penduduk, terhadap lanjut usia,
keluarga pahlawan dan perintis kemerdekaan.
D.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Program pembangunanpeningkatan perlindungan dan kesejahteraan
sosial di Jawa Timur tahun 2006 adalah :
I. P
ROGRAMU
TAMAa. Program Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) ;
b. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial ;
c. Program Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial.
(30)
II. P
ROGRAMP
ENUNJANGa. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial ;
b. Program Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial.
3.3.4. SUB AGENDA PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA
KECIL BERKUALITAS SERTA PEMUDA DAN OLAH RAGA.
A. KONDISI UMUM
Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas
merupakan agenda penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Hal ini diselenggarakan melalui pengendalian kuantitas penduduk dan
peningkatan kualitas insani dan sumber daya manusia. Karakteristik
pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian pertumbuhan
penduduk, keluarga berencana, dan pengembangan kualitas penduduk,
melalui pewujudan keluarga kecil yang berkualitas dan mobilitas penduduk.
Pada saat ini pertumbuhan penduduk Jawa Timur sebesar 1,07 %,
diharapkan pada
tahun 2006
pertumbuhan penduduk dapat ditekan hingga
dalam kisaran
1,05 %.
Dalam kaitan itu, aspek penataan administrasi
kependudukan merupakan hal penting dalam mendukung perencanaan
pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Selain itu, upaya
pengendalian kelahiran perlu ditingkatkan guna menekan laju pertumbuhan
penduduk sekaligus mendukung terwujudnya keluarga kecil berkualitas.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI tahun
2003) angka fertilitas total (TFR) per perempuan telah mencapai 2,1. Namun
demikian kondisi di masing-masing Kabupaten/Kota belum merata.
Sementara itu berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun 2004, jumlah
keluarga di Jawa Timur 10.047.266 keluarga, sementara itu jumlah
pasangan usia subur mencapai 7.178.007 PUS, dari sejumlah PUS tersebut
yang menjadi peserta KB Aktif sebanyak 5.224.043 atau 72,78 %, Dari
seluruh peserta KB Aktif sebanyak 55 % dilayani melalui jalur swasta dan
sisanya dilayani melalui jalur pemerintah. Hal ini menunjukkkan tingkat
kemandirian yang cukup tinggi dalam ber KB di Jawa Timur. Namun
demikian masih terdapat 11,16 % PUS yang bukan peserta KB dan tidak
(31)
ingin anak lagi (Unmetneed). Sementara itu peserta KB Aktif laki-laki baru
0,8 % dari seluruh peserta KB Aktif. Selain itu tingkat pemakaian metode
kontrasepsoi yang efektif dan efesien baru mencapai 26 % dari seluruh
peserta KB Aktif, Dengan demikian perlu dilakukan upaya penyediaan sarana
dan peningkatan kualitas pelayanan untuk menurunkan angka unmetneed
dan partisipasi pria dalam ber KB, maupun meningkatkan penggunaan
metode kontrasepsi yang efektif dan efesien.
Bila dilihat dari usia pertama perkawinan perempuan, di Jawa Timur
masih terdapat sekitar 21,8 % wanita yang menikah pada usia dibawah 20
tahun. dan masih terdapat pada kantung-kantung usia perkawinan muda
yang masih tinggi di beberapa wilayah.
Tingkat partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak
menujukkan kecenderungan menurun yang mana di Jawa Timur pada saat
ini hanya terdapat kelompok yang ikut BKB sejumlah 12.955 kelompok, dan
hanya 20 % dari seluruh keluarga yang memiliki balita yang mengikuti
program tersebut.
Masih berdasarkan hasil pendataan 2004 dari sebanyak 10.047.266
keluarga di Jawa Timur sebanyak 18,25 % termasuk keluarga pra sejahtera
karena alasan ekonomi dan sebanyak 10,78 % termasuk keluarga sejahtera
I alasan ekonomi atau sebanyak 29,03 % merupakan keluarga miskin.
Kesertaan Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I dalam kegiatan
usaha ekonomi produktif masih rendah, yaitu baru sekitar 13 %.
Sedangkan pembangunan kepemudaan dan keolahragaan merupakan
mata rantai dan bagian yang tak terpisahkan, dari sasaran pembangunan
manusia seutuhnya. Keberhasilan pembangunan pemuda sebagai Sumber
Daya Manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing,
merupakan salah satu tolok ukur kunci dari keberhasilan pembangunan
dalam upaya menghadapi era pasar bebas. Secara umum SDM pemuda di
Jawa Timur tingkat pendidikannya masih tergolong rendah hal ini dapat
dilihat dari tingkat pendidikan pemuda usia
15 – 35 tahun. Berdasarkan
Susenas 2003, sekitar 2 persen jumlah pemuda tidak pernah sekolah, 16 %
masih bersekolah, dan 82 % sudah tidak bersekolah lagi. Dari keseluruhan
(32)
jumlah pemuda, sekitar 2,36 % diantaranya buta huruf. Selanjutnya, jika
dilihat menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan, masing-masing untuk
Sekolah Dasar 34,7 %, SLTP 26,9 %, SLTA 24,4 %, dan Perguruan Tinggi
3,73 %. Sementara itu, pemuda yang tidak bberpendidikan ( tidak pernah
sekolah dan tidak tamat SD ) sekitar 10,36 %. Masalah lainnya adalah
rendahnya minat membaca dikalangan pemuda yaitu sekitar 37,5 %,
rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja ( TPAK ) pemuda yaitu sekitar
65,9 %, belumserasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan
daerah, tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda yang mencapai
sekitar 19,5 % dan maraknya masalah –masalah sosial dikalangan pemuda,
seperti kriminalitas, premanisme, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA)
dan HIV/AIDS.
Sedangkan rendahnya kesempatan untuk beraktivitas olahraga karena
semakin berkurangnya lapangan dan fasilitas untuk berolahraga, lemahnya
koordinasi lintaas lembaga dalam hal penyediaan fasilitas umum untuk
lapangan dan fasilitas olahraga bagi masyarakat umum dan temat
permukiman. Selain itu kesadaran masyarakat akan kesehatan sekaligus
kesadaran akan budaya olahraga masih rendah.
Untuk pemassalan dan pembibitan olahraga prestasi di tingkat daerah
belum menjadi media bagi rekruitmen atlet, khususnya di Jawa Timur.
Begitu pula pola-pola pembibitan dan pembinaan atlet melalui Pusat
Pendidikan dan latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang ada di Surabaya,
Malang, Kediri, serta pengembangan pelatihan olahraga belum sepenuhnya
didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sehingga olahraga
lebih bertumpu pada bakat alam semata.
Kinerja Makro Pembangunan Kependudukan Pemuda dan Olahraga
Kinerja kependudukan secara makro telah dapat memberikan
kontribusi cukup signifikan terhadap masyarakat miskin diantaranya jumlah
penduduk atau masyakat miskin yang telah memperoleh kesempatan kerja
dan berusaha melalui program mobilitas pendutduk sebanyak 6.442 KK,
masyarakat miskin yang telah diberdayakan modal usaha 3.171 KK,
(33)
sedangkan balita memiliki akte kelahiran sebanyak 20% dan 90% penduduk
usia 17 tahun telah ber KTP.
Kondisi tersebut diatas menunjukkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya data kependudukan sudah mulai menunjukkan gejala
peningkatan, namun masih perlu upaya – upaya lanjutan melalui bentuk
sosialisasi dan fasilitasi. Kesadaran akan pentingnya data kependudukan
perlu terus diupayakan oleh karena setiap penduduk berkewajiban atas data
kelahiran, kematian dan perpindahan serta perubahan – perubahan status
kependudukan lainnya. Bahkan ada penduduk ada yang masa bodoh dengan
identitas diri mengingat KTP dan KSK tidak membawa manfaat baginya
bahkan seolah – olah menjadi beban biaya mengurusnya.
Kinerja pembangunan kepemudaan secara makro dapat dilihat dari
meningkatnya wawasan kebangsaan, motivasi kemandirian, berwirausaha
dikalangan pemuda serta menurunnya masalah-masalah sosial dikalangan
pemuda seperti: kriminalitas, premanisme, narkotika , psikotropika, zat
adiktif (NAPZA) dan HIV/AIDS walaupun belum optimal.
Dengan terlaksananya program kegiatan pembibitan dan pembinaan
atlet sebagai kalender rutinitas maka dapat dilihat dari banyak atlet pelajar
Jawa Timur yang mendapatkan prestasi melalui event-event keolahragaan
berskala regional maupun nasional seperti pada cabang olahraga Panahan.
Melalui Program Pembinaan keolahragaan yang dimulai sejak usia dini, anak
dan remaja, usia dewasa dan lansia, kesatuan secara utuh dari seluruh
pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik, mental maupun
intelektual, diyakini akan mampu menghasilkan mutu Sumber Daya Manusia
yang produktif, memiliki daya saing dan prestasi secara prima serta
membantu menghambat proses penuaan.
Adapun
munculnya berbagai permasalahan dan kasus yang
melibatkan generasi muda seperti kerusuhan, tawuran, penyalahgunaan
narkotika dan sebagainya mencerminkan masih belum optimalnya sentuhan,
penyaluran aspirasi dan apresiasi terhadap generasi muda
, sehingga
(34)
kesinambungan, kestabilan dan kelancaran pembangunan. Oleh sebab itu
pembangunan kepemudaan harus dilaksanakan secara menyeluruh,
terintegrasi dan terkoordinasi dengan pembangunan di bidang lain.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak hanya dari sudut
fisik, mental dan moral, akan tetapi juga dari sudut produktivitas dan
prestasi kerjanya, karena diyakini pendidikan jasmani dan olahraga dapat
memberikan sumbangan yang lebih efektif kepada penanaman nilai-nilai
hakiki manusia yang mendasari pembentuk
an
manusia seutuhnya.
Kinerja Sektor:
Adapun perkembangan kinerja dari sub-sektor Pemuda pada semester
I adalah Pelatihan pemuda untuk berproduktif dan pengembangannya baik
dikalangan pemuda umum, maupun pemuda yang masih ada di lembaga
pendidikan, dan dialog interaktif bahayanya narkoba.
Sedangkan kinerja olahraga adalah Pekan Olahraga Pelajar tingkat
nasional yang diikuti oleh pelajar SLTP dan SLTA di kota Medan Sumateara
Utara pada tgl. 11 Juli 2005, serta Pekan Olahraga dan seni Pesantren
Daerah ( POSPEDA) yang dilaksanakan 2 (dua) tahun sekali, untuk tahun
2005 telah dilaksanakan di Kabupaten Malang pada tgl. 25-29 April 2005,
Pekan Olahraga Mahasiswa Daerah telah dilaksanakan tahun 2004.
B.
SASARAN
1.
Kependudukan
a. Laju pertumbuhan penduduk turun menjadi sekitar
1,05 %
pada
tahun
2006;
tingkat fertilitas total menjadi sekitar 2,2 per
perempuan; persentase pasangan usia subur yang tidak terlayani
(unmet need) menjadi 6 %;
b. Meningkatnya peserta KB laki-laki menjadi 4,5 %;
c. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang efektif serta
efisien;
d. Meningkatnya usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21
tahun;
(35)
e. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan
tumbuh-kembang anak;
f.
Menurunnya jumlah keluarga miskin.
g. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
h. Meningkatnya keserasian
dan penataan
kebijakan kependudukan
dalam rangka peningkatan kualitas, pengendalian pertumbuhan dan
kuantitas, pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk yang
serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan,
baik di tingkat nasional maupun daerah;
i.
Menurunnya tingkat pengangguran melalui penciptaan
lapangan kerja dan usaha yang seluas – luasnya ; dan
j. Meningkatnya cakupan jumlah kabupaten dan kota dalam
pelaksanaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.
2.
Kepemudaan dan Keolahragaan
a. Terciptanya pemuda yang bermoral, produktif, prestatif, inovatif dan
mandiri diindikasikan dengan :
1).
Meningkatnya wawasan kebangsaan di kalangan pemuda
dalam rangka pembentukan watak bangsa (character building);
2).
Meningkatnya moral pemuda dalam menyikapi pengaruh
budaya asing seiring dengan perkembangan teknologi
informasi;
3).
Berkembangnya kreatifitas anak dan remaja;
4).
Meningkatnya produktivitas pemuda;
5).
Semakin mantapnya mekanisme perencanaan dan penyusunan
program kepemudaan;
6).
Semakin terciptanya sarana prasarana kepemudaan yang
berkualitas, dan
7).
Meningkatnya kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai
bidang pembangunan.
(36)
b. Terciptanya
olahraga
yang
berkualitas
,
berprestasi
dan
memasyarakat ditandai dengan :
1. Semakin mantapnya pola pembinaan olahraga di kalangan
pelajar dan mahasiswa;
2. Meningkatnya keserasian berbagai kebijakan olahraga di tingkat
nasional dan daerah;
3. Semakin membudayanya olahraga di kalangan masyarakat;
4. Semakin berkembangnya organisasi olahraga;
5. Semakin mantapnya mekanisme perencanaan dan penyusunan
program olahraga, dan
6. Semakin
mantapnya
daya
dukung
sarana
prasarana
keolahragaan.
c. Terciptanya pemuda dan insan olahraga yang
sejahtera
diindikasikan melalui:
1. Semakin kuatnya daya saing pemuda, dan
2. Semakin mantapnya olahraga sebagai profesi yang mampu
memberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi para atletnya.
C.
ARAH KEBIJAKAN
Dengan mempertimbangkan bahwa pada waktu yang akan datang
akan mencapai penduduk tumbuh seimbang dan akan mengalami bonus
demografi (suatu keadaan ketika tingkat dependency ratio rendah, atau
jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari pada jumlah penduduk usia
tidak produktif, sebagai akibat dari perubahan struktur umur), maka tiga
arah kebijakan disusun untuk mencapai ketiga sasaran tersebut di atas,
sebagai berikut :
1. Kependudukan
a. kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan untuk
mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga
kecil berkualitas dengan:
(37)
1).
Mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya
memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi
keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil; peningkatan
komunikasi, informasi, dan edukasi bagi pasangan usia subur
tentang kesehatan reproduksi; melindungi peserta keluarga
berencana dari dampak negatif penggunaan alat dan obat
kontrasepsi; peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan
alat dan obat kontrasepsi dan peningkatan pemakaian
kontrasepsi yang lebih efektif serta efisien untuk jangka panjang.
2).
Meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja dalam
rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga yang lebih baik, serta
pendewasaan usia perkawinan melalui upaya peningkatan
pemahaman kesehatan reproduksi remaja; penguatan institusi
masyarakat dan pemerintah yang memberikan layanan
kesehatan reproduksi bagi remaja; serta pemberian konseling
tentang permasalahan remaja;
3).
Meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam
kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak,
peningkatan pendapatan keluarga khususnya bagi keluarga
miskin, peningkatan kualitas lingkungan keluarga;
4).
Memperkuat
kelembagaan
dan
jejaring
pelayanan
KB
bekerjasama
dengan
masyarakat
luas,
dalam
upaya
pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dan
pembudayaan keluarga kecil berkualitas.
b. Kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan untuk menata
pembangunan kependudukan melalui:
1)
Menata kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk secara
lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah;
2)
Menata kebijakan administrasi kependudukan guna mendorong
terakomodasinya hak-hak penduduk dan meningkatkan kualitas
dokumen, data, dan informasi penduduk, dalam mendukung
(38)
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan serta
pelayanan publik, antara lain melalui penyelenggaraan registrasi
penduduk.
2. Kepemudaan dan Keolahragaan
Kebijakan pembangunan pemuda dan olahraga diarahkan untuk
meningkatkan
partisipasi
pemuda
dalam
pembangunan
dan
menumbuhkan budaya olahraga dan prestasi guna meningkatkan kualitas
manusia melalui :
a. Mengembangkan kebijakan dan manajemen penyusunan dan
perencanaan program kepemudaan dan keolahragaan dalam upaya
mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan potensi
pemuda serta olahraga secara terpadu dan berkelanjutan.
b. Meningkatkan potensi pemuda dalam kewirausahaan, kepeloporan,
kepemimpinan, mengembangkan organisasi kepemudaan sebagai
kader pembangunan dalam berbagai bidang, serta melindungi dan
meningkatkan kesadaran generasi muda dari bahaya narkoba dan
HIV/AIDS.
c. Meningkatkan upaya pembibitan dan pengembangan prestasi
olahraga secara sistematik, berjenjang dan berkelanjutan serta
meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat secara lebih luas dan
merata, mengembangkan sistem penghargaan dan peningkatan
kesejahteraan atlet, pelatih dan tenaga keolahragaan.
Meningkatkan sarana dan prasarana olahraga yang sudah tersedia
utuk mendukung pembinaan olahraga serta mengembangkan pola
kemitraan dan kewirausahaan dalam upaya menggali potensi ekonomi
olahraga melalui pengembangan industri olahraga.
D.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Program yag akan ditempuh dalam Pembangunan Kependudukan
dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olah Raga pada tahun
2006 adalah :
(1)
2. Mendorong kerjasama antar pemerintah daerah termasuk peran pemerintah provinsi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat;
3. Menata kelembagaan Pemerintah Daerah agar lebih proporsional berdasarkan kebutuhan nyata dan mampu memberikan pelayanan masyarakat dengan lebih baik dan efisien;
4. Menyiapkan ketersediaan aparatur pemerintah daerah yang berkualitas secara proporsional di seluruh daerah dan wilayah, menata keseimbangan antara jumlah aparatur pemerintah daerah dengan beban kerja di setiap lembaga/satuan kerja perangkat daerah, serta meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pengelolaan sumberdaya manusia pemerintah daerah berdasarkan standar kompetensi;
5. Meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah yang didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme, sehingga tersedia sumber dana dan pembiayaan yang memadai bagi kegiatan pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan di daerah;
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Program yang akan ditempuh dalam revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah selama tiga tahun mendatang adalah :
I. PROGRAM UTAMA
a. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah b. Program Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah
II. PROGRAM UTAMA
(2)
3.7.2. SUB AGENDA PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERTANGGUNG JAWAB
A. KONDISI UMUM
Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip dasar managemen mulai Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang diwarnai dengan prinsip transparansi akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada sistem perencanaan pembangunan, perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif.
Pegawai Negeri Sipil Propinsi Jawa Timur pada tahun 2004 mencapai 23.414 orang dengan komposisi golongan IV sebanyak 1.369 orang, golongan III sebanyak 13.466 orang, golongan II sebanyak 7.651 orang dan golongan I sebanyak 928 orang.
Berkaitan dengan perwujudan pemerintahan yang bersih, perlu didukung oleh kegiatan pengawasan aparatur, dimana pada akhir tahun 2004 jumlah temuan sebanyak 912 kasus dengan nilai temuan sebesar Rp. 15,78 milyar.
Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab, Pemerintah Propinsi Jawa Timur pada tahun 2006 akan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam tahapan pembangunan, baik tahap identifikasi, perumusan, perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan.
(3)
B. SASARAN
Secara umum sasaran penyelenggaraan pemerintahan adalah terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel;
2. Terpadunya perencanaan pembangunan daerah serta terakomodasinya partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembangunan.
3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
C. ARAH KEBIJAKAN
Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam mewujudkan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, maka kebijakan penyelengaraan pemerintahan diarahkan untuk:
1. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat dan lini pemerintahan pada semua kegiatan;
2. Menyusun rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan secara partisipatif;
3. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proporsional, ramping, luwes dan responsif;
(4)
5. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government dalam penyelenggaraan pemerintahan.
6. Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan.
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Program yang akan ditempuh dalam penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab selama tiga tahun mendatang adalah :
I. PROGRAM UTAMA
a. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur b. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
c. Program Peningkatan Pengawasan Dan Akuntabilitas Aparatur Pemerintah
d. Program Perencanaan Pembangunan Partisipatif e. Program Penataan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan
f. Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur Negara g. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi
3.7.3. SUB AGENDA PERWUJUDAN KELEMBAGAAN DEMOKRATIS YANG MAKIN KOKOH
A. KONDISI UMUM
Konsolidasi demokrasi akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh kelembagaan demokrasi yang kokoh. Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam kehidupan sosial dan politik dapat dikatakan telah berjalan pada jalur dan arah yang benar yang ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan DPR, DPD dan DPRD baru hasil pemilihan umum langsung, pemilihan Kepala Daerah dengan aman dan tertib. Dalam waktu tiga tahun ke depan, pelaksanaan serta peningkatan kualitas kelembagaan demokrasi yang sudah terbentuk tersebut, akan terus
(5)
dikembangkan perbaikan pola hubungan pemerintah dan masyarakat, penyelesaian persoalan sosial dan politik masa lalu, serta peningkatan peranan media komunikasi dan informasi akan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan konsolidasi demokrasi.
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten/Kota secara langsung sebagai implementasi perwujudan demokratisasi sampai semester I tahun 2005 telah dilaksanakan di Kabupaten Sumenep, Lamongan, Gresik, Ponorogo, Kediri, Ngawi, Jember, Banyuwangi, Situbondo Kota Surabaya dan Blitar, sedangkan untuk tahun 2006akan diselenggarakan Pilkada di Kabupaten Blitar, Tulungagung, Pacitan, dan Sampang.
B. SASARAN
Sasaran Perwujudan Kelembagaan Demokrasi yang Makin Kokoh adalah terpeliharanya momentum awal konsolidasi demokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan hasil pemilu 2004 dan meningkatnya partisipasi politik masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Terlaksananya peran dan fungsi lembaga politik, kemasyarakatan, pers dan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik;
C. ARAH KEBIJAKAN
Arah kebijakan dari Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh akan ditempuh melalui kebijakan:
1. Mewujudkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh dengan mempertegas tugas, wewenang dan tanggungjawab dari seluruh kelembagaan pemerintahan yang berdasarkan mekanisme checks and
(6)
2. Memperkuat peran masyarakat sipil (civil society); 3. Memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah.
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Arah kebijakan dalam Perwujudan Lembaga Demokrasi yang makin kokoh dijabarkan dalam program-program pembangunan tahun 2006 yaitu :
I. PROGRAM UTAMA
a. Program Penyempurnaan Dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi b. Program Perbaikan Proses Politik