Hubungan antara body image dan kecenderungan impulse buying wanita bekerja

(1)

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN IMPULSE BUYING PADA WANITA BEKERJA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Bernadeta Intan Setya Rosari NIM : 129114096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Lebih mudah untuk tidak memilih, seolah tak ada konsekuensi. Tetapi seperti katamu, memilih adalah jalan hidup yang berani.”

-Leila S. Chudori-

“The hardest part of anything in life is thinking about it” - (Ajahn Brahm)


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji Syukur kupanjatkan kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus serta Bunda Maria yang selalu menemaniku dalam suka dan duka mengerjakan skripsi ini.

Skripsi ini juga kupersembahkan untuk papa tercinta yang pasti selalu berdoa, melihat, dan melindungiku dari rumah Bapa. I miss you so bad, and i wish you

were here.

Mama tercinta yang selalu mendukung dan bersedia menunggu dengan sabar hingga karya ini selesai dibuat.

dan


(6)

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN IMPULSE BUYING PADA WANITA BEKERJA

Bernadeta Intan Setya Rosari ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image

dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif dan signifikan body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 212 wanita bekerja. Alat pengumpulan data yang digunakan ialah skala untuk mengukur body image adalah Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) dan skala yang digunakan untuk mengukur kecenderungan impulse buying adalah Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) yang telah diadaptasi dalam bahasa indonesia. Skala body image memiliki

koefisien reliabilitas sebesar 0,951 dan skala kecenderungan impulse buying

memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,827. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Peason Product Moment dikarenakan sebaran data pada kedua variabel bersifat normal. Hasil penelitian ini menghasilkan r sebesar -0,208 dan nilai p sebesar 0,001 < 0,05. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Hal ini berarti semakin tinggi body image yang dialami oleh individu maka kecenderungan impulse buying akan semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah body image yang dialami individu maka kecenderungan impulse buying akan semakin tinggi.


(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN BODY IMAGE AND IMPULSE BUYING TENDENCY TOWARDS WORKING WOMEN

Bernadeta Intan Setya Rosari ABSTRACT

This research aimed to investigate the correlation between body image and impulse buying tendency towards working women. The hypothesis was that there was negative relationship between body image and impulse buying tendency towards working women. The subject in research were 212 working women. The scale used for measuring body image is Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) and the scale used for measuring Impulse Buying Tendency is Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) that has been adapted. The alpha reliability coefficient of body image scale was 0.951 and coefficient of impulse buying tendency scale was 0.827. The technique of data analysis being used was Peason Product Momentcorrelation test because data on both variables are normal. The research showed that value of r was 0.208 with p 0.001 < 0.05. The results indicated a negative correlation between body image and impulse buying tendency. It was means that the higher the body image experienced by working women the impulse buying tendency will be lower. On the contrary, the lower body image experienced by working women, the impulse buying tendency will be higher.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M. Si Selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih bapak atas semua bantuan, bimbingan, waktu, saran, serta kesabaran yang telah diberikan.

4. Bapak Prof. A. Supratiknya, Ph.D. dan Bapak Minta Istono, M.Si. selaku dosen penguji skripsi atas saran dan bimbingannya sehingga dapat menjadi lebih baik.

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si., selaku dosen pembimbing akademik 2012 yang selalu memberikan saran, dukungan dan bantuan selama penulis menempuh studi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang telah berbagi ilmu dan memberikan semangat.


(11)

xi

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Mas Muji, Mas Gandung, Ibu Nanik, dan juga Pak Gik terima kasih telah membantu dalam berbagai urusan kuliah dan praktikum tes.

8. Keluarga yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai. Terima kasih atas segala dukungan yang telah diberikan.

9. Para sahabat yang selalu menemani dan tidak menemani dalam jatuh bangunnya saya mengerjakan skripsi ini. Berkat skripsi ini

saya banyak belajar mengenai arti persahabatan sejati. “Kadang

yang selalu ada bisa pergi, kadang yang selalu tidak ada bisa

datang”.

10.Teman-teman Fakultas Psikologi dari berbagai angkatan dan teman-teman tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala bantuan dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih banyak. 11.Para subjek dan semua pihak atas kontribusi yang diberikan dalam

penyusunan skripsi saya.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, untuk itu penulis sangat terbuka untuk menerima saran dan kritik yang dapat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Tuhan memberkati kita semua. Amin.


(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ASBTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DASAR TEORI ... 9

A. Impulse buying ... 9


(13)

xiii

2. Aspek-Aspek Impulse buying ... 10

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulse buying ... 11

B. Body Image... 14

1. Definisi Body Image ... 14

2. Dimensi Body Image ... 14

C. Wanita Bekerja ... 16

D. Kerangka Konseptual ... 17

E. Skema Penelitian ... 20

F. Hipotesis ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

C. Definisi Operasional... 22

1. Body Image... 22

2. Kecenderungan Impulse buying ... 23

D. Subjek Penelitian ... 24

E. Instrumen Penelitian... 25

1. Metode Pengumpulan Data ... 25

2. Alat Pengumpulan Data ... 25

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 31

1. Validitas Alat Ukur ... 31

2. Daya Diskriminasi Item... 31


(14)

xiv

G. Analisis Data ... 35

H. Metode Pengolahan Data ... 35

1. Uji Asumsi ... 35

2. Uji Hipotesis ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Pelaksanaan Penelitian ... 37

B. Deskripsi Penelitian ... 37

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 37

2. Deskripsi Data Penelitian ... 38

C. Analisis Data Penelitian ... 42

1. Uji Asumsi ... 42

2. Uji Hipotesis ... 43

D. Analisis Tambahan ... 45

E. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Keterbatasan Penelitian ... 50

C. Saran ... 51

1. Bagi Wanita Bekerja ... 57

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor favourabel dan Unfavourable Kecenderungan Impulse buying (IBT

scale) ... 27

Tabel 3.2 Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Impulse buying ... 27

Tabel 3.3 Skor Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) ... 28

Tabel 3.4 Sebaran Aitem Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) ... 30

Tabel 3.5 Reliabilitas Skala Kecenderungan Impulse buying ... 34

Tabel 3.6 Reliabilitas Skala Kecenderungan Body Image ... 34

Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek ... 37

Table 4.2 Deskripsi Penghasilan Subjek ... 38

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Body image dan Kecenderungan impulse buying ... 39

Tabel 4.4. Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Body Image ... 40

Tabel 4.5. Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Kecenderungan Impulse buying ... 41

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 42

Tabel 4.7 Hasil Uji Linearitas Data Penelitian... 43

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis Data Penelitian ... 44

Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Kecenderungan Impulse buying berdasarkan Penghasilan Perbulan ... 45


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Body Image dan


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 60

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Kecenderungan Impulse buying Penelitian ... 71

Lampiran 3. Korelasi Item Total Skala Kecenderungan Impulse buying Penelitian ... 71

Lampiran 4. Reliabilitas Skala Body Image Penelitian ... 72

Lampiran 5. Korelasi Item Total Skala Body Image Penelitian ... 72

Lampiran 6. Reliabilitas Skala Body Image Try Out ... 74

Lampiran 7. Korelasi Item Total Skala Body Image Try Out ... 74

Lampiran 8. Skala Penelitian ... 77

Lampiran 9. One Sample T-test Kecenderungan Impulse buying dan Body Image ... 90

Lampiran 10. Uji Normalitas ... 90

Lampiran 11. Uji Linearitas ... 91

Lampiran 12. Uji Hipotesis ... 91


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Terjadinya penguatan nilai tukar rupiah di awal tahun 2016 diprediksi menyebabkan peningkatan daya beli masyarakat Indonesia dan akan menjadi lebih konsumtif dibanding tahun 2015 (Setiawan, 2015). Pada tahun 2015, hasil riset dari Lembaga Riset Kandence International Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 28% masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan konsumtif dan ¼ masyarakat Indonesia memiliki gaya hidup konsumtif. Riset dilakukan dengan melakukan pencatatan pengeluaran bulanan setiap responden. Sebagian besar responden merasa tidak sadar dan terkejut dengan hasil perhitungan pengeluaran belanja dalam jumlah besar yang dilakukan di luar perencanaan (Sari, 2016). Pembelian tidak terencana dapat disebut sebagai impulse buying

(Verplanken & Herabadi, 2001; Hawkins & Mothersbaugh, 2014).

Impulse buying semakin berkembang dikalangan masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil studi tren perbelanjaan yang dilakukan The Nielsen Company tahun 2011 menunjukkan bahwa pembelanjaan masyarakat Indonesia berkembang menjadi semakin impulsif (The Nielsen Company, 2011). Fenomena impulse buying di Indonesia memiliki kecenderungan lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (Sanyogo, 2013). Impulse buying adalah perilaku pembelian tidak terencana, yang ditandai dengan mendadak, keinginan yang kuat dan teguh, mendesak untuk


(19)

segera dibeli, terjadi secara spontan, dan disertai perasaan senang serta gembira (Rook, 1987).

Secara umum faktor yang mempengaruhi impulse buying dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi dan faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam individu. Faktor eksternal yang mempengaruhi impulse buying antara lain meliputi: harga yang menarik yang ditawarkan dan media iklan (Cahyorini & Zalfiana, 2011) penampilan atau kemasan produk (Verplanken & Herabadi, 2001), promosi yang inovatif dan menggunakan kecanggihan teknologi (Schiffman & Kanuk, 2010), keadaan lingkungan toko (Xu, 2007) dan penghasilan (Mai, Kwong, Gorald, & Sandra, 2003). Individu yang memiliki penghasilan lebih tinggi lebih impulsif dibandingkan yang dengan individu yang memiliki penghasilan lebih rendah (Mai dkk, 2003). Impulse buying dapat dilakukan apabila individu memiliki kemampuan finansial yang memadai (Verplanken & Herabadi, 2001). Hal seupa juga diungkapkan dalam penelitian Gaille (2014) bahwa individu pada usia muda yang telah memiliki pendapatan akan lebih melakukan pembelian secara impulsif.

Faktor internal yang mempengaruhi impulse buying antara lain: kecerdasan emosional (Lin & Chuang, 2005), suasana hati (Youn & Faber dalam Alagoz & Ekici, 2011), usia dan jenis kelamin. Pada usia 18-39 tahun

impulse buying yang dilakukan oleh individu akan meningkat dan akan menurun setelah usia tersebut (Wood,1998). Pada riset Giraud (2001, dalam


(20)

Suganya & Beena, 2017) menjelaskan bahwa jenis kelamin mempunyai pengaruh spesifik pada impulse buying seperti wanita cenderung lebih impulsif daripada pria. Selain itu, faktor internal yang dapat mempengaruhi impulse buying ialah konsep diri (Dittmar, Beattie, & Friese, 1995). Engel dan Blackwell (1982) menjelaskan secara lebih khusus bahwa perbedaan konsep diri konsumen menunjukkan perbedaan perilaku konsumen. Dacey dan Kenny (2001) menyatakan bahwa body image adalah bagian dari konsep diri yang mencakup sikap maupun pengalaman yang berkaitan dengan tubuh/fisik.

Body image atau citra tubuh adalah sebuah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Hal tersebut mencakup cara individu mempersepsikan dan memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan dirasakan mengenai ukuran dan bentuk tubuhnya (Honigman & Castle, 2007).

Body image merupakan penerimaan terhadap persepsi tentang penampilan fisik yang dimiliki oleh individu (Thompson, Heinberg, Altabe & Tantleff, 2002). Definisi lain dari body image adalah suatu sikap yang dimiliki individu terhadap tubuhnya dapat berupa penilaian positif dan negatif (Cash & Prunzinsky, 2002). Individu yang memandang tubuhnya secara positif akan memiliki body image yang positif, sedangkan individu yang memandang tubuhnya secara negatif akan memiliki body image yang negatif (National Eating Disorders Association, 2005).

Penampilan tubuh/fisik merupakan hal yang penting dan utama bagi wanita. Hal tersebut membuat wanita membandingkan penampilan fisiknya dengan wanita lain (Sunartio, Sukamto, & Dianovinina, 2012). Terjadinya


(21)

perubahan pada wanita akibat dari bertambahnya usia seringkali memberi efek negatif misalnya rasa kecewa dan putus asa (Hurlock, 1979). Berbagai perubahan fisik yang dialami oleh wanita menghasilkan persepsi yang berubah-ubah mengenai body image, namun seringkali bersifat negatif dan menunjukkan penolakkan terhadap fisiknya (Simanjutak, 2009).

Tiggeman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa majalah wanita menyajikan gambar-gambar model yang kurus sebagai figur ideal. Hal tersebut menyebabkan wanita memiliki citra tubuh yang berkembang ke arah citra tubuh negatif. Maulad (2008) menyatakan bahwa sebagian besar wanita menganggap bahwa tubuh ideal identik dengan tubuh yang kurus atau langsing. Memiliki tubuh yang langsing akan membuat mereka merasa lebih percaya diri. Namun terjadinya kesenjangan antara diri fisik dengan tubuh ideal yang terlalu jauh dapat memunculkan penilaian tubuh yang negatif. Menurut Feingold dan Mazzella (dalam Davison & McCabe, 2006) persepsi yang salah mengenai tubuh ideal membuat sebagian orang merasa khawatir dan kurang percaya diri dengan tubuh yang mereka miliki sehingga dapat memunculkan ketidakpuasan terhadap body image.

Sivert dan Sinanovic (2008) menunjukkan bahwa wanita usia 17-25 tahun memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang lebih tinggi dibandingkan wanita berusia 40-60 tahun. Wanita dewasa lebih memandang citra tubuh secara negatif jika dibandingkan laki-laki dewasa. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa wanita memiliki kecenderungan untuk lebih memelihara dan merawat penampilan dibandingkan laki-laki (Hubley & Quinlan, 2003).


(22)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Tiggemann (dalam Cash & Smolak, 2011) bahwa body image negatif lebih banyak dialami oleh sebagian besar wanita sehingga mereka memiliki ketidakpuasan terhadap tubuh mereka, terutama terkait dengan ukuran tubuh serta berat badan. Menurut Smolak (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) body image negatif yang dimiliki oleh individu menunjukkan bahwa individu merasa tidak puas terhadap keadaan fisiknya, sedangkan body image positif yang dimiliki oleh individu menunjukkan bahwa individu merasa puas terhadap keadaan fisiknya. Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1979) menyatakan bahwa citra tubuh berkaitan erat dengan penampilan fisik individu sehingga apabila individu merasa dirinya tidak menarik maka individu tersebut akan mencari cara untuk memperbaiki dirinya. Wanita memiliki kecenderungan mendistorsi citra tubuh mereka sehingga menciptakan kesenjangan antara diri fisik dan ideal. Hal tersebut memotivasi wanita untuk membeli produk dan jasa untuk memperbaiki penampilan fisiknya (Solomon, 2009).

Usia yang telah dijelaskan di atas termasuk dalam tahap perkembangan pada masa dewasa awal karena masa dewasa awal berkisar pada usia 20-40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Wanita dewasa awal menyadari bahwa penampilan yang menarik memegang peranan penting dalam dunia usaha, pergaulan sosial dan kehidupan keluarga. Wanita dewasa awal yakin dengan penampilan fisik yang menarik mereka dapat lebih mudah memperoleh ternan serta diterima oleh lingkungan (Hurlock, 1994: 255). Hal tersebut seringkali membuat wanita sangat mengakhawatirkan mengenai penampilan fisik. Wanita


(23)

dewasa awal yang bekerja rela melakukan berbagai cara dengan mengeluarkan banyak uang untuk memiliki penampilan yang menarik. Hal tersebut dapat menyebabkan wanita memiliki kecenderungan untuk berperilaku konsumtif (Sari, 2009).

Piaget (dalam Santrock, 2002) pada tahap pekembangan dewasa awal terjadi pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi misalnya perkembangan karir, pemilihan pasangan dan memulai keluarga. Pada masa dewasa awal, terjadinya perkembangan kognitif sehingga individu mampu untuk berfikir secara reflektif, menekankan pada logika yang kompleks dan melibatkan intuisi dan emosi (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Seharusnya individu pada tahap dewasa awal dapat mengontrol diri dan berfikir secara rasional serta reflektif dalam berbelanja sehingga tidak melakukan pembelian secara impulsif yang bersifat tidak terencana dan tidak rasional.

Berdasarkan pemaparan teoritis di atas, peneliti menduga bahwa body image berkaitan atau berhubungan dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Penelitian terkait dengan hubungan antara body image dan kecenderungan pembelian impulsif pernah dilakukan di Indonesia namun dengan subjek penelitian remaja (Murtiyanto, 2016). Peneliti belum menemukan penelitian terkait body image dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Dari beberapa wawancara yang dilakukan pada wanita dewasa awal bekerja menyatakan bahwa mereka seringkali melakukan pembelanjaan produk-produk kecantikan serta pakaian secara tidak terencana untuk menunjang penampilan fisik agar menarik.


(24)

B.Rumusan Masalah

Permasalahan yang hendak diteliti dalam peneltian ini adalah apakah terdapat hubungan body image dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan teoritis yang baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang perilaku konsumen, yaitu kecenderungan impulse buying dan body image pada wanita bekerja.

2. Manfaat Praktis

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi kepada wanita bekerja mengenai body image yang dapat mempengaruhi kecenderungan impulse buying sehingga dapat lebih kesadaran terhadap perilaku membeli suatu produk atau jasa secara tidak terencana dan tidak rasional.


(25)

Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya khususnya berkaitan dengan body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja.


(26)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A.IMPULSE BUYING

1. Definisi Impulse buying

Istilah impulse buying berkembang pada tahun 1950an (clover, 1950). Impulse buying pada dasarnya memiliki persamaan dengan

unplanned buying, dimana pembeli melakukan pembelian yang tidak direncanakan (Stern, 1962). Hausman (2000) impulse buying berhubungan dengan seberapa cepat suatu keputusan untuk membeli. Menurut Gasiorowska (2011) impulse buying adalah pembelian tidak reflektif, sebenarnya tidak diharapkan, terjadi secara spontan, diiringi munculnya keinginan mendadak untuk membeli produk tertentu dan diwujudkan dalam reaksi terhadap suatu stimulus dari produk. Impulse buying

merupakan suatu perilaku pembelian yang tidak rasional (Verplanken & Herabadi, 2001).

Impulse buying memiliki hubungan dengan individu yang ingin melarikan diri dari konsep diri negatif (Verplanken & Herabadi, 2001). Selain itu, impulse buying merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

mood individu (Muruganantham & Bhakat, 2013). Kacen dan Lee (2002) menyatakan bahwa impulse buying memiliki karakterikstik seperti munculnya perasaan ketertarikan terhadap produk yang dijual, perasaan untuk segera memiliki produk yang dijual, keinginan untuk mengabaikan


(27)

konsekuensi dari pembelian produk, munculnya perasaan puas, dan terjadi konflik antara pengendalian kesukaan di dalam diri individu. Impulse buying seringkali dipengaruhi dengan emosi individu dan kematangan ekonomi individu. Berdasarkan penelitian Rawes (2014) menunjukkan bahwa emosi senang pada kaum muda (18-29 tahun) dapat mempengaruhi 69% dari mereka yang melakukan impulse buying. Pada pembeli di usia muda yang telah memiliki pendapatan sendiri juga lebih melakukan pembelian secara impulsif (Gaille, 2014).

2. Aspek-aspek Impulse buying

Impulse buying terdiri dari dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif (Verplanken & Herabadi, 2001).

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif adalah ketika individu kurang melakukan pertimbangan dan perencanaan atas pembelian yang dilakukan (Verplanken & Herabadi, 2001). Pada aspek kognitif seringkali berkaitan dengan pemikiran yang mendalam ketika melakukan pembelian (Sharma, et al, 2012). Lee dan Kacen (2007, dalam Cinjarevic, 2010) menyatakan bahwa pemrosesan informasi dalam pembelian impulsif cenderung dengan waktu yang sangat cepat sehingga menyebabkan kuantitas dan kualitas dari informasi yang diterima individu sangat kurang dan tidak ada evaluasi terhadap konsekuensi dalam waktu jangka panjang.


(28)

b. Aspek Afektif

Aspek afektif dalam impulse buying berkaitan dengan perasaan senang, emosi, dan adanya dorongan untuk segera memiliki sesuatu yang disukai atau diingini tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu serta kurangnya kontrol sehingga menyebabkan munculnya penyesalan setelah melakukan pembelian (Verplanken & Herabadi, 2001; Sharma, et al, 2012).

Berdasarkan penjelasan kedua aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua aspek dari impulsve buying yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif adalah tidak adanya perencanaan dan pertimbangan dari konsumen dalam melakukan pembelian sehingga konsumen tidak mempertimbangkan tujuan dan resiko dari pembelian yang dilakukan. Sedangkan aspek afektif adalah kecenderungan konsumen dalam melakukan impulse buying karena munculnya perasaan senang, ketakutan dan kepuasan saat melakukan pembelian.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse buying a. Faktor Eksternal

Impulse buying dapat terjadi dikarenakan adanya stimulasi eksternal. Alagoz dan Ekici (2011) menyebutkan bahwa kemasan dan gambar suatu produk dapat menyebabkan individu melakukan impulse buying. Hal tersebut juga didukung dengan pendapat Jones et al (dalam Niu & Wang, 2009) bahwa desain dan gambar kemasan produk serta


(29)

penempatan produk didekat kasir dapat menyebabkan munculnya

impulse buying. Menurut Muruganantham dan Bhakat (2013), beberapa teknik promosi yang digunakan antara lain pengaturan posisi rak, kupon dan demonstrasi suatu produk dalam toko. Teknik yang digunakan dalam promosi bertujuan untuk meningkatkan impulse buying.

Selain itu ditemukan faktor eksternal lain yaitu kondisi lingkungan toko juga dapat menyebabkan terjadinya impulse buying. Hal tersebut dikarenakan kondisi lingkungan toko dapat mempengaruhi kondisi emosional individu (Xu, 2007). Pemberian merchandise ritel secara langsug juga dapat memunculkan motivasi bagi konsumen untuk membeli. Kegiatan pemberian merchandise dapat sebagai tindakkan salesmen yang diam di sebuah ritel outlet (Muruganantham & Kaliyamoorthy, 2005). Selain itu, kematangan ekonomi juga dapat menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat menimbulkan impulse buying. Menurut Mai et al. (2003) menyatakan bahwa individu yang memiliki penghasilan lebih tinggi terbukti lebih impulsif dibandingkan dengan individu yang memiliki penghasilan rendah.

Berdasarkan pemaparan tersebut, terdapat faktor-faktor eksternal yang dapat menyebabkan impulse buying antara lain: strategi atau teknik promosi, kemasan produk, pemberian merchandise, penataan lingkungan toko, dan kematangan ekonomi.


(30)

b. Faktor Internal

Penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Chuang (2005) menyebutkan bahwa emotional intelligence memiliki pengaruh terdapat

impulse buying. Hal tersebut menjelaskan bahwa individu yang memiliki emotional intelligence yang tinggi akan memiliki tingkat

impulse buying yang rendah, sebaliknya individu yang memiliki tingkat

emotional intelligence rendah akan memiliki tingkat impulse buying

yang tinggi. Menurut Youn dan Faber (dalam Alagoz & Ekici, 2011) suasana hati menjadi faktor penyebab impulse buying. Contohnya saat individu sedang merasa stress atau depresi maka individu akan melakukan impulse buying untuk mengatasi ketegangan dalam dirinya (Youn & Faber, dalam Alagoz & Ekici, 2011). Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi impulse buying adalah konsep diri (Loudon & Bitta, 1993; Dittmar et.al., 1995). Hal itu menunjukkan bahwa individu yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki tingkat impulse buying yang rendah, sebaliknya individu yang memiliki konsep diri negatif akan memiliki tingkat impulse buying yang tinggi. Menurut Struart dan Sundeen (1991, 1995) konsep diri teridiri dari lima komponen yaitu: gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri. Hal tersebut menjelaskan bahwa salah satu komponen dari konsep diri adalah gambaran diri (body image).


(31)

B.BODY IMAGE

1. Definisi Body image

Hardy dan Hayes (1988) menyatakan body image merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Dacey dan Kenny (2001) menyatakan bahwa body image adalah bagian dari konsep diri yang mencakup sikap maupun pengalaman yang berkaitan dengan tubuh/fisik.

Body image adalah suatu sikap yang dimiliki oleh individu terhadap tubuhnya dapat berupa penilaian positif maupun negatif (Cash & Pruzinsky, 2002). Jersild (1965) mengungkapkan body image merupakan gambaran individu tentang tingkat kepuasan pada bagian tubuh serta penampilan secara keseluruhan. Chaplin (2011) menyatakan bahwa body image adalah ide individu menilai betapa menarik penampilan badannya dihadapan orang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran dan penilaian positif dan negatif individu terhadap penampilan tubuh atau fisik secara keseluruhan.

2. Dimensi Body image

Menurut Cash dan Pruzinsky (2000) terdapat sepuluh dimensi dalam pengukuran body image yaitu:


(32)

Perasaan tertarik atau tidak tertarik pada fisik; memuaskan atau tidak memuaskan dengan penampilan yang dimiliki individu.

2.2 Appearance Orientation (Orientasi penampilan)

Meningkatkan investasi pada penampilan yang dimiliki oleh individu.

2.3 Fitness Evaluation (Evaluasi kebugaran fisik) Perasaan memiliki fisik yang sehat atau tidak sehat. 2.4 Fitness Orientation (Orientasi kebugaran fisik)

Meningkatkan investasi pada kesehatan fisik atau kemampuan berolahraga

2.5 Health Evaluation (Evaluasi kesehatan)

Perasaan memiliki kesehatan fisik ataum bebas dari penyakit secara fisik.

2.6 Health Orientation (Orientasi kesehatan)

Meningkatkan investasi pada gaya hidup sehat secara fisik. 2.7 Illness Orientation (Orientasi tentang peyakit)

Meningkatkan kewaspadaan atau tanggap terhadap penyakit. 2.8 Body Area Satisfaction (Kepuasan terhadap bagian tubuh)

Kepuasan dengan aspek-aspek dari bagian tubuh atau penampilan individu.

2.9 Overweight Preocupation (Kecemasan menjadi gemuk)

Kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan terhadap berat badan, melakukan diet, dan membatasi saat makan.


(33)

2.10 Self-Classified Weight (Pengkategorian ukuran tubuh)

Menggambarkan bagaimana individu mempersepsikan dan memberi tanda berat badan dari sangat kurus hingga yang sangat gemuk.

C.WANITA BEKERJA

Menurut Van Vuuren (dalam Dwijanti, 1999) wanita kerja adalah wanita yang memiliki peran sebagai pekerja dan mendapatkan gaji dari pekerjaan yang telah dilakukan dengan teratur diluar rumah. Kemampuan ketika bekerja diperoleh dari adanya tingkat pendidikan yang tinggi. Hal tersebut berarti apabila tingkat pendidikan dan kemampuan semakin tinggi maka kemungkinan jabatan dan gaji akan tinggi (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Menurut data dari The Institute of Science and Technology Journal’s menunjukkan bahwa wanita di Indonesia rata-rata mulai bekerja pada usia 22 tahun (Siregar, 2007). Pada usia tersebut masuk dalam ketegori tahap perkembangan pada masa dewasa awal karena masa dewasa awal berkisar pada usia 20-40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

Masa dewasa adalah salah satu fase kehidupan dimana individu dianggap telah menjadi dewasa atau telah menyelesaikan pertumbuhannya dan menyiapkan diri untuk dapat diterima dalam masyarakat (Hurlock, 1978; Mappiare, 1983). Pada masa dewasa awal atau dini, individu akan memasuki masa transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara. Namun pada masa


(34)

ini juga individu yang mulai mandiri secara ekonomi tersebut dapat mendorong individu menjadi konsumtif dan melakukan pembelian impulsif.

Dalam masa ini individu akan berusaha untuk membentuk pribadi yang lebih mandiri dan terlibat secara sosial (Santrock, 1995). Masa dewasa terbagi menjadi bagian yaitu masa dewasa awal yang dimulai pada usia 18-40 tahun. Pada masa ini akan terjadi berbagai perubahan fisik dan psikologis yang terjadi dengan disertai penurunan kemampuan reproduktif. Selanjutnya masa dewasa madya yang dimulai dari usia 40-60 tahun. Masa dewasa madya akan sangat tampak terjadi penurunan kemampuan fisik dan psikis. Dan yang terakhir masa dewasa lanjut. Dalam masa dewasa lanjut dimulai dari usia 60 tahun sampai kematian (Hurlock, 1979).

Pada setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Masa dewasa awal juga ditandai dengan karakteristik yang khas antara lain; perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Berdasarkan perkembangan kemampuan kognitif pada wanita bekerja yang memasuki usia dewasa awal seharusnya sudah dapat membuat perencanaan, memutuskan sesuatu atas apa yang dikerjakan dan apa yang akan dibeli (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

D.KERANGKA KONSEPTUAL

Tahap perkembangan pada wanita dewasa awal di mulai dari usia 20-40 tahun, diiringi dengan berbagai tugas-tugas perkembangan (Santrock, 2002). Pada usia tersebut individu akan mengalami puncak perkembangan fisik,


(35)

kognitif maupun psikososial. Mengenai perkembangan fisik, individu akan mulai memperhatikan tentang penampilan fisiknya. Penampilan fisik merupakan hal yang penting pada wanita. Perubahan yang terjadi pada wanita akibat dari bertambahnya usia seringkali memberi efek negatif misalnya rasa kecewa dan putus asa (Hurlock, 1979). Penilaian mengenai penampilan fisik sering disebut dengan istilah body image.

Body image adalah suatu sikap yang dimiliki oleh individu terhadap tubuhnya dapat berupa penilaian positif maupun negatif (Cash & Pruzinsky, 2002). Individu yang memiliki body image positif akan merasa memiliki tubuh dan penampilan yang menarik serta percaya diri. Sedangkan individu yang memiliki body image yang negatif akan merasa memiliki tubuh dan penampilan yang kurang menarik dan kurang percaya diri (Bell & Rushfort, 2008).

Wanita dewasa lebih memandang body image secara negatif jika dibandingkan laki-laki dewasa sehingga wanita memiliki kecenderungan memelihara dan merawat penampilan daripada laki-laki (Hubley & Quinlan, 2003). Menurut Munfarida (dalam Astuti, 2009) munculnya ketidakpuasan terhadap tubuh memicu wanita melakukan berbagai cara untuk memperbaiki penampilan fisiknya misalnya melakukan perawatan tubuh. Menurut Feingold dan Mazzella (dalam Davison & McCabe, 2006) persepsi yang salah mengenai tubuh ideal membuat sebagian orang merasa khawatir dan kurang percaya diri dengan tubuh yang mereka miliki sehingga dapat memunculkan ketidakpuasan terhadap body image. Ketidakpuasan dengan penampilan fisik pada wanita


(36)

menyebabkan wanita melakukan berbagai cara untuk mengubah atau memperbaiki penampilan fisik. Cara-cara yang dilakukan oleh wanita untuk memperbaiki penampilan fisiknya menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku konsumtif (Sari, 2009). Dacey dan Kenny (2001) serta Hardy dan Hayes (1988) yang mengungkapkan body image adalah bagian dari konsep diri yang mencakup sikap maupun pengalaman yang berkaitan dengan tubuh/fisik. Konsep diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

impulse buying (Dittmar et.al., 1995).

Impulse buying merupakan suatu perilaku yang melibatkan keinginan secara spontan dan unreflective untuk membeli serta tidak ada pertimbangan mengapa dan untuk apa alasan individu membeli suatu produk (Rook, 1995; Verplanken & Herabadi, 2001). Penelitian Giraud (2001, dalam Suganya & Beena, 2017) mengatakan jenis kelamin mempunyai pengaruh spesifik pada

impulse buying seperti wanita cenderung lebih impulsif daripada pria. Selain itu, wanita bekerja memiliki penghasilan lebih besar dapat lebih kecenderungan

impulse buying dibandingkan dengan yang berpenghasilan lebih rendah (Mai et.al., 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian tubuh (body image) dapat memiliki hubungan dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja.


(37)

E.SKEMA HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN IMPULSE BUYING

Wanita Bekerja

Body image Body image

Positif Negatif

Memiliki Penampilan Tubuh Memiliki Penampilan Tubuh Kurang

Menarik, Merasa Puas dan Percaya Menarik, Tidak Merasa Puas dan

diri Tidak Percaya Diri

Tidak memiliki keinginan Memiliki keinginan

memperbaiki penampilan fisik memperbaiki penampilan fisik

Memiliki tingkat kecenderungan Memiliki tingkat kecenderungan

Impulse buying yang rendah Impulse buying yang tinggi

Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Body Image Dengan Kecenderungan Impulse buying Pada Wanita Bekerja


(38)

F. HIPOTESIS

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara body image dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Sehingga semakin tinggi body image, maka kecenderungan

impulse buying pada wanita bekerja akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah body image, maka semakin tinggi kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja.


(39)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana hubungan variasi antar variabel. Menurut Azwar (2012), penelitian kuantitatif merupakan pendekatan analisis dengan menggunakan data-data numerik yang diolah menggunakan metode statistik. Penelitian korelasional adalah penelitian yang digunakan untuk mencari suatu informasi mengenai taraf hubungan antar variabel (Azwar, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita dewasa awal yang bekerja.

B.IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel Bebas (X) : Body image

2. Variabel Tergantung (Y) : Kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja.

C.DEFINISI OPERASIONAL 1. Body image

Body image adalah gambaran dan penilaian positif dan negatif individu terhadap penampilan tubuh atau fisik secara keseluruhan. Body image terdiri dari 10 dimensi yaitu evaluasi penampilan (appearance


(40)

evaluation), orientasi penampilan (appearance orietation), evaluasi kebugaran fisik (fitness evaluation), orientasi kebugaran fisik (fitness orientation), evaluasi kesehatan (health evaluation), orientasi kesehatan (health orientation), orientasi tentang penyakit (illness orientation),

kepuasan area tubuh (body area satisfaction scale), kecemasan menjadi gemuk (overweight preoccupation), persepsi terhadap ukuran tubuh (self classification weight). Body image diukur dengan menggunakan skala

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) yang dibuat oleh Cash (2000). Semakin tinggi skor total MBSRQ maka menunjukkan penilaian body image yang semakin positif. Sebaliknya semakin rendah skor total MBSRQ maka menunjukkan penilaian body image yang semakin negatif.

2. Kecenderungan Impulse buying

Kecenderungan impulse buying adalah kecenderungan pembelian yang tidak rasional. Impulse buying terdiri dari dua aspek yaitu aspek kognitif dan afektif. Kecenderungan impulse buying diukur dengan menggunakan skala Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) yang dibuat oleh Verplanken dan Herabadi (2001). Dalam pengukuran skala tersebut, semakin tinggi skor IBT Scale maka semakin tinggi tingkat kecenderungan impulse buying. Sebaliknya semakin rendah skor total IBT Scale maka semakin rendah tingkat kecenderungan impulse buying.


(41)

D.SUBJEK PENELITIAN

Sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sedangkan pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian dan pemahaman mengenai karakteristik terhadap sampel membuat peneliti mampu menggeneralisasikan karakteristik tersebut pada elemen populasi (Noor, 2012). Teknik pengambilaan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel penelitian dengan cara sengaja memilih atau menunjuk diantara anggota populasi yang memenuhi syarat untuk menjadi sampel (Suryabrata, 2004).

Karakteristik subjek yang digunakan yaitu : wanita bekerja dalam tahap perkembangan dengan awal yang berusia 22-39 tahun. Menurut data dari

The Institute of Science and Technology Journal’s menunjukkan bahwa wanita di Indonesia rata-rata mulai bekerja pada usia 22 tahun (Siregar, 2007). Gaille (2014)menjelaskan pada usia muda yang telah memiliki pendapatan akan lebih melakukan pembelian secara impulsif. Selain itu, pemberian batasan usia dan jenis kelamin subjek didasarkan pada penelitian Wood (1998) menjelaskan usia 18-39 tahun impulse buying yang dilakukan oleh individu akan meningkat dan akan menurun setelah usia tersebut. Usia tersebut masuk dalam ketegori tahap perkembangan pada masa dewasa awal karena masa dewasa awal berkisar pada usia 20-40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Serta penelitian Giraud (2001, dalam Suganya & Beena, 2017) mengatakan jenis kelamin mempunyai


(42)

pengaruh spesifik pada impulse buying seperti wanita cenderung lebih impulsif daripada pria.

E.INSTRUMEN PENELITIAN 1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan skala kuisioner yang disebarkan kepada wanita bekerja dewasa awal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta karena dianggap lebih fleksibel dan mudah (Azwar,2009). Peneliti juga menyisipkan informed consent sebagai pernyataan sebagai pernyataan bahwa subjek bersedia dan tidak dengan terpaksa untuk menjadi subjek penelitian ini. Skala adalah alat ukur psikologis yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menangkap respon individu terhadap sebuah konsep yang hendak diukur sehingga menghasilkan skor yang dapat diinterprestasikan (Azwar, 1999). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Skala Likert adalah sebuah metode pengumpulan data dimana setiap item disusun untuk mengukur atribut psikologis tertentu. Subjek penelitian diminta untuk menyatakan pendapat ketidaksetujuan atau kesetujuannya dalam kontinum yang terdiri dalam beberapa respon (Supratiknya, 2014).

2. Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan alat ukur Impulse Buying Tendency Scale (IBT


(43)

Scale) untuk mengukur variabel kecenderungan impulse buying dan

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) untuk mengukur variabel body image. Peneliti menggunakan skala adaptasi

Impulse Buying Tendency Scale (Verplanken & Herabadi, 2001) dan

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (Cash, dalam Milanzahri, 2013).

Berikut ini penjelasan terkait dengan masing-masing skala dalam penelitian ini:

a. Kecenderungan Impulse buying

Dalam penelitian ini, menggunakan Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) dalam bentuk skala likert dengan item dalam bentuk

favourable dan unfavourable. Item favourable adalah item yang berisi pernyataan memihak, mendukung atau menunjukkan ciri variabel yang hendak diukur. Sedangkan item unfavourable adalah item yang berisi pernyataan tidak memihak, mendukung atau menunjukkan ciri variabel yang hendak diukur (Azwar, 1999). Skala kecenderungan impulse buying dalam penelitian ini menggunakan alternatif pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penggunaan skala dengan empat pilihan jawaban bertujuan untuk menghindari kecenderungan subjek memilih alternatif jawaban yang dianggap paling aman. Selain itu, penggunaan skala empat pilihan jawaban bertujuan untuk langsung mengarahkan subjek memilih pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable


(44)

(Widoyoko, 2015). Setiap respon yang dipilih subjek memiliki skor sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor Favourable dan Unfavourable Skala Kecenderungan Impulse buying (IBT scale)

Respon Favourable Unfavourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3

Sangat Tidak Sesuai 1 4

Skala kecenderungan impulse buying dalam penelitian ini berisi 20 item yaitu berupa 10 item mewakili aspek kognitif dan 10 item mewakili aspek afektif.

Tabel 3.2

Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulse buying

Aspek No Item

Favorabel No Item Unfavorabel Jumlah

Aspek

Kognitif 3,5,6,7,9,10 1,2,4, dan 8 10

Aspek Afektif

11,12,13,15,16,17,18,

19, dan 20 14 10

Total 20

b. Body image

Alat ukur body image yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ). Alat ukur MBRSQ terdiri dari 69 item dari 10 dimensi yang mewakili untuk mengukur tingkat kepuasan terhadap bentuk tubuh yaitu: Appearance Evaluation (Evaluasi penampilan), Appearance Orientation (Orientasi


(45)

penampilan), Fitness Evaluation (Evaluasi kebugaran fisik), Fitness Orientation (Orientasi kebugaran fisik), Health Evaluation (Evaluasi kesehatan), Health Orientation (Orientasi kesehatan), Illness Orientation

(Orientasi tentang peyakit), Body Area Satisfaction (Kepuasan terhadap bagian tubuh), Overweight Preocupation (Kecemasan menjadi gemuk), Self-Classified Weight (Pengkategorian ukuran tubuh). Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) menggunakan alternatif pilihan jawaban dan skor sebagai berikut:

Tabel 3.3

Skor Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ)

Item nomor 1-57

Respon Favourable Unfavourable

Sangat tidak setuju 1 5

Tidak setuju 2 4

Netral 3 3

Setuju 4 2

Sangat setuju 5 1

Item nomor 58

Respon Favourable Unfavourable

Tidak pernah 1 5

Jarang 2 4

Kadang-kadang 3 3

Sering 4 2

Sering sekali 5 1

Item nomor 59 dan 69

Respon Favourable Unfavourable

Sangat kurang 1 5


(46)

Normal 3 3

Agak berlebihan 4 2

Sangat berlebihan 5 1

Item nomor 61-69

Respon Favourable Unfavourable

Sangat tidak puas 1 5

Tidak puas 2 4

Netral 3 3

Puas 4 2


(47)

Tabel 3.4

Sebaran Item Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire

(MBSRQ)

Subvariabel Nomor Item Jumlah

Appearance Evaluation

(Evaluasi penampilan) 5,11,21,30,39,42,48 7

Appearance

Orientation (Orientasi penampilan)

1,2,12,13,22,23,31,32,40,41,

49, dan 50 12

Fitness Evaluation

(Evaluasi kebugaran fisik)

24,33,dan 51 3

Fitness Orientation

(Orientasi kebugaran fisik)

3,4,6,14,15,16,25,26,34,35,4

3,44, dan 53 14

Health Evaluation

(Evaluasi kesehatan) 7,17,27,36,45, dan 54 6

Health Orientation

(Orientasi kesehatan) 8,9,18,19,28,29,dan 38 7

Illness Orientation

(Orientasi tentang peyakit)

37,46,47,55, dan 56 5

Body Area Satisfaction

(Kepuasan terhadap bagian tubuh)

61,62,63,64,65,66,67,68,

dan 69 9

Overweight Preocupation

(Kecemasan menjadi gemuk)

10,20,57, dan 58 4

Self-Classified Weight

(Pengkategorian ukuran tubuh)

59 dan 60 2


(48)

F. VALIDITAS DAN RELIABLITAS 1. Validitas Skala

Validitas dilakukan untuk memastikan alat tes yang digunakan memiliki kesesuaian dengan variabel psikologis yang diukur, perlu dilakukan uji validitas (Supraktinya, 2014). Validitas adalah proses pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu skala dapat menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2015). Peneliti menggunakan validitas isi (content validity) dalam penelitian ini. Validitas isi dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan terhadap aspek yang hendak diukur (professional judgement) (Azwar, 2015). Peneliti meminta bantuan Dosen Pembimbing Skripsi sebagai professional judgement yang melakukan validasi skala penelitian.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala adaptasi, maka peneliti juga melakukan proses translation yang dibantu oleh Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris ELTI, Dosen Pembimbing Skripsi dan beberapa orang lulusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma untuk menyesuaikan tata bahasa dan budaya yang ada di Indonesia.

2. Daya Diskriminasi Item

Penyusunan suatu alat ukur atau skala sebagai alat pengumpulan data, biasanya selalu terdapat kesalahan (error) yang dapat berasal dari berbagai faktor. Salah satu cara untuk dapat mencegah terjadinya kesalahan (error) adalah dengan melakukan try out terhadap skala yang


(49)

akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

try out terhadap kedua skala penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini. Try out ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut reliabel atau tidak melalui nilai reliabilitas yang dimiliki. Try out

dilakukan pada hari Jumat, 24 Februari 2017 hingga hari Jumat 3 Maret 2017. Subjek try out berjumlah 148 orang yang merupakan wanita bekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada skala Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) dan

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ), peneliti menggunakan nilai koefisien korelasi item total (rix) untuk melakukan

seleksi item. Besarnya rix bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan

tanda positif atau negatif. Item yang baik dan memuaskan adalah item

yang memilik rix > 0,30. Koefisien yang kecil mendekati 0 atau yang

memiliki tanda negatif mengindikasikan bahwa item yang bersangkutan tidak memiliki daya diskriminasi (Azwar, 2015). Namun apabila item masih belum mencukupi maka dapat dipertimbangkan sedikit menurunkan batasan rix menjadi 0.25 (Azwar, 2012). Peneliti menggunakan batasan

nilai rix≥ 0.25 untuk melakukan seleksi item.

Pada skala kecenderungan impulse buying memiliki skor rix yang

bergerak dari 0.26 sampai dengan 0.56 sehingga keseluruhan item

memiliki koefisien korelasi item total yang baik dan tidak ada item yang digugurkan. Pada skala body image memiliki skor rix yang bergerak dari


(50)

15 (rix=0.206), item nomor 39 (rix=0.221), item nomor 45 (rix=0.131) dan

item nomor 47 (rix=0.221 karena memiliki koefisien korelasi item total

yang kurang baik (<0,30) untuk dijadikan sebagai alat ukur. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala kecenderungan impulse buying yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 item dan skala body image yang digunakan sebanyak 65 item.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (2012) menyatakan bahwa konsep reliabel mengacu pada kemampuan alat ukur menghasilkan skor yang cermat dengan error yang kecil. Tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur ditunjukkan oleh skor koefisien reliabilitas. Semakin tinggi skor koefisien reliabilitas, maka semakin baik alat ukur yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji reliabilitas untuk memastikan apakah alat ukur yang digunakan dapat dipercaya kecermatannya. Reliabilitas dapat diukur dengan menghitung koefisien reliabilitas alpha Cronbach (Supratiknya, 2014) dalam program SPSS 24.00. Sama halnya dengan reliabilitas item dimana koefisien reliabilitas berada dalam rentang 0 sampai dengan 1.00. Apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1.00 berarti menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan semakin reliabel. Alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila memiliki koefisien reliabilitas ≥ 0.70. Dalam hal ini, alat tes yang memiliki koefisien reliabilitas < 0.70 merupakan alat tes yang kurang


(51)

baik karena menunjukkan adanya error dan mengindikasikan bahwa hasil tes kurang memadahi untuk digunakan (Guilford dalam Supratiknya, 2014). a. Skala kecenderungan impulse buying

Pada skala kecenderungan impulse buying diketahui memiliki nilai

Cronbach’s Alpha sebesar α = 0.827. Hal ini menunjukan bahwa skala

kecenderungan impulse buying yang digunakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Didapati nilai Cronbach’s Alpha skala kecenderungan impulse buying sebagai berikut :

Tabel 3.5

Reliabilitas skala kecenderungan impulse buying

Cronbach's Alpha N of Items

,827 20

b. Skala body image

Sedangkan untuk skala body image buying diketahui memiliki nilai

Cronbach’s Alpha sebesar α = 0. 951. Hal ini menunjukan bahwa skala body image yang digunakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Oleh karena itu didapati nilai Cronbach’s Alpha skala kecenderungan impulse buying sebagai berikut :

Tabel 3.6

Reliabilitas skala body image

Cronbach's Alpha N of Items


(52)

G.ANALISIS DATA

Analisis deskriptif adalah perhitungan sederhana untuk memperjelas data yang telah diperoleh dalam penelitian (Azwar,1999). Data-data yang telah didapatkan oleh peneliti akan dideskripsikan sehingga dapat lebih mudah dipahami. Deskripsi subjek penelitian yang akan dibahas secara terperinci mengenai usia dan penghasilan per bulan. Selain itu, deskripsi data penelitian akan membahas secara rinci mengenai mean empiris dan teoritis untuk melihat apakah subjek penelitian memiliki tingkat kecenderungan impulse buying dan

body image yang tinggi atau rendah.

H.METODE PENGOLAHAN DATA 1. Uji asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah data penelitian berasal dari populasi dengan sebaran normal atau tidak normal. Data yang menunjukan taraf signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran normal. Sedangkan data yang menunjukan taraf signifikansi (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran tidak normal (Santoso, 2014). Uji normalitas dilakukan menggunakan metode statistik Kolmogrov-Smirnov denganbantuan program SPSS versi 24.00


(53)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antarvariabel linear atau tidak. Dua variabel dikatakan memiliki hubungan linear apabila nilai signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (p<0,05). Sebaliknya hubungan tidak linear apabila nilai signifikansi (linearity) lebih dari 0,05 (p>0,05) (Santoso, 2014). Uji linearitas dilakukan dengan melihat test of linearity pada bantuan program SPSS versi 24.00 for windows.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan teknik analisis data dengan SPSS yaitu uji korelasi Peason Product Moment. Perhitungan yang digunakan adalah dengan menggunakan program SPSS versi 24.00 for windows.

Koefisien korelasi bergerak dari 0 dan ±1. Apabila hasil koefisien bergerak dari 0 sampai 1 maka korelasi tersebut positif. Sebaliknya apabila hasil koefisien korelasi bergerak dari 0 sampai -1 maka korelasi tersebut negatif (Hadi, 2004).


(54)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada hari Kamis, 16 Maret 2017 dan berakhir pada Kamis, 23 Maret 2017 pada wanita bekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti membagikan skala kepada subjek dengan kriteria wanita usia 20-39 tahun yang bekerja. Setelah melakukan penyebaran skala kepada subjek berjumlah 220 eksemplar, subjek yang mengembalikan skala kepada peneliti berjumlah 218 eksemplar. Terdapat beberapa skala yang tidak diisi secara lengkap, maka terdapat 6 skala yang gugur. Sehingga dalam penelitian ini total skala yang dapat digunakan dan diolah sebanyak 212 eksemplar.

B.Deskripsi Penelitian

1. Deskripsi subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja berusia 23-39 tahun. Setelah melalui proses penyaringan data diperoleh total data sebanyak 212 subjek. Deskripsi data subjek yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Deskripsi Usia Subjek

Usia Jumlah Presentase

22 40 18,9%

23 37 17,5%

24 18 8,5%


(55)

26 11 5,2%

27 11 5,2%

28 16 7,5%

29 9 4,2%

30 14 6,6%

31 3 1,4%

32 6 2,8%

33 6 2,8%

34 5 2,4%

35 6 2,8%

36 5 2,4%

37 2 0,9%

38 3 1,4%

39 3 1,4%

Total 212 100%

Tabel 4.1

Deskripsi Penghasilan Subjek

Kategori Pengahasilan Jumlah Presentase

< Rp. 1.000.000 (Kurang dari Rp. 1.000.000) 26 12,3%

> Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 (Lebih dari Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000)

89 42,0%

> Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 (Lebih dari Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000)

40 18,9%

> Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 (Lebih dari Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000)

22 10,4

> Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000 (Lebih dari Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000)

9 4,2

> Rp. 5.000.000 (Lebih dari Rp. 5.000.000) 26 12,3

Total 212 100%

2. Deskripsi data penelitian

Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil perhitungan mean teoritik body image dan kecenderungan impulse buying


(56)

2.1 Perhitungan mean teoritik body image

Jumlah item : 65

Nilai minimum : 65 x 1 = 65

Nilai maximum : 65 x 5 = 325

Mean teoritik : (min+max)/2 = (65+325)/2 = 195

2.2 Mean teoritik kecenderungan impulse buying:

Jumlah item : 20

Nilai minimum : 20 x 1 = 20

Nilai maksimum : 20 x 4 = 80

Mean teoritik : (min+max)/2 = (20+80)/2 = 50

Tabel 4.3

Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Body image dan Kecenderungan

impulse buying

Variabel N Teoritik Empiris Mean

Teoritik

Mean Empiris Min Max Min Max

Body image

212 65 325 171 314 195 223,75

Kecender ungan

impulse buying

212 20 80 39 63 50 50,06

Data yang telah diperoleh peneliti akan dideskripsikan agar lebih mudah untuk dipahami. Peneliti mendeskripsikan data penelitian dengan membandingkan mean teoritik dan mean empiris dari data yang diperoleh dengan menggunakan SPSS versi 24.0, sebagai berikut:


(57)

Tabel 4.4

Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Body Image One-Sample Test

Test Value = 42

T df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Body

Image

20,899 211 ,000 28,755 26,04 31,47

Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji data dari one sample t test variabel

body image menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil data tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empiris variabel body image. Hasil data berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa mean teoritik dari variabel

body image memiliki mean empiris sebesar 223,75 yang lebih besar dibandingkan dengan mean teoritisnya yaitu sebesar 195. Data tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritik, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki body image yang tergolong tinggi.


(58)

Tabel 4.5

Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Kecenderungan Impulse buying One-Sample Test

Test Value = 42

T Df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kecenderung

an Impulse buying

,178 211 ,859 ,057 -,57 ,68

Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji data dari one sample t test variabel kecenderungan impulse buying menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,859. Hasil data berdasarkan tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empiris variabel kecenderungan impulse buying. Hasil data menunjukkan bahwa mean teoritik dari variabel kecenderungan impulse buying memiliki mean empiris sebesar 50,60 yang lebih besar dibandingkan dengan mean teoritisnya yaitu sebesar 50. Data tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritik namun tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian tidak dapat digolongkan memiliki kecenderungan impulse buying tinggi atau rendah.


(59)

C.Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan sebelum peneliti melakukan uji hipotesis. Apabila taraf signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran normal. Sedangkan data yang menunjukan taraf signifikansi (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran tidak normal (Santoso, 2015). Uji normalitas dilakukan menggunakan metode statistik

Kolmogrov-Smirnov.

Tabel 4.6

Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

Skala

Kolmogorov Smirnov

Keterangan Statistik Df Sig.

Body Image ,040 212 ,200 Data Normal Kecenderungan

Impulse buying

,060 212 ,065 Data Normal

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa variabel kecenderungan impulse buying dan body image memiliki data yang terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai signifikansi yang diperoleh masing-masing variabel yaitu kecenderungan impulse buying sebesar 0.065 dan body image sebesar 0.200.


(60)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antarvariabel linear atau tidak. Apabila nilai signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (p<0,05) maka hubungan variabel bersifat linear. Sebaliknya hubungan variabel tidak linear apabila nilai signifikansi (linearity) lebih dari 0,05 (p>0,05) (Santosa, 2014).

Tabel 4.7

Hasil Uji Linearitas Data Penelitian

F Sig.

Body Image

Kecenderungan

Impulse buying

(Combined) 40,306 ,000

Linearity 10,914 ,000

Deviation from Linearity

10,506 ,000

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai signififansi sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukkan nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini dapat diartikan bahwa hubungan antar variabel memiliki sifat yang linear.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan teknik analisis data dengan SPSS yaitu uji korelasi Pearson Product Moment. Perhitungan yang digunakan adalah dengan menggunakan program SPSS versi 24.00

for windows. Koefisien korelasi bergerak dari 0 dan±1. Apabila hasil koefisien bergerak dari 0 sampai 1 maka korelasi tersebut positif.


(61)

Sebaliknya apabila hasil koefisien korelasi bergerak dari 0 sampai -1 maka korelasi tersebut negatif.

Tabel 4.8

Hasil Uji Hipotesis Data Penelitian

Body Image Kecenderungan Pembelian Impulsif Pearson Product Moment Body Image Correlation Coefficient

1 -,208

Sig. (1-tailed) ,001

N 212 212

Kecenderu ngan Impulse Buying Correlation Coefficient

-,208 1

Sig. (1-tailed) ,001

N 212 212

Berdasarkan hasil dari tabel di atas dapat terlihat bahwa koefisien korelasi sebesar -0.208 dengan nilai signifikansi 0,001 (p<0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara variabel kecenderungan impulse buying dengan body image. Hubungan negatif ini menunjukkan bahwa semakin individu memiliki kecenderungan impulse buying yang tinggi, maka semakin rendah body image pada individu tersebut. Sebaliknya, semakin individu memiliki kecenderungan impulse buying yang rendah, maka semakin tinggi body image pada individu tersebut.


(62)

D. Analisis Tambahan

Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis tambahan dengan melakukan uji perbedaan terhadap penghasilan perbulan yang dimiliki oleh wanita bekerja. Uji perbedaan dilakukan pada penghasilan perbulan wanita bekerja dengan besaran < Rp. 1.000.000 (Kurang dari Rp. 1.000.000), > Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 (Lebih dari Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000), > Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 (Lebih dari Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000), > Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 (Lebih dari Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000), > Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000 (Lebih dari Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000), > Rp. 5.000.0000 (Lebih dari Rp. 5.000.000). Analisis menggunakan One Way Anova untuk mengetahui perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. One Way Anova

diperoleh dengan bantuan program SPSS versi 24.00 for windows.

Tabel 4.9

Hasil Uji Mean Kategori Penghasilan Perbulan

Kategori Penghasilan Perbulan N Mean

< Rp. 1.000.000 (Kurang dari Rp. 1.000.000) 26 51,31

> Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 (Lebih dari Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000)

89 48,73

> Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 (Lebih dari Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000)

40 49,55

> Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 (Lebih dari Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000)

> Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000 (Lebih dari Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000)

> Rp. 5.000.0000 (Lebih dari Rp. 5.000.000)

22 9 2

6

50,73 50,67 53,35


(63)

Tabel 4.10

Hasil Uji One Way Anova

Sum Of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

502,106 5 100,421 5,144 0,000

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai signififansi sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukkan nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan signifikan kecenderungan impulse buying antara masing-masing kategori penghasilan perbulan.

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja dewasa awal. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara body image dengan kecenderungan

impulse buying pada wanita bekerja dewasa awal. Hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat negatif dan signifikan (r=-,208, p=,001). Hasil perolehan angka tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu bahwa terdapat hubungan negatif antara body image

dengan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi body image yang dimiliki, maka semakin rendah kecenderungan impulse buying yang dilakukan wanita bekerja. Sebaliknya semakin rendah body image yang dimiliki,


(64)

maka semakin tinggi kecenderungan kecenderungan impulse buying yang dilakukan wanita bekerja.

Hubungan negatif dan signifikan tersebut sesuai dengan penelitian Murtiyanto (2016) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan negatif

body image dan kecenderungan impulse buying. Menurut Tiggemann (dalam Cash & Smolak, 2011) body image negatif lebih banyak dialami oleh sebagian besar wanita yaitu banyak yang tidak puas dengan tubuh mereka, terutama dengan ukuran tubuh dan berat badan. Individu yang memiliki body image yang negatif akan merasa memiliki penampilan yang kurang menarik dan kurang percaya diri (Bell & Rushfort, 2008). Menurut Shannon (dalam Setiawan & Thantawi, 2010) 88% dari wanita dan pria yang berusia 18 tahun ke atas berusaha mempercantik atau merawat diri dengan menggunakan kosmetik dan mereka merasa bahwa kosmetik tersebut akan membuat mereka lebih menarik dan tampil percaya diri. Selain itu, wanita juga melakukan operasi plastik, perawatan tubuh agar memiliki penampilan yang menarik (Astuti, 2009). Wanita yang memiliki

body image yang negatif memiliki kecenderungan untuk berusaha memperbaiki penampilan fisik menjadi ideal. Hal tersebut menyebabkan wanita termotivasi untuk membeli produk maupun jasa yang dianggap dapat memperbaiki dan menunjang penampilan fisik (Solomon, 2009).

Berdasarkan perbandingan mean empirik dan teoritik dengan melakukan uji t, body image subjek relatif tinggi atau positif (223,75 >195) dengan signifikan sebesar 0.000 (p>0.05) dan kecenderungan


(65)

Kecenderungan impulse buying subjek rendah atau negatif (50.60>50) dengan signifikan sebesar 0.859 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang memiliki body image tinggi atau positif dan kecenderungan

impulse buying yang rendah atau negatif. Body image yang positif menunjukkan bahwa individu memiliki rasa puas terhadap tubuh, memiliki penampilan fisik yang menarik dan percaya diri, namun individu yang memiliki body image yang negatif akan cenderung melakukan kecenderungan impulse buying karena individu tidak memiliki rasa puas terhadap tubuh, tidak memiliki penampilan fisik yang menarik dan tidak percaya diri

Hasil nilai koefisien determinasi (�2) yang diperoleh sebesar 0.043 menunjukkan bahwa sumbangan efektif oleh variabel body image terhadap kecenderungan impulse buying sebesar 4,3%. Sumbangan lainnya sebesar 95.7% berasal dari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan impulse buying pada wanita dewasa awal. Dengan demikian, dalam penelitian ini body image bukan merupakan faktor utama yang dapat menimbulkan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan

impulse buying yaitu, Emotional Intelligence (Lin & Chuang, 2005) dan Suasana Hati (Youn & Faber dalam Alagoz & Ekici, 2011). Perbedaan dari subjek penelitian mempengaruhi hasil nilai koefisien korelasi penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Murtiyanto, 2016). Nilai koefisien korelasi dalam penelitian ini lebih rendah dari nilai koefisien


(66)

korelasi penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan

body image pada kecenderungan impulse buying di tahap dewasa awal lebih kecil daripada di tahap remaja. Pada tahap usia dewasa awal, individu mampu berpikir untuk mengevaluasi sebuah informasi yang didapat, memiliki keyakinan berdasarkan sebuah pemikiran yang matang serta memiliki kontrol diri (Papalia, Olds & Feldman, 2009).


(67)

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja memiliki hubungan yang negatif serta signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi body image wanita bekerja maka kecenderungan impulse buying akan semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah body image

wanita bekerja maka kecenderungan impulse buying akan semakin tinggi. Sumbangan efektif oleh variabel body image terhadap kecenderungan

impulse buying sebesar 4,3%.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan serta keterbatasan. Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu keterbatasan dari peneliti yang tidak menjelaskan lebih lanjut terkait hubungan kecenderungan impulse buying

dengan 10 dimensi dalam body image. Penelitian ini hanya melihat hubungan kecenderungan impulse buying dengan body image secara keseluruhan. Selain itu, peneliti tidak melakukan back translation dalam melakukan adaptasi sehingga terdapat beberapa item yang gugur.


(68)

C. Saran

Beradasarkan penelitian ini, terdapat bebebrapa saran yang dapat peneliti ajukan, yaitu:

1. Bagi Wanita Bekerja

Bagi wanita bekerja yang memiliki kecenderungan impulse buying disarankan untuk meningkatkan body image sehingga dapat mengurangi kecenderungan membeli suatu produk atau jasa secara berlebihan dan secara tidak sadar. Wanita bekerja diharapkan mampu meningkatkan fitness evaluation mereka, yaitu evaluasi mengenai seberapa sehat atau tidak sehatnya mereka secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan berolahraga ditengah-tenga kesibukkan mereka. Olahraga sederhana yang dilakukan dengan tidak mengeluarkan biaya misalnya jogging dan bersepeda.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya, yaitu :

a. Peneliti beharap jika ada peneliti lain yang berminat untuk menggunakan topik serupa dalam penelitiannya sebaiknya melibatkan lebih banyak dan lebih luas subjek penelitian yang diharapkan lebih mampu mewakili populasi. Hal tersebut dikarenakan subjek dalam penelitian ini hanya menggunakan wanita bekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta.


(69)

b. Penelitian ini hanya berfokus pada hubungan body image dan kecenderungan impulse buying oleh karena itu peneliti tidak melakukan analisis lebih mendalam terkait hubungan kecenderungan impulse buying dengan 10 dimensi dalam body image dan perbedaan kecenderungan impulse buying antara kategori penghasilan perbulan. Oleh karena itu, peneliti berharap jika ada peneliti lain yang berminat untuk menggunakan topik serupa dalam penelitiannya dapat menjelaskan secara lebih mendalam terkait hubungan kecenderungan impulse buying dengan 10 dimensi dalam body image dan perbedaan kecenderungan impulse buying antara kategori penghasilan perbulan.

c. Pada beberapa item skala body image terdapat beberapa item yang belum diterjemahkan dengan baik sehingga item-item tersebut harus digugurkan. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan saat mengadaptasi skala lebih memperhatikan penggunaan kalimat sehingga item dapat dipahami oleh subjek dengan lebih mudah.


(1)

No. Pernyataan STS TS N S SS

30. Saya sadar apabila dandanan saya tidak tepat.

31. Saya biasanya memakai apa saja yang praktis tanpa memperdulikan kesan yang dihasilkan

32. Saya tidak terampil dalam olah raga atau permainan fisik. 33. Saya jarang berpikir tentang

keterampilan atletik saya.

34. Saya melakukan peningkatan pada stamina fisik saya.

35. Dari hari ke hari, saya tidak pernah tahu bagaimana tubuh saya akan bereaksi.

36. Jika saya sakit, saya tidak banyak memperhatikan gejala yang saya alami.

37. Saya tidak melakukan upaya khusus untuk menyeimbangkan pola makan dan gizi saya.

38. Saya tidak peduli dengan pemikiran orang terhadap penampilan saya.

39. Saya memberikan perhatian khusus kepada dandanan rambut saya. 40. Saya tidak menyukai fisik saya. 41. Saya tidak peduli untuk

meningkatkan kemampuan saya dalam aktivitas fisik.

42. Saya mencoba untuk aktif secara fisik.

43. Saya memberikan perhatian khusus terhadap gejala penyakit yang ditunjukkan oleh tubuh saya. 44. Saya tidak menarik secara fisik. 45. Saya tidak pernah memikirkan

tentang penampilan saya.

46. Saya selalu berusaha memperbaiki penampilan fisik saya.

47. Saya sangat terkoordinasi secara fisik.

48. Saya memiliki banyak pengetahuan tentang kebugaran fisik.


(2)

No. Pernyataan STS TS N S SS

sepanjang tahun.

50. Saya adalah orang yang sehat secara fisik.

51. Saya sangat waspada terhadap perubahan sekecil apapun dalam kesehatan fisik saya.

52. Saat gejala awal-awal penyakit muncul, saya mencari nasihat medis.

53. Saya sedang melakukan diet untuk mengurangi berat badan.

Untuk nomor 54-56, pilih salah satu dari lima alternatif dan berikanlah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang Saudara anggap paling sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya pada diri Saudara.

54. Saya pernah mencoba mengurangi berat badan dengan melakukan puasa atau diet secara ketat :

a. Tidak pernah b. Jarang

c. Kadang-kadang d. Sering

e. Sering sekali

55. Saya pikir berat badan saya: a.Sangat kurang

b.Agak normal c.Normal

d.Agak berlebihan e.Sangat berlebihan

56. Dengan melihat saya, kebanyakan orang mengira berat badan saya: a. Sangat kurang

b. Agak kurang c. Normal

d. Agak kelebihan e. Sangat kelebihan

Untuk nomor 61-69, tuliskan tingkat kepuasan Anda terhadap setiap area atau aspek dari tubuh Anda. Pilih salah satu dari lima alternatif dan berikanlah tanda silang (X) pada kotak jawaban yang Saudara anggap paling sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya pada diri Saudara. Pilihan jawabannya adalah :

STS : Sangat Tidak Puas TS : Tidak Puas

N : Netral S : Puas


(3)

SS : Sangat Puas Contoh :

No. Pernyataan STP TP N P SP

1. Saya merasa percaya diri ketika berbicara di depan umum

X

Dalam skala ini tidak ada jawaban salah, semua jawaban yang Saudara pilih adalah benar dan kerahasian jawaban Saudara dijamin oleh peneliti.

No. Pernyataan STP TP N P SP

57. Wajah (fitur wajah, kulit wajah) 58. Rambut (warna, ketebalan, tekstur)

59. Tubuh bagian bawah (pantat, pinggul, paha, kaki)

60. Tubuh bagian tengah (pinggang, perut) 61. Tubuh bagian atas (dada atau buah dada,

bahu, lengan) 62. Otot

63. Berat Badan 64. Tinggi Badan

65. Penampilan Keseluruhan

Pastikan bahwa semua nomor telah terisi SELESAI


(4)

Lampiran 9

One Sample T-test Kecenderungan Impulse buying dan Body Image One-Sample Test Kecenderungan Impulse buying

Test Value = 50

T df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

IMPULSIV E

,178 211 ,859 ,057 -,57 ,68

One-Sample Test Body Image Test Value = 195

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

BODYIMAG E

20,899 211 ,000 28,755 26,04 31,47

Lampiran 10 Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

IMPULSIVE ,060 212 ,065 ,987 212 ,054

BODYIMAGE ,040 212 ,200* ,982 212 ,008

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(5)

Lampiran 11 Uji Linearitas

ANOVA Table Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

IMPULSIVE *

BODYIMAG E

Between Groups

(Combined) 3855,523 73 52,815 10,914 ,000

Linearity 195,044 1 195,044 40,306 ,000

Deviation from Linearity

3660,479 72 50,840 10,506 ,000

Within Groups 667,798 138 4,839

Total 4523,321 211

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

IMPULSIVE * BODYIMAGE -,208 ,043 ,923 ,852

Lampiran 12 Uji Hipotesis

Correlations

IMPULSIVE BODYIMAGE

IMPULSIVE Pearson Correlation 1 -,208**

Sig. (1-tailed) ,001

N 212 212

BODYIMAGE Pearson Correlation -,208** 1

Sig. (1-tailed) ,001

N 212 212


(6)

Lampiran 13

Analisis Tambahan: Uji One Way Anova

Descriptives IMPULSIVE

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound

Upper Bound

a 26 51,31 4,978 ,976 49,30 53,32 43 59

b 89 48,73 4,560 ,483 47,77 49,69 39 63

c 40 49,55 3,587 ,567 48,40 50,70 41 59

d 22 50,73 4,537 ,967 48,72 52,74 45 59

e 9 50,67 3,000 1,000 48,36 52,97 47 54

f 26 53,35 4,758 ,933 51,42 55,27 44 63

Total 212 50,06 4,630 ,318 49,43 50,68 39 63

ANOVA IMPULSIVE

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 502,106 5 100,421 5,144 ,000

Within Groups 4021,215 206 19,520