MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MODEL COOPERATIVE TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC):(Studi Kuasi Eksperimen terhadap SMP N di Kab. Lima Puluh Kota).
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MODEL COOPERATIVE TIPE
COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap SMP N di Kab. Lima Puluh Kota)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika
Oleh :
RIZA PUTRI YUNI SOVIA NIM. 1308096
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCA SARJANA
(2)
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap SMP N di Kab. Lima Puluh Kota)
Oleh:
Riza Putri Yuni Sovia
S.Pd Universitas Negeri Padang, 2009
Sebuah Tesis yang digunakan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada program studi Pendidikan Matematika
© Riza Putri Yuni Sovia, 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang
(3)
RIZA PUTRI YUNI SOVIA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MODEL COOPERATIVE TIPE
COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap SMP N di Kab. Lima Puluh Kota)
Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing,
Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd NIP. 19510106 197603 1 004
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. H. Sufyani Prabawanto, M.Ed. NIP. 19600830 198603 1 003
(4)
ABSTRAK
Riza Putri Yuni Sovia (2015) : Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Model Cooperative Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya dan masih belum optimalnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menelaah peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis antara siswa yang memeroleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuasi ekesperimen, dengan desain penelitian “pretest-postest-control design”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kab. Lima Puluh Kota. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Analisis statistik yang dilakukan adalah Independent Sample t-test, Uji Mann Whitney dan uji ANOVA satu jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah); (3) Ada perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang berkemampuan awal kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC; (4) Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvesional; (5) Peningkatan kemampuan penalaran siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC leibih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah); (6) Ada perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang berkemampuan awal kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Pemahaman Matematis, Penalaran Matematis
(5)
ABSTRACT
Riza Putri Yuni Sovia (2015) : Improving Understanding and Mathematical Reasoning Ability Secondary Education Students through Cooperative Learning Model Type Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
This research is motivated by the important and still not optimal students’ understanding and reasoning mathematical. This study aimed to describe and analyze the increase comprehension and mathematical reasoning abilities among the students who attained the CIRC type of cooperative learning with students who received conventional learning. This research is quasi experiment with pretest-postest-control design. The researh population is one of the eighth-grade students of SMP N in Kabupaten Lima Puluh Kota. The instruments used was a test students’ understanding and reasoning mathematical. Data ware analyzed using average difference test that were t-test, Mann-Whitney, and One way Anova. The results showed that: (1) Overall, The improvement of mathematical understanding ability of students who obtain cooperative learning tipe CIRC better than students who obtain conventional learning; (2) Category of early mathematical ability (EMA) of students (hight, medium, low), The improvement of mathematical undestanding ability of students who obtain cooperative learning tipe CIRC better than students who obtain conventional learning; (3) At the cooperative learning type CIRC class, There is difference between improvement of mathematical understanding ability of students with category of early mathematical ability (EMA) of students (hight, medium, low); (4) Overall, The improvement mathematical reasoning ability of students who obtain cooperative learning type CIRC better than students who obtain conventional learning; (5) Category of early mathematical ability (EMA) of students (hight, medium, low), The improvement of mathematical reasoning ability of students who obtain cooperative learning type CIRC better than students who obtain conventional learning; (6) At the cooperative learning tipe CIRC class, There is difference between improvement of mathematical reasoning ability of student with category of early mathematical ability (EMA) of students (hight, medium, low).
Key Words : Cooperative Learning, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Mathematical Understanding, Mathematical Reasoning
(6)
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Pemahaman Matematis ... 12
2.2 Kemampuan Penalaran Matematis ... 16
2.3 Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC ... 20
2.4 Pembelajaran Konvensional... 23
2.5 Teori Belajar yang Relevan ... 24
2.6 Penelitian Relevan ... 26
2.7 Kerangka Berpikir... 28
2.8 Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 32
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
(7)
3.4 Definisi Operasional ... 35
3.5Instrumen Penelitian ... 36
3.6 Prosedur Penelitian ... 45
3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 59
4.1.1 Data Kemampuan Awal Matematis ... 60
4.1.2 Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Matematis ... 61
4.1.3 Hasil Penelitian Kemampuan Penalaran Matematis ... 75
4.2 Pembahasan ... 90
4.2.1 Pembelajaran Matematika dengan Model Kooperatif tipe CIRC ... 90
4.2.2 Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa ... 99
4.2.3 Keterbatasan dan Kendala dalam Penelitian ... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 108
5.2 Saran... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
(8)
Tabel Halaman
3.1 Level KAM siswa ... 33
3.2 Jumlah Siswa berdasarkan KAM ... 34
3.3 Keterkaitan Ketiga Variabel Kemampuan Pemahaman, Penalaraan, dan PembelajaranKooperatif tipe CIRC ... 34
3.4 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemahaman Matematis ... 37
3.5 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 37
3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 39
3.7 Data Hasil Uji Validitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis ... 39
3.8 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 40
3.9 Data Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis... ... . 41
3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 41
3.11 Data Hasil Uji Daya Pembeda Setiap Butir Soal Tes ... 42
3.12 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 43
3.13 Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis... 43
(9)
3.15 Analisis data Pendapat Siswa ... 57
3.15 Kriteria Penilaian Aktivitas Siswa ... 57
4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 60
4.2 Hasil Uji Statistik Nilai KAM Siswa ... 61
4.3 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman Matematis... 61
4.4 Data Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 64
4.5 Data Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……... 65
4.6 Rataan Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis ………... ... 66
4.7 Data Hasil Uji Homogenitas Varians Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol... ... 67
4.8 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol... ... 68
4.9 Deskriptif N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa berdasarkan KAM... ... 69
4.10 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM... ... 69
4.11 Data Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 70
(10)
4.13 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman
Matematis Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM... 73
4.14 Homogenitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas
Eksperimen Berdasarkan KAM... 73
4.15 Hasil Uji ANOVA Satu Jalur N-Gain ... 74
4.16 Uji Lanjut Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM .. 75
4.17 Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran Matematis ... 76
4.18 Data Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematis 78
4.19 Data Hasil Uji Kesamaan Rerata Pretes Kemampuan Penalaran
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 79
4.20 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis... ... ... 80
4.21 Data Hasil Uji Homogenitas Varians Kemampuan Penalaran
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 81
4.22 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 82
4.23 Deskriptif N-gain Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
berdasarkan KAM... ... 83
4.24 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis
(11)
4.25 Data Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Kelompok Tinggi dan Sedang ... 85
4.26 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ditinjau dari KAM.. 86
4.27 Data Hasil Uji Kesamaan Rata-rata N-gain Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 87
4.28 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM... 88
4.29 Data Hasil Homogenitas N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM ... 88
4.30 Hasil Uji ANOVA Satu Jalur N-Gain ... 89
4.31 Uji Lanjut. Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM . 90 4.32 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Guru pada Kelas Eksperimen... 91
4.33 Skor Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 94
4.34 Skor Sikat Siswa terhadap Pembelajaran CIRC ... 94
4.35 Skor Sikap Siswa terhadap LKS dan Soal ... 95
(12)
2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 30
3.1 Diagram Alur Uji Statistik Umum ... 47
3.2 Diagram Alur Uji Statistik KAM Kelas Eksperimen ... 48
4.1 Perbandingan Rata-rata Skor Pretes, Postes Kemampuan Pemahaman Matematis... 62
4.2 Perbandingan Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63
4.3 Perbandingan Rata-rata Skor Pretes, Postes Kemampuan Penalaran Matematis ... 76
4.4 Perbandingan Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis 77 4.5 Persentase Aktivitas Guru ... 92
4.6 Persentase Aktivitas Siswa ... 92
4.7 Kegiatan Siswa pada Fase Eksplorasi dan Aplikasi. ... 97
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN
A.1 Silabus Bahan Ajar ... 116
A2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 120
A.3 Lembar Kerja Siswa... 139
A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 161
A.5 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemahaman Matematis... 164
A.6 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 167
A.7 Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis... 171
A.8 Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 174
A.9 Lembar Angket Sikap Siswa... 175
A.10 Lembar obesvasi Aktivitas Siswa ... 177
A.11 Lembar Observasi Pengelolaan Pembelajaran oleh Guru ... 179
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA B.1 Hasil Skor Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman Matematis . 180 B.2 Uji Validitas, Reliabilitas, Indeks Kesukaran, dan Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 181
B.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 184
B.4 Hasil Skor Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 184
B.5 Uji Validitas, Reliabilitas, Indeks Kesukaran, dan Daya Pembeda Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 185
B.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 188
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN xiii
(14)
Kontrol ... 191 C.3 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data awal (KAM)... 191 C.4 Hasil Uji Homogenitas dan Uji Perbedaan Rata-Rata Data
Awal (KAM) ... 192 C.5 Data Skor Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Pemahaman
Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 193 C.6 Data Skor Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 195 C.7 Uji Normalitas Distribusi Data Pretes Kemampuan
Pemahaman Matematis ... 197 C.8 Uji Perbedaan Rata-Rata Data Pretes Kemampuan
Pemahaman Matematis ... 197 C.9 Uji Normalitas Distribusi Data Pretes Kemampuan
Penalaran Matematis ... 197 C.10 Uji Perbedaan Rata-Rata Data Pretes Kemampuan
Penalaran Matematis ... 197 C.11 Uji Normalitas Distribusi Data Peningkatan Kemampuan
Pemahaman Matematis ... 198 C.12 Uji Homogenitas Variansi dan Uji Perbedaan Rata-Rata Data
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis ... 198 C.13 Uji Normalitas Distribusi Data Peningkatan Kemampuan
Penalaran Matematis ... 198 C.14 Uji Homogenitas Variansi dan Uji Perbedaan Rata-Rata Data
Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 199 C.15 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman
Matematis Berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 199
(15)
C.16 Uji Homogenitas Variansi dan Uji Perbedaan Rata-Rata Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis
berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 200
C.17 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 201
C.18 Uji Homogenitas Variansi dan Uji Perbedaan Rata-Rata Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 202
C.19 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen ... 203
C.20 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen ... 203
C.21 Uji ANOVA Satu Jalur Peningkatan Kemampuan Pemahaman berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen ... 203
C.22 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen ... 204
C.23 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen ... 204
C.24 Uji ANOVA Satu Jalur Peningkatan Kemampuan Penalaran berdasarkan KAM di Kelas Eksperimen ... 204
C.25 Data sktivitas Siswa... 205
C.26 Data Aktivitas Guru... 205
C.27 Data Skor Sikap Siswa ... 205
C.28 Hasil Pengolahan Data Sikap Siswa... 206
LAMPIRAN D: DOKUMENTASI D.1 Surat Izin Penelitian ... 209
D.2 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 210
(16)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Matematika membangun karakter manusia, menjadikan manusia dapat berpikir logis, praktis, cermat, taat asas dan mampu memutuskan masalah dengan cepat dan tepat. Matematika juga dapat mengembangkan daya pikir siswa, membentuk pola pikir dan sikap siswa, serta sebagai alat bantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 (BNSP, 2006: 146), pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan:
1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luas, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mengingat pentingnya tujuan pembelajaran matematika di sekolah seharusnya dalam pembelajaran matematika memperhatikan keaktifan siswa. Pembelajaran matematika yang dirancang harus dapat menyenangkan dan mengembangkan aktivitas siswa, serta membuat siswa kreatif dalam menemukan konsep dari materi yang dipelajari. Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) menyebutkan, pembelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan
(17)
2
dasar dan menengah, bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemamuan bekerja sama). Dengan demikian, pembelajaran matematika harus dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran siswa.
Dalam pembelajaran matematika juga terdapat kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Menurut Wahyudin (2008) kemampuan dasar matematika terdiri dari 5 (lima) standar kemampuan yaitu : (1) pemahaman matematis; (2) pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (3) penalaran matematis (mathematical reasoning); (4) koneksi matematis (mathematical connection); (5) komunikasi matematis (mathematical communication). Pencantuman kemampuan pemahaman dan penalaran matematis menunjukkan kedua kemampuan tersebut sangatlah penting bagi siswa dalam pembelajaran matematika.
Matematika mempunyai sifat yang abstrak sehingga diperlukan pemahaman konsep yang baik. Menurut Lithner (2012) menyatakan jika belajar dengan cara menghafal mendominasi kegiatan siswa maka mungkin kemampuan pemecahan masalah dan pemahaman konseptual siswa tidak bisa dikembangkan. Berarti kemampuan pemahaman matematis yang baik dalam pembelajaran matematika bukan hanya membuat siswa menghafal materi yang diajarkan guru tetapi juga membuat siswa lebih mengerti konsep materi. Sebelum memahami suatu konsep dalam matematika diperlukan pemahaman konsep lain yang terkait. Dengan kata lain, untuk memahami suatu konsep yang baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya. Betapa pentingnya untuk memahami suatu konsep yang sederhana, karena dari pemahaman konsep sederhana itulah berangkatnya suatu pemahaman konsep yang rumit.
Kemampuan pemahaman merupakan salah satu yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini memberikan pengertian bahwa materi yang dberikan kepada siswa bukan hanya sekedar hafalan. Namun dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti konsep matematika yang dipelajari. Dalam Taksonomi Bloom yang telah direvisi
(18)
(Anderson dan Krathwohl, 2010) kemampuan pemahaman diklasifikasikan ke dalam jenjang kognitif kedua dari enam kategori proses kognitif yang menggambarkan suatu pengertian, serta siswa diharapkan mampu memahami ide ide matematis, berkomunikasi dan mengunakan idenya untuk berkomunikasi. Siswa diminta dapat mengubah suatu informasi yang ada dalam pikirannya ke bentuk lain yang lebih berarti.
Siswa dikatakan memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama. Dalam pembelajaran metematika siswa harus secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema dan kerangka kognitif yang sudah ada. Bloom (dalam Anderson dan Krathwohl, 2010) mengatakan proses kognitif dalam kategori memahami yang perlu dikembangkan oleh siswa meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
Hiebert dan Carpenter (1992) (dalam Godino,1994) menegaskan, salah satu ide yang paling banyak diterima dalam pendidikan matematika adalah bahwa siswa harus memahami matematika. Matematika menurut Tymoczky (1986) dan Ernest (1991) (dalam Godino, 1994) adalah sistem konseptual logis yang terorganisir. Matematika merupakan suatu struktur yang terorganisir yang terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dalil/teorema dan sifat yang keterhubungannya diatur secara logis. Kemampuan nalar dibutuhkan untuk melihat keterhubungan tersebut. Untuk memahami matematika dalam pendidikan matematika dibutuhkan kemampuan nalar.
Sumarmo (2004) menyatakan pendidikan matematika pada hakekatnya mempunyai dua arah pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa akan datang. Kebutuhan masa kini pada pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelessaikan masalah matematika dan untuk kebutuhan masa akan datang pembelajaran mamatematika berguna untuk mengembangkan kemampuan
(19)
4
bernalar, berpikir sistematis, kritis, dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika dan mengembangkan sikap obejektif dan terbuka. Dengan demikian pembelajaran matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa salah satunya kemampuan penalaran.
Kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Didalam Permendiknas (2006) dikatakan bahwa kemampuan penalaran adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki dan dikembangkan siswa dalam pembelajaran matematika. Usaha pengembangan dan meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa sangatlah penting, karena dengan berbekal kemampuan penalaran matematis membantu siswa senantiasa berpikir secara sistematis, maupun menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari–hari dan mampu menerapkan matematika pada disiplin ilmu lain serta mampu meminimalisisr gejala–gejala pada siswa yang dapat membuat kemampuan matematikanya rendah.
Aplikasi penalaran sering terjadi dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Penalaran dan matematika merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Berdasarkan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:56) “People who reason and think analytically tend to note patterns, strukture, or regularities in both real-world situations and symbolic objects; they ask if those patterns are accidental or if they occur for reason; and they conjecture and prove”. NCTM (2000) mengakui penalaran dan pembuktian sebagai dasar dari aspek matematika. Oleh karena itu kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika perlunya dilatih.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis di lapangan diperoleh gambaran sebagian siswa sulit memahami dan mengingat kembali konsep dari materi yang sudah dipelajari. Hal ini terlihat saat siswa menjawab pertanyaan guru tentang materi pelajaran, hanya beberapa orang siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Berdasarkan pengakuan yang diperoleh dari beberapa orang siswa, ketika menghadapi kesulitan dalam pembelajaran matematika,
(20)
mereka cenderung merasa malas dan pesimis. Kesulitan tersebut bukan mendorong mereka untuk bertanya temannya yang lebih paham ataupun guru yang bersangkutan tetapi mereka lebih memilih untuk menunggu pekerjaan teman dan menyalinnya. Dalam mengerjakan tugas sebagian siswa masih belum percaya diri dengan hasil pekerjaan mereka, setiap mengerjakan satu nomor latihan selalu ditanyakan kebenarannya ke guru, baru melanjutkan ke nomor berikutnya.
Penelitian Sunardja (2009) menunjukkan bahwa ketuntasan belajar kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa secara klasikal belum tercapai. Selain itu penelitian dari Suhana (2014) menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa dalam pembelajaran matematika masih belum memuaskan. Suhana mengemukakan hasil penelitian terhadap siswa kelas VIII SMPN di Kab. Majalengka menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa masih berada dibawah ketuntasan minimal. Berarti masih dibutuhkan usaha untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.
Sebuah lembaga survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang merupakan program organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan dunia mengukur kecakapan anak-anak usia 15 tahun dalam mengimplementasikan masalah-masalah di kehidupan nyata (OECD, 2012). Peserta program ini diambil secara acak dari sebagian siswa Indonesia. Pada PISA 2012, skor rata rata matematika peserta dari Indonesia 375 di bawah rata-rata skor untuk matematika adalah 494. Ini mengindikasikan bahwa siswa Indonesia masih kurang memiliki keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan nyata. Siswa membutuhkan salah satu keterampilan dasar untuk menyelesaikan masalah yaitu pemahaman konsep. Selain itu, materi matematika yang diajarkan di kelas terkadang jauh dari konteks dunia nyata. Hasil penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) rata–rata skor peserta Indonesia pada tahun 2011 adalah 386 yang berarti Indonesia berada pada level rendah dan rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai oleh peserta dari Indonesia adalah pada domain kognitif pada level penalaran (reasoning) yaitu 17% (Rosnawati:2013).
(21)
6
PISA dan TIMSS bisa berguna sebagai suatu media untuk melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran matematika yang selama ini berjalan. Hasil tes ini secara umum digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan pembelajaran matematika khususnya. Menurut Wijaya (2012:2) untuk mencoba suatu inovasi demi kemajuan pendidikan Indonesia perlu dilakukan refleksi terhadap apa yang sudah dilaksanakan dan tidak boleh ragu–ragu melakukannya. Menurut Thomas Jefferson dalam Wijaya (2012:2) jika menginginkan sesuatu yang belum pernah dimiliki maka harus mau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan. Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus siap dan berani untuk melakukan perubahan dalam pembelajaran di kelas.
Rendahnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa tentu saja akan berpengaruh terhadap rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Mata pelajaran matematika dianggap siswa sebagai mata pelajaran yang sukar dan suatu pelajaran yang bersifat abstrak, penuh dengan angka dan rumus. Turmudi (2009) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang selama ini disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga tingkat kemelekatannya juga bisa dikatakan rendah. Menurut Ruseffendi (1991) pembelajaran yang biasanya diawali oleh guru dengan pemberian informasi yang dilanjutkan menerangkan konsep dan pemberian latihan adalah pembelajaran konvensional. Kegiatan pembelajaran cenderung membuat siswa hanya meniru dan menghafal apa yang yang telah disampaikan guru tanpa mengetahui maknanya. Para siswa cenderung tidak menyukai dan meyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru matematika.
Selain kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, sikap terhadap proses pembelajarannya perlu diperhatikan. Hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 2006: 234). Salah satu tujuan pelajaran matematika di sekolah adalah memiliki sikap positif yang menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
(22)
(Depdiknas, 2006). Sikap siswa terhadap matematika erat kaitannya dengan minat terhadap matematika, sikap dapat mempengaruhi minat dan sebaliknya. Jika siswa berminat terhadap matematika maka ia akan suka mengerjakan tugas matematika, ini salah satu pertanda bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika.
Berdasarkan uraian di atas, diperlukan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa serta sikap positif siswa. Upaya-upaya peningkatan tersebut erat kaitannya dengan proses pembelajaran, seperti cara guru mengajar, menyajikan materi, pendekatan pembelajaran, jenis soal yang diberikan kepada siswa untuk diselesaikan, keterlibatan siswa dan faktor-faktor lainnya. Pembelajaran matematika hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep konsep matematika dan menghubungkan antara konsep konsep yang telah dikuasai. Guru hanya sebagai fasilitator dan memotivasi siswa dalam pembelajaran. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang dapat mendukung.
Model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa SMP, sesuai dengan proses pembelajaran yang menekankan pada keterampilan proses adalah model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC). Tujuan utama dari CIRC menurut Slavin (2010:203) adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bahan bacaan berupa latihan soal yang dapat diaplikasikan secara luas. Melalui tipe pembelajaran CIRC siswa dimungkinkan bebas dalam mengajukan ide–ide, pertanyaan–pertanyaan maupun masalah– masalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna. Tipe pembelajaran ini terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu: (1) tahap pengenalan konsep; (2) eksplorasi dan aplikasi; (3) publikasi; dan (4) evaluasi. Tahap–tahap tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa merespon dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif. Siswa diberi kesempatan seluas–luasnya berdiskusi dengan teman sekelompoknya atau teman sekelasnya. Siswa memiliki
(23)
8
kebebasan untuk mengemukakan pendapat, ide, gagasan ataupun kritik, sehingga suatu konsep dapat menjadi bermakna. Pada tahap eksplorasi dan aplikasi siswa dituntut mengeluarkan pokok pikiran atau ide mereka yang membutuhkan pengetahuan awal mereka serta pengembangan pengetahuan barunya sehingga kemampuan pemahamannya berkembang. Kemudian untuk menemukan penyelesaian persoalan matematika siswa tersebut berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya sehingga siswa digiring merancang eksperimen dan demonstrasi untuk diujikan yang dapat mengembangkan kemampuan penalaran mereka.
Setiawan (2011) dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada siswa MTsN dapat meningkatkan kemapuan koneksi dan pemecahan masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Fonna (2013), model pembelajaran kooperatif tipe CIRC berpengaruh baik terhadap peningkatan kemampuan representatif dan pemecahan masalah matematis siswa di SMP. Penelitian dari Megalia (2013) menunjukkan pengaruh baik dari pembelajaran kooperatif tipe CIRC yang dilaksanakan di tingkat SMK, dimana kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa meningkat.
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur, sistematis dan hirakis dari yang paling sederhana ke paling yang kompleks. Pengetahuan sebelumnya merupakan prasyarat untuk dapat menguasai materi berikutnya. Oleh karena itu, kemampuan awal matematis (KAM) merupakan faktor yang ikut menentukan kemampuan matematis siswa, sehingga dalam penelitian ini penulis mempertimbangkan KAM siswa. Tujuan mempetimbangkan KAM untuk melihat apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat merata dan efektif di semua kategori KAM siswa atau hanya kategori tertentu saja.
Dalam penelitian ini kemampuan awal matematis siswa diklasifikasikan terdiri dari siswa kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika. Menurut Galton (Ruseffendi, 2006) dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
(24)
sedang, dan rendah. Hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Siswa berkemampuan tinggi biasanya memiliki kemampuan di atas teman-teman yang ada pada kelompoknya, siswa kelompok sedang memiliki kemampuan rata-rata dari kelompoknya dan siswa kelompok rendah memiliki kemampuan dibawah rata-rata kelompoknya. Proses penentuan kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah ini adalah dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ujian semester), serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Ruseffendi (2005) mengemukakan bahwa perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata- mata merupakan bawaan lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan. Ini berarti bahwa kemampuan siswa itu juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang digunakan.
Krutetski (Darhim, 2004) berpendapat bahwa anak pandai selalu cepat memahami topik matematika, membuat generalisasi dan menyusun pembuktian. Bahkan siswa pandai akan merasa bosan dan merasa kurang manfaatnya belajar dengan metode yang menurut siswa lemah sangat cocok. Diduga jika pada siswa yang berkemampuan lemah diterapkan metode pembelajaran yang menarik, berpusat pada siswa dan sesuai dengan tingkat kematangan siswa, maka akan meningkatkan hasil belajar siswa. Para siswa berkemampuan pandai berkemungkinan terjadi sebaliknya karena dengan kepandaiannya mereka dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika yang dipelajari walaupun tanpa menggunakan berbagai metode pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa. Menurut hasil penelitian Putri (2012), perlakuan dengan penggunaan pembelajaran matematika realisitik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis pada kelompok sedang dan rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga pembelajaran dengan model cooperative tipe CIRC dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika dan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang dihadapi. Penulis mengajukan sebuat studi yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP
(25)
10
melalui Pembelajaran Model Cooperative Tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)”.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada kajian aspek kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematis. Permasalahan penelitan ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)?
3. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa berkemampuan awal kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC?
4. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
5. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)?
6. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa berkemampuan awal kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan berpedoman pada rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
(26)
1. Menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
3. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa berkemampuan awal kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
4. Menganalisis peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
5. Menganalisis peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
6. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa berkemampuan awal kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaaat penelitian dapat dilihat dari beberapa aspek berikut: 1. Aspek Praktis:
a. Bagi guru, hasil penelitian ini memberikan masukan dalam rangka pemilihan model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.
b. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran matematis untuk meningkatkan restasi belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya.
(27)
12
c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selajutnya.
2. Aspek Teoritis: secara umum penelitian ini dapat menjadi sumbangan kepada dunia pendidikan dalam pengembangan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, serta memberikan gambaran yang jelas pada guru tentang model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
(28)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian
Penelitian ini tentang pengujian pembelajaran dengan model kooperatif tipe CIRC terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis. Penelitian ini adalah kuasi eksperimen karena pemilihan sampel tidak secara random tetapi menerima keadaan sampel seadanya. Hal ini dikarenakan eksperimen yang menjadikan manusia sebagai subjek, seringkali dijumpai kondisi yang kurang memungkinkan peneliti melaksanakan penugasan random yang disebabkan oleh aturan administratif dan disebabkan tidak alaminya situasi kelompok subjek apabila penugasan random dilakukan. Disain eksperimen yang digunakan berbentuk “pretest-postest-control design” atau disain kelompok kontrol pretest-postes yang melibatkan dua kelompok. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran mengunakan kooperatif tipe CIRC dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran biasa. Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
O X O O O Keterangan:
O : Soal pretes dan soal postes sama pada kemampuan pemahaman dan penalaran matematis.
X : Pembelajaran matematika kooperatif tipe CIRC. : subjek tidak dikelompokkan secara acak.
Pengukuran/observasi kemampuan pemahaman dan penalaran siswa dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan baik kepada kelompok eksperimen maupun kepada kelompok kontrol. Pengukuran sebelum diberikan perlakukan (pretes) bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok. Setelah diberikan perlakuan, kedua kelas diberi postes yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan akhir kedua kelompok dalam hal
(29)
33
kemampuan pemahaman dan penalaran matematis setelah masing–masing diberikan perlakuan.
3.2Populasi, dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII yang terbagi ke 4 kelas di SMP Negeri 2 Kec. Harau di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Karena tidak memungkinkan mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti mengunakan sampel yang diambil dari populasi. Sampel penelitian adalah dua kelas yang terpilih dimana setiap kelas memiliki karakteristik yang sama. Penentuan sampel pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk dilakukan secara acak murni. Oleh karena itu, penentuan sampel dilakukan dengan mengunakan teknik “Purposive Sampling” yang bertujuan agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal kondisi subjek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi lokasi penelitian dan prosedur perizinan. Sampel diambil berdasarkan kesepakatan antara guru dan peneliti. Dua kelas tersebut dipilih lalu diundi kemudian salah satu digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi digunakan sebagai kelas kontrol.
Pada penelitian ini siswa dikelompokkan pula berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa pada masing –masing kelas, meliputi KAM tinggi, KAM sedang dan KAM rendah. Pengelompokan KAM siswa berdasarkan nilai matematika sebelum penelitian dilaksanakan, yaitu nilai ujian tengah semester.
Adapun kriteria penetapan kelompok tersebut didasarkan pada rata-rata ( ̅) dan deviasi standar (s) total dari seluruh siswa (Arikunto, 2013), yakni:
Tabel 3.1 Level KAM Siswa
Rentang Level KAM Siswa KAM > ̅ + s Tinggi ̅ - s KAM ̅ + s Sedang
KAM < ̅– s Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data KAM siswa, diperoleh ̅=57,75 dan s = 6,87, sehingga ̅ + s = 64,62 dan ̅ – s = 50,88. Banyak siswa
(30)
yang berada pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Siswa berdasarkan KAM KAM Eksperimen Kontrol
Tinggi 6 5
Sedang 12 10
Rendah 5 6
Total 23 21
3.3Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan tiga jenis variabel, yaitu varibel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimanipulasi sehingga dapat mempengaruhi varibel lain. Adapun variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadinya manipulasi variabel bebas. Yang merupakan varibel terikat adalah kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Varibel kontrolnya merupakan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) yang digunakan untuk mengontrol variabel terikat. Kerkaitan antara tiga varibel tersebut disajikan pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel.3.3
Keterkaitan Ketiga Variabel Kemampuan Pemahaman, Penalaran, Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC dan KAM
Kategori KAM
Kemampuan Pemahaman Kemampuan Penalaran PKC (A) PK (B) PKC (A) PK (B)
Tinggi (T) KPAT KPKT KNAT KNKT
Sedang (S) KPAS KPKS KNAS KNKS
Rendah (R) KPAR KPKR KNAR KNKR
Total KPA KPK KNA KNK
Keterangan :
PKC (A) : Pembelajaran model kooperatif tipe CIRC. PK (B) : pembelajaran konvensional.
(31)
35
Contoh : KPAT adalah kemampuan pemahaman siswa kelompok tinggi dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
KNKR adalah kemampuan penalaran siswa kelompok rendah dengan pembelajaran konvesional.
KPK adalah kemampuan pemahaman siswa dengan pembelajaran konvensional.
3.4Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel – variabel, agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, berikut disajikan definisi operasional:
1. Kemampuan pemahaman konsep matematis
Pemahaman konsep matematis adalah kemampuan untuk menyerap atau memahami ide atau konsep matematis yang kemudian menjadi bagian dari aspek mental pribadinya serta mampu mengaplikasikannya dalam situasi lain, kehidupan nyata atau dalam pemecahan masalah. Indikator dari kemampuan pemahaman sebagai berikut:
a. mendefinisikan konsep secara tertulis ( pemahaman instrumental)
b. mengaitkan suatu konsep matematika dalam perhitungan sederhana (pemahaman instrumental).
c. mengaitkan suatu konsep matematika dalam perhitungan yang lebih luas (pemahaman relasional).
2. Kemampuan penalaran matematis
Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan yang telah terbukti kebenarannya. Indikator dari kemampuan penalaran sebagai berikut:
a. Menentukan keserupaan posisi dua garis dalam dua bangun ruang yang berbeda.
b. Mengunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi atau merobah analogi untuk menyusun kesimpulan.
(32)
c. Menyusun pembuktian langsung.
3. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe CIRC
Pembelajaran dengan model kooperatif tipe CIRC adalah bagian pembelajaran kooperatif yang memadukan kegiatan menbaca dan menulis materi penting serta berdiskusi menukarkan ide dan mempresentasikan hasil diskusi. Proses pembelajarannya terdiri dari beberapa tahap yaitu pengenalan konsep, eksplorasi dan aplikasi serta publikasi.
4. Pembelajaran konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang diberikan secara menyeluruh dan merata kepada semua siswa dalam kelas dengan tahap pembelajaran yang dilakukan meliputi pengenalan konsep, latihan dan tes.
3.5Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes dan non tes. Instrumen tes untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan penalaran matematis siswa. Untuk mengukur peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal dan tes akhir. Soal yang diberikan berbentuk uraian yang bertujuan untuk melihat proses dan berfikir siswa dalam menyelesaikan soal dapat terlihat jelas. Sedangkan instrumen non tes berupa skala sikap siswa dan lembar observasi.
Sebelum soal digunakan dahulu diujicobakan dengan maksud untuk mengukur validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembedanya. Untuk validitas muka dan isi, soal tes tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan kepada pakar yang ahli di bidang pendidikan matematika. Kemudian untuk mendapatkan validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran, soal tes diujicobakan pada siswa yang telas memperoleh materi tersebut, yaitu siswa kelas IX dan kemudian dilakukan analisis. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria
(33)
37
pemberian skor untuk soal tes kemampuan pemahaman matematis disajikan dalam Tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemahaman Matematis Skor Mendefinisikan
Konsep Secara Tertulis
Mengunakan Konsep dalam Perhitungan
yang Sederhana
Mengunakan Konsep dalam Perhitungan
yang Lebih Luas 4 Benar
mendefinisikan konsep secara tertulis
Benar menggunakan konsep dan benar solusinya
Benar menggunakan konsep dan benar solusinya
3 Kurang benar mendefinisikan konsep secara tertulis
Benar menggunakan konsep tapi salah solusi terakhir
Benar menggunakan konsep tapi salah solusi terakhir 2 Menjawab benar
sebagian mendefinisikan konsep secara tertulis
Kurang Benar memberikan konsep tapi salah solusi terakhir
Kurang Benar memberikan konsep tapi salah solusi terakhir
1 Menjawab salah mendefinisikan konsep secara tertulis
Menjawab sebagian atau salah
menggunakan konsep
Menjawab sebagian atau salah
menggunakan konsep 0 Tidak menjawab Tidak menjawab Tidak menjawab
Selain penskoran tes pemahaman, penskoran juga dilakukan pada tes penalaran. Untuk memberikan penilaian objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan penalaran matematis adaptasi dari holistic scoring rubrics (Cai, Lane dan Jakabcsin, 1996).
Tabel 3.5
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis Skor Menentukan
Keserupaan Posisi Dua Garis dalam Dua Bangun Ruang yang
Berbeda
Mengunakan Pola dan Hubungan Untuk Menganalisis Situasi atau
Merubah Analogi Untuk Menyusun Kesimpulan
Menyusun Pembuktian
Langsung
4 Menjawab dengan mengikuti
argumen-Menjawab dengan mengikuti
argumen-Menjawab dengan mengikuti
(34)
Skor Menentukan Keserupaan Posisi Dua
Garis dalam Dua Bangun Ruang yang
Berbeda
Mengunakan Pola dan Hubungan Untuk Menganalisis Situasi atau
Merubah Analogi Untuk Menyusun Kesimpulan
Menyusun Pembuktian
Langsung
argumen logis dan menarik kesimpulan logis dalam
menentukan
keserupaan posisi dua garis dalam dua bangun ruang yang berbeda serta dijawab dengan lengkap/jelas dan benar
argumen logis dalam mengunakan pola dan hubungan untuk merobah analog dan menarik kesimpulan logis serta dijawab dengan
lengkap/jelas dan benar
argumen-argumen logis dan
menyusun
pembuktian serta dijawab dengan lengkap/jelas dan benar
3 Menjawab hampir semua yang benar
Menjawab hampir semua yang benar
Menjawab hampir semua yang benar 2 Menjawab hanya
sebagian yang benar
Menjawab hanya sebagian yang benar
Menjawab hanya sebagian yang benar
1 Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan
Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan
Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan
0 Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban
3.5.1 Analisis Validitas Butir Soal
Uji validitas digunakan utnuk mengukur hasil – hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Menurut Suherman (2003), suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Perhitungan validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson (Sudijono, 2006) yaitu :
∑ ∑ ∑ √ ∑ ∑ ∑ ∑
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dalam hal ini X adalah skor tiap item / faktor dan Y adalah skor total.
(35)
39
∑ = Jumlah skor per item
∑ = jumlah skor per item kuadrat = skor total perorangan
∑ = jumlah skor perorangan ∑ = Jumlah skor total kuadrat
XY = perkalian skor per item (X) dan skor total perorangan (Y) ∑ = Jumlah perkalian skor item (X) dan skor total perorangan (Y)
= banyaknya peserta tes
Selanjutnya uji validitas tiap item instrumen dilakukan dengan membandingkan dengan nilai kritis (nilai tabel). Tiap item tes dikatakan valid apabila pada taraf signifikasi = 0,05 didapat .
Kriterian dalam validitas soal tes dalam penelitian ini mengunakan ukuran yang di buat J.P Guilford ( Suherman, 2003 ) yaitu:
Tabel.3.6
Klasifikasi Koefisian Validitas Koefisien Validitas Interpretasi
0,90 1,0 Sangat Tinggi
0,7 0,90 Tinggi
0,40 0,7 Sedang
0,20 0,40 Rendah
0,00 0,20 Sangat Rendah
0,00 Tidak Valid
Hasil rekapitulasi uji validitas kemampuan pemahaman dan penalaran matematis menggunakan Anates versi disajikan dalam Tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7
Data Hasil Uji Validitas Butir Soal
Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Kemampuan No
Soal
Koefisien (rxy)
r tabel klasifikasi Kesimpulan
Pemahaman
1 0,757
0,339
Tinggi dipakai
3 0,790 Tinggi dipakai
5 0,617 Sedang dipakai
penalaran
2 0,660 Sedang dipakai
4 0,802 Tinggi dipakai
(36)
Pengambilan keputusan dengan membandingkan dengan nilai kritis
. Tiap item tes dikatakan valid apabila pada taraf signifikasi = 0,05 didapat . Dengan n =34 dan = 0,05 diperoleh harga . Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa semua soal memiliki lebih dari . Artinya semua soal tersebut layak digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran pada penelitian ini.
3.5.2 Reliabilitas
Reliabilitas tes adalah tingkat keajekan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajek/konsisten (tidak berubah–ubah). Untuk menentukan reliabilitas tes uraian, menggunakan rumus Alpha Cronbach (Sudijono, 2006) :
∑ Dengan :
= koefisien reliabilitas
n = banyak butir item yang dikeluarkan dalam tes ∑ = jumlah varians skor dari tiap butir item
= varians skor total
Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes umumnya digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003) sebagai berikut:
Tabel 3.8
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai Derajat Reliabilitas 0,20 sangat rendah 0,40 Rendah
0,40 0,60 Sedang 0,60 0,80 Tinggi 0,80 1,00 Sangat Tinggi
(37)
41
Hasil perhitungan reliabilitas tes untuk kedua kemampuan tersebut dapat ditentukan dengan signifikansi koefisien reliabilitas, dibandingkan dengan dengan kaidah keputusan jika lebih besar dari maka data reliabel dan sebaliknya. Hasil rekapitulasi perhitungan uji reliabiltas soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis yang sudah valid mengunakan anates disajikan dalam Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Data Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Kemampuan r hitung r tabel Kriteria Kategori
Pemahaman 0,53 0,339 reliabel sedang Penalaran 0,64 0,339 reliabel tinggi
Hasil uji reliabilitas pada Tabel.3.9 menunjukkan bahwa soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.
3.5.3 Daya pembeda
Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut membedakan antara siswa bekemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Soal dikatakan mempunyai daya beda yang baik, apabila siswa yang berkemampuan tinggi dapat menyelesaikan soal dengan baik, sedangkan siwa berkempuan rendah tidak dapat meyelesaikan soal dengan baik. Proses penentuan kelompok tinggi dan kelompok rendah ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah. Daya pembeda dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Suherman, 2003):
Keterangan :
(38)
JBA = Jumlah skor dari kelompok atas ( unggul) JBB = jumlah skor siswa dari kelompok bawah JSA = Jumlah siswa dari kelompok atas
Klasifikasi daya pembeda yang dikemukakan oleh Suherman, dkk (2003) adalah :
Tabel.3.10
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Besarnya DP Interpretasi
DP 0,00 Sangat Jelek
0,00 0,20 Jelek
0,20 0,40 Cukup 0,40 0,70 Baik 0,70 1,00 Sangat Baik
Hasil rekapitulasi perhitungan uji daya pembeda soal kemampuan pemahaman dan penalaran tersaji pada Tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.11
Data hasil Uji Daya Pembeda setiap Butir Soal Tes Kemampuan No
Soal
Koefisien Daya
Pembeda Interpretasi
Pemahaman
1 0,36 Cukup
3 0,44 Baik
5 0,25 Cukup
Penalaran
2 0,31 Cukup
4 0,42 Baik
6 0,22 Cukup
Keenam butir soal tes kemampuan pemahaman dan penalaran memiliki daya beda yang cukup baik. Secara umum dari enam soal tes dapat dikerjakan oleh siswa yang pandai dengan baik, sedangkan siswa yang kurang pandai tidak dapat mengerjakan dengan baik.
3.5.4 Tingkat kesukaran
Tingkat mutu dari sebuat butir soal dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing- masing butir item. Menurut Supranata (2006) soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai dalam arti tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang
(39)
43
terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk meningkatkan usaha memecahkannya. Sebalikannya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Untuk menguji tingkat kesukaran mengunakan rumus (Suherman,2003):
Keterangan :
IK = indeks kesukaran
JBA= Jumlah skor dari kelompok atas ( unggul) JBB = jumlah skor siswa dari kelompok bawah
= Jumlah skor ideal kelompok atas pada butir soal yang diolah Kriteria tafsiran tingkat kesukaran yang digunakan :
Tabel.3.12
Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Kategori Soal
IK = 0,00 Terlalu Sukar 0,00 0,30 Sukar 0,30 0,70 Sedang 0,70 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu Mudah
Hasil rekapitulasi perhitungan uji tingkat kesukaran soal kemampuan pemahaman dan penalaran tersaji pada Tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.13
Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran kemampuan No
Soal
Koefisien Indeks
Kesukaran Interpretasi
Pemahaman
1 0,65 Sedang
3 0,61 Sedang
5 0,37 Sedang
Penalaran
2 0,26 Sukar
4 0,51 Sedang
6 0,17 Sukar
(40)
Skala sikap dipersiapkan dan dibagikan kepada siswa kelompok eksperimen setelah tes akhir selesai dilaksanakan. Angket ini bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika, sikap terhadap penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, dan sikap terhadap soal–soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis.
Bentuk respon siswa yang digunakan mengacu pada skala Likert yang terdiri dari beberapa pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Setiap butir pernyataan memiliki empat option yaitu : SS, S, TS, STS. Langkah pertama dalam menyusun angket respon siswa ini yakni kisi-kisi angket respon siswa, selanjutnya dilakukan uji validitas oleh dosen pembimbing.
3.5.6 Lembar Observasi
Selain tes juga digunakan lembar obeservasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. Aktivitas siwa yang diamati pada kegiatan pembelajaran adalah keaktifan siswa dalam mencari informasi dengan membaca, menyelesaikan soal, memperhatikan penjelasan teman atau guru, mengemukkan pendapat dan beragumentasi dengan sopan.
Observasi terhadap siswa tersebut dilakukan oleh peneliti dan satu guru matematika dengan tujuan untuk mengetahui kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung dan bagaimana pendapat siswa tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Aktivitas guru yang diamati adalah keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran koopertif tipe CIRC yang bertujuan untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Observasi terhadap aktivitas guru dilalukan oleh guru matematika disekolah penelitian.
(41)
45
3.5.7 Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembar Kegiatan Siswa yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar Kegiatan Siswa terdiri dari masalah-malasah yang harus dipecahkan oleh siswa yang dapat mengembangkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Lembar Kegiatan Siswa tersebut dirancang sesuai model kooperatif tipe CIRC. Agar siswa memiliki peran yang sangat besar dalam upaya memahami, menemukan, mengembangkan, serta menerapkan konsep, prosedur, maupun prinsip dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Sedangkan peran guru sebagai fasilitator.
3.6Prosedur Penelitian
Persiapan-persiapan yang dipandang perlu sebelum penelitian antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang pemahaman dan penalaran matematis, model pembelajaran kooperatif tipe CIRC serta membuat rancangan pembelajaran sesuai model pembelajaran. Setelah persiapan dianggap cukup, kemudian dilanjutkan dengan penulisan proposal dengan bimbingan dosen pembimbing. Setelah penulisan selesai kemudian seminar proposal. Selanjutnya pembuatan instrumen penelitian dan setelah instrumen disetujui dosen pembimbing dilakukan ujicoba instrumen penelitian dan mengolah data hasil uji coba. Uji coba soal dilakukan di kelas IX yang pernah mendapatkan materi. Kemudian peneliti mengurus surat izin kepenelitian dari direktur Sekolah Pascasarjana UPI dilanjutkan ke Dinas Pendidikan tempat penelitian, dilanjutkan berkunjung ketempat penelitian untuk menyampaikan surat izin penelitian dan sekaligus meminta izin pelaksanakan penelitian. Ditempat penelitian dilakukan observasi dalam pembelajaran dan berkonsultasi dengan guru matematika untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian. Kemudian dilakukan
(42)
pemilihan sampel yaitu dengan memilih dua kelas dari kelas pararel yang ada untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Sebelum pelaksanakan pretes dilakukan diawali dengan pemberian tes kemapunan awal (KAM). Tes ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan awal matematika siswa sebelum diberikan pembelajaran. Pelaksanaan tes KAM ini bertujuan untuk mengetahui bahwa kedua kelas yang diberikan perlakukan homogen, dan untuk menentukan kelas yang akan diberikan perlakukan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan kelas mana yang merupakan kelas kontrol.
Selajutnya setelah kelas ditentukan antara eksperimen dan kontrol maka untuk selanjutnya diberikan pretes (tes awal) pada kedua kelas tersebut. Setelah tes awal lalu dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Observasi pada kelas eksperimen dilakukan oleh seorang guru pengamat dan sejawatnya. Dalam segi jumlah jam pelajaran, soal latihan dan tugas siswa pada pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan perlakukan yang sama. Kelas eksperimen mengunakan LKS rancangan peneliti, sedangkan kelas kontrol mengunakan sumber pembelajaran dari buku paket yang disediakan sekolah. Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir kepada kedua kelompok. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang dirumuskan sebelumnya, kemudian akan ditarik kesimpulannya.
3.7Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes dan non tes. Data yang berkaitan dengan KAM dikumpulkan melalui ujian tengah semester siswa. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa dikumpulkan melalui tes berupa pretes dan postes. Pretes diberikan kepada kedua kelas sebelum diberi perlakuan, sedangkan postes diberikan kepada kedua kelas setelah diberi perlakuan. Kemudian dari data pretes dan postes didapatkan data n-gain untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Data-data tersebut termasuk kedalam data kuantitatif.
(43)
47
Riza Putri Yuni Sovia, 2015
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Model Cooperative Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition
Data deskriptif berupa skala sikap untuk siswa dan lembar observasi. Setelah semua data dianalisis maka akan diambil kesempulan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
3.7.1 Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian akan dilakukan uji statistik dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan software SPSS Versi 22.0 for Windows. Kemudian akan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Statistik deskritif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajikan suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna, sehingga hanya memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus data yang lebih besar. Sedangkan statistik inferensial mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan gugusan data induknya.
Selanjutnya pada data statistik inferensial terdiri statistik parametrik dan non parametrik. Statistik parametrik digunakan untuk menguji parameter poulasi melalui data yang diperoleh dari sampel, sedangkan statistik nonparametrik tidak menguji parameter populasi, tetapi menguji distribusi. Untuk menguji hipotesis penelitian telah dirumuskan, peneliti mengupayakan pengujian dengan statistik parametrik terlebih dahulu. Jika pada proses syarat untuk pengujian parametrik tidak dipenuhi, maka engujian selanjutnya dilakukan dengan mengunakan statistik nonparametrik.
Untuk lebih jelas, maka disajikan langkah-langkah uji statistik dalam bentuk skema berikut:
Data Kelompok Kontrol
Uji Normalitas
Normal
Normal Tidak
Normal
Tidak Normal Uji Normalitas
(44)
Riza Putri Yuni Sovia, 2015
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP melalui
Gambar 3.1 Diagram Alur Uji Statistik Umum
Sedangkan untuk pengolahan data berdasarkan KAM pada kelas eksperimen dilakukan uji statistik dengan skema berikut:
Tidak Berbeda Uji Kruskall
Wallis
Tidak Berbeda Tidak
Berbeda Uji Brown
Forsythe Uji Anova 1
Jalur
Normal Normal
Tidak Normal
Homogen Kelmpk.
Sedang
Uji Normalitas
Tidak Homogen Uji Homogenitas
Normal Tidak
Normal
Kelmpk. Rendah
Uji Normalitas Tidak
Normal
Kelmpk. Tinggi
(45)
49
Gambar 3.2 Diagram Alur Uji Statistik KAM Kelas Eksperimen Data yang diperoleh secara lebih jelas dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Data yang diperoleh dari hasil pre-test dan post-test dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Skor yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan sesudah pembelajaran model kooperatif tipe CIRC dianalisa dengan cara membandingkan denga skor siswa yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah pembelajaran tersebut dan skor siswa sebelum dan seletah pembelajaran konvensional. Besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) yang dikembangkan oleh Hake (Meltzer,2002) sebagai berikut :
Gain ternormalisasi <g> = Kategori gain ternormalisasi <g> menurut Hake (1999) adalah :
Tabel 3.14
Klasifikasi Gain Ternomalisasi Besarnya Gain (g) Klasifikasi
0,7 <g> Tinggi 0,3 <g> 0,7 Sedang
(46)
2) Menghitung statistik deskriptif tes awal dan tes akhir untuk memberikan gambaran umum kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan dan kemampuan akhir setelah siswa diberi perlakukan.
3) Menghitung statistik deskriptif gain ternormalisasi <g> untuk memberikan gambaran umum peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis anatara sebelum dan sesudah pembelajaran.
4) Sebelum dilakukannya pengolahan data dengan mengunakan SPSS 22.0 for windows, maka terlebih dahulu perlu ditetapkan taraf signifikannya, yaitu =0,05. Selanjutnya sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas distribusi data. Menguji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Kemudian hasilnya dapat menentukan uji ynag digunakan selanjutnya apakah mengunakan statistik parametrik atau statistik non-parametrik. Hipotesis yang akan diuji adalah:
: data berdistribusi normal : data berdistribusi tidak normal
Statistik uji yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnova pada SPSS 22.0 for windows pada taraf signifikan 5% dengan kriteria diterima jika nilai Sig. > , maka dapat disimpulkan yang berarti sebaran berdistribusi normal. 5) Melakukan uji homogenitas varians. Uji homogenitas varians ini dilakukan
untuk mengetahui apakah populasi mempunyai varians yang homogen atau tidak, dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
: varians-variasi tersebut paling kurang dua tidak sama.
Uji homogenitas varians dengan mengunakan uji Levene Statistic pada SPSS 21.0 for windows pada taraf signifikan 5% dengan kriteria diterima jika nilai Sig. > , maka daat disimpulkan yang berarti tidak terdapat perbedaan varians dari setiap kelompok data (homogen).
(47)
51
6) Melakukan uji hipotesis
a. Hipotesis Penelitian yang Pertama:
Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hipotesis statistiknya adalah:
:
Rata-rata n-gain kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC tidak lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
:
Rata-rata n-gain kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Keterangan:
: Rata-rata skor n-gain kemampuan pemahaman kelas kooperatif tipe CIRC (kelas eksperimen)
: Rata-rata skor n-gain kemampuan pemahaman kelas konvesional (kelas kontrol).
Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t, dengan menetapkan taraf signifikan =0,05, maka kriteria pengujian adalah tolak jika nilai sig. =0,05 dan terima jika sig. =0,05. Apabila data tidak berdistribusi normal, maka digunakan kaidah statistik non-parametrik, yaitu uji U Mann-Whitney. Kriteria pengujian adalah tolak jika nilai sig. =0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen, maka digunakan uji .
b. Hipotesis Penelitian yang Kedua:
Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari
(1)
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada materi lainnya yang dapat memicu meningkatnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe CIRC juga perlu diterapkan pada tingkat sekolah lain seperti SD dan SMA.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan.(2006) . Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta Tersedia online:
http://matematika.upi.edu/wp-content/uploads/2013/02/Buku-Standar-Isi-SMP.pdf Diakses 8 desember 2013
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Pengembangan Silabus
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: CV. Laksana
Mandiri.
Cai, J.L, dan Jakabcin, M.S. (1996). Communication ini Mathematics K-12 and
Beyond. Virginia: NCTM.
Christou, C and Papageorgiou, E. (2007). A Framework of Mathematics Induktive
Reasoning. Learning and Instruction 17 (2007) 55-56, Elsevier.
Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan
Open-Ended. Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Dahlan. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas terbuka.
Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil
Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMP. Jakarta : Balibang Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
Fonna,M. (2013). Pengunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition untuk Meningkatkan Kemampuan
Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Tesis SPs UPI
(3)
Godino, J. D. (1994). Mathematical Concepts, Their Meanings, and Understanding1 . Proceedings of XX Conference of the International Group
for the Psychology of Mathematics Education, Vol.2, (pp. 417-425).
Tersedia online:
http://www.ugr.es/~jgodino/articulos_ingles/meaning_understanding.pdf [diakses 11 Okt 2014]
Hake, R.R. (1999). ANALYZING CHANGE/GAIN SCORES*† Tersedia Online :http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf .[Diakses 22 januari 2014]
Hamers, J.H.M. (1998). Inductive Reasoning in Third Grade : Intervention
Promises and Constraints. Contemporary educational psychology. 23, 132 –
148 (1998) Article on Ep980966.
Lithner, J. (2012). Learning Mathematics by Creative or Imitative Reasoning. 12th
International Congress on Mathematical Education. 8July-15 July 2012,
CEOX, Seoul, Korea. Tersedia online:
http://www.icme12.org/upload/submission/1971_f.pdf 11 okt 2014
Megalia (2013). Pembelajaran Matematika dengan Mengunakan Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk Meningkatkan Kemmapuan Pemahamsn dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Meltzer, C.E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible “Hidden Variable’ in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. V70 n12 p1259-68 dec 2002[online]. Tersedia: www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec-2002-70-1268.pdf. [12 oktober 2013]
NCTM. (1989). Curiculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
NCTM. (2000). Prnciples and Standard for School Mathematics. Restore,VA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Pollatsek A, Lima S. Dan Well A.D. (1981) Concept or Computation : Students
Understanding of The Mean. Education Studies in Mathematics, Vol.12,
No. 2 (May, 1981), pp.191-204.
Priatna, N. (2010). Penalaran matematika. Tersedia Online
(4)
http://file.upi.edu/Direktori/D-PRIATNA/Penalaran Matematika.pdf Diakses 29 desember 2013.
Putri, F M.(2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik terhadap
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa.Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
OECD. (2012). PISA 2012 Results in Focus : What 15 Year Olds Know and What
they Can Do With What They Know. Paris : OECD. Tersedia Online:
http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf.Diakses: 30 des 13 7.30
Reziyustikha, L. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMP Mengunakan Pendekatan Open-Ended dengan
Pembelajaran Kooperatif tipe Co-op Co-op. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Rosnawati, R. (2013). Makalah Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP
Indonesia pada TIMSS 2011. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional
P3MIPA, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia online : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/R.%20Rosnawati,%20Dra.
%20M.Si./Makalah%20Semnas%202013%20an%20R%20Rosnawati%20F MIPA%20UNY.pdf. Diakses 30 des 13 .
Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tidak diterbitkan.
______________, (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-
Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
______________. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Sagala, S. (2009). Konsep dan makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Setiawan, B.(2011). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC). Tesis SPs UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika, Departemen
(5)
Slavin, R.E (2010). Cooprative Learning,: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Skemp. R.R. (1976). Relational Understanding and Instrumental Understanding. First published in Mathematics Teaching, 77, 20-26, (1976).
Sudijono, A. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Suhana, N.(2014).Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis, Berpikir Logis dan Self Esteem Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Struktural.Tesis SPs UPI Bandung:Tidak Diterbitkan.
Suherman, E. (2003). Startegi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA FPMIPA UPI.
__________. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA FPMIPA UPI.
Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematika Siswa Sekolah Dasar.
Tesis SPs UPI Bandung:Tidak Diterbitkan
Sumarrno, U. (2004). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah”. Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi
Matematika serta Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UPI.
__________. (2004). “Pembelajaran Matematika Untuk mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi : Makalah pada Pertemuan MGMP Matematika SMP di Tasikmalaya”. Kumpulan Makalah Berpikir dan
Disposisi Matematika serta Pembelajarannya. Bandung: Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UPI.
_________. (2007). Pembelajaran matematika : Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan. Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi
Matematika serta Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UPI.
Sunardja. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran dengan
(6)
Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematis dan
Kemampuan Berpikir Krtitis Siswa SMA. Tesis SPs UPI Bandung:Tidak
diterbitkan.
Tim PPPG Matematika. (2005). Materi Pembinaan Matematika SMP di Daerah
Tahun 2005. Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah PPPG Matematika.
Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika, Referensi untuk
Guru Matematika SMA/MA, Mahasisiwa, dan Umum. Jakarta: PT Lueser
Cipta Pustaka.
Wahyudin.(2008). Pembelajaran dan Model – Model Pembelajaran. Bandung: UPI Press.
Wijaya, A. (2012). Pendidikan Matematika Realisitik Suatu Alternatif Pendekatan