PENGARUH LUMUT (Bryophyta) SEBAGAI KOMPOSISI MEDIA PERTUNASAN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia).

(1)

PENGARUH LUMUT (Bryophyta) SEBAGAI KOMPOSISI MEDIA PERTUNASAN DAN PERTUMBUHAN

TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun oleh:

Addinunnisa Auliya Ipaulle NIM 12308144009

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Apa saja diantara Rahmat

yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya dan apa saja yang ditahan-Nya maka tidak ada yang sanggup untuk

melepaskan nya setelah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana” (Al Qur’an Surat Faathir {35}: 2)

Ku persembahkan skripsi yang sederhana ini untuk : kedua orangtuaku (Umiku Tatik Wilasti dan Abahku Tahabuddin),

Kakakku (Muhammad Afkar Musa Lapaulle), Adikku (Qaanitatul Hakim Ipaulle),

yang selalu mendo’akanku dan membantuku dengan semua yang bisa diberikan untukku, calon suamiku (Sutan Verdien Aries Munandar) yang turut menyalurkan semangatnya

untukku.


(6)

PENGARUH LUMUT (Bryophyta) SEBAGAI KOMPOSISI MEDIA PERTUNASAN DAN PERTUMBUHAN

TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia)

Oleh

Addinunnisa Auliya Ipaulle NIM 12308144009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui persentase terbaik bagi

pertunasan tanaman binahong dengan komposisi lumut sebagai media. (2) Mengetahui pengaruh komposisi lumut sebagai media pertumbuhan tanaman

binahong. (3) Mengetahui komposisi lumut yang optimal sebagai media yang memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan tanaman binahong.

Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan perlakuan 5 jenis media tanam yang memiliki komposisi lumut berbeda yaitu R1.A (Kontrol, 0g lumut/900g tanah), R1.B (5%, 15g lumut/900g media), R1.C (10%, 30g lumut/900g media), R1.D (15%, 45g lumut/900g media) dan R1.E (20%, 60g lumut/900g media). Komposisi media terdiri dari lumut, tanah, pupuk kandang dan arang sekam. Terdapat 180 stek batang (3 stek x 6 ulangan x 5 perlakuan x 2) dalam 60 polybag, 30 polybag untuk panen yang dilakukan setiap 2 minggu sekali dan 30 polybag untuk diamati sampai 12 MST (Minggu Setelah Tanam). Peubah yang diamati terdiri atas munculnya tunas pertama, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot basah dan bobot kering. Data dianalisis dengan analisis statistik One Way Anova untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara kelompok kontrol dan perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk membedakan antara kelompok perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi lumut dalam media berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tinggi tanaman (2MST, 4MST, 6MST, 8MST, 10MST, 12MST), jumlah daun (4MST, 6MST, 10MST, 12MST) namun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap panjang akar pada pertumbuhan tanaman binahong. Selain itu, komposisi lumut dalam media berpengaruh nyata pada bobot basah (10MST, 12MST) dan bobot kering (6MST, 12MST) tanaman binahong. Komposisi lumut yang optimal untuk pertunasan dan tinggi tanaman binahong adalah R1.C (10%, 30g lumut/900g media), untuk jumlah daun tanaman binahong adalah R1.D (15%, 45g lumut/900g media) dan media R1.E (20%, 60g lumut/900g media) untuk panjang akar, bobot basah serta bobot kering tanaman binahong.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, atas limpahan Rahmat dan Ridho-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir Skripsi

dengan judul “Pengaruh Lumut (Bryophyta) Sebagai Komposisi Media Pertunasan Dan Pertumbuhan Tanaman Binahong (Anredera cordifolia)” ini berhasil diselesaikan.

Skripsi ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dr. Slamet Suyanto selaku Wakil Dekan I FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Dr. Paidi, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Dr. Tien Aminatun selaku Ketua Prodi Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Prof. Dr. IGP Suryadarma selaku pembimbing I yang telah memberikan waktu, saran dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi. 6. Prof. Dr. Djukri selaku pembimbing II yang selalu memberikan

bimbingan, masukan, saran, nasihat dan waktunya selama penelitian dan penulisan Tugas Akhir Skripsi.

7. Dr. Ir Suhartini M.S selaku penguji utama yang membimbing penyelesaian Tugas Akhir Skripsi sehingga menjadi lebih baik.

8. Lili Sugiyarto M.Si selaku penguji pendamping yang membimbing penyelesaian Tugas Akhir Skripsi sehingga menjadi lebih baik lagi.

9. Seluruh dosen FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dan mengajarkan ilmu nya dengan ikhlas.

10.Seluruh staff Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membantu dalam penyediaan alat penelitian.


(8)

11.Kelas Biologi E 2012 yang telah berjuang bersama dan mengusahakan yang terbaik untuk semuanya.

12.Keluarga ARWANA Biologi Universitas Negeri Yogyakarta.

13.Sahabat kelas (Utami Amardi Putri, Kurnia Cahyani, Nrangwesthi Widyaningrum, Setyo Sulistyono, Aji Suhandy, Ahmad Arifandy Hidayat, Moh Galang Eko Wibowo, Tinuk Noviakorniyati).

14.Teman-teman seperjuangan (Masna Khomsatu Roisah, Layn Miftahu

Su‟ad, Annisa Milda Novasari, Dwi Arum Sari, Fitri Purnamasari).

15.Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan Tugas Askhir Skripsi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Tugas Akhir Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Januari 2017


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Operasional ... 3

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 6

1. Lumut ... 6


(10)

3. Media Tanam ... 13

4. Pertumbuhan Tanaman ... 15

B. Kerangka Pikir ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 27

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

C. Variabel Penelitian ... 27

D. Alat dan Bahan ... 27

E. Gambaran Layout Penelitian ... 28

F. Prosedur Kerja ... 30

G. Teknik Pengumpulan Data ... 32

H. Analisis Data ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34

B. Pembahasan ... 38

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian ... 55

2. Rekapitulasi Hasil Analisis SPSS ... 60

3. Data Pengamatan ... 63


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data hasil uji kandungan lumut dari BPTP Yogyakarta ... 2

Tabel 2. Pertambahan tinggi tanaman binahong ... 60

Tabel 3. Pertambahan jumlah daun tanaman binahong ... 60

Tabel 4. Perubahan panjang akar tanaman binahong ... 61

Tabel 5. Perubahan bobot basah tanaman binahong ... 61

Tabel 6. Perubahan bobot kering tanaman binahong ... 62

Tabel 7. Data pengamatan lingkungan media ... 63

Tabel 8. Data pengamatan tinggi tanaman ... 63

Tabel 9. Data pengamatan jumlah daun ... 64

Tabel 10. Data pengamatan panjang akar ... 65

Tabel 11. Data pengamatan bobot basah ... 66


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman binahong ... 11

Gambar 2. Kerangka pikir ... 26

Gambar 3. Histogram pertumbuhan tanaman binahong (4MST) ... 28

Gambar 4. Histogram persentase pertunasan tanaman binahong ... 34

Gambar 5. Grafik pertambahan tinggi tanaman binahong ... 35

Gambar 6. Grafik pertambahan jumlah daun tanaman binahong ... 36

Gambar 7. Grafik perubahan panjang akar tanaman binahong ... 37

Gambar 8. Grafik perubahan bobot basah tanaman binahong ... 37

Gambar 9. Grafik perubahan bobot kering tanaman binahong ... 38

Gambar 10. Dokumentasi penanaman ... 57

Gambar 11. Perbandingan R0, R1, R2, R3 dan R4 ... 57

Gambar 12. Persiapan ... 58

Gambar 13. Panen (4MST) ... 58

Gambar 14. Patah ... 58

Gambar 15. Muncul cabang ... 58

Gambar 16. Hama ulat grayak ... 58

Gambar 17. Hama bekicot ... 58

Gambar 18. Penyakit layu ... 59

Gambar 19. Penyakit bercak ... 59


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Binahong memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi serta memungkinkan untuk dibudidayakan secara intensif. Saat ini, binahong telah digunakan sebagai bahan baku untuk industri fitofarmaka (Baskoro dan Purwoko, 2010: 6).

Berbagai kandungan kimia daun binahong bersifat antibakteri, antivirus, antiinflamasi, analgesik dan antioksidan. Selain itu, daun binahong juga berkhasiat untuk meningkatkan daya tubuh, memperkuat daya tahan sel terhadap infeksi sekaligus memperbaiki sel yang rusak, melancarkan dan menormalkan peredaran darah serta tekanan darah, mencegah stroke, mengatasi diabetes serta mengobati penyakit maag (Hariana, 2013: 60).

Menurut Penelitian Riyanti (2009: 29), tanaman sirih merah berkembang lebih baik pada media yang menggunakan campuran serbuk sabut kelapa, arang sekam, pakis dan humus daun bambu 1:1:1:1 (v/v) dibandingkan dengan perlakuan media lainnya. Media campuran serbuk sabut kelapa, arang sekam, pakis dan humus daun bambu 1:1:1:1 (v/v) memberikan hasil jumlah daun, jumlah ruas, jumlah buku, jumlah akar terbanyak dan tinggi tanaman. Hasil analisis media ini menunjukkan nilai 0.74% (N), 1.34% (P2O5)


(14)

Tabel 1. Data hasil uji kandungan Lumut dari BPTP Yogyakarta: No Parameter Uji Kandungan Lumut Metode

1 Kadar air 22.52 % Suhu 105ºC, 3 Jam

2 pH (H2O) 6.62 pH meter

3 C-organik 4.84 % Walkly and Black

4 N-total 0.60 % Kjeldahl

5 P2O5 Potensial 210 mg/100g HCl 25%

6 K2O Potensial 56 mg/100g HCl 25%

Dengan nilai (N) kandungan lumut yang mendekati nilai tersebut maka dapat dimungkinkan bahwa lumut bisa menjadi komposisi media tanam dan diharapkan memberikan pengaruh terhadap pertunasan dan pertumbuhan tanaman binahong sebagai salah satu penyedia unsur hara N.

Menurut Mus (2008), perbanyakan tanaman binahong secara vegetatif umumnya dilakukan dengan menggunakan stek batang. Stek batang pada umumnya lebih mudah dan sangat menguntungkan karena batang mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup dan jaringan meristem yang membentuk akar (Baskoro dan Purwoko, 2010: 6).

Pertumbuhan tanaman secara vegetatif yang diambil dari stek akan diawali dengan munculnya tunas. Menurut Rahardja dan Wiryanta (2003: 23), tunas merupakan ranting muda yang baru tumbuh atau calon tanaman baru


(15)

yang tumbuh dari bagian tanaman. Menurut Zulkarnain (2014: 99), pada sel-sel yang baru terbentuk akan terjadi pemanjangan sel-sel yang membutuhkan ketersediaan air yang cukup, rangsangan hormon tertentu yang merangsang perentangan sel dan ketersediaan karbohidrat. Sehingga penting untuk diketahui pertunasan pada stek batang tanaman binahong.

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan penanaman tanaman binahong pada media tanam yang mengandung lumut untuk mengetahui pengaruhnya dalam menunjang pertunasan dan pertumbuhan tanaman binahong dengan menggunakan stek batang.

B. Identifikasi Masalah

1. Kandungan lumut C (4.84%), N (0.60%), P (210 mg/100g) dan K (56 mg/100g) diharapkan dapat menambah hara untuk tanaman sebagai komposisi media tanam.

2. Tanaman binahong memiliki banyak manfaat bagi kesehatan serta mudah ditanam.

3. Media tanam yang digunakan mengandung lumut sebagai media pertumbuhan tanaman binahong selama 3 bulan sehingga dapat diketahui pengaruhnya.

C. Batasan Operasional

1. Media yang dianalisis di BPTP Yogyakarta hanyalah media lumut saja, tanpa campuran komposisi media lainnya.


(16)

2. Media kontrol hanya terdiri dari tanah saja dan tidak diberi komposisi pupuk kandang maupun arang sekam sehingga memiliki kandungan unsur hara yang lebih sedikit.

3. Peran Lumut dalam penelitian ini adalah sebagai penyedia bahan organik dikarenakan tidak dilakukannya analisis pada keseluruhan media yang telah dicampur dengan pupuk kandang maupun arang sekam sesuai desain penelitian.

D. Rumusan Masalah

1. Komposisi lumut manakah sebagai media yang memberikan persentase terbaik bagi pertunasan tanaman binahong?

2. Apakah komposisi lumut sebagai media berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman binahong?

3. Komposisi lumut manakah sebagai media yang memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan tanaman binahong?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persentase terbaik bagi pertunasan tanaman binahong dengan komposisi lumut sebagai media.

2. Mengetahui pengaruh komposisi lumut sebagai media pertumbuhan tanaman binahong.

3. Mengetahui komposisi lumut yang optimal sebagai media yang memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan tanaman binahong.


(17)

F. Manfaat penelitian

1. Memberikan informasi tentang tumbuhan lumut sebagai media pertumbuhan tanaman binahong.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data pendukung bagi penelitian lain yang berkaitan.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Lumut (Bryophyta)

Tumbuhan lumut (Bryophyta) dibedakan dalam dua kelas dengan ciri-ciri yang jelas yaitu:

- Hepaticae (lumut hati) - Musci (lumut daun)

Kedua kelas itu berbeda dalam bentuk susunan tubuhnya dan perkembangan gametangium serta sporogoniumnya. Keduanya selalu berwarna hijau, autotrof dan sebagai hasil asimilasi telah terdapat zat tepung (Tjitrosoepomo, 2014: 175).

Kebanyakan lumut hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan, meskipun ada pula yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering misalnya pada kulit-kulit pohon, di atas tanah atau batu cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang xeromorf. Dalam tubuh terdapat alat penyimpan air atau dapat menjadi kering tanpa mengakibatkan kematiannya (Tjitrosoepomo, 2014: 175-176).

Lumut daun meliputi ± 12.000 jenis yang mempunyai daerah agihan yang amat luas. Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah-tanah gundul yang periodik mengalami masa kekeringan, bahkan di atas pasir yang bergerak pun


(19)

dapat tumbuh. Beberapa jenis diantaranya dapat sampai berbulan-bulan menahan kekeringan dengan tidak mengalami kerusakan bahkan ada yang tahan kekeringan sampai bertahun-tahun. Di tempat-tempat yang kering lumut-lumut itu membentuk badan-badan yang berupa bantalan, sedangkan yang hidup di tanah-tanah hutan membentuk lapisan seperti babut. Lumut yang membentuk bantalan karena tidak berakar hampir-hampir tidak menghisap air dari tanah, bahkan melindungi tanah itu terhadap penguapan air yang terlalu besar (Tjitrosoepomo, 2014: 188).

Perkembangan lumut berlangsung seperti berikut: spora yang kecil dan haploid, berkecambah menjadi suatu protalium yang pada lumut dinamakan protonema. Ada yang menjadi besar dan ada yang tetap kecil. Padanya terdapat kuncup-kuncup yang tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan lumut. Kemudian dibentuklah gametangium, lalu setelah sel telur (dihasilkan oleh arkegonium) dibuahi oleh spermatozoid (dihasilkan oleh anteridium), zigot terus berkembang menjadi embrio yang diploid. Tumbuh menjadi suatu badan sporogonium atau kapsul spora. Di dalamnya dibentuk spora, jaringan di dalamnya dinamakan arkespora yang membentuk sel induk spora dan mengalami pembelahan reduksi menjadi 4 spora yang berkelompok (tetrade), spora itu membulat sebelum terpisah-pisah dan terlepas dari kapsul spora (Tjitrosoepomo, 1981: 168-169).

Menurut Warming dan Smith (1896) dalam Satiyem (2012), bryophyta merupakan komponen penting dari flora di muka bumi kita dan


(20)

memainkan peranan memadai dalam ekonomi alam. Hal ini merupakan akibat jumlah besar tumbuhan individu yang dihasilkan secara pembiakan vegetatif. Lumut sejati mudah berkembang biak sehingga membentuk masa yang luas membentang bagaikan permadani hijau menutupi permukaan tanah. Ciri lain yang mempunyai arti penting dalam ekologi ialah kemampuannya menyimpan air yang tertangkap diantara daun dan tangkainya. Banyak lumut sejati di hutan bersama lumut gambut mempunyai kemampuan menyerap air melalui daun-daunnya. Karena struktur dan cara hidupnya, lumut hati itu dalam banyak cara memberi sumbangan kepada modifikasi alam sekitar.

Penyimpanan air oleh massa lumut hati berdaun dan lumut sejati yang tumbuh pada pohon-pohon tumbang dan bahan organik lain dalam tanah. Meskipun hanya sedikit air yang diserapnya dari substrat, hal itu menyebabkan tanah menjadi kering melainkan justru melindunginya terhadap desikasi (proses pengeringan). Sebagai akibat kemampuanya menahan air, maka persemaian alamiah dari lumut sejati tidak disangsikan lagi bertindak sebagai pesemaian benih untuk tumbuhan herba, tumbuhan bunga berkayu, dan tumbuhan conifer (Satiyem, 2012: 17-18).

Lumut sendiri memiliki fungsi sebagai pembangun tanah untuk menyiapkan lahan bagi pertumbuhan organisme lain (Bernard & Buck, 2004 dalam Purawijaya dan Priyantika, 2013: 60). Hasil analisis kandungan lumut


(21)

(Tabel 1) menunjukkan bahwa nilai C (4.84%), N (0.60%), K2O (56 mg/100g)

termasuk kategori tinggi dan P2O5 (210 mg/100g) termasuk kategori sangat

tinggi, hal ini disesuaikan dengan kriteria sifat kimia tanah oleh pusat penelitian tanah 1983 (lampiran 3).

Salah satu peranan bryophyta ialah dalam memperlambat proses erosi. Massa lumut sejati yang bagaikan permadani itu mempunyai daya simpan air yang lebih besar daripada lapisan daun mati. Karena itu lumut sejati memperlambat air permukaan yang cepat dari air hujan dan salju yang cair. Selain itu, tegakan lumut sejati yang rapat menghimpun dan menahan partikel partikel tanah. Walaupun sekilas tampaknya tidak berarti sebagai tumbuhan individu, namun bersama-sama tumbuhan tingkat tinggi mereka pun membentuk dan mengubah lingkungan hidup kita (Warming dan Smith, 1896 dalam Satiyem, 2012: 18).

Tumbuhan pertama yang datang dan berkembang pada suatu daerah dalam urutan-urutan suksesi disebut tingkat pionir. Sifat tumbuhan pionir ini sebagian besar ditentukan oleh sifat tanah atau batuan dan suplai air. Suksesi pada permukaan batuan gundul yang diakibatkan oleh erosi karena angina atau air, biasanya mulai dengan lumut kerak sebagai tingkatan pionir. Lumut tersebut menaungi liken dan secara berhasil bersaing sesamanya akan air dan nutrient. Lumut yang lebih tua mati dan membusuk, maka sering kali terbentuklah selapis “tikar” diatas permukaan batuan itu. Lama- kelamaan, lapisan itu kian tebal dan daya simpan air pun makin baik sehingga dapat


(22)

ditumbuhi tumbuhan herba sebagai tingkatan berikutnya dalam suksesi (Tjitrosomo dkk, 1992: 195).

Lumut daun (Leucobryum glaucum) biasanya mengelompok, membentuk hamparan karpet tebal di mana tumbuhan lain tidak dapat bertahan hidup. Lumut daun dan lumut hati menyukai tempat-tempat lembap dan teduh, walaupun lumut daun juga mampu melekat pada tempat terbuka seperti permukaan bebatuan dan tembok. Lumut daun jenis Sphagnum membentuk bentangan lapisan tebal di daerah rawa dan timbunan sisa-sisa nya lama-kelamaan berubah menjadi gambut. Selain itu, lumut kerak sering dijumpai dibatuan, dinding, dan kulit luar pohon. Lumut kerak dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang sangat panas, dingin dan kering (Holland et al., 2004: 106).

2. Tanaman Binahong

Nama ilmiah tanaman binahong adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Nama daerah tanaman ini yaitu gondola (sunda), gondola (bali), lembayung (minangkabau), genjerot, gedrek, uci-uci (jawa), kandula (madura), tatabuwe (sulawesi utara), poiloo (gorontalo) dan kandola (timor). Sedangkan nama asing nya yakni heartleaf maderavine madevine (inggris) dan dheng shan chi (cina) (Hariana, 2013: 60).

Binahong berupa tumbuhan menjalar dengan panjang bisa mencapai lima meter. Batangnya lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah dan permukaan halus. Hampir semua bagian tanaman binahong seperti umbi,


(23)

batang dan daun dapat digunakan dalam terapi herbal (Mangan, 2009: 55). Daun binahong sedikit tebal dan licin serta berukuran antara 4-13 cm. bagian bunga berukuran kecil, berwarna putih krem, mengeluarkan keharuman yang lembut dan tumbuh berkelompok bak tandan (Lestari dan Kencana, 2015: 301).

Gambar 1. Tanaman Binahong (Dokumentasi Penelitian, 2016) Berikut ini adalah klasifikasi tanaman binahong :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Subkelas : Hamamelidae


(24)

Familia : Basellaceae Genus : Anredera

Species : Anredera cordifolia (Tenore) Steenis (Mus, 2008 dalam Octavia, 2009: 7-8).

Sinonim dari tanaman Anredera cordifolia (Ten) Steenis, di antaranya Boussingaultia cordifolia (Ten), Boussingaultia gracilis Miers, Boussingaultia basselloides, Boussingaultia pseudobasselloides Haum (Utami, 2013: 37).

Caryophyllales: kebanyakan berupa terna, seringkali dengan cara penebalan sekunder yang istimewa. Daun tunggal, biasanya tanpa daun penumpu. Bunga banci, atau berkelamin tunggal karena adanya reduksi dari salah satu alat kelaminnya aktinomorf, berbilang 5 dengan hiasan bunga yang tunggal atau ganda, atau mempunyai tenda bunga yang terdiri atas dua karangan. Benang sari dalam 1 lingkaran, berhadapan dengan daun tenda, atau dalam 2 lingkaran, jarang lebih atau kurang. Bakal buah menumpang atau tenggelam, kebanyakan beruang 1 dengan 1-10 bakal biji yang kampilotrop dan hampir selalu mempunyai 2 selaput kulit biji. Biji mempunyai perispora dan lembaga yang bengkok (Tjitrosoepomo, 1994: 158).

Berdasarkan penelitian, binahong sangat baik untuk revitalisasi kulit, memberi stamina ekstra, melancarkan peredaran darah, mencegah stroke dan asam urat. Selain itu, mengonsumsi binahong mampu meningkatkan vitalitas,


(25)

mengatasi pembengkakan dan pembekuan darah, memulihkan kondisi lemah dan menyembuhkan luka setelah operasi (Mangan, 2009: 55).

Menurut penelitian Kurniasih dkk (2015: 183) Daun binahong mengandung senyawa flavanoid, saponin dan polifenol dan memiliki potensi sebagai antioksidan. Selain itu, menurut penelitian Ariani dkk (2013: 918-919) didapatkan perbedaan yang jelas antara penyembuhan luka yang diberi daun binahong dan yang tidak diberi daun binahong yaitu pembentukan jaringan granulasi yang lebih banyak dan reepitelisasi terjadi lebih cepat dengan menggunakan daun binahong dibandingkan dengan tidak menggunakan daun binahong.

3. Media Tanam

Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Liferdi dan Saparinto, 2016: 11). Media tanam yang banyak mengandung bahan organik dapat bertahan lunak, porous, udara dapat mencapai akar, kelembapan terjamin, hara cukup dan pertumbuhan tanaman tidak terganggu (Sudarmono, 1997: 36).

Media tanam sangat penting karena kebutuhan dasar untuk tanaman bisa tumbuh dengan sehat. Media tanam yang sesuai perlu memperhatikan kebutuhan akan penyerapan air, saluran air, penghawaan (aerasi), nutrisi (Feriadi dan Frick, 2008: 49). Menurut Susetya (2012), media tanam yang


(26)

baik untuk tanaman binahong berupa campuran tanah topsoil dan pupuk kandang yang matang dengan perbandingan 1 : 1 (Tatik dkk, 2014: 181).

Sifat fisika tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah struktur tanah gembur, mudah mengikat air (porous) dan kedalaman tanah (solum) cukup dalam. Keadaan fisika tanah yang baik dapat memperbaiki edaran udara (aerasi) dan peredaran air (drainase) sehingga imbangan kandungan oksigen dan air di dalam tanah sangat baik. Dengan demikian, kebutuhan oksigen dan air bagi tanaman serta aktivitas organisme tanah dapat terpenuhi (Juanda dan Cahyono, 2005: 21).

Sifat kimia tanah salah satunya berupa derajat keasaman (pH) tanah merupakan salah satu faktor pembatas yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang terlalu masam (pH < 4) dapat menyebabkan kematian tanaman. Selain itu juga mempengaruhi kehidupan organisme tanah dan ketersediaan zat hara tertentu, yang selanjutnya berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan tanaman. Kekurangan zat hara tertentu akan menyebabkan tanaman terserang penyakit fisiologis. Kondisi tanah yang terlalu masam akan berpengaruh pada ketersediaan boron, magnesium dan molybdenum. Sebaliknya, kondisi tanah yang terlalu basa berpengaruh terhadap ketersediaan zat hara kalium (Juanda dan Cahyono, 2005: 21).

Media tanam tanah bisa dikombinasikan dengan campuran lainnya antara lain, pupuk kandang dan sekam (Liferdi dan Saparinto, 2016: 11).


(27)

Arang sekam memiliki drainase dan aerasi yang baik, bertekstur kasar, ringan dan sirkulasi udara tinggi karena banyak memiliki pori-pori sehingga kurang dapat menahan air. Arang sekam mengandung unsur mangan (Mn) dan siliikon (Si) (Supriati dan Herliana, 2014: 31).

4. Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran tanaman sebagai akibat adanya pembelahan dan pembesaran sel, termasuk sintesis berbagai bahan seluler dan organisasi organel-organel subseluler. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang tidak dapat dibalik (irreversible), dan laju pertumbuhan dapat diukur dengan menghitung peningkatan bobot segar, bobot kering, volume, panjang, tinggi, atau luas area. Oleh karena ukurannya bertambah, maka bentuk tanaman pun berubah-ubah sebagaimana ditentukan oleh faktor-faktor genetiknya. Segmen-segmen tertentu dari DNA (gen) menentukan sintesis enzim yang mengkatalis reaksi-reaksi biokimia tertentu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan diferensiasi (Zulkarnain, 2014: 92, 98).

Pada sel-sel yang baru terbentuk akan terjadi pemanjangan sel yang membutuhkan ketersediaan air yang cukup, rangsangan hormon tertentu yang merangsang perentangan sel dan ketersediaan karbohidrat (Zulkarnain, 2014: 99). Salah satu hormon pertama yang ditemukan pada tumbuhan adalah auksin. Auksin memainkan peranan penting dalam beragam perilaku dan pola pertumbuhan. Auksin terlibat dalam supresi tunas lateral di sepanjang batang,


(28)

perkembangan system akar dan tunas, pertumbuhan buah, pengguguran daun dan buah (absisi), pembelahan sel di kambium, dan perkembangan struktur-struktur baru, misalnya: tunas liar. Auksin memberikan pengaruh-pengaruhnya itu pada konsentrasi yang berbeda-beda. Kadar auksin yang merangsang tunas mungkin cukup berbeda dengan yang merangsang akar (Fried dan Hademenos, 2005: 167).

Daerah pembesaran sel-sel berada tepat di belakang titik tumbuh. Pada saat sel-sel ini membesar, maka terbentuklah vakuola-vakuola besar yang secara relatif menghisap air dalam jumlah banyak. Selain sel-sel memanjang, dinding-dinding sel juga akan menebal akibat adanya akumulasi selulosa tambahan yang berasal dari karbohidrat. Oleh karena pembelahan sel, pemanjangan sel dan pembentukan jaringan memerlukan karbohidrat, maka dalam fase vegetatif, tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya untuk pertumbuhan organ-organ vegetatif (Zulkarnain, 2014: 99-100).

Perlakuan dengan bahan tanam umbi ketiak daun pada media tanam dengan perbandingan tanah, pupuk kandang, pasir 1:2:1 (T3M3) memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan tanaman binahong (Tatik dkk, 2014: 188). Sedangkan penggunaan stek batang memberikan pengaruh terbaik dan meningkatkan komponen pertumbuhan tanaman binahong. Stek batang lebih cepat berakar dibanding rimpang (Baskoro dan Purwoko, 2010: 12). Menurut Prastowo dan Roshetko (2006: 31), stek (cutting atau stuk) atau


(29)

potongan adalah menumbuhkan bagian atau potongan tanaman sehingga menjadi tanaman baru.

Tanaman memerlukan sekitar 16 unsur hara untuk pertumbuhannya. Unsur hara dapat diperoleh dari udara, air tanah, air siraman, air hujan dan mineral tanah atau bahan organik. Tanaman memperoleh unsur-unsur hara berupa bahan organik dari pupuk kandang, bangkai kehidupan atau sisa tanaman, sedangkan bahan anorganik diperoleh dari mineral tanah, pupuk buatan pabrik atau abu. Unsur hara yang diperoleh dari udara, air tanah, air siraman, air hujan yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) (Pracaya, 2011: 390).

Tanaman mengambil garam-garam mineral dari dalam tanah, yang berupa unsur-unsur nitrogen, pospor, kalium, kalsium, magnesium, besi, belerang, mangan, seng, boron, tembaga dan molibdenum (Tjahjadi, 1989: 15).

-Nitrogen (N)

Kandungan nitrogen dalam tanaman 1-4% dari bobot kering tanaman. Unsur hara ini diambil dari tanah dalam bentuk nitrat (NO3) atau ammonium

(NH4) dan bersenyawa dengan persenyawaan karbon untuk membentuk

persenyawaan asam amino dan protein (Pracaya, 2011: 393). Komponen utama berbagai senyawa dalam tubuh tanaman, yaitu: asam amino, amida, protein, klorofil dan alkaloid. 40-45% protoplasma tersusun dari senyawa yang mengandung N (Agustina, 2004: 58). Merangsang pertumbuhan


(30)

tanaman secara keseluruhan, mendorong pembentukan daun dan batang tanaman (Tjahjadi, 1989: 16).

-Fosfor (P)

Biasanya fosfor ditunjukkan dengan P2O5. Umumnya fosfor diambil dari

tanah kira-kira 0.1-0.4% dari bobot kering tanaman. Unsur hara ini diperlukan untuk pembelahan sel dan perkembangan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh tanaman. Selain itu, fosfor mempercepat masaknya tanaman (Pracaya, 2011: 394). Merangsang pertumbuhan akar/umbi, mendorong pembentukan bunga dan buah, memperkuat tegaknya batang (Tjahjadi, 1989: 16). Berperan penting dalam transfer energi di dalam sel tanaman, misalnya: ADP, ATP. Berperan dalam pembentukan membrane sel, misalnya: lemak, fosfat. Berpengaruh terhadap struktur K+ , Ca2+, Mg2+ dan Mn2+, terutama terhadap fungsi unsur-unsur tersebut yang mempunyai konstribusi terhadap stabilitas struktur dan konformasi makro molekul, misalnya: gula fosfat, nukletida dan koenzim. Meningkatkan efisiensi fungsi dan penggunaan N (Agustina, 2004: 58).

-Kalium (K)

Unsur hara kalium atau potash biasanya ditunjukkan dengan K2O.

Kalium bukan penyusun jaringan tanaman karena tidak membentuk persenyawaan seperti nitrogen dan fosfor. Namun, kalium terbentuk dalam keadaan larutan di dalam getah sel. Besarnya kalium sekitar 0.5-4% dari bobot kering tanaman. Kalium berkumpul dalam bagian tanaman yang terjadi proses


(31)

pembelahan dan pertumbuhan sel aktif. Unsur hara ini memerankan bagian yang penting dalam penggunaan dari unsur-unsur hara yang lain dan dalam menyintesa protein dan lemak (Pracaya, 2011: 396). Membantu transportasi hasil fotosintesa dari daun ke seluruh tubuh tanaman (Tjahjadi, 1989: 16).

Fungsi utamanya mengaktifkan kerja beberapa enzim, asetik thiokinase, aldolase, piruvat kinase, glutamilsistein sintetase, formiltetrahidrofolat sintetase, suksinil- Co A sintetase, induksi nitrat reduktase, sintesis tepung, ATPase. Memacu translokasi karbohidrat dari daun ke organ tanaman yang lain, terutama organ tanaman penyimpan karbohidrat, misalnya: ubi. Merupakan komponen penting di dalam mekanisme pengaturan osmotik di dalam sel. Berpengaruh langsung terhadap tingkat semipermiabilitas membrane dan fosforilasi di dalam kloroplast (Agustina, 2004: 58-59).

-Kalsium (Ca)

Berperan penting sebagai elemen struktural dinding sel, khususnya sebagai Ca pekat di dalam penyusun lamella tengah. Esensial di dalam mengatur struktur membran dan aktivitasnya, terutama pada aliran ion di akar. Berperan dalam nitrat reduktase, amylase, ATPase, fosfolipase P. Jembatan penghubung suatu bahan makro molekul, misalnya: tepung. Memacu pertumbuhan pollen tubes. Berperan dalam detoksifikasi cairan sel dengan cara membentuk garam yang tidak larut, misalnya: Kristal kalsium oksalat (Agustina, 2004: 59). Mempercepat pertumbuhan akar, mempermudah


(32)

penyerapan Kalium oleh tanaman, menetralkan keasaman tanah (Tjahjadi, 1989: 16).

Kapur atau kalsium yang telah bergabung menjadi dinding sel tidak bisa bergerak ke bagian lain tanaman untuk pembentukan sel baru. Kapur juga dapat menolong menggagalkan keracunan alumunium. Kekurangan pemberian kapur akan mencegah terbentuknya akar baru, daun dan lain-lain. Ketidaksanggupan akar tanaman yang kekurangan kapur untuk memanjang dengan cepat adalah suatu halangan yang serius untuk memperoleh keperluan pertumbuhan yang lain (Pracaya, 2011: 402).

-Magnesium (Mg)

Setiap molekul klorofil mengandung sebuah ion magnesium pada pusat darii struktur yang kompleks. Oleh karena itu, Mg sangat penting dalam pembentukan klorofil atau biji walaupun jumlah yang didistribusikan sedikit ke bagian-bagian lain tanaman. Bagian dari Mg yang didistribusikan berfungsi dalam sistim enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Sifat magnesium di dalam tanaman lebih menyerupai sifat kalium. Magnesium dengan mudah dapat dipindahkan dari satu bagian tanaman ke tempat lainnya (Pracaya, 2011: 399-400). Membantu distribusi fosfor ke seluruh tubuh tanaman (Tjahjadi, 1989: 17).

Penyusun klorofil, pembawa fosfat terutama dalam pembentuksn biji berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin. Aktif di dalam fungsi penggabungan antara enzim dan substrat site, misalnya: memompa Mg2+ dan


(33)

tilakoid ke stroma, pada keadaan ada cahaya dapat mengaktifkan RuBP karbosilase (Agustina, 2004: 59).

-Mangan

Berperan dalam transport electron pada fotosistem II. Elemen structural membran kloroplast ikut berperan dalam beberapa fungsi enzim, misalnya: enzim yang mengkatalisir pemecahan air, respirasi, metabolisme N, ikatan kromatin-RNA polymerase, sintesa tRNA –primed oligoadenylate, sintesa fosfotidilinositol, inaktivasi protektor IAA (Agustina, 2004: 60). Membantu tanaman dalam menyerap unsur N (Tjahjadi, 1989: 17).

-Besi

Komponen struktural porfirin, sitkhrom, hemes, hematin, ferrikrome, leghemoglobin. Ikut di dalam proses oksidasi reduksi di dalam fotosintesis dan respirasi. Sebagai kofaktor beberapa enzim yaitu: sitokrom oksidase, katalase, peraksidase, acotinase, sintesa klorofil, λ aminolevulinat sintetase, peptidilprolin hydrolase, nitrogenase, heme dan non-heme oksigenase (Agustina, 2004: 60). Ikut membantu proses pembentukan klorofil daun, menguatkan batang dan vigor tanaman (Tjahjadi, 1989: 17).

-Seng

Dibutuhkan untuk pembentukan triptopan sebagai prekursor IAA, metabolisme triptamin. Terutama sebagai kofaktor enzim dehydrogenase, piridin nukleotida, alkohol, glukosa-6-P dan triose P, karbonokanhidrase, fosfodiesterase. Merangsang sintesa sitokhrom C (Agustina, 2004: 60).


(34)

-Belerang

Belerang merupakan bagian penting dari semua protein tanaman dan dari beberapa hormon tanaman. Belerang tidak diperlukan untuk menyintesa persenyawaan organik. Unsur hara ini sering kali terkumpul sebagai sulfat dalam tanaman. Tanaman memerlukan nitrogen empat sampai sepuluh kali lebih besar dari belerang (Pracaya, 2011: 403-404). Bersama dengan fosfor, meningkatkan pengaruh kerja fosfor (Tjahjadi, 1989: 17).

Sebagai struktur molekul (tiga asam amino esensial, yaitu: sistin, sistein dan metionin. Koenzim, yaitu: thiamin, biotin dan koenzim A bahan yang terlibat di dalam rantai transfer elektron pada respirasi dan fotosintesis, yaitu: ferredoksin dan protein besi non-heme. Bahan produksi sekunder yang mudah menguap, yaitu: allylsulfit pada bawang-bawangan, mustard, sulfat flavonoid. Sulfolipid „sulfoquinovosil digliserida‟ terdapat pada membrane kloroplast). Sulfat organik membantu mencegah melarutnya bahan organik di dalam air. Hal ini penting di dalam mekanisme cekaman terhadap salinitas (Agustina, 2004: 60-61).

-Boron

Berpengaruh di dalam translokasi gula dari daun, metabolisme fenol dan RNA serta aktivitas asam giberelin dan α amilase. Sangat erat hubungannya dengan beberapa fungsi yang berhubungan dengan Ca di dalam tanaman. Fungsi spesifikasinya belum banyak diketahui (Agustina, 2004: 61). Meningkatkan vigor tanaman (Tjahjadi, 1989: 18).


(35)

-Molibdenum

Komponen struktural enzim riboprotein, nitrogenase dan nitrat reduktase. Berperan di dalam serapan dan translokasi besi (Agustina, 2004: 61).

-Tembaga

Berperan dalam transport elektron pada fotosintesis. Perannya seperti besi. Penting selama pembentukan klorofil. Secara tidak langsung berperan di dalam pembentukan nodul akar. Kofaktor beberapa enzim penting yaitu: enzim oksidase, misalnya: tirosinase, laccase, asam askorbat. Berperan dalam oksidasi terminal oleh sitokhrom oksidase (Agustina, 2004: 61-62).

-Natrium

Berperan dalam akumulasi asam oksalat. Berperan dalam membukanya stomata, sebagai pengganti K. Berperan dalam aktivitas nitrat reduktase. Dibutuhkan oleh tanaman yang mempunyai lintasan fotosintetik C4.

Menginduksi metabolisme Crassulacean. Mengatur keseimbangan air (Agustina, 2004: 62).

-Selenium

Fungsinya belum banyak diketahui. Diduga analog dengan metabolik (Agustina, 2004: 62).

-Silikon


(36)

-Kobalt

Berperan dalam fiksasi nitrogen. Berperan dalam metabolisme leghemoglobin. Berperan dalam reduktase ribonukleotida (Agustina, 2004: 62).

-Khlor

Berpengaruh terhadap turgor. Berpengaruh terhadap evolusi O2 di dalam

kloroplast. Dalam jumlah kecil mungkin esensial di dalam fotosistem II. Membantu dalam stabilitas proses oksidasi (Agustina, 2004: 62-63).

Unsur-unsur mineral (unsur-unsur anorganik) yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar disebut makronutrien. Unsur yang paling banyak diambil dari tanah adalah nitrogen. Makronutrien-makronutrien lain termasuk fosfor, magnesium, dan sulfur seringkali ditemukan dalam makromolekul-makromolekul esensial sel, misalnya klorofil dan berbagai enzim (Fried dan Hademenos, 2005: 154).

Diantara semua unsur mineral, nitrogen adalah mineral yang paling sering membatasi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tumbuhan memerlukan nitrogen sebagai suatu unsur penyusun protein, asam nukleat dan molekul organik penting lainnya (Campbell dkk, 2003: 345).

Nitrogen memiliki fungsi merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, mendorong pembentukan daun dan batang tanaman. Jika kekurangan Nitrogen maka pertumbuhan tanaman terhambat, daun-daun tua lebih cepat gugur karena N yang ada pada daun tua ditransfer ke daun muda


(37)

dan daun berwarna hijau kekuningan (pucat). Namun jika kelebihan, akar tanaman menjadi rusak, busuk dan mati. Jika pupuk N disebar dan mengenai daun maka daun akan mengalami bercak, kadang-kadang rantingnya ikut mati. Hal ini terjadi jika pemupukan tidak tersebar secara merata (Tjahjadi, 1989: 15).

Mineral-mineral yang ditemukan dalam jumlah relatif lebih kecil disebut mikronutrien. Mikronutrien antara lain adalah besi, boron, klorin, mangan, dan natrium. Unsur-unsur lain ditemukan dalam kuantitas yang sangat kecil, sehingga disebut unsur kelumit (trace element). Unsur tersebut antara lain adalah seng, tembaga, dan molibdenum. Walaupun tidak terdapat dalam jumlah besar, mikronutrien dan unsur kelumit bersifat esensial bagi proses-proses semacam aktivasi enzim, perkembangan kloroplas dan metabolism mineral-mineral lain (Fried dan Hademenos, 2005: 154).

B. Kerangka Pikir

Tumbuhan lumut memiliki kelebihan dibandingkan tanaman lain dalam penyimpanan air hingga mencapai 80%. Selain itu, lumut banyak ditemukan sebagai tempat tumbuhnya tanaman lain sehingga mengindikasikan bahwa lumut memiliki syarat nutrisi sebagai media tanam. Tanaman binahong termasuk tanaman yang mudah ditanam sehingga dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas lumut sebagai media tanam. Tekstur lumut yang gembur memungkinkan pertumbuhan akar yang lebih leluasa bagi tanaman


(38)

sehingga unsur hara pada media tanam lebih banyak yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman.

Kerangka pikir secara skematik disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pikir

Lumut Tanaman binahong

Stek batang (lebih mudah dan mempunyai persediaan bahan

makanan yang cukup dan jaringan meristem yang

membentuk akar) Banyak manfaatnya

Mudah ditanam, kemampuan tumbuh Gembur, memicu

pertunasan, memudahkan pertumbuhan akar, menyediakan hara bagi

pertumbuhan

Media tanam

Pertunasan, Pertumbuhan

Pembentukan akar, daun serta pertambahan tinggi tanaman binahong dari hasil stek


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan September hingga Desember 2016 yang bertempat di Dusun Pajangan, Sendangtirto, Berbah, Sleman.

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas : komposisi media tanam

Variabel tergayut: tunas pertama dan pertumbuhan tanaman binahong (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot basah dan bobot kering). D. Alat dan Bahan

1. Gunting tanaman 2. Sekop

3. Polybag 4. Bak

5. Timbangan 6. Tegakan 7. Oven

8. Alat ukur (meteran) 9. Tanaman Binahong 10.Lumut

11.Tanah 12.Air


(40)

E. Gambaran Layout Penelitian

Penelitian ini akan melibatkan variabel terikat yang berupa pertumbuhan tanaman binahong dan variabel bebas yang berupa komposisi media tanam.

Penelitian Pendahuluan 1. Desain sebagai berikut:

R0 (kontrol) = Lumut (0 g) + Tanah (500g) R1 (25%) = Lumut (125g) + Tanah (375g) R2 (50%) = Lumut (250g) + Tanah (250g) R3 (75%) = Lumut (375g) + Tanah (125g) R4 (100%) = Lumut (500g) + Tanah (0 g)

Pada masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan 5 kali ulangan, sehingga terdapat 50 unit perlakuan (lampiran 1).

2. Didapatkan hasil:

Setelah dilakukan pada bulan juni-juli selama 4 minggu (1 bulan) diperoleh hasil bahwa R1 memiliki hasil terbaik untuk rerata tinggi tanaman dan rerata jumlah daun (R0 terbaik ke-2).

Gambar 3. Histogram pertumbuhan tanaman binahong 4MST 6,04 6,38 4,48 3,93 5,1 4,1 4,2 3,1 2,7 3,4

0 1 2 3 4 5 6 7

R0 R1 R2 R3 R4


(41)

Penelitian Sebenarnya

Dilakukan dengan mengkombinasikan (lumut+tanah), pupuk kandang dan arang sekam dengan perbandingan sebagai berikut:

R1 = Kode hasil penelitian pendahuluan yang memberikan hasil terbaik (25%), sehingga konsentrasi yang dipakai untuk penelitian sebenarnya menggunakan % yang lebih kecil dari 25%.

A = 0% Kontrol (900g tanah) B = 5% (5/100 x 300g): 300g: 300g C =10% (10/100 x 300g): 300g: 300g D =15% (15/100 x 300g): 300g: 300g E =20% (20/100 x 300g): 300g: 300g Keterangan:

R1.A (0%)= {Lumut (0g) + Tanah (900g)}

R1.B (5%) = {Lumut (15g) + Tanah (285g)} + pupuk kandang (300g) + arang sekam (300g)

R1.C (10%)= {Lumut (30g) + Tanah (270g)} + pupuk kandang (300g) + arang sekam (300g)

R1.D (15%)= {Lumut (45g) + Tanah (255g)} + pupuk kandang (300g) + arang sekam (300g)

R1.E (20%)= {Lumut (60g) + Tanah (240g)} + pupuk kandang (300g) + arang sekam (300g)


(42)

F. Prosedur Kerja

Pembuatan Media Tanam

1. Pengumpulan lumut dilakukan di Pajangan, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Lumut (lampiran 1) yang dikumpulkan yaitu lumut yang tumbuh di bebatuan.

Lumut yang dipakai dicampur secara merata.

2. Tanah untuk media tanam diambil di Pajangan, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Jenis tanah: regosol (sumber: slemankab.go.id, 2011)

3. Lumut yang akan digunakan telah disimpan setidaknya 1 bulan. 4. Setelah siap digunakan maka lumut dan tanah ditimbang sesuai

dengan desain penelitian.

5. Media tanam dimasukkan ke dalam polybag. Persiapan Bahan Tanaman

1. Bahan tanaman yang dipakai diperoleh dari satu induk yang sama. 2. Stek batang yang digunakan terdiri dari 1 helai daun dan batang

yang meliputi daun tersebut.

3. Pengambilan stek dilakukan dengan memilih daun yang ukurannya hampir sama dari tanaman induk yang sama. Letaknya berada pada batang bagian tengah tanaman.

Penanaman


(43)

2. Daerah ruas daun dibenamkan ke dalam media karena dari sinilah akan mucul tunas.

Pada masing-masing kombinasi perlakuan tersebut dilakukan 6 kali ulangan. Terdapat 180 stek batang (3 stek x 6 ulangan x 5 perlakuan x 2) dalam 60 polybag, 30 polybag untuk panen yang dilakukan setiap 2 minggu sekali dan 30 polybag untuk diamati sampai 12 MST (Minggu Setelah Tanam). Pengambilan polybag yang dipanen yakni secara acak.

Setting penelitian: Ulang

an

A (kontrol) B C D E

I II I II I II I II I II

1 2 3 4 5 6

Pemeliharaan dan pengamatan

1. Dilakukan penyiraman setiap hari sebanyak dua kali. (pada pagi dan sore hari)

2. Dilakukan pengecekan terhadap hama dan penyakit tanaman jika ada.

3. Jika ada gulma yang terdapat disekitar tanaman pada medianya, maka akan dibersihkan setiap seminggu sekali.


(44)

4. Pengamatan hasil dilakukan seminggu sekali (tinggi tanaman, jumlah daun) dan dua minggu sekali (panjang akar, bobot basah, bobot kering) selama waktu penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

Tanaman binahong yang telah tumbuh pada media sesuai perlakuan desain penelitian, akan diamati pertunasan, panjang batang, jumlah daun, panjang akar, bobot basah dan bobot kering tanaman.

Pertunasan

Pencatatan stek yang telah muncul tunas pertamanya setelah ditanam.

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur seminggu sekali setelah tanam dengan mengukur panjang dari batang pada permukaan tanah hingga pucuk tertinggi tanaman binahong.

Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung seminggu sekali setelah tanam. Jika dimakan hama, tetap dihitung dengan melihat bekas ruas daunnya sehingga dapat diperkirakan jumlah daun sebelum dimakan hama tersebut.

Panjang akar (cm)

Diukur diukur setiap 2 minggu sekali (1 polybag untuk 1 perlakuan= 5 polybag= 3x5 tanaman hasil stek) sebelum ditimbang bobot basah tanaman.


(45)

Bobot basah (g)

Bobot basah diukur setiap 2 minggu sekali dengan mencabut secara hati-hati tanaman kemudian membersihkan tanah yang menempel dan menimbangnya.

Bobot kering (g)

Bobot kering diukur setiap 2 minggu sekali setelah melakukan penimbangan untuk bobot basah, tanaman dikeringovenkan hingga bobotnya tetap (±suhu 60°C selama 3 x 24 jam. Menurut Baskoro dan Purwoko, 2010: 7).

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik One Way Anova untuk mengetahui pengaruh media lumut terhadap pertunasan dan pertumbuhan tanaman binahong.

Selanjutnya apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan rerata antar kelompok kontrol dengan masing-masing kelompok perlakuan.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

-pertunasan

Hasil rerata tanaman binahong yang muncul tunasnya pada 1MST (Minggu Setelah Tanam) terlihat pada Gambar 4. Menunjukkan bahwa komposisi lumut yang optimal untuk pertunasan tanaman binahong adalah R1.C (10%, 30g lumut/900g media) dengan hasil 83.33% pada minggu pertama setelah tanam. Sedangkan yang memberikan hasil paling sedikit adalah R1.A (Kontrol, 0g lumut/900g tanah).

Gambar 4. Histogram persentase pertunasan tanaman binahong -tinggi tanaman

Hasil analisis anova tinggi tanaman (lampiran 4) pada 2MST, 4MST, 6MST, 8MST, 10MST dan 12MST menunjukkan nilai signifikansi < 0,05

66,67 72,22

83,33 77,78 69,44 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 KONTROL (A)

B C D E


(47)

yang berarti perlakuan komposisi lumut memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman binahong.

Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan yang hasilnya (lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi pada 12MST adalah R1.C, yang terendah adalah R1.B dan dapat dilihat dari Gambar 5.

Gambar 5. Grafik pertambahan tinggi tanaman binahong -jumlah daun

Hasil analisis anova jumlah daun (lampiran 4) pada 4MST, 6MST, 10MST dan 12MST menunjukkan bahwa nilai signifikansi < 0,05 yang berarti perlakuan komposisi lumut memberikan pengaruh nyata pada jumlah daun tanaman binahong. Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan yang hasilnya (lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi pada 10MST adalah R1.D, yang terendah adalah R1.B dan dapat dilihat dari Gambar 6.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst

Tinggi tanaman (cm)

(kontrol) (R1.A) Lumut 5% (R1.B) Lumut 10% (R1.C) Lumut 15% (R1.D) Lumut 20% (R1.E)


(48)

Sedangkan hasil analisis anova jumlah daun (lampiran 4) pada 2MST dan 8MST menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 sehingga berarti tidak berpengaruh nyata.

Gambar 6. Grafik pertambahan jumlah daun tanaman binahong -panjang akar

Hasil analisis anova panjang akar (lampiran 4) menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 sehingga berarti tidak berpengaruh nyata pada semua data yang diujikan. Namun jika dilihat dari Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi pada 12MST adalah R1.E dan yang terendah adalah R1.B.

-bobot basah

Hasil analisis anova bobot basah (lampiran 4) pada 10MST dan 12MST menunjukkan bahwa nilai signifikansi < 0,05 yang berarti perlakuan komposisi lumut memberikan pengaruh nyata pada bobot basah tanaman binahong. Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan yang hasilnya (lampiran

0 10 20 30 40 50 60

2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst

Jumlah daun (helai)

(komtrol) (R1.A) Lumut 5% (R1.B) Lumut 10% (R1.C) Lumut 15% (R1.D) Lumut 20% (R1.E)


(49)

2) menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi pada 12MST adalah R1.E, yang terendah adalah R1.A dan dapat dilihat dari Gambar 8.

Sedangkan hasil analisis anova bobot basah (lampiran 4) pada 2MST, 4MST, 6MST dan 8MST menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 sehingga berarti tidak berpengaruh nyata.

Gambar 7. Grafik perubahan panjang akar tanaman binahong

Gambar 8. Grafik perubahan bobot basah tanaman binahong 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst

Panjang akar (cm)

(kontrol) (R1.A) Lumut 5% (R1.B) Lumut 10% (R1.C) Lumut 15% (R1.D) Lumut 20% (R1.E)

0 5 10 15 20 25 30

2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst

Bobot basah (g)

(kontrol) (R1.A) Lumut 5% (R1.B) Lumut 10% (R1.C) Lumut 15% (R1.D) Lumut 20% (R1.E)


(50)

-bobot kering

Hasil analisis anova bobot kering (lampiran 4) pada 6MST dan 12MST menunjukkan bahwa nilai signifikansi < 0,05 yang berarti perlakuan komposisi lumut memberikan pengaruh nyata pada bobot kering tanaman binahong. Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan yang hasilnya (lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi pada 12MST adalah R1.E, yang terendah adalah R1.A dan dapat dilihat dari Gambar 9.

Sedangkan hasil analisis anova bobot kering (lampiran 4) pada 2MST, 4MST, 8MST dan 10MST menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 sehingga berarti tidak berpengaruh nyata.

Gambar 9. Grafik perubahan bobot kering tanaman binahong B. Pembahasan

Kandungan lumut hasil uji di BPTP menunjukkan bahwa lumut yang diteliti memiliki kandungan C (4.84%) yang tinggi karena berada pada antara 3.01 hingga 5.00 sementara itu, C (%) dengan nilai yang termasuk

0 0,5 1 1,5 2 2,5

2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst

Bobot kering (g)

(kontrol) (R1.A) Lumut 5% (R1.B) Lumut 10% (R1.C) Lumut 15% (R1.D) Lumut 20% (R1.E)


(51)

rendah yaitu antara 1.00 hingga 2.00 dan sedang yaitu antara 2.01 hingga 3.00. Kandungan N (0.60%) berada pada antara 0.51 hingga 0.75 sehingga termasuk tinggi juga, N (%) dengan nilai yang termasuk rendah yaitu antara 0.10 hingga 0.20 dan sedang yaitu antara 0.21 hingga 0.50. Hal tersebut disesuaikan dengan kriteria sifat kimia tanah (Lampiran 3). Sedangkan pH nya termasuk netral. Dengan kandungan C dan N yang termasuk tinggi tersebut akan sangat menunjang pertumbuhan tanaman binahong karena keduanya sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Menurut Pracaya (2011: 391), karbon dioksida (CO2) sangat

penting untuk pertumbuhan tanaman. Zat tersebut diambil tanaman dari udara melalui stomata dalam daun-daun hijau. Karbon dioksida bergabung dengan hidrogen dari air tanah, lalu membentuk zat gula (karbohidrat) dan zat-zat tanaman lainnya dengan energi dari cahaya matahari. Proses ini disebut fotosintesis.

Udara mengandung 79% nitrogen, namun hanya tanaman famili leguminoceae yang dapat menggunakan nitrogen udara, misalnya kacang tanah, kedelai, kacang panjang dan buncis (Pracaya, 2011: 391). Menurut Salisbury dan Ross (1995: 143), ada dua bentuk utama ion nitrogen yang diserap dari tanah: Nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+). Menurut Tjahjadi

(1989: 16), nitrogen memiliki fungsi merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, mendorong pembentukan daun dan batang tanaman. Jika kekurangan nitrogen maka pertumbuhan tanaman terhambat.


(52)

Kandungan hara P pada tumbuhan lumut yang diujikan menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan hara K yang terkandung di dalamnya. Menurut Salisbury dan Ross (1995: 143), fosfor diserap terutama sebagai anion fosfat valensi satu (H2PO4-), dan diserap lebih lambat dalam bentuk

anion valensi dua (HPO42-), pH tanah mengendalikan perimbangan jumlah

kedua bentuk ini. H2PO4- tersedia pada pH dibawah 7, dan HPO42- tersedia

pada pH diatas 7. Banyak fosfat diubah menjadi bentuk organik ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem menuju tajuk. Pada penelitian ini, semua pH media tanam bernilai dibawah 7 sehingga dimungkinkan H2PO4- yang tersedia.

Menurut Tjahjadi (1989: 16), fungsi unsur hara P yaitu merangsang pertumbuhan akar/umbi, mendorong pembentukan bunga dan buah, memperkuat tegaknya batang. Meningkatkan efisiensi fungsi dan penggunaan N (Agustina, 2004: 58). Sedangkan Kalium bukan penyusun jaringan tanaman karena tidak membentuk persenyawaan seperti nitrogen dan fosfor. Unsur hara ini memerankan bagian yang penting dalam penggunaan dari unsur-unsur hara yang lain dan dalam menyintesa protein dan lemak (Pracaya, 2011: 396). Membantu transportasi hasil fotosintesa dari daun ke seluruh tubuh tanaman (Tjahjadi, 1989: 16). Selain itu, menurut Salisbury dan Ross (1995: 145), seperti nitrogen dan fosfor, K+ dengan mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ muda.

Unsur-unsur hara yang diserap dari larutan tanah dapat tersedia di sekitar akat melalui tiga proses yaitu aliran masa, difusi dan intersepsi


(53)

akar. Aliran masa adalah gerakan unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersama-sama gerakan masa air. Gerakan ini berlangsung secara terus-menerus karena diserap oleh akar dan menguap melalui transpirasi. Proses ini penting untuk penyediaan unsur-unsur N, Ca, S dan Mo. Difusi merupakan proses penyediaan hara yang paling dominan untuk unsur P dan K. Air beserta unsur hara yang terlarut di dalamnya disebut dengan larutan tanah. Saat akar tanaman menyerap unsur hara dari larutan tanah, unsur hara lain yang terlarut dalam air bergerak menuju akar sebagai akibat hukum difusi (Puslitloka, 2010: 138). Difusi adalah pergerakan neto dari satu tempat ke tempat lain akibat aktivitas kinetik acak atau gerak termal dari molekul atau ion (Salisbury dan Ross, 1995: 32).

Dari hasil penelitian gambar 7, 8 dan 9 menunjukkan bahwa panjang akar tertinggi pada 12 MST diperoleh dari media R1.C serta diikuti dengan bobot basah dan bobot kering tanaman yang tertinggi pada 12 MST. Hal ini menandakan bahwa semakin panjang akar pada tanaman memberikan gambaran semakin banyak juga unsur hara yang mampu diserapnya sehingga meningkatkan bobot yang dihasilkan oleh tanaman binahong.

Menurut Puslitloka (2010: 139), intersepsi akar merupakan proses penyediaan hara yang penting untuk unsur Ca. Akar tanaman aktif tumbuh memanjang, sehingga mencapai larutan tanah. memanjangnya akar tanaman berarti memperpendek jarak antara permukaan akar dan unsur hara dalam larutan tanah tersebut. Unsur-unsur hara yang telah tersedia di


(54)

sekitar perakaran tersebut selanjutnya diserap oleh akar tanaman melalui proses serapan aktif yang selektif dan memerlukan energi metabolik.

Penggunaan stek batang tanaman binahong pada penelitian ini, dimaksudkan untuk melihat pada pertunasannya sehingga diketahui potensi munculnya tunas. Menurut Prastowo dan Roshetko (2006: 31), stek (cutting atau stuk) atau potongan adalah menumbuhkan bagian atau potongan tanaman sehingga menjadi tanaman baru. Selain itu, menurut Sitompul dan Guritno (1995: 21) substrat yang terdapat di dalam stek (karbohidrat, lemak dan protein) akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktivitas tunas membentuk bakal tanaman yang kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, daun dan akar.

Menurut Rahardja dan Wiryanta (2003: 23), tunas merupakan ranting muda yang baru tumbuh atau calon tanaman baru yang tumbuh dari bagian tanaman. Sesuai dengan Zulkarnain (2014: 99), pada sel-sel yang baru terbentuk akan terjadi pemanjangan sel yang membutuhkan ketersediaan air yang cukup, rangsangan hormon tertentu yang merangsang perentangan sel dan ketersediaan karbohidrat. Pada awal masa tanam penelitian ini, stek sangat membutuhkan suplai air dikarenakan hanya memiliki 1 helai daun saja sehingga perlu sangat dijaga kelembapan nya supaya tidak mudah layu. Peran lumut dalam hal ini adalah sebagai penyimpan air dan penjaga kelembapan media. Menurut Warming dan Smith (1896) dalam Satiyem (2012: 17), ciri lain dari lumut yang


(55)

mempunyai arti penting dalam ekologi ialah kemampuannya menyimpan air yang tertangkap diantara daun dan tangkainya.

Fried dan Hademenos (2005: 167) menyatakan bahwa salah satu hormon pertama yang ditemukan pada tumbuhan adalah auksin. Auksin memainkan peranan penting dalam beragam perilaku dan pola pertumbuhan. Auksin terlibat dalam supresi tunas lateral di sepanjang batang. Auksin memberikan pengaruh-pengaruhnya itu pada konsentrasi yang berbeda-beda. Kadar auksin yang merangsang tunas mungkin cukup berbeda dengan yang merangsang akar. Pada penelitian ini, pertumbuhan akar lebih mudah daripada pertumbuhan tunasnya dikarenakan saat pengamatan 1MST ditemukan semua stek sudah memiliki akar meskipun jika belum bertunas.

Hasil pertambahan tinggi dan jumlah daun tanaman binahong selama masa penelitian terus meningkat, hal tersebut mengindikasikan bahwa zat hara yang terkandung dalam media dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pertambahan tinggi tanaman binahong. Menurut Tatik dkk (2014: 186), pertambahan sel-sel tanaman ini berupa memanjang atau membesarnya sel. Pertambahan sel pada tanaman sangat dipengaruhi oleh bertambahnya umur tanaman dan tersedianya unsur hara dalam tanah. Mengacu pada hal tersebut dapat menjelaskan adanya pertambahan tinggi tanaman pada tiap umur pengamatan. Tinggi tanaman merupakan suatu pencerminan dari pertumbuhan tanaman yang menyebabkan perpanjangan ruas-ruas tanaman yang disebabkan oleh memanjang dan membesarnya


(56)

sel-sel. Dan menurut Gardner et al (1991), pemotongan stek dari batang akan memicu bekerjanya meristem ujung yang menghasilkan sel-sel baru di ujung akar atau batang sehingga mengakibatkan tumbuhan bertambah tinggi. Peningkatan tinggi tanaman diikuti meningkatnya jumlah daun yang dihasilkan tanaman binahong (Baskoro dan Purwoko, 2010: 9).

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan komposisi lumut dalam media tidak berpengaruh nyata terhadap semua data yang diujikan pada panjang akar. Hasil ini memperlihatkan bahwa pengaruhnya paling kecil dibandingkan peubah lainnya. Jika dilihat dari grafik perubahan panjang akar cukup fluktuatif. Terkadang grafik nya naik dan terkadang juga turun. Namun pada perlakuan R1.E (20%, 60g lumut/900g media) terus mengalami peningkatan hingga akhir pengamatan.

Ketersediaan unsur P yang lebih banyak dibanding unsur K dalam lumut pada kadar tertinggi memungkinkan kemaksimalan fungsi unsur P yang mendukung pertumbuhan akar tanaman. Menurut Untung (2008: 15), unsur P sangat baik untuk perkembangan akar. Semakin baik pertumbuhan akar maka semakin baik pula kondisi tanaman. Pembentukan tajuk berjalan lancar karena efisiensinya penyerapan akar yang telah meluas.

Nitrogen memiliki fungsi merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, mendorong pembentukan daun dan batang tanaman. Jika kekurangan Nitrogen maka pertumbuhan tanaman terhambat (Tjahjadi, 1989: 15). Menurut Sitompul dan Guritno (1995: 8), pertumbuhan yang dibatasi sebagai pertambahan bobot kering dapat sangat bermanfaat dalam


(57)

fisiologi tumbuhan. Produksi tanaman biasanya lebih akurat dinyatakan dengan ukuran bahan kering dari dengan bobot segar (basah) yang mana dapat sangat mempengaruhi kondisi kelembapan. Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa unsur nitrogen berperan dalam meningkatkan produksi bobot basah dan bobot kering tanaman (Baskoro dan Purwoko, 2010: 10). Pada perlakuan R1.E (20%, 60g lumut/900media) memberikan hasil yang optimum bagi kedua peubah tersebut.

Hal ini dimungkinkan karena banyaknya komposisi lumut pada media tersebut. Menurut hasil penelitian Baskoro dan Purwoko (2010: 10), perlakuan pupuk organik berbeda nyata terhadap bobot kering akar, batang, dan total tanaman. Hal tersebut diduga disebabkan oleh tersedianya nitrogen yang cukup tinggi pada setiap pupuk organik. Sementara itu, pada penelitian ini kadar pupuk kandang (sapi) pada semua media tanam adalah sama, yakni 300g dalam 900g media. Maka dimungkinkan kadar lumut yang menentukan peran media dalam peningkatan bobot tanaman. Selain itu, unsur N juga diperoleh dari pupuk organik yakni pupuk kandang (sapi). Menurut Suwahyono (2011: 35), kandungan pupuk kandang (sapi) secara umum adalah N (0.8 - 1.2) %, P2O5 (0.44 - 0.88) % dan K2O (0.4 - 0.8) %.

Tanah pada penelitian ini (Berbah) termasuk jenis tanah regosol (slemankab.go.id, 2011: II-5). Warna tanah regosol agak kecokelatan atau cokelat kekuningan hingga keputihan (Sunarko, 2014: 90). Menurut Widodo (2007: 11), regosol adalah tanah mineral yang belum


(58)

berkembang, mempunyai tekstur pasir karena kandungan fraksi pasirnya lebih dari 60% sampai pada kedalaman 25-100 cm. Kadang-kadang berlapis-lapis antara pasir dan kerikil atau padas yang agak permeabel.

Pada umumnya, miskin unsur hara karena mudah tercuci, semakin kasar teksturnya semakin miskin unsur hara. Selain itu, sering kekurangan air sehingga pemberian bahan organik dengan dosis tinggi merupakan salah satu cara pengelolaan yang tepat untuk membantu perbaikan tanah tersebut (Widodo, 2007: 11). Unsur hara tanah regosol biasanya miskin hara hidrogen dengan pH netral-agak masam (Sunarko, 2014: 91). Umumnya tanah regosol cukup K hanya mungkin dalam bentuk belum tersedia bagi tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002: 106). Jika diberikan pupuk organik dan pengairan yang baik, tanah ini dapat digunakan untuk areal persawahan, palawija, sayur-sayuran, serta perkebunan tembakau dan tebu (Sunarko, 2014: 91). Sehingga pada penelitian ini, fungsi komposisi lumut dihubungkan dengan tanah supaya membantu perbaikan kondisi tanah itu sendiri.

Menurut Tjitrosomo dkk (1992: 180), temperatur mempengaruhi semua kegiatan tumbuhan absorpsi air, fotosintesis, transpirasi, respirasi, perkecambahan, tumbuhan dan reproduksi. Temperatur yang rendah hampir sama pengaruhnya dengan temperatur tinggi, keduanya sama-sama mempengaruhi proses metabolisme tumbuhan. Tingginya temperatur mangakibatkan tumbuhan menjadi layu karena lebih banyak air yang ditranspirasikan ke udara dari pada yang diabsorpsi oleh akar. Pada


(59)

penelitian ini, biasanya terjadi daun layu sementara pada siang hari dikarenakan suhu meningkat. Sedangkan pada pagi dan sore hari daun terlihat segar kembali. Suhu berkisar 25-33ºC, suhu media dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu lingkungan maka suhu media pun semakin tinggi. Suhu media berkisar antara 28-30ºC. Suhu lingkungan dan suhu media (Lampiran 3) pada penelitian ini termasuk aman untuk tanaman karena belum memasuki suhu ekstrim. Menurut Zulkarnain (2014: 73), suhu udara yang ektrim, misalnya: 46-54ºC dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein di dalam sel sehingga dapat berakibat fatal bagi tanaman.

Aktivitas biologi di dalam tanah juga dipengaruhi oleh pH tanah. Pengaruh di dalam kecepatan penguraian bahan organik. Pada pH sekitar 6-7, mikroorganisme tanah paling aktif menguraikan bahan organik dan membantu cepatnya ketersediaan unsur hara di dalam tanah. pH optimum untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman berkisar pada pH 6-6.5 (Agustina, 2004: 27). Pada penelitian ini pH media berkisar antara 5.6-6.4 sehingga masih dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman karena tidak terlalu asam dan juga tidak terlalu basa. Menurut Juanda dan Cahyono (2005: 21), sifat kimia tanah salah satunya berupa derajat keasaman (pH) tanah merupakan salah satu faktor pembatas yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang terlalu masam akan berpengaruh pada ketersediaan boron, magnesium dan


(60)

molybdenum. Sebaliknya, kondisi tanah yang terlalu basa berpengaruh terhadap ketersediaan zat hara kalium.

Hama yang menyerang tanaman binahong selama masa penelitian adalah belalang, ulat api, ulat grayak, siput kecil, bekicot, kutu putih dan kepik. Masing-masing menyerang bagian tanaman yang berbeda dan mengakibatkan kerusakan yang berbeda.

Sejak awal minggu setelah ditanam, hama yang menyerang adalah bekicot dengan memakan daun pada stek batang yang ditanam sehingga mengakibatkan tanaman cukup kesulitan untuk memulai pertunasan. Hama ini terus berdatangan hingga penelitian berakhir. Diikuti dengan datangnya siput kecil juga yang menimbulkan bekas yang sama dengan bekicot. Kedua hama tersebut memakan daun dibagian bawah dekat media.

Belalang, ulat api dan ulat grayak memakan daun lalu mengakibatkan daun berlubang-lubang. Kotoran dari ulat juga dapat mengganggu kesehatan daun sehingga daun menjadi rusak. Menurut Baskoro dan Purwoko (2010: 8), belalang dan ulat api merupakan hama yang menyerang tanaman dengan cara memakan daun-daun muda dan batang muda.

Penyakit yang terjangkit oleh tanaman binahong dalam penelitian ini adalah layu dan bercak. Kedua hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena tidak banyak yang terserang dibandingkan dengan akibat yang ditimbulkan oleh hama tanaman.


(61)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Persentase terbaik bagi pertunasan tanaman binahong dengan komposisi lumut sebagai media adalah 83,33% pada R1.C 30g lumut/900g media (10%).

2. Komposisi lumut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman binahong (tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering), namun pengaruhnya sangat kecil terhadap panjang akar.

3. Komposisi lumut yang optimal untuk tinggi tanaman binahong adalah 10% (30g lumut/900g media), untuk jumlah daun tanaman binahong adalah 15% (45g lumut/900g media) dan 20% (60g lumut/900g media) untuk panjang akar, bobot basah serta bobot kering tanaman binahong. B. Saran

1. Untuk penanaman yang bertujuan mengambil manfaat dari daun binahong, disarankan menggunakan media dengan komposisi lumut 15% (45g lumut/900g media) sesuai dengan hasil penelitian ini supaya mendapatkan jumlah daun yang maksimal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pertumbuhan tanaman binahong (lebih baik menggunakan biji atau benih, supaya lebih terjamin homogenitasnya) dengan pengulangan yang lebih banyak serta media tanam yang lebih variatif.


(62)

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hama tanaman binahong untuk dapat mengendalikannya dan menghindari kerusakan pada tanamannya sehingga diperoleh manfaatnya secara maksimal. Menggunakan biopestisida atau pestisida nabati, menurut Asmaliyah dkk (2010: 17-54) ada 174 tanaman yang dapat dimanfaatkan, diantaranya: jarak, mimba, mindi, nilam dan sirsak.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Lily. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.

Ariani, Suci, Agustina Loho & Meilany F. Durry. 2013. “Khasiat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Dan Reepitelisasi Penyembuhan Luka Terbuka Kulit Kelinci”. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 2, Juli 2013, hlm. 914-919. Asmaliyah, Etik Erna W.H., Sri Utami, Kusdi M, Yudhistira & Fitri W.S. 2010.

Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya Secara Tradisional. Palembang: Kementrian Kehutanan ISBN 978-602-98588-0-8.

Baskoro, Dan & Purwoko, Bambang S. 2010. “Pengaruh Bahan Perbanyakan Tanaman dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)”. Jurnal Hort. Indonesia 2(1):6-13. Agustus 2010.

Campbell, Neil A. Reece, Jane B. & Lawrence G. Mitchel. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Febrianti, Ghoirun N. 2015. “Identifikasi Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Di Lingkungan Universitas Jember Serta Pemanfaatannya Sebagai Buku

Nonteks”. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan

MIPA, Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan, Universitas Jember. Feriadi, Henry & Frick, Heinz. 2008. Atap Bertanaman Ekologis Dan Fungsional.

Yogyakarta: Kanisius.

Fried, George H. & Hademenos, George J. 2005. Schaum’s Outlines BIOLOGI. Jakarta: Erlangga.

Hariana, Arief. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Holland, Julian, Martin Clowes, Leon Gray, Rachel Hutchings, Mike McGuire, Jeffrey Farrow, Nigel White, Julian Baker, Wendy Brown, Miranda Smith, Mike Davis, Nicky Studdart, Julie Ferris, Sheila Clewley, Wendy Allison, Steve Robinson, Christopher Cowlin, Caroline Jackson, Charles Taylor, Clive Gifford, Peter Mellett, Martin Redfern, Carole Stott, Richard Walker & Brian Williams. 2004. Ensiklopedia Iptek (2) Makhluk Hidup, Manusia. Penerjemah: Tim Penerbit Lentera Abadi (M. Andin). Jakarta: Lentera Abadi.


(64)

Juanda, D.J.S. & Cahyono, B. 2005. WIJEN Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.

Kurniasih, Nunung, Mimin Kusmiyati, Nurhasanah, Riska Puspita Sari & Riza Wafdan. 2015. “Potensi Daun Sirsak (Annona muricata Linn), Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis), Dan Daun Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra) Sebagai Antioksidan Pencegah Kanker”. Jurnal UIN Sunan Gunung Djati Bandung Edisi Juni 2015 Volume IX No. 1 ISSN 1979-8911.

Lestari, G. & Kencana, Ira P. 2015. Tanaman Hias Lanskap. Jakarta: Swadaya. Liferdi L. & Saparinto, Cahyo. 2016. Vertikultur Tanaman Sayur. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Mangan, Yellia. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Octavia, Devi Ristian. 2009.” Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat dan Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1pikrihidrazil)”. Skripsi Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Surakarta.

Pracaya. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prastowo, N. & J.M. Roshetko. 2006. Teknik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. Bogor: ICRAF dan Winrock International. Purawijaya, Dandri Aly & Priyantika, Adinda Gita. 2013. “Biological Assessment

Pertumbuhan Lumut di Candi Borobudur pada Sisi Utara dan Selatan

Lorong 2”. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume 7,

Nomor 1, September 2013, Hal 60-65.

Puslitloka. 2010. Buku Pintar Budi Daya Kakao. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Rahardja, P.C & Wahyu Wiryanta. 2003. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman.

Jakarta: Agromedia Pustaka.

Riyanti, Yuliana. 2009. “Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.)”. Skripsi Program Studi Hortikultura, Departemen Agronomi Dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rosmarkam, Afandie & N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.


(65)

Salisbury, Frank B & Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB. Satiyem. 2012. Keanekaragaman Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Pada Berbagai

Ketinggian Hubungannya Dengan Kondisi Lingkungan Di Wilayah Lereng Selatan Merapi Pasca Erupsi. Skripsi Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Metematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Sitompul, S.M. & Bambang Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Slemankab.go.id (Pemerintah Kabupaten Sleman). 2011. BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah. Diakses tanggal 3 Maret 2017 dari http://slemankab.go.id/wp-content/file/rpjmd2011/BAB_II_Gambaran UmumKondisiDaerah_a.pdf.

Sudarmono, A.S. 1997. Mengenal dan Merawat Tanaman Hias Ruangan. Yogyakarta: Kanisius.

Sunarko. 2014. Budi Daya Kelapa Sawit Di Berbagai Jenis Lahan. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.

Supriati, Yati & Ersi Herliana. 2014. 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suwahyono, Untung. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara Efektif dan Efisien. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tatik, Tri Rahayu & M. Ihsan. 2014. “Kajian Perbanyakan Vegetatif Tanaman Binahong (Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) Pada Beberapa Media Tanam”. Jurnal Agronomika, Vol.09. No. 02. Februari – Juli 2014. ISSN: 1693–0142.

Tjahjadi, Nur. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.

Tjitrosomo, Siti Sutarmi., Said Harran, Ahmad Sudiarto, Hadisunarso, Romlah Mondong, Trenggono Koesoemaningrat, Pin Puspa Dewi Tjondronegoro, Ratna Siri Hadioetomo, Mohammad Djaelani, Tayum Adiwikarta, Wardiman Prawiranata, Hartono Sudarnadi, Michael Abdi Zakaria & Machmud Natasaputra. 1992. Botani Umum 4. Bandung: Angkasa.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1981. Taksonomi Tumbuhan (Taksonomi Khusus). Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(66)

Tjitrosoepomo, Gembong. 2014. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Untung, Onny. 2008. Agar Tanaman Berbuah Di Luar Musim. Jakarta: Penebar Swadaya.

Utami, Prapti. 2013. The Miracle of Herbs. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Widodo, Dwi W. 2007. Memperpanjang Umur Produktif Cabai 60 Kali Petik. Jakarta: Penebar Swadaya.


(67)

LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian

DOKUMENTASI LUMUT (Bryophyta)

Dokumentasi peneliti Brachymenium indicum (Catalogue Of Life) Febrianti 2015: 40-41

Dokumentasi peneliti Hyophila javanica (Catalogue Of Life) Febrianti 2015: 42-43


(68)

Dokumentasi peneliti Barbula indica (Catalogue Of Life) Febrianti, 2015: 43-45


(69)

DOKUMENTASI PENELITIAN PENDAHULUAN

Gambar 10. Dokumentasi penanaman


(70)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 12. Persiapan Gambar 13. Panen (4MST)

Gambar 14. Patah Gambar 15. Muncul cabang


(71)

Gambar 18. Penyakit layu Gambar 19. Penyakit bercak


(72)

LAMPIRAN 2. Rekapitulasi Hasil Analisis SPSS

Tabel 2. Pertambahan tinggi tanaman binahong (cm) pada perlakuan komposisi lumut dalam media tanam

Tabel 3. Pertambahan jumlah daun tanaman binahong (helai) pada perlakuan komposisi lumut dalam media tanam

Komposisi lumut

MST (cm)

2 4 6 8 10 12

Tanpa lumut (kontrol) (R1.A)

2.38a 19.08a 49.44ab 70.58ab 107.11b 117.39b

Lumut 5%

(R1.B) 1.07b 2.38b 21.47c 60.98b 105.57b 113.83b Lumut

10% (R1.C)

1.69b 9.77ab 51.13ab 89.42a 147.95a 166.47a Lumut

15% (R1.D)

1.73b 7.58b 42.27b 75.75ab 147.56a 161.02a Lumut

20% (R1.E)

1.70b 12.45ab 61.26a 79.74ab 139.08a 147.83ab

Komposisi Lumut

MST (helai)

2 4 6 8 10 12

Tanpa lumut (kontrol) (R1.A)

2.56 7.50a 14.56a 20.17 31.89bc 35.45bc

Lumut 5%

(R1.B) 1.11 3.50b 9.22b 18.28 29.67c 32.11c Lumut

10% (R1.C)

1.94 5.34ab 15.11a 23.72 42.45a 48.22a Lumut

15% (R1.D)

1.72 5.61ab 12.67ab 21.61 43.39a 47.99a Lumut

20% (R1.E)

1.95 5.95ab 16.49a 21.27 39.22ab 42.49ab


(73)

Tabel 4. Perubahan panjang akar tanaman binahong (cm) pada perlakuan komposisi lumut dalam media tanam

Tabel 5. Perubahan bobot basah tanaman binahong (g) pada perlakuan komposisi lumut dalam media tanam

Komposisi Lumut

MST (cm)

2 4 6 8 10 12

Tanpa lumut (kontrol) (R1.A)

2.57 4.73 14.43 18.03 28.50 27.03

Lumut 5%

(R1.B) 9.37 10.23 10.10 24.23 23.33 26.67

Lumut 10%

(R1.C) 2.73 12.90 16.13 26.27 23.00 34.93

Lumut 15%

(R1.D) 3.57 8.00 11.60 18.67 36.67 30.67

Lumut 20%

(R1.E) 2.47 9.17 18.43 23.90 28.50 40.83

tn tn tn tn tn tn

Komposisi Lumut

MST (g)

2 4 6 8 10 12

Tanpa lumut (kontrol) (R1.A)

0.23 1.74 3.08 4.72 6.04c 6.19d

Lumut 5%

(R1.B) 0.46 0.74 2.96 9.04 8.41bc 16.38b

Lumut 10%

(R1.C) 0.42 2.12 4.80 10.61 9.71b 10.39c

Lumut 15%

(R1.D) 0.70 1.91 5.25 10.55 18.46a 14.97b

Lumut 20%

(R1.E) 0.53 1.56 5.53 11.77 17.73a 26.48a


(74)

Tabel 6. Perubahan bobot kering tanaman binahong (g) pada perlakuan komposisi lumut dalam media tanam

Keterangan: tn (tidak nyata) berarti tidak berpengaruh nyata pada hasil Anova. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan 5%.

Komposisi lumut

MST (g)

2 4 6 8 10 12

Tanpa lumut (kontrol) (R1.A)

0.09 0.23 0.37b 0.41 0.68 0.72b

Lumut 5%

(R1.B) 0.16 0.37 0.17b 0.69 0.73 1.01b

Lumut 10%

(R1.C) 0.15 0.47 0.29b 1.26 1.03 0.98b

Lumut 15%

(R1.D) 0.16 0.23 0.37b 0.86 1.33 1.06b

Lumut 20%

(R1.E) 0.13 0.22 0.91a 0.93 1.38 1.92a


(75)

LAMPIRAN 3. Data Pengamatan Tabel 7 . Data pengamatan lingkungan media

Kriteria Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah 1983)

(Sumber: Riyanti, Yuliana. 2009: 34) Total: 36 stek pada masing-masing perlakuan

Perlakuan Tunas 1MST Persentase (%)

Kontrol, A 24 66.67

B 26 72.22

C 30 83.33

D 28 77.78

E 25 69.44

Tabel 8 . Data pengamatan tinggi tanaman (cm)

perlakuan 2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst 0 3.10 18.53 62.00 70.17 99.93 109.93 0 3.13 16.33 62.90 80.10 92.00 99.77

Kontrol (A) B C D E

pH media 6.4 6.2 6 5.8 5.6

Kelembapan 65% 100% 100% 100% 100%

Suhu media 28-29ºC 28-29ºC 28-30ºC 28-30ºC 28-30 ºC Suhu lingkungan 25-33 ºC


(76)

0 1.40 3.90 30.43 80.53 136.33 147.50 0 3.00 20.40 39.83 51.83 72.57 78.50 0 3.13 30.60 40.17 58.47 97.67 102.17 0 3.23 24.73 61.30 82.37 144.17 166.50 1 0.77 1.83 12.60 44.37 94.50 109.00 1 0.63 2.77 27.27 76.03 116.67 133.83 1 1.50 2.23 18.00 54.03 83.00 84.23 1 1.23 2.53 12.10 41.70 106.73 114.73 1 1.50 2.50 27.13 79.13 121.67 127.50 1 0.80 2.43 31.73 70.63 110.83 113.67 2 0.93 2.13 42.33 92.07 137.00 153.17 2 1.07 1.67 36.50 66.00 149.33 166.00 2 1.67 4.33 32.63 81.37 195.00 224.33 2 2.97 22.53 78.93 121.73 134.67 157.33 2 1.03 2.00 35.33 71.33 145.00 165.67 2 2.47 25.97 81.07 104.03 126.67 132.33 3 1.70 4.83 64.13 80.00 122.33 128.67 3 1.40 2.83 46.17 72.00 126.50 137.00 3 1.83 4.23 46.33 82.67 169.17 188.33 3 0.83 9.17 31.00 62.53 118.33 126.10 3 2.20 15.33 29.47 89.47 175.33 189.33 3 2.40 9.10 36.50 67.83 173.67 196.67 4 1.57 20.30 78.90 106.50 162.33 173.33 4 0.63 2.27 45.97 73.90 131.33 136.67 4 2.50 4.17 67.10 81.67 149.67 169.33 4 1.40 18.27 54.60 67.07 111.00 116.00 4 1.43 5.03 58.53 76.83 146.00 148.00 4 2.67 24.63 62.43 72.50 134.17 143.67

Tabel 9 . Data pengamatan jumlah daun (helai)

perlakuan 2mst 4mst 6mst 8mst 10mst 12mst 0 2.33 7.33 17.33 20.33 29.67 33.33 0 3.00 7.67 18.67 20.33 26.33 29.33 0 1.67 4.67 11.00 22.33 40.33 43.67 0 2.33 8.00 11.33 15.67 24.67 26.00 0 2.33 9.67 12.67 19.00 30.00 31.67 0 3.67 7.67 16.33 23.33 40.33 48.67 1 1.33 3.33 8.33 15.67 28.00 31.00 1 1.33 4.00 10.00 19.33 28.67 32.00 1 1.00 3.00 8.67 15.33 18.00 19.00


(1)

(2)

69 -Hasil Analisis Statistik jumlah daun

Post Hoc Tests


(3)

70 -Hasil Analisis Statistik panjang akar


(4)

71 -Hasil Analisis Statistik Bobot Basah

Post Hoc Tests


(5)

72 -Hasil Analisis Statistik Bobot Kering

Post Hoc Tests


(6)

73


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Kolkhisin Terhadap Morfologi dan Jumlah Kromosom Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)

0 28 89

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

0 20 70

Pengaruh bahan perbanyakan tanaman dan jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman binahong (Anredera Cordifolia [Ten.] Steenis)

0 5 93

Pengaruh Pemberian Kolkhisin Terhadap Morfologi dan Jumlah Kromosom Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)

2 21 89

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus dan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

0 11 74

POLIPLOIDISASI PADA TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia [Ten.] steen.).

0 4 25

PENGARUH LUMUT (BRYOPHYTA) SEBAGAI KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.).

14 109 125

PENGARUH AUKSIN DAN SITOKININ TERHADAP PERBANYAKAN MIKRO TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)

0 1 9