PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP NIAT UNTUK MENGUNGKAPKAN KECURANGAN (WHISTLEBLOWING) ( Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi UPN Veteran Jatim ).

(1)

SKRIPSI

Oleh :

RISTIYANA 1013215024/FEB/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR


(2)

(

Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi UPN Veteran J atim ) Disusun Oleh :

RISTIYANA 1013215024/FEB/EA

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 17 April 2014

Pembimbing : Tim Penguji :

Pembimbing Utama Ketua

Dr. Indrawati Y, MM,Ak Dr. Indrawati Y, MM,Ak

NIP. 19661017 199303 2001 NIP. 19661017 199303 2001 Sekretaris

Dr s. Ec. Muslimin, M.Si Anggota

Dr s. Ec, Bagus R, M.Sc, Ak Mengetahui,

Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnin Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM,


(3)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT. Atas rahmat dan karunia Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Ter hadap Niat Untuk Mengungkapkan Kecur angan (Whistleblowing)”, yang disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa dukungan, bantuan, bimbingan, petunjuk dan doa dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Hero Priono, SE, MSi, Ak, CA, selaku Kepala Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dr. Indrawati Yuhertiana, MM, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan nasehat dalam menyusun skripsi.


(4)

ii

5. Ibu Dra. Ec. Sari Andayani, M. Aks, selaku dosen wali yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

7. Suami dan Anak tercinta, Ibu, Bapak, Papa, Mama, Kakak - Kakak dan Adik yang selalu memberikan doa, motivasi dan semangat yang berlimpah kepada penulis.

8. Teman–teman akuntansi 2010 dan 2011, Ulfa, Debra, Desita, Angga, Kiki, Yogi, B.Yuni, Tito, Hafidz, Ayu, Nadia, Okta, Sari, Diana, Siska, Febri, Sila, Reni, Shelly, Evita dan teman-teman yang lainnya. Terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan juga dukungannya yang telah kalian beri selama empat tahun ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi akademika UPN “Veteran” umumnya, serta bagi mahasiswa Program Studi Akuntansi khususnya.

Surabaya, 7 Maret 2014


(5)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Landasan Teori ... 17

2.2.1 Persepsi ... 17

2.2.2 Theory of Planned Behaviour (TPB) ... 19

2.2.3 Niat ... 23

2.2.4 Whistleblowing ... 25


(6)

Untuk Melakukan Whistleblowing ... 29

2.4.2 Pengaruh Sikap Pada Perilaku Whistleblower Terhadap Niat Responden Untuk Melakukan Whistleblowing ... 30

2.4.3 Pengaruh Persepsi Tentang Kontrol Perilaku Pada Whistleblower Terhadap Niat Responden Untuk Melakukan Whistleblowing ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 32

3.1.1 Persepsi Norma Subyektif ... 35

3.1.2 Sikap Terhadap Perilaku ... 36

3.1.3 Persepsi Kontrol Perilaku ... 38

3.1.4 Niat Responden Untuk Whistleblowing ... 40

3.2 Teknik Penentuan Populasi Dan Sampel ... 41

3.2.1 Populasi ... 41

3.2.2 Sampel ... 41

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.3.1 Jenis Data ... 43

3.3.2 Sumber Data ... 43


(7)

3.4.1.2 Uji Validitas ... 45

3.4.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 46

3.4.3 Uji Asumsi Klasik ... 46

3.4.3.1 Uji Normalitas ... 46

3.4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 47

3.4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 48

3.4.4 Teknik Analisis ... 51

3.4.5 Analisis Regresi (Uji Hipotesis) ... 51

3.4.5.1 Koefisien Determinasi ... 52

3.4.5.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) 53 3.4.5.3Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 55

4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 55

4.1.2 Deskripsi Responden ... 56

4.1.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden ... 57

4.2 Analisis Data Dan Uji Hipotesis ... 72

4.2.1 Uji Kualitas Data ... 72


(8)

4.3.1 Pengaruh Persepsi Norma Subyektif Terhadap Niat

Untuk Whistleblowing ... 85

4.3.2 Pengaruh Sikap Pada Perilaku Terhadap Niat Untuk Whistleblowing ... 86

4.3.3 Pengaruh Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat Untuk Whistleblowing ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 91

5.3 Keterbatasan Dan Implikasi ... 92

5.3.1 Keterbatasan Penelitian ... 92

5.3.2 Implikasi ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(9)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 13

Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 32

Tabel 4.1 Ringkasan penyebaran dan pengembalian kuesioner ... 56

Tabel 4.2 Ringkasan Deskripsi Responden ... 56

Tabel 4.3 Data Tanggapan Responden Terhadap Variabel Persepsi Norma Subyektif (X1) ... 58

Tabel 4.4 Data Tanggapan Responden Terhadap Variabel Sikap Pada Perilaku (X2) ... 60

Tabel 4.5 Data Tanggapan Responden Terhadap Variabel Persepsi Kontrol Perilaku (X3) ... 63

Tabel 4.6 Data Tanggapan Responden Terhadap Variabel Niat Untuk Whistleblowing (Y) ... 70

Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas pada Variabel Penelitian ... 72

Tabel 4.8 Uji Validitas Variabel Persepsi Norma Subyektif (X1) ... 73

Tabel 4.9 Uji Validitas Variabel Sikap Terhadap Perilaku (X2) ... 74

Tabel 4.10 Uji Validitas Variabel Persepsi Kontrol Perilaku (X3) ... 74

Tabel 4.11 Uji Validitas Variabel Niat Untuk Whistleblowing (Y) ... 75

Tabel 4.12 Statistik Deskriptif ... 76

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Residual ... 77


(10)

Tabel 4.18 Hasil Uji Statistik F ... 83 Tabel 4.19 Uji Statistik t ... 84


(11)

Gambar 2.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ... 18

Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior ... 22

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ... 28


(12)

Lampiran 2 Jawaban Responden

Lampiran 3 Output Spss Tentang Uji Reliabilitas Variabel Persepsi Norma Subyektif (X1)

Lampiran 4 Output Spss Tentang Uji Reliabilitas Variabel Sikap Pada Perilaku (X2)

Lampiran 5 Output Spss Tentang Uji Reliabilitas Variabel Persepsi Kontrol Perilaku (X3)

Lampiran 6 Output Spss Tentang Uji Reliabilitas Variabel Niat Untuk Whistleblowing (Y)

Lampiran 7 Output Spss Tentang Uji Validitas Lampiran 8 Output Spss Uji Deskriptif Statistik Lampiran 9 Output Spss Asumsi Klasik


(13)

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP NIAT UNTUK

MENGUNGKAPKAN KECURANGAN (WHISTLEBLOWING)

RISTIYANA

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai minat responden untuk mengungkapkan tindakan kecurangan (whistleblowing) yang ditinjau dari aspek sikap pada perilaku (attitude towards), persepsi norma subyektif (perception subjective norm) serta persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control).

Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, sebanyak 43 mahasiswa. Hipotesis diuji dengan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ketiga variabel yang diuji yaitu persepsi norma subyektif, sikap pada perilaku dan persepsi kontrol perilaku tidak terbukti berpengaruh terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk mengungkapkan kecurangan (whistleblowing).


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Whistleblowing telah menarik perhatian dunia saat ini. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan besar yang melakukan kecurangan dan akhirnya terungkap. Penyalahgunaan keahlian dalam membuat informasi akuntansi yang menyesatkan dan tidak benar untuk meraup keuntungan pribadi, belakangan ini telah banyak menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat. Kecenderungan manusia yang menumpuk kekayaan dan keuntungan material lainnya membuat manusia lupa kepada etika, moral dan kepentingan umum. Harahap, 2008: 1 ( dalam Sugiono, Abdul Hamid Habbe dan Tawakkal, 2011) menilai bahwa meski sejumlah profesi, termasuk profesi akuntansi memiliki etika profesi namun etika itu dibangun atas dasar rasionalisme ekonomi belaka, sehingga wajar etika tersebut tidak mampu menghindarkan manusia dari pelanggaran moral dan etika untuk mengejar keuntungan material.

Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkap bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif (Wikipedia, 2013). Lebih ironisnya karena dipicu adanya skandal dengan kantor akuntan internasional (termasuk Big Five), yaitu Arthur Anderson. Arthur Anderson sebagai external auditor dan konsultan


(15)

manajemen Enron tidak melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Fenomena penukikan dan pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron telah membuat salah satu eksekutif Enron Sherron Watkins yaitu Wakil Presiden Enron menjadi seorang

whistleblower yang menulis surat kepada Direktur Kenneth Lay pada musim panas tahun 2001. Watkins dalam suratnya mengeluhkan praktik akuntansi agresif yang dilakukan oleh Enron akan “meledak” dan hal itu benar terjadi, akhirnya Enron kolaps.

Tidak hanya Enron, perusahaan Worldcom juga mengalami hal yang sama. Kecurangan yang terjadi pada perusahaan ini akhirnya terungkap oleh seseorang yang beasal dari dalam perusahaan tersebut. Kasus ini bermula ketika harga saham Worldcom dari $ 150 milyar pada tahun 2000 jatuh menjadi $150 juta pada tahun 2002. Dalam laporannya Worldcom mengakui bahwa perusahaan mengklasifikasikan beban jaringan sebagai pengeluaran modal mereka. Pada bulan Mei 2002 Auditor Cynthia Cooper melaporkan masalah tersebut kepada kepala komite audit Max Bobbitt. Kemudian Max Bobbit meminta KPMG selaku eksternal audit untuk melakukan investigasi.

Tidak hanya di luar negeri, di Indonesia kasus mengenai kecurangan yang akhirnya terbongkar juga terjadi pada institusi pemerintahan. Sepeti kasus Gayus Tambunan yang merupakan pegawai di


(16)

Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat dalam kasus penggelapan pajak dan akhirnya terungkap oleh pernyataan Susno Duadji (Semendawai,2011:2).

Selain itu juga kasus Agus Condro, Mantan anggota DPR RI periode 1999-2004 dari Partai PDI Perjuangan tersebut mengungkapkan kepada publik bahwa dia dan beberapa koleganya menerima cek perjalanan sebagai suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2000an awal. Agus Condro secara terbuka mengakui dia termasuk sebagai penerima cek dari seorang pengusaha diduga untuk memenangkan calon deputi, Miranda Goeltom (Semendawai,2011:3).

Salah satu cara mencegah pelanggaran akuntansi sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan melakukan

whistleblowing. Whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi (aktif maupun non-aktif) mengenai pelanggaran, tindakan ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar organisasi. Sudah cukup banyak nama yang tercatat sebagai whistleblower

atau orang yang melaporkan kecurangan atau pelanggaran. Beberapa diantaranya adalah Cynthia Cooper untuk kasus perusahaan Worldcom, Sherron Watkins untuk kasus perusahaan Enron, Susno Duadji untuk kasus praktek mafia di jajaran yudikatif di Indonesia dan Agus Condro mengungkapkan kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sebenarnya para whistleblower telah mengetahui risiko-risiko yang mungkin diterimanya (Malik, 2010). Risiko-risiko-risiko yang mungkin diterima adalah dijauhi teman, karir pekerjaan, kehidupan pribadi


(17)

maupun mental outlook terhadap mereka. Sehingga dibutuhkan keberanian yang besar untuk mengungkapkan kecurangan atau pelanggaran yang terjadi.

Menjadi seorang whistleblower bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan keberanian dan keyakinan untuk melakukannya. Hal ini dikarenakan seorang whistleblower tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan teror dari oknum-oknum yang tidak menyukai keberadaannya. Seperti contoh kasus Agus Sugandhi yang bekerja di Garut Government Watch (GGW) sebuah organisasi yang aktif mengawasi tindak korupsi di Garut, Agus mendapat ancaman terhadap dirinya dan juga keluarganya. Namun saat ini pemerintah telah membuat kerjasama dengan berbagai pihak untuk menjamin perlindungan dan keamanan bagi seorang whistleblower, bahkan menteri keuangan mengeluarkan

whistleblowing system. Sistem yang diberinama WISE ini diluncurkan pada 5 Oktober 2011 di gedung Djuanda 1 kompleks kementrian keuangan (tempo.com , 5 Oktober 2011).

Berbeda dengan kasus yang terjadi pada Kevin Stevano pemuda berusia 19 tahun, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Surabaya yang berani dan terpanggil untuk menjadi

Whistleblower. Kevin Stevano menjadi anak muda yang pemberani dan berniat untuk menyuarakan ketidakadilan mengenai pemerasan kasus kecelakaan menimpa dirinya pada tanggal 19 Desember 2012, yang


(18)

dilakukan oleh aparat penegak hukum pada saat Kevin disidang di Pengadilan Negeri Surabaya (Jawa Pos, hal.33, 27 April 2013).

Dalam Theory of Planned Bahaviour (TPB), niat timbul dikarenakan 3 hal yaitu; 1) norma subyektif, yaitu keyakinan seseorang terhadap dukungan orang-orang sekitarnya yang akan mempengaruhi minat/tujuan orang tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Maksud norma subyektif dalam kasus Kevin yaitu dukungan dari orang terdekatnya agar berani mengungkapkan kebenaran yang terjadi terutama dari ayah Kevin yang bernama Baktiono. Baktiono adalah seorang ketua komisi D DPRD Surabaya yang mendukung dirinya dengan tegas supaya berani bilang yang sebenarnya terjadi tanpa harus ditutup-tutupi. 2) sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) ditentukan oleh keyakinan atau kepercayaan yang kuat tentang benar tidak perilakunya melaporkan tindak kecurangan dan sudah mengetahui konsekuensi dari melaporkan tindak kecurangan yang disebut dengan behavioral beliefs. Pada kasus kecelakaan tersebut, Kevin sangat yakin atas sikapnya untuk berperilaku

whistleblowing dengan menceritakan kronologi kasus pemerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum saat Kevin disidang di Pengadilan Negeri Surabaya tanpa keragu-raguan. Saat kasus tersebut Jaksa meminta sejumlah uang untuk memperlancar perkara yang menimpa Kevin senilai 3,5 juta dengan pelimpahan perkara tahap kedua. Kemudian tanggal 3 April 2013, Jaksa meminta uang lagi sebesar 3 juta, saat di meja sidang


(19)

Hakim juga meminta uang yakni 3 juta. Sehingga total uang yang dikeluarkan Kevin 9,5 juta. 3) Kontrol perilaku yang dipersepsi (PBC) adalah keyakinan seseorang terhadap kendala yang akan dihadapi ketika orang tersebut ingin melakukan suatu tindakan. Bahwa kevin sudah mengetahui resiko apa saja yang akan dialami dirinya pada saat menjadi

whistleblowing, yaitu mulai merasa tidak nyaman dan berdebar-debar.

Tetapi lama kelamaan mahasiswa jurusan hukum di Universitas Tujuh Belas Agustus itu terbiasa karena dirinya merasa bahwa kejujuran dan kebenaran itu harus dijunjung tinggi, karena sejak umur 2 tahun Kevin selalu diajak Baktiono ke partai. Kevin juga sering menggantikan peran Baktiono ketika sibuk melaksanakan perjalanan dinas dan juga sering dimintai pertolongan orang lain yang sedang memerlukan bantuan ayahnya. Oleh sebab itu, mahasiswa yang sedang kuliah di Universitas Tujuh Belas Agustus Jurusan Hukum itu sudah terbiasa sehingga lebih berani dan terdorong dirinya untuk menjadi whistleblower.

Akuntan dan auditor merupakan salah satu profesi yang membutuhkan etika profesi dalam menjalankan pekerjaannya. Profesi ini merupakan profesi yang cukup penting dalam dunia bisnis. Akuntan bertugas untuk menyediakan laporan keuangan yang dapat diandalkan dan dibutuhkan, auditor eksternal memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan sudah sesuai dengan akuntansi diterima umum, dan auditor internal bertugas untuk memastikan organisasi yang di auditnya sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan dewan direksi dan juga


(20)

memastikan keefektifan dan keefisienan organisasi atau perusahaan tersebut. Dengan demikian, sebagai seorang akuntan ataupun auditor harus memiliki keberanian yang besar untuk mengungkapkan kecurangan atau pelanggaran yang terjadi dengan berbagai risikonya. Meskipun Menurut French dan Weis (2000) (Su dan kawan-kawan, 2010; dalam Akmal), budaya memainkan peranan penting dalam menggambarkan standar etika karena “Ethical orientations are strongly related to cultural backgrounds”. Hal ini berarti bahwa budaya akan mempengaruhi dan menentukan seseorang untuk berani bersikap dan mengambil tindakan. Dengan begitu, akan terjadi perbedaan kecenderungan seorang akuntan atau internal auditor untuk melakukan whistleblowing, karena hal tersebut akan bergantung pada budaya dimana mereka berada. Hal lain yang juga mempengaruhi seseorang berperilaku secara etis adalah lingkungan, yang salah satunya dunia pendidikan. Di Indonesia, dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan, menurut Sudibyo ( Margawati, 2010; dalam Nurmala Dewi, 2010 ), oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau akan mereka hadapi nantinya. Mahasiswa akuntansi adalah calon akuntan atau auditor intern maupun ekstern yang harus mempunyai keberanian kuat untuk mengungkapkan kecurangan yang terjadi dikalangan perusahaan maupun instansi-instansi pemerintahan.


(21)

penelitian mengenai whistleblowing sudah pernah dilakukan, namun penelitian mengenai persepsi mahasiswa akuntansi terhadap niat melakukan whistleblowing masih jarang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa akuntansi strata-1 di Universitas Pembangunan Jawa Timur. Didalam penelitian ini, peneliti mengacu dalam Theory of Planened Behaviour (TPB) untuk menjelaskan tentang perilaku. Bahwa dalam penelitian ini, hanya sebatas mengungkapkan bagaimana niat mahasiswa untuk menjadi whistleblower, karena melakukan

whistleblowing bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dan dibutuhkan keberanian yang kuat untuk melakukannya. Seperti halnya kasus yang terjadi dikalangan mahasiswa termasuk mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur. Kasus pelanggaran etika yang terjadi dimahasiswa UPN Jatim yaitu pada saat mendapatkan tugas dari dosen, mahasiswa biasanya mendoplikat hasil tugas teman yang lain, juga disaat ujian berlangsung mahasiswa mencontek hasil ujian teman. Hal tersebut merupakan kebiasaan dan sudah menjadi tradisi disemua kalangan mahasiswa. Setelah melakukan wawancara ke sejumlah mahasiswa yang ada di Universitas Pembangunan Nasional Veteran JATIM tentang pelanggaran moral yang mereka lakukan itu. Bahwa mereka mempunyai niat untuk berperilaku mengungkapkan hal yang bertentangan dengan moralitas (Whistleblowing) tetapi mereka belum ada keberanian untuk mengungkapkan kecurangan atau belum ada yang berani menjadi


(22)

mahasiswa yang mencari muka dihadapan dosennya. Berdasarkan uraian tersebut maka akan diambil judul tentang “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Niat Untuk Mengungkapkan Kecurangan (Whistleblowing)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, masalah yang akan diteliti selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah persepsi tentang norma subyektif terhadap whistleblowing

mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi melakukan whistleblowing? 2. Apakah sikap terhadap perilaku whistleblowing mempengaruhi niat

mahasiswa akuntansi melakukan whistleblowing?

3. Apakah persepsi tentang kontrol perilaku mengenai whistleblowing

mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi melakukan whistleblowing? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis apakah persepsi tentang norma subyektif terhadap

whistleblowing mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi melakukan

whistleblowing.

2. Menganalisis apakah sikap terhadap perilaku whistleblowing

mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi melakukan whistleblowing. 3. Menganalisis apakah persepsi tentang kontrol perilaku mengenai

whistleblowing mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi melakukan


(23)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Mengetahui persepsi mahasiswa akuntansi terhadap niat melakukan whistleblowing. Sehingga, dapat dilihat bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi mengenai whistleblowing yang dapat mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi menjadi whistleblowing.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dan tambahan referensi penelitian lain tentang materi yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa akuntansi terhadap pengungkapan kecurangan


(24)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Ter dahulu

Berikut adalah penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai masukan serta bahan pengkajian:

Rahardian Malik (2010), meneliti tentang “Analisis Perbedaan Komitmen Profesional Dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa PPA Dan Non-PPA Pada Hubungannya Dengan Whistleblowing”. Studi Kasus pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Diponegoro. Menganalisis komitmen profesional dan sosialisasi antisipatif antara mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) dan perbedaan tingkat komitmen Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) dalam hubungannya dengan whistleblowing. Hasil menunjukkan bahwa tingkat komitmen profesional mahasiswa akuntansi (PPA dan Non-PPA) berpengaruh positif terhadap persepsi mereka akan pentingnya whistleblowing dan keinginannya untuk melakukan

whistleblowing.

Siti Mutmainah (2010), melakukan penelitian mengenai Minat Perilaku Pengungkapan Tindak Pelanggaran (Whistlewblowing)”. Studi Kasus dilakukan terhadap pegawai pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Semarang. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai minat perilaku untuk mengungkapkan tindakan pelanggaran (whistleblowing) secara eksternal dan internal yang ditinjau dari aspek sikap (attitude), norma subyektif


(25)

(subjective norm) serta pengendalian perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control).

Dewi Sulistiani (2012), melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Niat Mahasiswa Akuntansi Untuk Berkarier Sebagai Akuntan Publik”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji seberapa besar pengaruh dari persepsi dan sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku persepsian terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik. Hal ini terlihat dari dua hipotesis yang diterima yaitu norma subjektif dan kontrol perilaku persepsian. Sedangkan persepsi dan sikap pada profesi akuntan publik tidak berpengaruh terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik.

Risti Merdikawati dan Andri (2012), meneliti tentang

Hubungan Komitmen Profesi Dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa Akuntansi Dengan Niat Whistleblowing”. Penelitian ini menggunakan metode survei yang dilakukan pada 287 mahasiswa strata satu jurusan akuntansi di Universitas Diponegoro, Universitas Sebelas Maret dan Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dengan tingkat komitmen profesi dan sosialisasi antisipatif


(26)

yang tinggi memandang whistleblowing sebagai hal yang penting dan memiliki kecenderungan untuk melakukan whistleblowing.

Akmal Sulistomo (2012), meneliti tentang“ Persepsi Mahasiswa Akuntansi Pengungkapan Kecurangan “. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perspesi mahasiswa akuntansi terhadap pengungkapan kecurangan. Penelitian ini menggunakan teknik random sampling dalam pengumpulan data. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi UNDIP dan UGM angkatan 2008 dan 2009. Data dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan SPSS 17.00 for Windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua hipotesis diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa perspesi tentang norma subyektif, sikap, dan persepsi tentang kontrol perilaku berpengaruh signifikan positif terhadap niat mahasiswa akuntansi melakukan pengungkapan kecurangan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Tahun Nama Var iabel

Alat Analisis Statistik

Hasil Penelitian 2010 Rahardian

Malik

X1: Tingkat komitmen profesional

X2: Tingkat sosialisasi antisipatif

Y1: Persepsi Y2: Niat

Analisis korelasi, analisis regresi berganda dan uji beda

Tingkat komitmen Profesional berpengaruh positif terhadap persepsi dan niat melakukan

whistleblowing. Tingkat sosialisasi antisipatif

berpengaruh positif terhadap persepsi dan niat melakukan

whistleblowing. Terdapat perbedaan tingkat komitmen professional secara


(27)

signifikan antara mahasiswa PPA danNon-PPA. Terdapat perbedaan tingkat sosialisasi antisipatif secara signifikan antara mahasiswa PPA dan Non-PPA. Terdapat perbedaan persepsi mengenai pentingnya whistleblowing secara signifikan antara mahasiswa PPA dan Non-PPA. Tidak terdapat perbedaan tingkat

whistleblowing intention yang signifikan antara mahasiswa PPA dan Non-PPA.

2010 Siti

Mutmainah

X1:SikapTerhadap Perilaku

(Attitude owards Behavior)

X2: Norma Subyektif (Subjective

Norm)

X3: Kontrol Perilaku Persepsian

(Perceived Behavioral Control)

Y: Minat (Behavioral Intention)– Eksternal- Internal analisis regresi berganda dengan SPSS 15 Sikap terhadap perilaku menjadi prediktor minat seseorang untuk melaporkan pelanggaran (whistleblowing) secara eksternal ditolak. Sikap terhadap perilaku menjadi prediktor terhadap minat seseorang untuk melaporkan pelanggaran (whistleblowing) secara internal. Norma subyektif akan menjadi prediktor yang lebih baik untuk minat perilaku eksternal

whistleblowing dari pada internal


(28)

PBC (kontrol perilaku yang dipersepsi) akan menjadi prediktor yang lebih baik untuk minat perilaku internal

whistleblowing dari pada ekstenal

whistleblowing.

2012 Dewi Sulistiani

X1 : Persepsi dan Sikap X2 : Norma Subjektif

X3 : Kontrol Perilaku Persepsian Y : Niat

Analisis Regresi Berganda

Persepsi dan sikap pada profesi akuntan publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik. Norma subjektif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik. Kontrol perilaku persepsian memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik. 2012 Risti

Merdikawa ti dan Indri

X1: Komitmen Profesi X2: Sosialisasi Antisipatif Y: Niat Whistleblowing

Uji Korelasi Spearman, Uji Beda t-test

Mahasiswa dengan level komitmen profesi tinggi lebih cenderung untuk melakukan wistleblowing dibandingkan dengan mahasiswa berlevel komitmen profesi rendah. Mahasiswa dengan


(29)

level sosialisasi antisipatif tinggi lebih cenderung untuk melakukan

whistleblowing dibandingkan dengan mahasiswa berlevel sosialisasi antisipatif rendah.

2012 Akmal Sulistomo dan Andri Prastiwi

X1: Persepsi tentang norma Subyektif

X2: Sikap Pada Perilaku

X3: Persepsi Tentang Kontrol Perilaku Y: Niat Regresi Berganda Pengaruh persepsi tentang norma subyektif pada whistleblower terhadap niat responden untuk melakukan whistleblowing. Pengaruh persepsi tentang norma subyektif pada whistleblower terhadap niat responden untuk melakukan whistleblowing. Pengaruh persepsi tentang kontrol perilaku pada whistleblower terhadap niat niatuntuk melakukan whistleblowing.

Sumber : Dari berbagai sumber penelitian terdahulu

Setelah menelaah penelitian terdahulu, dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian tersebut mempunyai persamaan dengan penelitian ini yang membahas mengenai niat melakukan whistleblowing. Penelitian ini merupakan replika dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akmal Sulistomo (2012) mengenai persepsi mahasiswa akuntansi terhadap pengungkapan kecurangan, akan tetapi ada perbedaan sample dalam penelitian ini. Sample yang digunakan dalam penelitian terdahulu dan


(30)

penelitian sekarang sama-sama mengenai mahasiswa, tetapi didalam penelitian saat ini samplenya adalah mahasiswa kelas H yang rata-rata sudah bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah persepsi tentang norma subyektif, sikap pada perilaku dan persepsi tentang kontrol perilaku tetap berhubungan dengan niat melakukan whistleblowing jika sample yang digunakan adalah mahasiswa yang sudah bekerja dan dengan kondisi whistleblower yang berbeda dilingkungan mahasiswa akuntansi di universitas diponegoro dan universitas pembangunan nasional veteran jawa timur.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Persepsi

Pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Menurut Siegel dan Marconi, 1989 ( dalam Akmal, 2012 ) Persepsi adalah bagaimana seseorang melihat atau menginterpretasikan kejadian, obyek, dan orang – orang. Seseorang bertindak berdasarkan persepsinya tanpa memperhatikan apakah persepsinya mencerminkan kenyataan atau tidak. Faktanya, “kenyataan” adalah apa yang seseorang persepsikan. Sedangkan Robbins,2003 (dalam Malik, 2010) mendeskripsikan persepsi sebagai sebuah proses yang ditempuh oleh seorang individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan – kesan yang ditangkap oleh indera sehingga memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi


(31)

adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia (Lubis, 2010; dalam Akmal, 2012). Jadi, persepsi adalah keadaan dimana seorang individu dapat menginterpretasikan sesuatu berdasarkan rangsangan yang diterima oleh stimulus setiap individu dengan dipengaruhi juga oleh pengalaman – pengalaman masa lalu.

Persepsi yang dihasilkan oleh seorang individu akan bersifat subjektif dan situasional. Hal ini dikarenakan persepsi tentang suatu objek akan bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu. Sehingga suatu persepsi akan terbentuk bukan dikarenakan jenis atau bentuk stimulinya, tetapi karakter dari orang yang menerima stimuli tersebut.

Persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Gambar 2.1

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Persepsi

Sumber : Lubis 2010

Faktor pada pemer sepsi : - Sikap - Motif - Kepentingan - Pengalaman - Pengharapan

Faktor dalam situasi : - Waktu

- Keadaan/ tempat kerja - Keadaan sosial Faktor pada ter get : - Hal baru

- Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan


(32)

2.2.2 Theory of Planned Behaviour (TPB)

Manusia adalah makhluk sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Seseorang akan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang juga akan mempengaruhi perilaku orang lain.

Ajzen dan Fishben (1988) menyempurnakan Theory of Reasoned Action (TRA) dan memberikan nama (Theory of Planned Behaviour) TPB. TPB menjelaskan mengenai perilaku (behavior) yang dilakukan individu timbul karena adanya niat atau keinginan dari individu tersebut untuk melakukannya (behavioral intention dan disebabkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal dari individu tersebut. Sikap (attitude) individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, Norma Subyektif (subjective norm), kepercayaan – kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh (Achmat, diakses 2011). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional yang akan memperhitungkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan suatu perilaku yang akan mereka lakukan.

TPB (Theory of Planned Behaviour) menjelaskan bahwa niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu :

1. Norma Subyektif (Subjective Norm)

Norma subyektif adalah keyakinan seseorang terhadap dukungan orang-orang sekitarnya yang akan mempengaruhi minat/tujuan orang


(33)

tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Dengan kata lain sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang lain terhadap perilaku yang akan dilakukannya.

Norma subyektif dinyatakan sebagai fungsi dari kepercayaan-kepercayaan normatif (normative beliefs), yaitu keyakinan terhadap tingkat dukungan orang-orang sekitar atau kelompok tertentu menyetujui atau tidak menyetujui melakukan suatu perilaku. Jika menjadi titik referensi untuk mengarahkan perilaku, maka orang lain atau kelompok yang dimaksud disebut dengan referents. Untuk beberapa perilaku,

referents yang penting termasuk orang tua, pasangan, teman dekat, teman kerja tergantung perilaku yang terlibat. Pada umumnya, seseorang yang percaya kepada referent yang memberikan dukungan untuk melakukan suatu tindakan dan orang tersebut kemudian termotivasi untuk melakukan tindakan tersebut maka dikatakan orang tersebut telah menerima tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut dan sebaliknya.

2. Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Towards Behavior)

Sikap (attitude) adalah keyakinan seseorang mengenai benar tidaknya suatu tindakan ketika harus dilakukan (Jogiyanto, 2007). Sikap bukanlah perilaku, namun sikap menghadirkan suatu kesiap siagaan untuk tindakan yang mengarah pada perilaku (Lubis,2005). Individu akan melakukan sesuatu sesuai dengan sikap yang dimilikinya terhadap suatu perilaku. Sikap terhadap perilaku yang dianggapnya positiflah yang


(34)

nantinya akan dipilih individu untuk berperilaku dalam kehidupannya. Oleh karena itu, sikap merupakan suatu wahana dalam membimbing seorang individu untuk berperilaku.

Dalam Theory of Planned Behavior sikap didefinisikan sebagai jumlah dari perasaan (afeksi) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu obyek yang dihadapi dan perasaan yang dirasakan tersebut diukur dengan skala evaluatif seperti baik atau jelek, setuju atau tidak setuju dan sebagainya. Menurut teori ini sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang kuat tentang perilakunya yang disebut dengan behavioral beliefs. Kepercayaan-kepercayaan perilaku adalah tingkat keyakinan seseorang ketika melakukan tindakan/perilaku tertentu dan mengevaluasi seseorang terhadap konsekuensi yang akan ditanggungnya.

3. Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control)

Kontrol perilaku yang dipersepsi (PBC) dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kontrol (control beliefs), yaitu keyakinan seseorang terhadap keberadaan faktor-faktor yang akan mempermudah atau sebaliknya faktor-faktor yang akan mempersulit/merintangi keinginannya untuk melakukan suatu tindakan dan tingkat pentingnya faktor-faktor tersebut untuk dipertimbangkan (Mutmainah,2010). Dengan kata lain, adalah kepercayaan tentang hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya


(35)

tersebut. Kepercayaan ini dapat didasarkan pada pengalaman masa lalu dengan perilaku, atau dapat juga dipengaruhi oleh informasi dari pengalaman orang lain.

Dalam berperilaku seorang individu tidak dapat mengkontrol sepenuhnya perilakunya dibawah kendali individu tersebut atau dalam suatu kondisi dapat sebaliknya dimana seorang individu dapat mengkontrol perilakunya dibawah kendali individu tersebut. Pengendalian seorang individu terhadap perilakunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu tersebut seperti keterampilan, kemauan, informasi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal berasala dari lingkungan yang ada disekeliling individu tersebut. Persepsi terhadap kontrol perilaku adalah bagaimana seseorang mengerti bahwa perilaku yang ditunjukkannya merupakan hasil pengendalian yang dilakukan oleh dirinya.

Gambar 2.2

Theory of Planned Behavior

Norma Subyektif

(Subjective Norm)

SikapTerhadap perilaku (Attitude) Towards Behavior)

Kontrol Perilaku Persepsian

(Perceived Behavioral Control)

Minat/Tujuan Behavioral

Intention

Perilaku (Behavior )


(36)

Sumber: Ajzen, I. (1991). Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, p 179-211 (dalam Achmat). 2.2.3 Niat

Niat (intention) adalah keinginan kuat untuk melakukan sesuatu yang muncul dari dalam diri setiap individu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa, niat (intention) adalah 1) maksud atau tujuan suatu perbuatan; 2) kehendak (keinginan dalam hati) akan melakukan sesuatu. Niat didefisnisikan sebagai keinginan untuk melakukan perilaku. Niat tidak selalu statis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu (Jogiyanto, 2008; dalam Sulistiani, 2010). Niat erat kaitannya dengan motivasi, yaitu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu. Niat yang baik akan mendorong timbulnya motivasi untuk berbuat baik. Jika tindakan tersebut dilakukan terus menerus oleh seseorang maka akan dapat menciptakan suatu pribadi dengan perilaku yang dilakukannya secara terus menerus tersebut.

Dalam TPB (Theory of Planned Behaviour), niat timbul dikarenakan tiga faktor yaitu : 1) Norma Subyektif, yaitu norma yang timbul karena mendapatkan dukungan dari lingkungan atau orang-orang sekitarnya yang akan mempengaruhi minat/tujuan mahasiswa tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku whistleblowing, 2) sikap terhadap perilaku, yaitu penilaian seseorang mengenai perilaku

whistleblowing ditentukan oleh keyakinan atau kepercayaan yang kuat tentang benar tidak perilakunya melaporkan tindak kecurangan dan


(37)

mengetahui konsekuensi dari melaporkan tindak kecurangan yang disebut dengan behavioral beliefs, dan 3) persepsi kontrol perilaku, yaitu suatu persepsi seseorang terhadap perilaku yang dilakukan dimana mahasiswa tersebut yakin terhadap kendala yang akan dihadapi ketika orang tersebut ingin melakukan suatu tindakan whistleblowing.

Dalam TPB (Theory of Planned Behaviour), niat merupakan suatu proses seseorang untuk menunjukkan perilakunya. Seseorang akan memiliki suatu niatan dalam dirinya untuk melakukan suatu hal sebelum orang tersebut benar-benar menunjukkan perilaku yang ingin ditunjukkannya. Sehingga, ketika seseorang memiliki perspesi positif, sikap positif, memiliki keyakinan bahwa suatu perilaku dapat diterima lingkungannya, dan yakin bahwa yang dilakukannya adalah hasil dari kontrol dirinya maka individu tersebut akan memiliki niat untuk menunjukkan suatu perilaku.

Whistleblowing merupakan tindakan pelaporan pelanggaran yang dilakukan oleh individu yang termasuk sebagai anggota organisasi (yang masih terhitung aktif maupun tidak) kepada pihak di dalam atau di luar organisasi yang dapat mempengaruhi tindak kecurangan (Near dan Miceli, 1985; Elias, 2008 dalam Merdika, 2012). Lebih lanjut, niat whistleblowing

(whistleblowing intention) merupakan sebuah fungsi dari keseriusan kasus, tanggung jawab dalam melaporkan kasus kecurangan, dan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan pelaporan tersebut (Graham, 1986 ; Elias, 2008 dalam Merdikawati, 2012).


(38)

2.2.4 Whistleblowing

Peters dan Branch, 1972 (dalam Malik,2010) mendefinisikan

whistleblowing sebagai suatu pengungkapan oleh karyawan mengenai suatu informasi yang diyakini mengandung pelanggaran hukum, peraturan, pedoman praktis atau pernyataan professional, atau berkaitan dengan kesalahan prosedur, korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau membahayakan publik dan keselamatan tempat kerja (Vinten, 2000; dalam Malik, 2010). Sedangkan Whistleblowing merupakan pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi mengenai tindakan ilegal dan tidak bermoral di dalam organisasinya kepada pihak internal maupun eksternal sehingga dapat mempengaruhi praktik kesalahan tersebut (Near dan Miceli, 1985; Elies, 2008; dalam Merdikawati, 2012). Elias, 2008 (dalam Malik,2010) menambahkan bahwa whistleblowing dapat terjadi dari dalam (internal) maupun luar (eksternal). Internal whistleblowing terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan lainnya kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya. Dan

external whistleblowing terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaan lalu memberitahukannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Miceli dan Near,2002 (dalam Malik, 2010) mengatakan bahwa kebanyakan

whistleblower pertama kali mengungkapkan penemuannya kepada internal perusahaan sebelum melaporkannya kepada publik.


(39)

Tindakan whistleblowing tentunya memiliki risiko. Respon atasan untuk menanggapi atau mengabaikan aduan pelanggaran akan sangat berpengaruh pada niat dan kecenderungan karyawan lain untuk melakukan

whistleblowing (Miceli dan Near, 1982; Elias, 2008; dalam Merdikawati, 2012).

Sedangkan whistleblower adalah orang yang melaporkan tindakan di suatu organisasi kepada orang lain. Seorang whistleblower bisa merupakan anggota dari organisasi tersebut atau pihak diluar organisasi tersebut yang mengetahui keadaan organisasi tersebut. Menurut PP No.71 Tahun 2000, whistleblower adalah orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor. Namun untuk disebut sebagai

whistleblower, setidaknya harus memenuhi dua kriteria mendasar. Kriteria

pertama, whistleblower menyampaikan atau mengungkap laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau publik. Kriteria

kedua, seorang whistleblower merupakan orang ‘dalam’, yaitu orang yang mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di tempatnya bekerja atau ia berada. Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi.


(40)

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menguji persepsi mahasiswa akuntansi terhadap niat untuk mengungkapkan kecurangan (whistleblowing). Menurut penelitian Park dan Blenkinsopp,2009 (dalam Mutmainah, 2010) terdapat 2 riset gap (research gaps) dari penelitian terdahulu yaitu: pertama, penelitian terhadap whistleblowing belum banyak didukung dengan teori yang mampu menjelaskan perilaku whistleblowing dan kedua, para peneliti

whistleblowing tidak berhasil menjelaskan keterhubungan antara sikap dengan perilaku whistleblowing sehingga diperlukan sebuah proksi yaitu minat sebagai prediktor untuk perilaku whistleblowing.

Kerangka pemikiran teoritis ini menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang memiliki niat melakuakn whistleblowing. Faktor-faktor tersebut adalah persepsi norma subyektif, sikap terhadap perilaku, dan kontrol persepsi perilaku. Variabel dependen pada penelitian ini adalah niat responden untuk whistleblowing. Sedangkan variabel independennya adalah persepsi norma subyektif, sikap terhadap perilaku, dan persepsi kontrol perilaku.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu kerangka pemikiran sebagai berikut :


(41)

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

X1 (+)

X2 (+)

X3 (+)

Persepsi Norma Subyektif : Persepsi mahasiswa terhadap dukungan dari lingkungan atau orang-orang sekitarnya yang akan mempengaruhi minat/tujuan mahasiswa tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku whistleblowing

Sikap Pada Perilaku : penilaian seseorang mengenai perilaku

whistleblowing ditentukan oleh keyakinan atau kepercayaan yang kuat tentang benar tidak perilakunya melaporkan tindak kecurangan dan mengetahui konsekuensi dari melaporkan tindak kecurangan yang disebut dengan behavioral.

Persepsi Kontrol Perilaku : suatu persepsi seseorang terhadap perilaku yang dilakukan dimana mahasiswa tersebut yakin terhadap kendala yang akan dihadapi ketika orang tersebut ingin melakukan suatu tindakan

whistleblowing.

Dari kerangka pikir teoritis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Persepsi tentang norma

Subyektif (X1)

Sikap pada perilaku (X2)

Persepsi tentang kontrol perilaku (X3)

Niat Responden untuk


(42)

H1 : Persepsi tentang norma subyektif pada whistleblower berpengaruh

positif terhadap niat responden untuk melakukan whistleblowing. H2 : Sikap pada perilaku whistleblower berpengaruh positif terhadap niat

responden untuk melakukan whistleblowing.

H3 : Persepsi tentang kontrol perilaku pada whistleblower berpengaruh

positif terhadap niat responden untuk melakukan whistleblowing. 2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Persepsi Norma Subyektif Pada Whistleblower Ter hadap Niat Responden Untuk Melakukan Whistleblowing

Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia (Lubis, 2010; dalam Sulistomo, 2012). Seseorang akan bertindak menurut persepsi yang mereka miliki, tanpa memperhatikan apakah persepsi tersebut tepat atau tidak tepat mencerminkan realita yang ada. Jadi, persepsi adalah keadaan dimana seorang individu dapat menginterpretasikan sesuatu berdasarkan rangsangan yang diterima oleh stimulus setiap individu dengan dipengaruhi juga oleh pengalaman – pengalaman masa lalu.

Menurut Ajzen (1991), Persepsi Norma Subyektif adalah keadaan lingkungan seorang individu yang menerima atau tidak menerima suatu perilaku yang ditunjukkan. Sehingga seseorang akan menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh orang atau lingkungan yang berada di sekitar individu tersebut. Seorang individu akan menghindari dirinya


(43)

menunjukkan suatu perilaku jika lingkungan disekitarnya tidak mendukung perilaku tersebut.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang norma subyektif memiliki pengaruh positif terhadap niat dan perilaku melakukan suatu tindakan. Salah satunya adalah penelitian yang di lakukan Sulistiani (2012) menunjukkan bahwa norma subjektif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik. Sehingga, hipotesis dari penelitian ini adalah :

H1 : Persepsi tentang norma subyektif pada whistleblower berpengaruh

positif terhadap niat responden untuk melakukan whistleblowing. 2.4.2 Pengaruh Sikap Pada Perilaku Whistleblower Ter hadap Niat

Responden Untuk Melakukan Whistleblowing.

Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang dapat menggerakkan manusia tersebut untuk bertindak atau tidak bertindak. Sikap bukanlah perilaku namun sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku, dimana sikap akan memunculkan niat seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan yang pada akhirnya manusia tersebut dapat memilih apakah akan berperilaku atau tidak. Jadi, seseorang akan memiliki niat untuk berperilaku sesuai dengan sikapnya terhadap suatu perilaku tersebut. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Mutmainah (2010) menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku menjadi prediktor terhadap minat seseorang untuk melaporkan pelanggaran (whistleblowing)


(44)

H2 : Sikap terhadap perilaku whistleblowing berpengaruh positif terhadap

niat responden untuk melakukan whistleblowing.

2.4.3 Pengaruh Per spesi Kontrol Perilaku Pada Whistleblower Terhadap Niat Responden Untuk Melakukan Whistleblowing.

Ajzen (1991); dalam Sulistomo (2012), mengatakan Consistent with an emphasis on factors that aredirectly linked to a particular behavior, perceived behavioral control refers topeople’s perception of the ease or difficulty of performing the behavior of interest. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa kontrol persepsi perilaku ditunjukkan kepada persepsi orang-orang terhadap kemudahan atau kesulitan untuk menunjukkan sikap yang diminati. Jadi, seseorang akan memilki niat untuk melakukan suatu perilaku ketika mereka memiliki persepsi bahwa perilaku tersebut mudah untuk ditunjukkan atau dilakukan, karena adanya hal-hal yang mendukung perilaku tersebut.

Penelitian yang dilakukan Mutmainah (2010) menunjukkan bahwa PBC (kontrol perilaku yang dipersepsi) akan menjadi prediktor yang lebih baik untuk minat perilaku internal whistleblowing dari pada ekstenal

whistleblowing. Sehingga hipotesis pada penelitian ini adalah :

H3 : Per spesi tentang kontrol perilaku pada whistleblower

berpengaruh positif terhadap niat responden untuk melakukan


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Penelitian ini menggunakan empat variabel yang terdiri dari tiga variabel lepas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Variabel dependen adalah niat responden untuk melakukan

whistleblowing, sedangkan variabel independen adalah : 1) persepsi norma subyektif, 2) Sikap terhadap perilaku, dan 3) persepsi kontrol perilaku. Adapun definisi dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi

Operasional Dimensi Indikator

X1.Persepsi

Norma Subyektif Persepsi mahasiswa terhadap dukungan lingkungan atau orang-orang sekitarnya yang akan mempengaruhi minat/tujuan mahasiswa tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku whistleblowing.

X1.1 : Persepsi

pandangan orang yang penting bagi

mahasiswa terhadap

whistleblowing.

X1.2: Persepsi

pandangan keluarga yang penting terhadap

whistleblowing.

X1.3: Persepsi

lingkungan pergaulan mahasiswa terhadap

whistleblowing.

X1.1: Pandangan orang lain

penting bagi anda untuk mengungkapkan kejadian yang anda anggap bertentangan dengan moralitas.

X1.2: Pandangan keluarga

penting bagi anda untuk mengungkapkan kejadian yang anda anggap bertentangan dengan moralitas.

X1.3: Pendapat teman-teman

anda mempengaruhi anda untuk mengungkapkan kejadian yang anda anggap


(46)

bertentangan dengan moralitas.

X2. Sikap

Pada Perilaku Penilaian mahasiswa mengenai perilaku whistleblowing ditentukan oleh keyakinan atau kepercayaan yang kuat tentang benar tidak perilakunya melaporkan tindak kecurangan dan mengetahui konsekuensi dari melaporkan tindak kecurangan yang disebut dengan behavioral beliefs

X2.1: Anggapan bahwa whistleblowing adalah hal positif.

X2.2: Anggapan bahwa whistleblowing

tindakan beretika. X2.3: Kebanggaaan

menjadi

whistleblowing.

X2.4: Anggapan bahwa whitsleblower adalah perilaku positif.

X2.1: Perilaku

mengungkapkan kejadian yang anda anggap

bertentangan dengan moralitas merupakan hal positif karena tindakannya melaporkan tindak kecurangan. X2.2: Perilaku

mengungkapkan kejadian yang anda anggap

bertentangan dengan moralitas merupakantindakan yang beretika karena tindakannya berani melaporkan

kecurangan. X2.3: Keberanian

mengungkapkan kejadian yang anda anggap bertentangan dengan moralitas, merupakan kebanggaan bagi diri saya. X2.4: Menjadi seseorang yang

berani mengungkapkan hal yang bertentangan dengan moralitas merupakan perilaku yang positif.

X3.Persepsi

Kontrol Perilaku Suatu persepsi mahasiswa terhadap perilaku yang dilakukan dimana mahasiswa tersebut yakin terhadap kendala yang akan dihadapi ketika mahasiswa tersebut ingin melakukan suatu tindakan

whistleblowing.

X3.1: Persepsi

kemungkinan menjadi

whistleblower.

X3.2: Tingkat kontrol

diri mahasiswa menjadi whistleblower.

X3.3: Keinginan

mahasiswa menjadi

whistleblower tanpa menghiraukan pendapat orang lain. X3.4: Keinginan

mahasiswa menjadi

whistleblower karena dirinya.

X3.5: Tingkat tanggung

jawab mahasiswa terhadap perilakunya. X3.6: Kemampuan

mahasiswa

mempengaruhi orang lain.

X3.7: Kemudahan

X3.1: Perilaku mengungkapkan

kejadian yang bertentangan dengan moralitas dibutuhkan keberanian yang kuat untuk melakukannya dan akan banyak kendala yang terjadi,

memungkinkan anda

mempunyai keinginan menjadi seorang yang berani

mengungkapkan kecurangan.

X3.2: Menjadi seorang yang

berani mengungkapkan kecurangan akanbanyak kendala yang dihadapi, sehingga anda harus bisa mengkontrol diri ketika

melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan moralitas. X3.3: Banyaknya risiko yang

akan dihadapiketika melakukanperilaku yang bertentangan dengan moralitas, memungkinkan anda menjadi seorang yang


(47)

mahasiswa bercerita mengenai suatu kejadian yang diketahui. X3.8: Kontrol

mahasiswa terhadap pemilihan jalan hidup. X3.9: Kontrol

mahasiswa terhadap pendapatnya. X3.10: Kontrol diri

mahasiswa melakukan hal yang benar.

berani mengungkapkan kecurangan tanpa

menghiraukan pendapat orang lain.

X3.4: Niat dan keberanian

melakukan perilaku yang anda anggap bertentangan dengan moralitas akan banyak risiko yang dihadapi, sehingga dimungkinkan anda bisa menjadi seorang yang berani mengungkapkan kecurangan karena terdorong oleh keinginan sendiri. X3.5: Perilaku melakukan

tindakan yang anda anggap bertentangan dengan moralitas akan banyak kendala yang dihadapi, dan anda harus mempunyai tanggung jawab terhadap perilakuyang terjadi saat menjadi seseorang yang berani mengungkapkan kecurangan.

X3.6: Seperti yang kita ketahui

bahwa menjadi seorang yang berani mengungkapkan kecuranganmemiliki risiko, dimungkinkan anda mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan perilaku yang berani mengungkapkan hal yang bertentangan dengan moralitas.

X3.7: Perilaku

mengungkapkan kejadian yang anda anggap

bertentangan dengan moralitas merupakan hal yang positif dengan mudah anda bercerita mengenai suatu kejadian yang diketahui sehingga orang lain percaya atas kejadian yang diceritakan tersebut.

X3.8: Perilaku mengungkapkan

kejadian yang anda anggap bertentangan dengan moralitas merupakan hal yang positif dan menjadi suatu pilihan hidup anda sehingga anda harus bisa mengontrol diri dalam bertindak.


(48)

X3.9: Menjadi seorang yang

berani mengungkapkan kecurangan merupakan tindakan yang benar, sehingga diharuskan anda bisa

mengontrol pendapat dan mempertahankan perilaku mengungkapkan kejadian yang bertentangan dengan moralitas.

X3.10: Menjadi seorang yang

berani mengungkapkan kecurangan merupakan tindakan yang positif sehingga diharapkan anda mampu mengkontrol diri melakukan hal yang benar dalam berperilaku.

Y. Niat untuk

Whistleblowing

Suatu keadaan dimana seseorang ingin melakukan suatu perilaku

Y1: Nyatakan tingkat niat anda

menjadi seseorang yang berani mengungkapkan tindakan yang bertentangan dengan moralitas.

Y2: Nyatakan minat anda

kedalam quesioner ini,apakah anda mempunyai rencana berniat menjadi seseorang yang berani mengungkapkan kecurangan.

Y3: Nyatakan niat anda untuk

berusaha menjadi seseorang yang berani mengungkapkan tindakan kecurangan.

3.1.1 Persepsi Nor ma Subyektif ( Perseptions Subjective Norm )

Persepsi Norma Subyektif adalah keyakinan seseorang terhadap dukungan orang-orang sekitarnya yang akan mempengaruhi minat/tujuan orang tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.

Terdapat tiga pernyataan untuk mengukur persepsi norma subyektif yang ada dilingkungan responden. Pernyataan yang terdapat pada bagian


(49)

persepsi norma subyektif digunakan untuk menggambarkan bagaimana pendapat orang-orang disekitar responden mengenai kemungkinan responden menjadi orang yang suka mengungkap kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa. Pernyataan pertama menggambarkan persepsi pandangan orang yang dianggap penting oleh responden mengenai kemungkinan responden menjadi whistleblower. Pernyataan kedua menggambarkan pendapat keluarga yang dianggap penting mengenai kemungkinan responden menjadi whistleblower. Pernyataan ketiga menggambarkan pendapat orang-orang dilingkungan pergaulan responden mengenai kemungkinan responden menjadi whislteblower.

Dalam penelitian ini, variabel persepsi norma subyektif terhadap niat untuk melakukan whistleblowing menggunakan data primer yang didapatkan melalui kuesioner. Skala yang digunakan menggunakan semantik diferensial. Semantik diferensial adalah skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan bagian yang sangat negatif terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.

3.1.2 Sikap Pada Perilaku (Attitude Towards Behavior )

Dalam Theory of Planned Behavior sikap didefinisikan sebagai jumlah dari perasaan (afeksi) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu obyek yang dihadapi dan perasaan yang dirasakan tersebut diukur dengan skala evaluatif seperti baik atau jelek, setuju atau


(50)

tidak setuju dan sebagainya. Menurut teori ini sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang kuat tentang perilakunya yang disebut dengan behavioral beliefs. Jadi sikap terhadap perilaku adalah penilaian mahasiswa mengenai perilaku

whistleblowing ditentukan oleh keyakinan atau kepercayaan yang kuat tentang benar tidak perilakunya melaporkan tindak kecurangan dan konsekuensi dari melaporkan tindak kecurangan yang disebut dengan

behavioral beliefs.

Terdapat empat pernyataan untuk melihat tanggapan dari responden mengenai pernyataan tersebut. Pernyataan yang terdapat pada bagian ini digunakan untuk melihat bagaimana responden bersikap terhadap perilaku seseorang yangmenjadi pengungkap kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa. Pernyataan pertama menggambarkan tingkat sikap responden terhadap anggapan bahwa melakukan whistleblowing

adalah hal yang seharusnya dilakukan seseorang. Pernyataan kedua menggambarkan tingkat sikap responden terhadap anggapan bahwa melakukan whistleblowing adalah tindakan beretika. Pernyataan ketiga menggambarkan tingkat kebanggaan responden menjadi whistleblower. Pernyataan keempat menggambarkan tingkat sikap responden terhadap pernyataan bahwa menjadi whistleblower adalah perilaku yang positif.

Dalam penelitian ini sikap terhadap perilaku yang menjadi pengungkap kecurangan dilakukan pada mahasiswa menggunakan data primer yang didapatkan melalui kuesioner. Skala yang digunakan


(51)

menggunakan semantik diferensial. Semantik diferensial adalah skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan bagian sangat negatif terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.

3.1.3 Persepsi Kontrol Perilaku (Perceptions Behavioral Control)

Persepsi kontrol perilaku adalah suatu persepsi mahasiswa terhadap perilaku yang dilakukan dimana mahasiswa tersebut yakin terhadap kendala yang akan dihadapi ketika mahasiswa tersebut ingin melakukan suatu tindakan whistleblowing. Persepsi kontrol perilaku dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kontrol (control beliefs), yaitu keyakinan seseorang terhadap keberadaan faktor-faktor yang akan mempermudah atau sebaliknya faktor-faktor yang akan mempersulit/merintangi keinginannya untuk melakukan suatu tindakan dan tingkat pentingnya faktor-faktor tersebut untuk dipertimbangkan (Mutmainah,2010). Dengan kata lain, adalah kepercayaan tentang hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut.

Terdapat sepuluh pernyataan untuk melihat tanggapan responden terhadap pernyataan yang ada. Pernyataan yang ada pada kuesioner digunakan untuk menggambarkan seberapa besar kemungkinan responden dapat mengendalikan dirinya sendiri untuk menjadi pengungkap


(52)

kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa. Pernyatan pertama menggambarkan pendapat responden mengenai kemungkinan dirinya menjadi whistleblower. Pernyataan kedua menggambarkan tingkat kontrol diri responden menjadi whistleblower tanpa menghiraukan persepsi orang lain. Pernyataan ketiga menggambarkan tingkat kontrol diri responden menjadi whistleblower tanpa menghiraukan pendapat orang lain mengenai diri responden nantinya. Pernyataan keempat menggambarkan tingkat keinginan responden menjadi whistleblower atas keinginan dirinya sendiri. Pernyataan kelima menggambarkan tingkat tanggung jawab responden terhadap risiko yang akan diterima ketika menjadi whistleblower. Pernyataan keenam menggambarkan tingkat kemampuan responden untuk dapat mempengaruhi orang lain yang dapat mendukung responden menjadi

whistleblower. Pernyataan ketujuh menggambarkan tingkat kemudahan responden untuk bercerita mengenai apa yang diketahui tanpa menghiraukan sikap orang lain terhadap responden nantinya. Pernyataan kedelapan menggambarkan tingkat kontrol responden terhadap pemilihan jalan hidup responden. Pernyataan kesembilan menggambarkan tingkat kontrol responden terhadap pendapatnya tanpa menghiraukan pendapat orang lain. Pernyataan kesepuluh menggambarkan tingkat kontrol diri sendiri dalam melakukan hal yang dianggapnya benar bukan yang biasanya dilakukan orang lain.

Dalam penelitian ini persepsi kontrol perilaku terhadap niat untuk mengungkapkan kecurangan yang dilakukan terhadap mahasiswa


(53)

menggunakan data primer yang didapatkan melalui kuesioner. Skala yang digunakan menggunakan semantik diferensial. Semantik diferensial adalah skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan bagian yang sangat negatif terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.

3.1.4 Niat Responden untuk Whistleblowing

Niat adalah suatu keadaan dimana seseorang ingin melakukan suatu perilaku. Niat ini muncul sebelum seorang individu melakukan suatu tindakan atau berperilaku. Menurut theory of planned behavior, perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku (Jogiyanto, 2008; dalam Sulistiani, 2010). Niat adalah keinginan untuk melakukan suatu perilaku (Jogiyanto, 2008; dalam Sulistiani, 2010).

Terdapat tiga pernyataan yang akan dijawab oleh responden terkait oleh variabel niat. Pernyataan yang terdapat pada bagian ini digunakan untuk melihat bagaimana niat responden untuk menjadi pengungkap kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa. Pernyataan pertama menggambarkan tingkat niat responden untuk menjadi whistleblower. Pernyataan kedua menggambarkan tingkat rencana responden untuk menjadi whistleblower. Pernyataan ke tiga menggambarkan tingkat usaha responden untuk menjadi whistleblower.


(54)

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan melalui kuesioner. Skala yang digunakan menggunakan semantik diferensial. Semantik diferensial adalah skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan bagian yang sangat negatif terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.

3.2 Teknik Penentuan Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa strata 1 jurusan akuntansi di Universitas Veteran JATIM. Berdasarkan data kemahasiswaan jumlah populasi mahasiswa akuntansi yang aktif berjumlah 1.073 mahasiswa.

3.2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan nonprobability sampling dengan cara purposive sampling,

yaitu cara pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu ( Mustofa, 2000).

Adapun kriteria penentuan sample tersebut adalah :

1. Mahasiswa angkatan 2011 dan 2012 dipilih menjadi sample karena mahasiswanya telah mengikuti mata kuliah auditing dan etika bisnis. Hal tersebut diperlukan agar para responden memiliki pengetahuan


(55)

yang memadai sehingga dapat memahami kasus – kasus yang diberikan.

2. Mahasiswa kelas H rata-rata sudah bekerja dan sudah mengetahui dunia pekerjaan, sehingga dimungkinkan lebih bepengalaman, lebih memiliki pemikiran yang matang dan sering dihadapkan pada masalah pelanggaran kerja di kantor sehingga diharapkan bisa memahami tentang whistleblower.

Besarnya jumlah sampel yang akan digunakan untuk menghasilkan data yang representatif sangat tergantung pada derajat keragaman dari populasi, tingkat ketepatan yang dikehendaki dari penelitian, rencana analisis serta tenaga, biaya, dan waktu. Menurut Roscoe (1975) dalam Sekaran (2003) penentuan jumlah sampel dapat didasarkan pada hal berikut :

a. Ukuran sampel lebih dari 30 orang dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian.

b. Dalam penelitian multivariat (termasuk analisis brganda), ukuran sampel sebaiknya beberapa kali (pada umumnya 10 kali atau lebih) lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian.

Berdasarkan pendapat Roscoe tersebut, maka jumlah sample dalam penelitian ini minimal 30 sample. Namun untuk menghindari jumlah

response rate yang rendah maka jumlah kuesioner yang dibagikan kepada responden adalah sebanyak 56 buah kuesioner.


(56)

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 J enis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data bersumber langsung dari responden dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,2008; dalam Akmal, 2012).

3.3.2 Sumber Data

Data diperoleh dari responden ( sumber langsung ) jawaban mahasiswa akuntansi strata 1 Universitas Veteran JATIM angkatan 2011 dan 2012 kelas H. Dengan sumber langsung tersebut diharapkan dapat benar-benar merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya terjadi di tempat pengambilan sampel dalam hal ini Universitas Veteran JATIM mengenai pernyataan yang merupakan faktor-faktor mahasiswa akuntansi melakukan pengungkapan kecurangan.

3.3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pembagian lembar pertanyaan yang harus diisi oleh responden guna melengkapi data (Nazir, 2005 : 203). Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan penelitian langsung pada objek yang diteliti (Nazir, 2005 : 212). Kuesioner terdiri


(57)

dari empat bagian, yaitu Persepsi mahasiswa tentang pandangan lingkungannya mengenai whistleblowing , Penilaian mahasiswa mengenai perilaku whistleblowing, Persepsi mahasiswa bahwa perilaku yang ditunjukkannya merupakan hasil dari kontrol dirinya sendiri dan Suatu keinginan atau niatan dimana seseorang ingin melakukan suatu perilaku.

Kuesioner penelitian ini disebar kepada mahasiswa akuntansi angkatan 2011 dan 2012 kelas H Universitas Veteran JATIM. Responden akan memberikan jawabannya terhadap pernyataan yang diajukan pada kuesioner yang diberikan. Skala yang digunakan menggunakan semantik diferensial. Semantik diferensial adalah skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan bagian yang sangat negatif terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis linear berganda. Analisis linear berganda merupakan cara yang digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel bebas terhadap satu variabel tetap. Beberapa langkah yang dilakuakn dalam melakukan analisis linear berganda adalah :

3.4.1 Uji Kualitas Data

Uji kualitas data terdiri dari uji reliabilitas (uji keandalan) dan uji validitas (uji kesahihan). Keduanya dilakukan untuk melihat kelayakan


(58)

data yang ada sebelum diproses menggunakan alat analisis untuk menguji hipotesis.

3.4.1.1Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan cara untuk mengukur konsistensi jawaban responden di dalam kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan reliable

atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu ke waktu.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode One Shot

atau pengukuran sekali saja (Ghozali, 2006; dalam Merdikawati,2012) yang memerlukan alat bantu statistik karena akan dilakukan perbandingan antar pertanyaan. Di dalam SPSS, pengukuran ini dapat dilakukan dengan

Cronbach’s Alpha (α). Nilai Crobanch’s Alpha di atas 0,60 menunjukkan reliabilitas suatu variabel atau konstruk (Nunally, 1994; Ghozali, 2006). 3.4.1.2Uji Validitas

Uji validitas merupakan cara untuk mengukur valid tidaknya item-item kuesioner dalam mewakili variabel. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur.

Pengujian validitas dapat dilakukan dengan menggunakan menggunakan korelasi bivariate (Pearson Correlation) antara masing-masing skor indikator dengan total skor kontruk (Ghozali, 2006; dalam


(59)

Sulistiani, 2012). Bila nilai signifikansi <0,05 pada tingkat signifikan 0,05 maka masing-masing indikator pernyataan dinyatakan valid.

3.4.2 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai data yang ada. Analisis statistik deskriptif meliputi penghitungan nilai rata-rata, standar deviasi, varian, nilai maksimum dan minimum, skewness (kemencengan), sum, range, dan kurtosis (Ghozali, 2006; dalam Merdikawati,2012). Dalam penelitian ini dilakukan statistik deskriptif dengan data demografis responden dan variabel-variabel dalam penelitian, yaitu niat responden untuk melakukan whistleblowing, persepsi tentang norma subyektif, sikap pada perilaku dan persepsi tentang kontrol perilaku.

3.4.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda. Terdapat beberapa asumsi-asumsi dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian persamaan regresi. Adapun bentuk-bentuk dari uji asumsi klasik adalah sebagai berikut :

3.4.3.1Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah dalam model regresi, variable pengganggu memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk menilai apakah variabel pengganggu memiliki distribusi normal atau


(60)

tidak, yaitu dengan cara analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011; dalam Akmal,2012).

Untuk menilai normalitas dari setiap variabel dapat digunakan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan (Ghozali2011; dalam Akmal,2012) :

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Selain menggunakan analisis grafik untuk menilai normalitas dapat juga menggunakan analisis statistik. Uji statistik dapat dilakukan dengan cara melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual. Selain itu dapat juga digunakan uji statistik non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji ini dilakukan dengan membuat hipotesis :

H0 : Data residual berdistribusi normal

HA : Data residual tidak berdistribusi normal

3.4.3.2Uji Multikolinearitas

Uji multikolonieritas digunakan untuk menguji apakah antara variabel independen terdapat hubungan satu sama lain. Model regresi yang baik seharusnya tidak ada hubungan antara variabel independen satu


(1)

a. Jumlah sampel yang digunakan hanya 43 sampel dengan purposive sampling. Untuk penelitian selanjutnya, memperluas sample penelitian dengan menambahkan sampel yang diteliti. Meskipun jumlah sampel ini sudah sesuai dengan teknik pengambilan jumlah sampel yang dikatakan oleh Sekaran, dalam Mustafa (2000) dimana dikatakan bahwa sebaiknya ukuran sampel diantara 30 sampai 500 elemen. Namun, diharapkan penelitian berikutnya dapat menggunakan rumus slovin dimana jumlah sampel yang digunakan berdasarkan total populasi yang ada, yaitu sebesar 295 sampel dengan total populasi 1.073 mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Veteran Jawa Timur.

b. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa UPN Jatim. Penelitian sejenis dapat dilakukan dengan menambahkan universitas lain yang negari ataupun swasta, bisa di Instansi Pemerintahan atau di Perusahaan.

c. Meneliti variabel-variabel lain selain variabel-variabel yang sudah ada di penelitian ini karena menurut hasil penelitian ini variabel-variabel independent yang ada tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependent penelitian.

5.3 Keterbatasan dan Implikasi 5.3.1 Keterbatasan Penelitian

a. Sampel yang digunakan didalam penelitian ini hanya sebatas mahasiswa kelas H yang sudah bekerja dan jumlahnya memang sedikit.


(2)

93

b. Objek penelitian hanya berasal dari mahasiswa akuntansi di satu universitas, sehingga belum terlalu dapat mencerminkan karakteristik seluruh mahasiswa akuntansi yang ada.

c. Penelitian ini hanya mengacu pada Theory of Planned Behavior yang hanya membatasi pada niat mahasiswa untuk menjadi whistletleblowing yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.

5.3.2 Implikasi

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa persepsi norma subyektif tidak berpengaruh dan signifikan positif terhadap niat untuk mengungkapkan kecurangan (whistleblowing) pada mahasiswa akuntansi kelas H Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi norma subyekti atau dukungan dari lingkungan sekitar terhadap mahasiswa akuntansi kurang (lemah), jika mahasiswa akuntansi memiliki dukungan dari orang sekitar yang besar terhadap whistleblowing, kemungkinan besar akan mempunyai keinginan atau niatan yang besar untuk mengungkapkan kecurangan (whistleblowing). Karena di dalam Theory of Planned Behaviour, niat individu untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor persepsi norma subyektif. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Siti Mutmainah (2010) dan Akmal Sulistomo (2012).

Hasil penelitian mengenai sikap pada perilaku juga membuktikan tidak berpengaruh positif terhadap niat mahasiswa untuk mengungkapkan


(3)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sikap pada perilaku mahasiswa, tidak mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi untuk mengungkapkan kecurangan (whitleblowing). Padahal di dalam Theory of Planned Behaviour, niat individu untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor sikap pada perilaku yang artinya bahwa sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang kuat tantang perilakunya. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Siti Mutmainah (2010) dan Akmal Sulistomo (2012).

Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa persepsi kontrol perilaku terhadap niat mahasiswa akuntansi untuk mengungkapkan kecurangan (whistleblowing) tidak berpengaruh negatif. Sehingga disimpulkan bahwa persepsi kontrol perilaku tidak mendukung niat mahasiswa akuntansi untuk mengungkapkan kecurangan (whistleblowing). Padahal di dalam Theory of Planned Behaviour, niat individu untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor persepsi kontrol perilaku yaitu keyakinan seseorang terhadap kendala yang akan dihadapi ketika orang tersebut ingin melakukan suatu tindakan dengan keyakinan seseorang terhadap keberadaan faktor-faktor yang akan mempermudah atau sebaliknya faktor-faktor yang akan mempersulit/merintangi keinginannya untuk melakukan suatu tindakan dan tingkat pentingnya faktor-faktor tersebut untuk dipertimbangkan. Hasil penelitian ini tidak mendukung


(4)

95

penelitian yang dilakukan oleh Siti Mutmainah (2010) dan Akmal Sulistomo (2012).


(5)

masihkah- relevan1 .pdf. Diakses tanggal, 05 November 2013.

Elias, 2008, “Auditing Students’ Professinal Commitment and Anticipatory Socialization and Their Relationship to Whistleblowing”. Managerial

Auditing Journal, Vol. 23 No.3.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Harahap, S.S. 2008 . Pentingnya Unsur Etika dalam Professi Akuntan dan Bagaimana di Indonesia. Ekonomi Islam, (Online), (http://ekisonline.com, diakses 03 November 2013).

http://id.wikipedia.org/wiki/Enron-Corporation 14 Feb 2010, diakses 03 November

2013.

http://www.tempo.co/read/news/2011/10/05/087360074/Kementerian-Keuangan-Luncurkan-Whistleblowing-System Diakses tanggal, 03 November 2013. Malik, Rahardian. 2010. Analisis Perbedaan Komitmen Profesional Dan Sosialisasi

Antisipatif Mahasiswa PPA Dan Non-PPA Pada Hubungannya Dengan

Whistleblowing. Skripsi S1. Akuntansi Universitas Diponegoro.

Merdikawati, Risti. 2012. Hubungan Komitmen Profesi Dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa Akuntansi Dengan Niat Whistleblowing. Skripsi S1. Akuntansi Universitas Diponegoro.

Mustafa, Hasan. Teknik Sampling. Artikel Teknik Sampling . 2000.

http://home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING/ Diakses, 26 November 2013. Mutmainah, Siti. 2010. Minat Perilaku Pengungkapan Tindak Pelanggaran

(Whistleblowing). Skripsi S1. Akuntansi Politeknik Negeri Semarang.

Near, J.P. and , M.P Miceli. (1985), “Organizational dissidence: the case of whistleblowing”,Journal of Business Ethics, Vol. 4 No.1.


(6)

Nurmala Dewi, Erwinda.2010. Persepsi Mahasiswa Atas Perilaku Tidak Etis Mahasiswa Akuntansi. Skripsi S1. Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang.

Park, Heungsik and Blenkinsopp, John, 2009, Whistleblowing as Planned Behavior- A Survey of South Korean Police Officers, Journal of Business Ethics, Vol.85, p. 545-556.

Robbins, S. P. 2003. Perilaku Keorganisasian. Prentice Hall.

Sagara, Yusar. 2013. Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan

Whistleblowing. Skripsi S1. Akuntansi STIE Ahmad Dahlan Jakarta.

Semendawai, Abdul Haris, dkk. ( Desember 2011 ). Memahami Whistleblowing,

Jakarta Pusat : Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK).

http://www.ipsk.go.id/upload/Buku%20whistleblower,pdf. Diakses 04

November 2013.

Siegel, Gary dan Helene M. Marconi. 1989. Accounting Behavioral. South Western Publishing.

Sugianto., Habbe, Abdul Hamid., Tawakkal. 2011. Hubungan Orientasi Etika, Komitmen Profesional, Sensitivitas Etis Dengan Whistleblowing Perspektif Mahasiswa Akuntansi.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sulistomo, Akmal. 2012. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Pengungkapan Kecurangan. Skripsi S1. Akuntansi Universitas Diponegoro.

Sulistiani, Dewi. 2012. Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Niat Mahasiswa Akuntansi Untuk Berkarier Sebagai Akuntan Publik. Skripsi S1. Akuntansi Universitas Diponegoro.

Vinten G., 1992, ”Whistle Blowing: Corporate Help or Hindrance?”, Management Decision.


Dokumen yang terkait

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP NIAT MELAKUKAN WHISTLEBLOWING (Studi Pada Perguruan Tinggi di Bandar Lampung)

5 28 61

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM PEMILIHAN PROFESI SEBAGAI AKUNTAN PEMERINTAH” (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi 2010 UPN "Veteran” Jatim).

0 1 93

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MATA KULIAH PEMERIKSAAN AKUNTANSI II (Studi Empiris Pada Mahasiswa Progdi Akuntansi UPN”Veteran” Jatim).

0 0 104

PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH (Survey Terhadap Mahasiswa Akuntansi Pada UPN “Veteran” Jawa Timur).

3 4 109

PERSEPSI PERILAKU ETIS MAHASISWA AKUNTANSI DITINJAU DARI SISI GENDER DI UPN ’’VETERAN’’ JAWA TIMUR ( study empiris pada mahasiswa akuntansi upn veteran jawa timur ).

0 0 68

PENGARUH MOTIVASI DAN MENTAL KEWIRAUSAHAAN TERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERWIRAUSAHA (Studi Kasus Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “VETERAN” JATIM).

11 30 90

PENGARUH MOTIVASI DAN MENTAL KEWIRAUSAHAAN TERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERWIRAUSAHA (Studi Kasus Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “VETERAN” JATIM)

0 2 16

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP NIAT UNTUK MENGUNGKAPKAN KECURANGAN (WHISTLEBLOWING) ( Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi UPN Veteran Jatim )

0 5 23

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM PEMILIHAN PROFESI SEBAGAI AKUNTAN PEMERINTAH” (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi 2010 UPN "Veteran” Jatim)

0 0 21

Persepsi mahasiswa akuntansi terhadap niat untuk melakukan pengungkapan kecurangan (whistleblowing) - UWKS - Library

0 0 17