ANALISIS RASIO MODAL TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG GO PUBLIC DI INDONESIA.
SKRIPSI
Disusun Oleh :
KRISTINA LINDAWATI NPM. 0712010171
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
(2)
KRISTINA LINDAWATI 0712010171 / EM
Dampak krisis global, yang dilakukan oleh perusahaan pada umumnya melakukan efisiensi dan menahan diri untuk ekspansi. Ini bukan hanya karena menurunnya tingkat daya beli masyarakat akibat krisis. Melainkan juga ancaman krisis likuiditas juga sempat di alami kalangan perbankan. Industri otomotif yang pembiayaan penjualannya sangat mengandalkan perbankan pun harus ikut kena getahnya.
Tujuan untuk menganalisis pengaruh Laba atas Ekuitas (ROE), Price Earning Ratio (PER), Nilai Buku Per Lembar Saham (BVS), Harga Saham Per Nilai Buku (PBV) terhadap return saham. Sampel yang digunakan ada 9 perusahaan otomotif. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian membuktikan bahwa ROE, PER, BVS tidak mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap Return Saham sedangkan PBV mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Return Saham.
Kata Kunci : Return on Equity, Price Earning Ratio, Book Value PerShare, Price to
(3)
ANALISIS RASIO MODAL SAHAM TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG GO PUBLIK DI INDONESIA “ telah
terselesaikan dengan baik. Penyususnan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu (S1), Fakultas Ekonomi Jurusan
Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
Pada kesempatan ini penyusunan ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberi bimbingan, dukungan, petunjuk serta bantuan baik
materiil maupun spiritual. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam – dalamnya
kepada :
1. Kedua Orang Tua, kakak serta adikku yang aku Cintai. Yang mendukung
sepenuh hati. Yang tidak bisa penulis uraikan dengan kata – kata.
2. Kepada Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Manajemen.
3. Kepada Dr. Muhadjir Anwar, MM selaku ketua jurusan Fakultas Ekonomi
Manajemen.
4. Kepada Drs. Ec. Bowo Santoso, MM selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan pengarahan dan bimbingan bila ada yang salah dalam pengerjaan
(4)
dorongan, pengarahan, dan penyemangat alhmdulillah akhirnya saya bisa
menyelesaikan skripsi ini. Berkat Do’a mereka, tanpa do’a mereka mungkin
saya tidak sampai seperti ini.
7. Kepada pihak BEI FISIP UPN “ VETERAN JATIM “ yang sudah membantu
mencarikan data – data yang saya perlukan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan – kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis
senantiasa terbuka dalam menerima saran dan kritik dari semua pihak yang
dapat menyempurnakan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan
penulis skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Amiiiin…
Surabaya, 21 Juni 2011
(5)
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GRAFIK ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 12
2.2 Landasan Teori ... 15
2.2.1 Pasar Modal ... 15
2.2.1.1 Pengertian Pasar Modal ... 15
2.2.1.2 Pelaku Pasar Modal ... 15
2.2.2 Investasi ... 16
2.2.2.1 Tipe – Tipe Investasi Keuangan ... 17
2.2.2.2 Tujuan Investasi ... 17
2.2.3 Resiko ... 18
2.2.3.1 Sikap Investor Terhadap Resiko ... 19
2.2.3.2 Jenis Resiko ... 19
2.2.4 Laporan Keuangan ... 20
2.2.4.1 Pengertian Laporan Keuangan ... 20
2.2.4.2 Bentuk – Bentuk Laporan Keuangan ... 21
(6)
2.2.5.2 Jenis – Jenis Saham ... 26
2.2.6 Rasio Keuangan ... 28
2.2.6.1 Definisi Rasio Keuangan ... 28
2.2.6.2 Keunggulan Rasio Keuangan ... 29
2.2.6.3 Keterbatasan Rasio Keuangan ... 29
2.2.6.4 Jenis – Jenis Rasio Keuangan ... 31
2.2.7 Rasio Modal Saham ... 34
2.2.8 Definisi Laba Atas Ekuitas (ROE) ... 35
2.2.9 Definisi Price Earning Ratio (PER) ... 37
2.2.10 Nilai Buku Per Lembar Saham (BVPS) ... 38
2.2.10.1 Definisi Nilai Buku Per Lembar Saham 38 2.2.10.2 Nilai Ekuitas Saham Preferen dan Saham Biasa ... 39
2.2.11 Definisi Harga Saham Per Nilai Buku (PTBV) ... 40
2.2.12 Return Saham ... 41
2.2.13 Pengaruh Laba Atas Ekuitas (ROE) Terhadap Return Saham ... 42
2.2.14 Pengaruh Price Earning Ratio (PER) Terhadap Return Saham ... 44
2.2.15 Pengaruh Nilai Buku Per Lembar Saham (BVPS) Terhadap Return Saham ... 46
2.2.16 Pengaruh Harga Saham Per Nilai Buku (PTBV) Terhadap Return Saham ... 47
2.3 Kerangka Pikir ... 49
2.4 Hipotesis ... 50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 51
(7)
3.4 Prosedur Pengumpulan Data ... 55
3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55
3.5.1 Uji Normalitas Data ... 55
3.5.2 Uji Asumsi Klasik ... 56
3.6 Teknik Analisis ... 59
3.6.1 Uji Hipotesis ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 61
4.1.1 Sejarah Singkat Pasar Modal ... 61
4.1.2 Sejarah Singkat PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) ... 62
4.1.3 Visi dan Misi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI)... 63
4.1.4 Struktur Organisasi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) .... 64
4.1.5 Gambaran Umum Perusahaan Sampel ... 64
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 71
4.2.1 ROE (X1) Perusahaan Otomotif di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006 – 2009 ... 72
4.2.2 PER (X2) Perusahaan Otomotif di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006 – 2009 ... 73
4.2.3 BVS (X3) Perusahaan Otomotif di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006 – 2009 ... 74
4.2.4 PBV (X4) Perusahaan Otomotif di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006 – 2009 ... 75
4.2.5 Return Saham (Y) Perusahaan Otomotif di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006 – 2009 ... 76
4.3 Analisis dan Pengujian Hipotesis 4.3.1 Uji Normalitas ... 77
(8)
4.3.7 Uji t ... 90 4.4 Pembahasan ... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 95 5.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
Hasil Return Saham ... 8
Hasil ROE (Retrun on Equity) ... 72
Hasil PER (Price Earning Ratio) ... 73
Hasil BVS (Book Value Per Share)... 74
Hasil PBV (Price to Book Value)... 75
Hasil Return Saham ... 77
Hasil Uji Normalitas ... 78
Hasil Uji Outlier ... 79
Hasil Uji Autokorelasi ... 81
Hasil Uji Multi Kolinieritas ... 83
Hasil Uji Heterokedastisitas ... 85
Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 87
Hasil Koefisien Determinasi (R2) ... 89
Hasil Uji F ... 90
(10)
(11)
1.1. Latar Belakang
Dampak krisis global, yang dilakukan oleh perusahaan pada
umumnya melakukan efisiensi dan menahan diri untuk ekspansi. Ini
bukan hanya karena menurunnya tingkat daya beli masyarakat akibat
krisis. Melainkan juga ancaman krisis likuiditas juga sempat di alami
kalangan perbankan. Industri otomotif yang pembiayaan
penjualannya sangat mengandalkan perbankan pun harus ikut kena
getahnya. Sehingga banyak cabang perusahaan-perusahaan itu
ditutup dan terjadi pemutusan hubungan kerja besar-besaran.
Krisis ekonomi global berdampak terhadap kemerosotan
industri otomotif termasuk yang paling luar biasa. Ini antara lain
kasus kebangkrutan sejumlah perusahaan otomotif besar, seperti
General Motor (GM), Ford, dan Chrysler atau lebih dikenal The Big
Three. Kemrosotan The Big Three telah diidentifikasi sejak tahun
2000. Ini setidaknya dapat dilihat dari menurunnya pangsa pasar
mereka di Amerika Serikat (AS). Tiga otomotif raksasa tu telah
mengalami penurunan penjualan mobil hampir 20 persen di pasar
AS sejak 2000 hingga 2008.
Pada tahun 2008, pangsa pasar The Big Three di AS untuk
(12)
di bidang teknologi, desain, biaya, imaji, dan unsur lainnya yang
menjadi penyebab menurunnya The Big Three. Jika pada 2000
pangsa penjualan mobil Jepang di AS sekitar 25 persen, 2008
diperkirakan mencapai 40 persen. Pada 2008, tingkat penjualan
mobil AS mengalami kemrosotan yang drastic. Selama 2008,
industri otomotif AS mampu menjual mobil sebanyak 13,2 juta unit
atau menurun 18 persen dibandingkan 2007 yang mampu menjual
16,1 juta unit mobil. Menurunnya kinerja penjualan otomotif di AS
telah menyebabkan kondisi keuangan mereka mengalami krisis atau
terancam bangkrut.
General Motor (GM) mengalami kondisi yang paling parah.
Sepanjang 2007 GM mengalami kerugian sebesar 38,7 miliar dolar
AS. Pada tahun 2008 GM mungkin akan mengalami kerugian
tambah besar lagi. The Big Three sepanjang tahun 2008 akan
mengalmi kerugian sebesar 8 miliar dolar AS. Adapun Ford
mengalami kerugian sebesar 14,6 miliar dolar AS. Kinerja industri
otomotif di eropa juga mengalami hal yang sama dengan di AS.
Berdasarkan data European Automobile Manufacturers Association
(EAMA), selama 2008, permintaan terhadap mobil komersial
mengalami penurunan 9 persen di seluruh Eropa. Sedangkan
permintaan mobil sedan turun sebesar 7,8 persen.
Secara keseluruhan, selama 2008, sebanyak 18,4 juta unit
(13)
tahun 2007 sebesar 19,7 juta unit. Salah satu dari lima Negara
produsen besar di Eropa adalah Italia dilaporkan mengalami
penurunan mobil sebesar 20,3 persen. Disusul kemudian oleh
Prancis 14,9 persen, Spanyol 12 persen, Inggris 5,8 persen, Jerman
2,8 persen. Sementara untuk kategori mobil penumpang, selama
2008 regristrasinya mengalami penurunan sebesar 7,8 dan menjadi
sebanyak 14.712.158 unit. Permintaan mobil penumpang baru turun
sebesar 8,4 persen di Eropa Barat. Sedangkan regristrasi baru untuk
kategori mobil penumpang di Negara-negara Uni Eropa turun
sebesar 0,7 persen selama 2008. Berdasarkan dari data Japan
Automobile Manufacturers Association (JAMA), selama 2008,
produksi mobil di Jepang tercatat sebanyak 11.563.629 unit, atau
99,7 persennya dibandingkan total produksi selama 2007.
Diperkirakan pada tahun ini produksi mobil dunia akan
mencapai 54,9 juta unit. Pada 2009 diperkirakan produksi mobil di
Brasil, Rusia, India, dan Cina mencapai 13,8 juta (sekitar 25 persen
dari total produksi mobil dunia). Diperkirakan industry otomotif
global akan semakin terkonsolidasikan. Konsolidasi diperlukan
terutama untuk mengatasi kesulitan finansial serta menghadapi
ketatnya persaingan. Jalurnya adalah melalui merger dan akusisi
(M&A) yang dilakukan sejumlah pabrikan otomotif di dunia.
Berdasarkan laporan Automotive Institute terlihat bahwa jika pada
(14)
aktivitas M&A telah mencapai 57,1 miliar dolar AS, dan pada 2008
diperkirakan mencapai 31,6 miliar dolar AS. Meski nilai M&A
menurun dibanding tahun 2007, namun jumlah transaksi M&A pada
2008 cukup banyak. Kondisi ini mempertegas bahwa krisis ekonomi
global telah mendorong pabrikan otomotif untuk mengonsolidasikan
diri.
Terlihat bahwa meskipun krisis global mengancam ekonomi
kita, namun hal itu tidak berlaku bagi produk otomotif di Indonesia.
Pada 2008, volume penjualan mobil mencapai 607.805 unit atau naik
39,89 persen dibandingkan 2007 yang mencapai 434.473 unit. Pada
2007 penjualan mobil di Indonesia mencapai 35,9 persen dibanding
tahun 2006 yang merupakan pertumbuhan paling tinggi di Asia,
sekalipun paling tinggi dari Cina dan India. Membaiknya penjualan
sector otomotif di pasar domestic, khususnya pada 2008, setidaknya
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: yang pertama tingkat suku
bunga perbankan yang relatif rendah. Kedua, tingakat pertumbuhan
ekonomi yang cukup baik.ketiga, nilai tukar rupiah yang cukup
stabil, terutama tterhadap Yen dan dolar AS.
Hingga April 2009, penjualan mobil domestic mencapai
134.868 unit, atau turun 39 persen dibandingkan periode sama tahun
lalu yang mencapai 187.246 unit. Namun demikian, tren tingkat
penjualan mobil setiap bulannya mengalami peningkatan. Pada
(15)
pada April 2009 sudah 34.610 unit. Namun semuanya tergantung
pada aspek tawar menawar yang dimiliki oleh dua belah pihak yaitu:
Investor dan pemerintah Indonesia.
(htpp://www.madani-
ri.com/2009/05/29/prospek-industri-otomotif-global//REPUBLIKA,Jumat,29 Mei 2009).
Dalam rangka peningkatan pertumbuhan perusahaan dan
menjaga kelangsungan hidup usahanya dalam persaingan bisnis yang
ketat, perusahaan lebih cenderung untuk menahan sebagian besar
keuntungannya untuk dijadikan modal dengan maksud perusahaan
mempunyai kesempatan investasi yang paling menarik sehingga
tingkat keuntungan juga akan dapat dicapai secara maksimal.
Dalam berinvestasi berlaku hukum bahwa semakin tinggi
return yang ditawarkan maka semakin tinggi pula risiko yang harus ditanggung investor. Investor bisa saja mengalami kerugian bahkan
lebih dari itu bisa kehilangan semua modalnya. Hal ini mungkin
dapat menjelaskan mengapa tidak semua investor mengalokasikan
dananya pada semua instrument investasi yang menawarkan return
yang tinggi (Sawidji Widoatmodjo, 2004:7).
Perusahaan yang go publik mempunyai tujuan yang bersifat
normative yaitu memaksimumkan kemakmuran dan kesejahteraan
ekonomi para pemegang saham dengan memaksimumkan nilai
perusahaan. Tujuan ini tidak mudah dicapai karena harga pasar
(16)
mempengaruhi tingkat bergerakan saham yaitu internal dan
eksternal. Faktor internal disebut juga faktor fundamental adalah
faktor yang berasal dalam perusahaan dan dapat dikendalikan
perusahaan. Faktor fundamental mencoba menhitung nilai intrinsic
dari suatu saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan.
Untuk menghitung data keuangan perusahaan tersebut dapat
digunakan rasio – rasio modal saham diantaranya adalah Return on
Equity adlah salah satu rasio probabilitas yang mengukur
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan modal
saham tertentu, kemudian rasio Price earning ratio merupakan salah
satu rasio yang sering digunakan oleh investor sebagai indicator
dalam memilih instrument saham yang tepat, rasio Nilai buku per
lembar saham (BVS) merupakan ukuran seberapa besar nilai buku
dari setiap lembar saham dan Harga saham per nilai buku (PBV)
yang merupakan ukuran apakah harga saham (harga pasarnya)
diperdagangkan di atas atau di bawah nilai buku saham tersebut. Ini
berarti bahwa harga saham yang dibayarkan oleh investor sebesar X
kali dari nilai bukunya serta Return saham merupakan pendapatan
per lembar saham yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi
yang dilakukannya.
Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah
prusahaan Otomotif yang go publik di Indonesia. Perusahaan
(17)
ini dikarenakan harga saham yang terus meningkat. Akan tetapi
disaat harga saham meningkat justru return yang diterima investor
berfluktuasi. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti apakah ada
penyebab dari permasalahan ini.
Terdapat 9 (Sembilan) perusahaan otomotif yang terdaftar di
BEI. Berikut ini di sajikan data harga saham tahunan perusahaan
otomotif yang terdaftar di BEI periode 2005 - 2009 :
2005
2006
2007
2008
2009
1 PT.
Astra
International
Tbk
10200
15700
27300
10550
34700
2 PT.
United
Tractors
Tbk
3675
6267
10429
4400
15500
3 PT.
Tunas
Ridean
Tbk
690
710
1240
750
1740
4 PT.
Multistrada
Arah
Sarana
Tbk
160
178
215
140
205
5 PT.
Intraco
penta
Tbk
580
480
550
234
690
6 PT.
Hexindo
Adiperkasa
Tbk
960
900
740
690
3150
7 PT.
Gajah
Tunggal
Tbk
560
580
490
200
425
8 PT.
Goodyear
Indonesia
Tbk
8000
6600
13000
5000
9600
9 PT.
Astra
Otoparts
Tbk
2800
2925
3325
3500
5750
No
Nama
Perusahaan
Harga
Saham
(Rp)
Sumber : Indonesia Capital Market Directory
Hasil Perhitungan return saham perusahaan Otomotif yang go publik
(18)
2006 2007 2008 2009 1 PT. Astra International Tbk (0,539) 0.739 (0,614) 2.289 2 PT. United Tractors Tbk (0,782) 0.664 (0,578) 2.523 3 PT. Tunas Ridean Tbk (0,029) 0.746 (0,395) 1.32 4 PT. Multistrada Arah Sarana Tbk (0,344) 0.208 (0,349) 0.464 5 PT. Intraco penta Tbk 0,172 0.146 (0,575) 1.949 6 PT. Hexindo Adiperkasa Tbk 0,063 (0.178) (0,068) 3.565 7 PT. Gajah Tunggal Tbk (0,036) (0.155) (0,591) 1.125 8 PT. Goodyear Indonesia Tbk 0,175 0.969 (0,615) 0.92 9 PT. Astra Otoparts Tbk (0,045) 0.137 0.053 0.643 No Nama Perusahaan Periode tahun
Sumber : Indonesia Capital Market Directory ( diolah )
Dari data diatas dapat dilihat bahwa return saham
perusahaan-perusahaan otomotif memang mengalami fluktuasi
(tidak stabil).Pada tahun 2008 mengalami penurunan. Penurunan ini
disebabkan karena terjadi krisis keuangan didunia. Pada tahun 2009
return saham perusahaan otomotif mengalami kenaikan. Dan paling mengalami kenaikan di antara perusahaan-perusahaan yang lain
adalah PT.HEXINDO ADIPERKASA tbk sebesar 3,565. Dalam
beberapa tahun terakhir ini perusahaan otomotif seharusnya dapat
memaksimalkan keuntungannya karena adanya tingkat
perekonomian di Indonesia mulai membaik dan daya beli
masyarakat juga naik, ini bisa di lihat dari semakin banyaknya
penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia. Dengan
memaksimalkan tingkat keuntungan maka perusahaan akan dapat
memberikan return yang tinggi kepada para pemegang saham atau
(19)
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik mengangkat topik tersebut
kedalam penelitian dengan judul “ ANALISIS RASIO MODAL
SAHAM TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG GO PUBLIK DI INDONESIA “.
(20)
1.2. Perumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka
permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah Laba atas Ekuitas (ROE) berpengaruh terhadap
return saham ?
2. Apakah Price Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap
return saham ?
3. Apakah Nilai Buku Per Lembar Saham (BVS)
berpengaruh terhadap return saham ?
4. Apakah Harga Saham Per Nilai Buku (PBV) berpengaruh
terhadap return saham ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dan manfaat ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh pengaruh Laba atas
Ekuitas (ROE) terhadap return saham.
2. Untuk menganalisis pengaruh Price Earning Ratio (PER)
terhadap return saham.
3. Untuk menganalisis pengaruh Nilai Buku Per Lembar
(21)
4. Untuk menganalisis pengaruh Harga Saham Per Nilai
Buku (PBV) terhadap return saham.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan adanya latar belakang yang telah diuraikan,
permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang dapat
digunakan oleh para investor dalam melakukan penelitian
saham yang akan di teliti.
2. Dapat digunakan sebagai langkah awal bagi peneliti
dalam membandingkan dan memperpraktekkan ilmu
yang telah di dpatkan di bangku kuliah dengan kenyataan
yang ada di lapangan.
3. Dapat digunakan bagi para akademis sebagai tambahan
literature yang membantu di dalam perkembangan ilmu
(22)
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh :
1. David Wijaya (2008)
Judul :” Pengaruh Rasio Modal Saham Terhadap Return Saham
Perusahaan – Perusahaan Telekomunikasi Go Public di Indonesia
periode 2007”.
Hasil uji t menunjukkan bahwa secara parsial variabel ROE (rasio
laba atas ekuitas), PER (Price Earning ratio), BVS (rasio nilai buku
per lembar saham), PBV (rasio harga saham per nilai buku) tidak
mempunyai pengaruh secara signifikan dan positif terhadap return
(tingkat pengembalian saham) dan bahwa seluruh variabel
independen (ROE, PER, BVS, dan PBV) secara signifikan dan
positif tidak memiliki pengaruh secara bersama – sama terhadap
variabel dependen (return saham).
Koefisien korelasi (unstandardized coefficients) untuk
variabel ROE, PER, dan BVS bernilai negative. Ini berarti bahwa
ROE, PER, dan BVS mempunyai pengaruh negative terhadap
Return Saham. Sedangkan koefisien korelasi untuk variabel PBV bernilai positif. Ini berarti bahwa PBV mempunyai pengaruh
(23)
2. I G. K. A. Ulupui
Judul : “ Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas , Leverage,
Aktivitas, dan Probabilitas Terhadap Return Saham (Studi Pada
Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri
Barang Konsumsi di BEJ).
Apakah Informasi Keuangan dalam bentuk rasio likuiditas ,
leverage, aktivitas, dan probabilitas berpengaruh signifikan
terhadap return saham untuk periode satu tahun ke depan ?
Kesimpulan :
Variabel Current ratio memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemodal akan memperoleh return
yang lebih tinggi jika kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya semakin tinggi.
Variabel return on asset berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham satu periode ke depan. Hasil ini
konsisten dengan teori dan pendapat Mogdiliani dan Miller
(MM) yang menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan
oleh earnings power dari asset perusahaan. Hasil yang positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power semakin
efisien perputaran asset dan atau semakin tinggi profit margin
(24)
Variabel debt to equity rasio menunjukkan hasil yang positif, tetapi tidak signifikan. Hal ini mengidikasikan bahwa rasio
utang tidak menyebabkan perubahan return saham satu tahun
ke depan.
Variabel total asset turn over menunjukkan hasil yang negative
dan tidak signifikan. Bahwa rasio aktivitas tidak bermanfaat
untuk memprediksi return satu tahun ke depan.
3. Etik Winarni (2003)
Judul : “ Analisis Rasio Modal Saham untuk Menilai Kinerja
Perusahaan Dalam Mencapai Keuntungan Bagi Investor Kasus
Pada PT. Dankos Laboratories, Tbk “
Perumusan Masalah :
Bagaimana kinerja perusahaan berdasarkan rasio modal saham
untuk mengetahui tingkat rasio, laba atas ekuitas, pendapatan per
lembar saham, harga laba, tingkat kapitalisasi dan pendapatan
dividend perlembar saham.
Kesimpulan :
Dalam jangka waktu lima tahun terakhir rasio modal saham
perusahaan berada diatas rasio rata – rata industry farmasi yaitu
untuk rasio laba atas ekuitas, rasio pendapatan per lembar saham,
rasio pendapatan dividend sedangkan untuk rasio harga laba, rasio
(25)
tahun 1999. Rasio harga laba berada dibawah rasio industry
farmasi.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pasar Modal
2.2.1.1. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjual belikan sekuritas. Dengan demikian pasar modal dapat
juga diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas
yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham
dan obligasi. (Tandelilin, 2001:13)
Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrument
keuangan (sekuritas) jangka panjang yang biasa diperjualbelikan,
baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan
swasta (Suad Husnan, 1993:1)
Pasar modal adalah pasar bagi instrument financial jangka
panjang. (Agus Subardi,1994:129)
2.2.1.2. Pelaku Pasar Modal
Menurut Agus Sabardi (1994:130), Pelaku pasar modal adalah :
1. Emiten adalah perusahaan yang memperoleh dana melalui
pasar modal dengan menerbitkan saham atau obligasi dan
(26)
2. Pemodal (investor) ditinjau dari tujuan mereka, pemodal dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu :
a. Kelompok bertujuan memperoleh modal.
b. Kelompok bertujuan berdagang.
c. Kelompok bertujuan memiliki perusahaan.
d. Kelompok spekulan.
2.2.2. Investasi
Menurut Jogiyanto (2005:5), investasi merupakan penundaan
konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien
selama periode waktu tertentu.
Investai adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa mendatang. (E. Tandelilin, 2001:3)
Menurut Sunariyah (2004:4), investasi adalah penanaman modal
untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu
lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini, pembahasan investasi berkaitan dengan
pengelolaan asset financial khususnya sekuritas yang bisa diperdagangkan.
Aset financial adalah klaim berbentuk surat berharga atas sejumlah asset –
asset pihak penerbit surat berharga tersebut. Sedangkan sekuritas yang
(27)
diperdagangkan dengan mudah dan dengan biaya transaksi yang murah
pada pasar yang terorganisir.
Investasi juga mempelajari bagaimana mengelola kesejahteraan
investor. Kesejahteraan dalam konteks investasi berarti kesejahteraan yang
sifatnya moneter bukannya kesejahteraan rohaniah. Kesejahteraan moneter
bisa ditunjukkan oleh penjumlahan pendapatan yang dimiliki saat ini dan
pendapatan yang akan datang.
2.2.2.1 Tipe – Tipe Investasi Keuangan
Investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi
langsung dan investasi tidak langsung (Jogiyanto, 2003:7). Investasi
langsung dilakukan dengan membeli langsung aktiva keuangan dari suatu
perusahaan baik melalui perantara atau dengan cara yang lain. Sebaliknya
investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan
investasi yang mempunyai portofolio aktiva – aktiva keuangan dari
perusahaan – perusahaan lain.
2.2.2.2 Tujuan Investasi
Menurut E. Tandelilin (2001:5), tujuan investasi :
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang layak dimasa yang akan
datang, seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana
meningkatkan taraf hidupnya darai waktu atau setidaknya
berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya
(28)
2. Mengurangi tekanan inflasi, dengan melakukan investasi dalam
pemilikan perusahaan atau objek lain, seseorang dapat
menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau
hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak, beberapa Negara didunia
banyak melakukan kewajiban yang bersifat mendorong
tumbuhnya investasi dimasyarakat melalui pemberian fasilitas
perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada
bidang – bidang usaha tertentu.
2.2.3. Resiko
Investasi resiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat
pengembalian yang dicapai secara nyata (actual return). Semakin besar
penyimpangannya berarti semakin besar tingkat resikonya. (Abdul
Halim,2002:38)
Resiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return actual
yang diterima dengan return yang diharapkan. Semakin besar
kemungkinan perbedaan, berarti semakin besar resiko investasi.
(Tandelilin, 2001:48)
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa resiko adalah ketidak
tentuan atas investasi yang akan diperoleh terhadap imbal hasil yang
(29)
return) dari yang telah diperkirakan sebelumnya yaitu imbal hasil yang diharapkan (expected return).
2.2.3.1. Sikap Investor Terhadap Resiko
Menurut Halim (2002:38), sikap investor terhadap resiko dibedakan
menjadi tiga yaitu :
1. Investor yang suka terhadap resiko (risk seeker)
Adalah investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi
yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan resiko
yang beda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan resiko
yang lebih besar.
2. Investor yang netral terhadap resiko (risk neutrality)
Investor yang akan meminta kenaikan tingkat pengembalian untuk
setiap tingkat pengembalian yang sama untuk setiap kenaikan resiko.
3. Investor yang tidak suka dengan resiko (risk averter)
Investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang
memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan resiko yang
berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan resiko
yang kecil.
2.2.3.2 Jenis Resiko
Menurut Suharli et al. (2005:104) mengatakan bahwa resiko dapat dibagi
(30)
1. Resiko sistematis
Resiko sistematis adalah resiko yang tidak dapat diversifikasikan
(dihindarkan), disebut juga resiko pasar. Resiko ini berkaitan dengan
kondisi yang terjadi di pasar secara umum, misalnya perubahan
perekonomian secara makro, resiko tingkat bunga, resiko politik,
resiko inflasi, resiko nilai tukar dan resiko pasar. Parameter yang
digunakan dalam pengukuran resiko ini adalah Beta.
2. Resiko Tidak Sistematis
Resiko tidak sistematis merupakan resiko yang berpengaruh khusus
pada sebuah asset tunggal atau sebuah asset kelompok kecil, dan resiko
tidak sistematis merupakan resiko yang dapat dihilangkan dengan
diversifikasi.
2.2.4. Laporan Keuangan
2.2.4.1. Pengertian Laporan keuangan
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses
akuntasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara
data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak – pihak yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir
1995:2).
Laporan keuangan diharapkan bisa memberi informasi mengenai
perusahaan, dan digabungkan dengan informasi yang lain, seperti
(31)
lebih baik mengenai prospek dan resiko perusahaan (Hanafi dan Abdul
Halim, 1995 :62)
2.2.4.2. Bentuk – Bentuk Laporan Keuangan
Menurut Hanfi (1995:12-20), bentuk – bentuk laporan keuangan ada tiga
yaitu:
1. Neraca
Neraca digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan
perusahaan. Neraca bisa digambarkan sebagai potret kondisi keuangan
suatu perusahaan pada suatu waktu tertentu, yang meliputi asset
(sumber daya) perusahaan dan klaim atas asset tersebut (meliputi
hutang dan saham sendiri). Asset perusahaan menunjukkan keputusan
penggunaan dana atau keputusan investasi pada masa lalu, sedangkan
klaim perusahaan menunjukkan sumber dana tersebut atau keputusan
pendanaan pada masa lalu. Dana diperoleh dari pinjaman (hutang) dan
dari penyertaan pemilik perusahaan (modal).
Neraca terdiri atas 2 sisi :
a) Aktiva, yang menunjukkan aktiva atau harta yang dimiliki
perusahaan. Komponen aktiva dalam neraca terdiri dari : aktiva
lancar, investasi, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud dan aktiva lain
– lain.
b) Pasiva, yang menunjukkan dari mana dana untuk memperoleh
aktiva tersebut. Komponen pasiva dalam neraca terdiri dari :
(32)
1. Laporan laba – rugi
Merupakan laporan prestasi perusahaan selama jangka waktu
tertentu. Tujuan dari laporan laba rugi adalah melaporkan kemampuan
perusahaan yang sebenarnya untuk memperoleh untung. Kemampuan
perusahaan terutama dilihat dari kemampuan perusahaan memperoleh
laba dari operasinya.
2. Laporan aliran kas
Laporan ini menyajikan informasi aliran kas masuk atau keluar
bersih pada suatu periode, hasil dari ketiga kegiatan pokok perusahaan
yaitu operasi, investasi, dan pendanaan. Aliran kas diperlukan terutama
untuk mengetahui kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam
memenuhi kewajiban – kewajibannya.
2.2.4.3. Tujuan Pelaporan Keuangan
Menurut Djarwanto PS (1996), tujuan pelaporan keuangan adalah :
1. Memberikan informasi keuangan secara kuantitatif mengenai
perusahaan tertentu, guna memenuhi keperluan para pemakai dalam
mengambil keputusan – keputusan ekonomi.
2. Memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi
keuangan dan perubahan – perubahan kekayaan bersih perusahaan.
3. Menyajikan informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai
(33)
4. Menyajikan lain – lain informasi yang diperlukan mengenai perubahan
– perubahan harta dan kewajiban, serta mengungkapkan lain – lain
informasi yang sesuai dengan keperluan pemakai.
2.2.4.4. Penggunaan Laporan Keuangan
Menurut Munawir (1995:2-4) pengguna laporan keuangan adalah sebagai
berikut :
1. Pemilik perusahaan, sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan
perusahaannya, terutama untuk perusahaan – perusahaan yang
pemimpinnya diserahkan kepada orang lain seperti perseroan karena
dengan laporan tersebut pemilik perusahaan akan dapat menilai sukses
tidaknya manager dalm memimpin perusahaannya dan kesuksesan
seorang manager biasanya dinilai / diukur dengan laba yang diperoleh
perusahaan. Dengan kata lain laporan keuangan diperlukan oleh
pemilik perusahaan diperlukan untuk menilai hasil – hasil yang telah
dicapai, dan untuk menilai kemungkinan hasil – hasil yang akan
dicapai dimasa yang akan datang sehingga bisa menaksir bagian
keuntungan yang akan diterima dan perkembangan harga saham yang
akan dimilikinya.
2. Manager atau pimpinan perusahaan
a) Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan.
b) Untuk menentukan / mengukur efisiensi tiap – tiap bagian, proses
atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang
(34)
c) Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap – tiap individu yang
telah diserahi wewenang dan tanggung jawab.
d) Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau
prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.
3. Para investor, berkepentingan terhadap prospek keuntungan di masa
mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya, untuk
mengetahui jaminan investasinya dan mengetahui kondisi kerja atau
kondisi keuangan jangka pendek perusahaan tersebut. Dari hasil
analisa laporan tersebut para investor akan dapat menentukan langkah
– langkah yang harus ditempuhnya.
4. Para kreditur dan bankers, berkepentingan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dan beban –
beban bunganya, juga untuk mengetahui apakah kredit yang akan
diberikan itu cukup mendapatkan jaminan dari perusahaan tersebut,
yang digambarkan atau terlihat pada kemampuan perusahaan untuk
mendapat keuntungan dimasa datang.
5. Pemerintah, berkepentingan untuk menentukan besarnya pajak yang
harus ditanggung oleh perusahaan.
2.2.5. Saham
2.2.5.1. Pengertian Saham
Menurut jogianto (2003:67) suatu perusahaan dapat
(35)
hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini disebut dengan
saham biasa (common stock). Sedangkan menurut Darmadji, dkk (2001:5)
saham dapat didefinisikan sebagai tanah penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau suatu perseroan
terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat
berharga tersebut.
Menurut Gitosudarmo (2002:265) saham adalah tanda penyertaan
modal pada perseroan terbatas. Untuk menarik investor potensial lainnya,
suatu perusahaan mungkin juga mengeluarkan kkelas lain dari saham,
yaitu yang disebut dengan saham preferen (preferen stock). Saham
preferen mempunyai hak – hak prioritas lebih dari saham biasa. Hak – hak
prioritas dari saham preferen yaitu hak atas dividend yang tetap dan hak
terhadap aktiva jika terjadi likuiditas. Akan tetapi, saham preferen
umumnya tidak mempunyai hak veto seperti yang dimiliki oleh saham
biasa. Saham preferen akan dibahas terlebih dahulu diikuti oleh saham
biasa.
Investor membeli saham suatu perusahaan akan memperoleh
manfaat antara lain sebagai berikut :
a) Dividend, yaitu pembagian sebagian keuntungan perusahaan atas
operasi bisnisnya yang diberikan kepada pemegang saham.
b) Capital gain, yaitu kelebihan hasil atas pelepasan aktiva terhadap harga perolehan saham.
(36)
2.2.5.2 Jenis – Jenis Saham
Gitosudarmo (2002:265-266) mengatakan bahwa ada 7
jenis saham yang dikeluarkan perusahaan, yaitu :
1. Saham Biasa
Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak
istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk
memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh
keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada rapat
umum pemegang saham, dan pada likuidasi perseroan pemilik
saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayyaan
perseroan setelah tagihan kreditur dan saham preferen dilunasi.
2. Saham Bonus
Saham bonus diciptakan dari pos cadangan perseroan, yang
terbentuk dari keuntungan yang tidak dibagikan kepada para
pemegang saham. Pada saat penyerahan saham bonus kepada
pemegang saham, kekayaan perseroan tidakmengalami
perubahan, karena tidak ada kkayaan yang bertambah dan tidak
ada modal yang dibayarkan. Perubahannya adalah pergeseran
struktur permodalan perseroan saja.
3. Saham Pegawai
Saham yang dapat dimiliki oleh para pegawai dengan syarat
tertentu serta dapat membeli saham perusahaan dengan kurs di
(37)
4. Saham Preferen Perseroan
Para pendiri perseroan biasanya dihargai dengan memberikan
tanda jasa yaitu dapat berupa sahm yang disebut saham pendiri.
5. Saham Preferen
Saham yang memberikan hak untuk mendapat deviden dan atau
bagian kekayaan pada saat perubahan lebih dahulu dari saham
biasa, dan di samping itu mempunyai preferen untuk
mengajukan usul pencalonan direksi/komisaris.
6. Saham Kumulatif
Saham preferen yang memberikan hak untuk mendapatkan
deviden yang belum dibayarkan pada tahun – tahun yang lalu
secara kumulatif.
7. Saham Preferen Partisipasi
Saham yang disamping hak prioritasnya masih dapat turut serta
dalam pembagian deviden selanjutnya.
Menurut Baridwan (1997:394-398) ada 2 macam jenis saham,
yaitu :
1. Saham Biasa (Common Stock)
Saham yang pembayaran devidennya dilakukan pada urutan
yang paling akhir pada saat perusahaan di likuidasi. Pemegang
saham biasa akan menerima deviden setelah deviden pemegang
saham preferen dan hutang kepada kreditor dibayarkan,
(38)
2. Saham Prioritas / Preferensi (Preferred Stock)
Saham Prioritas / preferensi mempunyai macam – macam
karakteristik yang berbeda dari saham biasa. Salah satunya
mendapatkan prioritas pembayaran deviden sebelum
dibayarkan kepada pemegang saham biasa dan kreditur saat
perusahaan dilikuidasi.
2.2.6 Rasio Keuangan
2.2.6.1 Definisi Rasio Keuangan
Rasio keuangan dalam analisis laporan keuangan adalah
angka-angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsure dengan
unsure yang lainnya dalam laporan keuangan. Hubungan antara unsur –
unsur laporan keuangan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang
sederhana dan mudah dipahami. “Secara individual rasio itu kecil artinya,
kecuali jika dibandingkan dengan rasio standar yang dipakai sebagai dasar
pembanding, dari penafsiran rasio – rasio suatu
pembahasan.”(Jumingan,2008:118).
“Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang
menggambarakan hubungan antara pos tertentu dengan yang lainnya.
Dengan penyederhanaan ini kita dapat menilai secara cepat hubungan
antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga
kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian.”(Harahap,
(39)
2.2.6.2 Keunggulan Rasio keuangan
Analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan jika
dibandingkan dengan teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Rasio merupakan angka – angka atau iktisar statistik yang lebih mudah
dibaca dan ditafsirkan.
2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model – model
pengambilan keputusan dan model – model pengambilan keputusan
dan model prediksi (Z score).
5. Menstrandarisir size perusahaan.
6. Lebih mudah dalam memperbandingkan suatu perusahaan dengan
perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara
periodik atau “time series”.
7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di
masa yang akan dating.
2.2.6.3 Keterbatasan Analisis Rasio
Harahap (2001:289) mengatakan bahwa disamping keunggulan
yang dimilki analisis rasio, teknik ini juga memiliki beberapa keterbatasan
yang harus disadari sewaktu penggunaannya agar kita tidak salah dalam
(40)
Keterbatasan analisis rasio itu dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat untuk kepentingan
pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga
menjadi keterbatasan teknik ini, seperti :
a) Banyak perhitungan rasio atau laporan keuangan itu yang
mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau
subjektif.
b) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah
nilai perolehan (cost) bukan harga pasar.
c) Klasifikasi dalam laporan keuangan bias berdampak pada angka
rasio.
d) Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bias
diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan
menimbulakan kesulitan menghitung rasio.
4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
5. Jika dua perusahaan dibandingkan bias saja teknik dan standar
akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karena jika dilakukan
(41)
2.2.6.4 Jenis – Jenis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan memiliki jenis yang sangat banyak
sekali, namun pada penerapannya hanya beberapa rasio keuangan saja
yang sering digunakan. Menurut Harahap (2001:302-311) ada beberapa
jenis rasio yang sering digunakan dalam bisnis sebagai alat analisis. Rasio
keuangan yang sering digunakan tersebut adalah :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung
melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos – pos aktiva
lancer dan hutang lancar. Rasio likuiditas ini meliputi current ratio,
quick ratio (acid test ratio), rasio kas atas aktiva lancar, rasio kas atas hutang lancar, rasio aktiva lancar atas total aktiva, dan aktiva lancar
atas total hutang.
2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban –
kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung
dari pos – pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan
hutang jangka panjang. Rasio solvabilitas meliputi rasio hutang atas
modal, rasio pelunasan hutang (debt service ratio), dan rasio hutang
(42)
3. Rasio Rentabilitas / Profitabilitas
Rasio rentabilitas atau yang biasa disebut profitabilitas ini
menggambarkan perusahaan mendapatkan laba melalui semua
kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut
juga operating ratio. Rasio profitabilitas meliputi gross profit margin,
net profit margin / return on sales, basic earning power, earning per share, contribution margin, return on asstes (ROA), return on total asset dan return on equity (ROE)
4. Rasio Leverage
Rasio ini menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan
terhadap modal maupun asset. Rasio ini dapat melihat beberapa jauh
perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan
perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Perusahaan yang
baik seharusnya memiliki komposisi modal lebih besar dari hutang.
Rasio ini bisa juga dianggap bagian dari rasio solvabilitas. Rasio
leverage meliputi leverage, capital adequacy ratio (rasio kecukupan
modal), dan capital formation.
5. Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam
menjalankan operasi baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan
(43)
inventory days in hand, account receivable turnover, account receivable in days, account payable turnover, account payable in days, total asste turnover, dan fixed asste turnover.
6. Rasio Pertumbuhan
Rasio ini menggambarkan presentasi pertumbuhan proses perusahaan
dari tahun ke tahun. Rasio pertumbuhan meliputi rasio kenaikan
penjualan, rasio kenaikan laba bersih, earning per share (EPS), dan
rasio kenaikan deviden perlembar saham.
7. Market Based Ratio ( Penelitian Pasar)
Rasio ini merupakan rasio yang lazim dan yang khusus dipergunakan
dipasar modal yang menggambarkan situasi atau keadaan prestasi
perusahaan di pasar modal, tanpa menutup kemungkinan untuk
menggunakan rasio yang lainnya. Market based ratio meliputi price
earning ratio dan market to book value ratio.
8. Rasio Produktivitas
Perusahaan yang ingin dinilai dari segi produktivitas unit – unitnya
maka bisa dihitung dengan menggunakan rasio produktivitas. Rasio ini
menunjukkan tingkat produktivitas dari unit – unit tau kegiatan yang
dinilai. Rasio produktivitas meliputi rasio karyawan atas penjualan,
rasio biaya per karyawan, rasio penjualan terhadap space ruangan,
rasio laba terhadap karyawan, rasio laba terhadap cabang, dan rasio –
(44)
2.2.7 Rasio Modal Saham
Ketatnya persaingan dunia bisnis mengharuskan pihak manajemen
untuk memanfaatkan sumber dana perusahaan secara efektif dan efisien.
Salah satu sumber dana perusahaan berasal dari modal saham yang
ditanamkan oleh para investor, maka secara otomatis modal saham
merupakan bagian dari laporan keuangan yang harus dilaporkan
manajemen perusahaan kepada para pemegang saham atau investor.
Menurut Halim, 2005 dalam Wijaya. Model penilaian saham
merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel
perusahaan (misalnya penjualan, laba, dan dividen) yang diamati menjadi
perkiraan tentang harga saham.
Laporan keuangan perusahaan korporasi meliputi modal saham.
Manajemen perusahaan korporasi harus melaporkan keadaan perusahaan
kepada pemilik, yaitu pemegang saham. Salah satu teknik yang digunakan
adalah rasio modal atau rasio pasar. Rasio pasar merupakan perhitungan
keuangan yang digunakan oleh para investor untuk mengevaluasi kinerja
keuangan perusahaan yang go public. Para pemegang saham sebagai
investor sangat berkepentingan pada analisis rasio keuangan perusahaan
(dalam Winarni:61).
Dengan menggunakan analisis rasio modal saham ini diketahui
tingkat rasio laba atas ekuitas, pendapatan perlembar saham, harga laba,
tingkat kapitalisasi, dan pendapatan dividen perlembar saham (dalam
(45)
2.2.8 Definisi Laba dan Ekuitas (ROE)
Menurut Hanafi (2003:85), Return on Equity adalah salah satu
rasio probabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dengan berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini
merupakan ukuran probabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
“ Rasio laba atas ekuitas (ROE) mengukur besarnya pengambalian
terhadap investasi para pemegang saham. Rasio ini dipergunakan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih
melalui penggunaan modal sendiri. Rasio ini juga menunjukkan berapa
persen diperoleh laba bersih bila diukur modal pemilik. Semakin besar
semmakin bagus Harahap (2001:305).
Invetor memiliki suatu cara tersendiri dalam memperkuat
ekspektasi atas investasi yang dilakukannya dengan lebih memperhatikan
seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengelola modal sendiri
untuk menghasilkan laba bersih. Semakin besar hasil pengembalian atas
modal sendiri (ROE) maka semakin efisien dan efektif manajemen
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu
memanfaatkan modalnya sendiri dibandingkan perusahaan lain. Dengan
demikian hal ini akan mendorong investor untuk mempertahankan
modalnya pada perusahaan tersebut, sehingga permintaan saham akan
meningkat dan pada akhirnya dapat menaikkan harga saham. Demikian
(46)
menggunakan equity – nya dengan efisien dan efektif, sehingga hal ini
dapat mengurangi keprcayaan investor dan pemegang saham terhadap
perusahaan dan menimbulkan dampak pada turunnya harga saham. Pada
akhirnya ROE dijadikan sebagai salah satu indicator atas kinerja suatu
perusahaan mengingat para investor lebih cenderung mmemperhatikan
kemampuan perusahaan dalam mengelola modalnya.
Commite on Treminology mendefinisikan laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain, dan kerugian
dari penghasilan atau penghasilan operasi. Sedangkan FASB Statement
mendefinisikan laba sebagai perubahan dalam equity (net assets) dari suatu
entitas selama suatu periode tertentu yang diakibatkan oleh transaksi dan
kejadian tau peristiwa yang berasal dari bukan pemilik. “ Laba
menunjukkan pendapatan dari penjualan yang diperoleh perusahaan pada
periode tertentu, dalam income termasuk seluruh perubahan dalam equity
selain dari pemilik dan pembayaran kepada pemilik “. (Harahap,
2001:113)
Menurut Winarni (2003:61) laba atas ekuitas digunakan untuk
mengukur besarnya pengembalian terhadap investasi para pemegang
saham. Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen
memanfaatkan investasi para pemilik saham. Laba atas ekuitas dapat
dihitung dengan rumus :
Laba atas ekuitas = pendapatan setelah pajak x100% Modal pemegang saham
(47)
2.2.9 Definisi Price Earning Ratio (PER)
Price earning ratio (PER) digunakan untuk mengukur seberapa banyak investor bersedia membayar untuk setiap rupiah dari laba yang
dilaporkan. Alternatif lain selain menggunakan arus kas atau arus dividen
dalam menghitung nilai fundamental atau nilai intrinsic saham adalah
dengan menggunakan nilai laba perusahaan (earnings). Salah satu
pendekatan yang populer dalam menggunakan nilai earnings untuk
mengestimasi nilai intirnsik adalahh melalui pendekatan PER (Price
Earning Ratio) atau disebut juga pendekatan earning multiplier. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara harga saham di pasar atau harga
perdana yang ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima.
Harahap (2001:311) mengatakan bahwa PER yang tinggi menunjukkan
ekspektasi investor tentang prestasi perusahaan di masa yang akan dating
cukup tinggi. “PER (Price Earning Ratio) menunjukkan rasio dari harga
saham terhadap earnings. Rasio menunjukkan berapa besar investor
menilai harga dari saham tterhadap kelipatan dari earnings “. (Jogiyanto,
2003:105)
Penggunaan price earning ratio dalam analisis bermula dari
terbentuknya harga saham di pasar. Tjiptono (1997:151) mengatakan
bahwa harga merupakan satu – satunya unsure bauran pemasaran yang
memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan. Selain itu harga
akan bersifat fleksibel atau dapat berubah dengan cepat, sehingga
(48)
pada harga pasar saham di dalam membandingkan kemampuan perusahaan
memeberikan return. “ Laba menunjukkan pendapatan dari penjualan
berbagi biaya, dan laba yang diperoleh perusahaan pada periode tertentu,
dalam income termasuk seluruh perubahan dalam equity selain dari
pemilik dan pembayaran kepada pemilik “. (Harahap, 2001:113)
Rasio PER adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur
seberapa tinggi investor bersedia membayar atau menanamkan modalnya
pada saham perusahaan. Rasio tersebut dapat dihitung dengan rumus :
PER = harga pasar per lembar saham biasa
Pendapatan per lembar saham biasa
2.2.10 Nilai Buku Per lembar Saham (BVS)
2.2.10.1 Definisi Nilai Buku perlembar Saham (BVS)
Menurut Jogiyanto (2003:82) nilai buku per lembar saham
menunjukkan aktiva bersihyang dimiliki oleh pemegang saham dengan
memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama dengan
total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku per lembar saham adalah
total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
trasio harga saham per nilai buku (price to book value). Untuk menghitung
nilai buku per lembar saham dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Nilai buku per lembar saham = total ekuitas
(49)
2.2.10.2 Nilai Ekuitas Saham Preferen dan Saham Biasa
Perusahaan biasanya mempunyai dua macam kelas saham, yaitu
saham preferen dan saham biasa. Walaupun kedua jenis saham tersebut
memiliki keunggulan dan kelemahan, namun kedua jenis saham tersebut
sama-sama memberikan return berupa earnings. Dalam memutuskan
untuk berinvestasi, investor juga memperhitungkan nilai aktiva bersih
perusahaan yang mencerminkan asset yang dimiliki perusahaan.
Perhitungan nilai buku perlembar saham untuk perusahaan yang memiliki
beberapa kelas saham ini lebih rumit dibandingkan dengan perusahaan
yang memiliki saham biasa saja.
Perhitungan nilai buku per lembar saham untuk kedua kelas saham
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Menghitung nilai ekuitas untuk saham preferen
Nilai ekuitas dihitung dengan mengalikan nilai tebus (call price)
ditambah dengan dividen yang dibagi dengan jumlah lembar saham
preferen yang beredar. Jika nilai tebus tidak digunakan, maka yang
digunakan adalah nilai nominal. Di dalam perhitungan ini agio saham
untuk saham preferen tidak dimasukkan karena pemegang saham
preferen tidak mempunyai hak untuk mempunyai hak untuk agio ini
walaupun berasal dari saham preferen. Sehingga agio ini dimasukkan
(50)
b) Menghitung nilai ekuitas untuk saham biasa
Nilai ekuitas sahham biasa dihitung dengan mengurangi nilai total
ekuitas dengan nilai ekuitas saham prefren.
c) Menghitung nilai buku per lembar saham biasa
Nilai buku per lembar saham biasa dapat dihitung dengan cara
membagi nilai ekuitas saham biasa dengan jumlah lembar saham biasa
yang beredar.
d) Menghitung nilai buku per lembar saham preferen
Nilai buku per lembar saham biasa dapat dihitung dengan cara
membagi nilai ekuitas saham preferen (preferred stock) dengan jumlah
saham preferen yang beredar.
2.2.11 Definisi harga Saham Per Nilai Buku (PBV)
Rasio harga saham per nilai buku (PBV) digunakan untuk
mengukur apakah harga saham (harga pasarnya) diperdagangkan di atas
atau di bawah nilai buku saham tersebut. Price to book value
menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu
perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar semakin percaya akan
prospek perusahaan tersebut di masa depan. Rumus yang digunakan untuk
menghitung rasio harga saham per nilai buku adalah sebagai berikut :
Harga saham per nilai buku = nilai buku per lembar saham
(51)
Jika angka PBV dibawah satu, maka dapat dipastikan bahwa harga
pasar saham tersebut lebih rendah daripda nilai bukunya. “ Sebagai suatu
peusahaan yang memiliki manajemen yang baik maka diharapkan PBV
perusahaan tersebut setidaknya adalah satu atau dengan kata lain diatas
dari nilai bukunya “. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah saham
dengan nilai PBV rendah tidak akan diminati oleh investor ? Jawabannya
tergantung dari tujuan investasinya. Angka satu yang menjadi patokan
minimal untuk sebuah perusahaan dengan manajemen yang baik tidak
serta merta menjadi tolak ukur yang pasti. Motivasi investor dalam
melakukan investasi juga menjadi pertimbangan tersendiri. Tidak sedikit
investor yang membeli saham dengan nilai PBV yang rendah untuk
menjadikan pemegang mayoritas, sehingga dapat memutuskan kemana
arah tujuan perusahaan.
2.2.12 Return Saham
Pada dasarnya harga saham dipengaruhi oleh permintaan
dan penawaran saham. Pemilihan saham pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan fundamental approach yang menitik beratkan pada
nilai intrinsik saham, yaitu kemampuan perusahaan di masa yang akan
dating dilihat dari keaadaan aktiva, produksi, pemasaran, dan pendapatan
yang kesemuanya itu menggambarkan prospek perusahaan. Prospek suatu
perusahaan dapat dilihat melalui proses analisis laporan keuangan dengan
(52)
pada tingkat pengembalian investasi atau return saham. Return saham
merupakan tolak ukur pemegang saham maupun investor untuk
memperoleh jaminan pengembalian investasi yang dilakukan. Return
saham yang tinggi tentunya akan menarik minat investor untuk
menginvestasikan modalnya. Fuller dan James (1987) mengatakan bahwa
variabilitas harga saham tergantung pada bagaimana laba dan dividen yang
terjadi pada suatu perusahaan. Senada dengan Fuller dan Farrell (1987),
Cahyono (2000) mengemukakan bahwa harga saham mencerminkan
ekspektasi investor pada laba emiten di masa yang akan dating dan berapa
besarnya potensi laba tersebut harus didiskon.
Rit = Pit – Pit-1
Pit-1
Keterangan :
Rit : Return Saham yang diterima investor
Pit : Harga saham saat ini
Pit-1 : Harga saham tahun sebelumnya
2.2.13 Pengaruh Laba Atas Ekuitas (ROE)terhadap Return Saham
Return on Equity adalah salah satu rasio probabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan modal
saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran probabilitas dari sudut
(53)
memperhatikan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengelola
modalnya sendiri untuk menghasilkan laba bersih. Semakin besar tingkat
pengembalian atas modal sendiri (ROE) maka semakin efisien dan efektif
manajemen perusahaan dalam mengelola sumber dayanya.
sendiri dapat menghasilkan laba bersih yang tinggi dimana hal itu secara
tidak langsung menunjukkan bahwa return saham atau pengembalian
investasi yang tersedia bagi investor juga tinggi. Return saham yang tinggi
memperkuat anggapan investor maupun pemegang saham bahwa
manajemen telah melakukan tugasnya dengan baik (tau menyembunyikan
sesuatu hingga laporan tahunannya selesai).
Nilai rasio ROE yang sangat tinggi tentunya menggembirakan bagi
investor karena semakin besar pula laba yang tersedia bagi mereka.
Sebaliknya, kondisi ROE yang rendah dapat diartikan bahwa setiap rupiah
modal sendiri hanya dapat menghasilkan laba bersih yang rendah bagi
investor. ROE yang rendah dapat mengisyaratkan investor bahwa
sebenarnya mereka dapat menghasilkan lebih banyak bagian laba jika
melakukan investasi di perusahaan lainnya. Namun demikian, ROE ini
harus dipertimbangkan pula dari sudut pandang apa yang sedang terjadi
selama siklus usaha yang sedang berlangsung, seperti adanya ekspansi,
hutang, atau perubahan ekonomi.
Investor memiliki sudut pandang tersendiri mengenai tingkat laba
dan resiko yang diharapkan. Terdapat dua aspek yang sering diteliti yaitu
(54)
sesuatu yang dikehendaki oleh investor. Oleh karena itu investor perlu
melakukan analisis lebih lanjut sebelum melakukan investasi. Peranan
informasi laporan keuangan menjadi sangat penting karena dari laporan
keuangan tersebut dapat diketahui kondisi keuangan dan hasil operasi
perusahaan serta kinerja masa lalu dan masa mendatang. Laporan
keuangan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan rasio keuangan
salah satunya rasio probabilitas yaitu ROE.
2.2.14 Pengaruh Price Earning Ratio (PER) terhadap Return Saham
Investasi pada instrument saham seringkali menuntut investor
untuk lebih jeli dalam pemilihan saham yang memiliki potensi yang tinggi
dalam menghasilkan laba dan memberikan return saham. Sebelum
menginvestasikan dananya, investor perlu melakukan analisis terhadap
kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba, karena investor akan selalu
dihadapkan pada berbagai kemungkinan seperti adanya ketidakpastian
(resiko). Analisis tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor dapat
diketahui dari informasi laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan
public dan dengan menggunakan analisis rasio keuangan.
Jogiyanto (2003:105) mengatakan bahwa alternatif lain selain
menggunakan arus kas atau dividen dalam menghitung nilai fundamental
atau nilai intrinsic saham adalah dengan menggunakan nilai laba
perusahaan. Salah satu pendekatan yang populer untuk mengestimasi nilai
(55)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar investor menilai harga dari saham
terhadap kelipatan earnings.
Price earning ratio merupakan salah satu rasio yang sering digunakan oleh investor sebagai indicator dalam memilih instrumen saham
yang tepat. Price earning ratio menunjukkan seberapa tinggi
investormenilai suatu saham atas potensi laba yang diperoleh perusahaan
di masa mendatang. Makin tinggi price earning ratio berarti makin tinggi
pula tingkat kepercayaan investor terhadap kinerja perusahaan dalam
memberikan pengembalian investasi atau return saham. Tingginya tingkat
kepercayaan ini akan berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan
tersebut. Sebaliknya, makin kecil price earning ratio, makin kecil harapan
investor atas return saham tersebut. Sehingga kebanyakan saham – saham
yang listing di bursa efek dengan nilai price earning ratio tinggi biasanya
diperdagangkan dengan harga yang tinggi pula.
Nilai PER menggambarkan harga per lembar saham untuk setiap
earnings yang dibayarkan pada investor. Pada tingkat pendapatan tertentu,
biasanya investor akan memperoleh uangnya kembali dalam bentuk
dividend an peningkatan nilai buku. Kondisi PER yang tinggi sangat
diharapkan oleh investor karena akan semakin besar laba yang tersedia
baginya. Namun pada saat tertentu posisis PER yang tinggi kurang disukai
investor, karena nilai PER yang tinggi tentunya lebih beresiko daripada
saham dengan PER yang relatif rendah. Nilai PER yang rendah memiliki
(56)
PER tinggi. Pada beberapa investor, PER yang tidak terlalu tinggi akan
lebih diminati.
Saham dengan nilai PER yang rendah tidak selalu mencerminkan
kinerja yang buruk. Perusahaan mungkin berada pada persaingan industry
yang matang dengan pertumbuhan yang rendah, atau bisa juga disebabkan
posisi perusahaan yang mapan serta memilki saham unggulan dengan
stabilitas laba dan dividen berkala yang panjang. Sehingga investor
dihadapkan pada pilihan saham dengan dividend yield yang tinggi atau
saham dengan PER yang tinggi namun resiko tidak terbayarnya dividen
tinggi juga tinggi.
2.2.15 Pengaruh Nilai Buku Per Lembar Saham (BVS) terhadap Return Saham
Nilai buku per lembar saham (BVS) merupakan ukuran seberapa
besar nilai buku dari setiap lembar saham. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pada setiap 1 lembar saham biasa memiliki nilai buku sebesar nilai
tertentu. Angka BVS yang tinggi tentunya mencerminkan potensi
perusahaan di masa mendatang yang baik, sehingga dengan jaminan
keamanan atau nilai klaim atas aktiva bersih perusahaan yang semakin
tinggi investor akan bersedia membayar harga saham dengan nilai yang
tinggi pula.
Rasio BVS yang tinggi tentu saja suatu hal yang menggembirakan
(57)
manajemen yang kuat dan struktur organisasi yang berfungsi secara
efisien, perusahaan akan mampu meraih laba yang lebih tinggi karena
biayanya produknya yang kompetitif. Investor beranggapan bahwa nilai
BVS yang tinggi akan berbanding lurus dengan return saham. Karena
perusahaan yang memiliki nilai buku yang tinggi biasanya memiliki
kinerja yang baik pula. Perusahaan akan memiliki nilai pasar yang lebih
besar atau sekurang – kurangnya sama dengan nilai buku aktiva bersihnya.
Sebaliknya, kondisi BVS yang rendah memiliki arti bahwa setiap satu
lembar saham biasa memiliki nilai buku yang berada dibawah harga pasar,
sehingga dapat dikatakan perusahaan memiliki earnings yang relatif
rendah. Pada akhirnya pasar akan menghargai saham tersebut beberapa
kali lebih rendah daripada nilai bukunya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dengan rasio BVS yang sangat rendah menunjukkan perusahaan
tersebut memiliki pertumbuhan yang rendah serta nilai buku relative
rendah daripada nilai pasarnya.
2.2.16 Pengaruh Harga Saham Per Nilai Buku (PBV) terhadap Return Saham
Harga saham per nilai buku (PBV) merupakan ukuran apakah
harga saham (harga pasarnya) diperdagangkan di atas attau di bawah nilai
buku saham tersebut. Ini berarti bahwa harga saham yang dibayarkan oleh
investor sebesar X kali dari nilai bukunya. Nilai rasio PBV ini merupakan
(58)
yang tinggi tentu saja disukai investor, karena berarti pasar percaya akan
prospek perusahaan tersebut atau nilai pasar asset perusahaan secara
signifikan lebih tinggi daripada nilai bukunya. Sebaliknya, kondisi PBV
yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki harga saham yang
murah atau berada dibawah harga sebenarnya, sehingga perusahaan dinilai
tidak dapat memberikan tingkat pengembalian yang tinggi. Rasio PBV
yang rendah juga dapat diartikan investor bahwa ada sesuatu kesalahan
mendasar pada perusahaan tersebut. Banyak dari investor yang
beranggapan bahwa perusahaan yang memiliki nilai PBV yang tinggi
biasanya juga memiliki earning dan return yang tinggi pula. Anggapan
seperti ini tidak selalu benar, Karena ada perusahaan yang memiliki nilai
PBV yang rendah namun memberikan earning yang lebih tinggi dari
perusahaan yang memiliki PBV tinggi. Rasio PBV yang rendah terjadi
pada industry yang memerlukan lebih banyak modal infrastruktur
(59)
2.3 Kerangka Pikir
Return On
Equity (X1)
Price Earning Ratio
(X2)
Book Value PerShare
(X3)
Price to book value
(X4)
Return Saham
(60)
2.4 Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan masalah, landasan teori, maka perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
1. Di duga laba atas ekuitas (ROE) berpengaruh positif terhadap Return
Saham.
2. Di duga Price earning ratio (PER) berpengaruh positif terhadap Return
Saham.
3. Di duga Nilai Buku Per lembar Saham (BVS) berpengaruh positif
terhadap Return Saham
4. Di duga Harga Saham Per Nilai Buku (PBV) berpengaruh positif
(61)
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Variabel bebas
a) Laba Atas Ekuitas / Return On Equity (ROE)
Merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan berdasarkan modal saham tertentu dan skala pengukuran data yang digunakan adalah skala rasio. Laba atas ekuitas = pendapatan setelah pajak x 100%
Modal pemegang saham b) Price Earning Ratio (PER)
Merupakan ukuran seberapa banyak para investor bersedia membayar untuk rupiah dari laba yang dilaporkan dan skala pengukuran data yang digunakan adalah skala rasio.
PER = harga pasar per lembar saham biasa
Pendapatan per lembar saham biasa
c) Nilai Buku Per Lembar Saham / Book Value per Share (BVS)
Merupakan ukuran seberapa besar nilai buku dari setiap saham dan skala pengukuran data yang digunakan adalah skala rasio.
BVS = Total ekuitas
Jumlah saham beredar
(62)
d) Harga Saham Per Nilai Buku / Price to Book value (PBV)
Merupakan ukuran apakah harga saham (harga pasarnya) diperdagangkan di atas atau di bawah nilai buku saham tersebut dan skala pengukuran data yang digunakan adalah skala rasio. PBV = nilai buku per lembar saham
Harga pasar per lembar saham
2. Variabel Terikat (Return Saham)
Return saham merupakan pendapatan per lembar saham yang dinikmati oleh investasi yang dilakukannya. Menurut Hartono
(2000:108) return total dari suatu investasi terdiri atas capital gain
(loss) dan yield
Return total = Capital gain (loss) – yield
Capital gain merupakan selisih dari harga investasi sekarang relative dengan periode yang lalu. Skala pengukuran data yang
digunakan adalah skala rasio. Yield merupakan persentase
penerimaan kas periodic terhadap harga investasi periode tertentu
dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah presentase dividen
terhadap harga saham periode sebelumnya. Namun tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas secara periodic
kepada pemegang sahamnya, sehingga perhitungan return saham
didefinisikan sebagai berikut : Rit = Pit – Pit-1
(63)
Keterangan :
Rit : Return Saham yang diterima investor
Pit : Harga saham saat ini
Pit-1 : Harga saham tahun sebelumnya
3.2 Teknik Penentuan Sampel 3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :objek / subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2003:55). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah laporan keuangan perusahaan otomotif yang go publik di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006 - 2009.
3.2.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel adalah
purposive sampling yaitu berdasarkan pertimbangan dan criteria tertentu.Kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti adalah :
1. Data laporan keuangan perusahaan tersedia berturut – turut selama 4
tahun untuk tahun pelaporan dari 2006 – 2009.
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan auditan dengan
(64)
Perusahaan otomotif yang memenuhi criteria tersebut di atas antara lain :
a) PT. Astra International tbk
b) PT. United Tractors tbk
c) PT. Tunas Ridean tbk
d) PT. Multistrada Arah Sarana tbk
e) PT. Intraco Pentra tbk
f) PT. Hexindo Perkasa tbk
g) PT. Gajah tunggal tbk
h) PT. Goodyear Indonesia tbk
i) PT. Astra Otoparts tbk
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain yang telah mengumpulkan terlebih dahulu dan menerbitkannya. Data sekunder tersebut berasal dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang diterbitkan oleh Institute for Economic dan Financial Research dan laporan keuangan yang telah diterbitkan perusahaan.
Sugiyono (2003:55) mengatakan, “populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas :objek / subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya”. Dalam penelitian adalah laporan
(65)
keuangan perusahaan perbankan yang publikasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan tahun 2009.
3.4 Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Teknik Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mendokumentasikan data – data perusahaan yang terkait dengan penelitian. Data – data perusahaan tersebut diolah kembali hingga dapat dijadikan sumber informasi dalam penulisan skripsi ini.
b) Teknik Studi Kepustakaan
Nazir (2003) mendefinisikan teknik studi kepustakaan adalah teknik penelitian yang mempelajari tentang catatan perusahaan dan buku – buku teks pendukung maupun jurnal yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini banyak terinspirasi oleh jurnal – jurnal dan teori yang telah dipelajari sebelumnya.
3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1 Uji Normalitas data
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut telah mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai
(66)
metode diantaranya adalah metodesketer plot. Menurut Ghozali (2001:76), pedoman dalam pengambilan keputusan bahwa sebuah distribusi data tersebut mengikuti sebaran normal adalah sebagai berikut :
a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dana atau mengikuti arah
garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Syarat dari suatu persamaan regresi adalah harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE, maka diantaranya tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier berganda yaitu :
1. Tidak boleh ada multikolinearitas.
2. Tidak boleh ada heterokedastisitas.
3. Tidak boleh ada autokorelasi.
Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.
1. Multikolinearitas.
Model regresi linier yang baik mensyaratkan tidak adanya korelasi diantara variabel bebas. Pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regeresi dapat
(67)
menggunakan uji multikolinearitas. Kriteria pengujian multikolinearitas menurut Ghozali (2001:57) adalah sebagai berikut :
a) Jika VIF lebih besar dari 10, maka dalam persamaan tersebut terdapat
multikolinearitas.
b) Jika VIF lebih kecil dari 10, maka dalam persamaan tersebut tidak
terdapat multikolinearitas. 2. Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan
kepengamatan lainnya. Kebanyakan data cross section mengandung situasi
heterokedastisitas, karena ini menghimpun data yang terwakili berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan cara menggunakan uji Rank Spearman yaitu dengan membandingkan antara residual dengan seluruh variabel bebas. Mendeteksi adanya heterokedastisitas adalah sebagai berikut :
(Gujarati, 1999:177)
a) Nilai probabilitas> 0,05 berarti bebas dari heterokedastisitas
b) Nilai probabilitas< 0,05 berarti terkena heterokedastisitas
3. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross sectional)” (Gujarati,
(68)
1999:201). Jadi di dalam model regresi linier diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi. Artinya nilai residual (Yobservasi – Yprediksi) pada
waktu ke-t (et) tidak boleh ada hubungan dengan nilai residual periode
sebelumnya (et-1).
Identifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dites dengan menghitung nilai Durbin Watson (uji Dw), dengan persamaan :
Dw =
N t t t N t t t t e e e 1 2 1 1 Keterangan :Dw : Nilai Durbin Watson
et : Residual pada waktu ke – t
et-1 : Residual pada waktu ke – t
N : Banyaknya data
Identifikasi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan kurva di bawah ini :
Sumber : Gujarati, 1999, 216, Ekonometrika Dasar
A d a au to K o re las i p o si ti f daerah keragu
raguan Tidak ada autokorelasi positif dan tidak ada auto korelasi negatif
daerah keragu raguan A d a au to K o re las i n e g ati f
(1)
(1992), Hartono (2000). Menurut David Wijaya PER tidak mempunyai pengaruh terhadap Return Saham. Pengukuran pengaruh Price Earning
Ratio (PER) terhadap Return saham menunjukkan tidak mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan. Jika PER mengalami penaikan atau penurunan maka tidak ada pengaruh terhadap Return Saham. Sehingga tidak sesuai dengan hipotesis yang ada.
3. Book Value PerShare Berpengaruh Tidak Signifikan Positif Terhadap Return Saham Perusahaan Otomotif ( Tidak Berpengaruh ).
Secara Parsial (uji – t) didapat hasil untuk variabel Book Value
PerShare bahwa thitung> ttabel yang artinya rasio Book Value PerShare
tidak mempunyai pengaruh yang tidak signifikan positif terhadap
Return saham Perusahaan Otomotif. Menurut David Wijaya BVS tidak
mempunyai pengaruh terhadap Return Saham. Jika BVS mengalami penaikan atau penurunan maka tidak ada pengaruh terhadap Return
Saham. Sehingga tidak sesuai dengan hipotesis yang ada.
Hal ini mungkin disebabkan perusahaan sudah melakukan kinerja secara maksimal tetapi laba yang diperoleh tidak begitu besar.Di samping itu perusahaan juga menanggung beban hutang sehingga laba digunakan untuk membayarnya. Hal ini mengakibatkan perusahaan tidak dapat menghasilkan laba yang diharapkan oleh investor dan
Return saham menjadi turun.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(2)
95
4. Price to Book Value Berpengaruh Signifikan Positif Terhadap Return Saham Perusahaan Otomotif ( Berpengaruh ).
Secara Parsial (uji – t) didapat hasil untuk variabel Price to Book
Value bahwa thitung< ttabel yang artinya rasio Price to Book Value
mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap Return saham Perusahaan Otomotif. Menurut David Wijaya Dalam Uji t koefisien korelasi untuk PBV mempunyai nilai positif. Ini berarti bahwa PBV mempunyai pengaruh terhadap Return Saham. Jika PBV mengalami penaikan atau penurunan maka Return Saham akan mengalami penaikan atau penurunan juga karena mempunyai hubungan yang searah. Sehingga sesuai dengan hipotesis yang ada.
Karena setiap Investor pasti melihat PBV terlebih dahulu sebelum investasi kepada perusahaan tersebut. Price to Book Value didapat signifikansi lebih kecil α (0,10). Ini menunjukkan bahwa PBV berpengaruh terhadap Return Saham.
Hasil Pengujian di atas tidak sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Moestika dan Adhaniwati (2002) dengan hasil analisis secara parsial bahwa Price to Book Value berpengaruh secara nyata terhadap Return saham perusahaan Otomotif yang go public di BEI.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(3)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. ROE (X1) berpengaruh terhadap Return Saham (Y), tidak dapat diterima. b. PER (X2) berpengaruh terhadap Return Saham (Y), tidak dapat diterima. c. BVS (X3) berpengaruh terhadap Return Saham (Y), tidak dapat diterima.
d. PBV (X4) berpengaruh terhadap Return Saham (Y), dapat diterima.
5.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan peneliti berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut :
a. Dalam melakukan investasi (modal) hendaknya pada investor memperhatikan Return on Equity, Price Earning Ratio, Book Value
PerShare, Price to Book Value dalam suatu perusahaan. Tetapi juga harus
factor – factor fundamental lain yang mempengaruhi Return Saham agar
95
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(4)
96
dalam berinvestasi investor tidak spekulatif dan hanya ikut – ikutan tanpa pertimbangan factor yang rasional.
b. Konsep Return saham sebagai konsep fundamental bagi pengembangan teori pasar modal sebaiknya lebih banyak dikupas lagi oleh para ahli.
c. Bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian hal yang sama dapat menggunakan variabel – variabel lain yang diperkirakan akan berpengaruh signifikan terhadap Return saham.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(5)
Baridwan. 1997. Intermediate Accounting. Edisi tujuh. BPFE. Yogyakarta.
Cahyono, Jaka E. 2000. Dua Puluh Dua (22) Straegi dan Teknik Meraih Untung di Bursa saham. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Darmadji, Tjiptono, dan Fakhruddin, Hendy. 2001. Pasar Modal di Indonesia (Pendekatan Tanya Jawab). Jakarta :Salemba Empat
.
Fuller, Russel J. and Farrel James L.Jr. 1987. Modern Investment and Security Analysis. Singapore : McGraw Hill.
Ghozali. 2001. Aplikasi Analisis Multivarrate dengan program SPSS. Edisi 11. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitosudarmo. 2002. Manajemen Keuangan. Edisi Empat. Yogyakarta : BPFE.
Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Cetakan keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Halim, Abdul. 2003. Analisis Investasi. Penerbit Salemba Empat.
Hanafi, Mamduh M. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit UPP AMP YKPN.
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Analisa Kritis Atas laporan keuangan. Edisi satu. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Hartono, M, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE.
Husnan, Suad. 1994. Dasar – Dasar Teori Portofolio. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Penerbit UPP AMP YKPN.
Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Munawir. 1995. Analisis Laporan keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(6)
Nazir, Muhammad. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia. Riyanto, Bambang. 1995. Dasar – Dasar Pembelajaran Perusahaan. Yogyakarta :
Penerbit BPFE.
Subardi, Agus. 1994. Manajemen keuangan Jilid Kedua. Yogyakarta. Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sunariyah. 2003. Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Ketiga. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta
Tjiptono, Fandi. 1997. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Jogyakarta
Ulupui, I.G.K.A. 2006. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Dan Probabilitas Terhadap Retrun Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman Dengan Kategori Industri Barang Konsumsi Di BEJ). Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan. Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana.
Wijaya, David. 2008. Pengaruh Rasio Modal Saham Terhadap Return Saham Perusahaan – Perusahaan Telekomunikasi Go Publik di Indonesia Periode 2007. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.10, No.2. September 2008 : 136 – 152.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :