Pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.

(1)

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua 12814129

ABSTRACT

Kojic acid dipalmitate (KAD) is a synthetic compound that is derived from Kojic Acid (KA), which has antioxidant activity and depigmentation activity. Its lipophilic property allow KAD to be formulated as a nanocream which has droplet size range 20 nm until 500 nm. Nanocream formulations need surfactant and co-surfactant combination in order to reduce droplet size. Furthermore, method of nanocream formulations also affect in reducing droplet size. The purpose of this study is to obtain KAD nanocream which has good stability with combination of Tween 80 as a surfactant and propylene glycol as a co-surfactant using a mixer.

KAD nanocream was made using a mixer that is a rotor stator system and involved in high energy emulsification method. The level one of mixer speed was used in this process for 75 minutes. Accelerated stability testing conducted at temperature/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% for a month.

The result show that mixer method could produce homogeneous nanocream with droplet size 181,398 nm, pH 7,004 ± 0,076, and viscosity 8,50183 ± 0,97 Pa.s. The result of stability testing showed that KAD nanocream was not stable with degree of phase separation 0,8 ± 0,1.


(2)

INTISARI

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) merupakan senyawa sintetik turunan Kojic Acid (KA) yang memiliki khasiat sebagai antioksidan dan agen depigmentasi.

Sifatnya yang lipofilik memungkinkan KAD untuk diformulasikan dalam bentuk sediaan nanokrim dengan ukuran droplet 20 nm hingga 500 nm. Nanokrim membutuhkan kombinasi surfaktan dan atau kosurfaktan untuk memperkecil ukuran droplet. Selain itu, metode pembuatan juga berpengaruh pada pengecilan ukuran droplet. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.

Proses pembuatan nanokrim KAD menggunakan alat mixer yang merupakan sistem rotor stator dan termasuk dalam metode emulsifikasi menggunakan energi tinggi. Level kecepatan mixer yang digunakan yaitu level satu dengan total waktu pembuatan 75 menit. Uji stabilitas nanokrim KAD menggunakan uji stabilitas dipercepat menggunakan suhu/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% selama satu bulan. Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi organoleptis, homogenitas, pH, tipe emulsi, ukuran droplet, viskositas dan rheologi, daya sebar, serta daya lekat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan nanokrim KAD dengan

mixer dapat memperkecil ukuran droplet hingga 181,398 nm dengan sifat fisik

antara lain homogen, pH 7,004 ± 0,076, dan memiliki viskositas 8,50183 Pa.s ± 0,97. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa nanokrim KAD tidak stabil karena mengalami pemisahan fase, yaitu sedimentasi, dengan rasio pemisahan fase sebesar 0,8 ± 0,1.

Kata kunci: Kojic Acid Dipalmitate, nanokrim, mixer, Tween 80, propilen glikol.


(3)

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua NIM : 128114129

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua NIM : 128114129

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

Pengesahan Skripsi Berjudul

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MER

Panitia Penguji

Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua

NIM: 128114129

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dhama Pada tanggal: 19 Januari 2016

I. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.

2. Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. 3. Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt.

4. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt.


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha.”

“Langit tidak perlu menjelaskan bahwa dirinya tinggi. People know you are good if you are good.”

-Anonim-Kupersembahkan skripsi ini untuk: Tuhan Yesus dan Bunda Maria Papa dan Mama Ignasius Tante Sulis Teman-teman dan Almamaterku


(8)

v PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria karena telah memberkati dan membimbing setiap langkah penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID

DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN

KOSURFAKTAN PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.).

Selama proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Papa dan Mama yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan semangat selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku pembimbing satu dan Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt., selaku pembimbing dua, yang dengan sabar membimbing penulis selama pengerjaan skripsi.

3. Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. dan Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku penguji yang telah memberikan saran demi perbaikan naskah skripsi. 4. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku kepala laboratorium Universitas Sanata

Dharma yang memberikan izin menggunakan laboratorium dan izin lembur untuk melaksanakan penelitian di laboratorium.


(9)

vi

5. Para laboran, terutama Pak Musrifin dan Mas Agung yang membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan sejak awal semester hingga saat ini.

7. Suzan, Venny, Meda, dan Stephanie selaku teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan masukan demi terselesaikannya penelitian ini. 8. Teman-teman FSM D dan FST B yang telah mewarnai hari-hari selama 3,5

tahun ini dan memberikan pengalaman yang tak terlupakan.

9. Kakak-kakak tingkat yang telah membantu, membagikan pengalaman, dan memberikan semangat.

10. Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pendidikan, terutama ilmu kefarmasian.

Penulis


(10)

PENYATAAN KEASLIAN RY A

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan datar pustaka, sebagaimana layaknya kaya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indiasi plagiarisme dalam naskah

ini, mka saya ersedia menanggung segala anksi sesuai peratuan

perundang-undangan yang berlaku.

vii

Y ogyakarta, 4 Desember 2015 Penulis


(11)

LEBAR PERNYATAAN PERSETUUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang ertanda tangan di bawah ini, aya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anesia Brilianti Kannlua

N1 : 128114129

Demi pengembngan ilmu pengetahun, saya memerikan kepada pepusn Universitas Sanaa Dhama kaya ilmiah aya yang bejudul:

PEBUATAN NANOM KOJIC ACID DIPAMITATE DENGN

KOBNASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL ENGGUNAKAN MER

Denan demikin, saya memerikan kepada Perpustakaan Universitas Snata Dhrma hak untuk menyimpan, · mengalihkan dalam entuk media lain, mengolahnya dalam entuk pangkalan daa, mendisribusikan scara terbatas, dan mempublikasiannya di intenet atau media lain untuk kepentingn akademis anpa perlu meminta ijin dari aya maupun memberikan royalti kepada aya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian surat enyataan ini yang saya buat dengn sebennya.

Dibuat di Y ogykarta

Pada tanggal: 19 esemer 2016 Yang menyatakan

Anesia Brilianti Kananlua

••


(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..……. ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

PRAKATA………...………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……… viii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN………... iv

INTISARI………...………... xv

ABSTRACT………... xvi

BAB I. PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………... 1

1. Perumusan masalah……… 4

2. Keaslian penelitian………. 4

3. Manfaat penelitian……… 6

B. Tujuan Penelitian………... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………. 7

A. Kojic Acid Dipalmitate (KAD) ……….. 7

B. Nanokrim………... 8

C. Stabilitas Fisik Nanokrim……… 11

D. Metode Pembuatan Nanokrim………. 13

1. Metode emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi)……… 13

2. Metode emulsifikasi energi rendah (metode kondensasi)… 17 E. Rheologi………... 18

1. Tipe Newtonian………. 19


(13)

x

F. Evaluasi Fisik Nanokrim………. 22

1. Organoleptis………... 22

2. Homogenitas………... 22

3. pH………... 22

4. Tipe krim………... 22

5. Ukuran droplet………... 23

6. Viskositas………... 23

7. Daya sebar………... 24

8. Daya lekat………... 24

9. Rasio pemisahan fase….……… 25

G. Pemerian Eksipien………... 26

1. Tween 80………... 26

2. Propilen glikol………... 26

3. Virgin Coconut Oil……… 27

4. Akuades………... 27

H. Landasan Teori………... 28

I. Hipotesis Penelitian………... 29

BAB III. METODE PENELITIAN………... 30

A. Jenis Rancangan Penelitian……….. 30

B. Variabel dan Definisi Operasional………... 30

1. Variabel penelitian………. 30

2. Definisi operasional………... 31

C. Bahan Penelitian………... 32

D. Alat Penelitian………... 32

E. Tata Cara Penelitian………... 32

1. Formulasi nanokrim KAD………. 33

2. Evaluasi sifat fisik nanokrim KAD……… 34

3. Evaluasi stabilitas fisik nanokrim KAD……… 35

F. Analisis Data………... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 37


(14)

xi

B. Evaluasi Fisik Nanokrim KAD………..……….. 38

1. Organoleptis, homogenitas, dan pH………... 38

2. Tipe emulsi………... 39

3. Ukuran droplet..………... 40

4. Viskositas dan rheologi………..……… 42

5. Daya sebar………..………... 43

6. Daya lekat………..……... 44

C. Stabilitas Fisik………... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 46

A. Kesimpulan………... 46

B. Saran………... 46

DAFTAR PUSTAKA………... 47

LAMPIRAN………... 51


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I Keaslian Penelitian………….………... 5 Tabel II. Formula Acuan Sediaan Nanokrim………... 33 Tabel III. Formula Modifikasi Sediaan Nanokrim……… 33 Tabel IV. Data Organopeltis, Homogenitas, dan pH Nanokrim KAD.. 38 Tabel V. Hasil Uji Viskositas, Daya Sebar, Daya lekat, dan


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur KAD……….. 7

Gambar 2. Jenis Sistem Emulsi……… 9

Gambar 3. Struktur Sederhana Surfaktan………. 10

Gambar 4. Tipe Konfigurasi Misel………... 10

Gambar 5. Skema Fenomena Ketidakstabilan Nanoemulsi………. 11

Gambar 6. Metode Emulsifikasi Energi Tinggi (Metode Dispersi)……. 14

Gambar 7. Desain Emulsifikasi Membran……… 17

Gambar 8. Kurva Tipe Sifat Alir……….. 19

Gambar 9. Struktur Tween 80……….. 26

Gambar 10. Struktur Propilen Glikol………. 26

Gambar 11. Pengujian Tipe Emulsi……… 40

Gambar 12. Kurva Distribusi Ukuran Droplet Nanokrim KAD………… 42


(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis Kojic Acid Dipalmitate (KAD)… 52 Lampiran 2. Perhitungan HLB……….. 53 Lampiran 3. Data Pengujian Organoleptis Nanokrim KAD…………. 53 Lampiran 4. Data Pengujian Homogenitas, pH, Tipe Emulsi, Daya

Sebar, Daya Lekat, dan Viskositas Nanokrim KAD…… 53 Lampiran 5. Data Pengujian Viskositas……… 54 Lampiran 6. Data Pengujian Ukuran Droplet dan Perhitungannya…... 57 Lampiran 7. Perhitungan % Polydispersity (% Pd)………... 58 Lampiran 8. Data Perhitungan Rasio Pemisahan Fase……….. 58 Lampiran 9. Dokumentasi………. 59


(18)

xv INTISARI

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) merupakan senyawa sintetik turunan Kojic Acid (KA) yang memiliki khasiat sebagai antioksidan dan agen depigmentasi.

Sifatnya yang lipofilik memungkinkan KAD untuk diformulasikan dalam bentuk sediaan nanokrim dengan ukuran droplet 20 nm hingga 500 nm. Nanokrim membutuhkan kombinasi surfaktan dan atau kosurfaktan untuk memperkecil ukuran droplet. Selain itu, metode pembuatan juga berpengaruh pada pengecilan ukuran droplet. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.

Proses pembuatan nanokrim KAD menggunakan alat mixer yang merupakan sistem rotor stator dan termasuk dalam metode emulsifikasi menggunakan energi tinggi. Level kecepatan mixer yang digunakan yaitu level satu dengan total waktu pembuatan 75 menit. Uji stabilitas nanokrim KAD menggunakan uji stabilitas dipercepat menggunakan suhu/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% selama satu bulan. Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi organoleptis, homogenitas, pH, tipe emulsi, ukuran droplet, viskositas dan rheologi, daya sebar, serta daya lekat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan nanokrim KAD dengan

mixer dapat memperkecil ukuran droplet hingga 181,398 nm dengan sifat fisik

antara lain homogen, pH 7,004 ± 0,076, dan memiliki viskositas 8,50183 Pa.s ± 0,97. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa nanokrim KAD tidak stabil karena mengalami pemisahan fase, yaitu sedimentasi, dengan rasio pemisahan fase sebesar 0,8 ± 0,1.


(19)

xvi ABSTRACT

Kojic acid dipalmitate (KAD) is a synthetic compound that is derived from Kojic Acid (KA), which has antioxidant activity and depigmentation activity. Its lipophilic property allow KAD to be formulated as a nanocream which has droplet size range 20 nm until 500 nm. Nanocream formulations need surfactant and co-surfactant combination in order to reduce droplet size. Furthermore, method of nanocream formulations also affect in reducing droplet size. The purpose of this study is to obtain KAD nanocream which has good stability with combination of Tween 80 as a surfactant and propylene glycol as a co-surfactant using a mixer.

KAD nanocream was made using a mixer that is a rotor stator system and involved in high energy emulsification method. The level one of mixer speed was used in this process for 75 minutes. Accelerated stability testing conducted at temperature/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% for a month.

The result show that mixer method could produce homogeneous nanocream with droplet size 181,398 nm, pH 7,004 ± 0,076, and viscosity 8,50183 ± 0,97 Pa.s. The result of stability testing showed that KAD nanocream was not stable with degree of phase separation 0,8 ± 0,1.


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kulit sebagai lapisan terluar dari tubuh memiliki fungsi penting dalam memproteksi organ-organ yang berada di bawah kulit dari invasi patogen, senyawa atau pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan. Kulit juga mengatur suhu tubuh dan keseimbangan elektrolit dan cairan dalam tubuh sehingga mencegah terjadinya dehidrasi. Kulit manusia dapat mengalami penuaan yang akan menyebabkan menurunnya kualitas kulit dalam memberikan fungsi proteksi. Selama proses penuaan, kulit berubah menjadi lebih tebal, berkeriput, dan terlihat tidak kencang (kendur). Salah satu penyebab penuaan pada kulit yaitu radikal bebas. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal radikal bebas tersebut, sehingga mencegah penuaan kulit (Dayan, 2008).

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) merupakan salah satu senyawa antioksidan

yang memiliki dua mekanisme antioksidan yaitu sebagai free radical scavenger dan agen pengkelat besi. Selain sebagai antioksidan, KAD juga memiliki fungsi sebagai agen depigmentasi dengan mengkelat ion tembaga pada sisi aktif enzim tirosinase. Enzim tersebut berperan dalam pembentukan melanin pada kulit (Gon alez, Corrêa,

and Chorolli, 2013; Gon alez, Marcussi, Calixto, Corrêa, and Chorilli, 2015). KAD

adalah senyawa sintetik, derivat dari senyawa Kojic Acid (KA) yang memiliki sifat lebih stabil dari KA, sehingga dapat diformulasikan ke dalam suatu bentuk sediaan.


(21)

KAD bersifat lipofilik dan stabil terhadap panas serta cahaya dalam rentang pH yang luas, yaitu 4-9 (Gon alez et al., 2013).

KAD yang bersifat lipofilik lebih mudah diformulasikan ke dalam suatu sistem emulsi, yang terdiri dari fase air dan fase minyak. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Al-Edresi and Baie (2009) telah memformulasikan KAD dalam bentuk nanokrim tipe minyak dalam air (M/A). Nanokrim adalah bentuk semisolid dari nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan suatu sistem emulsi yang terbentuk dari dispersi fase minyak ke dalam fase air atau sebaliknya, dan memiliki rata-rata diameter droplet 20-500 nm. Seperti halnya nanoemulsi, sistem nanokrim terdiri dari dua jenis, yaitu nanokrim minyak dalam air (M/A) dan nanokrim air dalam minyak (A/M) (Al-Edresi and Baie, 2010). KAD yang diformulasikan ke dalam bentuk sediaan nanokrim memiliki waktu tinggal yang lebih lama di kulit dari pada KAD yang diformulasikan dalam krim biasa. Uji in vivo pada tikus yang dilakukan oleh Al-Edresi and Baie (2010) menunjukkan bahwa nanokrim KAD dapat tertahan di folikel rambut selama tujuh hari, sehingga memperlama aktivitas KAD pada kulit.

Nanoemulsi dapat terbentuk jika di dalam sistem terdapat komponen minyak, air, dan kombinasi surfaktan dan surfaktan atau kombinasi surfaktan dan kosurfaktan. Surfaktan berperan penting dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air, sementara kosurfaktan akan memperbesar penetrasi fase minyak ke dalam area hidrofobik dari monomer surfaktan sehingga mengurangi tegangan antarmuka (Kawakami et al., 2002; Shafiq, Shakeel, Talegaonkar, Ahmad, Khar,


(22)

menggunakan Emulium Kappa® sebagai emulsifier dan propilen glikol sebagai kosurfaktan. Penelitian lainnya oleh Abdulkarim, Abdullah, Chitneni, Mahid, Yam, Faisal et al., (2010) mengenai nanokrim piroxicam menggunakan kombinasi surfaktan Tween 80 dan surfaktan Span 20.

Tween 80 dan propilen glikol yang sudah umum digunakan dalam formulasi sediaan nanokrim, digunakan sebagai surfaktan dan kosurfaktan dalam penelitian ini. Tween 80 (polyethoxysorbitan monooleate) merupakan surfaktan non-ionik bersifat tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik. Tween 80 bersifat hidrofilik dan memiliki nilai HLB sebesar 15 (Rowe, Sheskey, and Quin, 2009). Propilen glikol merupakan kosurfaktan yang bersifat hidrofilik dengan HLB sebesar 11,6. Kosurfaktan dengan struktur rantai pendek ini akan menembus permukaan dari monomer surfaktan secara efektif (Borhade, Pathak, Sharma, and Patrayale, 2012).

Metode emulsifikasi nanoemulsi dibedakan menjadi dua, yaitu emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi) dan emulsifikasi energi rendah (metode kondensasi). Metode dispersi menggunakan energi mekanik dalam proses emulsifikasi, misalnya ultrasonik, homogenizer berenergi tinggi, dan pengadukan dengan kecepatan tinggi. Pada metode ini, droplet dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil dengan adanya energi mekanik dari luar. Metode kondensasi memanfaatkan sifat fisikokimia dari sistem tersebut di mana perubahan ukuran

droplet dan fase transisi terjadi dalam proses emulsifikasi, misalnya metode phase

inversion temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP) dan nanoemulsifikasi


(23)

Penelitian Al-Edresi dan Baie (2009) menggunakan metode kondensasi, yaitu EIP, dalam pembuatan nanokrim KAD. Titik kritis dari metode EIP adalah volume air pada sistem. Metode EIP dalam pembuatan nanokrim KAD tersebut dilakukan pada suhu tinggi (65°C) yang akan menyebabkan meningkatnya kecepatan evaporasi air sehingga volume air menjadi berkurang dan gagalnya transisi fase emulsi dari A/M ke M/A. Oleh karena itu, Al-Edresi dan Baie (2010) menambahkan komponen alat elektroda yang dicelupkan ke dalam sistem emulsi dan disambungkan ke voltmeter. Elektroda tersebut berfungsi untuk mengetahui titik inversi fase.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Abdulkarim et al., (2010) mengenai nanokrim dengan zat aktif piroxicam menggunakan metode dispersi, yaitu dengan mixer kecepatan rendah. Bila membandingkan metode ini dengan metode EIP, maka pembuatan nanokrim dengan menggunakan mixer lebih sederhana. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menyederhanakan metode pembuatan nanokrim KAD dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol, yaitu menggunakan mixer.

1. Perumusan masalah

Apakah dapat dihasilkan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait KAD dan formulasi nanokrim yang pernah dilakukan antara lain tertera pada tabel I.


(24)

Tabel I. Keaslian penelitian

Judul Pengarang Isi Perbedaan

Formulation and Stability of Whitening VCO-in-Water Nano-Cream Al-Edresi and Baie (2009)

Formulasi dan uji stabilitas nanokrim KAD

menggunakan metode EIP dengan Emulium Kappa® sebagai emulgator dan propilen glikol sebagai kosurfaktan, serta campuran VCO dan squalene sebagai fase minyak.

Pembuatan nanokrim KAD dengan surfaktan Tween 80 dan

kosurfaktan propilen glikol, serta menggunakan minyak VCO menggunakan mixer. Formulation And Characterization of Palm Oil Esters Based Nanocream

For Topical Delivery of Piroxicam

Abdulkarim

et al.

(2010)

Formulasi nanokrim piroxicam dengan minyak POE serta kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 20 menggunakan

mixer.

Nanokrim KAD dibuat menggunakan 20% VCO dan propilen glikol sebagai kosurfaktan.

In-vitro and in-vivo Evaluation of a Photo-protective Kojic Dipalmitate Loaded into Nano-creams

Al-Edresi and Baie (2010)

Pengujian in vitro dan in

vivo mengenai permeabilitas

nanokrim KAD yang dibuat dengan menggunakan metode EIP, emulgator Emulium Kappa® dan kosurfaktan propilen glikol, serta campuran VCO dan

squalene.

Formulasi KAD dalam nanoemulsi liquid menggunakan mixer, surfaktan Tween 80, kosurfaktan propilen glikol, dan minyak VCO.

Structural Characterization and In Vitro

Antioxidant Activity of Kojic Dipalmitate Loaded W/O/W Multiple Emulsions Intended for Skin Disorders

Goncalez

et al.

(2015)

Formulasi KAD dalam emulsi W/O/W dan uji in

vitro aktivitas antioksidan.

Memformulasikan KAD dalam sediaan nanokrim.

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian mengenai “Pembuatan Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate dengan Kombinasi

Surfaktan Tween 80 dan Kosurfaktan Propilen Glikol Menggunakan Mixer” belum pernah dilakukan.


(25)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai formulasi sediaan nanokrim KAD.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu metode pembuatan sediaan nanokrim KAD yang sederhana, serta menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang bersifat stabil secara fisik dan dapat bermanfaat bagi masyarakat.

B. Tujuan Penelitian

Menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.


(26)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kojic Acid Dipalmitate (KAD)

Gambar 1. Struktur KAD (Balaguer, Salvador, and Chisvert, 2008)

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) (C38H66O6) (gambar 1) merupakan

senyawa sintetik derivat kojic acid (KA), yang memiliki sifat lebih stabil bila dibandingkan dengan KA. KA memiliki sifat mudah teroksidasi karena pengaruh cahaya dan panas. KAD berupa serbuk berwarna putih dengan berat molekul 618,9 g/mol. Titik lebur KAD yaitu 93°C - 97°C. KAD bersifat lipofil dan stabil terhadap panas serta cahaya dalam rentang pH yang luas, yaitu 4-9. Konsentrasi KAD yang direkomendasikan untuk sediaan perawatan kulit, yaitu 0,5-3% (Spec-Chem, 2013). KAD memiliki fungsi sebagai antioksidan dengan dua mekanisme antioksidan yaitu sebagai free radical scavenger dan agen pengkelat besi. Gon alez

et al. (2015) melakukan uji in vitro untuk mengetahui aktivitas antioksidan KAD

sebagai free radical scavenger pada KAD bebas, KAD dalam emulsi W/O/W, dan emulsi W/O/W tanpa KAD. Aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode Blois, yaitu DPPH, sebagai radikal bebas, akan berkurang konsentrasinya karena adanya antioksidan. Hasil dari penelitian tersebut yaitu KAD dalam emulsi W/O/W memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar daripada KAD bebas. Pustaka lain


(27)

menyebutkan bahwa KAD yang terpenetrasi ke dalam lapisan epidermis kulit akan terhidrolisis menjadi KA dengan adanya enzim esterase yang terdapat di sel kulit. Senyawa tersebut berperan sebagai antioksidan dengan mengkelat ion besi (Gon alez et al., 2013).

Kojic Acid (KA) bebas di dalam kulit yang merupakan hasil hidrolisis dari

KAD, juga berperan sebagai agen depigmentasi. Mekanisme depigmentasi KA yaitu dengan cara mengkelat ion tembaga pada sisi aktif enzim tirosinase. Enzim tersebut berperan dalam melanogenesis. Pengkelatan sisi aktif enzim tirosinase mengakibatkan terhambatnya proses melanogenesis. Melanogenesis merupakan proses biosintesis untuk membentuk melanin. Melanin merupakan pigmen yang memberi warna kulit. Melanin terbentuk di dalam suatu organel yang disebut melanosom dengan bantuan enzim tirosinase. Melanosom yang merupakan tempat terjadinya melanogenesis disekresikan oleh sel melanosit yang terdapat pada lapisan basal (Dayan, 2008; Chang, 2012; Gon alez et al., 2015).

B. Nanokrim

Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih obat yang terlarut atau terdispersi dalam emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A) atau basis emulsi mudah tercuci air (Allen, Popovich, and Ansel, 2005). Nanoemulsi merupakan dispersi koloidal yang transparan, yang terbentuk dari dispersi suatu fase cair ke dalam fase cair lainnya sehingga membentuk droplet dengan rentang ukuran 20-500 nm (Al-Edresi and Baie, 2009). Oleh karena itu, nanokrim dapat diartikan sebagai sediaan semisolid yang terbentuk dari dispersi suatu fase cair ke dalam fase cair lainnya dengan rentang droplet 20-500 nm.


(28)

Secara umum, krim dibedakan menjadi dua jenis, yaitu krim hidrofobik dan krim hidrofilik. Krim hidrofobik memiliki sistem emulsi air dalam minyak (A/M), sementara krim hidrofilik memiliki sistem emulsi minyak dalam air (M/A) (gambar 2) (WHO, 2015). Sistem emulsi A/M terdiri dari fase air sebagai fase internal dan fase minyak sebagai fase eksternal. Sebaliknya emulsi M/A terdiri dari fase minyak sebagai fase internal dan fase air sebagai fase eksternal. Fase internal merupakan fase yang terdispersi dan fase eksternal merupakan medium pendispersi (Allen, Popovich, and Ansel, 2011). Jenis emulsi ditentukan oleh nilai Hydrophilic

Lipophilic Balance (HLB) surfaktan dan atau kosurfaktan yang terdapat di dalam

sistem. Jenis emulsi M/A memiliki HLB 8 – 18, sedangkan jenis emulsi A/M memiliki HLB 3 – 6 (Tadros, 2013).

Gambar 2. Sistem emulsi kedua jenis krim: (a) emulsi M/A untuk krim hidrofilik; (b) emulsi A/M untuk krim hidrofobik (Schramm, 2005)

Sama seperti halnya nanoemulsi, surfaktan dan atau kosurfaktan merupakan komponen terpenting dalam pembuatan nanokrim. Kedua komponen ini berfungsi untuk menstabilkan nanoemulsi, yang tidak stabil secara termodinamika, dengan cara menurunkan tegangan antarmuka di dalam sistem yang terbentuk karena adanya dua cairan yang tidak saling campur. Selain menurunkan tegangan

a b

Hitam = minyak Abu-abu = air


(29)

antarmuka sehingga emulsi mudah terbentuk, surfaktan juga berfungsi sebagai lapisan proteksi untuk menjaga agar emulisi tidak pecah (Schramm, 2005).

Surfaktan merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidrofobik dan hidrofilik (gambar 3). Mekanisme surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka yaitu adsorpsi dan agregasi. Adsorpsi diartikan sebagai perpindahan molekul surfaktan pada wilayah antarmuka dua material yang tidak saling campur (hidrofilik dan hidrofobik) sehingga meminimalkan kontak antar kedua material tersebut. Proses adsorpsi ini menghasilkan perubahan sifat pada wilayah antarmuka. Agregasi diartikan sebagai pembentukan agregat (misel) dari surfaktan sehingga membatasi kontak antara kedua material yang tidak saling campur. Bentuk-bentuk dari misel tergantung pada konsentrasi surfaktan (gambar 4)(Farn, 2006).

Gambar 3. Struktur sederhana dari surfaktan (Farn, 2006)

Gambar 4. Tipe konfigurasi misel (Farn, 2006)

Penggunaan surfaktan yang dikombinasikan dengan kosurfaktan akan lebih menguntungkan. Kosurfaktan merupakan alkohol rantai pendek hingga panjang (C3 – C8). Kombinasi surfaktan dan kosurfaktan akan memperbanyak pembentukan misel dan meningkatkkan fluiditas antarmuka. Selain itu, kosurfaktan


(30)

meningkatkan mobilitas dari rantai hidrokarbon yang memungkinkan penetrasi fase minyak yang lebih besar ke dalam wilayah lipofilik. Kosurfaktan dapat meningkatkan ketercampuran fase air dan fase minyak dengan cara partisi ke dua fase tersebut (Azeem, Rizwan, Ahmad, Iqbal, Khar, Aqil, and Talegaonkar, 2009; Yadav, Singh, and Poddar, 2012).

C.Stabilitas Fisik Nanokrim

Nanokrim dengan basis emulsi dapat mengalami ketidakstabilan fisik, seperti flokulasi, koalesen, creaming, dan Ostwald ripening (gambar 5). Fenomena ketidakstabilan tersebut dapat terjadi karena faktor lingkungan dan penyimpanan dalam waktu yang lama (Tadros, 2013).

Gambar 5. Skema fenomena ketidakstabilan nanoemulsi (Tadros, 2013)

Creaming dan sedimentasi merupakan pemisahan fase emulsi berdasarkan

perbedaan bobot jenis antara fase internal dan fase eksternal. Jika bobot jenis fase internal lebih tinggi dari bobot jenis fase eksternal, maka akan terjadi sedimentasi. Sebaliknya, jika bobot jenis fase internal lebih rendah dari bobot jenis fase eksternal, maka akan terjadi creaming. Fenomena ketidakstabilan ini bersifat


(31)

reversible, artinya fase internal akan terdispersi kembali ke fase eksternal jika

dilakukan pengocokan. Kecepatan creaming dan sedimentasi dapat dijelaskan menggunakan Hukum Stokes (Koroleva and Yurtove, 2012; Ali, Alam, Alam, Anwer, and Safhi, 2013). Berikut merupakan rumus hukum Stokes.

v =

2 ρ− ρ0 g

Di mana v merupakan kecepatan creaming dan sedimentasi, r merupakan jari-jari

droplet, merupakan bobot jenis droplet, o merupakan bobot jenis medium, g merupakan gaya gravitasi, dan η merupakan viskositas. Dari rumus di atas dapat dijelaskan bahwa creaming dapat dicegah dengan mengecilkan ukuran partikel fase internal, meningkatkan viskositas, dan mengecilkan perbedaan bobot jenis antara fase internal dan fase eksternal (Ali et al., 2013).

Flokulasi merupakan peristiwa penggabungan droplet fase internal yang bersifat reversible karena ikatan antar droplet yang lemah. Flokulasi dapat dicegah dengan menggunakan surfaktan non-ionik sehingga droplet-droplet fase internal dapat saling tolak menolak dengan adanya gaya van der Waals. Gaya van der Waals antar droplet dipengaruhi oleh diameter droplet itu sendiri. Diameter droplet kecil, memiliki gaya tolak menolak antar droplet fase internal yang kecil. Meningkatnya konsentrasi surfaktan pada sistem mengakibatnya meningkatnya ketebalan lapisan yang mengelilingi maka halangan sterik yang dihasilkan menjadi lebih besar dan emulsi menjadi lebih stabil (Ali et al., 2013).

Flokulasi dapat memicu terjadinya koalesen yang sifatnya irreversible. Koalesen merupakan proses penggabungan dua droplet atau lebih menjadi satu


(32)

droplet yang lebih besar. Fenomena ketidakstabilan ini dapat dicegah dengan

adanya halangan sterik (Ali et al., 2013).

Ostwald ripening merupakan suatu fenomena ketidakstabilan fisik dalam

nanoemulsi, di mana terjadi pertumbuhan ukuran droplet dari waktu ke waktu.

Ostwald ripening disebabkan karena besarnya kelarutan droplet di dalam minyak

sehingga dapat berdifusi melewati fase eksternal. Minyak rantai panjang memiliki viskositas yang tinggi, dapat mencegah Ostwald ripening pada nanoemulsi. Akan tetapi, pembentukan nanoemulsi menggunakan minyak rantai panjang akan lebih sulit terjadi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan kombinasi surfaktan dan kosurfaktan yang dapat saling berinteraksi secara sinergis dalam menurunkan tegangan permukaan (Wooster et al., 2008).

D.Metode Pembuatan Nanokrim

Pembuatan nanoemulsi dapat dilakukan dengan menggunakan energi rendah (metode kondensasi) maupun energi tinggi (metode dispersi). Metode dispersi meliputi pengadukan dengan kecepatan tinggi, emulsifikasi ultrasonik, dan homegenisasi bertekanan tinggi, emulsifikasi microfluidies, dan emulsifikasi membran. Sementara itu, metode kondensasi terdiri dari phase inversion

temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP), dan emulsifikasi spontan

non-equilibrium (Al-Edresi and Baie, 2009; Koroleva and Yurtove, 2012).

1. Metode emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi)

Nanoemulsi yang dibuat dengan menggunakan metode dispersi akan menghasilkan droplet fase internal yang masuk dalam rentang ukuran nanoemulsi. Hal ini disebabkan karena adanya energi yang sangat tinggi dalam


(33)

pembuatannya. Akan tetapi, ukuran droplet dapat meningkat karena ketidaksesuaian jumlah surfaktan dalam sistem tersebut. Surfaktan tersebut tidak dapat teradsorpsi secara sempurna pada permukaan droplet oleh seluruh

droplet yang terdispersi, akibatnya terjadi koalesen pada sistem dan rata-rata

ukuran droplet meningkat (Koroleva and Yurtove, 2012).

Gambar 6. Macam-macam metode emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi): (a) sistem rotor-stator, (b) homogenisasi energi tinggi, (c) emulsifikasi ultrasonik,

dan (d) dispersi membran (Schultz, Wagner, Urban, and Ulrich, 2004) a. Sistem rotor-stator

Metode pengadukan dengan kecepatan tinggi (sistem rotor-stator) dapat dilakukan dengan berbagai alat seperti mixer, colloid mills, dan

Silverson flow mixer. Peningkatan intensitas pengadukan dapat

memperkecil ukuran droplet secara signifikan, hanya saja ukuran droplet tersebut hanya berkisar 200-300 nm. Rotor dengan kecepatan tinggi akan menghasilkan penghalusan tingkat tinggi di dalam kepala rotor dan memaksa komponen emulsi terhisap ke dalam sistem rotor stator tersebut. Adanya gaya sentrifugal pada sistem ini, mengakibatkan emulsi terlempar ke sekeliling rotor dan terjadi dispersi yang intens pada ruang antara rotor


(34)

dan dinding dalam stator (Koroleva and Yurtove, 2012). Sistem rotor-stator dapat dioperasikan secara diskontinu dan kontinu. Mixer dioperasikan secara diskontinu karena mixer hanya dapat memproduksi nanoemulsi dalam skala bets. Colloid mills dan Silverson flow mixer dioperasikan secara kontinu (Schultz et al., 2004; Al-Edresi and Baie, 2009).

b. Homogenisasi energi tinggi

Sistem emulsi yang memiliki viskositas rendah hingga sedang dapat dibuat menggunakan metode homogenisasi tekanan tinggi. Metode ini dapat dioperasikan secara kontinu. Di bawah kondisi tekanan tinggi, sistem akan dipengaruhi oleh gaya geser, turbulen, dan kavitasi. Ukuran droplet pada emulsi ditentukan oleh aliran cairan yang tergantung oleh alat, viskositas cairan, dan tekanan dari homogenizer. Jika sistem mengandung jumlah surfaktan yang sesuai, maka metode ini dapat menghasilkan ukuran

droplet 50-350 nm (Koroleva and Yurtove, 2012).

c. Ultrasonik

Pembentukan nanoemulsi dengan menggunakan ultrasonik terjadi karena kavitasi, yaitu hilangnya gelembung dan pelepasan energi secara lokal. Energi yang dihasilkan berasal dari sonotrodes (sonicator probes).

Sonotrodes tersebut akan kontak dengan cairan dan memberi getaran pada

cairan tersebut sehingga terjadi kavitasi. Kavitasi adalah pembentukan dan penghilangan rongga uap pada cairan yang mengalir. Penghilangan rongga tersebut mengakibatkan gelombang kejut yang meradiasi cairan sehingga memecah droplet yang terdispersi (Setya, Talegaonkar, and Razdan, 2014).


(35)

Peningkatan kekuatan ultrasonik sampai pada batas tertentu

menghasilkan ukuran droplet yang lebih kecil. Peningkatan kekuatan melampaui batas tersebut tidak akan menghasilkan perubahan droplet yang signifikan. Akan tetapi penggunaan sonikasi energi tinggi dapat memicu terjadinya dekomposisi suhu dari air menjadi radikal H● dan ●OH yang akan menyebabkan terjadinya dekomposisi molekul surfaktan dan terkumpul pada permukaan kavitasi gelembung. Selain itu emulsifikasi ultrasonik yang dapat digunakan dalam skala kecil (Koroleva and Yurtove, 2012).

d. Microfluidizer

Emulsifikasi pada microfluidizer terjadi melalui tumbukan antara dua aliran cairan yang tidak saling campur dari microchannel yang berlawanan. Kedua aliran cairan tersebut didorong oleh suatu pompa yang bertekanan tinggi hingga 150 MPa. Tekanan tersebut memaksa cairan masuk ke dalam microchannel dan pada area tertentu terjadi tumbukan dan timbul gaya gesek besar sehingga menghasilkan emulsi yang sangat kecil. Selain karena gaya gesek dan tekanan, emulsifikasi pada microfluidizer juga disebabkan oleh kavitasi. Ukuran droplet yang dihasilkan tergantung pada sifat kedua cairan, aliran cairan, geometri channel, dan sifat dari permukaan

channel. Ukuran droplet akan semakin kecil jika menurunkan kecepatan

aliran dan viskositas fase eksternal dan meningkatkan kecepatan aliran dari fase internal (Koroleva and Yurtove, 2012; Setya et al., 2014).


(36)

e. Emulsifikasi membran

Pada metode membran, droplet fase internal terbentuk dengan adanya ekstrusi cairan melalui pori-pori atau microchannel pada membran. Metode ini memiliki beberapa jenis desain emulsifikasi, yaitu emulsifikasi satu langkah, emulsifikasi dengan pre-emulsifikasi, dan emulsifikasi dengan pre-emulsifikasi dan inversion phase (gambar 7). Emulsifikasi membran dengan pre-emulsifikasi akan menghasilkan ukuran droplet yang lebih kecil. Metode membran memiliki kekurangan yaitu produktivitas moderat karena kecepatan ekstrusi fase internal harus cukup rendah untuk mencegah pembentukan jet flowing secara terus menerus (Koroleva and Yurtove, 2012).

Gambar 7. Beberapa desain emulsifikasi membran: (a) emulsifikasi satu langkah, (b) dengan pre-emulsifikasi (tanpa phase inversion), (c) dengan pre

emulsifikasi dan phase inversion (Koroleva and Yurtove, 2012).

2. Metode emulsifikasi energi rendah (metode kondensasi)

Metode kondensasi didasarkan pada perubahan fase dalam emulsi yang terjadi karena perubahan komposisi atau suhu dalam sistem. Perubahan fase akan terjadi pada suhu tertentu, sistem akan mencapai suatu titik di mana kurvatur surfaktan monolayer bernilai nol dan tegangan antarmuka rendah. Perubahan jarak kurvatur juga dapat terjadi karena perubahan komposisi pada sistem,


(37)

sebagai contoh, saat fase air atau konsentrasi komponen lain berubah (Koroleva

and Yurtove, 2012).

Metode PIT dan EIP termasuk dalam metode kondensasi. Perubahan fase pada metode PIT tergantung pada suhu, sedangkan pada EIP, perubahan fase terjadi karena perubahan komposisi air (Solè, Maestro, González, Solans,

and Gutiérrez, 2006). Pengaturan suhu pada metode PIT bertujuan untuk

mengubah sifat dari surfaktan. Molekul polyoxyethylene yang merupakan surfaktan non-ionik bersifat hidrofilik dalam suhu rendah karena adanya hidrasi dari gugus polar dan akan bersifat hidrofobik dalam suhu tinggi karena adanya dehidrasi pada gugus polar tersebut (Koroleva and Yurtove, 2012). Pada metode EIP, perubahan komposisi air merupakan titik kritis perubahan fase dari A/M menjadi M/A. Metode EIP dilakukan dengan menambahkan air pada campuran surfaktan dan minyak yang telah membentuk lameral. Air ini akan meningkatkan hidrasi dari gugus polar surfaktan sehingga meningkatkan pembentukan kurvatur secara spontan dan merusak lameral minyak sehingga minyak berubah menjadi

droplet berukuran kecil. Selain itu, ukuran droplet juga dipengaruhi oleh

komposisi air. Semakin besar komposisi air yang ditambahkan, maka akan terbentuk droplet yang semakin kecil. Hal ini disebabkan karena droplet air akan bergabung dengan droplet air lainnya dan membentuk fase eksternal (Al-Edresi

and Baie, 2009).

E. Rheologi

Rheologi mempelajari aliran, yang menunjukkan viskositas dari cairan atau


(38)

untuk mengalir. Semakin besar viskositas, semakin besar pula resistensi cairan tersebut. Rheologi suatu bahan dibedakan menjadi dua, yaitu tipe Newtonian dan non-Newtonian. Kedua tipe ini dibedakan oleh sifat alir dari bahan. Tipe Newtonian (gambar 8) memiliki viskositas yang konstan dengan peningkatan shear rate. Sementara itu, tipe non-Newtonian memiliki viskositas yang berubah dengan peningkatan shear rate. Tipe non-Newtonian dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu plastis, pseudoplastis, dan dilatan (gambar 8). Contoh bahan yang memiliki tipe alir non-Newtonian yaitu larutan koloidal, emulsi, suspensi cair, dan ointments. Rheologi memiliki arti penting dalam pembuatan sediaan, yaitu menentukan proses pencampuran, kemasan, stabilitas fisik, dan ketersediaan hayati secara biologis (Allen et al., 2011; Sinko and Singh, 2011).

Gambar 8. Kurva tipe sifat alir: (a) Newtonian, (b) Plastis, (c) Pseudoplastis, (d) Dilatan (Allen et al., 2011)

1. Tipe Newtonian

Tipe Newtonian digambarkan dengan rumus sebagai berikut. (d)

(b)

(c) (a)


(39)

F´ A = �

�� ��

di mana F´/A merupakan gaya yang bekerja pada cairan susunan lapisan cairan,

dv/dr atau share rate merupakan perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan

cairan yang dipisahkan oleh jarak dr, dan � merupakan koefisien viskositas atau viskositas. Dari hubungan di atas, dapat diturunkan suatu hubungan sebagai berikut.

� =

di mana F (shearing stress) = F´/A dan G (shear rate) = dv/dr (Allen et al., 2011; Sinko et al., 2011).

Berdasarkan rumus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar viskositas larutan, maka semakin besar shearing stress yang diperlukan untuk menghasilkan shear rate tertentu (Allen et al., 2011).

2. Tipe non-Newtonian a. Plastis

Material yang memiliki sifat alir plastis disebut juga Bingham

bodies. Pada sifat alir plastis, cairan tidak akan mengalir sebelum shearing

strees melampaui yield value tertentu. Sifat alir plastis dihubungkan dengan

fenomena flokulasi pada suspensi. Adanya yield value merupakan akibat dari kontak antara partikel yang berdekatan karena interaksi van der Waals, sehingga diperlukan suatu gaya untuk dapat memecah interaksi tersebut agar cairan dapat mengalir. Oleh karena itu, semakin besar flokulasi, semakin besar yield value yang harus dilampaui (Sinko and Singh, 2011).


(40)

b. Pseudoplastis

Sifat alir pseudoplastis dimiliki oleh larutan polimer, seperti

sodium alginate dan methylcellulose. Yield value tidak ada pada tipe aliran

ini. Viskositas pseudoplastik akan menurun dengan meningkatnya shear

rate. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya shear rate, rantai polimer

akan tersusun menjadi suatu rantai panjang yang lurus sehingga menurunkan resistensi sistem. Selain itu, pelarut yang berhubungan dengan molekul terdispersi mungkin akan dilepaskan, sehingga menurunkan konsentrasi dan ukuran dari molekul terdispesi (Sinko and Singh, 2011). c. Dilatan

Sifat alir dilatan berlawanan dari sifat alir pseudoplastis. Semakin besar shear rate, maka viskositas dilatan akan semakin besar. Maka dari itu, sifat alir dilatan disebut juga shear-thickening system. Pada keadaan diam, partikel dalam larutan akan dikelilingi dengan volume interpartikel (void) yang kecil. Jumlah pembawa cukup untuk mengisi void tersebut dan memungkinkan pergerakan partikel pada shear rate yang rendah. Akan tetapi, jika shear stress ditingkatkan maka bulk pada sistem akan membesar (dilatasi). Partikel akan bergerak secara cepat dan memperbesar void. Akibatnya, pembawa dengan jumlah yang tetap tidak cukup untuk mengisi

void antar partikel yang melebar. Maka dari itu, viskositas sistem akan


(41)

F. Evaluasi Fisik Nanokrim 1. Organoleptis

Evaluasi fisik terhadap oganoleptis sediaan sangat penting karena akan berkaitan langsung dengan penerimaan pasien atau konsumen. Evaluasi organoleptis bersifat subjektif karena hanya menggunakan panca indera. Warna, bau, tekstur, dan fenomena creaming (pemisahan fase emulsi) merupakan hal-hal yang perlu diamati dalam evaluasi organoleptis sediaan krim (Joshi and Barhate, 2011; Ali, Akhtar, and Khan, 2013).

2. Homogenitas

Pengujian homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan sediaan krim. Homogenitas suatu sediaan ditandai dengan fase internal yang terdistribusi merata dalam fase eksternal. Suatu sediaan krim yang homogen akan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan di kulit (Putra and Setyawan, 2013).

3. pH

pH sediaan dapat diukur menggunakan pH meter yang sederhana atau pH meter jenis probe. pH sediaan topikal harus mendekati pH kulit, yaitu pH netral. Apabila terlalu basa atau terlalu asam, maka akan terjadi iritasi pada kulit (Dash, Singh, and Tolman, 2014). pH permukaan kulit sekitar 4 - 6 dan pH bagian dalam kulit sekitar 7,4 (Serup, Jemec, and Grove, 2006).

4. Tipe krim

Evaluasi terhadap tipe krim dilakukan untuk memastikan bahwa krim yang dibuat sesuai dengan yang diharapkan (Putra and Setyawan, 2013). Metode


(42)

penentuan tipe emulsi yaitu dengan uji pengenceran fase, uji kelarutan pewarna, dan uji konduktivitas. Prinsip dari uji pengenceran fase yaitu emulsi hanya dapat diencerkan oleh larutan yang menjadi fase eksternalnya. Uji kelarutan pewarna dilakukan dengan menggunakan pewarna dengan sifat tertentu (hidrofilik atau hidrofobik). Jika warna tersebar merata pada emulsi, maka pewarna tersebut larut pada fase eksternalnya. Uji konduktivitas didasarkan pada sifat air yang dapat menghantarkan listrik dan sifat minyak tidak dapat menghantarkan listrik (Florence and Siepmann, 2010).

5. Ukuran droplet

Ukuran droplet merupakan parameter terpenting dalam menentukan jenis emulsi, apakah makroemulsi, mikroemulsi, atau nanoemulsi. Ukuran

droplet dapat diukur dengan berbagai metode. Salah satu metode terbaru yaitu

laser light scattering analyzer. Metode ini didasarkan pada interaksi bahan dan

cahaya. Pada makroemulsi, sudut difraksi meningkat ketika ukuran droplet semakin kecil (Nielloud and Marti-Mestres, 2000).

6. Viskositas

Viskositas berpengaruh pada absorpsi perkutan dari obat. Viskositas yang semakin tinggi akan memiliki laju difusi obat yang rendah. Evaluasi terhadap parameter rheologi tidak hanya penting untuk melihat laju difusi obat tetapi juga mengevaluasi konsistensi dari sediaan, yang memiliki efek signifikan pada daya sebar dan durasi aksi sediaan tersebut. Viskositas sediaan semisolid dipengaruhi oleh struktur fisik dari produk, teknik sampling, suhu sampel saat pengujian, serta ukuran dan bentuk wadah. Suhu paling berpengaruh pada


(43)

viskositas sediaan. Suhu yang tinggi akan menurunkan viskositas suatu sediaan

semisolid (Dash et al., 2014).

7. Daya sebar

Daya sebar menunjukan luas area penyebaran sediaan ketika sediaan tersebut diaplikasikan pada kulit (Ravindra and Muslim 2013). Daya sebar merupakan salah satu sifat fisik yang penting dalam efektivitas sediaan pada target obat, ekstrusi sediaan dari kemasan, kemudahan saat diaplikasikan, dan memenuhi keinginan konsumen (Dash et al., 2014). Daya sebar suatu sediaan dipengaruhi oleh viskositas sediaan. Semakin tinggi viskositas suatu sediaan, maka semakin rendah daya sebar sediaan tersebut (Garg, Aggrawal, Garg, and Singla, 2002).

Daya sebar juga digunakan dalam menentukan jenis krim berdasarkan konsistensinya. Krim sebanyak satu gram diletakkan pada suatu kaca dan diberi beban 125 gram pada bagian atas. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter sediaan setelah satu menit. Apabila diameter krim ≤ 50 mm disebut semistiff cream, sedangkan jika diameter krim > 50 mm tetapi < 70 mm disebut semifluid

cream (Garg et al., 2002).

8. Daya lekat

Daya lekat suatu krim berhubungan dengan lamanya kontak antara krim dengan kulit. Selain itu, daya lekat juga berkaitan dengan kenyamanan pasien saat menggunakan krim tersebut. Krim yang baik akan dapat menjamin waktu kontak sediaan dengan kulit yang efektif sehingga tujuan penggunaan tercapai, namun tidak terlalu lengket saat digunakan. Daya lekat juga mempengaruhi


(44)

efektivitas kerja dari zat aktif di lokasi pemberian krim. Semakin lama krim melekat pada kulit maka diharapkan semakin efektif dalam memberikan efek terapetik karena semakin banyak zat aktif yang dilepaskan dari basis dan terabsorpsi melalui kulit. Viskositas berpengaruh terhadap daya lekat sediaan. Semakin tinggi viskositas sediaan, maka semakin besar daya lekatnya atau semakin lama waktu lekatnya (Swastika, Mufrod, and Purwanto, 2013).

9. Rasio pemisahan fase

Rasio pemisahan fase merupakan salah satu parameter stabilitas fisik krim emulsi. Pengukuran rasio pemisahan fase dilakukan dengan membandingkan volume fase emulsi yang terpisah terhadap volume total emulsi. Berikut merupakan rumus untuk menentukan rasio pemisahan fase (Putra and Setyawan, 2013).

Rasio pemisahan fase (F) = � �� � �ℎ

� �

Suatu emulsi dikatakan stabil bila rasio volume pemisahan fase sama dengan satu. Jika rasio pemisahan fase mendekati satu, dapat dikatakan bahwa emulsi semakin stabil. Kecepatan pemisahan fase berbanding terbalik dengan viskositas sediaan. Semakin tinggi viskositas krim, maka semakin lambat kecepatan pemisahan fase dan krim akan semakin stabil (Putra and Setyawan, 2013).


(45)

G. Pemerian Eksipien 1. Tween 80

Gambar 9. Struktur Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Tween 80 (C64H124O26) (gambar 9) merupakan surfaktan non-ionik dengan berat molekul 1.310 g/mol. Pada suhu 25°C, Tween 80 berupa cairan minyak berwarna kuning. Tween 80 bersifat hidrofilik dengan nilai HLB sebesar 15. Viskositas dari Tween 80 yaitu 425 mPa s. Tegangan permukaan dari Tween 80 pada suhu 20°C yaitu 422,5 mN/m. Tween 80 larut dalam etanol dan air, serta tidak larut dalam mineral oil dan vegetable oil. Rentang konsentrasi Tween 80 yang digunakan sebagai emulsifier yang dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik yaitu 1-10%. Tween 80 juga digunakan sebagai agen solubilisasi dengan rentang konsentrasi 1%-15% dan wetting agent dengan rentang konsentrasi 0,1% - 3% (Rowe et al., 2009).

2. Propilen glikol


(46)

Propilen glikol (C3H8O2) (gambar 10) dengan berat molekul 76,09 g/mol, memiliki titik didih 188°C. Propilen glikol memiliki viskositas 58,1 mPa.s dan bobot jenis 1,038 g/cm3 pada suhu 20°C. Tegangan permukaan propilen glikol pada suhu 25°C yaitu 40,1 mN/m. HLB dari propilen glikol yaitu 11,6. Rentang konsentrasi propilen glikol yang dibutuhkan sebagai kosurfaktan yaitu 5-80%. Selain sebagai kosurfaktan, propilen glikol juga digunakan sebagai humektan sediaan topikal dengan konsentrasi sekitar 15% dan preservatif sediaan larutan dan semisolid dengan konsentrasi 15% - 30% (Rowe

et al., 2009).

3. Virgin Coconut Oil (VCO)

VCO sebagian besar terdiri dari trigliserida rantai medium, dengan komposisi terbesar yaitu lauric acid. Selain lauric acid, terdapat myristic acid,

palmitic acid, oleic acid, caprylic acid, capric acid, straric acid, linoleic acid,

dan caproic acid. VCO tidak berwarna, tidak terdapat sedimen, tidak berbau tengik, dan memiliki rasa yang khas. Berat jenis relatif dari VCO yaitu 0,915-0,920 (APCC, 2009).

4. Akuades

Akuades biasa digunakan sebagai pembawa dan pelarut dalam sediaan farmasetik dan produk obat selain obat parentral. Titik didih akuades yaitu 100°C. Akuades memiliki tegangan permukaan 71,97 mN/m dan viskositas 0,89 mPa.s pada suhu 25°C (Rowe et al., 2009).


(47)

H.Landasan Teori

KAD merupakan senyawa sintetik turunan KA yang bersifat lipofil dan stabil terhadap panas dan cahaya, serta stabil dalam rentang pH yang luas, yaitu 4-9. Sifatnya yang lipofil memungkinkan KAD diformulasikan dalam bentuk sediaan emulsi, yang terdiri dari fase air dan fase minyak. Penelitian sebelumnya telah memformulasikan KAD dalam bentuk nanokrim M/A dengan emulsifier Emulium Kappa® dan kosurfaktan propilen glikol. Pembuatan nanokrim KAD tersebut menggunakan metode kondensasi, yaitu Emulsion Inversion Phase (EIP) (Al-Edresi and Baie, 2009).

Selain metode kondensasi, nanokrim yang merupakan nanoemulsi

semisolid, memiliki metode pembuatan lain yaitu metode dispersi. Salah satu jenis

metode dispersi adalah metode emulsifikasi dengan pengadukan kecepatan tinggi. Pembuatan nanokrim piroxicam yang dilakukan oleh Abdulkarim et al. (2010) menggunakan mixer yang termasuk dalam sistem rotor stator atau metode emulsifikasi dengan pengadukan kecepatan tinggi. Mixer memiliki rotor yang dapat memutar dengan kecepatan tinggi dan mengakibatkan penghalusan droplet tingkat tinggi. Penghalusan droplet tingkat tinggi tersebut terjadi karena adanya gaya sentripetal yang menyebabkan emulsi terhisap ke dalam rotor dan terlempar ke ruang antara rotor dan dinding dalam stator sehingga terjadi emulsifikasi yang intens. Mekanisme mixer yang seperti ini dapat memperkecil ukuran nanokrim

piroxicam hingga 132 nm (Abdulkarim et al., 2010; Koroleva and Yurtove, 2012).

Pembentukan nanokrim juga dipengaruhi oleh jenis serta komposisi surfaktan dan atau kosurfaktan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan


(48)

kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol. Tween 80 telah digunakan dalam formulasi nanokrim piroxicam, sedangkan propilen glikol sebagai kosurfaktan dalam formulasi nanokrim KAD. Surfaktan dan kosurfaktan ini akan mempengaruhi stabilitas fisik nanokrim (Al-Edresi and Baie, 2009; Abdulkarim et

al., 2010; Koroleva and Yurtove, 2012). Parameter stabilitas fisik nanokrim yang

dapat dilihat, antara lain organoleptis, homogenitas, pH, ukuran droplet, tipe krim, viskositas, daya lekat, dan daya sebar.

I. Hipotesis Penelitian

Sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dapat dihasilkan dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan metode mixer.


(49)

30 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian tentang metode pembuatan nanokrim KAD merupakan penelitian pra eksperimental.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode pembuatan nanokrim menggunakan mixer.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah hasil sifat fisik dan stabilitas fisik nanokrim KAD, meliputi organoleptis, homogenitas, pH, ukuran droplet, tipe krim, viskositas, daya lekat, dan daya sebar.

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah kecepatan pengadukan, lama pengadukan, suhu dan kelembaban saat penyimpanan sediaan.

d. Variabel pengacau tidak terkendali. Variabel pengacau tidak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan saat pembuatan dan pengujian sediaan.


(50)

2. Definisi operasional

a. Kojic Acid Dipalmitate (KAD). KAD merupakan zat aktif yang digunakan dalam penelitian ini. KAD merupakan senyawa sintetis, derivat dari kojic

acid, yang memiliki aktivitas antioksidan serta depigmentasi.

b. Nanokrim. Nanokrim merupakan nanoemulsi berbentuk semisolid dengan ukuran droplet 20 nm – 500 nm. Tipe nanokrim yang diinginkan yaitu tipe M/A.

c. Surfaktan. Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofil dan gugus hidrofobik, sehingga dapat mencampurkan air dan minyak menjadi satu fase. Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Tween 80.

d. Kosurfaktan. Kosurfaktan merupakan alkohol rantai pendek hingga medium (C3-C8) yang berfungsi mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan

miscibility dari fase air dan fase minyak. Kosurfaktan yang digunakan pada

penelitian ini adalah propilen glikol.

e. Mixer. Mixer merupakan alat yang digunakan untuk mencampur semua komponen nanokrim KAD. Mixer yang digunakan yaitu mixer tipe Miyako SM-625. Level kecepatan yang digunakan yaitu level satu.

f. Sifat fisik. Sifat fisik merupakan karakteristik nanokrim, meliputi organoleptis, homogenitas, pH (4,5- 7), ukuran droplet (20 – 500 nm), tipe krim (M/A), viskositas (8 Pa.s – 14 Pa.s), daya lekat (1 s – 3 s), dan daya sebar (5 cm – 7 cm).


(51)

g. Stabilitas fisik. Stabilitas fisik merupakan kestabilan nanokrim yang telah terbentuk yang dinilai dari hasil evaluasi sifat fisik nanoemulsi setelah uji stabilitas dipercepat pada suhu 40°C ± 2°C dan RH 75% ± 5% selama satu bulan. Sediaan dikatakan stabil bila tidak terjadi pemisahan fase dan hasil analisis statistika sifat fisik menunjukkan nilai p lebih dari 0,05.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kojic Acid

Dipalmitate (KAD) (kualitas PT. Cortico Mulia Sejahtera), Tween 80 (kualitas

Bratachem), propilen glikol (kualitas Bratachem), Virgin Coconut Oil (VCO) (kualitas Tekun Jaya), dan akuades.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), neraca analitik (OHAUS dan Mettler PC 16), mixer (Miyako SM-625), wadah plastik, anak timbang, kaca ekstensometer, gelas objek, stopwatch, particle

size analyzer tipe Dynamic Light Scattering (Horiba SZ-100), pH meter (SI

Analytics), viscometer/rheometer (Rheosys Merlin VR), dan climatic chamber (Memert) (Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Teknologi dan Formulasi Sediaan Padat).

E. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi nanokrim KAD

a. Formula nanokrim KAD. Formula acuan yang digunakan untuk membuat sediaan nanokrim KAD tertera pada tabel II.


(52)

Tabel II. Formula acuan sediaan nanokrim Bahan Fungsi Formula (%b/b)

POE Fase minyak 25 Tween 80 Surfaktan 30,4 Span 20 Kosurfaktan 7,6 Akuades Fase air 37

(Abdulkarim et al., 2010) Berdasarkan formula tersebut, dilakukan modifikasi seperti yang tertera pada tabel III.

Tabel III. Formula modifikasi sediaan nanokrim Bahan Fungsi Formula (% b/b)

KAD Zat aktif 1 VCO Fase minyak 20 Tween 80 Surfaktan 30,4 Propilen glikol Kosurfaktan 7,6

Akuades Fase air 42

b. Cara pembuatan nanokrim KAD. Metode pembuatan nanokrim KAD mengacu pada penelitiaan Abdulkarim et al. (2010) mengenai formulasi dan karakterisasi nanokrim piroxicam. Pada penelitian tersebut, nanokrim

piroxicam dibuat dengan mencampurkan minyak (palm oil esters) dan

surfaktan selama 15 menit pada 750 rpm di dalam sebuah beaker dengan menggunakan mixer propeller. Kemudian piroxicam ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan diaduk menggunakan mixer selama 30 menit. Fase eksternal, yaitu air dengan pH tertentu ditambahkan dan diaduk selama 30 menit.

Berdasarkan metode pembuatan nanokrim tersebut, peneliti melakukan beberapa perubahan untuk menghasilkan nanokrim KAD. Nanokrim KAD dibuat dengan mencampurkan minyak VCO, surfaktan, dan kosurfaktan menggunakan mixer Miyako SM-625 dengan kecepatan level


(53)

satu selama 15 menit. KAD ditambahkan ke dalam campuran minyak, surfaktan, dan kosurfaktan dan diaduk menggunakan mixer selama 30 menit. Selanjutnya air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran tersebut dan diaduk dengan mixer selama 30 menit.

2. Evaluasi sifat fisik nanokrim KAD

a. Organoleptis. Pengamatan dilakukan secara visual terhadap warna, bau, konsistensi, dan ada tidaknya pemisahan fase pada nanokrim KAD.

b. Homogenitas. Sediaan nanokrim KAD diletakkan di antara dua kaca obyek dan diamati persebaran partikelnya.

c. pH. Sediaan nanokrim KAD diukur pH-nya menggunakan pH meter. Elektroda dicelupkan pada sediaan dan ditunggu beberapa saat hingga muncul nilai pH sediaan. Kalibrasi pH meter dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pada larutan penyangga pH 4 dan pH 7.

d. Tipe emulsi. Sediaan nanokrim dilarutkan ke dalam akuades (1:100). Jika nanokrim dapat terdispersi sempurna dalam akuades, maka tipe nanokrim adalah minyak dalam air. Sediaan nanokrim dilarutkan ke dalam VCO (1:100). Jika nanokrim terdispersi sempurna dalam VCO, maka tipe nanokrim adalah air dalam minyak.

e. Ukuran droplet. Ukuran droplet nanoemulsi diukur menggunakan particle

size analyzer Horiba SZ-100. Sediaan nanokrim KAD diencerkan 1000 kali

menggunakan akuabides. Hasil pengenceran tersebut dimasukkan ke dalam kuvet kaca dan diletakkan pada alat Horiba SZ-100. Kemudian ditembakkan


(54)

sinar secara otomatis dari sudut 90°. Ukuran partikel akan terbaca pada komputer dengan menggunakan software Horiba SZ-100.

f. Viskositas dan rheologi. Pengukuran viskositas dan rheologi menggunakan alat Rheosys Micra cup dan bob. Sediaan nanokrim dimasukkan ke dalam cup hingga spindel tercelup seluruhnya. Kecepatan spindel yang digunakan yaitu 1 – 250 rpm, integral time yaitu 10 detik, delayed time yaitu 10 detik, zero

time yaitu 30 detik, dan titik pengujian sebanyak 10 titik.

g. Daya sebar. Sediaan nanokrim KAD sebanyak satu gram diletakkan di atas kaca bulat berskala (ekstensometer). Beban seberat ± 125 g diletakkan di atasnya dalam waktu satu menit. Kemudian dilakukan pengukuran diameter sebanyak empat kali dengan posisi yang berbeda-beda.

h. Daya lekat. Sediaan nanokrim KAD diletakkan di antara kaca obyek dan diberikan beban seberat satu kilogram selama satu menit. Kemudian kedua sisi kaca obyek dijepit dan di salah satu ujungnya diberi pemberat 80 g. Waktu yang dibutuhkan kedua kaca obyek tersebut untuk terpisah dicatat.

3. Evaluasi stabilitas fisik nanokrim KAD

Evaluasi stabilitas fisik sediaan nanokrim KAD dilakukan dengan pengujian stabilitas yang dipercepat. Sediaan nanokrim KAD diletakkan dalam wadah kaca dan disimpan dalam climatic chamber pada suhu 40°C ± 2°C dan RH 75% ± 5% selama satu bulan. Evaluasi fisik sediaan nanokrim KAD dilakukan pada suhu ruangan setelah satu bulan penyimpanan. Apabila terjadi pemisahan fase, maka tidak dilakukan evaluasi sifat fisik, tetapi dilakukan perhitungan rasio pemisahan fase dengan rumus sebagai berikut.


(55)

Rasio pemisahan fase = � � � � �� � �ℎ �

� � � � �

F. Analisis Data

Data hasil uji sifat fisik dan uji stabilitas diolah menggunakan aplikasi program R-3.2.2. Normalitas data diuji menggunakan Shapiro Wilk. Jika hasil tes tersebut menunjukkan data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji T berpasangan. Nilai p yang kurang dari 0,05 menandakan bahwa terdapat perbedaan signifikan setelah sampel mengalami uji stabilitas, sehingga dikatakan sediaan tersebut tidak stabil. Jika hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 menandakan bahwa terdapat perbedaan sifat fisik yang signifikan setelah sampel mengalami uji stabilitas, sehingga dikatakan sediaan tersebut tidak stabil secara fisik.


(56)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate (KAD)

Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate (KAD) dibuat dengan menggunakan VCO sebagai fase minyak, Tween 80 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai kosurfaktan, dan akuades sebagai fase air. Metode yang digunakan dalam pembuatan nanokrim KAD yaitu emulsifikasi energi tinggi dengan menggunakan alat mixer. Mixer termasuk dalam sistem rotor stator. Mekanisme pengecilan

droplet oleh mixer yaitu menggunakan gaya sentripetal yang dihasilkan oleh

tungkai pengaduk yang berputar dengan kecepatan tinggi. Gaya sentripetal ini mengakibatkan emulsi tertarik ke dalam sistem rotor dan terlempar ke luar sistem

rotor secara bergantian. Adanya sekat-sekat pada tungkai rotor memaksa droplet

untuk membentuk ukuran yang lebih kecil.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ukuran droplet nanokrim KAD yaitu 181,398 nm. Ukuran tersebut sudah masuk dalam rentang persyaratan ukuran droplet nanokrim, yaitu 20-500 nm. Ukuran droplet nanokrim yang dibuat dengan mixer tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan penelitian Al-Edresi

and Baie (2009) mengenai pembuatan nanokrim KAD dengan metode EIP.

Nanokrim dengan metode EIP tersebut memiliki rata-rata ukuran droplet 171,3 nm –240,2 nm.


(57)

B. Evaluasi Sifat Fisik

Evaluasi sifat fisik nanokrim KAD dilakukan sehari setelah pembuatan sediaan. Hal ini dimaksudkan agar hasil dari pengujian sifat fisik tidak dipengaruhi oleh pengadukan dalam proses pembuatan sehingga hasil tidak bias. Parameter yang dilihat dalam evaluasi sifat fisik yaitu organoleptis, homogenitas, pH, tipe krim, ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat.

1. Organoleptis, homogenitas, dan pH

Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati beberapa aspek, yaitu warna, bau, konsistensi, dan ada tidaknya pemisahan fase pada nanokrim KAD. Pengujian organoleptis penting untuk dilakukan karena aspek pengamatan tersebut berkaitan erat dengan penerimaan dan kenyamanan pasien atau konsumen. Nanokrim KAD yang dibuat dengan menggunakan VCO dan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menghasilkan organoleptis seperti yang tersedia pada tabel IV.

Tabel IV. Data organoleptis, homogenitas, dan pH nanokrim KAD Parameter Nanokrim KAD

Warna Putih kekuningan Bau Khas kelapa Konsistensi Kental Pemisahan fase Tidak ada

Homogenitas Homogen pH 7,004 ± 0,076

Bau khas kelapa pada nanokrim KAD timbul karena adanya VCO. VCO memberikan bau khas seperti kelapa. Konsistensi nanokrim yang kental disebabkan oleh adanya Tween 80 dalam sistem emulsi tersebut. Tween 80 merupakan polimer yang dapat meningkatkan konsistensi suatu sediaan.


(58)

Evaluasi homogenitas pada nanokrim KAD bertujuan untuk melihat bahwa seluruh bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan tercampur merata. Homogenitas suatu sediaan akan mempengaruhi efek terapetik zat aktif yang terkandung. Hal ini disebabkan karena zat aktif tersebar merata sehingga kadar obat selalu sama pada setiap penggunaan sediaan. Selain itu, pengujian homogenitas juga dapat digunakan untuk mengevaluasi proses pencampuran bahan, apakah berlangsung dengan baik dan efektif. Hasil pengujian homogenitas nanokrim KAD tersaji pada tabel IV. Nanokrim KAD yang dihasilkan homogen, yang berarti kinerja mixer dalam proses pencampuran cukup efektif.

Nanokrim KAD memiliki pH 7,004 ± 0,076 (tabel IV). Nilai pH tersebut sesuai dengan persyaratan pH sediaan topikal, yaitu 4,5 – 7 (Swastika et

al., 2013). Evaluasi pH sediaan merupakan suatu evaluasi yang penting karena

dapat memprediksi resiko adanya iritasi jika sediaan diaplikasikan pada kulit. Iritasi pada kulit terjadi jika pH sediaan tidak sesuai dengan pH kulit. pH yang terlalu basa maupun terlalu asam dapat mengganggu keseimbangan pH kulit sehingga menyebabkan integritas stratum corneum menurun, serta terjadi iritasi dan kulit bersisik.

2. Tipe emulsi

Pengujian tipe emulsi bertujuan untuk memastikan tipe emulsi yang terbentuk. Tipe emulsi dari nanokrim KAD yaitu M/A sehingga nanokrim KAD berjenis krim hidrofilik. Emulsi tipe M/A terdiri dari droplet minyak sebagai fase internal yang terdispersi ke fase air sebagai fase eksternal. Hal ini dibuktikan


(59)

dengan pengujian kelarutan. Saat nanokrim KAD dilarutkan dengan minyak, maka nanokrim tidak terdispersi. Saat dilarutkan dengan air, nanokrim KAD dapat terdispersi sempurna (gambar 11).

a B

Gambar 11. Pengujian tipe emulsi: (a) nanokrim KAD dalam akuades; (b) nanokrim KAD dalam VCO

Tipe emulsi juga ditentukan oleh nilai HLB surfaktan pada sistem. Tween 80 memiliki HLB 15 dan propilen glikol memilliki HLB 11,6. Berdasarkan perhitungan (lampiran 2), HLB campuran pada sistem yaitu 14,32. Nilai HLB ini masuk dalam rentang HLB emulsi M/A, yaitu 8 -18.

3. Ukuran droplet

Evaluasi ukuran droplet nanokrim KAD bertujuan untuk mengetahui ukuran droplet nanokrim tersebut. Pengukuran ukuran droplet menggunakan alat

particle size analyzer Horriba SZ-100. Prinsip alat tersebut menggunakan

dynamic light scattering, yaitu pengukuran fluktuasi intensitas cahaya yang

dihamburkan dalam waktu tertentu. Sampel yang diletakkan dalam kuvet kaca akan ditembak dengan cahaya. Sudut penembakan cahaya ada 2, yaitu 90° untuk


(60)

sampel dengan konsentrasi rendah dan 135° untuk sampel dengan konsentrasi tinggi. Adanya gerak Brownian partikel menyebabkan cahaya tersebut dihamburkan, sehingga terjadi fluktuasi intensitas cahaya. Gerak Brownian merupakan gerak acak partikel pada medium atau difusi partikel pada medium. Oleh karena itu, dapat dihubungkan antara fluktuasi intensitas penghamburan cahaya dengan difusi partikel. Semakin besar ukuran partikel, semakin lambat difusi partikelnya jika dibandingkan dengan partikel berukuran kecil.

Preparasi sampel dengan pengenceran dibutuhkan untuk mendispersikan fase internal di dalam suatu fase cair. Pengenceran nanokrim KAD dilakukan menggunakan akuabides dengan tujuan mengurangi impuritis dengan massa molar besar. Signal hamburan cahaya dari impuritis tersebut dapat menutupi signal dari droplet yang akan diukur.

Hasil uji ukuran droplet menunjukkan bahwa nanokrim KAD memiliki rata-rata ukuran droplet 181,398 nm ± 11,13. Ukuran droplet tersebut masuk dalam rentang persyaratan nanokrim, yaitu 20 nm – 500 nm. Selain metode pembuatannya, konsentrasi surfaktan yang digunakan juga mempengaruhi ukuran droplet (Koroleva and Yurtove, 2012). Putaran dalam kecepatan tinggi dari tungkai pengaduk mixer menyebabkan fase minyak (fase internal) terdispersi dalam air (fase eksternal) berupa droplet dalam ukuran yang kecil. Tween 80 (surfaktan) dan propilen glikol (kosurfaktan) dapat teradsorpsi pada permukaan droplet fase minyak dan membentuk misel. Pembentukan misel dapat menurunkan tegangan antarmuka sehingga menghasilkan krim dengan sistem satu fase. Selain itu, pembentukan misel dari kombinasi Tween 80 dan


(61)

propilen glikol menciptakan halangan sterik yang mencegah pemisahan fase karena fase minyak bergabung kembali.

Gambar 12. Kurva distribusi ukuran droplet nanokrim KAD

Kurva pada gambar 12 menunjukkan distribusi ukuran droplet nanokrim KAD. Frekuensi menggambarkan jumlah droplet pada diameter tertentu, diameter menggambarkan ukuran diameter dari droplet dalam ukuran nanometer, dan undersize menggambarkan persen kumulatif droplet yang diukur. Hasil pengukuran menggunakan Horiba SZ-100 menunjukkan distribusi ukuran droplet nanokrim KAD berupa polydisperse, dengan polydispersity index (PI) sebesar 0,132 dan % polydispersity (% Pd) sebesar 36,33% (lampiran 7). Arzenšek (2010) menyatakan bahwa sampel yang termasuk dalam polydisperse

memiliki % Pd > 20%. 4. Viskositas dan rheologi

Viskositas dan rheologi nanokrim KAD diukur dengan menggunakan rheometer Rheosys Merlin Vr. Viskositas nanokrim KAD pada 56,3 rpm, yaitu 8,50183 ± 0,97 Pa.s (tabel V). Viskositas tersebut disebabkan oleh adanya Tween 80 yang merupakan polimer. Berdasarkan gambar 13 dapat disimpulkan


(62)

bahwa rheologi nanokrim KAD bersifat pseudoplastis. Pseudoplastis disebut juga shear thinning system karena viskositas akan semakin menurun jika shear

rate ditingkatkan. Peningkatan shear rate mengakibatkan penyusunan kembali

rantai polimer Tween 80 menjadi rantai lurus sehingga menurunkan ketahanan sistem dan viskositas menjadi lebih rendah.

Gambar 13. Grafik viskositas nanokrim KAD versus share rate

Tabel V. Hasil uji viskositas, daya sebar, daya lekat, dan stabilitas

Uji Hasil

Viskositas (56,3 rpm) 8,50183 ± 0,97 Pa.s Daya sebar 5,9 ± 0,5 cm Daya lekat 1,63 ± 0,49 detik Rasio pemisahan fase 0,8 ± 0,1

5. Daya sebar

Daya sebar sediaan memiliki hubungan terbalik dengan viskositas sediaan tersebut. Semakin tinggi viskositasnya, maka daya sebar akan semakin kecil (Swastika et al., 2013). Berdasarkan hasil pengujian, diameter daya sebar nanokrim KAD yaitu 5,9 ± 0,5 cm (tabel V). Nilai ini masuk dalam rentang jenis krim semifluid, yaitu > 5 cm dan < 7 cm.


(63)

6. Daya lekat

Daya lekat sediaan berhubungan dengan viskositas sediaan. Semakin tinggi viskositas sediaan, maka semakin besar daya lekatnya (Swastika et al., 2013). Daya lekat diinterpretasikan dalam satuan waktu. Hal ini disebabkan karena tujuan pengujian daya lekat dimaksudkan untuk melihat durasi sediaan kontak dengan kulit. Berdasarkan hasil evaluasi, nanokrim KAD memiliki daya lekat 1,63 ± 0,49 detik (tabel V).

C. Stabilitas fisik

Evaluasi terhadap stabilitas fisik nanokrim KAD dilakukan menggunakan uji stabilitas dipercepat. Sediaan diletakkan pada wadah gelas dan disimpan dalam

climatic chamber selama satu bulan pada suhu 40°C ± 2°C dan RH 75% ± 5%. Uji

stabilitas menunjukkan bahwa nanokrim KAD tidak stabil karena mengalami pemisahan fase, yaitu creaming. Fenomena ketidakstabilan ini mulai terlihat pada minggu ke-3 seperti yang tersaji pada lampiran 9.

Terjadinya creaming atau sedimentasi dapat disebabkan karena meningkatnya gerak Brownian droplet akibat suhu penyimpanan selama uji stabilitas. Sistem nanokrim KAD dengan viskositas rendah ini, tidak dapat menahan gerak acak Brownian droplet sehingga gaya tarik antar droplet besar dan cenderung untuk berkumpul menjadi satu (Tadros, 2013). Hukum Stokes menjelaskan bahwa

creaming atau sedimentasi dapat dicegah dengan meningkatkan viskositas sediaan,

dan memperkecil ukuran droplet (Ali et al., 2013).

Fenomena creaming pada nanokrim KAD ditandai dengan pemisahan fase, di mana fase minyak berada di bawah dan fase air berada di atas. Pengumpulan


(64)

fase minyak di bawah diduga karena KAD telah terlarut di dalam minyak dan adanya surfaktan dan kosurfaktan, sehingga mengakibatkan bobot jenis minyak bertambah hingga lebih besar dari pada air. Rasio pemisahan fase nanokrim KAD yaitu 0,8 ± 0,1 (tabel V).

Ketidakstabilan nanokrim KAD dapat diatasi dengan melakukan optimasi konsentrasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol. Jumlah surfaktan dan kosurfaktan yang optimal akan teradsorbsi di permukaan droplet minyak sehingga memperkecil tegangan antarmuka fase minyak dan fase air. Tegangan antarmuka yang kecil akan mencegah droplet minyak berkumpul menjadi satu dan memisah.

Pada penelitian sebelumnya mengenai nanokrim KAD dengan metode EIP, menggunakan Emulium Kappa® sebagai emulsifier. Emulium Kappa® merupakan campuran dari candelilla/jojoba/ricebran polyglyceryl-3-esters,

glyceryl stearate, stearoyl alcohol, dan sodium stearoyl lactylate. Emulsifier

tersebut berbentuk padat sehingga memiliki konsistensi yang lebih besar daripada Tween 80 (Al-Edresi et al., 2009). Akibatnya nanokrim yang dibuat menggunakan

emulsifier tersebut memiliki viskositas lebih bagus dan dapat mencegah terjadinya


(65)

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik tidak dapat dihasilkan dengan kombinasi surfaktan Tween 80 (30,4% b/b) dan kosurfaktan propilen glikol (7,6% b/b) menggunakan metode mixer dengan nilai rasio pemisahan fase sebesar 0,8 ± 0,1.

B. Saran

1. Perlu dilakukan optimasi konsentrasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol sehingga menghasilkan nanokrim KAD yang stabil.

2. Perlu dilakukan optimasi kecepatan mixer dan waktu stirring untuk mendapatkan ukuran droplet yang lebih kecil.

3. Perlu dilakukan uji iritasi sediaan nanokrim KAD.

4. Perlu dilakukan pengujian penetrasi nanokrim KAD ke dalam kulit.

5. Perlu dilakukan uji in vivo dan in vitro terkait dengan khasiat nanokrim sebagai antioksidan.


(1)

Lampiran 6. Data Pengujian Ukuran Droplet dan perhitungannya

Diameter (nm) Frekuensi Kumulatif

171,25 54,350 54,350


(2)

Perhitungan Diameter Rata-Rata Droplet

Lampiran 7. Perhitungan % Polydispersity (% Pd) % Pd = (Polydispersity index)1/2 x 100%

= (0,132)1/2 x 100% = 36,33%

Lampiran 8. Data Perhitungan Rasio Pemisahan Fase Nama Sampel Tinggi total emulsi (cm) Tinggi emulsi yang memisah (cm) Rasio pemisahan fase

R1 4,0 2,8 0,7

R2 4,3 2,9 0,8

R3 4,2 3,9 0,9

Rata – rata ± SD 0,8 ± 0,1

Perhitungan rasio pemisahan fase

Rasio pemisahan fase = � � � � �� � �ℎ � � � � � �


(3)

Rasio pemisahan fase (R2) = , � , � = 0, Rasio pemisahan fase (R3) = , �

, � = 0, Rata-rata ± SD = 0,8 ± 0,1.

Lampiran 9. Dokumentasi

Nanokrim KAD Uji Homogenitas R1

Uji Homogenitas R2 Uji Homogenitas R3


(4)

Uji Daya Sebar R1 Uji Daya Sebar R2

Uji Daya Sebar R3 Uji stabilitas minggu ke 2


(5)

Mixer

Climatic chamber

Rheometer pH meter


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Agnesia Brilianti Kananlua dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1994 di Bengkulu. Putri dari pasangan Paulus Sulluk Kananlua dan Pratiwi Nugraheni ini memiliki satu orang saudara kandung laki-laki bernama Ignasius Abdi Kusuma Kananlua. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Sint Carolus Bengkulu pada tahun 1999 sampai tahun 2000, SD Sint Carolus Bengkulu pada tahun 2000 hingga tahun 2006, SMP Sint Carolus Bengkulu pada tahun 2006 hingga tahun 2009, SMA Stella Duce I Yogyakarta pada tahun 2009-2012, dan Universitas Sanata Dharma pada tahun 2012 hingga tahun 2015. Selama mengikuti kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis pernah bergabung dalam organisasi Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) dan dipercaya menjadi wakil komisaris internal periode 2013-2014. Melalui organisasi ini, penulis berkesempatan mewakili Komisariat Universitas Sanata Dharma dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) VI JMKI pada tahun 2014. Penulis pernah mengikuti beberapa kepanitiaan acara, antara lain acara donor darah JMKI sebagai divisi acara, malam keakraban (makrab) JMKI sebagai bendahara, dan Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (Titrasi) 2013 sebagai divisi P3K. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (PKM-K) 2014 berjudul Mollusca Crispy Sebagai Camilan Sumber Protein dan Peningkat Kecerdasan Otak dan lolos didanai dikti.


Dokumen yang terkait

FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA DENGAN KOMBINASI DUA SURFAKTAN TWEEN 80 DAN GLISERIL MONOSTEARAT (GMS) ATAU DENGAN LESITIN

5 23 47

FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA SAWIT DALAM AIR MENGGUNAKAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN GLISEROL MONOSTEARAT ATAU LESITIN

0 11 37

UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 80 UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 80.

0 0 7

PENDAHULUAN UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 80.

0 0 21

Pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan medium-chain triglycerides oil terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG 400.

3 54 98

Pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan tween 80 dan span 80 menggunakan mixer.

4 50 88

Pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan tween 80 dan kosurfaktan polietilen glikol 400 menggunakan mixer.

6 46 85

Pengaruh tween 80 sebagai emulsifying agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan krim ekstrak batang Jarak Cina (Jatropha.

3 5 121

EFEK PERBANDINGAN SURFAKTAN DAN KOSURFAKTAN PADA MIKROEMULSI OVALBUMIN TIPE WO DENGAN MINYAK KEDELAI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA (Mikroemulsi WO dengan Surfaktan Span 80 –Tween 80 : Kosurfaktan Etanol 96= 5:1; 6:1 dan 7:1)

0 0 130

SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN PEG 400 MENGGUNAKAN METODE SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM)

1 5 18