Analisis penggunaan antibiotik pasien rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit swasta Klepu, Godean, Yogyakarta periode Juli 2007 - Juni 2008.

(1)

x

INTISARI

Peningkatan jumlah penggunaan antibiotik secara tidak rasional bagi anak-anak yang menderita penyakit ringan seperti batuk, pilek, demam ataupun diare menjadi masalah serius di bidang kesehatan. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten sehingga untuk mengatasinya diperlukan dosis antibiotik yang lebih tinggi, dapat memicu terjadinya efek samping obat dan terjadi peningkatan biaya yang sebenarnya tidak diperlukan.

Tujuan penelitian ialah untuk memperoleh gambaran penggunaann antibiotik pada terapi rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit swasta di Klepu, Yogyakarta, selama periode Juli 2007 – Juni 2008. Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh secara retrospektif berupa lembar rekam medik pasien rawat jalan pediatri pengguna antibiotik dengan usia 1 – 12 tahun yang masuk ke instalasi pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan golongan antibiotik yang digunakan ada berbagai macam yakni antimikobakteri: 51,28%; β-Laktam: 33,06%; antibiotik kombinasi: 12,86%; makrolida: 2,03%; aminoglikosida: 0,40%; quinolon: 0,40%. Diagnosis dalam terapi antibiotik yaitu TBC: 51,28%; ISPA: 31,66%; gangguan pencernaan: 5,14%; obs. febris: 4,19% dan dengan diagnosis berbeda-beda: 8,27%. Dosis antibiotik tidak tepat dosis 13,13%. Frekuensi pemberian antibiotik tidak tepat 1,89%. Lama pemberian antibiotik dalam terapi yang berkisar antara 2 – 8 hari ada 42,50%; yang lebih dari 8 hari ada 51,28% dan yang tidak ada keterangannya sebesar 6,22%. Lembar resep yang mengandung antibiotik lebih dari satu ada 121 (19,64%) lembar. Data-data tersebut dibandingkan dengan parameter standar (MIMS 2007 – 2008, IONI 2000 dan DIH).


(2)

xi

ABSTRACT

The using irrational antibiotics for infants who suffer from mild diseases such as cough, influenza, fever and diarrhea, this things have been became a major problem to the medical area. The irrational usage of antibiotics can cause bacteria becoming more resistant so that it needs higher doses to cure it. Certainly, it triggers more side effects and increases unnecessary cost.

The goal of this research is to get an overview of the uses of antibiotics for the ambulatory pediatric patients in a private hospital in Klepu, Yogyakarta for the period of July 2007 – June 2008. This research is a non experimental research with a descriptive plan. The data were collected in a retrospective way by examining the medical records of the ambulatory pediatric patients age of 1 – 12 year who went to that hospital.

The research shows interesting results. Antibiotics which are used are varied: antimicrobaktery: 51.28%;β-Laktam: 33.06%; combined antibiotic: 12.86%; makrolida: 2.03%; aminoglikosida: 0.40%; quinolon: 0.40%. Therapeutic diagnosis using antibiotics are TBC: 51.28%; infection of trachea: 31.66%; disturbance of metabolical digestion: 5.14%; obs. febris: 4.19% and with various diagnose: 8.27%. Irrational antibiotic dosage is 13,13%. Irrational frequency of antibiotics dosage is 1,89%. Duration of antibiotics therapy between 2 – 8 days: 42.50%; more than 8 days is 51.28% and no description is 6.22%. The prescriptions which contain more than one antibiotic are 121 (19,64%). The data are compared with standard parameters (MIMS 2007 – 2008, IONI 2000 and DIH).


(3)

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN RAWAT JALAN PEDIATRI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA

KLEPU, GODEAN, YOGYAKARTA PERIODE JULI 2007 - JUNI 2008

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Nama : Maria Sri Hartati NIM : 048114150

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(4)

ii

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN RAWAT JALAN PEDIATRI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA

KLEPU, GODEAN, YOGYAKARTA PERIODE JULI 2007 - JUNI 2008

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Nama : Maria Sri Hartati NIM : 048114150

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(5)

(6)

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

AKU DIPANGGIL BUKAN UNTUK KESUSKSESAN

NAMUN UNTUK SETIA

(MUDER THERESA)

”Dalam kegembiraan, kesederhanaan dan

terutama dalam cinta kasih menolong orang lain

seraya berdoa dan mengurbankan diri,

menampakan kegembiraan hidup diantara orang

sakit dan yang berkekurangan ”

(Teresia Saelmaekers)

Kupersembahkan kepada:

Allah Tritunggal maha Kudus sumber kekuatan dan keselamatanku

Para suster sekongregasi khususnya para suster sekomunitas

Orang tua dan sanak saudaraku yang selalu mendukungku dalam dao dan cinta

Teman dan sahabat kenalan yang telah membantuku dalam bentuk apa pun

Almamaterku yang tercinta


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Sri Hartati

Nomer Mahasiswa : 048114150

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberi kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

”Analisis Penggunaan Antibiotik Pasien Rawat Jalan Pediatri Pada Salah Satu

Rumah Sakit Swasta Klepu, Godean, Yogyakarta Periode Juli 2007 - Juni

2008”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untak kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Di buat di Yogyakarta

Pada tanggal: 24 Juli 2009 Yang menyatakan


(9)

vii

PRAKATA

Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kehadapaan Allah Tritunggal Yang Mahakudus yang telah memampukan penulis menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ‘Analisis Penggunaan Antibiotik Pasien Rawat Jalan Pediatri pada Salah Satu Rumah Sakit Swasta Klepu, Godean, Yogyakarta Periode Juli 2007 - Juni 2008’

Penulisan skripsi dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak untuk itu penulis menucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Riswaka Sudjaswadi, S. U., Apt., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberi arahan, dukungan, saran serta masukan dalam proses penyusunan skripsi

2. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan telah bersedia meluangkan waktu sebagai dosen penguji

3. Ibu dr.Fenty, M.Kes., Sp.PK, yang telah membantu, memberi saran/masukan dan bersedia meluangkan waktu sebagai sekretaris panitia penguji dan dosen penguji

4. Direktur Rumah Sakit Umum Panti Baktiningsih yang telah memberi izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit tersebut.


(10)

viii

5. Kepala Bagian Urusan Medical Record, Kepala Bagian Rawat Jalan RSU. Panti Baktiningsih, seluruh staf dan karyawan yang telah membantu dan memperlancar penulis dalam pengambilan data

6. Pemimpin Umum Kongregasi Suster St. Fransiskus Charitas, Para suster komunitas ‘Serafim’ dan para suster komunitas ‘Degli Angeli’yang telah memberikan dukungan doa, kepercayaaan, perhatian dan menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi.

7. Orang tua, sanak saudara, yang telah mendukung dengan doa dan perhatiannya pada penulis dalam penyusunan skripsi

8. Sahabat dan kenalan yang telah memberikan bantuan pikiran dan tenaga, dukungan doa dan perhatiannya dalam penyusunan skripsi, khususnya P. CB. Kusmaryanto SCJ

9. Teman-teman angkatan 2004, adik-adik angkatan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi bantuan dan saran

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu, pikiran, dan tenaga. Akhir kata, semoga skripsi bermanfaaat bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.


(11)

(12)

x

INTISARI

Peningkatan jumlah penggunaan antibiotik secara tidak rasional bagi anak-anak yang menderita penyakit ringan seperti batuk, pilek, demam ataupun diare menjadi masalah serius di bidang kesehatan. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten sehingga untuk mengatasinya diperlukan dosis antibiotik yang lebih tinggi, dapat memicu terjadinya efek samping obat dan terjadi peningkatan biaya yang sebenarnya tidak diperlukan.

Tujuan penelitian ialah untuk memperoleh gambaran penggunaann antibiotik pada terapi rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit swasta di Klepu, Yogyakarta, selama periode Juli 2007 – Juni 2008. Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh secara retrospektif berupa lembar rekam medik pasien rawat jalan pediatri pengguna antibiotik dengan usia 1 – 12 tahun yang masuk ke instalasi pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan golongan antibiotik yang digunakan ada berbagai macam yakni antimikobakteri: 51,28%; β-Laktam: 33,06%; antibiotik kombinasi: 12,86%; makrolida: 2,03%; aminoglikosida: 0,40%; quinolon: 0,40%. Diagnosis dalam terapi antibiotik yaitu TBC: 51,28%; ISPA: 31,66%; gangguan pencernaan: 5,14%; obs. febris: 4,19% dan dengan diagnosis berbeda-beda: 8,27%. Dosis antibiotik tidak tepat dosis 13,13%. Frekuensi pemberian antibiotik tidak tepat 1,89%. Lama pemberian antibiotik dalam terapi yang berkisar antara 2 – 8 hari ada 42,50%; yang lebih dari 8 hari ada 51,28% dan yang tidak ada keterangannya sebesar 6,22%. Lembar resep yang mengandung antibiotik lebih dari satu ada 121 (19,64%) lembar. Data-data tersebut dibandingkan dengan parameter standar (MIMS 2007 – 2008, IONI 2000 dan DIH).


(13)

xi

ABSTRACT

The using irrational antibiotics for infants who suffer from mild diseases such as cough, influenza, fever and diarrhea, this things have been became a major problem to the medical area. The irrational usage of antibiotics can cause bacteria becoming more resistant so that it needs higher doses to cure it. Certainly, it triggers more side effects and increases unnecessary cost.

The goal of this research is to get an overview of the uses of antibiotics for the ambulatory pediatric patients in a private hospital in Klepu, Yogyakarta for the period of July 2007 – June 2008. This research is a non experimental research with a descriptive plan. The data were collected in a retrospective way by examining the medical records of the ambulatory pediatric patients age of 1 – 12 year who went to that hospital.

The research shows interesting results. Antibiotics which are used are varied: antimicrobaktery: 51.28%;β-Laktam: 33.06%; combined antibiotic: 12.86%; makrolida: 2.03%; aminoglikosida: 0.40%; quinolon: 0.40%. Therapeutic diagnosis using antibiotics are TBC: 51.28%; infection of trachea: 31.66%; disturbance of metabolical digestion: 5.14%; obs. febris: 4.19% and with various diagnose: 8.27%. Irrational antibiotic dosage is 13,13%. Irrational frequency of antibiotics dosage is 1,89%. Duration of antibiotics therapy between 2 – 8 days: 42.50%; more than 8 days is 51.28% and no description is 6.22%. The prescriptions which contain more than one antibiotic are 121 (19,64%). The data are compared with standard parameters (MIMS 2007 – 2008, IONI 2000 and DIH).


(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ... iii

HALAMAN PENGESAHAN……….. . iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN... vi

PRAKATA………... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... ix

INTISARI………... x

ABSTRACT………. xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL………... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN………... xvii

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang………. 1

1. Rumusan Permasalahan……… 3

2. Keaslian Penelitian………... 4

3. Manfaat Penelitian………... 4

B. Tujuan Penelitian………... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Pediatri 1. Pengertian ………... 6

2. Farmakokinetik pada anak ………... 6

2.1. Absorpsi……… 7


(15)

xiii

2.3. Metabolisme……….. 9

2.4. Ekskresi………... 9

3. Penghitungan dosis... 10

B. Antibotik 1. Definisi antibiotik... 11

2. Penggunaan antimikroba di klinik………... 12

3. Pengelompokan antibiotik………... 16

4. Resistensi dan efek samping……….. 19

C. RSU. Panti Bhaktiningsih, Godean, Klepu, Yogyakarta... 26

D. Keterangan Empiris ... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian……… 28

B. Bahan Penelitian………... 28

C. Definisi Opersional...………... 28

D. Lokasi Penelitian……….. 29

E. Tata Cara Penelitian……….. 29

F. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian………. 30

G. Analisis Data ……… 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Golongan dan Jenis Antibiotik yang diresepkan………....… 33

B. Diagnosis Penyakit untuk Antibiotik yang diresepkan……….…... 36

C. Dosis dan Regimen Dosis dalam Penggunaan Antibiotik ………... 41

1. Ketepatan dosis penggunaan antibiotik... 42

2. Regimen dosis penggunaan antibiotik dilihat dari frekuensi pemberian... 46

3. Regimen dosis penggunaan antibiotik dilihat dari lama pemberian... 49


(16)

xiv

D. Resep yang Mengandung Lebih dari satu Antibiotik... 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 55

B. Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA... 57

LAMPIRAN... 61


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Indikasi dan dosis antibiotik yang diresepkan... 24

Tabel II Golongan dan nama antibiotik yang diresepkan... 35

Tabel III Diagnosis dan terapi Antibiotik yang diresepkan... 36

Tabel IV Ketepatan Dosis Penggunaan Antibiotik... 45

Tabel V Persentase Ketidaktepatan Dosis Antibiotik... 45

Tabel VI Ketepatan Frekuensi Pemberian Antibiotik... 47

Tabel VII Persentase ketepatan frekuensi pemberian... 47

Tabel VIII Persentase Penggunaan Antibiotik yang diresepkan di lihat dari Lama Pemberian... 51


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Persentase Golongan Antibiotik yang diresepkan... 33

Gambar 2. Persentase Diagnosis Antibiotik yang diresepkan... 38

Gambar 3. Persentase Ketepatan Dosis Antibiotik yang diresepkan... 43

Gambar 4. Persentase Ketidaktepatan Dosis Antibiotik yang diresepkan... 43

Gambar 5. Persentase Ketepatan Frekuensi Pemberian Antibiotik yang diresepkan... 46


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel Lembar resep pediatri yang mengandung antibiotik... 61 Lampiran 2. Tabel Diagnosis penyakit dalam meresepkan antibiotik... 89 Lampiran 3. Contoh Perhitungan dosis ...……… 90 Lampiran 4. Tabel Penggunaan antibiotik yang diresepkan di lihat dari lama

pemberian... 92 Lampiran 5. Tabel Penggunaan antibiotik kombinasi ....………... 92 Lampiran 6. Surat bukti sudah melakukan penelitian... 93


(20)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Peresepan obat untuk anak-anak sering mengalami berbagai permasalahan, yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus, tidak saja berdasarkan ketentuan dosis orang dewasa namun perlu penyesuaian dosis, pemilihan obat yang benar-benar tepat, dan memperhatikan kemungkinan efek samping obat (Widodo, 2006).

Kecenderungannya di Indonesia sekarang ini dokter dengan mudah memberikan antibiotik untuk penyakit batuk, pilek, maupun diare. Penyakit infeksi ringan tersebut memiliki sifat bisa sembuh dengan sendirinya seiring meningkatnya daya tahan tubuh, meskipun ada juga batuk, pilek, maupun diare yang tidak disebabkan virus (Siswono, 2004).

Persentase peresepan antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan 52% - 62%, hal tersebut terjadi di beberapa negara sedang berkembang, data dari Indonesia mencatat sedikitnya 43% antibiotika yang diberikan sebenarnya tidak diperlukan. Holloway di Technical Briefing Seminar 2004 WHO Geneva, menyatakan bahwa 30 – 60% pasien memperoleh antibiotika, dan Indonesia menempati urutan tertinggi dibandingkan Nepal dan Bangladesh (Purnamawati, 2008).


(21)

Penelitian di beberapa tempat di Sumatera bagian barat menunjukkan bahwa tingkat pemakaian antibiotika sebesar 90%. Puskesmas-puskesmas yang memberikan antibiotika kurang dari 70% jumlahnya sedikit, dan tingkat penggunaan antibiotika untuk balita mencapai 83%, yang 60% pada usia di atas 5 tahun. Setiap hari telah diresepkan jutaan antibiotika bagi pasien dengan penyakit infeksi virus (Purnamawati, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Orang Tua Peduli (YOP) dengan responden 160 anggota mailing list diperoleh data penggunaan antibiotik yaitu dengan tingkat pemberiannya paling tinggi pada anak demam sebesar 87% kemudian diare 75%, ISPA 54,5%, dan batuk tanpa demam sebesar 47% (Purnamawati, 2008).

Kasus penyakit infeksi pada anak sebagian besar penyebabnya adalah virus, dengan kata lain kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar adalah tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk “self limiting disease” atau penyakit yang sembuh dengan sendirinya dalam waktu 5 – 7 hari (Siswono, 2004).

Penggunaan antibiotik untuk penyakit flu atau batuk-pilek biasa (common cold) pada bayi dan anak-anak kurang tepat karena penyakit tersebut 95 % disebabkan oleh virus, sehingga pemberian antibiotik tak ada gunanya/plasebo saja. Hasil penelitian sebelumnya, dalam satu tahun seorang anak bisa menderita flu atau


(22)

common colds sebanyak 8 hingga 12 kali dan itu merupakan hal yang normal, kecuali untuk bayi dibawah 3 bulan (Agnes, 2005).

Fakta lain menyebutkan terdapat perbedaan dalam angka kematian akibat infeksi yang diobati dengan antibiotik secara tepat dan tidak tepat di rumah sakit. Angka kematian akibat infeksi karena penggunaan antibiotik tidak tepat mencapai dua sampai tiga kali lipat dibanding penggunaan antibiotik secara tepat (Siswono, 2004).

Penggunaan antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan efek samping yang merugikan dan dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri. Meningkatnya jumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotik menjadi masalah kesehatan yang sangat besar. Penggunaan antibiotik secara berlebihan disebut-sebut sebagai penyebab munculnya bakteri super yang resisten bahkan terhadap antibiotik yang paling kuat sekalipun (INS, 2007).

Rumah sakit adalah salah satu organisasi yang bergerak dibidang kesahatan yang berhubungan dengan obat-obatan, termasuk didalamnya penggunaan antibiotik bagi penderita infeksi, yang memungkinkan terjadinya penggunaan antibiotik yang kurang tepat. Rumah sakit Panti Bhaktiningsih merupakan rumah sakit kelas pratama, dengan tenaga kesehatan dan fasilitas yang terbatas, yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di sekitarnya (Emirentiana,1996).

1. Rumusan permasalahan

Seperti apakah gambaran penggunaan antibiotik pada pasien rawat jalan pediatri di salah satu rumah sakit umum swasta Klepu, Godean, Yogyakarta periode


(23)

Juli 2007-Juni 2008, yang meliputi: golongan dan jenis antibiotik yang digunakan, diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan regimen dosis antibiotik yang diresepkan.

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang pengunaan antibiotik pernah dilakukan, yaitu Ketepatan Dosis dan Interaksi Antibiotika pada Sepuluh Kasus Penyakit Anak Terbesar di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Peride Januari-Juni 2000 (Verdei, 2001), Penggunaan Antibiotik untuk Terapi Diare pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Betesda Yogyakarta Peride Januari-Juni Tahun 1999 (Indah, 2001), Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Kasus Kanker Leher Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Maxitalia, 2008), Evaluasi Penggunaan Antibiotik Paska Kemoterapi pada Kasus Kanker Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Ketut, 2005), dan Analisis Pengunaan Antibiotik Obat Pasien Diabetes Miletus Tipe-2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Flora, 2003).

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada pasien (pediatri rawat jalan) dan pada rumah sakit yaitu pada salah satu rumah sakit umum swasta di Klepu, Godean, Yogyakarta.

3. Manfaat penelitian

Manfaat teoritis yang diharapkan dapat memberikan gambaran penggunaan antibiotik dilihat dari golongan dan nama antibiotik yang diresepkan, diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan regimen dosis antibiotik yang


(24)

diresepkan, untuk pasien rawat jalan pediatri di salah satu rumah sakit umum swasta, Klepu, Godean, Yogyakarta

Manfaat praktis yang diharapkan dapat memberikan masukan terhadap rumah sakit yang bersangkutan dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian khususnya dalam penggunaan antibiotik pada pasien pediatri.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran penggunaan antibiotik pada pasien rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit umum swasta, Klepu, Godean, Yogyakarta periode Juni 2007-Juli 2008, yang meliputi: golongan dan jenis antibiotik yang digunakan, diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan regimen dosis antibiotik yang diresepkan.


(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Pediatri

1. Pengertian

Istilah pediatri (ejaan Inggris: paedeatrics atau poediatrics) berasal dari 2 kata dalam bahasa Yunani yakni paidi yang berarti anak dan iatros yang berarti penyakit. Pada umumnya pediatri diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan kesehatan anak (Pramudiarja, 2006).

Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia mendefinisikan bahwa anak adalah usia 1 hingga 15 ½ tahun, sedangkan kurang dari 12 bulan digolongkan sebagai bayi (Anonim, 2005). Guthrie (2005) menggolongkan beberapa kelompok usia dalam terminologi sebagai berikut: neonatus (28 hari sejak dilahirkan), infant (1-12 bulan), child (1-12 tahun) dan adolescent (13-18 tahun).

Veerman dan Marcadis (1990) mengelompokkan usia menjadi pre term neonatus (kurang dari 37 minggu kelahiran), full term neonatus (37-41 minggu),

neonatus (lahir sampai satu bulan), bayi (1-12 bulan), anak-anak/toddler (1-12 tahun), remaja/adoslescent (12-18 tahun) dan dewasa/adult (di atas 18 tahun)

2. Farmakokinetik pada anak

Pemberian terapi obat yang efektif dan aman untuk penderita pediatri memerlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang perbedaan-perbedaan yang ada mengenai kerja obat, metabolisme, dan eliminasinya, umumnya semua ukuran farmakokinetik akan berubah seiring dengan perubahan usia. Dosis obat untuk


(26)

penderita pediatri (dalam mg/kg) harus disesuaikan dengan karakteristik kinetik masing-masing obat, usia (determinan utama), keadaan penyakit, jenis kelamin (pada anak pasca pubertas), dan kebutuhan individual. Bila hal-hal tersebut tidak dipahami dengan benar, dapat mengakibatkan perawatan yang kurang efektif atau bahkan toksik (Anonim, 2006a).

2.1. Absorpsi

Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi aliran darah pada tempat pemberian seperti yang ditentukan oleh keadaan fisiologis bayi atau anak-anak (untuk obat yang diberikan secara oral), fungsi gastrointestinal yang cepat berubah selama beberapa hari pertama setelah lahir (Katzung, 1992).

Sehubungan dengan absorpsi obat yang perlu dipertimbangkan pada anak adalah terjadinya perubahan-perubahan biokimiawi dan fisiologis pada traktus gastrointestinal. Pada 24 jam pertama kelahiran/kehidupan, terjadi peningkatan keasaman lambung secara menyolok. Oleh karena itu obat-obat yang terutama dirusak oleh asam lambung (pH rendah) sejauh mungkin dihindari. Pengosongan lambung pada hari I dan II kehidupan relatif lambat (6-8 jam). Keadaan tersebut berlangsung selama ± 6 bulan untuk akhirnya mencapai nilai normal seperti pada dewasa. Pada tahap tersebut obat yang absorpsi utamanya di lambung akan diabsorpsi secara lengkap dan sempurna, sebaliknya untuk obat-obat yang diabsorpsi di intestinum efeknya menjadi sangat lambat/tertunda (Izenberg, 2003).

Gerakan peristaltik usus bayi baru lahir relatif belum teratur, tetapi umumnya lambat, sehingga jumlah obat-obat yang diabsorpsi di intestinum sulit


(27)

diperkirakan. Jika peristaltik lemah maka jumlah obat yang diabsorpsi menjadi lebih besar, yang berarti dapat memberi konsekuensi berupa efek toksik obat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan peristaltik, misalnya pada diare, absorpsi obat cenderung menurun oleh karena lama kontak obat pada tempat-tempat yang mempunyai permukaan absorpsi luas menjadi sangat singkat (Izenberg, 2003).

2.2. Distribusi

Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran, dan ikatan protein. Obat didistribusikan secara berbeda berdasarkan sifat-sifat fisiko-kimiawinya. Komposisi tubuh pada anak selalu berubah sampai usia 12 tahun, anak-anak mempunyai volume tubuh yang besar dibanding total berat badannya, sehingga volume distribusinya lebih besar. Volume cairan ekstrasel pada anak juga lebih tinggi sehingga distribusi untuk obat larut air juga meningkat (Guthrie, 2005).

Barier darah otak pada bayi baru lahir relatif lebih permeabel. Hal itu memungkinkan beberapa obat melintasi aliran darah otak secara mudah. Keadaan tersebut menguntungkan, misalnya pada pengobatan meningitis dengan antibiotika. Ikatan protein plasma obat sangat kecil pada bayi (neonatus) dan baru mencapai nilai normal pada umur 1 tahun. Hal itu karena rendahnya konsentrasi albumin dalam plasma dan rendahnya kapasitas albumin untuk mengikat molekul obat. Keadaan tersebut menjadi penting pada bayi malnutrisi dan hipoalbuminemia. Interaksi antara obat dengan bilirubin pada ikatannya dengan protein plasma sangat penting diperhatikan. Bilirubin bebas dapat menembus barier darah otak pada neonatus dan


(28)

menyebabkan kern-ikterus. Obat-obat sulfonamida, novobiosin, diazoksida, dan analog vitamin K dapat menggeser bilirubin dari ikatannya pada albumin plasma (Guthrie, 2005).

2.3. Metabolisme

Hepar merupakan organ terpenting untuk metabolisme obat. Perbandingan relatif volume hepar terhadap berat badan menurun dengan bertambahnya umur. Berdasarkan perbandingan relatif tersebut, volume hepar pada bayi baru lahir + 2 kali dibandingkan anak usia 10 tahun. Hal itu menyebabkan kecepatan metabolisme obat paling besar pada masa bayi hingga awal masa kanak-kanak, dan kemudian menurun mulai anak sampai dewasa (Guthrie, 2005).

Metabolisme kebanyakan obat terjadi dalam hati. Aktivitas metabolisme obat yang tergantung sitokrom P-450, oksidase fungsi campuran, dan enzim konjugasi sangat rendah pada awal masa neonatus dari pada setelah itu. Titik perkembangan yang aktivitas enzimnya maksimum tergantung atas sistem enzim spesifik yang dibicarakan, karena penurunan kesanggupan neonatus untuk memetabolisme obat mempunyai bersihan yang lambat dan pemanjangan waktu paruh dalam badan. Jika dosis obat dan jadwal pemberian tidak berubah demikian maka ketakaturan tersebut mempredisposisi neonatus kearah respon obat yang diharapkan dari obat yang dimetabolisme oleh hati (Katzung, 1992).

2.4. Ekskresi

Metabolisme pada anak hingga usia kurang lebih satu bulan terhambat oleh sistem hepatik yang belum sempurna. Pada neonatus, kecepatan filtrasi


(29)

glomeruler dan fungsi tubulus masih imatur. Diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk mencapai nilai normal. Umumnya GFR pada anak adalah sekitar 30-40% dan sekresi tubulus 20-30% nilai orang dewasa, tingkat sekresi tubuler dan laju penyerapan kembali terus meningkat hingga mencapai nilai orang dewasa pada usia 6-12 bulan. Oleh karena itu, obat dan metabolit aktif yang diekskresi lewat urin cenderung terakumulasi. Sebagai konsekuensinya, obat-obat yang diekskresi dengan filtrasi glomerulus, seperti digoksin dan gentamisin, serta obat-obat yang sangat terpengaruh sekresi tubuler, misalnya penisilin, paling lambat diekskresi pada bayi baru lahir (Katzung, 1992 ).

3. Penghitungan dosis

Penentuan dosis obat pada anak hendaknya dilakukan secara individual. Untuk penentuan dosis yang lebih adekuat pada anak sebaiknya mengacu pada buku-buku standar pediatri dan buku-buku-buku-buku pedoman terapi pada anak lainnya. Penghitungan dosis juga dapat dilakukan berdasarkan umur, berat badan, atau luas permukaan tubuh (Pramudiarja, 2006).

Untuk terapi, dosis anak tidak terdapat dalam literatur, maka dosis maksimum untuk anak dapat dihitung dengan membandingkan kebutuhan anak terhadap dosis maksimum dewasa. Yang paling tepat adalah dibandingkan terhadap luas permukaan, kemudian berat badan, atau umur anak. Berikut ini beberapa cara penghitungan dosis anak yang lazim dipakai (Lestari dkk, 2002):


(30)

Berdasarkan umur: Formula Young: tahun umur tahun umur dewasa dosis anak Dosis 12 ) ( + × =

Formula Dilling : dosis dewasa

n n anak Dosis × + = 12

Formula Cowling: Dosis anak = n+ × dosis dewasa

24 1

Formula Fried: Dosis anak = m × dosis dewasa

150

Berdasarkan berat badan (formula Clark):

kg kg badan berat dewasa dosis anak Dosis 70 ) ( × =

Berdasarkan luas permukaan tubuh:

) ( 173 ) ( 2 2 m m tubuh permukaan luas dewasa dosis anak

Dosis = ×

Cat: n : umur dalam tahun; m: umur dalam bulan.

B. Antibotik 1. Definisi antibiotik

Antibiotik adalah golongan senyawa baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, dan biasanya antibiotik bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotik. Hal itu menyebabkan pemberian antibiotik biasanya diberikan dalam dosis yang


(31)

menyebabkan bakteri segera mati, dan dalam jangka waktu yang cukup panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotik yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal' (Setiabudy dan Gan,1995).

Turpin dan Velu (1957), mendefinisikan antibiotik yaitu semua senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh melalui sintesis yang memiliki indeks khemoterapi tinggi yang manifestasi aktivitasnya terjadi pada dosis yang sangat rendah secara spesifik melalui inhibisi proses tertentu pada virus, mikroorganisme ataupun juga berbagai organisme bersel majemuk (Wattimena, 1991).

2. Penggunaan antimikroba di klinik

Penggunaan antibiotika di klinik berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut (Setiabudy dan Gan,1995) :

a Gambaran klinik penyakit infeksi, yaitu efek yang ditimbulkan oleh adanya mikroba dalam tubuh hospes, dan bukan berdasarkan kehadiran mikroba tersebut semata-mata

b Efek terapi antibiotik pada penyakit infeksi diperoleh hanya sebagai akibat kerja antibiotik terhadap biomekanisme mikroba, dan terhadap biomekanisme tubuh hospes.

c Antibiotika dapat dikatakan bukan merupakan ‘obat penyembuh’ penyakit infeksi dalam arti kata sebenarnya. Antibiotik hanyalah mempersingkat waktu yang diperlukan tubuh untuk penyembuhan suatu penyakit infeksi


(32)

Antibiotika hanya berkasiat dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Wattimena,1991).

Pengunaan salah antibiotik secara luas mengandung berbagai risiko sebagai berikut (Wattimena, 1991):

a. Kebanyakan antibiotik menimbulkan efek samping dan risiko toksik

b. Hipersensitivitas dapat diinduksi sehingga memungkinkan terjadi berbagai reaksi ringan atau gawat pada pemakaian berulang pemakaian berulang antibiotik tersebut.

c. Flora normal usus sering termodofikasi sehingga meningkatkan kemungkinan untuk terjadi superinfeksi.

d. Mutan mikroba yang resisten sering terseleksi dari populasi bakteri dan merupakan ancaman bahaya individual atau epidemiologik.

e. Status fisiopatologi pasien seringkali menuntut perhatian khusus pada disain terapi dengan antibiotik.

f. Faktor lingkungan seperti diet, terapi lain yang dilaksanakan sejajar atau bersama-sama dengan terapi antibiotik merupakan hal-hal yang perlu diperhitungkan pengaruhnya terhadap terapi antibiotik.

Kesalahan yang lazim dilakukan pada terapi antibiotik yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam terapi berkisar pada: pertama yaitu kesalahan dalam pepilihan obat seperti, antibiotik yang salah, antibiotik diberikan untuk demam tanpa dokumentasi mikroorganisme, menggunakan antibiotik yang tidak aktif lagi, atau


(33)

tidak dapat mencapai lokasi infeksi, menggunakan antibiotik yang toksik walaupun ada yang kurang toksik, dan menggunakan antibiotik yang mahal walaupun tersedia yang murah dan efektif, kedua yaitu kesalahan dalam pemberian/penggunaan seperti: dosis keliru, rute pemberian tidak memadai, jangka waktu penggunaan kurang cukup, gagal mengenal kejadian toksik, tidak memodifikasi dosis pada insufisiensi eliminasi, mengganti antibiotik padahal faktor tertentu yang memerlukan koreksi dan kepatuhan pasien pada posologi tidak tercapai (Wattimena, 1991).

Penggunaan antibiotik yang rasional ialah seleksi antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan efektif untuk memusnahkannya yang mempunyai potensi kecil untuk menimbulkan toksisitas, atau reaksi alergi bagi pasien. Dengan demikian strategi terapi dengan antibiotik ditentukan oleh karateristik fenomena infeksi, lokasi infeksi, pengenalan penyebab infeksi, dan kondisi fisiologi penderita (Wattimena, 1991).

Prinsip-prinsip peresepan antibiotik yang tepat (Sjabana, 2006) adalah sebagai berikut:

a. Diagnosis infeksi bakteri ditegakkan (demam saja tidak selalu menunjukkan infeksi bakteri), lokasi infeksi, dan dipertimbangkan kemungkinan bakteri penyebab.


(34)

b. Jika memungkinkan, khususnya pada semua infeksi serius, diambil spesimen yang sesuai (darah, sputum, pus, urine) untuk kultur dan uji sensitivitas antibiotik, dan pemeriksaan mikroskopis dan pewarnaan gram perlu dilakukan.

c. Secara keseluruhan, dipertimbangkan kebutuhan terapi antibiotik.

d. Jika dilakukan kultur, ditetapkan perlu segera diterapi sebelum hasilnya diketahui atau tidak.

e. Di pilih obat yang paling tepat, dosis, dan cara pemberiannya paling sesuai. Dipertimbangkan faktor berikut: organisme, pasien (usia, alergi, fungsi ginjal dan hati), rapuhnya ketahanan terhadap infeksi (malnutrisi, keganasan, imunosupresi, termasuk akibat kortikosteroid), kehamilan, atau faktor genetis selayaknya, keparahan infeksi, lokasi infeksi dan adanya benda asing, seperti katup jantung prostetis atau sepotong gelas pada luka kulit.

f. Monitor keberhasilan terapi secara klinis atau mikrobiologis dengan kultur ulang sesuai kebutuhan, terkadang dibutuhkan konsentrasi plasma.

g. Kombinasi antibiotikterkadang dibutuhkan dalam kasus:

1). infeksi campuran

2). kombinasi yang menghasilkan efek sinergis

3). jika organisme penyebab belum diketahui, maka diperlukan pemberian antibiotik dengan spektrum luas


(35)

4). untuk menghindari timbulnya resistensi terhadap antibiotik tunggal.

h. Antibiotik terkadang dapat juga digunakan untuk profilaksis, berdasarkan:

1). durasi singkat (biasanya ≤ 24 jam)

2). pilihan obat berdasar pengalaman sebelumnya akan kemungkinan kuman penyebab.

Berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya sasaran penggunaan antibiotik yaitu: aktivitas antimikroba, efektivitas dan efisiensi proses farmakokinetik, toksisitas antibiotik, reaksi antara modifikasi flora alamiah tuan rumah, penggunaan kombinasi antibiotik, pola penggunaan antibiotik (Wattimena, 1991).

3. Pengelompokan antibiotik

Berbagai pendekatan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan antibiotik antara lain (Wattimena, 1991):

a. Pendekatan secara kimia 1. Beta laktam

a).Kelompok penisilin: penisilin G, dan derivatnya, seperti: fenoksipenisilin (penisilin V, fenetisilin, propisilin), metisilin dan isoksazolil penisilin (oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin), aminopenisilin (ampisilin, netampisilin, hetasilin, amoksisilin), karboksi penisilin (karbensilin).


(36)

b). Kelompok sefalosporin: sefalotin, sefalorodin, sefaleksin.

2. Aminoglikosida: streptomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, neomisin, framisetin.

3. Kloramfenikol: kloramfenikol, tiamfenikol

4. Tetrasiklin: tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin, demetiklor, rolitetrasiklin, metasiklin, dosisiklin, minosiklin.

5. Makrolida dan kelompok yang berdekatan: eritromisin, spiramisin, oleandomisin, linkomisin, klindamisin, sinergistin, pristinamisin, virginiamisin 6. Refampisin: rifamisin

7. Polipeptida siklik: polimiksin B, basitraksin, polimiksin E (polistin) 8. Antibiotik polien: nistatin, amfoterisin B

9. Antibiotik Lain: vankomisin, ristosetin, novobiosin, griseofulfin b. Pendekatan berdasarkan mekanisme kerja antibiotik (Wattimena, 1991):

1). Antibiotik yang menginhibisi sintesis atau mengaktifasi enzim dan merusak dinding bakteri sehingga menghilangkan kemampuan untuk berkembang biak dan sering kali lisis. Termasuk dalam kelompok ini adalah: penisilin, sefalosforin, sikloserin, vankomisin, ristisetin, basitrasin.

2). Antibiotik yang bekerja langsung terhadap membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan senyawa intraseluler. Termasuk dalam golongan ini adalah: polimiksin, kolistimetat, antifungus folien, nistatin, amfoterisin.


(37)

3). Antibiotik yang menggangu fingsi ribosom bakteri menyebabkan penghambatan sintesis protein secara reversibel. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: kloramfenikol, tetrasiklin, antibiotik makrolida, eritromisin, linkomisin, dan klindamisin.

4). Antibiotik yang menghambat/menggangu sintesis asam nukleat sel mikroba. Yang termasuk kelompok ini adalah rifampisin

5). Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba. Yang termasuk kelompok ini adalah makrolida

c. Pendekatan berdasarkan manfaat dan sasaran kerja (Wattimena, 1991): 1). Antibiotik berspektrum sempit

Jenis antibiotik tersebut ada dua macam yaitu:

a. Antibiotik yang terutama bermanfaat terhadap bakteri gram positif dan basil seperti penisilin G, linkomisin, vankomisin, basitrasin

b. Antibiotik yang terutama efektif terhadap bakteri gram negatif seperti: aminoglikosida, polimiksin.

2). Antibiotik berspektrum luas

Antibiotik ini mempunyai spektrum kerja luas yaitu efektif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif seperti: ampisilin, sefalosporin, tetrasiklin, klorampenikol.

d. Pendekatan berdasarkan daya kerja antibiotik (Wattimena, 1991): Berdasarkan daya kerjanya ada dua macam yaitu:


(38)

1). Antibiotik bakteriostatik, antibiotik ini menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri, seperti tetrasiklin yang bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri.

2). Antibiotik bakterisid, antibiotik ini berefek mematikan bakteri, seperti rifampisin, polimiksin yang bekerja dengan menghambat biosintesis dinding sel bakteri.

4. Resistensi dan efek samping

Resistensi bakteri dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional, contoh penggunaan obat yang tidak rasional antara lain: penulisan obat yang tidak perlu, obat yang salah, obat yang tidak efektif dan obat dengan kemanjuran yang meragukan, obat efektif yang tersedia kurang digunakan, dan penggunaan obat yang tidak benar. Dalam konferensi tenaga ahli tentang pengunaan obat rasional yang diadakan oleh WHO (1985), di Nairobi mendefinisikan penggunaan obat yang rasional sebagai berikut: penggunaan obat yang rasional mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obat yang sesuai dengan kebutuhan klinik mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri, untuk periode waktu yang memadai, dan pada harga terendah untuk mereka dan masyarakat (Siregar, 2006).

Istilah penggunaan obat yang rasional dalam kontek biomedis mencakup kriteria berikut (Siregar, 2005) :

a. obat yang benar

b. indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada pertimbangan medis yang baik


(39)

c. obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan pada pasien, dan harga

d. dosis, pemberian, dan durasi pengobatan yang tepat

e. pasien yang tepat, tidak ada kontraindikasi dan kemungkian reaksi merugikan adalah minimal

f. kepatuhan pasien terhadap obat

Menurut Sjabana (2006), penggunaan antibiotik secara rasional harus:

a. tepat indikasi baik profilaksis, maupun terapeutik secara empiris: data epidemiologis bakteri maupun secara terarah (efektif, aman, spektrum sempit) b. tepat penderita

c. tepat obat d. tepat dosis

e. waspada terhadap adverse effect (AE) atau kejadian yang tidak diinginkan, efek samping obat.

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional (irrational use of drugs/IRUD) dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri. Dari berbagai studi, bentuk utama

irrational use of drugs/IRUD (Purnamawati 2008), adalah:

a. pemberian beberapa obat sekaligus pada saat yang bersamaan pada kondisi yang tidak memerlukan beberapa obat tersebut. Salah satu contohnya yaitu: polifarmasi (pemberian puyer/racikan) yang berisikan beberapa obat sekaligus untuk


(40)

anak-anak dengan gangguan kesehatan ringan harian seperti demam, batuk-pilek, atau diare).

b. pemberian antibiotika yang berlebihan c. pemberian steroid yang berlebihan

d. tingginya tingkat pemakaian obat non generik e. tingginya tingkat pemakaian obat injeksi

f. tingginya tingkat pemakaian obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan/off label use, yang termasuk dalam kategori off label use adalah pemberian antibiotik untuk infeksi virus seperti diare akut dan ISPA, pemberian steroid untuk batuk, pilek, pemberian suplemen, vitamin, antihistamin untuk common colds/flu, bronkodilator untuk batuk pada ISPA.

Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resisensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau plasmid/resistensi silang (Wattimena, 1991). Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh suatu antibiotik. Resisten dibagi dalam tiga kelompok (Katzung, 1992), yaitu:

a Reistensi genetik, dengan mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga mikroba yang sensitif terhadap suatu antibiotika menjadi resisten.

b Resistensi non genetik, bakteri dalam keadaan istirahat bila bakteri aktif lagi maka akan sensitif lagi


(41)

c Resistensi silang, keadaan resisten terhadap antibiotik tertentu yang juga memperlihatkan resistensi terhadap antibiotik lain.

Resistensi bakteri terhadap antibiotik membawakan masalah tersediri yang dapat menggagalkan terapi dengan antibiotik. Resistensi dapat merupakan masalah individu dan epidemiologik (Wattimena, 1991).

Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang terutama adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis. Tidak tepat sasaran, salah satunya yaitu pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama, tidak semua antibiotika ampuh terhadap bakteri tertentu. Setiap antibiotika mempunyai daya bunuh terhadap bakteri yang berbeda-beda, karena itu, antibiotika harus dipilih dengan seksama. Ketepatan dosis sangat penting diperhatikan, tidak tepat dosis dapat menyebabkan bakteri tidak terbunuh, bahkan justru dapat merangsangnya untuk membentuk turunan yang lebih kuat daya tahannya sehingga resisten terhadap antibiotika (Anonim , 2006b)

Terdapat banyak Mekanisme yang menyebabkan mikroorganisme bisa menunjukan resistensi terhadap obat-obatan antara lain: mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak obat aktif, mikroorganisme merubah permeabilitasnya terhadap obat, mikroorganisme mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat, mikroorganisme mengembangkan perubahan lintasan metabolisme yang memintas reaksi yang dihambat oleh obat tersebut, dan


(42)

mikroorganisme mengembangkan suatu enzim yang telah berubah namun masih tetap dapat melakukan fungsi metabolismenya walaupun jauh berkurang dipergunakan oleh obat dari pada enzim di dalam kuman yang rentan (Katzung, 1992).

Setiabudy dan Gan (1995) membagi efek samping antibiotika menjadi tiga kelompok yaitu:

a Reaksi alergi, ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh, terjadinya tidak tergantung pada besarnya dosis obat, manifestasi gejala dan derajad beratnya reaksi dapat bervariasi.

b Reaksi idiosinkrasi, merupakan reaksi yang normal yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian antibiotik tertentu.

c Perubahan biologik dan metabolik, pada tubuh hospes baik yang sehat atau yang menderita infeksi, terdapat populasi mikroflora normal dengan keseimbangan ekologi populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukan sifat pathogen.

Penggunaan antibiotika terutama untuk yang berspektrum luas dapat menggangu keseimbangan ekologi mikroflora sehingga jenis mikroba meningkat jumlah populasinya dan bisa menjadi pathogen (Wattimena, 1991)

Dampak negatif pemberian antibiotik yang berlebihan dan tidak bijaksana adalah terbunuhnya “kuman baik” yang ada di dalam tubuh. Tempat yang semula ditempati kuman baik menjadi vakum dan kekosongan tersebut diisi oleh kuman “jahat” atau oleh jamur, kondisi ini disebut sebagai “superinfection” (Nisa, 2007).


(43)

C. RSU. Panti Bhaktiningsih, Godean, Klepu, Yogyakarta

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Yunisa, 2008)

Menurut keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Rumah sakit umum mempunyai empat fungsi dasar, antara lain pelayanan penderita, pendidikan dan pelatihan, penelitian serta kesehatan masyarakat (Yunisa, 2008)

RSU. Panti Bhaktiningsih terletak di sebelah selatan Yogyakarta, sebelah selatan berbatasan dengan dengan kecamatan Sedayu (Kabupaten Bantul), sebelah utara berbatasan dengan sungai progo (Kabupaten Kulon progo), sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Gamping dan kecamatan Mlati/kabupaten Sleman (Emirentiana,1996). Pada tanggal 16 Juli 1969 didirikan suatu Yayasan Kesejahteraan Kesahatan Rakyat (YKKR) Santo Fransiskus, Klepu, yang mengelola poliklinik dan ruamah bersalin sebagai wujud dan tanggapan atas kebutuhan masyarakat disekitar dalam meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan (Siyam, 1996)


(44)

Pada tanggal 1 Oktober 1988, YKKR Santo Fransiskus mendapat izin menjadi rumah sakit umum (RSU) kelas pratama (tipe D) yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan dan merawat orang sakit. Fasilitas yang dimiliki dari RSU ini meliputi: kamar operasi, kamar rontgen, ruang perawatan, rumah duka, ruang P3K,

laboratorium, kantor yayasan, ruang direksi, asrama, dan ruang kebidanan (Emirentiana,1996).

Rumah sakit Panti Baktiningsih memberikan pelayanan kesehatan untuk semua kalangan masyarakat. Visi rumah sakit adalah atas dasar cinta kasih memberikan pelayanan yang manusiawi, menyeluruh, professional, berkinerja tinggi, bermutu sesuai dengan harkat dan martabat manusia, dan dengan misi 1). melaksanakan pelayanan kesehatan secara menyeluruh demi memuliakan nama Tuhan dalam kegembiraan, kedederhanaan, dan terutama dalam cinta kasih, 2). mendayagunakan seluruh sarana dan prasarana sumber daya manusia yang tersedia, dan 3). memberikan dan meningkatkan pelayanan yang optimal (Emirentiana,1996).

D. Keterangan Empiris

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai penggunaan antibiotik pada pasien pediatri pada salah satu rumah sakit swasta Klepu, Godean, Yogyakarta, yang meliputi: golongan dan nama antibiotik yang digunakan, diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan regimen dosis antibiotik yang diresepkan.


(45)

Dosis No Golongan

antibiotik

Indikasi

DIH IONI 2000 MIMS 2007-2008

1 Antimikobakteri: Rifampisin

Isoniazid

Pirazinamida

TB pulmoner dan ekstra pulmoner, liprosis

TBC dalam kombinasi dengan obat anti TB lain

Rifampisin

Inflant dan anak <12 th: TB dosis tiap hari: 10 mg/kg/hari, max 600 mg/hari, laten dan infeksi TB: 10-20 mg/kg/hari, mx 600 mg selama 6 bulan.

INH

Inflant dan anak:

Infeksi TB laten: 10-20 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis terbagi (max 300 mg) atau 20-40 mg/kg (max 900 mg) 2 kali seminggu selama 9 bulan Infesi TB aktif: 10-15 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis terbagi (maks 30 mg/hari) atau 20-30 mg/kg (maks 900 mg 2 kali seminggu

PZA

Dosis anak: tiap hari: 15-30 mg/kg/hari (max 2 g/hari) atau 50 mg/kg/dosis (max 4 g/dosis)

Rifampisin

TB: 10 mg/kg (8-12 mg/kg) perhari max 600 mg/hari, dua atau tiga kali seminggu, sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan

INH

Anak: 5 mg/kg (4-6 mg/kg)/hari, max 300 mg/hari; 10 mg/kg tiga kali seminggu atau 15 mg/kg dua kali seminggu

Profilaksis: 5 mg/kg/hari (maks 300 mg/hari) selama 6 bulan atau lebih. PZA

Dosis untuk dua atau tiga bulan pertama: 25 mg/kg/hari (20-30 mg/kg/hari); 35 mg/kg (30-40 mg/kg) tiga kali seminggu;50 mg/kg (40-60 mg/kg) dua kali seminggu

Rifampisin

Dosis anak 10-20 mg/kg BB/hari, max 600 mg/hari, paling baik diberikan pada perut dalam keadaan kosong 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan

INH

Dosis anak = 10-20 mg/kg BB/hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi tegantung keparahannya, pemberian bersamaan dengan Rifamisin dengan fekuensi 1 tab 1 kali sehari

PZA

Dosis dewasa: 20-35 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis terbagi, maks 3 g/hari

2. β-laktam

1.a. Pinisilin Amoxicillin Ampisilin 1.b. Sefalosporin Cefadroxil

Infeksi saluran nafas, infeksi saluran genito-urinaria, infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan organisme gram positif/negatif yang peka terhadap obat ini

Infeksi saluran kemih, otitis media, bronkitis akut, salmonelasis invasif, dan gonore

Amoxcicilin

Dosis anak ≤ 3 bulan : 20-30

mg/kg/hari tiap 12 jam

≥ 3 bulan sampai < 40 kg: 20-50 mg/kg/hari tiap 8-12 jam

Ampisilin: Dosis inflan & anak: 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam, max 2-4 g/hari

Cefadroxil

Dosis oral anak: 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi, max 2 g/hari

Amoxicilin

Dosis anak < 10 th: 125-250 mg tiap 8 jam

Ampisilin

Dosis untuk anak-anak <10 tahun = ½ dari dosis dewasa. Dosis dewasa: oral: 0,25-1 g tiap 6 jam diberikan 30 menit sebelum sebelum makan.

Cefadroxil

Dosis anak < 1 tahun = 25 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi, anak 1-6 tahun = 250 mg 2 kali/hari, anak > 6 tahun = 500 mg 2 kali/hari

Amoxcicilin

Dosis anak: 20 mg/kg BB/hari tebagi tiap 8 jam, sebaiknya diberikan bersama makanan

Cefadroxil

Dosis anak: 30 mg/kg/hari dalam dua dosis terbagi tiap 12 jam, anak < 40 kg= 25 mg/kg/hari


(46)

Kombinasi Bactricid Cotrimoxazole (kombinasi sulfametasole dan trimethopen 5:1)

infeksi saluran nafas, infeksi saluran cerna, dan bronchitis kronis dan akut

8-12 mg TMP/kg/hari dalam 2 dosis terbagi tiap 12 jam, infeksi berat: 20 mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam, otitis media akut: 8 mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam selama 10 hari, dan ISK: 6-12 mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam

dan 6-12 tahun = 480 mg tiap 12 jam mL, 2-5 th = 2,5-5 mL, 6

minggu-2 th = 2,5 mL, semuanya 2 kali perhari. Dewasa dan anak >12 th = 2 tab 2 x/hari

4. Makrolida Eritromisin

alternatif bagi pasien yang alergi pinisilin dengan pengobatan enteritis kompilobakter, pneumonia, penyakit legionnaire, sifilis, uretritis non gonokokus, prostatitis kronis, akne vulgaris, dan profilaksis difetri

Dosis inflant dan anak: Base (dosis awal), estolate dan stearat:30-50 mg/kg hari dalam 2-4 dosis terbagi (tidak lebih dari 2 g/hari), ethyisuccinate: 30-50 mg/kg hari dalam 2-4 dosis terbagi (tidak lebih dari 3,2 g/hari), pharingitis 240 mg dalan 2 dosis terbagi max 1600 mg/hari selama 5 hari

Dosis dewasa dan anak > 8 th = 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam, sampai 2 th 125 mg tiap 6 jam, dan 2 -8 tahun = 250 mg tiap 6 jam.untuk infeksi berat dosis dapat digandakan

Dosis anak: 30-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Bayi < 2 th = 125 mg 4 x / hari

5. Aminoglikosida

Gentamisin sulfat

Infeksi kulit bakterial, septicemia, ISK, infeksi saluran nafas,

maingitis, infeksi kulit dan jaringan lunak

Topical: cara penggunaannya yaitu dengan mengoleskan 3-4 kali perhari

Sediaan ini dalam bentuk salep maka cara penggunaannya yaitu dengan mengoleskan 3-4 kali perhari

Dosis anak: 3-5 mg/kg/hari terbagi dalam tiga dosis Topical: oleskan 3-4 kali/hari

6. Quinolon

Ciprofloxasin

Infeksi kuman gram positif/negatif, profilaksis pada bedah saluran cerna bagian atas, infeksi saluran atas, ISK, gonore

Dosis anak:ISK: 1-17 th: 20-30 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi tiap 12 jam selama 10-21 hari (max 1,5 g/hari) dan cystic fibrosis: 5-17 th: 40 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam selama 10-21 hari

Dosis anak tidak dianjurkan tetapi bila resikonya lebih baik maka dosis yang dapat diberikan untuk dosis oral = 7,5-15 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 2 dosis


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian termasuk jenis penelitian non ekperimental dengan rancangan deskriptif, data dikumpulkan secara retrospektif periode Juli 2007-Juni 2008 di salah satu rumah sakit umum swasta, Klepu, Yogyakarta.

B. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah berupa lembar catatan medik (medical records) dengan kriteria:

1. Pasien pediatri usia 1-12 tahun yang menjalani perawatan di instalasi rawat jalan di salah satu rumah sakit swasta, klepu periode Juli 2007-Juni 2008

2. Memuat tanggal, umur pasien, berat badan pasien, diagnosis dan anamnesis, serta terapi farmakologi khususnya menerima terapi antibiotik.

C. Definisi Operasional

1. Pasien pediatri adalah pasien dengan usia 1-12 tahun yang menjalani perawatan di instalasi rawat jalan pada salah satu rumah sakit swata di Klepu, Godean, Yogyakarta periode Juli 2007-Juni 2008


(48)

2. Antibiotik adalah semua obat golongan antibiotik yang digunakan untuk semua pasien pediatri usia 1-12 tahun yang menjalani perawatan di instalasi rawat jalan salah satu rumah sakit swasta Klep, Yogyakarta periode Juli 2007-Juni 2008.

3. Penghitungan dosis anak berdasarkan berat badan dan usia anak, dengan standar dosis: Drug information Handbook (DIH), Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), MIMS Indonesia 2007/2008.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai analisis penggunaan antibiotik pada pasien pediatri di lakukan di instalasi rawat jalan pada salah satu rumah sakit umum swasta di Klepu, Godean, Yogyakarta.

E. Tata Cara Penelitian

Jalannya penelitian meliputi tiga tahap, tahap pertama adalah tahap perencanaan, tahap kedua adalah tahap pengambilan data, dan tahap ketiga adalah pengolahan hasil dan pembahasan.

1. Perencanaan, meliputi penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan bahan penelitian, dimulai dengan mencari informasi penggunaan antibiotik pada pasien pediatri sebagai pertimbangan penentuan masalah.

2. Pengambilan data, di lakukan dengan cara melihat catatan medik di ruang instalasi rawat jalan khususnya pasien rawat jalan pediatri dengan usia 1-12


(49)

tahun, kemudian dari catatan medik tersebut semua resep yang mengandung antibiotik dicatat ulang, lengkap dengan tanggal, umur pasien, berat badan pasien, diagnosis dan anamnesis penyakit, dan terapi yang diberikan dalam buku laporan.

a. Proses pengambilan data dilakukan dengan penelusuran data pasien pediatri, kemudian dipilih lembar rekam medik yang meresepkan antibiotik sebagai data dan mencatatnya ke dalam lembar kerja laporan.

b. Proses pencarian data dilakukan dengan melihat laporan di instalasi rawat jalan yang berisi tanggal, berat badan pasien, diagnosis dan anamnesis penyakit, dan terapi obat yang diresepkan. Selanjutnya dilakukan pengambilan data berupa lembar rekam medik yang menggunakan terapi antibiotik.

c. Proses pencatatan data dilakukan dengan mencatat data yang ada dalam lembar rekam medik pasien pediatri rawat jalan. Data yang diambil meliputi tanggal, berat badan pasien, diagnosis penyakit, dan terapi obat yang diresepkan. Data yang diperoleh diolah dengan cara mengelompokkan dalam bentuk table dan diagram pie.


(50)

Hasil pengumpulan data kemudian diolah, dan disajikan secara deskriptif, data yang diambil berupa:

1. Golongan dan nama antibiotik yang digunakan 2. Diagnosis dalam peresepan antibiotik

3. Dosis dan regimen dosis antibiotik yang diresepkan

G. Analisis Data

1. Golongan dan jenis antibiotik yang digunakan

Masukkan data dalam tabel yang terdiri dari kolom nomer, golongan antibiotik, nama antibiotik (nama generik daan nama dagang) yang digunakan, jumlah item obat (R/), dan persentasenya, sehingga diperoleh persentase golongan dan jenis antibiotik yaitu:

% Golongan antibiotik = 100%

/ ×

antibiotik R

antibiotik golongan

X

% Jenis antibiotik = ×100%

antibiotik item

antibiotik jenis

X

2. Persentase dari diagnosis penyakit dalam peresepan antibiotik

Persentase diagnosis penyakit = ×100%

seluruh hasil diagnosis

diagnosis hasil


(51)

3. Dosis dan regimen dosis dalam penggunaan antibiotik

Dosis antibiotik dan regimen dosis antibiotik di bandingkan dengan buku standar yaitu DIH, IONI 2000, dan MIMS 2007/2008, sebagai berikut:

% ketepatan dosis = ×100%

antibiotik item tepat dosis item

% ketidaktepatan dosis = ×100%

antibiotik item tepat tidak dosis x

% ketepatan frekuensi pemberian = ×100%

antibiotik item tepat pemberian frekuensi

% F.P. tidak tepat = ×100%

antibiotik item tepat tidak pemberian frekuensi

% lama pemberian = ×100%

antibiotik item pemberian lama x


(52)

51,28% 33,06%

12,86% 2,03%

0,40%

0,40% Antimikobakt eri

β- Lakt am Antibiot ik kombinasi Makrolida Aminoglikosida Quinolon

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di salah satu rumah sakit umum swasta, Klepu, Godean, Yogyakarta, pada pasien rawat jalan pediatri dengan usia 1-12 tahun pada periode Juli 2007-Juni 2008, data diperoleh dengan melihat catatan medik pasien rawat jalan pediatri baik pasien dokter anak, dokter penyakit dalam, dokter bedah, kebidanan, dokter gigi, dokter THT, dokter umum dan dokter penyakit jiwa. Data yang diambil adalah lembar catatan medik yang memberikan terapi antibiotik berjumlah 616 lembar dengan jumlah item keseluruhan 1659 item maka diperoleh rata-rata item per lembar resep 2,69 ≈ 2,7 item/lembar.

A. Golongan dan Jenis Antibiotik yang diresepkan.

Antibiotik yang diresepkan 739 item obat dari 616 lembar resep, terbagi dalam 6 golongan antibiotik yaitu golongan antimikobakteri, golongan β-laktam, antibiotik kombinasi, golongan makrolida, golongan aminoglikosida dan golongan quinolon, seperti yang tertera dalam gambar I dibawah ini:

Sumber: data yang diolah


(53)

Antibiotik yang diresepkan 739 item terbagi dalam 6 golongan dan 10 jenis antibiotik. Golongan antibiotik yang digunakan dalam terapi terbagi dalam 6 golongan antibiotik dan yang paling banyak digunakan adalah golongan antimikobakteri sebanyak 379 (51,28 %) terdiri dari 271 rifampisin, 100 pirazinamida (PZA), dan 8 isoniasid (INH), antibiotik tersebut diindikasikan untuk TBC dan semuan obat memakai nama generik; yang kedua adalah golongan β -Laktam yang terbagi menjadi dua, yaitu penisilin berjumlah 243 (32,92 %) terdiri dari 155 Amoxsan, 47 amoksisilin, 35 Opimox, 5 Kalmoxicilin, 1 ampisilin, dan sefalosporin yaitu 1 (0.14 %) sefadroksil. Golongan β-Laktam 244 item, yang memakai nama generik 53 item (amoksisilin) dan 209 memakai nama dagang (Amoxsan, Klmoxicilin, Opimox), golongan yang ketiga adalah antibiotik kombinasi berjumlah 95 (12,86 %) terdiri dari 86 Bactricid dan 9 kotrimoksasol, dari 95 yang memakai nama generik 9 item (kotrimoksasol) dan 86 item menggunakan nama dagang (Bactricid), untuk golongan β-Laktam dan antibiotik kombinasi ada 339 item antibiotik, yang memakai nama generik 44 item antibiotik (amoksisilin dan kotrimoksasol) dan 295 item antibiotik memakai nama dagang yaitu golongan β -Laktam (Amoxsan, Kalmoxicilin, Opimox) dan antibiotik kombinasi (Bactricid), hal tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut lebih banyak menggunakan antibiotik dengan nama dagang dibandingkan nama generik; golongan keempat berjumlah 14 (2,03 %) yaitu golongan makrolida (eritromisin); golongan kelima berjumlah 3 (0,40 %) yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin); dan golongan keenam berjumlah 3 (0,40 %) yaitu golongan quinolon (siprofloksasin), ketiga


(54)

golongan tersebut semuanya memakai nama generik. Golongan dan jenis antibiotik yang diresepkan dapat dilihat dalam tabel II di bawah ini:

Tabel II. Golongan dan Nama Antibiotik Pasien Pediatri yang diresepkan

No Golongan antibiotik

Nama generik Nama dagang Jumlah Persentase

(%) ∑ % golongan 1 Antimikobakteri: Rifampisin Isoniazid Pirazinamida 271 8 100 36,64 1,08 13,56 51,28

2 β-laktam

1.a. Pinisilin 1.b. Sefalosporin Amoksisilin Ampisilin Sefadroksil Amoxsan Opimox Kalmoxicilin 47 155 35 5 1 1 6,36 20,95 4,79 0,68 0,14 0,14 33,06 3 Antibiotik Kombinasi Kotrimoksasol Bactricid 9 86 1,22 11,64 12,86

4 Makrolida Eritromisin 15 2,03 2,03

5 Aminoglikosida Gentamisin 3 0,40 0,40

6 Quinolon Siprofloksasin 3 0,40 0,40

Jumlah 739 100,00 100,00

Hasil penelitian menujukkan bahwa pasien pediatri rawat jalan di rumah sakit tersebut 51,28 % menerima terapi untuk penyakit TB dengan antibiotik antimikobakteri. Antibiotik tersebut berdaya kerja sebagai bakterisid yang berefek menghambat pembelahan bakteri dengan mekanisme kerja menghambat/menggangu sintesis asam nukleat sel mikroba (Wattimena, 1991).

Penggunaan antibiotik penisilin sebesar 32,92 %. Antibiotik tersebut berdasarkan manfaat dan sasaran kerjanya termasuk antibiotik berspektrum luas yang bekerja dengan cara menginhibisi sintesis atau mengaktifkan enzim yang merusak dinding bakteri, sehingga menghilangkan kemampuan untuk berkembang biak dan sering kali lisis (Wattimena, 1991). Peresepan antibiotik kombinasi dengan komposisi


(55)

kombinasi sulfametosasol (SMZ) dan trimetoprim (TM) dengan perbandingan 5:1 sebesar 12,86%.

B. Diagnosis Penyakit dari Antibiotik yang diresepkan

Tepat indikasi dapat dilihat dari diagnosis penyakit dari terapi antibiotik yang diberikan. Kesesuaian antara penyakit yang diderita dengan terapi yang di berikan kususnya peresepan antibiotik bagi anak-anak perlu dikaji, karena kesalahan atau ketidaktepatan diagnosis dengan terapi yang diberikan dapat berakibat fatal. Antibiotik hanya bermanfaat dengan baik bila penyakit tersebut karena infeksi oleh bakteri, bukan karena virus atau penyebab lain, data diagnosis penggunaan antibiotik yang diresepkan dapat dilihat pada tabel III berikut:

Tabel III. Diagnosis dan Terapi Antibiotik yang diresepkan

No Indikasi Antibiotik Item ∑

keseluruhan

Persentase (%)

1 TBC RIF

INH PZA

271 8 100

379 51,28

2 Menurut Handrawan (2007), ISPA

dibagi menjadi: 1.Batuk, pilek panas 2.Pharingitis (infeksi di tenggorokan) 3.Rinopharingitis (infeksi di hidung dan tenggorokan), 4.Tonsilopharingitis (infeksi di kelenjar amandel selain tenggorokan) Amoksisilin Kotrimoksasol Eritromisin Cefadroksil 173 38 11 1

234 31,66

3 Gangguan pencenaan:

• Diare, muntah

• Muntah, pusing, Pilek panas, sakit

perut (abdominal pain)

• BAB lembek, berlendir, leukosit

(+), eritrosit (+), ada bakteri dalam feses Ciprofloksasin Amoksisilin Kotrimokasol 32 3 3

38 5,14

4 Obs. Febris Amoksisilin

kotrimokaasol 26

5 31 4,19

5 Infeksi saluran kemih (ISK) Amoksisilin

Kotrimoksasol 7


(56)

6 Asma bronkiole

(bronkiole asmatikus) Amoksisilin

Kotrimoksasol Eritromisin

6 3 1

10 1,35

7 Luka dan luka di kepala dibagian V.

Laceratum (bagian kiri) Amoksisilin 10 10 1,35

8 Impertigo Amoksislin Eritromisin Gentamisin sulf 1 1 1

3 0,40

9 Varicella (cacar air)

Kotrimoksasol Amoksisilin

1

2 3 0,40

10 Panas dan sariawan

Amoksisillin 3 3 0,40

11 Dermatitis Eritromisin Gentamisin sulf 1 1

2 0,27

12 Demam Typoid

(demam enterik) Amoksisilin 2 2 0,27

13 Otitis media Amoxicillin 2 2 0,27

14 Vlact Amoksisilin 1 1 0,14

15 V. Excariasis Amoksisilin 1 1 0,14

16 Rhinitis Kotrimoksasol 1 1 0,14

17 Enteritis Kotrimoksasol 1 1 0,14

18 Ada bintil kuning di kaki Gentamisin

sulf

1 1 0,14

19 Hipertropitonsil Amoksisilin 1 1 0,14

20 Phimosis Amoksisilin 1 1 0,14

21 Syndrom Neprotik Ampisilin 1 1 0,14

22 Caritatis dentis Amoksisilin 1 1 0,14

Jumlah 739 739 100,00

Persentase diagnosis dari penggunaan antibiotik yang diresepkan dapat dilihat dalam gambar 2. berikut:


(57)

51,28% 31,66%

5,14% 4,19%

7,73%

T BC

ISPA

Gangguan pencernaan Obs. Febris

lain-lain

Sumber: data yang diolah

Gambar 2. Persentase indikasi antibiotik yang diresepkan

Indikasi dari 739 antibiotik yang digunakan sebanyak 379 (51,28 %) dengan Indikasi TBC, 234 (31,66 %) dengan indikasi ISPA, 34 (5,14 %) dengan indikasi gangguan pencernaan, 31 (4,19 %) dengan indikasi obstruksi febris (demam), dan 61 (7,73 %) dengan indikasi yang bermacam-macam antara lain asma bronkiale, ISK (infeksi saluran kemih), luka dan luka di kepala dibagian v. laceratum (bagian kiri), impertigo, varicella (cacar air), panas dan sariawan, dermatitis, demam typoid (demam enterik), otitis media, vlact, v. exscariasis, rhinitis enteritis, bintil kuning di kaki, hipertropitonsil, phimosis, syndrom neprotik, dan caritatis dentis.

Indikasi Pengunaan antibiotik yang tertinggi untuk TBC sebesar 51,28 % dengan jenis antibiotik rifampisin, isonoasid (INH), dan pirazinamida (PZA). Antibiotik yang di resepkan tersebut merupakan satu paket terapi untuk tuberkulosis pada bulan-bulan pertama yang dikenal dengan 'triple drug' untuk dapat benar-benar mematikan bakteri mikobakterium tuberkulosa penyebab penyakit TBC. Anak-anak pada dua bulan pertama/fase awal diberi INH, rifampisin, dan pirazinamid, kemudian empat bulan berikutnya diberi INH, dan rifampisin (Anonim, 2000).


(58)

Hasil penelitian menunjukkan ada 100 pirazinamida yang diresepkan untuk anak-anak padahal terapi dengan pirazinamida untuk anak-anak tidak dianjurkan karena tidak ada dosis tertentu yang telah ditetapkan (Wattimena, 1991).

Indikasi kedua dalam peresepan antibiotik sebesar 31,66 % untuk infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) terdiri dari: 1. batuk, pilek, panas, 2. pharingitis (infeksi di tenggorokan), 3. rinopharingitis (infeksi di hidung dan tenggorokan), 4. tonsilopharingitis ( infeksi di kelenjar amandel selain tenggorokan). Jenis antibiotik yang digunakan antara lain amoksisilin, Bactricid, kotrimoksasol, eritromisin, dan sefadroksil. Penggunan antibiotik dengan diagnosis ISPA tersebut, tidak didukung hasil pemeriksan laboratorium yang menunjukkan terjadinya infeksi oleh bakteri, antibiotika hanya bermanfaat dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, untuk pilek, batuk, dan radang tenggorokan yang terinfeksi bakteri biasanya dahak atau cairan hidungnya berwarna kuning atau hijau, sedangkan yang disebabkan oleh virus biasanya dahak atau cairan hidung berwarna bening atau putih (Purnamawati, 2008). Antibiotik dibutuhkan bila batuk dan pilek berkelanjutan selama lebih 10 – 14 hari yang terjadi sepanjang hari/bukan hanya pagi atau malam saja (Widodo, 2006)

Indikasi ketiga sebesar 38 (5,14 %) untuk gangguan pencenaan, terdiri dari diare, muntah, pusing, pilek panas, sakit perut (abdominal pain), dan BAB lembek, berlendir, leukosit (+), eritrosit (+), ada bakteri dalam feses. Dari 38 item antibiotik yang diresepkan yang diagnosisnya disertai dengan data laboratoriun hanya


(59)

4 item antibiotik (Bactricid dan siprofloksasin) dengan diagnosis BAB lembek/diare, berlendir, leukosit (+), eritrosit (+), ada bakteri dalam feses, kalau dilihat dari hasil pemeriksaan tersebut maka penggunan antibiotik diperlukan, karena diketahui dalam fesesnya terdapat bakteri, tanda-tanda fisik yang kelihatan bila diare disebabkan oleh bakteri biasanya disertai lendir dan darah, sedangkan yang disebabkan oleh virus biasanya hanya ada sedikit lendir dan darah (Purnamawati, 2008), indikasi untuk siprofloksain tepat yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri tetapi siprofloksasin bukan pilihan pertama untuk anak-anak sehingga perlu hati-hati karena siprofloksasin memberi efek chondrotoxic, yang berpengaruh pada pertumbuhan tulang anak, dan bila anak-anak sering diberi antibiotika penulangannya terganggu sehingga akan kerdil/tidak bisa tumbuh sewajarnya (Siswono 2008). 34 item tanpa pemeriksaan lebih lanjut sehingga tidak diketahui penyebabnya, padahal pemberian antibiotik dan antidiare pada anak-anak yang menderita diare akut tidak diperlukan yang dibutuhkan adalah asupan oralit sebagai pengganti cairan yang hilang supaya tidak terjadi dehidrasi, karena penggunaan antibiotik dan antidiare yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping/adverse effect yang tidak diinginkan (Siregar, 2006). Selain itu penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga dapat menyebabkan peningkatan resistensi antibiotik, dan peningkatan biaya pengobatan (Sjabana, 2006).

Diagnosis keempat sebesar 31 (4,19 %) untuk obstruksi febris (demam), biasanya demam yang disebabkan oleh virus mendadak tinggi dan disertai nyeri persendian, sedangkan yang disebabkan oleh bakteri biasanya suhu tubuh bertahap naik (Purnamawati, 2008). Dari hasil penelitian tidak mencantumkan keterangan


(60)

tantang terjadinya demam secara bertahap atau tiba-tiba demam menjadi tinggi, sehingga penyebab demam belum diketahui dengan pasti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa catatan medik yang diteliti sebagian besar tidak disertai hasil pemeriksan laboratorium yang menunjukkan terjadinya infeksi oleh bakteri, dalam pemeriksaan laboratorium pada infeksi bakteri biasanya terdapat peningkatan jumlah lekosit (sel darah putih) melebihi angka normal dalam pemeriksaan darah rutin (Purnamawati, 2008), Hal ini terjadi pada penggunaan antibiotik dengan infeksi ringan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau penyakit gangguan pencernaan seperti diare cair, muntah atau sakit perut. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi dan tidak tepat dosis dapat menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh anak sehingga imunitas anak akan turun, dan mudah terserang penyakit lagi, bila anak mengalami infeksi oleh bakteri yang sama dibutuhkan antibiotik dengan dosis yang lebih tinggi (Anonim, 2008).

C. Dosis dan Regimen Dosis dalam Penggunaan Antibiotik

Regimen obat dibagi menjadi 6 yaitu:

1. dosis dan frekuensi pemberian 2. rute pemberian

3. bentuk sediaan 4. cara pemberian

5. efikasi dan kepatuhan terapi 6. lama terapi (Siregar, 2006),


(61)

Analisis regimen obat dalam penelitian hanya dibatasi pada ketepatan dosis dalam terapi antibiotik yang diresepkan, frekuensi pemberian antibiotik dalam terapi dan lama terapi.

1. Ketepatan dosis pada penggunaan antibiotik yang diresepkan

Ketepatan dosis mutlak diperlukan dalam proses terapi pasien pediatri rawat jalan, hal itu menjadi penting karena berkaitan dengan terapi pediatri yang berbeda dengan terapi orang dewasa, oleh karena itu penyesuaian dosis untuk anak mutlak diperlukan, selain itu pada pasien rawat jalan biasanya lemah dalam memonitor penggunaan obat yang diberikan.

Dosis obat harus tepat atau sesuai diagnosis penyakit yang dialami, bila dosis kurang akan menyebabkan efek terapi yang diharapkan tidak tercapai atau memerlukan waktu yang lebih lama untuk munculnya efek terapi, tetapi bila dosis berlebih dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya efek samping, reaksi obat merugikan dan terjadinya toksik bagi penderita/pasien.

Ketepatan dosis dalam penelitian ditentukan berdasarkan perbandingan antara dosis antibiotika yang tercatat dalam catatan medik dengan standar dosis: Drug information Handbook (DIH), Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, MIMS Indonesia 2007/2008, dan penghitingan dosis anak berdasarkan berat badan dan umur anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik yang diresepkan sebanyak 86,87% tepat dosis, dan 13,13% tidak tepat dosis, ketidaktepatannya yaitu dosis


(62)

86.87%

13.13% Tepat dosis

Tidak tepat dosis

4.06%

2.84% 6.23%

Dosis lebih Dosis kurang Tidak ada keterangan

berlebih, dosis kurang dan tidak ada keterangan kekuatan dosisnya, data ini dapat di lihat dalam gambar 3. dan 4. berikut:

Sumber: data yang diolah

Gambar 3. Persentase ketepatan dosis antibiotik yang diresepkan

Sumber: data yang diolah.

Gambar 4. Persentase ketidaktepatan dosis antibiotik yang diresepkan

Hasil penelitian yang diperoleh dari 739 antibiotik yang diresepkan 642 (86,87%) tepat dosis dan 97 (13,13 %) tidak tepat dosis, dari 97 antibiotik yang tidak tepat dosis tersebut terdiri dari: 30 (4,06 %) dengan dosis berlebih, 21 (2,84 %) dengan dosis kurang/dibawah dosis terapi, dan 46 (6,23 %) tidak ada keterangan kekuatan (mg) obat.

Peresepan antibiotik yang kurang tepat dengan dosis berlebih 30 (4,06 %) ini tidak tepat, karena dapat menimbulkan berbagai macam efek samping yaitu kemungkinan terjadinya efek toksik apabila kelebihan dosis tersebut telah melewati batas efek toksik minimal (Dwiprahasto dan Kristin, 1993). Penggunaan antibiotik dengan dosis yang kurang 21 (2,84 %), dapat menyebabkan terjadinya resistensi


(63)

kuman terhadap antibiotik, karena dosis efektif minimal antibiotik tersebut belum tercapai sehingga akan timbul bahaya resistensi, sehingga dalam pengobatan selanjutnya akan dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk infeksi oleh bakteri yang sama (Dwiprahasto dan Kristin, 1993).

Penggunaan antibiotik dengan tidak ada keterangan kekuatan (mg) dosis obat 46 (6,23 %), sehingga dosis yang harus diberikan juga tidak dapat diketahui khususnya pada sedian dalam bentuk racikan atau puyer, obat yang diracik bersama dengan alasan apapun sebenarnya tidak dapat diterima, hal itu dikarenakan secara farmakologi terapi antibiotik bersifat kausatif dan harus diberikan dalam satu ’course of treatment’ (Dwiprahasto dan Kristin, 1993). Peresepan antibiotik tanpa menyertakan kekuatan (mg) dosis obat tersebut kurang tepat, maka perlu dikomunikasikan kembali kejelasannya pada dokter yang menulis resep tersebut supaya tidak terjadi kesalahan yang fatal yang dapat membahayakan keselamatan pasien, juga menjadi masalah bagi tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Penghitungan dosis antibiotik dalam penelitian ini dengan mengunakan mg/kg berat badan anak per hari, karena penentuan dosis untuk anak yang paling baik adalah tidak menghitung dosis menurut perbandingan dengan orang dewasa akan tetapi disesuaikan dengan ukuran fisik anak tersebut secara individual seperti halnya pada antibiotik yang dosisnya dinyatakan dalam sekian mg/kg berat badan anak per hari (Joenoes, 1998).

Ketidaktepatan dosis antibiotik 97 (13,13%) yang diresepkan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping obat, bila dosis yang diberikan


(1)

Lampiran 2. Tabel Diagnosis Penyakit Dalam Meresepkan Antibiotik

Antibiotik No Doagnosis Jumlah

1 Batuk, pilek, panas 91

2 Obs. Febris 28

3 Pharingitis 17

4 Rhinopharingitis 17

5 ISPA 32

6 Batuk/batuk kronis 5

7 ISK 7

8 Asma Bronkeole 6

9 Tonsilopharingitis 7

10 Panas, perut sakit 2

11 Luka 9

12 Pilek, muntah, pusing 1

13 Demam Typoid 2

14 Panas dan sariawan 3

15 Telinga keluar cairan 1

16 Vancella ( panas kerongkongan, batuk, pilek) 1

17 V. laceratum 1

18 Haemaptoe (batuk) 1

19 Tonsilitis kronis 3

20 Otitis Media 1

21 Impertigo 1

22 Vlact 1

23 V. Excoriosis 1

24 Cacar air dan panas 1

25 Stomatitis Nosopharingitis 1

26 Hipertropitonsil 1

27 Phimosis 1

28 Tonsillitis akut 1

Amoxicilin

Ampisilin 1 Syndrome Neprotik 1

Cepadroxsil 1 ISPA 1

RIF 1 TB 271

PZA 2 TB 100

INH 3 TB 8

1 Batuk, pilek, panas 27

2 Diare, muntah 24

3 Rhinopharingitis 5

4 ISK 5

5 Obs. Febris 4

6 Pharingitis 3

7 Panas, muntah 3

8 Entritis 2

9 Bronkhitis Asmatikus 2

10 Amubiosis 2

11 BAB lembek, berlendir, leukosit (+), eritrosit (+), ada bakteri dalam feses

2

12 Rhinitis 1

13 Batuk, pilek 1

14 Nosopharingitis 1

15 Varicella Zoster tonsilo 1

16 ISPA 1

17 Sakit perut, mual, pusing, pilek, batuk, telinga sakit 1 Bactricid


(2)

1 Rhinopharingitis 4

2 Tonsilopharingitis 1

3 Panas, batuk, pilek, 1

4 Panas, perut sakit, BAB/BAK sulit 1

5 Obs. Febris 1

Cotrimoxasole

6 Asma Bronkiole 1

1 Batuk, pilek 5

2 ISPA 3

3 Rhinophatingitis 1

4 Asma Br 1

5 Pharingitis 1

6 Impertigo Bullosa 1

7 Stomatitis Nosopharingitis 1

8 Dermatitis 1

Eritromisisin

9 Tonsilopharingitis

1

1 Impertigo Bullosa 1

2 Bintil-bintil kuning di kaki 1

Gentamisin

3 Dermatitis (teling lecet, gatal) 1

1 Diare, berlendir, leukosit (+), eritrosit (+), Ada bakteri dalam feses

2 Ciprofloxasin

2 Diare 1

Jumlah 739 R/

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Dosis

Resep

Klepu, 29/7/2007 R/ Amoxicilin 3x 250 mg R/ Proris 3 x cth 1/2 Umur/BB: 5 th 10 bln/18 kg Diagnosa: Caritis dentis

Sakit gigi sejak kemarin dan bengkak sejak tadi pagi

Dosis standar untuk anak = 20 mg/kg BB/hari terbagi dalam tiap 8 jam Penghitungan dosis

Dosis yang dipakai

Dosis yang dipakai sehari = 3 x 250 mg = 750 mg Dosis sekali pakai = 250 mg

Dosis standar ( MIMS, 2008)

Dosis yang dipakai sehari = 20 mg x 18 kg = 360 mg/hari Dosis sekali pakai = 360 mg : 3 = 120 mg

Standar DIH: anak 20-50 mg/kg/hari

Dosis min 20x 18 kg = 360 mg/hari : 3 = 120 mg Dosis max 50 x 18 kg = 900 mg/hari : 3 = 300 mg Jadi dosis sekali pakai antara 120-300 mg Kesimpulan

Dari penghitungan dosis tersebut, dosis amoxicillin yang diberikan tepat dosis karena masih berada diantara range yaitu 120-300 mg dengan standar DIH.

Resep no. 261 Klepu, 15/2/2008


(3)

Umur/BB: 3,8 th/14,5 kg

Diagnosa: ISPA (batuk, pilek, panas) Opimox dengan zat aktif amoksisilin

Dosis standar untuk anak 3 bulan-< 40 kg = 20-50 mg/kg BB/hari terbagi dalam tiap 8-12 jam (DIH) Dosis anak < 10 th = 125-250 mg tiap 8 jam ( IONI 2000)

Dosis anak = 20 mg/kg/hari terbagi tiap 8 jam (MIMS 2007-2008) Penghitungan dosis

1 cth Opimox Forte = 5 mL menandung 250 mg amoksisilin Dosis yang dipakai

Dosis yang dipakai sehari = 3 x 375 mg = 1125 mg Dosis sekali pakai = 375 mg

Dosis standar ( MIMS, 2008)

Dosis yang dipakai sehari = 20 mg x 14,5 kg = 290 mg/hari Dosis sekali pakai = 290 mg : 3 = 96,6 mg

Dosis standar DIH: anak 20-50 mg/kg/hari

Dosis min 20x 14,5 kg = 290 mg/hari : 3 = 96,6 mg Dosis max 50 x 14,5 kg = 725 mg/hari : 3 = 241,6 mg Jadi dosis sekali pakai antara 96,6-241,6 mg Dosis standar IONI 2000 125-250 mg tiap 8 jam

Dosis sekali pakai 375 mg Kesimpulan

Dari penghitungan dosis tersebut, dosis Opimox yang diberikan tidak tepat dosis karena melebihi standar dosis.

Resep no. 420 Klepu, 3/12/2007

R/ Amoxsan Forte 3 x cth ¾, R/ Vistrum

R/ Sanmol 3 x cth 1 Umur/BB: 4 th/31,5 kg

Diagnosa: Obs. Febris hair I: panas sejak tadi pagi (39 0C) Amoxsan dengan zat aktif amoksisilin

Dosis standar untuk anak 3 bulan-< 40 kg = 20-50 mg/kg BB/hari terbagi dalam tiap 8-12 jam (DIH) Dosis anak < 10 th = 125-250 mg tiap 8 jam ( IONI 2000)

Dosis anak = 20 mg/kg/hari terbagi tiap 8 jam (MIMS 2007-2008) Penghitungan dosis

1 cth Amoxsan Forte = 5 mL menandung 250 mg amoksisilin ¾ cth x 250 mg = 187,5 mg

Dosis yang dipakai

Dosis yang dipakai sehari = 3 x 187,5 mg = 535,5 mg Dosis sekali pakai = 187,5 mg

Dosis standar ( MIMS, 2008)

Dosis yang dipakai sehari = 20 mg x 31,5 kg = 630 mg/hari Dosis sekali pakai = 630 mg : 3 = 210 mg

Dosis standar DIH: anak 20-50 mg/kg/hari

Dosis min 20x 31,5 kg = 630 mg/hari : 3 = 210 mg Dosis max 50 x 31,5 kg = 1575 mg/hari : 3 = 525 mg Jadi dosis sekali pakai antara 210-525 mg

Dosis standar IONI 2000 125-250 mg tiap 8 jam Dosis sekali pakai 187,5 mg Kesimpulan


(4)

Lampiran 4. Tabel Penggunaan Antibiotik yang diresepkan di lihat dari Lama Pemberian

Lama pemberian (hari) No Antibiotik

2 3 4 5 6 7 8 > 8 Tidak ada

keterangan

1 Amoxsan 6 45 84 10 2 8

2 Amoxiclin 4 7 22 3 2 1 8

3 Opimox 3 2 23 1 1 2 3

4 Kalmox 2 2 1

5 Ampisilin 1

6 Cefadroxil 1

7 RIF 271

8 INH 8

9 PZA 100

10 Bactricid 5 11 25 32 5 1 7

11 Cotrimoxazole 9

12 Eritomisin 1 4 7 3

13 Gentamisin sulf 1

14 Ciprofloxacin 3

Jumlah 13 62 146 47 35 5 6 379 46

Lampiran 5. Tabel penggunaan antibiotik kombinasi

No Kombinasi antibiotik No.Resep Diagnosis Jumlah

1 Antituberkulosis : RIF, INH, PZA - TB atau Kontrol TB 99

2 RIF dan Amoxsan 13

51 121 122 191 279 284 450

-Kontrol TB dan batuk, pilek 4 hr -Kontrol TB

-TB dan Batuk, pilek -Kontrol TB dan Batuk, pilek, nafsu makan kurang

-Kontrol TB dan batuk, pilek 4 hari -Kontrol TB dan Panas 3 hari -Kontrol TB dan batuk, pilek, panas -Kontrol TB

8

3 RIF dan Bactricid 10

28 63 68 253 468 507

-TB, batuk, pilek

-TB dan Batuk, pilek, dan panas -TB dan Batuk, pilek selama 3 hr -Kontrol TB

-Kontrol TB, diare 2 kali sehari -Kontrol TB dan Diare 2x/hari -Kontrol TB dan batuk, pilek

7

4 RIF, PZA dan Amoxsan 105

526

-Kontrol TB -PKTB

2 5 Gentamisin Sulf dan Eritromisin 78

246

-Impertigo Bullosa

-Dermatitis (telinga kiri lecet, gatal)

2 6 Amoxsan dan Kotrimoxasole 73 -Agak panas, perut sakit, BAB susah 1 7 Bactricid dan Gentamisin Sulf 77 -Rhinitis(Batuk, pilek, panas, pusing,

BAB/BAK susah, bintil dikaki)

1 8 RIF, INH dan Amoxicilin 290 -Kontrol TB Paru, batuk, pilek 1


(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Maria Sri Hartati,

lahir di Blambangan Pagar, Lampung Utara tanggal 01

Januarai 1977, anak dari pasangan CS. Suhardi dan M.

Mujinem, anak nomer delapan dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar tahun

1990 di SDN Campang Tritunggal, dan melanjutkan ke

sekolah menengah pertama di SMP PGRI Dayamurni dan

tamat tahun 1993, kemudian melanjutkan di sekolah

menengah atas di SMA Adi Sucipto sampai tamat tahun

1997

Tahun 1998 menetukan pilihan hidup melamar menjadi biarawati di biara

Suster Santo Fransiskus Charitas, Palembang. Selama 4 tahun menjalani masa

pendidikan di rumah noviciat Santo Bonaventura, Km 7, Palembang. Profesi

sementara tahun 2002 kemudian berkarya di komunitas Sungai Buah, Palembang,

selama satu tahun, kemudian tahun 2003 pindah kekomunitas Tegal Sari, Belitang.

Pada tahun yang sama penulis diutus untuk studi di jenjang S

1

Fakultas Farmasi


Dokumen yang terkait

Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Jalan Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012

15 138 89

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008.

0 0 11

Kualitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung.

0 0 1

POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DAN POLA KUMAN PADA PASIEN SEPSIS DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG.

0 0 2

Tinjauan Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Operasi Appendisitis Akut yang Menjalani Rawat Inap di Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Surabaya Periode Januari sampai Desember 2009 - Ubaya Repository

0 0 1

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH DI SALAH SATU RUMAH SAKIT KOTA BANDUNG

0 0 6

Gambaran penggunaan obat pasien rawat jalan Rumah Sakit Harapan Magelang periode Juni 2007-Mei 2008 berdasarkan indikator peresepan WHO (1993) - USD Repository

0 13 114

Analisis penggunaan antibiotik pasien rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit swasta Klepu, Godean, Yogyakarta periode Juli 2007 - Juni 2008 - USD Repository

0 1 112

Pengaruh perbedaan karakteristik pasien dan karakteristik obat terhadap ketaatan penggunaan obat pada pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 - USD Repository

0 0 159

Evaluasi drug therapy problems pada pengobatan pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2007 - Juni 2008 - USD Repository

0 0 129