Materi PTK PLPG Kimia

(1)

MODUL

PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU

(PLPG)

WORKSHOP PENELITIAN TINDAKAN

KELAS (PTK)

KIMIA

Oleh :

Sri Yamtinah, S.Pd., M.Pd. Drs. Sulistyo Saputro, M.Si., Ph.D

PANITIA SERTIFIKASI GURU RAYON 113

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan modul ini sesuai dengan rencana.

Modul ini dibuat sebagai bahan acuan dalam kegiatan workshop Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Tahun 2012. Para praktisi pendidikan seperti guru dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan yang dapat mewujudkan hal tersebut secara sederhana dan lebih bersifat mandiri bagi mereka adalah dengan melakukan PTK. Kegiatannya dapat dilakukan secara bersamaan dengan teman sejawat ketika melakukan tugas pengajaran.

Penyusunan modul ini lebih ditekankan pada pertimbangan kepraktisan agar guru mudah memahaminya dan sekaligus mempraktekkannya. Namun tentu dalam penyajiannya masih memiliki kekurangan, sehingga kritik dan saran dari para guru diperlukan untuk memperbaiki isi modul ini di masa yang akan datang.

Akhirnya, dengan harapan dan keyakinan penuh, semoga modul ini memberikan manfaat pada kita semua, khususnya bagi peserta PLPG dalam upaya meningkatkan kompetensi dan profesionalisme kinerjanya.


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

PENDAHULUAN ... 1

BAB I KONSEP PENELITIAN TINDAKAN KELAS ... 4

BAB II MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS... 11

BAB III TAHAPAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS ... 17

BAB IV PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS ... 21

BAB V PENYUSUNAN LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Kemampuan mengelola proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki seorang guru. Penguasaan terhadap materi pelajaran yang tidak didukung dengan kemampuan mengelola pembelajaran tidak akan membawa keberhasilan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal tersebut disebabkan pembelajaran bukan hanya sebuahtransfer of knowledge semata dari guru kepada siswa saja namun pembelajaran adalah sebuah proses interaksi multi arah yang di dalamnya terdapat proses penemuan dan pembentukan struktur kognitif siswa. Tugas guru adalah menjadi fasilitator dalam proses penemuan dan pembentukan struktur kognitif siswa tersebut. Guru harus dapat mengelola pembelajaran sehingga siswa akan dapat menemukan sendiri pengetahuannya melalui pembentukan struktur kognitifnya, sesuai dengan falsafah konstruktivistik.

Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.

2) Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

3) Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.

4) Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.

5) Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelumsharingpemahamannya tentang konsep-konsep tersebut

6) Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain.


(5)

7) Mendorong sikapinquirysiswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.

8) Mengelaborasi respon awal siswa.

9) Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat

menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.

10) Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas.

11) Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam (Santyasa, 2009).

Guru ibarat mesin motor dalam sebuah pembelajaran, gurulah yang menjadi penggerak pembelajaran dalam kelas. Meskipun guru bukanlah satu-satunya sumber belajar namun peran guru dalam kelas sangatlah penting. Guru yang cenderung monoton dalam menyampaikan materi pelajaran membuat siswa tidak aktif sehingga yang nampak adalah pembelajaran satu arah dari guru ke siswa. Sehingga hasil pembelajaran menjadi kurang memuaskan yang ditandai dengan tingginya tingkat ketidaktuntasan siswa.

Untuk dapat mengatasi persoalan yang ada di dalam kelasnya, seorang guru perlu melakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan (Herawati, 2008).

Penelitian tindakan kelas (PTK) memiliki tujuan utama yaitu memperbaiki kualitas pembelajaran. PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan


(6)

mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar.

Penelitian tindakan kelas yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1). menerapkan berbagai metode mengajar, 2). mengembangkan kurikulum, 3). meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 3). memperbaiki metode evaluasi.

Penelitian tindakan kelas sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan konsep diri siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional.


(7)

BAB II

KONSEP PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Kompetensi Dasar :

Memahami konsep dasar penelitian tindakan kelas Indikator Kompetensi :

1. Menjelaskan pengertian penelitian tindakan kelas 2. Menjelaskan karakteristik penelitian tindakan kelas 3. Menjelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas

4. Membedakan penelitian tindakan kelas dan penelitian jenis lain Materi :

A. Pengertian PTK

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research

merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan Lewin pada tahun 1946. Menurut Hopkins (1993:44), PTK atauaction researchadalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri; (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan. Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.

Sedangkan ditinjau dari segi semantik, Action Research diterjemahkan menjadi penelitian tindakan, yang oleh Carr dan Kemmis dalam McNiff (1991) didefinisikan sebagai berikut :


(8)

Action Research is a form of self-reflective enquiry undertaken by participants (teachers, students or principals, for example) in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (2) their understanding of these practices, and the situations (and institutions) in which the practices are carried out.

Jika kita cermati pengertian di atas secara seksama, kita akan menemukan sejumlah ide pokok sebagai berikut :

1. Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri.

2. Penelitian tindakn dilakukan oleh peserta yang terlibat alam situasi yang diteliti, seperti guru, siswa, atau kepala sekolah.

3. Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.

4. Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki : dasar pemikiran dan kepantasan dari praktek-praktek, pemahaman terhadap praktek tersebut, serta situasi atau lembaga tempat praktek tersebut dilaksanakan.

Definisi tersebut dirangkum lagi oleh Sukardi (2000) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik pendidikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan merefleksikannya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnya dalam situasi tersebut.

Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri, maka sebelum seorang guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan PTK, perlu memperhatikan hal-hal berikut :

1. PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.


(9)

2. Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas utama guru tidak terbengkalai.

3. Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada guru untuk merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan suasana dan keadaan kelas tempatnya mengajar.

4. Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat dipecahkan melalui PTK oleh guru itu sendiri.

5. Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah. Dalam hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi, sehingga pada gilirannya guru-guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian tersebut. Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat bekerja sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus diteliti melalui PTK.

B. Karakteristik PTK

Beberapa ahli telah memberikan kombinasi dari berbagai definisi tentang PTK yang pada hakikatnya memunculkan empat karakteristik utama, yaitu:

1. Dilakukan oleh praktisi (guru kelas), dengan dilandasi dari kerisauan guru terhadap kinerjanya dan kemudian memprakarsai diri melakukan perbaikan 2. Metode utamanya adalah refleksi diri dalam mengumpulkan data

3. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran, yaitu interaksi guru dengan siswa dalam kelas

4. Ditujukan untuk mengubah sesuatu yang terkait dengan pembelajaran.

Secara lebih terperinci, IGAK. Wardani, dkk. (2004) menjelaskan enam karakteristik PTK yaitu :

1. Terfokus pada tujuan praktis, dalam pengertian diarahkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah aktual yang spesifik. Dengan demikian, PTK digunakan peneliti untuk memperoleh manfaat langsung bagi dirinya dan pihak lain yang terlibat dalam penelitian tersebut.


(10)

2. Merupakan penelitian yang reflektif-mandiri (self-reflektive) atau kolaboratif. Dalam konteks ini, peneliti (atau kelompok peneliti) mengkaji praktik yang dia/mereka lakukan (bukan praktik orang lain), untuk melihat apa yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki praktik tersebut. 3. Bersifat kolaboratif karena dilaksanakan oleh individu dengan bantuan orang

lain (minimal sebagai observer) atau oleh sekelompok kolega, praktisi (guru) atau peneliti.

4. Merupakan sebuah proses yang dinamis dan fleksibel yang melibatkan pengulangan-pengulangan aktivitas (sehingga membentuk pola spiral) yang maju-mundur diantara refleksi, penjaringan data, dan tindakan.

5. Merupakan suatu rencana tindakan. Meskipun merupakan proses yg dinamis dan fleksibel, sebagai sebuah metode penelitian, PTK harus dirancang secara sistematis yang memenuhi pola umum prosedur PTK.

6. Merupakan penelitian kebersamaan (sharing research). Berbeda dengan hasil penelitian tradisional yang biasanya langsung dipublikasikan dalam jurnal atau buku, peneliti PTK biasanya mendistribusikan laporan penelitiannya kepada teman sejawat yang mungkin dapat memakai temuan tersebut. Meskipun saat ini laporan PTK juga sudah dipublikasikan melalui jurnal, biasanya para peneliti PTK lebih cenderung untuk membagikan informasi tersebut dengan berbagai rekan sejawat untuk dipraktikkan atau dikaji ulang di sekolah/kelas masing-masing.

C. Prinsip-prinsip PTK

Prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas dikemukakan oleh Hopkins (1993), yaitu :

1. Tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu, guru harus mempunyai komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang dipilih tidak/kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha mencari alternatif lain. Guru harus menggunakan pertimbangan dan tanggungjawab profesionalnya dalam


(11)

mengupayakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Prinsip pertama ini berimplikasi pada sifat penelitian tindakan sebagai suatu upaya yang berkelanjutan secara siklis sampai terjadinya peningkatan, perbaikan, atau kesembuhan sistem, proses, hasil, dan sebagainya.

2. Meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan selaras dengan pelaksanaan pembelajaran, yaitu: persiapan (planning), pelaksanaan pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran (observation), evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan refleksi dari proses dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini menginsyaratkan agar proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan secara sistematik dan terkendali menurut kaidah ilmiah.

3. Kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan yang tepat, penetapan skenario tindakan, penetapan prosedur pengumpulan data dan analisis data. Obyektivitas, reliabilitas , dan validitas proses, data, dan hasil tetap dipertahankan selama penelitian berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersyaratkan bahwa dalam menyelenggarakan penelitian tindakan agar tetap menggunakan kaidah-kaidah ilmiah.

4. Masalah yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran. Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata yang berlangsung dalam konteks pembelajaran yang sesungguhnya. Bila pendiagnosisan masalah berdasar pada kajian akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah melanggar prinsip ke-otentikan. Jadi masalah harus didiagnosis dari kancah pembelajaran yang sesungguhnya, bukan sesuatu yang dibayangkan


(12)

5. Konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam (motivasi intrinsik), bukan sesuatu yang bersifat instrumental.

6. Cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya: tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan.

D. Perbedaan PTK dengan Penelitian lain

Dengan memperhatikan karakteristik dan prinsip-prinsip yang ada pada penelitian tindakan kelas, maka dapat diperbandingkan perbedaan PTK dan jenis penelitian yang lain, yaitu :

Tabel 1. Perbedaan PTK dan Non PTK

Aspek PTK Non PTK

Peneliti Guru Orang luar

Rencana

Penelitian Oleh guru (memungkinkandibantu orang luar) Oleh peneliti Munculnya

masalah

Dirasakan oleh guru (mungkin dorongan orang

luar) Dirasakan oleh orang luar

Ciri utama Ada tindakan untukperbaikan yang berulang Belum tentu ada tindakanperbaikan Peran guru Sebagai guru dan peneliti Sebagai guru (subjekpenelitian) Tempat

penelitian Kelas Kelas

Proses

pengumpulan data

Oleh guru dan bantuan

orang luar Oleh peneliti

Hasil penelitian Langsung dimafaatkan olehguru dan dirasakan oleh siswa

Menjadi milik peneliti dan belum tentu dimanfaatkan oleh guru


(13)

Selain perbedaan-perbedaan di atas dapat pula dikemukaan perbedaan antara PTK dan Non PTK jika dilihat dari berbagai dimensi atau sudut pandang, yaitu :

Tabel 2. Perbedaan karakteristik PTK dan penelitian kelas non PTK

Dimensi PTK Penelitian Non PTK

Motivas Tindakan Kebenaran

Sumber

masalah Diagnosis status Induktif - deduktif

Tujuan Memperbaiki praktik,sekarang dan di ini Verifikasi dan menemukanpengetahuan yang dapat digeneralisasi

Peneliti yang

terlibat Pelaku dari dalam (guru) Orang yang berminat

Sampel Kasus khusus Sampel yang refresentatif

Metedologi Longgar tetapi berusahaobjektif, jujur, dan tidak memihak

Baku dengan objektivitas dan ketidakmemihakan yang terintergrasi

Sampel Kasus khusus Sampel yang refresentatif

Metodologi Longgar tetapi berusahaobjektif, jujur, dan tidak memihak

Baku dengan objektivitas dan ketidakmemihakan yang terintergrasi Penafsiran hasil penelitian Untuk memahami praktik melalui refleksi oleh praktisi yang membangun

Mendiskripsikan,

mengabstraksikan, penyimpulan dan pembentukan teori oleh ilmuwan

Hasil akhir Siswa belajar lebih baik(proses dan produk) Pengetahuan, prosedur ataumateri yang diuji

SOAL LATIHAN :

1. Mengapa seorang guru yang ingin memperbaiki kualitas pembelajarannya harus melakukan penelitian tindakan kelas ?

2. Telaahlah pendapat Hopkins, Kemmis dan Tim PGSM tentang PTK dan analisislah kesamaan dari ketiga pendapat tersebut !

3. Buatlah sebuah rangkuman yang dapat menggambarkan karakteristik PTK yang dikemukakan oleh Hopkins !


(14)

BAB III

MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Kompetensi Dasar :

Memahami model-model penelitian tindakan kelas Indikator Kompetensi :

1. Menjelaskan makna model penelitian tindakan kelas

2. Menjelaskan macam-macam model penelitian tindakan kelas 3. Memilih model penelitian tindakan kelas yang sesuai

Materi :

Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart dan (3) Model John Elliot.

1. Model Kurt Lewin

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari adanya berbagai model penelitian tindakan yang lain, khususnya PTK. Dikatakan demikian, karena dialah yang pertama kali memperkenalkan Action Research atau penelitian tindakan.

Konsep pokok penelitian tindakan Model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu ; a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), dan d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut :


(15)

Gambar 1. Riset aksi model Kurt Lewin (Sumber : Rochiati, 2007) 2. Model Kemmis & McTaggart

Model Kemmis & McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin sebagaimana yang diutarakan di atas. Hanya saja, komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. Untuk lebih tepatnya, berikut ini dikemukakan bentuk designnya (Kemmis & McTaggart, 1990:14).


(16)

Gambar 2. Riset aksi model Kemmis & Taggart (Sumber : Rochiati, 2007)

Apabila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada hakekatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu ; perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.


(17)

3. Model John Elliot

Apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.


(18)

Gambar 3: Riset Aksi Model John Elliot

SOAL LATIHAN :

1. Perhatikan gambar model yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, Kemmis & Taggart dan John Eliot di atas. Berikan gagasan Anda tentang persamaan dan perbedaan yang mendasar pada ketiga model tersebut !


(19)

2. Jelaskan kelebihan dan kelemahan dari model Kurt Lewin, Kemmis & Taggart dan John Eliot !

3. Cobalah untuk mengemukakan sebuah permasalahan yang akan diselesaikan melalui PTK dan pilihlah sebuah model yang akan Anda gunakan berikut alasan rasional pemilihan model tersebut !


(20)

BAB IV

TAHAPAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Kompetensi Dasar :

Memahami tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas Indikator Kompetensi :

1. Menjelaskan kegiatan pra penelitian tindakan kelas 2. Menganalisis permasalahan pembelajaran yang dialami

3. Menjelaskan langkah-langkah kegiatan penelitian tindakan kelas Materi :

A. Fokus Masalah

Kegiatan PTK sebelum pelaksanaan penyusunan rencana PTK merupakan kegiatan yang mendasari pelaksanaan PTK, yang berupa kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah

Kegiatan diawali dengan langkah mengidentifikasi bidang fokus masalah yang akan diteliti, bidang masalah diteliti dan dikembangkan. Dalam pendidikan dan kurikulum, bidang masalah yang dipilih adalah bidang masalah yang memiliki sumbangan paling besar terhadap mutu hasil pendidikan, khususnya mutu kemampuan dan pribadi siswa, misalnya implementasi kurikulum. Bidang tersebut masih mencakup secara luas, cakupannya dapat terdiri dari berbagai sub bidang atau segi, misalnya segi pembelajaran, segi praktik, pengelolaan kurikulum, kegiatan ekstra kurikuler, penggunaan media, evaluasi, dll. Dalam segi pembelajaran masih terdapat lagi masalah-masalah yang bisa diidentifikasi dan dipilih sebagai fokus masalah, seperti pembelajaran pemecahan masalah, pembelajaran konstektual, eksprensial, pembelajaran inkuiri-discoveri, pembelajaran kooperatif, dan lain-lain. Dalam pemilihan fokus masalah atau kegiatan yang ingin dipilih didasarkan atau urgensi dan mafaatnya, serta kemampuan diri dalam melaksanakan kegiatan pemecahan masalah tersebut. 2. Pengumpulan data


(21)

Langkah kedua ini merupakan langkah dengan melakukan kegiatan pengumpulan data berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan yang menjadi fokus masalah. Sebagai contoh masalah yang menjadi dasar adalah pembelajaran kooperatif (pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa dalam pembelajaran). Dalam langkah ini seorang guru mengidentifikasi, menghimpun dokumen-dokumen, mengingat-ingat kegiatan pembelajaran, serta hasil pembelajaran yang berkenan dengan pemecahan masalah yang pernah dilakukannya. Topik-topik apa yang dibahas, bagaimana langkah, bagaimana kegiatan guru dan siswa, buku media, dan sumber belajar, keberhasilan yang dicapai, dan lain-lain.

3. Analisis dan interpretasi data

Hasil pengumpulan data kemudian dianalisis secara kualitatif , diuraikan, dibandingkan, dikategorikan, disintesiskan, lalu diurutkan secara sistematis. Hasil analisis diinterpretasikan dalam arti diberi makna, baik makna umum maupun khusus.

4. Solusi permasalahan

Hasil masalah-masalah yang telah dijabarkan, kemudian dicarikan solusi untuk mencari/mengembangkan cara perbaikan, yang dapat dilakukan dengan mengkaji teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan, berdiskusi dengan teman (guru lain) atau dengan pakar, serta guru dapat menggali pengalaman sendiri. Pengembangan cara perbaikan atau tindakan harus sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru sebagai peneliti pelaksana, kemampuan siswa, fasilitas yang tersedia, serta iklim belajar dan iklim kerja di sekolah.

B. Pelaksanaan PTK

Berdasarkan empat kegiatan awal, yaitu identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis dan interpretasi data, dan solusi permasalahan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan langkah-langkah umum PTK yang merupakan satu daur atau siklus, yang terdiri dari kegiatan:

1. Perencanaan

Pelaksanaan tindakan dimulai dengan mempersiapkan rencana pembelajaran dan skenario tindakan, termasuk bahan pelajaran dan tugas-tugas, menyiapkan alat pendukung atau sarana lain yang diperlukan, mempersiapkan cara merekam dan


(22)

2. Pelaksanaan (Tindakan)

Fase tindakan merupakan tahapan pelaksanaan tindakan-tindakan (intervensi) yang telah direncanakan. Pada fase ini peneliti peneliti sudah harus benar-benar menguasai skenario pengajaran sebelum menerapkannya. Fokus perhatian peneliti pada fase bukan pada bagaimana mengimplementasikan rencana atau pada proses peningkatan keterampilan mengajar guru, tetapi pada proses menggunakan strategi yang direncanakan untuk melihat seberapa jauh strategi itu mengatasi masalah yang ingin diatasi. Peneliti disarankan untuk berkolaborasi dengan satu atau lebih kolega yang mengampu mata pelajaran yang sama. Kolaborator tersebut bertugas mengamati implementasi perencanaan dan melihat seberapa jauh strategi itu memecahkan masalah.

3. Observasi

Observasi merupakan proses pengumpulan data mengenai tingkat keberhasilan strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah. Observasi difokuskan pada data yang berhubungan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. Pertanyaan-pertanyaan yang lazim diajukan pada fase observasi adalah: Seberapa efektif strategi yang digunakan memecahkan masalah?, bukan, seberapa baik pengajaran guru?. Atau, seberapa baik strategi pengajaran itu diimplementasikan oleh guru?. Kedua pertanyaan terakhir adalah pertanyaan untuk observasi ketika mahasiswa melakukan praktik mengajar, bukan dalam observasi PTK. Pada fase observasi ini, peneliti dan kolaborator juga menyepakati sumber dan jenis data yang akan dikumpulkan serta teknik dan instrument yang akan digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Proses penjaringan data sesuai dengan kesepakatan yang diambil juga dilakukan pada fase observasi ini. 4. Refleksi

Refleksi merupakan proses analisis data dan diskusi (keduanya selalu berlangsung tumpang tindih) untuk menentukan sejauh mana data yang dijaring menunjukkan keberhasilan strategi mengatasi masalah. Refleksi juga menunjukkan faktor-faktor apa saja yang mendukung keberhasilan strategi atau persoalan-persoalan tambahan apa yang muncul selama proses implementasi strategi. Analisis terhadap hasil observasi dilakukan dengan membandingkan data yang terjaring dengan kriteria keberhasilan yang telah ditargetkan. Sebagai contoh, sebuah strategi yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar


(23)

siswa pada pembelajaran Sistem Periodik Unsur di SMA melalui model pembelajaran kooperatif dengan metode STAD, kualitas hasil belajar dianggap berhasil bila (1) para siswa tersebut menyenangi pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2) para siswa semakin aktif dalam pembelajaran, (3) para siswa merasakan kepuasan dengan pembelajaran yang dilaksanakan seperti terungkap melalui penilaian siswa yang memberikan nilai rata-rata 4,6 (dalam skala 5) kepada guru melalui angket, (4) tingkat ketuntasan mencapai target yang ditetapkan di awal. Refleksi yang dilakukan melalui proses analisis data dan diskusi ini berfungsi untuk menilai kriteria keberhasilan yang mana yang sudah tercapai, mana yang belum tercapai dan apa yang menyebabkan kriteria itu belum tercapai. Hasil penilaian ini akan memperlihatkan unsur strategi yang perlu diperbaiki. Dengan demikian peneliti dan kolaborator dapat memperbaiki strategi tersebut secara optimal sehingga pengimplementasian strategi revisi ini nantinya dapat mencapai semua target keberhasilan.

Strategi yang sudah diperbaiki (revised strategy) inilah yang menjadi fase perencanaan (plan) pada siklus kedua, yang nantinya diimplemetasikan, diobservasi, dan direfleksi kembali. Siklus tersebut dapat diulang beberapa kali hingga seluruh kriteria keberhasilan tercapai. Jumlah siklus tidak dapat diprediksi pada awal penelitian. Jika setelah siklus pertama semua kriteria keberhasilan dapat dicapai maka penelitian dapat dihentikan. Namun selama kriteria-kriteria keberhasilan itu belum tercapai, revisi terhadap strategi perlu dilakukan dan siklus berikutnya dilaksanakan.

SOAL LATIHAN :

1. Berdasarkan permasalahan yang Anda kemukakan pada soal latihan bab sebelumnhya, laporkan kegiatan awal yang dapat Anda lakukan sebelum Anda melakukan PTK !

2. Dari kegiatan awal yang telah Anda laporkan, identifikasilah permasalahan-permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut dan telaahlah mana permasalahan yang dapat diselesaikan dengan PTK !

3. Jelaskan langkah-langkah utama dalam PTK berikut contoh kegiatan sehingga dapat memperjelas jawaban Anda !


(24)

BAB IV

PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN

KELAS

Kompetensi Dasar :

Menyusun proposal penelitian tindakan kelas Indikator Kompetensi :

1. Menyusun latar belakang permasalahan

2. Menemukan strategi tindakan yang sesuai dengan permasalahan 3. Menyusun proposal lengkap

Materi :

Sebelum menyusun proposal penelitian, seorang guru yang akan menyusun penelitian tindakan kelas harus merumuskan permasalahannya dengan jelas terlebih dahulu. Sebagai contoh : guru menyadari bahwa hasil belajar siswa pada materi hidrokarbon selalu rendah, siswa juga tidak memiliki keaktifan pada saat pembelajaran. Guru mencoba melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang selama ini dilakukan untuk menemukan penyebab permasalahan yang ada. Hasil refleksi guru didapatkan bahwa beberapa permasalahan yang menjadi penyebab adalah (1) guru selalu mengajar dengan metode yang monoton, (2) guru tidak pernah menggunakan alat peraga atau media dalam pembelajaran, (3) siswa berasal dari keluarga kurang mampu sehingga tidak memiliki buku-buku penunjang, (4) sekolah berada di tepi jalan raya yang selalu bising.

Keempat permasalahan tersebut harus dianalisis, manakah yang dapat diperbaiki melalui PTK. Permasalahan no 3 dan 4 bukanlah permasalahan yang yang dapat diperbaiki oleh guru melalui PTK, sehingga permasalahan yang dapat diangkat untuk dilakukan tindakan perbaikan adalah no 1 dan 2. Selanjutnya guru melalui diskusi dengan teman sejawat dan atau kolaborator mencoba untuk menemukan tindakan yang diyakini akan mampu memperbaiki permasalahan. Misalnya diperoleh bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan model kooperatif dengan metode Teams Game Tournamen dilengkapi dengan media kartu soal. Permasalahan dan tindakan yang


(25)

direncanakan tersebut dikemas dalam judul yang dalam PTK harus memuat 3 hal yaitupermasalahan, tindakan dan setting : Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Materi Hidrokarbon melalui Penerapan Model Kooperatif Metode TGT Dilengkapi Media Kartu Huruf pada Siswa Kelas X SMA Al Muayyad (Sri Yamtinah, 2008).

Untuk menyusun proposal, digunakan susunan Bab I, Bab II, dan Bab III sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Pembatasan Masalah D. Rumusan Masalah E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Penelitian

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori

B. Penelitian yang relevan (bila ada) C. Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Setting Penelitian

B. Subyek Penelitian C. Sumber Data

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data E. Validasi Data

F. Analisis data G. Indikator Kinerja H. Prosedur Tindakan

Adapun penjelasan terhadap masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut :

PENDAHULUAN


(26)

ditunjukkan dengan data tentang rendahnya ketuntasan pada materi hidrokarbon selama beberapa tahun dan rendahnya keaktifan siswa dalam pembelajaran. Disampaikan juga tentang kemungkinan penyebab permasalahan misalnya tentang metode pembelajaran guru yang selalu monoton dan guru tidak pernah memanfaatkan media atau alat peraga. Dituliskan pula harapan yang ingin dituju yaitu perbaikan hasil belajar siswa dan perbaikan kualitas pembelajaran.

Setelah itu dituliskan pula adanya kesenjangan antara kenyataan dan harapan yang kemudian dilanjutkan dengan menuliskan cara pemecahan masalah atau solusi yang akan dilakukan. Guru harus dapat meyakinkan bahwa tindakan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang jitu untuk menyelesaikan permasalahan.

B. Identifikasi Masalah

Beberapa hal yang umum dituliskan pada identifikasi masalah adalah : (1) umumnya dalam bentuk kalimat tanya, (2). Kalimat tanya dimulai dari yang kompleks (holistic) sampai pada yang spesifik (atomistic), (3). Pertanyaan mengacu pada variable pada permasalahan pokok, (4). Permasalahan dalam identifikasi masalah lebih banyak daripada banyaknya rumusan masalah.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan penelitian menjadi lebih terfokus, maka diperlukan pembatasan permasalahan yang akan diteliti. Pembatasan masalah juga menjelaskan atau membatasi variable terikat, misalnya untuk siswa mana, kelas berapa, semester kapan, materi apa, dsb.

D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dikembangkan dari identifikasi dan pembatasan masalah. Dituliskan dalam bentuk kalimat tanya yang mengacu pada permasalahan yang hendak diteliti. Kalimat tanya yang ada pada rumusan masalah harus dijawab.

Contoh rumusan masalah non PTK :

1. Bagaimana hubungan antara metode TGT dan media kartu soal dengan hasil belajar siswa ?


(27)

2. Apakah terdapat pengaruh metode TGT dan media kartu soal terhadap hasil belajar siswa ?

Contoh rumusan masalah PTK :

1. Apakah penerapan metode TGT dan media kartu soal dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?

2. Dapatkah penerapan metode TGT dan media kartu soal meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas dengan memaparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian bagian sebelumnya.

F. Manfaat Penelitian

Dalam bagian ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi siswa sebagai pewaris langsung (direct beneficiaries) hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan rekan guru lainnya.

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori

Kebenaran menurut metode ilmiah dapat berupa kebenaran berdasarkan teori dan empiris. Kajian teori sebagai dasar untuk mencari kebenaran berdasarkan teori/buku referensi/buku rujukan. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan ketika menuliskan teori yaitu relevansi dan kemutakhiran. B. Penelitian yang relevan (bila ada)

Pada bagian ini dikemukakan tentang penelitian yang telah dilakukan baik oleh diri sendiri maupun orang lain, yang relevan dengan permasalahan yang sedang kita teliti. Mengemukakan penelitian lain yang relevan disamping untuk menghinadri duplikasi juga digunakan sebagai pijakan untuk lebih meyakinkan kita bahwa tindakan yang akan dilakukan memang tepat untuk menangani masalah.


(28)

Berisi analisis, kajian dan simpulan secara deduksi tentang focus permasalahan berdasar teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan. Kerangka berpikir merupakan pandangan dan pendapat peneliti terhadap teori yang dikemukakan. Juga merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi focus permasalahan dengan menggunakan alur pikir yang logis..

Kerangka berpikir bukan menyampaikan kumpulan teori tetapi teori yang dipilih secara selektif untuk membangun kerangka argumentasi tentang keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir dapat dibuat hipotesis tindakan. Pada PTK hipotesis yang diajukan adalah hipotesis tindakan bukan hipotesis statistik.

METODOLOGI PENELITIAN A. Setting Penelitian

Setting penelitian mengungkapkan 2 hal, yaitu waktu penelitian dan tempat penelitian. Pada saat mengungkapkan waktu penelitian diuraikan tentang kapan penelitian dilakukan, meliputi persiapan penyusunan proposal, penyusunan instrument, pengumpulan data, analisis data, pembahasan dan laporan. Dapat diuraikan dalam bentuk narasi atau dalam bentuk table dan sampaikan pula alasan mengapa tindakan dilakukan pada waktu tersebut. Tempat penelitian disebutkan sekolah dan kelas mana yang menjadi tempat penelitian dan berikan alasan mengapa penelitian dilakukan di tempat tersebut. B. Subyek Penelitian

Penelitian tindakan kelas tidak menggunakan teknik sampling karena memang tujuannya tidak untuk melakukan generalisasi, sehingga tidak mengenal populasi dan sampel, yang digunakan adalah subyek penelitian. Subyek penelitian adalah orang-orang yang menjadi focus kajian dalam penelitian, jika peneliti seorang guru maka subyeknya adalah siswa. Jika kepala sekolah yang menjadi peneliti, maka subyeknya bisa guru dan siswa. Jika pengawas yang menjadi peneliti, maka subyeknya adalah guru atau kepala sekolah.


(29)

C. Sumber Data

Sumber data dari subyek penelitian merupakan sumber data primer (misalnya nilai ulangan harian). Sumber data dari selain subyek penelitian merupakan sumber data sekunder (misalnya data hasil pengamatan yang dilakukan oleh teman sejawat).

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data dapat berbentuk teknik tes maupun non tes, bisa dipilih lebih dari satu teknik. Alat pengumpulan data tergantung pada teknik yang digunakan. Teknik tes menggunakan alat berupa butir soal tes. Teknik non tes dapat menggunakan pedoman dan lembar observasi, pedoman dan lembar wawancara, dll. Semua instrument atau alat pengumpul data harus memenuhi persyaratan sebagai instrument yang baik yaitu valid dan reliabel. Alat pengumpul data yang valid akan memberikan data atau hasil yang valid. E. Validasi Data

Selain instrumen yang harus valid sebelum digunakan untuk penelitian, maka data yang dihasilkan dalam penelitian juga harus valid. Validasi data dilakukan dengan teknik triangulasi, yaitu menggunakan beberapa metode untuk pengambilan data sebuah variabel. Hal ini digunakan agar data yang diperoleh merupakan data yang valid.

F. Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam PTK disesuaikan dengan jenis data yang diperoleh. Data yang diperoleh pada PTK meliputi 2 jenis yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan teknik statistik deskriptif. Analisis data kuantitatif digunakan untuk membandingkan dengan target yang telah ditetapkan di awal (pada indicator kinerja). Hasil analisis kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk merefleksi tiap-tiap siklus. G. Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan kondisi akhir siklus atau target yang diharapkan untuk dicapai. Penetapan indicator kinerja didasarkan pada pengalaman atas pencapaian pada masa sebelum dilakukan tindakan. Hal yang


(30)

artinya tidak menetapkan indikator yang terlalu tinggi. Misalnya : jika rata-rata ulangan biasanya hanya mencapai 50 maka indikator kinerja cukup dengan 56 atau 60.

H. Prosedur Tindakan

Merupakan langkah-langkah yang harus dilalui oleh peneliti, sesuai dengan model yang telah dipilih. Tahapan dalam PTK yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi masing-masing dijelaskan secara singkat untuk setiap siklus.

SOAL LATIHAN :

1. Buatlah sebuah paragraph latar belakang masalah dari permasalahan yang telah Anda kemukakan sebelumnya !

2. Pilihlah strategi yang Anda yakini tepat untuk menyembuhkan atau memperbaiki permasalahan yang telah Anda kemukakan beserta alasan rasional pemilihan strategi tersebut !

3. Susunlah proposal lengkap berdasarkan permasalahan yang telah Anda kemukakan tersebut !


(31)

BAB V

PENYUSUNAN LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN

KELAS

Kompetensi Dasar :

Menuliskan laporan penelitian tindakan kelas Indikator Kompetensi :

1. Menyusun laporan hasil penelitian tindakan kelas 2. Mendiseminasikan laporan hasil PTK

Materi :

Laporan penelitian tindakan kelas terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penunjang. Adapun secara rinci format penulisan laporan adalah sebagai berikut :

A. BAGIAN PEMBUKA 1. Halaman Judul 2. Halaman Pengesahan 3. Kata Pengantar 4. Daftar Isi

5. Daftar Tabel (bila ada) 6. Daftar Gambar (bila ada) 7. Daftar Lampiran

8. Abstrak atau ringkasan B. BAGIAN INTI

Bab I. Pendahuluan (isi lengkap seperti pada proposal)

Bab II. Kajian Teori dan Pengajuan Hipotesis (isi lengkap seperti pada proposal)

Bab III. Metodologi Penelitian (isi lengkap seperti pada proposal) Bab IV. Hasil Tindakan dan Pembahasan

A. Deskripsi Kondisi Awal B. Deskripsi Siklus I

1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi


(32)

BAB V. PENUTUP A. Simpulan

B. Implikasi/Rekomendasi C. Saran

C. BAGIAN PENUNJANG 1. DAFTAR PUSTAKA 2. LAMPIRAN-LAMPIRAN

Penjelasan bab IV dan V sebagai berikut : HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal

Pada bagian ini dideskripsikan semua hasil pengamatan dari kondisi awal sebelum tindakan. Deskripsi dapat disajikan pula dalam bentuk table/daftar, maupun dalam grafik/diagram.

B. Deskripsi Hasil Siklus I 1. Perencanaan Tindakan

Pada bagian ini dituliskan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam mempersiapkan tindakan pada pembelajaran, misalnya penyusunan perangkat pembelajaran, media pembelajaran dan asesmen pembelajaran. 2. Pelaksanaan Tindakan

Uraian pada pelaksanaan tindakan berisi kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada saat tindakan dilaksanakan. Pada bagian ini jika memungkinkan disajikan foto kegiatan pada saat proses tindakan. Uraian kegiatan hendaknya terperinci mulai dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir dari proses pembelajaran tersebut.

3. Hasil Observasi

Hasil pengamatan dari rekan sejawat yang bertindak sebagai observer disajikan pada bagian ini. Uraian hasil observasi didasarkan pada poin-poin pedoman observasi yang telah disiapkan di awal. Selain memaparkan hasil observasi dengan data kualitatif, disajikan pula hasil pengamatan berupa nilai hasil tes siklus I.

4. Refleksi

Uraian refleksi didasarkan pada hasil observasi, yang membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan target/indicator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan apakah tindakan yang


(33)

dilakukan pada siklus I dapat dianggap berhasil ataukah masih harus dilanjutkan pada siklus II. Pada refleksi inilah akan dapat dilaporkan keunggulan-keunggulan yang ada pada pelaksanaan siklus I juga kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Jika ternyata siklus I belum dianggap berhasil karena belum dapat mencapai target yang ditetapkan, maka untuk memasuki siklus II, peneliti harus mencermati kelebihan dan kelemahan pelaksanaan tindakan siklus I.

C. Deskripsi Hasil Siklus II (uraian sama dengan deskripsi hasil siklus I) D. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus

Pada bagian ini dibahas mengenai kondisi awal, pelaksanaan tindakan siklus I, siklus II dan seterusnya. Juga dibahas hasil observasi pada kondisi awal, siklus I, siklus II dan seterusnya. Secara empirik kebenaran diperoleh dari hasil analisis data yang diperoleh dari bab II dan bab IV, sehingga hasil penelitian pada bab IV ini merupakan kebenaran empirik.

PENUTUP A. Simpulan

Merupakan sintesis dari temuan-temuan penelitian, bersifat terpadu dan menyeluruh, mengemukakan seluruh hasil penelitian sebagai kesatuan yang utuh dari data yang bersifat terpisah. Simpulan ini harus menjawab rumusan masalah yang ada pada bab I.

B. Implikasi

Diuraikan dampak teoritis dan praktis yang dapat diperoleh dari temuan penelitian yang telah dilakukan, sehingga dapat digunakan sebagai bagian penyusunan kebijakan. Implikasi ini lebih condong pada saran penerapan. C. Saran

Dengan berdasarkan simpulan yang telah diperoleh, peneliti dapat memberikan saran untuk pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penelitian tindakan kelas.

SOAL LATIHAN :


(34)

2. Buatlah rancangan diseminasi pada sasaran yang tepat dan alasan rasional mengapa dipilih kelompok sasaran tersebut !


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Herawati Susilo, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas: Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang: UM.

Hopkins, D. 1993.A Teacher s Guide to Classroom Research, Buckingham: Open University Press.

IGAK. Wardani, Kuswaya Wihardit, dan Noehi Nasution. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

I Wayan Santyasa. 2009. Metodologi Penelitian Tindakan Kelas. Makalah. Singaraja: UNDHIKSA.

Kemmis, S. dan McTaggart, R. 1983. The Action Research Planner, Third Edition. Victoria: Deakin University.

McNiff, J. 1991.Action Research: Principles and Practice. London: McMillan. Rochiati Wiriaatmadja. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk

Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan PT. Remaja Rosdakarya.

Sri Yamtinah, dkk. 2008. Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Materi Hidrokarbon melalui Penerapan Model Kooperatif Metode TGT Dilengkapi Media Kartu Huruf pada Siswa Kelas X SMA Al Muayyad. Laporan Penelitian tidak dipublikasikan.

Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Action Research), Jakarta: Ditjen Dikti, Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah


(36)

CONTOH PROPOSAL PTK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun pelajaran 2007/2008 mata pelajaran kimia menjadi salah satu dari 6 (enam) mata pelajaran yang masuk dalam daftar Ujian Nasional. Ini tentunya menjadi tantangan baru bagi para guru kimia, padahal mata pelajaran kimia selama ini dianggap sebagai mata pelajaran sulit bagi siswa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar materi ilmu kimia merupakan konsep-konsep yang abstrak, sehingga tidak mudah bagi guru untuk membuat siswa memahami konsep - konsep kimia dengan segera. Belum lagi bagi guru yang mengajar di sekolah yang belum memiliki fasilitas laboratorium dan media-media pembelajaran, tentunya akan sangat sulit mengajarkan konsep-konsep kimia. Di samping itu guru juga dihadapkan pada keterbatasan waktu, di mana alokasi jam pelajaran kimia hanya 2 jam pelajaran per minggu (meskipun beberapa sekolah menambah menjadi 3 jam pelajaran per minggu) dengan beban materi yang cukup banyak sesuai dengan Standar Isi yang telah ditetapkan pemerintah.

Para guru sering berdiskusi utuk mencari strategi pembelajaran yang memudahkan penanaman konsep pada siswa. Di SMA Al Muayyad Surakarta, pembelajaran kimia yang dilakukan masih didominasi dengan metode ceramah, dilanjutkan dengan contoh soal dan diakhiri dengan latihan soal yang harus dikerjakan siswa secara mandiri. Belum nampak adanya variasi metode pembelajaran maupun inovasi-inovasi dalam metode maupun media pembelajaran. Pada saat guru sedang mengajarkan materi redoks, guru mengajar dengan metode ceramah disertai contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tidak ada siswa yang bertanya ketika dijelaskan oleh guru meskipun guru memberi kesempatan, akan tetapi pada saat ulangan harian persentase siswa yang mencapai batas ketuntasan (nilai 60) tidak lebih dari 55%, itupun dengan perolehan nilai yang tidak bisa dikatakan bagus, karena rerata nilai mereka yang mencapai ketuntasan belajar hanya 62,5. Ini berarti sekitar 45% siswa masih belum memahami konsep dengan baik.


(37)

Guru mencoba untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi di kelas, didapatkan bahwa di samping hasil belajar yang rendah, masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran adalah kurang aktifnya siswa di kelas, siswa dalam keadaan lelah dan mengantuk, dan beberapa siswa sering absen. Sebagai gambaran, bahwa SMA Al Muayyad adalah lembaga pendidikan yang bernaung di bawah payung Pondok Pesantren. Pendidikan di pondok pesantren Al Muayyad ini menerapkan 3 jenis kurikulum , yaitu kurikulum sekolah (SMA) , kurikulum madrasah, dan kurikulum pondok. Seluruh siswa diwajibkan untuk menempuh 3 kurikulum ini sekaligus. Dengan demikian siswa tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup, apalagi waktu untuk belajar mandiri. Sehingga waktu tatap muka dengan gurulah satu-satunya kesempatan bagi siswa untuk belajar. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru di SMA Al Muayyad terutama guru-guru mata pelajaran MIPA, jika guru-guru hanya menerapkan metode ceramah di kelas siswa tidak akan bisa belajar dengan baik. Dari yang dilakukan selama ini guru cenderung menyampaikan informasi (transfer of knowledge) sehingga kegiatan siswa lebih banyak mencatat dan menghafal. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru belum dapat menuntun siswa menemukan konsep yang dipelajari tetapi masih terbatas pada penyelesaian soal-soal yang ada pada buku. Untuk memperbaiki kualitas proses belajar kimia di kelas itu, perlu dicari suatu metode yang dapat membuat suasana bahwa siswa tidak malas tetapi aktif mempelajari ilmu kimia.

Paradigma pembelajaran bergeser dari Behavioristik ke arah Konstruktivisme. Dengan pendekatan konstruktivisme, siswa belajar untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya, dengan bantuan guru sebagai fasilitator. Salah satu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran, bekerja sama antar teman, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses maupun prestasi belajar siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan yang termasuk ke dalam model kooperatif adalah metode STAD.


(38)

memuaskan, baik dalam hal kualitas proses maupun prestasi siswa. Kurangnya fasilitas sarana bahan-bahan kimia menyebabkan materi pembuatan koloid hanya disampaikan dengan metode ceramah sehingga siswa tidak melakukan secara langsung pembuatan koloid. Dengan demikian perlu dicari media yang dapat digunakan untuk mengatasinya. Oleh karena materi pembuatan koloid ini akan lebih baik jika pembelajaran diberikan secara visual, maka pembelajaran akan diberikan dengan media VCD. Dengan demikian penelitian ini akan berusaha memecahkan masalah tentang masih rendahnya kualitas proses dan prestasi belajar kimia pada materi koloid di SMA Al Muayyad dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model STAD disertai media VCD.

B. Identifikasi Masalah

Dalam pembelajaran kimia di sekolah, banyak dijumpai kendala yang dihadapi para guru, yang yang tidak jarang menyebabkan rendahnya prestasi belajar para siswa. Beberapa kendala yang sering dirasakan sebagai permasalahan pembelajaran kimia adalah :

1. banyaknya materi kimia yang memuat konsep-konsep abstrak, sehingga sulit untuk menyampaikan konsep-konsep semacam ini.

2. kemampuan guru-guru kimia, terutama guru-guru muda yang belum berpengalaman dalam mengajar.

3. kurangnya pengetahuan guru akan model-model pembelajaran yang baru, sehingga sebagian guru tetap bertahan dengan gaya mengajar konvensional.

4. materi kajian yang harus diajarkan cukup banyak,sehingga para guru lebih berorientasi menghabiskan materi.

5. kurangnya kemampuan guru dalam mengembangkan media pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa.

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya permasalahan dalam pembelajaran kimia sangat menarik untuk dikaji, akan tetapi agar dapat mengkaji permasalahan secara mendalam maka pada penelitian ini hanya akan dikaji tentang kualitas proses pembelajaran meliputi :


(39)

keaktifan belajar siswa dan interaksi siswa dalam kerja kelompok. Juga akan dikaji tentang kualitas hasil yaitu prestasi belajar siswa pada materi Koloid dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD

D. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dicari penyelesaiannya dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD dapat meningkatkan kualitas proses meliputi keaktifan siswa dan interaksi dalam kerja kelompok pada siswa kelas XI SMA Al Muayyad dalam mempelajari materi Koloid ?

b. Apakah penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Al Muayyad dalam mempelajari materi Koloid ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah :

a. Penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD dapat meningkatkan kualitas proses meliputi keaktifan siswa dan interaksi dalam kerja kelompok pada siswa kelas XI SMA Al Muayyad dalam mempelajari materi Koloid.

b. Penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Al Muayyad dalam mempelajari materi Koloid.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan mempunyai kontribusi relatif besar bagi guru di sekolah, pengembang, dan lembaga khususnya Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Kontribusi pada masing-masing


(40)

c. Bagi Peserta Didik

Pengembangan inovasi pembelajaran yang akan dilakukan akan bermanfaat bagi peserta didik dalam beberapa hal, diantaranya : peningkatan teknik belajar peserta didik secara kooperatif, saling bekerja sama dan memiliki rasa ketergantungan positif ( positive interdependence) serta meningkatkan semangat dan motivasi peserta didik dalam belajar karena menerima teknik pembelajaran yang baru.

d. Bagi Guru

Pembelajaran konstruktivistik dengan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD merupakan hal baru yang belum umum dilakukan oleh guru di sekolah. Sehingga penelitian ini akan dapat memberikan pengalaman langsung pada guru-guru kimia yang terlibat sehingga memperoleh pengalaman baru untuk menerapkan metode baru dalam pembelajaran. Sehingga permasalahan rendahnya kualitas proses dan hasil belajar kimia dapat teratasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Tinjauan Pustaka

1. Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Selama ini proses pembelajaran kimia yang dilakukan oleh para guru kimia umumnya dan guru kimia di SMA Al Muayyad khususnya masih didominasi oleh kegiatan ceramah yang dilanjutkan dengan latihan soal-soal. Pada pembelajaran ini, guru menjelaskan konsep-konsep kimia secara rinci dengan menulis di papan tulis, dan setelah guru selesai menjelaskan siswa mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Setelah itu guru memberikan contoh-contoh soal untuk dikerjakan bersama-sama (lebih banyak dikerjakan guru sendiri). Selanjutnya setelah selesai latihan soal yang dikerjakan, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan yang ada pada akhir bab dari buku. Pembelajaran yang umum dilakukan seperti ini hanya mendorong siswa untuk sekedar


(41)

menghafal konsep yang diberikan guru. Dan ketika diadakan ulangan harian hafalan ini dengan mudah hilang, sehingga prestasi siswapun menjadi rendah.

Dalam teori konstruktivisme, peserta didik harus menemukan sendiri dan memecahkan informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan itu tidak sesuai lagi. Hal ini sangat mutlak diperlukan dalam pembelajaran kimia yang memiliki sifat dinamis. Menurut Van Glaser dalam Paul (1996) dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas), pengetahuan ini dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan agar menggunakan suatu teknik sendiri dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan ke arah yang lebih tinggi ( Daiute dalam Strommen,2003). Dengan demikian agar peserta didik benar-benar memahami materi, mereka harus bekerja sama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.

Ide pokok pada teori konstruktivisme adalah peserta didik secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, dan bukanlah menerima pelajaran secara pasif. Dalam kerja mental peserta didik ini, pendidik memegang peranan penting dengan cara memberi dukungan, tantangan berfikir, namun dalam hal ini peserta didik tetap merupakan kunci pembelajaran. Menurut Kamii dalam Dahar (1989) bahwa prinsip yang paling umum dan esensial yang dapat diturunkan dari konstruktivisme adalah bahwa siswa memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah itu.

Pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme dapat menggunakan pembelajaran secara kooperatif ekstensif. Menurut teori ini peserta didik akan lebih mudah menemukan dan mengerti akan konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri dari sekitar empat orang untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah. Dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial dalam pembelajaran dan


(42)

dan tantangan miskonsepsi peserta didik sebagai unsur kuncinya. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut dengan pengajaran gotong-royong atau Cooperative Learning (Slavin R.E, 1995). Pembelajaran ini bisa menimbulkan keagresifan dalam sistem kompetisi dan hilangnya keterasingan individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

Pada prakteknya pembelajaran seperti ini juga membutuhkan lingkungan belajar yang konstruktivis. Model desain lingkungan belajar konstruktivistik (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999) terdiri dari pemberian masalah (konteks, representasi, manipulasi ruang), kasus-kasus berhubungan, sumber-sumber informasi, cognitive tool, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan kontekstual. Penciptaan lingkungan konstruktivistik dapat dilakukan melalui penerapan model pembelajaran berorientasi konstruktivistik oleh guru, penyediaan bahan ajar yang dapat mendorong siswa belajar, atau penciptaan kondisi sekolah yang kondusif untuk belajar. Terdapat beberapa model pembelajaran berorientasi konstruktivistik yang dapat diterapkan oleh guru seperti pembelajaran kooperatif, siklus belajar (learning cycle), problem posing, problem solving, pembelajaran berbasis masalah, peta konsep dan lain-lain. Model-model tersebut menyediakan lingkungan yang dapat mendorong siswa belajar (stimulate to learning) sehingga pembelajaran di sekolah berpusat pada siswa (student centered). Pada pengembangan ini, pemecahan masalah rendahnya kualitas proses pembelajaran kimia di SMA Al Muayyad Surakarta (pembelajaran masih berpusat pada guru, kurang aktifnya siswa, dan prestasi belajar yang rendah ) akan digunakan model peta konsep dan penerapan teknik Cooperative Learning model STAD dengan pengembangan teknikcollective responsibility.

2. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme sosiologis. Pada pembelajaran kooperatif diyakini bahwa keberhasilan peserta didik tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur


(43)

disebt dengan sistem gotong royong atau cooperative learning ( Lie dalam Paul Suparno, 1997).

Sistem pembelajaran kooperatif dapat dibuat model-model tertentu antara lain :

1).Student Teams Achievement Divisions (STAD)

2).Teams Games Tournaments (STAD)

3).Team Assisted Individualization (TAI)

4).Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Menurut Slavin (1995) keberhasilan dari proses belajar kooperatif adalah karena adanya lima prinsip yaitu :

1). Adanya sumbangan dari ketua kelompok

Tugas dari ketua kelompok adalah memberikan sumbangan pengetahuannya untuk anggota kelompoknya, karena ketua kelompok dianggap berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang lain. Anggota diharapkan memperhatikan, mempelajari informasi yang diberikan ketua kelompok.

2). Heterogenitas kelompok

Kelompok belajar lebih efektif bila mempunyai anggota kelompok yang heterogen, baik dari jenis kelamin, latar belakang sosial atau kecerdasan.

3). Ketergantungan pribadi yang positif

Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerja sama satu sama lain. Ketergantungan pribadi ini bisa memberikan motivasi bagi setiap individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuan sendiri sebelum mereka bekerja sama dengan temannya.

4). Keterampilan bekerja sama

Dalam proses bekerja sama perlu adanya keterampilan khusus sehingga kelompok tersebut berhasil membawa nama kelompoknya misalnya adanya komunikasi yang baik antar anggota kelompok.

5). Otonomi kelompok

Setiap kelompok memiliki tujuan agar menjadi yang terbaik jika mereka mengalami kesulitan dalam proses pemecahan masalah maka mereka dapat


(44)

3.Cooperative LearningModel STAD(Student Teams Achievement Divisions)

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yag berdasarkan faham konstruktivisme sosiologis. Pada pembelajaran kooperatif diyakini bahwa keberhasilan peserta didik tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Sistem pengajaran yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem gotong royong atau cooperative learning ( Anita Lie, 2004). Beberapa model cooperative learning yaitu : STAD (Student Teams Achievement Divisions), STAD (Team Games Tournament), TAI (Team Assisted Individualization), CIRC ( Cooperative Integrated Reading dan Composition). Model pembelajaran STAD merupakan metode yang berdasar pada teori belajar konstruktivisme dan berlandaskan pada teori belajar kognitif. Pembelajaran merupakan kerja mental yang aktif dan bukanlah menerima pelajaran secara pasif. Dalam kerja mental peserta didik ini, pendidik memegang peranan penting dengan cara memberi dukungan, tantangan berpikir namun tetap merupakan kunci pembelajaran. Menurut teori ini peserta didik akan lebih mudah menemukan dan mengerti akan konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Rukoyah (2003) menyatakan bahwa model STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Demikian pula penelitian yang dilakukan Sri Yamtinah (2006) dihasilkan bahwa model STAD yang dikembangkan dengan teknikCollective Responsibilitycukup dapat meningkatkan hasil belajar siswa, namun hasil yang didapatkan masih belum menggembirakan karena siswa masih mengalami kesulitan dalam memberikan penjelasan kepada teman yang membutuhkan.

Secara umum metode STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu : a. Presentasi Kelas

Tahap awal dalam STAD adalah tahap pengenalan awal dalam presentasi kelas. Presentasi ini bisa dilakukan dengan pengajaran langsung atau pengajaran diskusi dengan guru, tetapi bisa juga dengan presentasi menggunakan media


(45)

audiovisual. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pembelajaran kelas biasa, karena dalam STAD terdapat penekanan pada materi, karena materi dalam presentasi kelas ini akan sangat menentukan kesiapan siswa dalam kuis dan menentukan skor individu yang nanti akan berpengaruh pada skor kelompok. b. Tim / kelompok

Tim terdiri dari 4-5 siswa yang mewakili bagiannya baik jenis kelamin,suku,atau etnik dalam kelas untuk menjalankan aktivitas akademik.Fungsi utama dari tim adalah membentuk semua tim agar mengingat materi yang telah diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam persiapan mengerjakan quis sehingga bisa mengerjakan dengan baik.Sesudah guru mempresentasikan materi,tim segera mempelajari lembar kerja atau materi lain.Dalam hal ini siswa biasanya menggunakan cara pembelajaran diskusi tentang masalah-masalah yang ada,membandingkan soal-soal yang ada.Tim merupakan hal yang penting yang perlu ditonjolkan dalam STAD.Dalam setiap langkah,titik beratnya terletak pada ingatan tim agar bisa bekerja yang terbaik demi timnya dan cara yang terbaik dalam tim adalah dengan adanya kerja sama yang baik.

c. Kuis

Setelah 1-2 periode dari presentasi guru dan 1-2 periode dari ketua tim,siswa mengerjakan kuis secara individu.Siswa tidak boleh meminta ataupun memberikan bantuan pada siswa lain,hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman materi secara individu.

d. Skor Perbaikan Siswa

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan nilai pada setiap siswa jika mereka mengerjakan sampai selesai.Beberapa siswa dapat memperoleh nilai maksimal untuk kelompoknya dalam sistem seorang tetapi tidak semua siswa dapat mengerjakan dengan baik.Masing-masing siswa diberikan skor cukup yang berasal dari rata-rata siswa pada kuis yang sama.Setelah siswa mendapatkan nilai maka siswa berhak mendapatkan urutan tingkatan nilai dari skor kuis dan berusaha untuk melampaui skor cukup.


(46)

Tim mendapat penghargaan jika dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Skor tim ini akan digunakan untuk menentukan tingkatan pemahaman siswa (Slavin, 1995 : 71-73)

4. Media Pembelajaran VCD

Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima pesan sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi ( Arief S. Sadiman, 1996 :5)

Media pembelajaran yang tepat dan efektif akan dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif. Media pembelajaran yang tepat adalah media pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Media pembelajaran yang efektif adalah media pembelajaran yang memanfaatkan semua potensi yang mendorong tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Tingkat keefektifan media pembelajaran dilihat dari tingkat pemahaman siswa yang diperoleh setelah proses belajar mengajar.

Secara umum , media pembelajaran mempunyai kegunaan :

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistik, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera

2. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.

3. Dengan sifat unik pada tiap siswa serta lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pembelajaran ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri.

Zaenal Abidin (1997 : 26-27) mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan bentuknya yaitu :

1. Media pandang (visual media) yaitu media yang dapat dilihat, misalnya foto, OHP, grafik, benda nyata.

2. Media dengar (audio media) yaitu media untuk didengar suaranya, misalnya tape recorder, radio, telepon.


(47)

Media Video Compact Disk (VCD) adalah media audiovisual yang merupakan perkembangan teknologi dari media video dan termasuk salah satu media yang lengkap, yaitu menggunakan kemampuan audio ( suara), visual (gambar) dan mempunyai kegunaan untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi , keterbatasan fisik dalam kelas, sikap pasif siswa serta menyatukan pengamatan siswa.

Media VCD adalah bagian dari media audio visual yang secara keseluruhan adalah penyalur pesan yang dapat ditampilkan lewat suara dan gambar. Dalam media audiovisual lebih condong didominasi dengan teori realisme. Lebih banyak sifat bahan audiovisual yang realistis maka makin memudahkan pengajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B. Kerangka Berpikir

Sebagai sekolah yang berada di bawah payung pondok pesantren, di mana para siswa mempunyai kewajiban menempuh 3 jenis kurikulum (Kurikulum Sekolah / Nasional, Kurikulum Madrasah Dinniyah, dan Kurikulum Pondok) sekaligus, adalah merupakan tantangan tersendiri bagi guru untuk dapat membelajarkan siswanya dengan kualitas pembelajaran dan hasil belajar yang tinggi. Kurangnya sarana laboratorium juga merupakan kendala yang cukup berarti bagi pembelajaran kimia. Oleh karena siswa yang dihadapi adalah siswa yang memiliki beban pelajaran yang sangat banyak (mengingat 3 kurikulum), siswa dalam keadaan lelah karena penuhnya kegiatan, serta sarana prasarana sekolah yang kurang mendukung maka diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan prestasi belajar siswa. Penggunaan metodeCooperative Learning model STAD disertai media VCD diharapkan akan dapat mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas.

Secara skematis, kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Kondisi awal :

Siswa kurang aktifSiswa lelah

Sarana laboratorium

kurang

Prestasi rendah

Pembelajaran Kooperatif Metode STAD Disertai Media

Kualitas Proses (keaktifan, interaksi kelompok) meningkat


(48)

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

a. Penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD dapat meningkatkan kualitas proses meliputi keaktifan siswa dan interaksi dalam kelompok pada siswa kelas XI SMA Al Muayyad dalam mempelajari materi Koloid.

b. Penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Al Muayyad dalam mempelajari materi Koloid.

BAB III

METODOLOGI PENELITAN A. Setting Penelitian

Penelitian dilakukan di kelas XI IPA SMA Al Muayyad Surakarta, yang merupakan salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta, yang beralamat di Jln. K.H. Samanhudi No 64 Surakarta. Pondok pesantren ini memiliki unit-unit sekolah umum yaitu SMP, SMA, dan MA. Oleh karena berada di bawah naungan pondok pesantren, maka seorang siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa dan sebagai santri. Kewajiban seorang siswa adalah menempuh 3 kurikulum sekaligus yaitu kurikulum Nasional (SMA), kurikulum Dinniyah (MDW), dan kurikulum pondok (kitab). Kondisi ini menyebabkan beban yang harus ditanggung seorang siswa jauh lebih berat dibandingkan dengan siswa di sekolah umum.

Pelaksanaan penelitian pada bulan Mei- Juni 2008, yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah disusun oleh guru. Pelaksanaan penelitian ada pada waktu yang kurang efektif, karena bersamaan dengan pelaksanaan ujian nasional kelas XII sehingga beberapa pertemuan tidak sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Al Muayyad Surakarta pada semester genap 2007/2008 dengan jumlah siswa sebanyak 21


(49)

orang terdiri dari 9 siswa putra dan 12 siswa putri. Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa putra dan putri meskipun berada dalam 1 kelas, namun dipisahkan oleh pembatas yang terbuat dari tripleks yang biasa disebut satir. Dengan demikian dalam pembentukan kelompok, maka kelompok putra dan putri juga dipisahkan.

Pemilihan subyek penelitian ini dengan dasar pemikiran bahwa siswa-siswa pada kelas XI IPA memiliki potensi kemampuan akademik yang cukup bagus berdasarkan nilai ulangan harian guru , namun cara belajar yang mereka gunakan selama ini masih individual, sehingga diharapkan dengan mempergunakan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD ini akan meningkatkan keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok yang pada ujungnya akan meningkatkan prestasi belajar. Materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi koloid.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang menjadi faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah terdiri dari variabel kualitatif berupa keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok. Sedangkan variabel tindakan berupa penggunaan model pembelajaranCooperative Learning metode STAD disertai media VCD. Variabel yang juga diamati yang berupa variabel kuantitatif adalah prestasi siswa yang berasal dari ulangan harian atau tes akhir siklus yang dibandingkan dengan nilai batas tuntas untuk mata pelajaran kimia yaitu 65.

D. Teknik Pengumpulan data 1. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data informasi tentang keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif berupa hasil observasi dengan berpedoman pada lembar pengamatan yang menggambarkan proses belajar di kelas yang difokuskan pada keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok yang diamati oleh observer. Aspek kuantitatif yang dimaksud adalah hasil penilaian belajar dari materi Koloid berupa nilai yang diperoleh siswa dari penilaian kemampuan berupa aspek


(1)

orang terdiri dari 9 siswa putra dan 12 siswa putri. Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa putra dan putri meskipun berada dalam 1 kelas, namun dipisahkan oleh pembatas yang terbuat dari tripleks yang biasa disebut satir. Dengan demikian dalam pembentukan kelompok, maka kelompok putra dan putri juga dipisahkan.

Pemilihan subyek penelitian ini dengan dasar pemikiran bahwa siswa-siswa pada kelas XI IPA memiliki potensi kemampuan akademik yang cukup bagus berdasarkan nilai ulangan harian guru , namun cara belajar yang mereka gunakan selama ini masih individual, sehingga diharapkan dengan mempergunakan model pembelajaran Cooperative Learning metode STAD disertai media VCD ini akan meningkatkan keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok yang pada ujungnya akan meningkatkan prestasi belajar. Materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi koloid.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang menjadi faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah terdiri dari variabel kualitatif berupa keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok. Sedangkan variabel tindakan berupa penggunaan model pembelajaranCooperative Learning metode STAD disertai media VCD. Variabel yang juga diamati yang berupa variabel kuantitatif adalah prestasi siswa yang berasal dari ulangan harian atau tes akhir siklus yang dibandingkan dengan nilai batas tuntas untuk mata pelajaran kimia yaitu 65.

D. Teknik Pengumpulan data 1. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data informasi tentang keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif berupa hasil observasi dengan berpedoman pada lembar pengamatan yang menggambarkan proses belajar di kelas yang difokuskan pada keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok yang diamati oleh observer. Aspek kuantitatif yang dimaksud adalah hasil penilaian belajar dari materi Koloid berupa nilai yang diperoleh siswa dari penilaian kemampuan berupa aspek kognitif .


(2)

2. Sumber Data

Data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi: a. Narasumber yaitu, guru bidang studi dan siswa SMA Al-Muayyad Surakarta b. Hasil Observasi peneliti di kelas XI IPA SMA Al-Muayyad Surakarta. c. Arsip atau dokumen kelas XI IPA SMA Al-Muayyad Surakarta. d. Hasil tes siklus

E. Uji Validitas Data

Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain menurut Lather dalam Supardi (2006: 128) antara lain :

a. Face validity (validitas muka), setiap anggota kelompok peneliti tindakan saling mengecek/menilai/memutuskan validitas suatu instrumen dan data dalam proses kolaborasi dalam penelitian tindakan. Dalam hal ini anggota kelompok mengadakan diskusi untuk memutuskan kevalidan instrument-instrumen yang akan digunakan.

b. Triangulation (triangulasi), menggunakan berbagai sumber data untuk meningkatkan kualitas penelitian. Dalam hal ini peneliti mengadakan diskusi baik dengan guru maupun siswa untuk melakukan triangulasi.

c. Critical Reflection (refleksi kritis), setiap tahap siklus penelitian tindakan dirancang untuk meningkatkan kualitas pemahaman.

d. Catalytic validity (validitas pengetahuan) yang dihasilkan oleh peneliti tindakan bergantung pada kemampuan peneliti sendiri dalam mendorong pada adanya perubahan (improvement).

F. Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Sarwiji Suwandi, 2007:36).

Indikator yang dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan keberhasilan penelitian ini didasarkan pada diskusi antara guru dengan peneliti, dengan memperhatikan kondisi awal dari siswa berdasarkan informasi yang diberikan oleh guru.

Berikut ini tabel indikator keberhasilan kinerja dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.


(3)

 siswa seluruh tuntas siswa Tabel 3. Indikator Keberhasilan kinerja Siklus I

Aspek yang Dinilai Target Cara Penilaian (X 100%)

 Keaktifan belajar siswa

50 % aktif

Dihitung dari :

uruhan siswakesel lajaran dalampembe siswaaktif

 Interaksi siswa dalam kerja

kelompok 30 % bekerjasama

Dihitung dari :

ompok seluruhkel tif eraksiposi r kelompokbe int

 Hasil belajar

(prestasi belajar) 60 % tuntas

Dihitung dari :

G. Prosedur Penelitian 1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang berusaha mengkaji dan merefleksikan secara mendalam beberapa aspek dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok serta prestasi belajar siswa. Keaktifan siswa belajar dan interaksi siswa dalam kerja kelompok dinilai penting untuk diamati karena dua hal tersebut merupakan modal penting yang dapat dipergunakan untuk keberhasilan belajar siswa melalui kooperatif.

Penelitian ini dibagi dalam dua siklus yang disesuaikan dengan alokasi waktu dan topik yang dipilih. Masing-masing siklus terdiri dari empat langkah (Kemmis dan Mc Taggart, 1988) berikut: a) perencanaan, yaitu merumuskan masalah, menentukan tujuan dan metode penelitian serta membuat rencana tindakan, b) tindakan, yang dilakukan sebagai upaya perubahan yang dilakukan, c) observasi, dilakukan secara sistematis untuk mengamati hasil atau dampak tindakan terhadap proses belajar mengajar, dan d) refleksi, yaitu mengkaji dan mempertimbangkan hasil atau dampak tindakan yang dilakukan. Pemilihan

Kualitas Proses Belajar


(4)

metode Kemmis dan Mc Taggart ini dikarenakan metode ini lebih mudah untuk diaplikasikan dalam penelitian.

Adapun rancangan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

2. Langkah-langkah Penelitian

Pelaksanaan Tindakan I Refleksi I

Perencanaan Tindakan II Pelaksanaan

Tindakan II Observasi II

Refleksi II

Terselesaikan SIKLUS I

SIKLUS II Observasi I Permasalahan

Belum terselesaikan/

muncul masalah baru

SIKLUS III

Perencanaan


(5)

Prosedur dan langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart yaitu model spiral. Perencanaan Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana tindakan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting). Kegiatan ini disebut dengan satu siklus kegiatan pemecahan masalah (Suharsimi Arikunto, dkk, 2006:117).

Berikut pemaparan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tiap-tiap langkah tersebut :

1. Tahap perencanaan (Planning) Kegiatan yang dilakukan meliputi : a. Penyusunan perangkat pembelajaran b. Penyusunan perangkat evaluasi c. Penyusunan perangkat observasi. d. Penyusunan angket balikan siswa. 2. Tahap pelaksanaan atau tindakan (Acting)

Tindakan dilakukan peneliti untuk memperbaiki masalah. Kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain :

a. Menyelenggarakan pendistribusian pembagian kelompok.

b. Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam Rancangan Pembelajaran.

c. Melakukan kegiatan pemantauan proses belajar melalui observasi langsung

d. Menyelenggarakan evaluasi ( tes akhir siklus) untuk menilai hasil belajar siswa.

3. Tahap Observasi dan Evaluasi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses observasi adalah : a. Pengumpulan data.

b. Sumber data.

c. Critical frienddalam penelitian. d. Analisis data.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam observasi adalah sebagai berikut :


(6)

a. Pelaksanaan pengamatan baik oleh guru maupun peneliti sendiri. b. Mencatat semua hasil pengamatan ke dalam lembar observasi.

c. Diskusi dengan guru (sebagai critical friend) terhadap hasil pengamatan setelah proses pembelajaran selesai.

d. Membuat kesimpulan hasil pengamatan. 4. Tahap Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi pada siswa, suasana kelas dan guru. Langkah-langkah dalam kegiatan analisis dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Menganalisis tanggapan siswa pada lembar angket. b. Menganalisis pengamatan dengan lembar monitoring. c. Menganalisis hasil tes yang diberikan kepada siswa

d. Mendiskusikan dengan guru dan tim peneliti untuk melihat kekurangan-kekurangan maupun kelebihan dari pelaksanaan siklus 1.

e. Berdasarkan hasil refleksi peneliti mencoba untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang telah dilakukan.

Dari data hasil refleksi, baik keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan tindakan maka peneliti dengan guru mengadakan diskusi untuk mengambil kesepakatan menentukan tindakan perbaikan berikutnya (siklus 2) dalam proses yang dilaksanakan oleh peneliti.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan ada tindak lanjut dari guru yang bersangkutan untuk melakukan perbaikan serta mengembangkan strategi yang tepat agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif sehingga tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai secara maksimal.