PERANCANGAN DAN PERAKITAN RANGKA SEPEDA BALAP YANG ERGONOMIS.

(1)

SKRIPSI

Oleh :

DJUANGGA NOER BRIEZENDA

0732010021

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menjalankan penelitian Tugas Akhir (Skripsi) , serta menyelesaikan laporan ini.

Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat kurikulum tingkat Strata S – 1 (Sarjana) bagi setiap mahasiswa jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Selain itu sebagai pengembangan serta merupakan sarana untuk menemukan relevansi ilmu yang pernah diperoleh selama dibangku perkuliahan.

Laporan ini dapat tersusun dengan baik atas kerja sama dengan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Ir. Handoyo, MT selaku Dosen Pembimbing I Skripsi.

2. Ir. M.Anang F, MMT selaku Dosen Pembimbing II Skripsi

3. Seluruh Keluargaku (Papa, Mama dan Kakak) yang telah memberikan doa, dorongan dan bantuan

4. Teman-teman Angkatan 2007 Teknik Industri Terutama Pararel A, yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini

5. Dan semua Pihak yang telah banyak membantu didalam penyelesaian tugas ini yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari segenap pihak demi kesempurnaan laporan ini.


(3)

Surabaya, November 2011


(4)

DAFTAR TABEL ... iii ABSTRAKSI... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1LATAR BELAKANG 1

1.2RUMUSAN MASALAH 2

1.3TUJUAN PENELITIAN 3

1.4BATASAN PENELITIAN 3

1.5ASUMSI 4

1.6MANFAAT PENELITIAN 4

1.7SISTEMATIKA PENULISAN 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) 7

2.1.1 Langkah – langkan pengerjaan DFA 8

2.1.2 Hal – hal perlu diperhatikan dalam DFA 12

2.1.3 Macam – macam perakitan 15

2.2 PANDUAN DESIGN FOR ASSEMBLY ( DFA ) 16


(5)

2.4 TEORI PENGETAHUAN BAHAN 26

2.5 PROSES MANUFAKTUR 29

2.5.1 Sistem Manufaktur 31

2.6 MENGGAMBAR TEKNIK 32

2.7 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK 35

2.8 DESAIN PRODUK 39

2.8.1 Prototipe 41

2.8.2 Pengelasan 43

2.9 STANDART NASIONAL INDONESIA 44

BAB III METODE PENELITIAN 45

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 45

3.2 IDENTIFIKASI MASING – MASING KOMPONEN DENGAN DFA 45

3.2.1 Identifikasi masing – masing komponen 45


(6)

3.7 STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUATAN BARU 58

3.8 STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PERAKITAN AWAL 60

BAB IV HASIL PEMBAHASAN 61

4.1 PENGUMPULAN DATA 61

4.1.1 Identifikasi rangka sepeda balap dengan penerapan DFA 63

4.1.1.1 Identifikasi masing – masing komponen 63

4.1.1.2 Spesifikasi awal masing – masing komponen rangka sepeda

balap 65

4.1.1.3 Data antropometri pengguna 67

4.1.1.3.1 Uji keseragaman data 69

4.1.1.3.2 Uji kecukupan data 75

4.2 TAHAP PEMILIHAN KOMPONEN ASSEMBLY DAN PEMILIHAN

ALTERNATIF 79

4.2.1 Pada komponen Seat tube 79

4.2.2 Pada komponen Top tube 80


(7)

4.3.1 Perhitungan DFA pada desain awal 85

4.3.2 Perhitungan DFA pada hasil rancangan 88

4.4 TAHAP SIMULASI ATAS WAKTU PENYELESAIAN 90

4.4.1 Komponen Seat tube dan Top tube 90

4.4.2 Komponen Bottom tube 91

4.4.3 Komponen BB drop dan Chan stay 92

4.4.4 Rangka sepeda balap 93

4.5 TAHAP ANALISIS BIAYA 94

4.5.1 Analisa waktu operasi pada rangka awal 94

4.5.2 Analisa waktu operasi pada hasil rancangan 96

4.5.3 Analisa biaya waktu rancangan lama dan hasil rancangan 97

4.6 TAHAP PEMILIHAN ALTERNATIF 98

4.6.1 Alternatif I 98


(8)

(9)

TABEL 4.1 Ukuran Standart Nasional Indonesia 63

TABEL 4.2 Spesifikasi komponen awal 65

TABEL 4.3 Data dimensi tubuh 68

TABEL 4.4 Hasil uji keseragaman 75

TABEL 4.5 Hasil uji kecukupan data 78

TABEL 4.6 Komponen seat tube tahap pemilihan komponen 79

TABEL 4.7 Komponen top tube tahap pemilihan komponen 80

TABEL 4.8 Komponen bottom tube tahap pemilihan komponen 81

TABEL 4.9 Komponen BB drop dan chan stay tahap pemilihan komponen 83

TABEL 4.10 Perhitungan DFA desain awal 86

TABEL 4.11 Perhitungan DFA hasil rancangan 89

TABEL 4.12 analisa waktu operasi pada rancangan awal 94

TABEL 4.13 analisa waktu operasi pada hasil rancangan 96


(10)

ABSTRAKSI

Perubahan pasar global yang cepat menyebabkan industri memerlukan strategi baru untuk merespon kebutuhan konsumen dan memuaskan kebutuhan pasar agar lebih efisien dan lebih cepat. Hal ini dilakukan dengan mengimplementasikan peralatan teknik untuk lebih cepat dalam menyediakan produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif terhadap kebutuhan konsumen.

Proses assembling merupakan proses yang memakan waktu yang cukup besar dalam proses manufaktur. DFA adalah salah satu sistem perencanaan assembling, yang menganalisa desain komponen maupun produk secara keseluruhan, yang dimulai dari awal proses desain, sehingga kesulitan-kesulitan assembling dapat diatasi sebelum komponen diproduksi. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah proses perakitan sehingga waktu. Keuntungan dari DFA ini adalah mengurangi jumlah perubahan desain dan secara tidak langsung mengurangi waktu. Pada saat yang sama, memenuhi kebutuhan pelanggan. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan perancangan dan perakitan produk Rangka Sepeda Balap tipe Klasik yang mempertimbangkan metode Product Design dan Design For Assembly pada perancangan Rangka Sepeda Balap tersebut. Dari hasil perancangan dan analisa DFA pada produk Rangka Sepeda Balap, didapat total waktu assembling untuk desain awal adalah 590,15 detik dengan nilai efficiency 8.95% sedangkan total waktu assembling untuk redesain adalah 130.1 detik dengan nilai efficiency 18.44%.


(11)

A

ABBSSTTRRAACCTT

Global marketplace is changing so rapidly that industrialist need to adopt new strategy to respond customer requirement and in order to satisfy the market needs more efficiency and quickly. That is reason to implement engineering tools

quickly in supplied high quality product with competitive price to meet costumer requirement.

Assembling process is take production time more than 50% from manufacture process DFA is one technique of assembling planning system that analyzed component design and overall product from beginning to complete product. DFA is use to simplified assembling process to meet costumer requirement.

This is design and develops product design of frame road bicycle that used . Product Design and Design For Assembly method in design product of frame road bicycle.The results of the research are operation time for fisrt design is 590.15

second with design efficiency about 8.95% and the operation time for redesign is 130.1 second with design efficiency about 18.44%.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dewasa ini pasar global berubah dengan cepat yang menyebabkan industri memerlukan strategi baru untuk merespon kebutuhan konsumen dan memuaskan kebutuhan pasar agar lebih efisien dan lebih cepat. Hal ini dilakukan dengan mengimplementasikan peralatan teknik untuk lebih cepat dalam menyediakan produk yang ergonomis dan berkualitas dengan harga yang kompetitif terhadap kebutuhan konsumen. Delay dalam atau penundaan dalam inovasi suatu produk kepasaran dapat diartikan sebagai kehilangan keuntungan. Menurut Prof. Lee Siang Guan proses assembling merupakan proses yang memakan waktu yang cukup besar dalam proses maufaktur ( 53% dari total waktu produksi dan 22% ongkos operator atau buruh. DFA adalah salah satu sistem perencanaan assembly,yang menganalisa desain komponen maupun produk secara keseluruhan,yang di mulai dari awal proses desain, sehingga kesulitan-kesulitan assembly dapat diatasi sebelum komponen di produksi. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah proses perakitan sehingga waktu dan cost assembly dapat di turunkan.

Keuntungan DFA ini adalah mengurangi jumlah perubahan desain dan secara tidak langsung mengurangi biaya dan waktu. Pada saat yang sama,memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam proses perancangan dan pengembangan produk rangka sepeda balap,harus di desain sedemikian


(13)

rupa,sehingga desain sesuai dengan kebutuhan pelanggan, portable, dan biaya produksi dapat di reduksi sekecil mungkin jika akan di produksi secara massal. Perlu di pahami bahwa biaya produksi , misalnya upah buruh perjam, harga bahan baku, biaya energy yang bahkan cenderung terus naik. Yang dapat di reduksi adalah waktu yang di butuhkan untuk memproduksi (waktu desain,Manufaktur dan perakitan), sehingga jam kerja mesin, upah buruh, biaya energy listrik dan lain dapat direduksi. Oleh sebab itu perhitungan waktu dan biaya produksi ini harus dilakukan sejak awal perancangan.

Untuk itu penelitian ini dilakukan pengembangan prototype rangka sepeda balap yang menggunakan sitem bongkar pasang dan bisa di atur secara manual oleh pengguna tanpa mengubah spesifikasi rangka sepeda balap yang sudah ada. Selain itu juga mempertimbangkan metode Product Design dan

Design For Assembling pada perancangan rangka sepeda balap tersebut.

1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang yaitu :

“Bagaimana merancang dan merakit sebuah rangka sepeda balap yang


(14)

1.3.Batasan Penelitian

Dalam mencapai tujuan dan pembahasan penelitian yang lebih terarah, maka penulis membatasi pembahasan sebagai berikut :

1. Sistem bongkar pasang dalam rangka sepeda balap,yang ditekankan pada perubahan pada masing-masing komponen rangka sepeda balap.

2. Penggunaan teori CAD/CAM pada pembuatan visual pada sitem

komputerisasi.

3. Analisa perhitungan waktu assembly (DFA) berdasarkan metode G.Boothroyd,

4. Prototipe yang dirancang berasal dari rangka sepeda balapyang banyak digemari konsumen.

5. Aspek biaya dalam perancangan tidak dihitung. 6. Perancangan dan perakitan berbasis efisiensi waktu.

1.4.Asumsi

Dalam menyelesaikan penelitian dan untuk mencapai hasil yang diinginkan, maka digunakan asumsi-asumsi berikut :

1. Kelengkapan mesin dalam proses produksi sesuai dengan kebutuhan. 2. Ketersediaan bahan baku.

3. Kualitas bahan baku yang baik.

4. Selama ini masih diperlukan rangka sepeda balap dengan fungsi ergonomis secara maksimal.


(15)

6. Kemampuan merakit setiap orang sama.

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Merancang sebuah rangka sepeda balap yang dapat di bongkar pasang yang efisian dan ergonomi. Serta menerapkan konsep pengembangan produk dengan menerjemahkan misi produk menjadi spesifikasi teknik untuk menghasilkan rancangan rangka sepeda balap yang sesuai kebutuhan pengguna. Serta dapat mengetahui efisiensi waktu dalam proses perakitan dalam produk rangka sepeda balap.

1.6.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini baik bagi peneliti / mahasiswa, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :

1. Bagi Mahasiswa / Peneliti :

a) Peneliti mengerti tentang teori dan penerapan Desain produk

b) Peneliti dapat memanfaatkan ilmu serta teori yang didapat pada waktu perkuliahan dan dapat menerapkan secara nyata, Terutama metode DFA


(16)

2. Bagi Perguruan Tinggi

a) Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan penelitian selanjutnya terhadap permasalahan tentang Perancangan atau Pengembangan Produk

b) Hasil Perancangan dan Pengembangan Produk ini dapat digunakan sebagai pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan.

1.7.Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman atas materi – materi yang dibahas dalam skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari masing–masing bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Perancangan ulang

dan Pengembangan Produk yang dijadikan acuan atau pedoman dalam

melakukan langkah – langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat terpecahkan.


(17)

Bab ini berisi tentang perancangan produk,identifikasi kebutuhan konsumen, spesifikasi produk, analisa produk pesaing, konsep rancangan produk.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan uraian tentang langkah-langkah perancangan ulang dan pengembangan produk, perhitungan DFA pada perancangan, dan penganalisa data yang telah dikumpulkan dan hasilnya diharapkan menjadikan sebagai bahan pertimbangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang mungkin disertakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)

Dalam proses perancangan Rangka sepeda balap diperlukan dasar teori untuk menunjang pembahasan masalah. Pengetahuan mengenai konsep dan definisi dari perancangan produk diperlukan untuk memperoleh informasi tentang dasar perancangan produk. Perancangan pengembangan Rangka sepeda balap dilakukan dengan metode design

for assembly (DFA), sehingga membantu dalam meminimasi penggunaan komponen dan

memperkecil dimensi ukuran yang secara simultan akan mempersingkat waktu proses dan mengurangi biaya pengembangan.

Design for assembly (DFA) yaitu sebuah proses untuk meningkatkan desain produk

agar mudah dirakit dan dengan biaya perakitan rendah, terfokus pada aspek fungsional dan perakitan suatu produk. DFA memperkenalkan adanya kebutuhan dalam analisis desain komponen dan produk untuk berbagai masalah perakitan yang sering terjadi (Bootroyd G., 1994).

Tujuan dari DFA yaitu untuk menyederhanakan suatu produk sehingga biaya perakitan akan berkurang. Disamping itu konsekuensi dari pemakaian DFA termasuk peningkatan kualitas dan reabilitas produk dan reduksi dalam peralatan produksi dan komponen produk. Ada dua alasan digunakan metode DFA dalam perancangan produk, yaitu:


(19)

DFMA Over view

Design Guidelines

Cost asessment Analogy

XPI

critique

Lower Cost Product Cost Driver Modeling

Boothoryd Analysis

Dari metode DFA memaparkan bagaimana suatu masukan produk yang akan diproduksi akan tetapi mempunyai nilai biaya beban yang besar , maka dalam hal ini perlu adanya suatu modeling tentang perubahan desain agar mendapatkan beban biaya yang rendah.

Gambar 2.1 ( chapter roadmap )

(Sumber: Kevin N.Otto teoryBoothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994 hal 664)

2. Konsekuensi dari komponen yang berorientasi pada desain. Banyaknya komponen dalam suatu produk mengindikasikan besarnya biaya dan lamanya proses perakitan dari suatu produk. Desain yang minimal memberikan proses perakitan yang cepat dan mudah.

2.1.1 Langkah-Langkah Pengerjaan DFA

Menurut Boothroyd G. (1994), dalam pengerjaan DFA ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut:

1. Tahap identifikasi komponen produk.

Pada tahap ini rancangan produk awal diidentifikasi dengan menggunakan Entrance


(20)

memprioritaskan penyelesaian masalah. Histogram adalah sebuah grafik yang mengelompokkan data-data ke dalam sel atau kategori tertentu dengan tujuan untuk mengetahui lokasi data dan penyebaran karakteristik. Histogram

berbentuk diagram grafik balok yang dibentuk dari distribusi frekuensi untuk menggambarkan penyebaran atau distribusi data yang ada. Histogram terdiri dari dua tipe yaitu frequency count histogram dan relative frequency atau

proportion histogram.

2. Tahap pemilihan komponen assembly.

Pada tahap ini masalah yang telah teridentifikasi kemudian di pilih berdasarkan komponen assembly (perakitan) rancangan produk awal menggunakan bill of

material (BOM). BOM adalah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan

bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. BOM tidak hanya menspesifikasikan kebutuhan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan oleh karyawan produksi atau perakitan.

3. Tahap membangkitkan alternatif dengan menggunakan komputerisasi.

Pada tahap ini mencari alternatif rancangan produk yang baru dengan cara mengeliminasi komponen yang tidak fungsional pada rancangan awal sehingga dapat mengurangi jumlah komponen yang digunakan ketika perakitan. Maksud dari tidak fungsional adalah komponen tersebut tidak mempengaruhi feature yang ada dalam membangun suatu produk dengan menggunakan Cad Aided Manufakturing ( CAM ).


(21)

4. Tahap effisiensi desain komponen rangka .

Pada tahap ini mengevaluasi efisiensi rancangan awal dengan rancangan baru menggunakan metode design for assembly (DFA), dengan rumus metode design

for assembly (DFA) :

dengan; E = Effisiensi desain

NM = Total banyaknya komponen yang dibutuhkan secara teoritis TM = Total waktu operasi Pembuatan dan Perakitan

((Sumber: Kevin N.Otto teoryBoothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994 hal 708)

Menghitung efisiensi (E) tersebut dapat dilakukan dengan menemukan kode dan waktu baik handling dan insertion, yang kemudian dimasukkan dalam suatu tabel analisis DFA. Formulasi efisiensi perakitan tersebut pada dasarnya adalah rasio antara waktu perakitan ideal dan waktu perakitan riil. Waktu ideal diatas ditentukan oleh banyaknya komponen minimum yang menjadi factor dalam meminimalkan biaya.


(22)

(Sumber: Kevin N.Otto teoryBoothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994 hal 706)

Mendapatkan jumlah komponen minimum, ada tiga pertanyaan yang dapat digunakan, yaitu:

a. Apakah komponen tersebut bergerak relatif terhadap komponen lain yang telah dirakit selama operasi normal produk akhir ?

b. Haruskah komponen tersebut mempunyai bahan bahan atau terisolasi dan seluruh komponen lain yang telah dirakit ?

c. Haruskah komponen tersebut dipisahkan dari komponen terakit lainnya? Jika ada paling tidak satu jawaban “ya” dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka komponen tersebut dipertahankan sebagai komponen terpisah, sebaliknya, jika seluruhnya dijawab dengan “tidak” maka komponen tersebut dapat dihilangkan


(23)

atau digabungkan dengan komponen lain. Hal ini akan menjadi dasar untuk mengarahkan perancangan ulang dan produk dengan pengurangan komponen. 5. Tahap simulasi atas waktu penyelesaian.

Pada tahap ini hasil rancangan baru dianalisis berdasarkan waktu penyelesaiannya. Mengetahui dampak dari eliminasi komponen pada rancangan awal, kemudian waktu penyelesaian pada rancangan baru dan rancangan awal dibandingkan.

6. Tahap analsis biaya yang dikeluarkan.

Tahap analisis biaya dilakukan untuk mengetahui apakah dengan adanya analisis DFA akan menjadikan biaya pembuatan produk berkurang atau tidak. Didalam analisis biaya yang diperhatikan yaitu biaya produksi anatara lain berupa biaya bahan baku dan pengadaan komponen yang digunakan.

7. Tahap pemilihan alternatif.

Pada tahap ini alternatif rancangan dipilih dengan memperhatikan tingkat efisiensi pada perancangan produk baik dari waktu penyelesaian, biaya produksi, serta fungsional produk. Pemilihan alternatif dapat menggunakan model pengambilan keputusan yang ada saat ini.

2.1.2 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam DFA

Perakitan menurut jenisnya dibagi dua yaitu: perakitan manual dan perakitan otomatis. Dalam DFA terdapat pembedaan aturan dalam dua model perakitan ini,


(24)

1. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan manual, yaitu:

a. Menghilangkan masalah yang membuat pekerja harus membuat keputusan atau perbaikan

b. Perhatikan akesibilitas dan visibilitas rancangan c. Menghilangkan kebutuhan akan peralatan yang lain. d. Komponen dapat dirakit dengan tool standar.

e. Minimasi jumlah komponen dalam produk.

f. Gunakan komponen yang mudah dibawa dengan tangan. 2. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan otomatis, yaitu:

a. Mengurangi jumlah komponen yang berbeda dengan

- Membuat agar komponen satu dan yang lain saling berhubungan. - Komponen yang diisolasi disendirikan

- Bagian yang tersebar untuk perakitan perlu diperhatikan.

b. Menggunakan pengaturan proses perakitan dengan memperhatikan jalur komponen dan memperhatikan digunakanya sekrup atau tidak.

c. Menggunakan bagian paling besar dan penting dari komponen produk sebagai basis perakitan.

Perakitan sebenarnya memerankan posisi utama/kunci dalam proses fabrikasi dari suatu produk. Pada fase perakitan ini seluruh elemen akan digabungkan dan seluruh kesalahan ataupun kelemahan dari proses proses terdahulu akan terlihat. Contoh, jika rancangan tidak baik maka perakitan akan sulit dilakukan. Jika toleransi dari komponen tidak ditepati, komponen tidak akan


(25)

dapat dirakit dengan komponen, penerapan DFA dapat menghasilkan penurunan jumlah komponen rata rata lebih dan 50 % (Boothroyd G., 1994), sehingga biaya perancangan dan pengembangan produk dan fabrikasinya dapat diturunkan. Pada gambar 2.2, terlihat bahwa DFA dilakukan pertama kali dalam perancangan ulang suatu produk. Setelah analisis DFA tersebut baru dilakukan estimasi awal dan biaya-biaya yang dibutuhkan, meliputi pemilihan material dan

DFM. Analisis DFA akan menentukan rancangan dasar dan struktur produk dan kemudian baru analisis DFM menentukan rancangan rinci komponen.


(26)

2.1.3 Macam-Macam Perakitan

Secara umum operasi perakitan dapat dibedakan menjadi tiga tipe yang diklasifikasikan berdasarkan level automasinya, yaitu perakitan manual (manual

assembly), perakitan terotomasi (automatic assembly), dan perakitan robotic (robotic assembly). Ketiga tipe perakitan akan mempengaruhi metode yang dipakai yaitu

pada analisis cara perakitan dan evaluasi biaya. Oleh karena itu, analisis DFA akan berbeda untuk masing-masing tipe perakitan.

Pemilihan metode perakitan umumnya didasarkan pada aspek ekonomi dengan dasar volume, payback periods, biaya peralatan, alat dan tenaga kerja. Perakitan manual terlihat mendekati independen terhadap volume, sedangkan perakitan terotomasi sangat mahal untuk kasus volume produksi yang rendah.

Berdasarkan studi empirik dari operasi perakitan, Boothroyd G. mengembangkan suatu metode analisis DFA. Metode ini ditujukan untuk mendefinisikan parameter operasional yang akan berpengaruh pada waktu dan biaya perakitan yang dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu total banyaknya komponen dalam suatu produk dan kemudahan dalam handling, insertion, dan fastening. Tujuan lain dari DFA adalah untuk mendapatkan suatu ukuran yang mengekspresikan kedua faktor tersebut untuk penilaian akhir suatu produk. Waktu penanganan komponen sangat dipengaruhi oleh ke-simetri-an komponen, ukuran, ketebalan, berat, fleksibelitas, kelicinan, fragility, keharusan menggunakan 2 tangan, keharusan menggunakan alat pemegang (grasping tool). Sedangkan kategori insertion dan


(27)

alat perakitan, pandangan ke lokasi perakitan, kemudahan penggabungan dan

positioning selama perakitan dan kedalaman insertion.

2.2 PANDUAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)

Dalam design for assembly (DFA) biaya perakitan ditentukan oleh banyaknya komponen yang bisa ditangani dan disisipi dalam perakitan. Mengurangi jumlah komponen yang digunakan dapat diperoleh dengan mengeliminasi komponen, contoh, menggantikan sekrup dan washers dengan snap atau press fits, dan dengan mengkombinasikan beberapa omponen menjadi satu komponen. Mengurangi handling dan insertion dapat dicapai dengan perancangan komponen yang sederhana dan perancangan komponen yang simetris. Komponen tidak membutuhkan orientasi utama end-to-end untuk insertion, seperti sekrup dapat digunakan bila dibutuhkan. Komponen yang mampu berotasi penuh disekitar poros dari insertion adalah yang paling baik. Untuk mengurangi insertion komponen dapat dilakukan dengan menggunakan chamfers atau recesses dalam mengurangi kelurusan dan melakukan pemeriksaan yang teliti dalam mengurangi perakitan.

Self-locating feature sangat penting sebagai penyedia ruang untuk tangan mengakses.

Panduan dalam penggunaan metode DFA, yaitu:

1. Minimalkan total jumlah part (minimize the total number of parts). Menghilangkan komponen yang tidak dibutuhkan oleh desain yaitu komponen yang tidak butuh untuk dirakit. Buatlah daftar komponen dalam perakitan dan


(28)

identifikasi komponen yang penting dan cocok dalam fungsi produk. Kriteria untuk komponen yang penting, adalah:

· Komponen harus menunjukkan hubungan yang penting dengan komponen lain.

· Ada alasan penting kenapa komponen dibuat menggunakkan material yang berbeda dari komponen lain.

· Tidak mungkin untuk merakit atau membongkar komponen lain kecuali dengan memisahkan komponen tersebut.

· Komponen digunakan untuk mengikat dan menghubungkan komponen lain yang akan dihilangkan.

2. Minimalkan pemasangan permukaan (minimize the assemble surfaces).

Menyederhanakan desain sehingga permukaan yang harus dipersiapkan dalam proses lebih sedikit dan menyelesikan semua pekerjaan yang dilakukan pada satu permukaan sebelum berpindah pada tahap selanjutnya.

3. Menghindari pengancingan terpisah (avoid separate fasteners).

Penggunaan snap fits seharusnya memungkinkan digunakan kapan saja karena penggunaan sekrup yang mahal. Ketika sekrup harus digunakan, kualitas dari resiko dapat dikurangi dengan minimasi jumlah, ukuran, dan variasi dari pengaitan dan dengan menggunakan pengaitan standar.

4. Minimalkan arah perakitan (minimize assembly direction).

Komponen seharusnya didesain sehingga dapat dirakit dari satu arah. Kebutuhan rotasi dalam perakitan membutuhkan waktu dan gerak tambahan dan mungkin


(29)

membutuhkan perpindahan stasiun dan peralatan tambahan. Situasi terbaik dalam perakitan adalah ketika komponen ditambahkan dalam cara top-down untuk menghasilkan tumpukan z-axis.

5. Maksimalkan pemenuhan perakitan (maximize compliance in assembly).

Perakitan yang berlebihan mungkin dibutuhkan ketika komponen tidak identik atau tidak sempurna. Satu komponen dari produk dapat didesain sebagai komponen untuk setiap komponen yang ditambahkan (komponen base) dan sebagai peralatan dalam perakitan.

6. Minimalkan penanganan perakitan (minimize handling in assembly).

Komponen seharusnya didesain untuk membuat kebutuhan posisi mudah untuk dicapai. Sejak jumlah posisi dibutuhkan dalam menyamakan perakitan untuk mengurangi peralatan dan dampak resiko, kualitas komponen harus dibuat dalam simetris sebagai fungsi yang mengikutinya. Orientasinya dapat dibantu oleh

feature desain yang menolong untuk memandu dan menempatkan komponen

dalam posisi yang sesuai.

2.3 MODEL PEMILIHAN ALTERNATIF

Pemilihan alternatif yang ada saat ini cukup beragam diantaranya, yaitu: 1. Electre dikembangkan oleh Bernard Roy pada tahun 1968 sampai 1991. 2. Promethee dikembangkan oleh Alexandre Cvetkovic dan Guy Arsenault. 3. AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an.


(30)

Pada metode electre, memerlukan pihak luar sebagai expert untuk melakukan

subjective mapping, tidak ada penetapan skala perbandingan alternative terhadap

kriteria bagi pengambil keputusan (dalam pemberian nilai indifference threshold,

preference threshold, dan veto threshold) sehingga pengambil keputusan akan

mengalami kesulitan dalam penentuan skala dan dalam grup pengambilan keputusan harus memberikan satu ketetapan nilai indifference threshold,

preference threshold, dan veto threshold melalui konsensus yang dapat diterima

oleh grup tersebut serta tidak bersifat resiprokal.

Metode promethee (preference ranking organization method for enrichment

evaluations) digunakan untuk memfasilitasi hasil keputusan setiap pengambil

keputusan dalam grup. Jadi, setiap pengambil keputusan harus memiliki kriteria penilaian masing-masing kemudian digabungkan dengan metode promethee. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil akhir akan lama selain itu hasil ranking setiap alternatif diukur dengan kriteria yang berbeda-beda.

AHP (analytical hierarchy process), merupakan satu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Dengan AHP, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam, kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.

Model AHP (analitycal hierarchy process) menggunakan persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya. Kriteria expert di sini adalah orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah


(31)

atau yang memiliki kepentingan masalah tersebut. Prosedur normal AHP dalam mengembangkan keputusan dengan menggunakan skala perbandingan yang jelas. 2.3.1 Perbandingan Pasangan (Pairwise Comparison)

Perbandingan pasangan (pairwise comparison) merupakan bagian dari metode AHP dalam membandingkan tiap-tiap alternatif keputusan. Perbandingan pasangan (pairwise comparisons) dapat memberikan judgement dalam memecahkan problem terhadap adanya komponen yang tidak terukur yang mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan.

Karena tidak semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan skala-skala yang tersedia.

Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen dalam suatu level dengan elemen lainnya, membuat perlunya dilakukan identifikasi terhadap intensitasnya, yang sering disebut dengan menyusun prioritas, yang bisa juga berarti melihat faktor-faktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan teknik perbandingan pasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai dengan judgement, sehingga membentuk suatu matriks bujursangkar (n x n). Adapun langkah-langkah perbandingan pasangan (pairwise comparison), sebagai berikut:


(32)

Kriteria disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan yang memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Dalam menyusun suatu kriteria tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti, semuanya tergantung kepada kemampuan dari penyusun dalam memahami masalah.

2. Penyusunan prioritas,

Setiap kriteria harus diketahui prioritasnya dengan cara menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terdapat suatu kriteria C dan sejumlah n kriteria dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar kriteria tersebut dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n,

3. Eigenvalue dan eigenvektor,

Apabila seseorang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level atau yang dapat diperbandingkan, maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting disusun sebuah matriks perbandingan. Bentuk matriks ini adalah simetris atau disebut dengan matriks bujur sangkar. Apabila ada tiga kriteria dibandingkan dalam satu level matriks maka matriks yang terbentuk adalah matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) adalah kriteria diagonalnya


(33)

dari kiri ke kanan bawah adalah satu karena yang dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang dibentuk bersifat matriks resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan kriteria B maka kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan A. Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kritcria tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukkan dalam matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal di bawah satu dengan total prioritas untuk riteriakriteria dalam satu kelompok sama dengan satu. Penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama eigenvektor.

Eigenvektor adalah sebuah vektor apabila dikalikan sebuah matriks

hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue, persamaannya sebagai berikut:

Dengan: w = Eigenvektor


(34)

A = Matriks bujursangkar

Eigenvektor disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks

bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alai pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan pasangan karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya.

3. Konsistensi,

Matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) yang memakai persepsi responden sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam persepsinya secara konsistcn. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang dihasilkan matriks perbandingan dapat miminimumkan. Bentuk persamaannya sebagai berikut:


(35)

Eigenvalue dan n merupakan ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu

matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai

CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya

matriks maka makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsistensi 100 %, atau inkonsistensi 0 %. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena ersaman di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian dirubah ke dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10.

Tabel 2.3 Pembangkitan Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

Dengan: CI = Rasio konsisten RI = Indeks random


(36)

respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR (consistency ratio) yang diijinkan adalah CR < 0,1.

2.3.2 Skala Persepsi Alternatif

Perbandingan dua hal merupakan proses perhitungan paling mudah yang mampu dilakukan manusia dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi seseorang harus memilih antara dua elemen, misalnya w1 dan w2 dengan dasar suatu kriteria maka otaknya secara otomatis membentuk suatu skala rasio antara w1 dan w2 atau w1/w2. Bentuk skala rasio inilah yang menjadi input dasar perbandingan pasangan yang sekaligus menyatakan bagaimana persepsi seseorang dalam menghadapi suatu masalah pengambilan keputusan. Karena otak manusia pun ada batasnya, maka skala rasio itu juga harus mempunyai batas tertentu yang tidak terlampau besar tetapi cukup menampung persepsi manusia. Dalam perbandingan pasangan digunakan batas 1 sampai 9 yang dianggap cukup mewakili persepsi manusia

Tingkat Kepentingan

Definisi Keterangan 1 Sama

pentingnya

Kedua elemen/kriteria mempunyai pengaruh yang sama.

3 Sedikit lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu

elemen/kriteria dibandingkan dengan pasangannya.

5 Lebih penting Satu elemen/kriteria sangat disukai dan secara praktis

dominasinya sangat dibandingkan dengan elemen nyata, pasangannya.

7 Sangat penting Satu elemen/kriteria terbukti sangat disukai dan secara


(37)

praktis dominasinya sangat nyata,

dibandingkan dengan elemen pasangannya.

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen/kriteria terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.

2,4,6,9 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian diantara dua tingkat kepentingan yang berdekatan.

kebalikan Diberikan apabila elemen/kriteria pada kolom j lebih disukai dibandingkan pasangannya.

Sumber : Saaty Thomas L..,1991

2.4 TEORI PENGETAHUAN BAHAN

Sejarah peradapan manusia dapat dibagi menjadi tiga jaman, yaitu zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi. Batu, perunggu dan besi ternyata merupakan bahan yang melambangkan penggunaan popular di zaman-zaman tersebut. Telah disadari bahwa bahan sangat berhubungan erat dengan kehidupan manusia di setiap zaman tersebut.

Ketiga zaman tersebut telah mengungkapkan fakta mengenai pemanfaatan api. Dengan kata lain, orang mengetahui apakah api dipergunakan atau tidak di setiap zaman itu, dan sampai berapa tinggi temperature yang dapat di capai dan seterusnya. Tidak ada yang dapat dikatakan keuali bahwa manusia seara terus-menerus bertahun-tahun menggunakan api. Hal tersebut seharusnya dimulai dari suatu penemuan bahwa api dapat menjadi sangat panas dengan mengurungnya oleh salah satu cara. Karena tembaga murni tidak akan dibuat banyak, suatu kebetulan


(38)

tembaga terbentuk, walaupun dengan banyak ketakmurnian, dengan pembakaran yang tidak sempurna sehingga bersifat reduktif , satu keberuntungan lain terjadi pula, bahwa tembaga keras diperoleh dengan pendinginan dengan pendinginan spontan bukan dengan pendinginan cepat di air, karena tembaga tereduksi itu dibuat pada temperature yag relative rendah, dimana tidak diperlukan teknik khusus yang dikenal sekarang yaitu pencelupan dingin.

Terntata telah diperlukan waktu yang sangat lama untuk mempelajari ketrampilan dalam mempergunakan temperature tinggi sebelum besi ditemukan. Pada waktu yang sama seperti di perkirakan dari peralatan tanah yang berasal dari zaman kuno yang ditemukan dari penggalian, manusia sudah dapat membuat api sepanas 700-800 derajat celcius pada tahap-tahap awal penggunakan api. Kemudian zaman modrn lahir ketika batas penghalangan temperature 1500derajat celcius di pecahkan. Dalam jangka waktu yang sangat singkat, dalam 30 tahun terakhir, temperature di atas 2000derajat celcius sudah dipakai di industry, dan setelah itu dengan pengembangan di abad 21, temperature setinggi beberapa puluh juta derajat dan bahkan ratusan juta derajat celcius untuk memelihara temperatur plasma inti, telah diharapkan untuk dimanfaatkan, di mana hal tersebut bukanlah suatu impian lagi.

Kembali pada pembahasan semula, satu hal yang perlu dicatat pada pembagian sejarah peradapan manusia semenjak zaman batu. Kalau keramik yang ada sekarang mewakili zaman batu dan logam mewakili zaman perunggu dan


(39)

zaman besi, maka sama sekali tidak benar-benar bahan baru yang pertama ditemukan manusia di zaman modern setelah melalui sejarah perkembangan yang lama. Selanjutnya pada permulaan abad ke 20 peleburan aluminium dengan listrik dikembangkan ke industry, maka logam ringan yang pertama kali dalam sejarah digunakan secara praktis. Pada masa sekarang manusia menyadari bahwa impian terbang di udara sangat meningkat permintaan akan bahan ringan yang memiliki kekuatan tinggi. Permintaan yang tinggi itu telah dipenuhi dengan adanya bahan polimer organic dicampur dengan homogeny membentuk bahan komposit yang diperkuat dengan oleh serat. Di samping itu pengembangan paduan alumunium hasilnya di wakili oleh duralium yang terdiri dari Al dengan 4-6% Cu sebagai unsure paduan utama, sedangkan studi lanjut di masa depan . Selanjutnya dalam memenuhi permintaan untuk menemuka bahan baru yang ringan, kuat, tahan panas, dan lainnya,pengembangan industry penerbangan dan ruang angkasa telah membuat keramik seperti SiC, SiN, dst, yang kelihatannya merupakan bahan baru untuk komponen mesin yang perlu menahan temperature tinggi dan paduan krom.

2.5.1 Alumunium

Alumunium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809 sebagai suatu unsure, dan pertama kali di reduksi sebagai logam oleh H.C. Oesrsted, pada tahun 1825. Secara industry tahun 1886, Paul heroult di Prancis dan C.M. Hall di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh


(40)

terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall masih dipakai untuk memproduksi alumunium. Penggunaan alumunium sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di antara logam non fero. Produksi alumunium tahunan di dunia mencapai 15 juta ton pertahun pada tahun 1981.

Alumunium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Sebagai tambahan terhadap, kekuatan makaniknya sangat meningkatkan dengan menambahkan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama-sama memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, kontruksi dsb.

2.5 PROSES MANUFAKTUR

Proses manufacturing merupakan proses untuk merubah bentuk (tansformasi) bahan baku menjadi produk jadi. Disini akan meliputi berbagai macam aktivitas selain proses fabrikasi ataupun perakitan adalah aktivitas pemindahan bahan material (material handling) yaityu aktivitas untuk menggerakkan/memindahkan bahan baku dari satu proses menuju ke proses


(41)

produksi yang lain dan perawatan mesin seperti perbaikan perabotan bilamana rusak, preventive maintenance dan lain-lain. [Sritomo Wignjosoebroto, Pengantar

Teknik dan Manajemen Industri, ITS, 2003]

Gambar kerangka masukan keluaran proses manufaktur

Masukan berupa bahan baku, selanjutnya bahan baku dikonversi menjadi keluaran yang kita sebut sebagai produk akhir. Pengendalian produksi berkepentingan dengan peramalan atau perkiraan keluaran, penentuan input yang dibutuhkan serta perencanaa dan penjadwalan, pengolahan bahan baku berdasarkan urutan produksi atau konversi yang dibutuhkan.

Dalam proses produksi, terdiri atas 3 sub system yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisah – pisahkan, dimana sub system tersebut meliputi :

1. Input

Terdiri dari 6M , 2 E dan 1 I yaitu Man ( manusia ), Material (bahan baku), Methods (metode), Money (modal), Machine (mesin), Market (pasar),

Perancangan dan pengembangan

Masukan   Proses operasi manufaktur

Keluaran (produk jadi)


(42)

2. Proses Produksi

Suatu proses yang melakukan tindakan, baik secara manajerial maupun secara fisik dari komponen input menjadi output agar sesuai dengan tujuan.

3. Output

Merupakan hasil dari proses produksi, baik itu berupa jasa ataupun barang.

2.5.1 Sistem Manufaktur

1. Teknik Manufaktur

Teknik manufaktur merupakan perancangan proses produksi sebuah produk. Teknik manufaktur mempelajari semua hal yang berhubungan dengan proses produksi.

2. Interaksi Desain Produk dengan Produksi

Desain produk memerlukan seseorang yang dapat mengembangkan dan mengevaluasi kemampuan suatu komponen untuk diproduksi sesuai dengan fungsinya. Karakteristik komponen tersebut, ukuran, bentuk, kekuatan, keandalan, dan keamanan suatu material.

Dalam berbagai operasi produksi beberapa variasi dalam ukuran komponen yang diproduksi dapat saja terjadi karena berbagai hal, misalnya karena alat yang digunakan, kesalahan operator dan variasi material.


(43)

2.6 MENGGAMBAR TEKNIK

Gambar merupakan sarana terpenting untuk melukiskan daya cipta lewat penggunaan garis. Gambar yang telah berakar dalam naluri kita dan dalam beberapa hal merupakan satu-satunya bahasa universal kita, malahan juga dewasa ini, di mana beberapa dari gambar kita dipersiapkan lewat computer. Catatan paling dini yang diciptakan manusia ialah grafik, yang melukiskan orang, rusa, banteng, dan binatang lainnya pada dinding gua. Gambar ini memuaskan suatu kebutuhan dasar bagi pengungkap, jauh sebelum perkembangan tulisan.

Saling hubungan antara grafik teknik dan rancangan dalam keseluruhan proses rancangan, maka orang yang mengola bagan susunan rancangan (design lay out), yaitu detailer, dan insinyur teknik produksi yang ditugaskan pada proyek, setiap waktu harus bekerjasama dengan erat dengan pemimpin kelompok proyek, sebagai suatu bagian dari keseluruhan regu desain. Pada umumnya,semua orang yang ditugaskan dalam suatu proyek,baik ahli perancangan maupun mereka yang mendukung usaha desai dalam setiap tahap, hendaknya benar-benar menguasai grafik teknik. Seorang insinyur perancangan, agar berhasil sebagai seorang ahli perancangan, hendaknya mengalami latihan seksama dalam bidang ini, paling tidak, baik yang laki-laki maupun wanita, hendaknya mampu untuk mengolah sketsa-tangan rancangan dengan hasil yang baik dan mempunyai pengetahuan untuk menggarap semua bentuk ungkapan grafik yang telah disajikan dalam teks ini.


(44)

Orang-orang dari bidang pendukung yang boleh diharapkan mampu memecahkan beberapa persoalan rancangan yang timbul secara grafik, mengolah rancangan dan gambar susunan rancangan dan model, dan akhirnya, mengolah rancangan dan gambar susunan yang diperlukan dalam bengkelnproduksi, mereka semua itu harus mempunyai beberapa pendidikan dasar sekolah dan kemudian memperoleh tambahan pengalaman di mana mereka itu bekerja agar menjadi terbiasa dengan standard an praktek perusahaan. Beberapa orang diantara para ahli kamar rancangan sekarang ini, di samping telah dikemukakan, juga boleh diharapkan untuk mempunyai beberapa pengetahuan tentang metode produksi, khususnya yang mengenai mesin yang dikendalikan dengan metode numeris . Lagi pula, tugas rancangan tertentu dapat memerlukan penggunaan digital dan plotter.

Peranan computer dan peranan plotter dalam ruang gambar

Sekalipun kata-kata saja tidak dapat melepaskan sekali perhatian seseorang terhadap pentingnya persiapan prasketsa yang bersinambungan, suatu pengertian mengenai peranan sejati computer dan plotter dalam ruangan rancangan akan menjawab beberapa mungkin juga seluruh, pertanyaan yang dapat timbul dalam pemikiran seseorang. Mereka yang telah bekerja dengan computer telah mengambil alih sejumlah fungsi grafik, menyambut penggunaannya, sebab mereka telah mengetahui bahwa computer dapat menyelesaikan tugas yang berulang-ulang, seperti misalnya persiapan sketsa unit atau kabel listrik, persiapan prasketsa mekanik yang berulang-ulang, yang dapat membosankan dan meminta banyak


(45)

waktu dari jurugambar. Ini meninggalkan sejumlah besar gambar dalam bidang rancangan mekanik yang masih harus dilakukan oleh para jurugambar dan para pembuat detail di atas papan gambar. Dalam katagori ini terdapat gambar bagian potongan (piece parts) yang harus diolah dengan tangan. Dalam industry pesawat terbang dimana computer, computer pendigit dan plotter tersedia siap pakai , gambar yang diolah dengan tangan sekarang meliputi sekitar 50% dari keseluruhan keluaran gambar. Masing-masing gambar ini yang dikerjakan di atas papan ialah sedemikian khasnya dan berbedanya, sehingga memerlukan intelegasia manusia untuk mengolahnya bersama dengan pengetahuan mendalam tentang grafik dan praktek perbengkelan. Hendaknya juga diperhatikan bahwa bagian susunan rancangan yang menentukan fungsi dan bentuk yang harus digambar, perlu diolah dengan tangan sampai tiba waktunya untuk dimana kita bersedia meninggalkan ide untuk menghasilkan hasil karya dan sistim yang sudah dirancang dengan terus menerus. Karena mengenal sifat manusia yang tidak pernah diam dan sifat bersaingnya, hal ini diramalkan masih jauh masa depannya. Tetapi hendaknya diperhatikan bahwa dalam soal waktu ini, ada tipe gambar mekanik yang sedikit jumlahnya yang dapat diolah dengan cara yang lain dari cara dengan tangan melalui penggunaan computer digit atau tabung sinar katoda yang dirangkai dengan suatu sisteim alat mekanik bantu-rancangan, keluarannya dalam hal ini berupa sebuah pita magnetic untuk sebuah mesin yang dikendalikan dengan metode numeris. Mereka yang tertarik kepada belajar lebih banyak mengenai peranan computer dalam


(46)

2.7 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK

Produk merupakan suatu objek yang dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang susah untuk dipuaskan dan selalu menginginkan lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu tidak ada satupun produk yang dapat dikatakan sebagai suatu produk yang sempurna. Kemajuan dan perkembangan teknologi menuntut agar produsen dapat membuat produk yang memiliki sifat “lebih” (lebih baik, lebih kuat, lebih modern, lebih mudah dan lain sebagainya) sesuai dengan kebutuhan konsumen yang menjadi lebih banyak.

Pada intinya, perancangan dan pengembangan produk ini berisi metode-metode yag bertujuan untuk mengembangkan dan merancang produk agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan melibatkan fungsi-fungsi pemasaran, desain perancangan, dan manufaktur (Ulirich & Eppinger, 2001)

Dari sudut pandang suatu perusahaan yang melibatkan keuntungan (laba) sebagai faktor penting, pengembangan produk dikatakan berhasil dan sukses jika produk dapat diproduksi dan dijual dengan menghasikan laba. Namun seringkali hanya dengan melihat faktor laba saja tidaklah cukup untuk dijadikan penilaian yang tepat dan langsung. Berikut ini adalah lima dimensi spesifikasi yang biasa digunakan untuk menilai usaha pengembangan produk, yaitu:


(47)

Seberapa baik produk yang dihasilkan dari usaha pengembangan produk? Apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumen ? Apakah produk tersebut kuat?. Kualitas produk menjadi pengaruh yang cukup kuat dalam pasar serta menjadi factor yang menentukan harga yang ingin dibayar konsumen untuk produk yang dibuat.

2. Biaya produk

Biaya yang dimaksud adalah biaya yang digunakan untuk modal peralatan dan alat bantu serta biaya produksi setiap unit produk. Biaya produk ini menentukan besar laba yang dihasilkan.

3. Waktu pengembangan produk

Seberapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengembangan produk. Waktu pengembangan menentukan kemampuan berkompetisi, tanggapan akan perubahan teknologi, dan kecepatan untuk menerima pengembalian ekonomis dari usaha pengembangan produk.

4. Biaya pengembangan

Berapa biaya pengembangan untuk mengembangkan produk?. Biaya pengembangan merupakan bagian yang berhubungan erat dengan laba.


(48)

Apakan pengembangan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengembangkan produk di masa depan dengan berbekal pengalaman sekarang ini?. Kemampuan pengembangan merupakan modal yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan ekonomis di masa yang akan dating

Cara kerja yang baik pada kelima dimensi diatas akan dapat mendorong kesuksesan ekonomi pada pengembangan produk

Pengembangan produk merupakan kegiatan yang membutuhkan bantuan kontribusi dari semua fungsi yang ada, namun berikut ini merupakan tiga fungsi yang paling penting bagi usaha pengembangan produk, yaitu:

‐ Pemasaran

Fungsi pemasaran adalah sebagai jembatan interaksi yang menghubungkan antara produsen dan konsumen. Peranan lain pemasaran antara lain adalah mengidektifikasi peluang produk, mendefinisikan kebutuhan konsumen. Bagian pemasaran juga secara khusus menetapkan target harga dan merancang peluncuran serta promosi produk.


(49)

Fungsi desain perancangan (desain) memiliki peran dan penting untuk mendefinisikan bentuk fisik produk agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

‐ Manufaktur

Fungsi manufaktur yang utama adalah bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan system produksi pada proses produksi suatu produk. Secara luas, fungsi manufaktur mencakup pembelian, distribusikan, dan instalasi

Proses pengembangan produk secara umum terdiri dari enam tahap yang terkonsep dan teratur, sebagai berikut :

a. Planning (perencanaan): Tahap perencanaan sering dianggap sebagai “zerofase” karena tahap ini dilakukan paling awal mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk actual.

b. Concept development (pengembangan konsep): Pada tahap pengembangan konsep ini dilakukan pengidentifikasian target kebutuhan pasar, pengevaluasian konsep-konsep produk alternative, dan pemilihan satu atau lebih konsep yang akan digunakan dalam pengembangan produk lebih jauh.

c. System level design (perancangan tingkatan system): Tahap perancangan tingkatan system membahas lebih lanjut mengenai definisi arsitektur atau


(50)

kontruksi produk dan menguraikan produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran perakitan akhir untuk system produksi biasanya dijelaskan dalam tahapan ini. Output yang dihasilkan pada tahap ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi produk secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses perakitan terakhir.

d. Detail design (perancangan detail): Tahap oerancangan detail membahas mengenai spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen produk. Output dari tahap ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk: gambar pada file computer tentang bentuk tiap komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dibeli, serta rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk.

e. Testing and refinement (pengujian dan perbaikan): Tahap pengujian dan perbaikan melibatkan kontruksi dan evaluasi bermacam-macam versi produksi dari produk awal.

f. Production ramp-up (produksi awal): Pada tahap produksi awal produk dibuat dengan menggunakan system produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga keja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin terjadi pada proses sesungguhnya.


(51)

2.8 DESAIN PRODUK

Desain produk memerlukan seseorang yang dapat mengembangkan dan mengevaluasi kemampuan suatu komponen untuk diproduksi sesuai dengan fungsinya. Untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan konsumen, maka yang membuat desain produk harus bekerja sama dengan bagian pemasaran sehingga tingkat kualitas yang diinginkan dapat diterapkan pada desain produk.

Karakteristik komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ukuran. 2. Bentuk. 3. Kekuatan. 4. Keandalan.

5. Keamanan suatu material.

Dalam berbagai operasi produksi beberapa variasi dalam ukuran komponen yang diproduksi dapat saja terjadi karena berbagai hal, misalnya karena alat yang digunakan, kesalahan operator dan variasi material.

Beberapa keputusan harus diambil sehubungan dengan pemilihan desain produk antara lain:

1. Menetapkan bentuk serta fungsi produk baru yang kan diproduksi.


(52)

3. Kesempatan diversifikasi yang merupakan kesempatan untuk menambah ataupun memperluas jenis produk yang akan dibuat atau dijual.

4. Standardisasi yang merupakan satuan ukuran yang dapat dipergunakan sebagai dasar pembanding baik bagi jumlah, kualitas, nilai ataupun hasil kerja.

5. Reliabilitas yang menujukkan kemungkinan terjadinya suatu produk atau komponen akan rusak pada suatu jangka waktu tertentu dibawah kondisi penggunaan normal.

6. Kualitas yang pada dasarnya adalah faktor yang terdapat pada suatu produk atau komponen yang menyebabkan produk atau komponen yang menyebabkan produk atau komponen tersebut mempunyai nilai.

Untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan konsumen, maka yang membuat desain produk harus bekerjasama dengan bagian pemasaran sehingga tingkat kualitas yang diinginkan dapat diterapkan pada desain produk.

2.8.1 Prototipe

Kesukaran yang potensial terjadi dalam pengembangan produk adalah apa yang di sebut Clausing “rawa hardware” (Clausing,1994). Rawa disebabkan oleh usaha pembuatan prototype yang salah (fisik maupun analitik) yang pada pokoknya tidak menyumbang pada tujuan proyek pengembangan produk keseluruhan. Satu cara untuk menghindari rawa adalah dengan menetapkan secara hati-hati masing-masing-masing prototype sebelum memulai pada tahap usaha untuk membuat dan


(53)

mengujinya. Bagian ini menampilkan metode empat langkah untuk merencanakan sebuah prototype selama usaha pengembangan produk. Metode ini digunakan pada seluruh tipe prototype, yaitu : terfokus, menyeluruh, fisik dan analitik.

Pengembangan produk hamper selalu membutuhkan pembuatan dan pengujian prototipe. Sebuah prototipe mrupakan penafsiran produk melalui satu atau lebih dimensi perhatian.

 Prototipe secara berguna diklasifikasikan menjadi dua demensi yaitu :

 Tingkatan di mana prototype tersebut merupakan bentuk fisik sebagai lawan dari analitik.

 Tingkatan di mana sebuah prototype merupakan prototype yang menyeluruh sebagai lawan dari terfokus

 Prototipe digunakan untuk pembelajaran, komunikasi, penggabungan, dan sebagai milestone. Semua tipe prototype dapat digunakan untuk semua tujuan ini, prototype fisik biasanya sangat baik untuk komunikasi, dan prototype menyeluruh sangat baik untuk penggabungan dan milestone.

 Beberapa prinsip berguna dalam memadukan keputusan mengenai prototype selama pengembangan produk, yakni: prototype analitik umumnya lebih fleksibel daripada prototype fisik. Prototipe fisik dibutuhkan untuk mendeteksi fenomena yang tidak dapat diduga. Sebuah prototype dapat


(54)

mengurangi resiko interasi yang mahal. Sebuah prototype dapat mempercepat tahapan penembangan lainnya. Sebuah prototype dapat menyusun ulang ketergantungan tugas.

 Teknologi model 3D dan pembuatan pembuatan bebas telah mengrangi biaya dan waktu relative yang dibutuhkan untuk membuat prototype.

 Metode empat langkah untuk merencanakan sebuah prototype adalah:  Menetapkan tujuan prototype

 Menetapkan tingkat perkiraan prototype  Menggariskan rencana percobaan

 Membuat jadwal utuk perolehan, pembuatan dan pengujian

2.8.2 Pengelasan

Penggunaan mesin las pada proses pengelasan kali ini ialah type B-310 F,arus listrik yang digunakan dalam pengelasan bujur listrik adalah arus DC ( direct current ) dan arus AC ( alternative current ). Tapi dalam pengelasan kali ini digunakan arus listrik bolak – balik atau alternatife current ( AC ). Diinginkan sumber arus listrik mempunyai sifat dapat memberikan arus yang konstan dan dapat melayani pengelasan yang sering terjadi hubungan singkat, sehingga diperlukan


(55)

sumber listrik dengan karakteristik drop voltage. Makin curam drop voltage, makin baik operasinya, karena makin kecil variasi amperenya.

Ada 3 macam gerakan dasar dalam pengelasan manual atau gerakan electrode yaitu :

1. Gerakan feeding kebawah, bila terlalu cepat electrode akan melekat pada benda kerja sehingga pengelasan terhenti, tetapi jika terlalu lambat maka arus akan terputus.

2. Gerakan vertical, bila gerakan tersebut terlalu cepat, maka waktu peleburan kurang sehingga penetrasi kurang, tetapi jika terlalu lambat, maka las terlalu tebal sehingga kawat boros, kekuatan dan kecepatan las kurang, dan juga menyebabkan overheating pada benda kerja.

3. Gerakan ke kiri dan kekanan, digunakan untuk mengisi bidang las yang lebar, arahnya dapat zig – zag, ataupun spiral.

2.9 Standart Nasional Indonesia

Standart Nasional Indonesia ialah suatu aturan – aturan yang harus di pahami dalam pembuatan suatu produk terutama di Indonesia. Dalam penelitian ini diambil data primer dari data geometri SNI Rangka Sepada Balap dengan tipe Klasik, dan data geometri yang didapat sebagai berikut :


(56)

frame Size

Seat tube

Top tube

Seat Angle

Head Angel

Fork rake

BB drop

Chain stay

Stand over 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 49 49cm 53cm 74 72 45mm 62mm 40cm 767mm

2 52 52cm 54cm 74 72 45mm 62mm 40cm 796mm

3 55 55cm 55cm 74 72 45mm 62mm 40cm 825mm

4 58 58cm 57cm 74 72 40mm 62mm 40cm 854mm

5 61 61cm 58cm 74 72 40mm 62mm 40cm 883mm


(57)

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di JAYA MOTOR medokan ayu rungkut Surabaya, Sebuah usaha yang bergerak pada bidang manufaktur khususnya pengelasan. Dan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai prototipe jadi.

3.2 Identifikasi Variabel

Identifikasi variable dan definisi operasional berdasarkan tinjauan pustaka maka identifikasi variable merupakan sebagai berikut:

- Variabel terikat

- Variabel bebas

3.2.1 Identifikasi masing – masing komponen dengan DFA

1. Komponen – komponen di evaluasi dari fungsi, spesifikasi bahan, keterangan dalam sitem bongkar pasang pada perancangan rangka sepeda balap.

Tabel 3.2.1 Tabel spesifikasi dan identifikasi

Desain Lama Desain Baru

No Nama

Komponen Spesifikasi Identifikasi Spesifikasi Identifikasi

No kode

1 2 3 4 5 6 7


(58)

- Panjang : - Lebar : - Tinggi :

Waktu perakitan : Mendukung system pasang bongkar :

- Panjang : - Lebar : - Tinggi :

Waktu perakitan : Mendukung system pasang bongkar :

Sumber : Boothroyd G.,Dewhurst D., dan Knight W., 1994

2. Setelah analisa diatas dapat dilihat pada komponen yang kurang mendukung dalam sistem bongkar pasang pada perancangan dan pengembangan rangka sepeda balap.

3. Identifikasi komponen – komponen hasil Perancangan ulang

Tabel 3.2.2 Tabel identifikasi pada masing – masing komponen

Spesifikasi Identifikasi Bahan :

Dimensi komponen : - Panjang : - Lebar : - Tinggi :

Waktu pembuatan : Waktu perakitan :

Mendukung system pasang bongkar :


(59)

hasil perhitungan rangka sepeda balap yang telah ada.

a. Tabel perhitungan DFA pada rancangan sepeda lama yang telah di produksi dan dipasarkan.

Tabel 3.2.3 Tabel perhitungan DFA pada desain lama

No

No komponen

Banyaknya komponen

Waktu handling Waktu perakitan Waktu operasi Komponen yang

dibutuhkan secara teoritis

Nama komponen

1 2 3 4 5 6 7 8

TM NM

Sumber : Boothroyd G.,Dewhurst D., dan Knight W., 1994

b. Tabel perhitungan DFA pada rancangan ulang dan pengembangan hasil penelitian pada rangka sepeda.


(60)

Tabel 3.4 Tabel hasil perhitungan DFA pada desain yang baru

No

No komponen

Banyaknya komponen

Waktu handling Waktu perakitan Waktu operasi Komponen yang

dibutuhkan secara teoritis

Nama komponen

1 2 3 4 5 6 7 8

TM NM

Sumber : Boothroyd G.,Dewhurst D., dan Knight W., 1994

c. Perhitungan effisiensi produk tersebut jika diproduksi dan dibandingkan antara Rancangan rangka sepeda balap yang telah ada dan hasil dari perancangan ulang dan pengembangan rangka sepeda balap, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = Effisiensi


(61)

 


(62)

Tinjauan Pustaka

Survey lapangan - Data Skunder - Data Primer

Pengumpulan data

- Ukuran rangka Standart Nasional Indonesia - Biaya

- Identifikasi Rangka sepeda dengan penerapan metode DFA

Pengolahan data

- Identifikasi masig – masing komponen Rangka sepeda balap dengan penerapan DFA

- Tahap pemilihan komponen assembly - Tahap alternatif dengan komputerisasi

Tahap effisien komponen rangka - Effisiensi desain rancangan Awal ( E ) - Effisiensi desain rancangan komponen Baru ( E’)

Latar Belakang

Perumusan Masalah

Tujuan dan Manfaat Penelitian

B

Penetapan Variabel

A


(63)

ya  tidak

Kesimpulan dan Saran

Selesai Penetapan Prototipe

Diterima? Rancangan baru lebih effisien dari rancangan

awal E’ > E Data

dibuang

Analisis dan Pembahasan Tahap simulasi atas waktu

penyelesaian

Tahap analisis biaya

Tahap pemilihan alternatif

Pada tahap ini diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi pustaka, dan studi lapangan yang dijelaskan, yaitu:

1. Latar belakang,

Latar belakang permasalahan pada perancangan ulang pada rangka sepeda balap yang mampu di operasikan secra mudah dan dalam pembuatannya. Pemilihan perancangan ulang rangka sepeda balap di sebabkan oleh


(64)

pengguna. Dalam perancangan ulang rangka sepeda balap ini menggunakan system bongkar pasang dan dapat menyedrhanakan proses perakitan.

2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah bagaimana merancang ulang rangka sepeda balap menggunakan metode

design for assembly (DFA), cara merancang dan mengembangkan sebuah

rangka sepeda balap yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan , dengan menekan biaya produksi.

3. Tujuan dan manfaat penelitian

Tujuan penelitian yang telah ditetapkan berdasarkan permasalahan yaitu : Mengidentifikasi spesifikasi rangka balap yang telah berada di pasaran konsumen dan telah di produksi oleh pabrik, serta Merancang sebuah rangka sepeda balap yang dapat di bongkar pasang dan lebih efisian, Menerapkan konsep pengembangan produk dengan menerjemahkan misi produk menjadi spesifikasi teknik untuk menghasilkan rancangan rangka sepeda balap yang sesuai kebutuhan pengguna, Menghitung waktu yang di butuhkan untuk mengassembling produk rangka sepeda balap.

Manfaat penelitian dalam perancangan ulang rangka sepeda balap yang ingin dicapai yaitu, menghasilkan rancangan sepeda balap yang lebih efisien dan memperoleh desai rancangan yang dapat digunakan oleh pengguna rangka sepeda balap.


(65)

perancangan ulang rangka sepeda balap yang dijelaskan, yaitu :

1. Tinjauan pustaka.

Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi pada tahap identifikasi masalah, maka kemudian dilakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan mempelajari literatur yang relevan dengan permasalahan yang ada. Studi pustaka dilakukan agar dapat digunakan sebagai panduan informasi untuk mendukung penyelesaian pengolahan data penelitian terhadap studi lapangan. Informasi studi pustaka sangat diperlukan untuk perancangan ulang terhadap rangka sepeda balap

2. Survey lapangan

Studi lapangan dalam perancangan ulang rangka sepeda balap dilakukan selama penelitian,yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan pengumpulan data di lapangan. Studi lapangan bertujuan untuk mendapatkan data parameter kuantitatif yang digunakan pada pengolahan data selanjutnya, dan juga memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai rangka sepeda balap. Dalam survey lapangan diambil data primer yang meliputi observasi pengamatan secara langsung dan juga wawancara, data skunder diambil dari data yang tersedia.


(66)

Identifikasi rangka sepeda balap yang telah beredar di pasar atau rangka sepeda balap yang telah diproduksi oleh pabrik, beserta serangkaian proses yang kemudian diidentifikasi sebagai acuan dalam perancangan ulang.

2. Pengamatan anthopometri komponen – komponen

Pengamatan pada tia-tiap komponen rangka sepeda balap yang didasari oleh penggunaan aturan SNI dari segi ukuran, geometri atau sudut pada sepeda balap serta bahan yang telah digunakan terhadap rangka sepad balap.

3. Perancangan sistem bongkar pasang

Merancang desain komponen agar dapat menunjang kelebihan dalam penggunaan sistem bongkar pasang dari rangka sepeda balap, dalam proses ini dapat dikatakan pemilihan desain yang tepat.

4. Ergonomi

Pengembangan dalam rangka ini tidak lepas dari penggunakan aturan ergonomi yang menunjang agar pemakaian rangka sepeda balap tersebut sesuai dengan anthopometri manusia yang telah tersusun dalam aturan ukuran dalam SNI

5. Market atau pasar

Dalam proses ini dilakukan observasi tentang pengembangan rangka sepeda balap,dalam proses ini dilakukan observasi langsung dan wawancara kepada beberapa orang pengguna, penggemar, dan masyarakat secara umum tentang desain rangka sepeda balap yang telah dikembangkan.


(67)

perancangan ulangnya dengan metode design for assembly (DFA). Metode

design for assembly (DFA) digunakan untuk menghitung efisiensi desain

rancangan, sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi desain rancangan. Persamaan tersebut pada dasarnya adalah rasio antara waktu perakitan ideal dan waktu perakitan riil. Waktu ideal ditentukan oleh banyaknya komponen minimum pada rancangan yang baru dalam meminimalkan biaya.

7. Perhitungan DFA effisien produksi

Proses perbandingan antara identifikasi komponen rangka sepeda balap yang lama dengan perhitungan identifikasi komponen rangka sepeda balap hasil pengembangan desain.

3.4 Prototipe

Pada tahap ini setalah hasil analisis dan interpretasi penelitian, untuk menelaah hasil yang telah diperoleh dari penelitian. Analisis dan interpretasi hasil penelitian dilakukan terhadap hasil pengumpulan dan pengolahan data pada perancangan ulang rangka sepeda balap. Maka di buat sebuah prototipe atau gambaran hasil kerja perancangan dan pengembangan dan sebagai model hasil kerja.

3.5 Standar Operasional Prosedur Pembuatan Komponen Rangka Sepeda Awal No Komponen Tahapan – tahapan Peralatan dan

bahan


(68)

akan digunakan - Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

-Penyambungan masing – masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring pengunci - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan ketebalan 0.25cm

2 Top Tube -Mengukur bahan yang akan digunakan

- Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

-Penyambungan masing – masing bahan yang telah di potong dengan

- Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan ketebalan 0.25cm


(69)

-Pemansangan Ring pengunci

3 Bottom Tube

-Mengukur bahan yang akan digunakan

- Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

-Penyambungan masing – masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring pengunci - Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan ketebalan 0.25cm

3.21 menit

4 BB Drop -Mengukur bahan yang akan digunakan

- Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan -Penyambungan masing - Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan ketebalan


(70)

telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring pengunci 5 Chain Stay

-Mengukur bahan yang akan digunakan

- Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan -Penyambungan masing

– masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring pengunci - Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan ketebalan 0.25cm

10.45 Menit

6 Chain Stay Tube

-Mengukur bahan yang akan digunakan

- Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

- Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm


(71)

– masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan

-Pemansangan Ring pengunci

0.25cm

3.6 Standar Operasional Prosedur Perakitan Komponen Rangka Sepeda Awal No Komponen Tahapan – tahapan Peralatan dan bahan Waktu

1 Seat Tube

dan Top Tube

-Terdapat 2 buah komponen -Perakitan Seat Tube

dengan komponen tengah

dilakukan dengan pengelasan

- Ukuran 49’ - Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

- Mesin las - Martil - Gerinda

19.9 menit

2 Bottom Tube

-Terdapat 3 buah komponen - Ukuran 49’

- Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

- Mesin las - Martil - Gerinda

5.38 menit


(72)

dan Chain stay tube

- Ukuran 52’ - Ukuran 55’ - Ukuran 58’ - Ukuran 61’

- Gerinda

3.7 Standar Operasional Prosedur Pembuatan Komponen Rangka Sepeda Baru No Komponen Tahapan – tahapan Peralatan dan bahan Waktu

1 Seat Tube

dan Top Tube

-Mengukur bahan yang akan digunakan

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

-Penyambungan masing – masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring pengunci - Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan ketebalan 0.25cm

25.59 Menit

2 Bottom Tube

-Mengukur bahan yang akan digunakan

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

-Penyambungan masing – masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring - Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm dan 3cm dengan


(73)

3 BB Drop dan Chan stay

-Mengukur bahan yang akan digunakan

-Pemotongan bahan sesuai dengan kebutuhan

-Penyambungan masing – masing bahan yang telah di potong dengan teknik pengelasan -Pemansangan Ring pengunci - Mistar - Gergaji - Gerinda - Pena - Jangka - Busur - Las listrik

- Pipa besi ukuran 3.5cm, 3cm, 2.5cm, 2cm dengan ketebalan 0.25cm

64,11 menit

3.8 Standar Operasional Prosedur Perakitan Komponen Rangka Sepeda Baru No Komponen Tahapan – tahapan Peralatan dan bahan Waktu

1 Seat Tube

dan Top Tube

-Terdapat 3 buah komponen -Perakitan Seat Tube

dengan komponen tengah

dilakukan dengan pengelasan

-Untuk bagian atas menggunakan pengunci manual

- Ring pengunci 6.2 menit

2 Bottom Tube

-Terdapat 2 buah komponen -Perakitan mengunakan ring

pengunci secara manual

- Ring pengunci 4.25 menit

3 BB Drop

dan Chan

-Terdapat 2 buah komponen -Perakitan mengunakan ring


(74)

(75)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PENGUMPULAN DATA

Penerapan Design For Assembly ( DFA ) dalam proses perancangan ulang rangka sepeda balap perlu dilakukan untuk mendapatkan waktu dan pemakaian bahan yang rendah. Secara umum kedua kedua factor tersebut dapat menekan biaya produksi rangka sepeda balap tersebut, yaitu dalam jmlah komponen dalam produk, dan kemudahan dalam perakitan dari masig- masing komponen. Kedua factor diatas akan menentukan kebutuhan waktu untuk proses perakitan suatu produk. Ada hal – hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan waktu untuk pembuatan yaitu :

1. Biaya

Biaya disini didapat dari observasi secara langsung dengan mengumpulkan data banyaknya pekerja, gaji pekerja dalam 1 hari dan jam kerja para pekerja. Data sebagai berikut :

Biaya sehari Operator = Rp 150.000 / hari

Waktu bekerja = 5 jam / hari

Jumlah Operator = 3 pekerja


(76)

2. Ukuran

Ukuran komponen perlu diperhatikan dalam menganalisa dari masing – masing komponen hal ini juga yang akan menentukan berapa jumlah bahan yang akan dipakai. Ukuran meliputi yaitu :

a. Panjang bahan

b. Lebar bahan

3. Ketebalan bahan

Ketebalan bahan sangatlah penting dalam perakitan Rangka sepeda balap, karena akan berpengaruh pada bongkar pasang yang diterapkan dalam rangka sepeda tersebut

4. Jenis ukuran rangka sepeda balap

Hal ini sangatlah penting untuk diperhatikan, untuk mengetahui jenis – jenis yang akan dibandingkan dengan rangka sepeda balap yang baru, jenisnya yaitu :


(77)

Tabel. 4.1 Ukuran – ukuran rangka sepeda balap tipe klasik Standart Nasional Indonesia

A B C D E F G No Type

frame Size

Seat tube

Top tube

Seat Angle

Head Angel

Fork rake

BB drop

Chain stay

Stand over

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 49 49cm 53cm 74 72 45mm 62mm 40cm 767mm

2 52 52cm 54cm 74 72 45mm 62mm 40cm 796mm

3 55 55cm 55cm 74 72 45mm 62mm 40cm 825mm

4 58 58cm 57cm 74 72 40mm 62mm 40cm 854mm


(78)

4.1.1 Identifikasi Rangka Sepeda Balap dengan penerapan DFA

4.1.1.1 Identifikasi masing – masing Komponen

1. Komponen seat tube

2. Komponen Top Tube


(79)

3. Komponen BB Drop

4. Komponen Bottom Tube

5. Komponen Chain stay


(80)

Tabel 4.2 Tabel spesifikasi komponen awal

No Nama komponen Spesifikasi Waktu

handling

Waktu perakitan

Keterangan

1

Seat Tube 49' Seat Tube 52' Seat Tube 55' Seat Tube 58' Seat Tube 61'

Bahan : Besi pipa

Ketebalan bahan : 0.2 cm Diameter : 3cm

4.2 detik 4.2 detik 4.2 detik 4.2 detik 4.2 detik 792 detik 792 detik 792 detik 792 detik 792 detik Tidak menduk sitem bongkar pasa

2 Top Tube 49' Top Tube 52 Top Tube 55' Top Tube 58 Top Tube 61'

Bahan : Besi pipa

Ketebalan bahan : 0.2 cm Diameter : 3cm

3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 204 detik 204 detik 204 detik 204 detik 204 detik Tidak menduk sitem bong pasang

3 Bottom tube 49' Bottom tube 51' Bottom tube 52' Bottom tube 58' Bottom tube 61'

Bahan : Besi pipa

Ketebalan bahan : 0.2 cm Diameter : 3cm

3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 262.8 detik 262.8 detik 262.8 detik 262.8 detik 262.8 detik Tidak menduk sitem bong pasang

4 BB Drop 49' BB Drop 51' BB Drop 55'

Bahan : Besi pipa

Ketebalan bahan : 0.2 cm Diameter : 4cm

5.25 detik 5.25 detik 5.25 detik 768 detik 768 detik 768 detik mendukung si bongkar pasang


(81)

BB Drop 61' 5.25 detik 768 detik 5 Chain stay 49'

Chain stay 51' Chain stay 55' Chain stay 58' Chain stay 61'

Bahan : Besi pipa

Ketebalan bahan : 0.1 cm Diameter : 2.5cm

4.33 detik 4.33 detik 4.33 detik 4.33 detik 4.33 detik 386.4 detik 386.4 detik 386.4 detik 386.4 detik 386.4 detik Tidak menduk sitem bong pasang

6 Chain stay tube 49' Chain stay tube 51' Chain stay tube 55' Chain stay tube 58' Chain stay tube 61'

Bahan : Besi pipa

Ketebalan bahan : 0.1 cm Diameter : 2cm

3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 3.8 detik 186 detik 186 detik 186 detik 186 detik 186 detik Tidak menduk sitem bong pasang


(82)

Ukuran untuk perancangan rangka sepeda balap diambil dari data antropometri pengguna tersebut yaitu dimensi tubuh orang Indonesia khususnya kota Surabaya, Dalam pelaksanaan pengumpulan data ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data terdiri dari dua kegiatan pokok yakni studi lapangan dan studi kepustakaan. Melalui studi lapangan didapatkan data-data yang yang menunjukan data demensi tubuh pengguna, data antropometri, analisa persentil. Sedangkan studi kepustakaan didapatkan melalui referensi-referensi yang terkait dengan ergonomi dan berbagai informasi mengenai perancang produk yang akan diperlukan dalam penelitian ini. Data yang diambil berdasakan data antropometri yang berasal dari 30 orang pengguna dan penggemar rangka sepeda balap..

Adapun dimensi tubuh yang diukur adalah sebagai berikut :

1. Panjang kaki : diukur panjang kaki pengguna dalam posisi berdiri ( Pk ).

2. Panjang tangan : diukur panjang tangan pengguna dalam posisi tangak tegak kedepan ( Pt )

3. Tinggi punggung ( Tp )

4. Panjang kaki dengan rangka : diukur panjang kaki dengan posisi pengguna duduk di sadle rangka ,diukur dari pangkal paha sampai BB drop ( Ts )

5. Panjang sadle dengan bottom tube : diukur panjang dari panjang antara sadle dengan bottom tube,di ukur saat pengguna menaiki rangka sepeda balap ( Sb )


(1)

1 1 2 2 Bottom Tube BB Drop Chain Stay Chain Stay Tube

5.25 7.8 255 334.8 260.25 342.6 0 0 Jumlah 8

20.65 961.8 982.45

a. Biaya beban waktu di asumsikan

Total waktu untuk operasi ialah = 16.37menit = 0.27 jam

Biaya sehari = Rp 150.000

Waktu bekerja = 5 jam / hari

Jumlah pekerja = 3 pekerja

Biaya pekerja / hari = Rp 150.000/3 = Rp 50.000,00

Biaya pekerja / jam = Rp 50.000/5 = Rp 10.000,00

Biaya pekerja / menit = Rp 10.000/60 = Rp 166,66

b. Jumlah total biaya hasil rancanganl untuk 5 type rangka sepeda

Berdasarkan data biaya operator ,waktu handling dan waktu perakitan maka dihasilkan waktu operasi yang terdapat pada table 4.8 ,maka dapat dihitung total biaya atau beban biaya sebagi berikut :


(2)

Total biaya = Total waktu operasi x beban biaya pekerja / menit

= 16.37 x 166,66

= Rp 2.728 = Rp 2.700

4.5.3 Analisa biaya waktu rancangan lama dan hasil rancangan

Dengan hasil perubahan rancangan, waktu total operasi dapat di tekan menjadi lebih cepat. Khususnya pada hasil perancangan 5 type rangka sepeda klasik. Hasil analisa sebagai berikut :

- Total biaya waktu operasi awal ( Cta) = Rp 44.500,00 - Total biaya waktu hasil rancangan ( Cth) = Rp 2.700,00

- Effisiensi biaya waktu =

= x 100%

= 93.93 %

Dengan demikian hasil rancangan 5 Rangka sepeda balap type klasik menghasilkan effisiensi biaya pada waktu 93.93 %.

4.6 TAHAP PEMILIHAN ALTERNATIF

Pada tahap ini alternatif rancangan dipilih dengan memperhatikan tingkat efisiensi pada perancangan produk baik dari waktu penyelesaian, biaya produksi,


(3)

serta fungsional produk. Pemilihan alternatif dapat menggunakan model pengambilan keputusan yang ada saat ini

4.6.1 Analisa pada Alternatif I

- Waktu operasi : 267.08 menit = 4.451 jam

- Waktu Handling : 2.0983 meni t = 0.035 jam

- Waktu perakitan : 216.6 menit = 3.61 jam

- Efisiensi rancangan : 0.18 %

- Waktu bongkar : -

- Rincian biaya : Rp 44.500,00

- Fungsional produk : - Diperlukan 5 type rangka produk

- Tidak dapat dibongkar pasang

- Biaya perawatan yang tinggi, karena dari segi penyimpanan tidak praktis

4.6.2 Analisa pada Alternatif II

- Waktu operasi : 16.37 menit = 0.27 jam

- Waktu Handling : 0.34 menit = 0.005 jam


(4)

- Efisiensi rancangan : 24.42 %

- Waktu bongkar : 5 menit = 0.083 jam

- Rincian biaya : Rp 2.700,00

- Fungsional produk : - 1 Rangka telah bisa mewakili 5 type rangka

- Kemampuan dengan sitem bongkar pasang memudahkan pengguna dalam penyimpanan


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Hasil perancangan rangka sepeda balap yang dapat di bongkar pasang yang efisian dan ergonomis. Selain hasil perancangan yang ergonomis, hal yang terpenting dalam penelitian ini adalah perhitungan dari metode Design For Assembly yang di bandingkan antara pehitungan waktu rancangan lama dengan rancangan baru . Dalam hal ini yang dihitung ialah waktu maka dapat disimpulkan waktu operasi 93.87 % , waktu handling 83.73 %, waktu perakitan 92.59, effisiensi rancangan 24.24%, effisiensi jumlah komponen 80%, waktu bongkar 5 menit, effifensi 93.93%.

5.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk langkah pengembangan atau penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Perancangan Rangka sepeda balap tipe klasik ini masih bersifat usulan, sehingga masih perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut terhadap alat ini setelah diaplikasikan.

2. Penelitian selanjutnya disarankan merancang Rangka sepeda balap effisien yang lebih detail mengenai spesifikasi peralatan, proses pengoperasian, dan mekanisme alat tersebut.


(6)

Danardono AS., dkk, 2008. Perancangan dan Pengembangan Vaccine Carrier Box Menggunakan Model Design For Assembly (DFA). Jurnal Teknologi: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta. Adi Kurniawan P., 2008. Pengembangan Sepeda Flexi Dengan Metode DFA. Thesis

Sarjana-2: Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Widodo I.D., 2005. Perencanaan Dan Pengembangan Produk. Yogyakarta: UII Press.

W.J. Fabrycky and J.H. Mize., 2001. COMPUTER AIDED MANUFACTURING. Tien-chein chang

WARREN J.LUZADDER,. 2006 .Menggambar Teknik . Hendarsing H Eko Nurmianto . 2004 . Ergonomi ,.Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kevin N.otto and Kristin L Wood ., 2001 . Product Design . prentice hall disadur dari buku ‘Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994. Product Design for Manufacture and Assembly, Wakefield: Marcel Dekker.

Karl T.Ulirch dan steven D Eppinger ,. 2001 . Perancangan Pengembangan Produk . Salemba Telnika.

Standar Nasional Indonesia SNI 09-1049-1989 dan SNI 04-7182-2006