BAB I NOTA KEUANGAN 2016

(1)

GUBERNUR JAWA TIMUR

N O T A K E U A N G A N

TENTANG

RANCANGAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. U m u m

Perwujudan konsistensi antara Perencanaan dengan Penganggaran tercermin pada implementasi pelaksanaan Program dan Kegiatan dalam Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dengan alokasi anggaran belanja yang termuat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dokumen KUA serta PPAS dengan APBD merupakan rangkaian dokumen yang disusun secara konsisten dari setiap tahapan mulai dari tahap awal perencanaan dan berakhir di penganggaran. Konsistensi tidak dimaknai secara sempit, namun hal yang terpenting adalah bagaimana target kinerja dapat diwujudkan secara konsisten sebagaimana telah ditetapkan pada RKPD, KUA dan PPAS maupun pada APBD. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), bahwa RKPD disusun sebagai pedoman penyusunan Rancangan APBD, yang selanjutnya dengan mendasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bahwa Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) disusun dengan


(3)

mengacu pada RKPD. Berdasarkan pada ketentuan dimaksud, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Timur tahun 2016 yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 40 tahun 2015 dan ditindaklanjuti dengan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan DPRD Provinsi Jawa Timur tanggal 28 September 2015 Nomor 188/07/NK/013/2015 dan Nomor 160/07/NK/060/2015 tentang Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) Tahun Anggaran 2016 serta Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan DPRD Provinsi Jawa Timur tanggal 28 September 2016 Nomor 188/08/NK/013/2015 dan 160/08/NK/060/2015 tentang Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2016. Kesepakatan KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2016 tersebut menjadi dasar penyusunan Raperda tentang APBD Tahun Anggaran 2016.

Filosof penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2016 menggunakan acuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan berbasiskan pada prestasi kinerja. Hal ini sangat penting,


(4)

karena target kinerja dari setiap belanja yang dialokasikan akan bermuara pada bentuk-bentuk layanan publik yang bersifat agregat dengan muaranya diharapkan mampu meningkatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 yang mengamanatkan target kinerja agregat dari pelaksanaan pembangunan Jawa Timur ke dalam 8 (delapan) Indikator Kinerja Utama yang ingin dicapai, yaitu Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi, Menurunkan Indeks Gini, Meningkatkan Pemerataan Pendapatan (versi Bank dunia), Pengentasan Kemiskinan, Penanganan Pengangguran, Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, Peningkatan Indeks Pembangunan Gender serta Peningkatan Kualitas Lingkungan melalui penurunan BOD dan COD kualitas air di daerah hulu aliran sungai. Indikator Kinerja Utama tersebut merupakan representasi dari 5 (lima) Misi Pembangunan Jawa Timur Tahun 2014-2019.

Memperhatikan target capaian Indikator Kinerja Utama yang termuat dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 dan capaian sampai dengan Tahun 2015 berjalan, maka ditetapkan target kinerja pembangunan Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 sebagai berikut:

Tabel 1.1


(5)

Filosof dari pencapaian target kinerja dimaksud adalah kolaborasi antara sumber daya pemerintah dan masyarakat. Dengan konsepsi demikian, maka peran belanja Pemerintah Provinsi merupakan mobilisator dari sumber daya masyarakat yang ada dalam rangka pemenuhan hak dasar masyarakat serta pertumbuhan ekonomi berkualitas dan berkelanjutan sebagaimana 3 (tiga) strategi umum pembangunan pada RPJMD 2014-2019, yaitu: (1) Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang inklusif dan mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based development), (2) Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor growth), yang di dalamnya secara implisit termasuk strategi pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-environment dan (3) Pengarusutamaan gender (pro-gender). Sehingga diharapkan belanja Pemerintah Provinsi mampu menstimulir pencapaian target kinerja utama di Tahun 2016.

Sejalan dengan hasil evaluasi, kondisi aktual serta prediksi ke depan sampai dengan tahun 2019 serta untuk mengimplementasikan visi dan misi Jawa Timur, maka

No Indikator Kinerja Utama Target

1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,26 – 6,33

2 Indeks Gini 0.355 - 0.352

3 Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia (% Proporsi Kelompok 40%

bawah ) 20.90 - 20.95

4 Tingkat Kemiskinan (%) 11,72 - 11,22 5 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 4,12 - 4,03 6 Indeks Pembangunan Manusia 74,38 - 75,43 7 Indeks Pembangunan Gender 68,40 - 69,00 8 Kualitas Air Sungai a. BOD (mg/l)b. COD (mg/l) 10.84 - 10.803.57 - 3.55


(6)

penyusunan Rancangan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2016 mengacu pada tema RKPD Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 adalah “Percepatan Pembangunan Infrastruktur Untuk Meningkatkan Daya Saing Menghadapi MEA Akhir 2015” yang dijabarkan ke dalam unsur pokok tema yaitu:

A. Percepatan Pembangunan Infrastruktur

1. Infrastruktur Ekonomi, ruang lingkup meliputi antara lain:

a. Infrastruktur Pekerjaan Umum yang meliputi Pembangunan Jalan Provinsi dan JLS, Jaringan irigasi, serta moda transportasi untuk percepatan konektivitas intra Jawa Timur dan Jatim – Eksternal. b. Infrastruktur utilitas publik untuk menjamin

kelangsungan pasokan energi listrik dan gas, jaringan telekomunikasi untuk menunjang Jawa Timur sebagai super corridor.

2. Infrastruktur Sosial, ruang lingkup meliputi antara lain: a. Infrastruktur Pendidikan difokuskan pada sarana dan

prasarana sekolah dan perpustakaan.

b. Infrastruktur Kesehatan difokuskan pada peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit dan revitalisasi puskesmas.

c. Perumahan, Air Minum dan Sanitasi.

3. Infrastruktur Administrasi/Institusi, ruang lingkup meliputi antara lain:

a. Penegakan Hukum, Keamanan dan Ketertiban. b. Kontrol Administrasi/Sistem Pengendalian Internal.


(7)

c. Koordinasi, Integrasi, Sinergi dan Sinkronisasi. d. Pengembangan fungsi dan peran Kebudayaan. B. Daya Saing

1. Daya Saing Regional /Provinsi, ruang lingkup meliputi: a. Mempertahankan stabilitas makro ekonomi.

b. Perencanaan Pemerintahan dan Institusi.

c. Tata Kelola Keuangan, Fasilitasi Dunia Usaha/Bisnis (efsiensi) dan Ketenagakerjaan (Produktivitas dan fleksibilitas pasar tenaga kerja).

d. Kualitas Hidup dan Pembangunan Infrastruktur.

2. Daya Saing Sektor (teknis), ruang lingkup meliputi: a. Standardisasi Produk barang di sektor

Primer/Pertanian (standar proses dan standar produksi)

b. Standardisasi produk barang di sektor Sekunder/Industri (Khususnya produk IKM/UMKM) c. Standardisasi produk Jasa (services) pendidikan,

kesehatan, dll

d. Standardisasi SDM tenaga trampil.

1.2 Kinerja Makro Ekonomi dan Kinerja Makro Sosial Melewati paruh pertama tahun 2015, perekonomian nasional dan Jawa Timur masih menghadapi iklim eksternal yang tidak menentu dan tantangan kebijakan ekonomi dalam negeri yang meningkat. Implikasi dari kondisi tersebut adalah melambatnya perekonomian Jawa


(8)

Timur. Beberapa hal yang terindikasi menyebabkan perlambatan ini antara lain dari sisi internal adalah menurunnya daya beli masyarakat, sikap investor yang cenderung wait and see serta tekanan pada sektor riil akibat kebijakan moneter Bank Indonesia dengan BI Rate yang relatif tinggi (7,5 persen) yang berujung pada suku bunga kredit yang tinggi. Dalam sistem ekonomi yang terbuka, perekonomian domestik sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global. Perlambatan dan gejolak perekonomian global turut mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi nasional dan Jawa Timur. Permintaan terhadap ekspor mengalami penurunan seiring dengan melambatnya perekonomian maupun menurunnya permintaan di negara tujuan ekspor utama Jawa Timur seperti Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok. 1.2.1Pertumbuhan Ekonomi

a.Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan II Tahun 2015

Trend Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama tahun 2015 (triwulan I dan triwulan II) masih lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional. Perekonomian Jawa Timur triwulan II-2015 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 418,17 triliun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan mencapai Rp. 329,65 triliun. Pada triwulan I pertumbuhan ekonomi Nasional mencapai 4,72 persen, sementara Jawa Timur mencapai 5,19 persen (angka diperbaiki),


(9)

selanjutnya pada triwulan II disaat kondisi ekonomi secara Nasional melambat, Jawa Timur masih mampu tumbuh sebesar 5,25 persen. Grafk perbandingan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan Nasional sampai dengan Triwulan II-2015 disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Perbandingan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur

dan Nasional sampai dengan Triwulan II-2015

Sumber: BPS Jatim

Pertumbuhan pada triwulan II-2015 terjadi pada seluruh lapangan usaha, kecuali Kategori Penyediaan Listrik dan Gas yang mengalami kontraksi sebesar 0,56 persen. Pertambangan dan Penggalian merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 7,38 persen, diikuti oleh Kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 7,15 persen dan Kategori Jasa Pendidikan sebesar 7,11 persen.

Gambar 1.2 Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha


(10)

Bila dilihat dari

penciptaan sumber pertumbuhannya, lapangan usaha Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 1,56 persen, diikuti Kategori Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 1,18 persen; dan Kategori Pertanian sebesar 0,68 persen.

Ekonomi Jawa Timur triwulan II-2015 mengalami pertumbuhan 2,83 persen bila dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q). Dari sisi produksi pertumbuhan ini terutama didukung oleh Kelompok Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang mengalami pertumbuhan sebesar 6,18 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sub Kategori Perkebunan, karena pada triwulan ini di Jawa Timur mulai terjadi musim panen tebu, diikuti Sub Kategori Kehutanan 61,25 persen, dan Sub Kategori Peternakan 6,02 persen. Hampir semua lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif, di antaranya Pertambangan dan Penggalian (8,66 persen); Industri Pengolahan (1,36 persen); Pengadaan Listrik dan


(11)

Gas (2,72 persen); Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (3,50 persen); Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (2,96 persen); Administrasi Pemerintahan (5,02 persen); dan Jasa Lainnya (2,88 persen). Sementara itu Kategori Jasa Keuangan dan Asuransi serta Real Estate mengalami kontraksi masing-masing sebesar 1,00 persen dan 0,34 persen.

b. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2015

Dari sisi produksi, pada kurun waktu Semester I 2015 hampir semua lapangan usaha tumbuh positif kecuali Kategori Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es yang mengalami kontraksi 0,81 persen. Pertumbuhan tertinggi selama periode Januari – Juni 2015 adalah kategori jasa pendidikan sebesar 7,95 persen, tetapi hanya memberikan sumber pertumbuhan sebesar 0,20 persen, sebaliknya kategori industri pengolahan dan perdagangan hanya tumbuh sebesar 5,29 persen dan 6,31 persen mampu memberikan sumber pertumbuhan sebesar 1,57 persen dan 1,13 persen. Pertumbuhan dan sumber pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha Tahun 2011 – Semester I-2015 disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Pertumbuhan dan sumber pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha Tahun 2011 – Semester I-2015


(12)

Sumber: BPS Jatim

Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran selama semester I 2015 hanya terjadi pada 4 komponen pengeluaran saja, yaitu: komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan komponen net ekspor antar daerah. Komponen net ekspor antar daerah mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 35,74 persen, PMTB tumbuh 4,89 persen dan pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,73 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi dari PDRB sisi pengeluaran hanya dimotori oleh keempat komponen tersebut masing-masing sebesar 2,93 persen, 0,12 persen, 1,33 persen dan 1,65 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sumber pertumbuhan paling tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kemampuan daya beli masyarakat


(13)

Jawa Timur masih dalam kondisi yang baik. Pertumbuhan dan sumber pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran Tahun 2011 – Semester I-2015 disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Pertumbuhan dan sumber pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran Tahun 2011 – Semester I-2015

Sumber: BPS Jatim

c.Struktur Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2015

Potensi ekonomi Jawa Timur dengan menggunakan tahun dasar baru 2010 dan System of National Accounts (SNA 2008) masih tetap didominasi oleh tiga kategori, yaitu kategori pertanian, industri pengolahan dan kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan peran masing-masing sebesar 13,48 persen, 29,55 persen dan 17,64 persen pada tahun 2010, selanjutnya pada tahun 2015 (semester I-2015), peranan kategori pertanian meningkat menjadi 14,67 persen, kategori industri sedikit mengalami


(14)

penurunan menjadi 29,45 persen dan kategori perdagangan juga mengalami penurunan menjadi 17,44 persen. Meningkatnya peranan kategori pertanian pada Semester I 2015 diakibatkan oleh jatuhnya puncak produksi pertanian pada kurun waktu tersebut. Struktur ekonomi Jawa Timur menurut lapangan usaha Tahun 2010 – Semester I-2015 dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Struktur Ekonomi Jawa Timur

Menurut lapangan Usaha Tahun 2010 – Semester I-2015

Sumber: BPS Jatim

Potensi ekonomi Jawa Timur dari sisi pengeluaran masih tetap didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga dan komponen pembentukan modal tetap bruto. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi yang dominan, di atas 60 persen, dalam struktur ekonomi Jawa Timur pada periode 2010 sampai dengan Semester I 2015.


(15)

Baik ekspor maupun impor luar negeri pada Semester I 2015 kontribusinya juga mengalami penurunan, sebaliknya net ekspor antar daerah Jawa Timur kontribusinya mengalami peningkatan yang cukup signifkan dibandingkan tahun 2010. Sampai dengan semester I 2015 hampir semua komponen PDRB menurut pengeluaran mengalami penurunan kontribusi, kecuali komponen net ekspor antar provinsi dan inventori yang masing-masing mengalami peningkatan kontribusi sebesar 0,43 persen poin dan 0,02 persen poin jika dibandingkan dengan tahun 2014. Struktur ekonomi Jawa Timur menurut pengeluaran Tahun 2010 – Semester I 2015 disajikan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Struktur Ekonomi Jawa Timur Menurut Pengeluaran Tahun 2010 – Semester I 2015


(16)

Sumber: BPS Jatim

d. Kinerja Perdagangan

Selama Januari-Juni 2015 total ekspor dan impor Jawa Timur dari dan ke luar negeri dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup signifkan. Impor turun sebesar 17,97 persen, terutama untuk impor migas yang mengalami penurunan sebesar 44,93 persen, sedangkan impor non migas turun sebesar 6,84 persen. Penurunan nilai impor migas ini diakibatkan oleh penurunan harga minyak dunia. Sementara ekspor juga mengalami penurunan sebesar 5,11 persen, dengan komposisi ekspor migas turun sebesar turun 36,45 persen, dan ekspor non


(17)

migas turun 3,55 persen. Kinerja perdagangan luar negeri Jawa Timur y on y disajikan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Perdagangan Luar Negeri Jawa Timur (juta US$)

Sumber: BPS Jatim

Perdagangan dalam negeri masih menjadi andalan dalam pembentukan PDRB menurut pengeluaran. Periode Januari – Juni 2015 baik ekspor maupun impor dalam negeri mengalami kenaikan yang cukup signifkan terutama ekspor

dan impor barang-barang konsumsi dan bahan baku industri. Net ekspor perdagangan antar daerah periode Januari – Juni 2015 mengalami surplus sebesar 56,59 triliun rupiah. Kinerja perdagangan dalam negeri Jawa Timur y on y disajikan pada Gambar 1.4.


(18)

Gambar 1.4. Perdagangan Dalam Negeri Jawa Timur (Miliar Rp)

Sumber: BPS Jatim

Kinerja perdagangan sampai dengan Semester I tahun 2015 Jawa Timur secara total masih mengalami surplus sebesar 20,89 triliun rupiah. Kondisi di atas tercermin dari data PDRB ADHB menurut penggunaan tahun 2015 yang disajikan pada Tabel 1.5.

Tabel 1.5. PDRB Menurut Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Triwulan II Tahun 2014, Triwulan I-II dan Semester I Tahun 2015 (Miliar Rp)


(19)

Sumber: BPS Jatim

1)Perkembangan Ekspor Jawa Timur

Nilai Ekspor Jawa Timur bulan Juni 2015 mencapai USD 1.514,88 juta atau naik 0,37 persen dibanding ekspor bulan Mei 2015 yang mencapai USD 1.509,31 juta. Sementara itu secara kumulatif, nilai ekspor Januari sampai Juni tahun 2015 mencapai USD 9.392,95 juta atau turun 5,07 persen dibanding ekspor periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD 9.895,08 juta. Ekspor migas Jawa Timur bulan Juni 2015 mencapai USD 91,12 juta atau naik 65,20 persen dibanding ekspor migas bulan Mei 2015 yang mencapai USD 55,16 juta. Sedangkan selama Januari sampai Juni 2015 ekspor migas mencapai USD 289,77 juta atau turun 35,83 persen dibanding ekspor migas periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD 451,57 juta.


(20)

Ekspor non migas Jawa Timur bulan Juni 2015 mencapai USD 1.423,76 juta atau turun 2,09 persen dibanding ekspor non migas bulan Mei 2015 yang mencapai USD 1.454,15 juta. Ringkasan perkembangan ekspor Jawa Timur sampai dengan Juni 2015 ditampilkan dalam Tabel 1.6.

Tabel 1.6. Ringkasan Perkembangan Ekspor Jawa Timur s.d Juni 2015

Sumber: BPS Jatim

Sedangkan selama Januari sampai Juni 2015 ekspor non migas mencapai USD 9.103,18 juta atau turun sebesar 3,60 persen dibanding ekspor non migas periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD 9.443,52 juta. Selama bulan Juni 2015 ekspor non migas Jawa Timur didominasi oleh perhiasan/permata dengan nilai USD 232,85 juta, diikuti lemak dan minyak hewan/nabati sebesar USD 125,86 juta, kayu dan barang dari kayu sebesar USD 95,95 juta, ikan dan udang USD 83,21 juta serta kertas atau karton sebesar USD 78,82 juta. Komoditi utama dari kelompok barang perhiasan/permata


(21)

(HS 71) adalah perhiasan dari logam mulia lainnya senilai USD 164,34 juta atau turun 35,83 persen dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan di kelompok lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) komoditi utamanya adalah minyak kelapa sawit dimurnikan, dikelantang dan dihilangkan baunya dalam kemasan dengan berat bersih tidak melebihi 20 kg senilai USD 34,96 juta, naik 7,20 persen dari bulan sebelumnya, dan di kelompok kayu dan barang dari kayu (HS 44) komoditi utamanya adalah konifer strip jati lainnya untuk lantai parket senilai USD 35,57 juta atau naik 13,71 persen dibandingkan bulan Mei 2015.

Negara tujuan ekspor produk non migas Jawa Timur yang terbesar adalah Jepang, dengan nilai ekspor mencapai USD 204,74 juta, diikuti Amerika Serikat sebesar USD 169,61 juta dan berikutnya adalah Tiongkok dengan nilai ekspor USD 153,77 juta. Sedangkan untuk negara ASEAN tujuan ekspor komoditi non migas utama Jawa Timur adalah Malaysia dengan nilai ekspor mencapai USD 83,58 juta, diikuti Singapura USD 49,78 juta, dan Thailand senilai USD 34,77 juta. Sementara untuk negara Uni Eropa tujuan utama ekspor Jawa Timur adalah Belanda dengan nilai ekspor sebesar USD 37,78 juta atau naik 4,94 persen dibanding bulan sebelumnya, Jerman senilai USD 22,73 juta dan


(22)

Inggris USD 21,24 juta. Perkembangan ekspor non migas Jawa Timur menurut negara tujuan sampai dengan Juni 2015 disajikan pada Tabel 1.7.

Tabel 1.7. Perkembangan Ekspor Non Migas Jawa Timur Menurut Negara Tujuan Sampai Dengan Juni 2015

Sumber: BPS Jatim

Dari tabel tersebut diketahui bahwa secara y on y terjadi penurunan nilai ekspor non migas Jawa Timur dari USD 9,44 Miliar pada 2014 menjadi USD 9,10 Miliar atau mengalami penurunan


(23)

sebesar 3,60 persen. Penurunan yang signifkan terjadi dengan Tiongkok dari USD 1,03 Miliar pada 2014 menjadi USD 0,78 Miliar pada 2015, hal ini kembali mengkonfrmasi terjadinya perlambatan di perekonomian Tiongkok.

2)Perkembangan Impor Jawa Timur

Nilai impor Jawa Timur bulan Juni 2015 mencapai USD 1.808,57 juta atau naik 2,26 persen dibanding impor bulan Mei 2015 yang mencapai USD 1.768,60 juta. Secara kumulatif, nilai impor Januari-Juni 2015 mencapai USD 10.442,34 juta atau turun 17,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD 12.729,37 juta. Impor migas Jawa Timur bulan Juni 2015 mencapai USD 377,11 juta atau naik 10,78 persen dibanding impor migas bulan Mei 2015 yang mencapai USD 340,41 juta. Sedangkan selama Januari-Juni 2015 impor migas mencapai USD 2.047,52 juta atau mengalami penurunan sebesar 44,93 persen dibanding impor migas periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD 3.718,30 juta. Ringkasan perkembangan impor Jawa Timur sampai dengan Juni 2015 ditampilkan dalam Tabel 1.8.

Impor non migas Jawa Timur bulan Juni 2015 mencapai USD 1.431,47 juta atau naik 0,23


(24)

persen dibanding impor non migas bulan Mei 2015 yang mencapai USD 1.428,18 juta. Sedangkan selama Januari-Juni 2015 impor non migas Jawa Timur mencapai USD 8.394,83 juta atau mengalami penurunan sebesar 6,84 persen dibanding periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD 9.011,08 juta.

Tabel 1.8. Ringkasan Perkembangan Impor Jawa Timur s.d Juni 2015

Sumber: BPS Jatim

Selama bulan Juni 2015 impor non migas Jawa Timur didominasi oleh Mesin-mesin/Peralatan Mekanik dengan nilai USD 155,06 juta, diikuti Bungkil Industri Makanan sebesar USD 122,20 juta, Plastik dan Barang dari Plastik sebesar US 107,67 juta, Gandum-ganduman sebesar USD 95,78 juta, serta Besi dan Baja sebesar USD 90,36 juta.

Komoditi Utama dari kelompok barang Mesin-mesin/Peralatan Mekanik (HS 84) adalah Turbin gas lainnya dengan daya melebihi 5.000 kw senilai USD 16,64 juta atau naik


(25)

dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan di kelompok Bungkil Industri Makanan (HS 23) komoditi utamanya adalah Bungkil dan residu padat lainnya, dihancurkan maupun tidak atau berbentuk pelet, hasil dari ekstraksi minyak kacang kedelai lainnya senilai USD 86,01 juta, naik 44,91 persen dari bulan sebelumnya, dan di kelompok Plastik dan Barang dari Plastik (HS 39) komoditi utamanya adalah Polipropilena lainnya, dalam bentuk Butiran senilai USD 20,40 juta atau naik 21,18 persen dibandingkan dengan bulan Mei 2015.

Tabel 1.9. Perkembangan Impor Non Migas Jawa Timur Menurut Negara Tujuan Sampai Dengan Juni 2015

Sumber: BPS Jatim

Selama bulan Juni 2015, jika dilihat menurut Negara asal impor barang, Tiongkok merupakan


(26)

negara pemasok barang impor non migas Jawa Timur terbesar dengan nilai USD 382,96 juta, diikuti Amerika Serikat USD 132,11 juta, Thailand USD 78,36 juta. Kontribusi ketiganya mencapai 41,46 persen. Sementara untuk negara ASEAN asal barang impor non migas terbesar adalah Thailand dengan nilai impor mencapai USD 78,36 juta, diikuti Malaysia dengan nilai USD 57,22 juta dan Singapura dengan nilai impor mencapai USD 51,97 juta. Perkembangan impor non migas Jawa Timur menurut negara tujuan sampai dengan Juni 2015 disajikan pada Tabel 1.9.

e.Kinerja Investasi

Nilai izin prinsip investasi sampai dengan Semester I 2015 mengalami sedikit penurunan sebesar 1,06 triliun rupiah dibandingkan Semester I 2014 dari 85,74 triliun menjadi 84,68 triliun rupiah. Izin prinsip tersebut terdiri atas 100 proyek PMA dan 359 PMDN dengan perkiraan tenaga kerja terserap sebanyak 33.061 orang. Total realisasi investasi sampai dengan Semester I 2015 sebesar 67,59 triliun rupiah sedangkan pada periode yang sama tahun 2014 realisasi investasi mencapai 84,11 triliun rupiah sehingga mengalami penurunan sebesar 16,52 triliun rupiah atau turun 19,64 persen. Total proyek PMA yang melakukan realisasi investasi mencapai 120 proyek dan PMDN sebanyak 181 proyek dengan


(27)

perkiraan serapan tenaga kerja sebanyak 30.446 orang. Kinerja penanaman modal sampai dengan Semester I 2015 tersaji pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5. Kinerja penanaman modal sampai dengan Semester I 2015

Sumber: BPM Jawa Timur

Kondisi penurunan baik izin prinsip maupun realisasi investasi ini mengindikasikan sikap kehati-hatian investor dalam menyikapi dinamika perekonomian global dan regional.

f. Tingkat Inflasi

Pada bulan Agustus 2015 Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,36 persen. Semua kota IHK di Jawa Timur mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Surabaya sebesar 0,48 persen, diikuti Kabupaten Banyuwangi sebesar 0,35 persen, Kabupaten Jember sebesar 0,31 persen, Kota Malang sebesar 0,28 persen dan Kota Madiun sebesar 0,08 persen. Sedangkan inflasi terendah terjadi di 3 kota yaitu; Kabupaten Sumenep, Kota


(28)

Kediri, dan Kota Probolinggo dengan inflasi masing-masing sebesar 0,02 persen.

Dari tujuh kelompok pengeluaran, lima kelompok pengeluaran mengalami inflasi dan dua kelompok pengeluaran mengalami deflasi. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi adalah kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 1,89 persen, diikuti kelompok bahan makanan sebesar 1,31 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,74 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,69 persen, dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,14 persen.

Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,26 persen dan kelompok sandang sebesar 0,04 persen. Komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya inflasi adalah beras, telur ayam ras, biaya Sekolah Dasar, cabai rawit, daging ayam ras, biaya Sekolah Menengah Pertama, soto, biaya Sekolah Menengah Atas, nasi dengan lauk, dan sate. Komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya deflasi adalah tarif angkutan udara, bawang merah, tarif angkutan antar kota, tarif kereta api, kendaraan carter/rental, tarif angkutan dalam kota, tarif


(29)

kendaraan travel, emas perhiasan, tomat sayur, dan gipsum.

Dari 6 ibukota provinsi di Pulau Jawa, semua kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Serang sebesar 0,92 persen, diikuti Kota Jakarta sebesar 0,51 persen, Kota Bandung sebesar 0,49 persen, Kota Surabaya sebesar 0,48 persen, Kota Yogyakarta sebesar 0,33 persen, dan inflasi terendah terjadi di Kota Semarang sebesar 0,28 persen.

Dari 82 kota IHK nasional, 59 kota mengalami inflasi dan 23 kota mengalami deflasi. Lima kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah Tanjung Pandan sebesar 2,29 persen, Bengkulu sebesar 1,99 persen, Ternate sebesar 1,56 persen, Tual sebesar 1,16 persen, dan Serang sebesar 0,92 persen. Sedangkan 5 kota yang mengalami deflasi tertinggi adalah Ambon sebesar 1,77 persen, Manokwari sebesar 1,68 persen, Pontianak sebesar 1,00 persen, Kupang sebesar 0,92 persen dan Palu sebesar 0,75 persen.

Laju inflasi tahun kalender (Agustus 2015 terhadap Desember 2014) Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 2,11 persen, angka ini lebih rendah dibanding inflasi tahun kalender Agustus 2014 sebesar 3,04 persen. Inflasi year-on-year (Agustus 2015 terhadap Agustus 2014) Jawa Timur sebesar 6,79 persen, angka ini lebih tinggi dibanding


(30)

inflasi year-on-year bulan Agustus 2014 sebesar 3,53 persen.

g. Kinerja Perbankan

Berdasarkan laporan kinerja perbankan yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan kinerja perbankan sampai dengan triwulan II 2015 secara umum mengalami perlambatan, terutama tercermin pada perlambatan kinerja aset, kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK), serta memburuknya kualitas kredit (Non Performing Loan/NPL). Perkembangan indikator perbankan disajikan pada Tabel 1.10.

Tabel 1.10. Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum dan BPR) di Jawa Timur

Sumber: Bank Indonesia

Pada triwulan II 2015, pertumbuhan tahunan aset perbankan Jawa Timur melambat dari 15,80 persen pada triwulan I 2015 menjadi 13,38 persen. Dalam periode yang sama, pertumbuhan DPK juga mengalami perlambatan dari 17,48 persen menjadi 13,56 persen terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja


(31)

penghimpunan dana bank umum. Selain perlambatan ekonomi, tingginya pengeluaran masyarakat pada momentum ramadhan dan persiapan menjelang Idul Fitri juga turut mendorong penurunan penempatan dana masyarakat di perbankan.

Pertumbuhan tahunan penyaluran kredit berdasarkan lokasi bank melambat dari 11,99 persen menjadi 11,05 persen, begitu pula dengan kredit berdasarkan lokasi proyek yang melambat dari 15,79 persen menjadi 12,52 persen yang terindikasi terkait dengan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit menyikapi peningkatan rasio NPL yang telah terjadi sejak triwulan I 2015.

1.2.2 Indeks Gini

Metode paling sederhana dalam mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan adalah dapat menggunakan indeks gini. Semakin besar indeks gini, semakin tidak merata distribusi pendapatanya. Indeks gini berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).

Gini Rasio Nasional dan Pulau Jawa Tahun 2010-2014

Provinsi 2010 2011 Tahun2012 2013 2014

DKI Jakarta 0,36 0,44 0,42 0,43 0,44

Jawa Timur 0,34 0,37 0,36 0,36 0,40

Jawa Barat 0,36 0,41 0,41 0,41 0,40

Jawa Tengah 0,34 0,38 0,38 0,39 0,39


(32)

DI

Yogyakarta 0,41 0,40 0,43 0,44 0,43

Nasional 0,38 0,41 0,41 0,41 0,41

Terdapat 3 (tiga) kelompok ketimpangan menurut Gini Rasio, ketimpangan tinggi jika nilai koefsien gini rasio sebesar 0,50 atau lebih, sedang jika nilainya antara 0,3-0,5 dan rendah jika kurang dari 0,3. Bila mengacu pada nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur 2010-2014 masih masuk dalam kategori sedang (antara 0,3 – 0,5).

1.2.3 Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia Bank Dunia mengukur pendistribusian kue ekonomi atau mengukur pemerataan pendapatan dalam masyarakat dengan pendekatan besar persentase distribusi pengeluaran penduduk suatu wilayah berdasarkan kategori pendapatan 40 persen ke bawah, 40 persen menengah dan 20 persen ke atas.

Persentase Distribusi Pengeluaran Penduduk Jawa Timur dan Nasional Tahun 2010-2014

Tahu n

Jawa Timur 40 %

bawah

40 % menenga

h

20 % atas


(33)

7

2011 21,09 38,57 40,3

4 2012

20,15 34,38

45,4 7 2013

19,82 34,55

45,6 3 2014

17,18 35,15

47,6 6

Jika distribusi pengeluaran penduduk berkategori 40 persen ke bawah adalah kurang dari 17 persen, maka wilayah itu dikatakan mempunyai ketimpatan pemerataan pendapatan yang tinggi, artinya kue ekonomi dalam wilayah itu tidak banyak dinikmati oleh masyarakat berpendapatan 40 persen ke bawah. Bila mengacu pada nilai Pemerataan Bank Dunia, menunjukkan bahwa kelompok ketimpangan pendapatan 40 persen terbawah di Jawa Timur pada tahun 2010-2014 termasuk dalam kategori ketimpangan rendah ( > 17 %).

1.2.4 Penanganan Kemiskinan

a.Perkembangan Penduduk Miskin di Jawa Timur

Selama periode September 2014 - Maret 2015, persentase penduduk miskin Jawa Timur mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,06 poin persen dari 12,28 persen September 2014 menjadi 12,34 persen Maret 2015. Peningkatan selama satu semester tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin pada September


(34)

2014 sebanyak 4.748,42 ribu jiwa menjadi sebanyak 4.789,12 ribu jiwa pada Maret 2015 atau naik sebesar 40,70 ribu jiwa.

Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di JawaTimur

Tahun 2005 – 2015

Penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebesar 31,84 persen dari total penduduk miskin Provinsi Jawa Timur atau sebesar 1.524,62 ribu jiwa. Selama satu semester (September 2014 s.d. Maret 2015), kenaikan persentase penduduk miskin terjadi di perdesaan (0,26 poin persen), sedang di perkotaan mengalami penurunan (-0,11 poin persen).


(35)

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Tempat Tinggal, Maret 2009 s/d Maret 2015

Daerah/Tahun

Garis Kemiskinan

(Rp/Kapita/Bln) pendudukJumlah miskin (ribu) Persentase penduduk miskin Perubahan Persentase Penduduk Miskin (%) Makanan MakananBukan Total

Perko t aan

145.676 56.948 202.624 2.148,51 12,17 -0,98

Maret 2009

Maret 2010 152.965 60.418 213.383 1.873,55 10,58 -1,59

Maret 2011 169.242 65.303 234.546 1.774,63 9,87 -0,71

Sept 2011 174.210 68.193 242.403 1.742,32 9,66 -0,21

Maret 2012 175.806 69.499 245.305 1.639,65 9,06 -0,60

Sept 2012 182.073 71.874 253.947 1.616,40 8,90 -0,16

Maret 2013 187.350 77.853 265.203 1.561,45 8,57 -0,33

Sept 2013 200.620 78.033 278.653 1.631,10 8,90 0,33

Maret 2014 206.858 80.723 287.582 1.535,81 8,35 -0,55

Sept 2014 210.198 83.193 293.391 1.531,89 8,30 -0,05

Maret 2015 216.139 88.779 304.918 1.524,62 8,19 -0,11

Perde s aan

Maret 2009 131.522 43.106 174.628 3.874,07 21,00 -2,64

Maret 2010 139.806 46.073 185.879 3.655,76 19,74 -1,26

Maret 2011 155.457 50.818 206.275 3.614,34 18,26 -1,48

Sept 2011 161.141 53.025 214.166 3.509,13 17,66 -0,60

Maret 2012 167.352 54.864 222.216 3.459,35 17,35 -0,31

Sept 2012 176.674 57.882 234.556 3.376,35 16,88 -0,47

Maret 2013 189.172 61.358 250.530 3.243,56 16,15 -0,73

Sept 2013 202.651 66.643 269.294 3.261,91 16,23 0,08

Maret 2014 209.263 69.166 278.429 3.250,98 16,13 -0,10

Sept 2014 215.641 71.157 286.798 3.216,53 15,92 -0,22

Maret 2015 230.565 74.839 305.404 3.264,50 16,18 0,26

Perko t aa n + Perde s aan

Maret 2009 138.442 49.874 188.317 6.022,59 16,68 -1,83

Maret 2010 146.240 53.087 199.327 5.529,30 15,26 -1,42

Maret 2011 162.017 57.711 219.727 5.388,97 14,27 -0,99

Sept 2011 167.360 60.243 227.602 5.251,45 13,85 -0,42

Maret 2012 171.375 61.827 233.202 5.099,01 13,40 -0,45

Sept 2012 179.244 64.540 243.783 4.992,75 13,08 -0,32

Maret 2013 188.306 69.205 257.510 4,805,01 12,55 -0,53

Sept 2013 201.683 72.075 273.758 4.893,01 12,73 0,18

Maret 2014 208.116 74.681 282.796 4.786,79 12,42 -0,32

Sept 2014 213.043 76.902 289.945 4.748,42 12,28 -0,14


(36)

b. Perubahan Garis Kemiskinan September 2014 - Maret 2015

Berdasarkan hasil Susenas, pada periode September 2014 - Maret 2015, Garis Kemiskinan (GK) meningkat sebesar 5,25 persen atau Rp. 15.226 per kapita perbulan, yaitu dari Rp. 289.945 perkapita perbulan pada September 2014 menjadi Rp. 305.171 per kapita perbulan pada Maret 2015. Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2015, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,28 persen. Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya.

Kenaikan garis kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan. Garis kemiskinan untuk perdesaan meningkat sebesar 6,49 persen dan untuk wilayah perkotaan sebesar 3,93 persen. Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut meliputi garis kemiskinan makanan (6,92 persen untuk perdesaan dan 2,83 persen untuk perkotaan) dan garis kemiskinan bukan makanan


(37)

(5,17 persen untuk perdesaan dan 6,71 persen untuk perkotaan).

Pada Maret 2015, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 25,42 persen di perkotaan dan 30,87 persen di perdesaan. Rokok kretek flter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (8,20 persen di perkotaan dan 7,32 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah tempe (3,28 persen di perkotaan dan 3,02 persen di perdesaan), dan seterusnya.

Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah perumahan, bensin, dan listrik. Sementara itu terdapat komoditi bukan makanan lainnya yang memberi sumbangan berbeda pada GK di perkotaan dan perdesaan, yaitu pendidikan yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GK di perkotaan dan kayu bakar yang hanya memberi sumbangan besar terhadap GK di perdesaan.

Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar terhadap

Garis Kemiskinan beserta Kontribusinya (%), Maret 2015


(38)

c.Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan

Pemahaman kemiskinan secara holistik sangat dibutuhkan, agar dalam implementasi kebijakan yang diambil dapat terfokus dan efsien. Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi yang juga perlu diperhatikan adalah menyangkut seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (tingkat kedalaman) yang disebut sebagai P1 dan keragaman pengeluaran antar penduduk miskin (P2).

Nilai P1 dalam satu semester ini menunjukkan peningkatan 0,206 poin atau sebesar 1,857 pada September 2014 menjadi 2,063 pada Maret 2015. Peningkatan nilai P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,034 poin), serta di perdesaan mengalami peningkatan (0,372 poin). Sementara itu, nilai P2 juga mengalami peningkatan 0,071 poin atau menjadi 0,525 pada Maret 2015. Peningkatan kedua nilai yaitu P1 dan P2 memberikan indikasi rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan dan


(39)

ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.

Ditinjau secara daerah kota-desa, nilai P1 dan P2 antar perkotaan dan perdesaan menunjukkan bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hal ini dapat dilihat kenaikan nilai P1 dan P2 lebih besar terjadi di perdesaan dibanding di perkotaan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan

(P2) di Jatim Menurut Daerah Tempat Tinggal, Maret 2009-Maret 2015

Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan +Perdesaan Indeks K eda la m an Ke mis k inan

(P1)

Maret 2009 2,18

0 3,542 2,876

Maret 2010 1,53

3 3,183 2,377

Maret 2011 1,50

5 2,964 2,270

September 2011 1,25

4 2,671 1,996

Maret 2012 1,24

9 2,315 1,808

September 2012 1,28

5 2,524 1,935

Maret 2013 1,31

4 2,318 1,840

September 2013 1,42

3 2,663 2,071

Maret 2014 1,16

0 2,486 1,853

September 2014 1,24

5 2,415 1,857

Maret 2015 1,27

9 2,787 2,063

Indeks K epara h an Ke mi sk inan (P2)

Maret 2009 0,60

5 0,910 0,761

Maret 2010 0,37

4 0,790 0,587

Maret 2011 0,34

4 0,721 0.541

September 2011 0,28

1 0,626 0,461

Maret 2012 0,27

0 0,477 0,379

September 2012 0,29

6 0,568 0,439

Maret 2013 0,32

9 0,525 0,432

September 2013 0,33

5 0,656 0,503

Maret 2014 0,26

9 0,597 0,440

September 2014 0,30

6 0,589 0,454

Maret 2015 0,31

4 0,719 0,525


(40)

a.Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada Februari 2015 digambarkan dengan menurunnya jumlah angkatan kerja maupun jumlah penduduk yang bekerja, sehingga belum dapat menurunkan tingkat pengangguran terbuka selama setahun terakhir. Hal ini diduga lapangan kerja yang tersedia belum dapat menampung tingginya angkatan kerja di Jawa Timur bahkan jumlah penduduk yang bekerja menjadi berkurang. Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur berkurang sebanyak 25 ribu orang dalam kurun waktu setahun (Februari 2014 - Februari 2015). Penduduk yang bekerja juga berkurang sebanyak 85 ribu orang dibanding keadaan Februari tahun lalu yang kemungkinan sebagian menjadi pengangguran. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah penganggur di Jawa Timur menjadi bertambah sebanyak 60 ribu orang jika dibanding keadaan setahun sebelumnya. Bahkan jumlah penganggur memperlihatkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun.

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2014–2015 (ribu orang)


(41)

Indikator utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi keberhasilan dalam menangani masalah pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang merupakan perbandingan antara jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Timur sejak Februari 2014 sampai Februari 2015 mengalami peningkatan, yaitu dari 4,02 persen menjadi 4,31 persen.

b. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Struktur lapangan pekerjaan bagi penduduk Jawa Timur yang bekerja hingga Februari 2015 tidak mengalami perubahan. Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Sektor Industri Pengolahan, dan sektor Jasa Kemasyarakatan secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2014, jumlah penduduk yang bekerja meningkat terutama di Sektor Konstruksi sebanyak 221 ribu orang (18,12 persen), sektor lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebanyak 73 ribu orang (17,32 persen) dan Sektor


(42)

Jasa Kemasyarakatan sebanyak 119 ribu orang (4,19 persen). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah di sektor Pertanian, Perkebunan, kehutanan, Perburuan dan Perikanan sebanyak 119 ribu orang (1,62 persen), pertambangan dan penggalian sebanyak 34 ribu orang (20,09 persen), sektor listrik, gas & air minum sebanyak 8 ribu orang (22,50 persen), sektor Industri Pengolahan sebanyak 64 ribu orang (2,24 persen), dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi sebanyak 89 ribu orang (12,85 persen).

Pekerja di sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan, diduga karena banyak pekerja di sektor ini terutama disektor penggalian pasir pada bulan Februari 2014 beralih ke pekerjaan di sektor lain karena cuaca masim hujan, sehingga mereka mengurangi pekerjaan di sektor ini. Sedang pekerja di sektor listrik, gas dan air minum diduga karena kenaikan harga dasar listrik dan gas, sehingga beralih pada pekerjaan yang bergerak disektor usaha persewaan dan jasa perusahaan.

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama, 2014–2015 (ribu orang)


(43)

c.Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifkasi berdasarkan status pekerjaan. Dari enam kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya adalah dikategorikan sebagai pekerja pada pekerjaan informal. Berdasarkan identifkasi ini, maka di Jawa Timur pada Februari 2015 ada sebanyak 7,26 juta orang (36,68 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 12,54 juta orang (63,32 persen) bekerja pada kegiatan informal.

Pekerja sektor formal meningkat sebesar 445 ribu orang selama setahun terakhir, untuk pekerja di sektor informal berkurang sebesar 530 ribu orang. Kenaikan terbesar terjadi pada pekerja dengan status sebagai buruh / karyawan dengan pertambahan sebanyak 352 ribu orang, demikian juga dengan pekerja yang berstatus berusaha dengan buruh tetap bertambah sebesar 93 ribu


(44)

orang. Sehingga patut diduga bahwa beberapa pekerja di sektor informal sebagian sudah berpindah menjadi pekerja pada kegiatan formal.

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan Utama, 2014–2015 (ribu orang)

1.2.6 Indeks Pembangunan Manusia

Keberhasilan pemerintah daerah dalam upaya membangun kualitas hidup penduduknya terpotret dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dari angka IPM diketahui keterbandingan/posisi pembangunan manusia antar kabupaten/kota di Jawa Timur dari sisi kesehatan, pendidikan dan daya beli. Data IPM ini menginspirasi Pemerintah Daerah untuk menentukan prioritas program pembangunan manusia di wilayahnya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014


(45)

Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2010-2014 menunjukkan kenaikan, baik menggunakan metode yang lama maupun baru. Dengan menggunakan metode lama angka IPM Jawa Timur masing-masing 71,62 (th. 2010); 72,18 (th. 2011); 72,83 (th. 2012); 73,54 (th. 2013); dan tahun 2014 menjadi 73,98. Sedangkan dengan metode baru, angka IPM Jawa Timur sedikit mengalami penurunan namun tetap menunjukkan peningkatan yaitu dari 65,36 pada tahun 2010 menjadi 68,14 pada tahun 2014. Kenaikan IPM ini tidak terlepas dari adanya berbagai program yang digulirkan oleh Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk meningkatkan pembangunan manusianya, seperti program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut juga tergantung pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana.


(46)

Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan ukuran yang dipakai untuk menyoroti tentang status perempuan khususnya mengukur prestasi dalam kemampuan dasar. Melalui IPG perbedaan yang menggambarkan kesenjangan pencapaian antara laki-laki dan perempuan dapat digambarkan secara jelas.

Perkembangan IPG dari Tahun 2009-2013 menunjukan peningkatan, dari 63,48 tahun 2009 menjadi 67,28 pada tahun 2013, hal ini karena kapabilitas dasar perempuan terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, diharapkan pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Mengingat bahwa keberhasilan pembangunan juga tidak terlepas dari meningkatnya pencapaian pembangunan gender.

Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Timur Tahun 2010-2014

.


(47)

1.2.8 Kualitas Air Sungai

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau,

sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.

Kualitas Air Sungai Tahun 2010-2014

Sesuai perkembangan ekonomi dan pertumbuhan industri di DAS Brantas, pada saat ini potensi industri terdapat + 1.004 buah dengan jumlah industri potensi pencemar + 483 buah, di Kali Surabaya terdapat 65 industri dan DAS Brantas 33 industri. Umumnya sumber pencemar berasal dari limbah domestik sebesar 50%, limbah industri sebesar 40 %, limbah pertanian dan sebagainya sebesar 10%. Terkait hal tersebut kondisi kualitas air belum mencapai baku mutu lingkungan


(48)

yang ditetapkan, sehingga perlu adanya penurunan beban pencemar. Selama periode 2010-2014, menunjukan perbaikan dengan indikator penurunan konsentrasi BOD dari 5,12 mg/l menjadi 4,27 mg/l dan COD dari 17,94 mg/l menjadi 12,45 mg/l.


(1)

c.Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifkasi berdasarkan status pekerjaan. Dari enam kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya adalah dikategorikan sebagai pekerja pada pekerjaan informal. Berdasarkan identifkasi ini, maka di Jawa Timur pada Februari 2015 ada sebanyak 7,26 juta orang (36,68 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 12,54 juta orang (63,32 persen) bekerja pada kegiatan informal.

Pekerja sektor formal meningkat sebesar 445 ribu orang selama setahun terakhir, untuk pekerja di sektor informal berkurang sebesar 530 ribu orang. Kenaikan terbesar terjadi pada pekerja dengan status sebagai buruh / karyawan dengan pertambahan sebanyak 352 ribu orang, demikian juga dengan pekerja yang berstatus berusaha dengan buruh tetap bertambah sebesar 93 ribu


(2)

orang. Sehingga patut diduga bahwa beberapa pekerja di sektor informal sebagian sudah berpindah menjadi pekerja pada kegiatan formal.

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut

Status Pekerjaan Utama, 2014–2015 (ribu orang)

1.2.6 Indeks Pembangunan Manusia

Keberhasilan pemerintah daerah dalam upaya membangun kualitas hidup penduduknya terpotret dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dari angka IPM diketahui keterbandingan/posisi pembangunan manusia antar kabupaten/kota di Jawa Timur dari sisi kesehatan, pendidikan dan daya beli. Data IPM ini menginspirasi Pemerintah Daerah untuk menentukan prioritas program pembangunan manusia di wilayahnya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014


(3)

Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2010-2014 menunjukkan kenaikan, baik menggunakan metode yang lama maupun baru. Dengan menggunakan metode lama angka IPM Jawa Timur masing-masing 71,62 (th. 2010); 72,18 (th. 2011); 72,83 (th. 2012); 73,54 (th. 2013); dan tahun 2014 menjadi 73,98. Sedangkan dengan metode baru, angka IPM Jawa Timur sedikit mengalami penurunan namun tetap menunjukkan peningkatan yaitu dari 65,36 pada tahun 2010 menjadi 68,14 pada tahun 2014. Kenaikan IPM ini tidak terlepas dari adanya berbagai program yang digulirkan oleh Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk meningkatkan pembangunan manusianya, seperti program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut juga tergantung pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana.


(4)

Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan ukuran yang dipakai untuk menyoroti tentang status perempuan khususnya mengukur prestasi dalam kemampuan dasar. Melalui IPG perbedaan yang menggambarkan kesenjangan pencapaian antara laki-laki dan perempuan dapat digambarkan secara jelas.

Perkembangan IPG dari Tahun 2009-2013 menunjukan peningkatan, dari 63,48 tahun 2009 menjadi 67,28 pada tahun 2013, hal ini karena kapabilitas dasar perempuan terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, diharapkan pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Mengingat bahwa keberhasilan pembangunan juga tidak terlepas dari meningkatnya pencapaian pembangunan gender.

Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Timur Tahun 2010-2014

.


(5)

1.2.8 Kualitas Air Sungai

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.

Kualitas Air Sungai Tahun 2010-2014

Sesuai perkembangan ekonomi dan pertumbuhan industri di DAS Brantas, pada saat ini potensi industri terdapat + 1.004 buah dengan jumlah industri potensi pencemar + 483 buah, di Kali Surabaya terdapat 65 industri dan DAS Brantas 33 industri. Umumnya sumber pencemar berasal dari limbah domestik sebesar 50%, limbah industri sebesar 40 %, limbah pertanian dan sebagainya sebesar 10%. Terkait hal tersebut kondisi kualitas air belum mencapai baku mutu lingkungan


(6)

yang ditetapkan, sehingga perlu adanya penurunan beban pencemar. Selama periode 2010-2014, menunjukan perbaikan dengan indikator penurunan konsentrasi BOD dari 5,12 mg/l menjadi 4,27 mg/l dan COD dari 17,94 mg/l menjadi 12,45 mg/l.