Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) dan Dosis Pupuk K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.).

(1)

1. Judul : Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) dan Dosis Pupuk K Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)

2. Penulis : Fitrina

Alamat : Jalan Parak Gadang VIII No. 5 Padang

Instansi : Badan Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat Jalan Raden Saleh No. 4 Padang

3. Abstraks

INFLUENCE EARLY DENSITY OF TUBER GRASS THE ROOT

(Cyperus rotundus L.) AND FERTILIZER K DOSES TO GROWTH AND YIELD OF GREEN PEA (Phaseolusrotundus L.)

By. Fitrina Abstract

The research of influence early density of tuber grass the root (Cyperus rotundus L.) and fertilizer K doses to growth and yield of green pea (Phaseolus rotundus L.) had been done in the green house of Agriculture Faculty of UNAND Padang at June until September 2005. Subject of the research to know early density of tuber grass the root in any giving doses of fertilizer K that influential the growth and yield of green pea. Wherefore using design by factorial 4 x 4 in randomized complete design, the treatment consisted replication three time each. The first factor are early density of tuber grass the root : 0 tuber/polybag, 2 tuber/polybag, 4 tuber/polybag, and 8 tuber/polybag. The second factor are fertilizer K doses : 0 g/polybag, 0,4 g/polybag, 0,8 g/polybag, and 1,2 g/polybag.

Result showed that early density of tuber grass the root of 2 tuber/polybag, indicated decreased of growth and yield of green pea equal to 30.72%.

4. Kata Kunci : Teki, Pupuk K, Kacang Hijau


(2)

Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman Leguminosae yang mempunyai peranan cukup penting di Indonesia terutama sebagai bahan makananan yang merupakan sumber vitamin, karbohidrat, mineral dan protein nabati.

Produksi kacang hijau Indonesia tahun 2000 hanya 289.876 ton, sedangkan tahun 2001 meningkat menjadi 301.000 ton, namun pada tahun 2002 produksi menurun lagi menjadi 288.089 ton (BPS, 2003). Untuk daerah Sumatera Barat produktivitas kacang hijau pada tahun 2000 mencapai 1,14 ton/ha menurun menjadi 1,13 ton/ha pada tahun 2002 (Dinas Pertanian Sumatera Barat, 2003).

Masih rendahnya produksi dan produktivitas yang dicapai petani dalam pengembangan budidaya kacang hijau disebabkan oleh teknik budidaya yang belum optimal, pemupukan dan persediaan air kurang memadai, adanya serangan hama dan penyakit, serta adanya gangguan gulma yang merupakan pesaing dari kacang hijau (Rukmana, 1997).

Pengaruh yang merugikan dari gulma terhadap tanaman budidaya dapat berupa persaingan dalam pemanfaatan unsur hara, air, cahaya serta ruang tempat tumbuh (Moenandir, 1993). Kemampuan persaingan antara tanaman dengan gulma dipengaruhi oleh jenis gulma, kerapatan gulma, saat dan lamanya persaingan, cara budidaya, dan varietas yang ditanam serta tingkat kesuburan tanah (Sukman dan Yakup, 2002).

Teki (Cyperus rotundus L.) merupakan gulma yang banyak tumbuh pada areal pertanaman kacang hijau dan tergolong gulma yang cukup ganas dan memiliki


(3)

adaptasi tinggi (Rukmana dan Saputra, 1999). Pada umumnya persaingan teki dengan tanaman bukanlah terhadap cahaya, tetapi terhadap air dan unsur hara. Hal ini disebabkan pada umumnya teki lebih rendah dari tanaman, sehingga persaingan berlangsung melalui akar (Moenandir, 1993). Sastroutomo (1990) juga menjelaskan, tingkat persaingan antara tanaman dan teki sangat dipengaruhi oleh jumlah unsur hara yang tersedia baik berasal dari tanah ataupun ditambahkan dari luar melalui pemupukan.

Pemupukan K pada tanah padat dapat meningkatkan berat akar dan menambah luas permukaan akar (Ismunadji, 1989). Selain itu kalium dalam tanaman berperan dalam memperbaiki hasil dan komponen hasil, memberikan kekuatan tumbuh dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit (Rinsema, 1986). Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kerapatan awal umbi teki pada pemberian berbagai dosis pupuk K yang menghambat pertumbuhan dan hasil kacang hijau.

BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Pelaksanaannya dimulai pada bulan Juni sampai September 2005.


(4)

Benih kacang hijau varietas No. 129, umbi teki, polibag, tanah Latosol, pupuk kandang, pupuk buatan (Urea, SP-36, KCl), Diazinon 60 EC, Benlate, dan Curater 3-G, sekop, pisau, hand sprayer, oven, timbangan, meteran, alat-alat tulis, dan lain-lain.

C. Metode Penelitian

Menggunakan Rancangan Faktorial 4 x 4 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor (1) kerapatan awal umbi teki (T) terdiri dari : 0 umbi/polibag, 2 umbi/polibag, 4 umbi/polibag, 6 umbi/polibag. Faktor (2) dosis pupuk K : 0 kg/ha, 50 kg/ha (0,4 g/polibag), 100 kg/ha (0,8 g/polibag), dosis 150 kg/ha (1,2 g/polibag). Semua perlakuan diulang 3 kali, data dianalisis secara statistika dengan analisis sidik ragam (uji F) dan jika beda nyata dilanjutkan dengan DNMRT taraf nyata 5 %.

D. Pelaksanaan

1. Persiapan Media Tanam

Tanah dimasukkan ke dalam polibag dengan diameter 25 cm, masing-masing sebanyak 8 kg. Satu unit percobaan terdiri dari enam polibag yang ditempatkan secara berdekatan sehingga seluruhnya berjumlah 288 polibag, masing-masing polibag hanya terdiri dari satu tanaman.

2. Penanaman

Penanaman benih kacang hijau dan umbi teki dilakukan pada waktu bersamaan dengan cara menugal benih kacang hijau dan umbi teki sedalam 2,5 cm. Kacang hijau ditanam sebanyak tiga biji/polibag, sedangkan umbi teki ditanam


(5)

sebanyak perlakuan. Umbi teki ditanam dengan jarak 5 cm dari benih kacang hijau dengan diameter umbi teki  2 cm.

3. Pemupukan

Pemupukan dilakukan bersamaan dengan waktu tanam, dengan memberikan pupuk Urea 50 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan untuk pupuk KCl diberikan sesuai dengan perlakuan yaitu 50 kg/ha, 100 kg/ha, dan 150 kg/ha. Pupuk diberikan berdasarkan jarak tanam kacang hijau 40 cm x 20 cm sehingga didapat populasi tanaman 125.000 per hektar, maka didapat dosis pupuk Urea 0,4 g Urea/polibag, 0,8 g SP-36/polibag. Untuk pupuk KCl diberikan sesuai dengan perlakuan maka didapat dosisnya 0,4 g/ polibag, 0,8 g/polibag dan 1,2 g/polibag. Pemberian pupuk dilakukan secara larikan dengan jarak 5 cm dari benih dengan kedalaman 3 cm, kemudian ditutup kembali dengan tanah.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan meliputi penjarangan, penyiraman, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan dua minggu setelah tanam, untuk kacang hijau dengan cara meninggalkan satu tanaman yang pertumbuhan terbaik per polibag.

Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari dengan mempertahankan kandungan air tanah pada kapasitas lapang. Sedangkan penyiangan hanya dilakukan terhadap gulma selain gulma teki yang dilakukan dengan mencabutnya setiap kali muncul ke atas permukaan tanah. Untuk mencegah serangan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan insektisida Diazinon 60 EC, dengan dosis 1,5 ml per


(6)

liter air dan fungisida Benlate dengan dosis 0,5 g per liter air. Penyemprotan dilakukan secara merata ke bagian tanaman pada masing-masing polibag saat terlihatnya gejala serangan hama atau penyakit.

5. Panen

Panen dilakukan apabila polong tanaman telah masak yang ditandai dengan polong berwarna coklat sampai hitam. Cara panen adalah tangkai polong dipetik dengan menggunakan tangan.

6. Pengamatan

Laju asimilasi bersih, Laju tumbuh relatif, Tinggi tanaman, Jumlah Polong per tanaman, Bobot kering berangkasan per tanaman, Bobot kering akar per tanaman, Hasil biji kering per tanaman, Bobot 1000 biji, Jumlah populasi teki, Jumlah umbi teki per polibag, Bobot kering teki bagian atas, Bobot kering akar dan umbi teki.


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tanaman Kacang Hijau

A. Pertumbuhan Tanaman

a. Laju asimilasi bersih (mg.cm-2.hari-1)

Tabel 1. Laju asimilasi bersih tanaman kacang hijau umur 2-4 minggu setelah tanam pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………...mg.cm-2.hari-1……….

0 0.0160 0.0163 0.0177 0.0147 0.0162

2 0.0146 0.0158 0.0139 0.0142 0.0146

4 0.0138 0.0133 0.0136 0.0132 0.0135

6 0.0131 0.0133 0.0128 0.0132 0.0131

Pengaruh Dosis Pupuk K

0.0144 0.0147 0.0145 0.0138

Secara umum laju asimilasi bersih pada beberapa kerapatan awal umbi teki dan dosis pupuk K mempunyai nilai yang hampir sama pada periode umur 2-4 minggu setelah tanam. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan awal, dimana pertumbuhan vegetatif belum mencapai masa pertumbuhan yang berlipat ganda (eksponensial) terutama pertumbuhan daun belum optimal, belum mampu menyerap cahaya matahari secara maksimal untuk melakukan fotosintesis sehingga belum terlihat pengaruhnya. Sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (1984) bahwa daun berperan dalam proses fotosintesis dimana pada daun terdapat hasil fotosintesis, yang diangkut ke bagian lain dari tanaman.

Disamping itu kehadiran gulma teki yang tumbuh masih sedikit sehingga persaingan antara gulma teki dengan tanaman belum maksimal. Menurut Ardi


(8)

(1999), gulma bersaing terhadap tanaman budidaya dalam pemanfaatan unsur hara, air, cahaya serta ruang tempat tumbuh. Periode gulma tumbuh yang masih dapat ditolerir adalah 4 minggu setelah tanam (Sastroutomo, 1990).

Tabel 2. Laju asimilasi bersih tanaman kacang hijau umur 4-6 minggu setelah tanam pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...…………...mg.cm-2.hari-1….…...

0 0.0137 0.0157 0.0162 0.0153 0.0152 a

2 0.0112 0.0115 0.0136 0.0132 0.0124 b 4 0.0103 0.0112 0.0135 0.0131 0.0120 b 6 0.0059 0.0074 0.0010 0.0108 0.0085 c Pengaruh Dosis 0.0103 B 0.0115AB 0.0133 A 0.0131 A

Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa laju asimilasi bersih pada periode umur 4-6 minggu setelah tanam akibat pengaruh kerapatan awal umbi teki menunjukkan perbedaan yang nyata. Kehadiran gulma teki pada pertanaman kacang hijau menurunkan nilai laju asimilasi bersih. Semakin meningkat kerapatan awal umbi teki semakin menekan laju asimilasi bersih. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya persaingan antara tanaman dengan gulma dalam mengambil faktor-faktor yang dibutuhkan untuk hidupnya (cahaya, unsur hara, air, dan ruang tempat tumbuh). Persaingan ini akan menyebabkan proses fotosintesis akan terhambat, pada gilirannya menyebabkan fotosintat yang dihasilkan menjadi sedikit. Dengan demikian pertumbuhan tanaman menjadi menurun karena translokasi asimilat ke daun, batang dan akar menjadi berkurang sehingga laju asimilasi bersih juga lebih rendah.


(9)

Laju asimilasi bersih dari pengaruh pemberian dosis pupuk K pada periode umur 4-6 minggu setelah tanam terdapat perbedaan yang nyata. Penambahan dosis pupuk K menyebabkan peningkatan laju asimilasi bersih dimana dosis pupuk K 0.8 g/polibag telah cukup menyediakan unsur K bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena unsur K berperan penting dalam proses fotosintesis yang secara langsung meningkatkan translokasi dari hasil fotosintesis ke luar daun sehingga dihasilkan asimilat yang tinggi (Mengel dan Kirkby, 1982).

b. Laju tumbuh relatif (mg.hari-1)

Tabel 3. Laju tumbuh relatif tanaman kacang hijau umur 2-4 minggu setelah tanam pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………...mg.hari-1………..

0 2.01 2.06 2.20 2.25 2.13

2 1.94 1.75 2.18 2.17 2.01

4 1.86 1.67 2.09 2.10 1.93

6 1.77 1.65 2.03 2.03 1.87

Pengaruh Dosis

Pupuk K 1.90 1.78 2.13 2.14

Pada periode umur 2-4 minggu setelah tanam, memperlihatkan nilai laju tumbuh relatif yang hampir sama pada beberapa kerapatan awal umbi teki dan dosis pupuk K. Hal ini karena pada awal pertumbuhan, fase vegetatif belum mencapai fase yang berlipat ganda sehingga pertumbuhan belum maksimal termasuk pertumbuhan daunnya sehingga belum memperlihatkan perbedaan. Menurut Gardner et al (1991) untuk memperoleh laju pertumbuhan yang maksimum harus mempunyai daun yang cukup banyak dalam tajuk untuk menyerap cahaya matahari. Cahaya matahari yang


(10)

diserap oleh tajuk mampu mendorong laju aktifitas fotosintesis sehingga mampu menghasilkan asimilat yang banyak.

Tabel 4. Laju tumbuh relatif tanaman kacang hijau umur 4-6 minggu setelah tanam pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………...mg.hari-1………..

0 1.59 1.85 1.88 1.85 1.79 a

2 1.23 1.37 1.54 1.63 1.44 b

4 1.16 1.24 1.51 1.46 1.34 b

6 0.75 0.86 1.15 1.02 0.94 c

Pengaruh Dosis 1.18 B 1.33 AB 1.52 A 1.49 A Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Laju tumbuh relatif pada periode umur 4-6 minggu setelah tanam akibat pengaruh kerapatan awal umbi teki memperlihatkan perbedaan yang nyata. Secara umum kehadiran gulma teki pada pertanaman kacang hijau menekan laju tumbuh relatif dimana semakin menurun dengan semakin meningkat kerapatan awal umbi teki. Hal ini disebabkan karena terjadinya persaingan tanaman dengan gulma dalam memperebutkan cahaya, unsur hara, air dan ruang tumbuh, yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam arti mempengaruhi pertambahan ukuran tanaman (berat, tinggi, luas daun, dan sebagainya) pada tiap satuan waktu tertentu yang menyebabkan menurunnya laju tumbuh relatif (Manurung dan Ismunadji, 1991).

Pemberian dosis pupuk K menunjukkan nilai laju tumbuh relatif yang berbeda nyata pada periode umur 4-6 minggu setelah tanam. Dosis pupuk K


(11)

0.8 g/polibag telah cukup meningkatkan laju tumbuh relatif. Terjadinya peningkatan laju tumbuh relatif akibat penambahan pupuk kalium berarti terjadi peningkatan kapasitas tanaman untuk menambah bahan kering pada periode tertentu. Hal ini terkait dengan peranan kalium dalam menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi karena jumlah daun yang lebih banyak dan akar yang lebih panjang yang aktif menyerap unsur hara. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan bahwa unsur kalium banyak terdapat pada titik tumbuh yang berperan penting dalam metabolisme tanaman (Bidwell, 1979).

c. Tinggi tanaman (cm)

Tabel 5. Tinggi tanaman kacang hijau umur 8 minggu setelah tanam pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

.……….cm………...

0 53.17 58.56 60.16 62.33 58.55 a 2 48.83 53.61 58.66 56.11 54.31 b 4 47.95 52.67 54.11 52.61 51.84 b 6 45.89 47.22 50.78 47.50 47.85 c Pengaruh Dosis 48.96 B 53.02 A 55.93 A 54.64 A

Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa keberadaan umbi teki menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, semakin tinggi kerapatan awal umbi teki semakin berkurang tinggi tanaman. Keberadaan awal umbi teki ini menyebabkan terjadinya persaingan antara gulma teki dengan tanaman sehingga mengakibatkan tertekannya pertumbuhan tanaman kacang hijau. Sesuai dengan pendapat Eussen (1980) bahwa semakin besar kerapatan gulma, semakin besar persaingan yang terjadi,


(12)

tetapi makin sedikit kerapatan gulma maka persaingan masing-masing individu semakin kecil. Ditambahkan oleh Mangoensoekardjo (1978) bahwa persaingan dengan tanaman semusim menyebabkan terjadinya penekanan terhadap pertumbuhan yaitu berkurangnya tinggi tanaman.

Untuk pengaruh dosis pupuk K terhadap tinggi tanaman memperlihatkan pengaruh yang nyata pada tiap pengamatan, dimana terjadi peningkatan tinggi tanaman dengan penambahan dosis pupuk K. Hal ini diduga akibat K dapat merangsang pertumbuhan jaringan meristematik yang memungkinkan bertambahnya tinggi tanaman (Mengel dan Kirkby, 1982).

B. Komponen Hasil dan Hasil Tanaman a. Jumlah polong per tanaman (buah)

Tabel 6. Jumlah polong per tanaman kacang hijau pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...…………...buah………...

0 11.67 16.67 16.78 16.33 15.36 a 2 9.67 11.00 11.22 11.55 10.86 b 4 8.89 9.89 10.00 9.67 9.61 b c 6 8.45 9.22 9.00 8.67 8.83 c Pengaruh Dosis 9.67 B 11.70 A 11.75 A 11.56 A

Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 6, terlihat bahwa perlakuan kerapatan awal umbi teki sangat nyata mempengaruhi jumlah polong per tanaman dimana pada kerapatan awal 6 umbi/ polibag menghasilkan jumlah polong terendah (8.83 buah) dan diikuti kerapatan awal


(13)

4 umbi/polibag dan 2 umbi/polibag. Jumlah polong per tanaman terbesar adalah pada perlakuan tanpa umbi teki (15.36 buah). Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kerapatan awal umbi teki akan semakin menekan pembentukan jumlah polong per tanaman kacang hijau, dengan keberadaan teki menekan jumlah polong pertanaman kacang hijau.

Perbedaan jumlah polong per tanaman kacang hijau pada berbagai kerapatan awal umbi teki adalah karena kehadiran teki dan kacang hijau sejak dari awal pertumbuhan sehingga terjadi persaingan antara teki dan kacang hijau. Akibat dari persaingan tersebut maka perubahan vegetatif dan generatif tanaman menjadi terhambat. Selanjutnya Moody (1978) menyatakan bahwa pengaruh persaingan gulma terhadap hasil tanaman secara kuantitas dapat menurunkan jumlah polong dan jumlah biji per polong.

Pengaruh dosis pupuk K terhadap jumlah polong memperlihatkan perbedaan yang nyata. Secara keseluruhan terjadi peningkatan jumlah polong per tanaman akibat penambahan dosis pupuk K, dimana dosis pupuk K 0,4 g/polibag sudah cukup untuk meningkatkan jumlah polong per tanaman. Dwidjoseputro (1984) menyatakan bahwa kalium berperanan dalam fotosintesis, dan fotosintesis penting dalam proses pemasakan buah (polong). Dengan demikian kandungan kalium yang cukup akan mempercepat pemasakan buah (polong) kacang hijau.


(14)

b. Bobot kering berangkasan per tanaman (g)

Tabel 7. Bobot kering berangkasan per tanaman kacang hijau pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...………g……….

0 3.92 4.37 5.57 5.45 4.83 a

2 3.90 4.01 4.64 3.98 4.13 b

4 3.30 3.76 4.35 3.67 3.77 b

6 3.10 3.55 3.25 3.13 3.26 c Pengaruh Dosis 3.56 B 3.92 AB 4.45 A 4.06 A

Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 7 terlihat pengaruh yang berbeda nyata pada kerapatan awal umbi teki terhadap bobot kering berangkasan per tanaman dimana semakin ringan dengan semakin meningkatnya kerapatan awal umbi teki yang tumbuh pada pertanaman kacang hijau ini. Kerapatan awal 6 umbi teki per polibag mempunyai bobot kering berangkasan per tanaman yang lebih ringan dibandingkan dengan kerapatan awal 2 dan 4 umbi teki per polibag. Hal ini disebabkan dengan semakin tingginya kerapatan gulma teki menyebabkan daya saingnya semakin meningkat. Sesuai dengan pendapat Mangoensoekardjo (1978), yang menyatakan bahwa persaingan teki dengan tanaman semusim menyebabkan terjadinya penekanan terhadap pertumbuhan tanaman, salah satu akibatnya adalah berkurangnya berat kering tanaman serta berkurangnya hasil secara nyata.

Pemberian dosis pupuk K memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot berangkasan kering per tanaman, yang semakin meningkat dengan penambahan


(15)

dosis pupuk K. Hal ini disebabkan karena kalium seperti yang dijelaskan oleh Sosrosoedirdjo dan Rifai (1985) mempunyai fungsi fisiologis khusus pada asimilasi karbondioksida. Proses asimilasi tergantung kepada adanya kalium, dengan tersedianya asimilat yang cukup mengakibatkan bobot kering tanaman juga akan meningkat.

c. Bobot kering akar per tanaman (g)

Tabel 8. Bobot kering akar per tanaman kacang hijau pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...………g……….

0 0.24 0.27 0.36 0.33 0.30 a 2 0.22 0.25 0.26 0.26 0.25 b 4 0.21 0.23 0.24 0.24 0.23 b 6 0.14 0.19 0.19 0.17 0.17 c Pengaruh Dosis 0.20 B 0.24 A 0.26 A 0.25 A

Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kerapatan awal umbi teki menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap bobot kering akar per tanaman. Semakin tinggi kerapatan awal umbi teki maka semakin rendah bobot kering akar tanaman yang dihasilkan dimana pada perlakuan kerapatan awal 6 umbi teki per polibag diperoleh bobot kering akar yang paling rendah (0,17 g).

Terjadinya hal yang demikian itu adalah karena pada kerapatan teki yang tinggi, perakaran kacang hijau telah dikuasai oleh sistem perakaran teki yang saling tumpang tindih. Akibatnya daya kompetisi teki menjadi lebih besar dan pertumbuhan akar kacang hijau lebih tertekan. Moody (1978), menyatakan bahwa kompetisi


(16)

menjadi lebih besar bila perakaran gulma dan tanaman saling tumpang tindih dan akar rambut gulma lebih banyak meskipun perakaran tanaman dan gulma hampir sama panjang.

Pengaruh dosis pupuk K terhadap bobot kering akar per tanaman memperlihatkan perbedaan yang nyata. Penambahan dosis pupuk K meningkatkan bobot kering akar per tanaman. Hal ini disebabkan karena kalium mempunyai peranan penting dapat menstimulir pembentukan akar (Buckman dan Brady, 1982). Pemberian kalium yang cukup dapat meningkatkan panjang akar yang menandakan semakin baiknya sistem perakaran sehingga daya serap tanaman terhadap air dan unsur hara semakin membaik, akibatnya laju fotosintesis akan meningkat, bobot kering akar akan meningkat.

d. Hasil biji kering per tanaman (g)

Tabel 9. Hasil biji kering per tanaman kacang hijau pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………...g………..

0 3.84 5.44 6.28 5.33 5.22 a

2 3.42 3.39 3.50 3.56 3.47 b

4 2.74 3.27 3.21 3.27 3.12 b c 6 2.31 2.81 2.89 2.48 2.62 c Pengaruh Dosis 3.08 B 3.73 AB 3.97 A 3.66 A

Pupuk K

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama dan angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Tabel 9 memperlihatkan, terdapat perbedaan yang nyata pada pengaruh kerapatan awal umbi teki, kehadiran teki mengurangi hasil biji kering per tanaman kacang hijau. Berkurangnya hasil ditentukan oleh kerapatan awal umbi teki dimana


(17)

semakin meningkat kerapatan awal umbi teki semakin menurun hasil biji kering per tanaman. Pada perlakuan 6 umbi teki/polibag terjadi pengurangan hasil sebesar 49,81 %, perlakuan 4 umbi teki/polibag sebesar 40,23 % dan perlakuan 2 umbi teki/polibag sebesar 33,52 % dibandingkan dengan perlakuan tanpa umbi teki. Penurunan hasil biji kering ini disebabkan terjadinya persaingan antara teki dengan tanaman kacang hijau dalam mendapatkan kebutuhan yang sama untuk pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Moody (1978), bahwa tanaman dan gulma mempunyai kebutuhan yang sama dalam pertumbuhannya, maka akan bersaing dengan pesat dalam penggunaan cahaya, air, unsur hara, CO2 dan ruang

tempat tumbuh. Mangoensoekardjo (1978), juga menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan teki akan mengakibatkan semakin rendahnya hasil tanaman.

Pada kerapatan gulma yang tinggi terjadi penekanan terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau. Hal ini terjadi karena jarak tanam yang semakin dekat seiring dengan semakin meningkatnya kerapatan awal gulma teki. Dengan semakin dekatnya jarak tersebut persaingan akan semakin hebat dengan banyaknya individu yang tumbuh persatuan luas. Pada kerapatan awal gulma yang tinggi tersebut, unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi semakin berkurang. Menurut Sastroutomo (1990), dengan meningkatnya kerapatan, maka gangguan yang ditimbulkan oleh tumbuhan yang satu terhadap yang lainnya akan semakin jelas dan meningkat.

Untuk pengaruh dosis pupuk K, terdapat perbedaan yang nyata terhadap hasil biji kering per tanaman akibat penambahan pupuk K. Hal ini berhubungan dengan peranan pupuk K bagi pertumbuhan dan hasil tanaman. Seperti yang dinyatakan oleh


(18)

Buckman dan Brady (1982) bahwan kalium secara fisiologis sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena kalium berperan pada aktvitas fotosintesis, respirasi, sintesis protein, translokasi gula, mempertahankan turgor, dan menstimulir pembentukan akar. Pada Tabel 9 dapat dilihat pemberian dosis pupuk K 0,8 g/polibag sudah cukup untuk meningkatkan hasil biji kering per tanaman.

e. Bobot 1000 biji (g)

Tabel 10. Bobot 1000 biji per tanaman kacang hijau pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………g……….

0 58.07 67.87 68.10 69.07 65.78

2 62.63 63.07 66.23 65.70 64.41

4 59.30 62.03 65.43 61.23 62.00

6 56.77 61.23 58.17 58.50 58.67

Pengaruh Dosis 59.20 63.55 64.48 63.63 Pupuk K

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kerapatan awal umbi teki tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap bobot 1000 biji. Hal ini diduga faktor genetiklah yang amat dominan berpengaruh dalam menentukan bobot 1000 butir karena benih kacang hijau yang digunakan berasal dari varietas yang sama. Selain itu diduga juga yang menonjol peranannya adalah faktor lingkungan.


(19)

2. Gulma Teki

a. Jumlah populasi teki (buah)

Tabel 11. Jumlah populasi teki pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...………buah………

0 00.00 00.00 00.00 00.00 00.00 d

2 32.11 30.67 29.56 28.67 30.25 c

4 45.89 43.78 45.33 49.44 46.11 b

6 49.67 54.67 53.00 55.44 53.20 a

Pengaruh Dosis 42.56 43.04 42.63 44.52 Pupuk K

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 11 terlihat, pengaruh kerapatan awal umbi teki berbeda nyata terhadap jumlah populasi teki, semakin meningkat sejalan dengan makin tingginya kerapatan awal umbi teki. Hal ini disebabkan karena jumlah mata tunas teki makin banyak dengan makin banyaknya jumlah umbi teki yang ditanam, sehingga kesempatan pembentukan anakan teki akan lebih banyak. Sesuai dengan pendapat Mercado (1979) bahwa gulma teki mempunyai umbi dalam jumlah yang banyak dan membentuk rangkaian, dimana tiap umbi mempunyai mata tunas yang akan menjadi individu baru.

Gulma teki mempunyai kemampuan memperbanyak diri yang tinggi. Dengan makin rapat gulma teki maka jumlah umbi dan biji yang dihasilkan juga meningkat, yang merupakan alat untuk perkembangbiakannya. Dengan adanya umbi, teki lebih efektif bersaing sehingga dapat membentuk anakan yang banyak.


(20)

b. Jumlah umbi teki per polibag (buah)

Tabel 12. Jumlah umbi teki per polibag pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...………buah………

0 00.00 00.00 00.00 00.00 00.00 d

2 50.44 46.22 43.89 43.22 45.94 c

4 68.67 63.00 71.78 75.66 69.78 b

6 76.22 88.89 84.33 81.33 82.69 a

Pengaruh Dosis 65.11 66.04 66.67 66.74 Pupuk K

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Tabel 12 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada pengaruh kerapatan awal umbi teki terhadap jumlah umbi teki per polibag dimana kerapatan awal umbi teki yang makin tinggi menyebabkan makin banyaknya jumlah umbi teki yang dihasilkan saat panen. Hal ini karena umbi yang terbentuk akan makin banyak pada kerapatan gulma teki yang tinggi, sebab tiap-tiap umbi akan dapat membentuk akar rimpang dan umbi yang baru. Tjitrosoedirdjo, Utomo, dan Wiroatmodjo (1984), mengemukakan bahwa bagian teki yang terdapat di bawah tanah biasanya terdiri dari akar, akar rimpang dan umbi. Umbi yang terbentuk akan membentuk akar rimpang yang kemudian akan membentuk umbi lagi.

Semakin banyak umbi teki yang ditanam berarti makin banyak pula bakal tunas yang terdapat pada umbi tersebut, sehingga makin banyak teki yang tumbuh membentuk individu baru. Setiap individu baru akan membentuk umbi dan akar rimpang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mercado (1979), bahwa gulma teki mempunyai umbi dalam jumlah yang banyak dan membentuk rangkaian. Setiap


(21)

umbi teki mempunyai mata tunas yang akan menjadi individu baru yang kemudian akan dapat membentuk umbi baru.

c. Bobot kering teki bagian atas (g)

Tabel 13. Bobot kering teki bagian atas pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...………g………..

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d

2 7.86 9.60 8.77 11.21 9.36 c

4 11.85 11.60 16.40 14.23 13.52 b

6 16.00 16.67 19.81 16.52 17.25 a

Pengaruh Dosis 11.90 12.62 14.00 13.99 Pupuk K

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kerapatan awal umbi teki berpengaruh nyata terhadap bobot kering teki bagian atas, dimana semakin tinggi kerapatan awal umbi teki menyebabkan bobot kering teki yang dihasilkan cenderung meningkat. Bobot kering teki bagian atas yang terbesar diperoleh pada kerapatan awal 6 umbi teki / polibag, yang berbeda nyata dengan kerapatan awal 2 dan 4 umbi teki / polibag. Terjadinya perbedaan ini karena pada tingkat kerapatan awal umbi teki yang tinggi, produksi rhizome atau stolon akan meningkat yang menyebabkan meningkatnya alokasi masanya ke tuber, akan terbentuk tunas-tunas yang akan menjadi individu-individu teki yang baru (jumlah populasi meningkat), sehingga dengan demikian bobot kering teki bagian atas yang dihasilkan juga meningkat.

Pada kerapatan awal umbi teki tertinggi (6 umbi teki / polibag) dengan berat kering sebesar 17.25 g akan terjadi kompetisi yang kuat sekali (teki lebih kompetitif


(22)

daripada kacang hijau) sehingga sumber daya yang tersedia didominasi oleh teki. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroutomo (1990) yang menyatakan berat gulma akan menggambarkan jumlah sumberdaya yang dapat diserap oleh gulma sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

d. Bobot kering akar dan umbi teki (g)

Tabel 14. Bobot kering akar dan umbi teki pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………...g………..

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d 2 9.02 9.16 7.51 9.25 8.74 c 4 10.20 12.26 13.69 11.94 12.02 b 6 12.98 14.71 18.43 13.83 14.99 a Pengaruh Dosis 10.73 12.05 13.21 11.67

Pupuk K

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 14 terlihat bahwa ada peningkatan bobot kering akar dan umbi teki seiring dengan peningkatan kerapatan awal umbi teki. Kerapatan awal umbi teki 6 umbi teki per polibag menghasilkan bobot kering akar dan umbi teki tertinggi (14.66 g) dan bobot kering akar dan umbi teki terendah ditemui pada kerapatan awal 2 umbi teki / polibag (8.97 g). Hal ini diduga ada hubungannya dengan jumlah awal umbi teki yang ditanam. Semakin banyak umbi teki yang ditanam maka akan semakin banyak terbentuk individu-individu teki baru, yang akan membentuk umbi dan akar rimpang dengan distribusi perakaran yang semakin banyak luas dan menyebar serta terbentuk rambut-rambut akar yang lebih banyak. Hal itu tentunya akan menyebabkan terbentuknya bobot kering akar dan umbi teki yang lebih berat.


(23)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kerapatan awal umbi teki tidak tergantung kepada berbagai dosis pupuk K terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau.

2. Kehadiran gulma teki pada pertanaman kacang hijau menekan pertumbuhan dan hasil tanaman, semakin meningkat kerapatan awal umbi teki semakin menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Kerapatan awal 2 umbi teki / polibag telah nyata menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman kacang hijau sebesar 30,72 %.

3. Pemberian pupuk kalium dengan dosis 100 kg/ha telah cukup meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.

B. Saran

Dalam upaya peningkatan intensifikasi dan produktifitas tanaman kacang hijau diperlukan areal pertanaman bebas dari gulma teki dimulai pada tingkat kerapatan 40 umbi teki/m2 karena dapat menekan pertumbuhan dan hasil tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. 1988. Pengaruh pemberian kalium pada beberapa tingkat kekeringan terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. 100 hal.

Ardi. 1999. Ilmu gulma. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. 74 hal. Badan Pusat Statistik. 2003. Produksi tanaman padi dan palawija di Indonesia.


(24)

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant physiology. MacMillan. New York. 76 p.

Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1982. Nature and properties of soil. The MacMillan Co. Ltd. London.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sumatera Barat. 2003. Statistik pertanian. Dwidjoseputro. 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. PT Gramedia Jakarta. 200 hal. Eussen, J.H.H. 1980. Biology of alang-alang. Biotrop. Special Publication. (15) :

15-22.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo Universitas Indonesia Press. Jakarta. 427 hal.

Ismunadji, M. 1989. Kalium, kebutuhan dan penggunaannya dalam pertanian modern. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Indonesia. 86 hal.

Mangoensoekardjo, S. 1978. Penelitian pengaruh persaingan teki (Cyperus rotundus L.) terhadap tanaman. Balai penelitian perkebunan Medan. 140 hal.

Manurung, S.O dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan fisiologi padi dalam Padi. Buku I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Mengel, K. dan Kirkby, E.A. 1982. Principles of plant nutrition, Inter. Potash Ins. Bern Switzerland. P : 411-434.

Mercado, B.L. 1979. Introduction of weed science. SEARCA College. Laguna, Philipines. 292 p.

Moenandir, J. 1993. Persaingan tanaman budidaya dengan gulma. Ilmu gulma. Buku III. Rajawali Press. Jakarta. 101 hal.

Moody, K. 1978. Crop and weed competition. In Journal Weed Sci Philipp 5 ; pp 28-43.

Rinsema, W.T. 1986. Pupuk dan cara memupuk. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 56 hal.


(25)

Rukmana, R. 1997. Kacang hijau. Budidaya dan pasca panen. Kanisius. 68 hal. __________ dan S. Saputra. 1999. Gulma dan teknik pengendalian. Penerbit

Kanisius. Jogyakarta. 88 hal.

Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 217 hal.

Sosrosoedirdjo, S. dan T.B. Rifai. 1985. Ilmu memupuk I. CV Yasaguna Jakarta. 71 hal.

Sukman, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan teknik pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 157 hal.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan gulma di perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 210 hal.


(26)

(1)

umbi teki mempunyai mata tunas yang akan menjadi individu baru yang kemudian akan dapat membentuk umbi baru.

c. Bobot kering teki bagian atas (g)

Tabel 13. Bobot kering teki bagian atas pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh

Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

...………g………..

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d

2 7.86 9.60 8.77 11.21 9.36 c

4 11.85 11.60 16.40 14.23 13.52 b

6 16.00 16.67 19.81 16.52 17.25 a

Pengaruh Dosis 11.90 12.62 14.00 13.99 Pupuk K

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kerapatan awal umbi teki berpengaruh nyata terhadap bobot kering teki bagian atas, dimana semakin tinggi kerapatan awal umbi teki menyebabkan bobot kering teki yang dihasilkan cenderung meningkat. Bobot kering teki bagian atas yang terbesar diperoleh pada kerapatan awal 6 umbi teki / polibag, yang berbeda nyata dengan kerapatan awal 2 dan 4 umbi teki / polibag. Terjadinya perbedaan ini karena pada tingkat kerapatan awal umbi teki yang tinggi, produksi rhizome atau stolon akan meningkat yang menyebabkan meningkatnya alokasi masanya ke tuber, akan terbentuk tunas-tunas yang akan menjadi individu-individu teki yang baru (jumlah populasi meningkat), sehingga dengan demikian bobot kering teki bagian atas yang dihasilkan juga meningkat.

Pada kerapatan awal umbi teki tertinggi (6 umbi teki / polibag) dengan berat kering sebesar 17.25 g akan terjadi kompetisi yang kuat sekali (teki lebih kompetitif


(2)

daripada kacang hijau) sehingga sumber daya yang tersedia didominasi oleh teki. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroutomo (1990) yang menyatakan berat gulma akan menggambarkan jumlah sumberdaya yang dapat diserap oleh gulma sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

d. Bobot kering akar dan umbi teki (g)

Tabel 14. Bobot kering akar dan umbi teki pada beberapa kerapatan awal umbi teki dengan dosis pupuk K.

Kerapatan Awal Umbi Teki (umbi/polibag)

Dosis Pupuk K (g) Pengaruh

Kerapatan Awal Umbi Teki

0 0.4 0.8 1.2

………...g………..

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d 2 9.02 9.16 7.51 9.25 8.74 c 4 10.20 12.26 13.69 11.94 12.02 b 6 12.98 14.71 18.43 13.83 14.99 a Pengaruh Dosis 10.73 12.05 13.21 11.67

Pupuk K

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 14 terlihat bahwa ada peningkatan bobot kering akar dan umbi teki seiring dengan peningkatan kerapatan awal umbi teki. Kerapatan awal umbi teki 6 umbi teki per polibag menghasilkan bobot kering akar dan umbi teki tertinggi (14.66 g) dan bobot kering akar dan umbi teki terendah ditemui pada kerapatan awal 2 umbi teki / polibag (8.97 g). Hal ini diduga ada hubungannya dengan jumlah awal umbi teki yang ditanam. Semakin banyak umbi teki yang ditanam maka akan semakin banyak terbentuk individu-individu teki baru, yang akan membentuk umbi dan akar rimpang dengan distribusi perakaran yang semakin banyak luas dan menyebar serta terbentuk rambut-rambut akar yang lebih banyak. Hal itu tentunya akan menyebabkan terbentuknya bobot kering akar dan umbi teki yang lebih berat.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kerapatan awal umbi teki tidak tergantung kepada berbagai dosis pupuk K terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau.

2. Kehadiran gulma teki pada pertanaman kacang hijau menekan pertumbuhan dan hasil tanaman, semakin meningkat kerapatan awal umbi teki semakin menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Kerapatan awal 2 umbi teki / polibag telah nyata menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman kacang hijau sebesar 30,72 %.

3. Pemberian pupuk kalium dengan dosis 100 kg/ha telah cukup meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.

B. Saran

Dalam upaya peningkatan intensifikasi dan produktifitas tanaman kacang hijau diperlukan areal pertanaman bebas dari gulma teki dimulai pada tingkat kerapatan 40 umbi teki/m2 karena dapat menekan pertumbuhan dan hasil tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. 1988. Pengaruh pemberian kalium pada beberapa tingkat kekeringan terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. 100 hal.

Ardi. 1999. Ilmu gulma. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. 74 hal. Badan Pusat Statistik. 2003. Produksi tanaman padi dan palawija di Indonesia.


(4)

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant physiology. MacMillan. New York. 76 p.

Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1982. Nature and properties of soil. The MacMillan Co. Ltd. London.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sumatera Barat. 2003. Statistik pertanian. Dwidjoseputro. 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. PT Gramedia Jakarta. 200 hal. Eussen, J.H.H. 1980. Biology of alang-alang. Biotrop. Special Publication. (15) :

15-22.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo Universitas Indonesia Press. Jakarta. 427 hal.

Ismunadji, M. 1989. Kalium, kebutuhan dan penggunaannya dalam pertanian modern. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Indonesia. 86 hal.

Mangoensoekardjo, S. 1978. Penelitian pengaruh persaingan teki (Cyperus rotundus

L.) terhadap tanaman. Balai penelitian perkebunan Medan. 140 hal.

Manurung, S.O dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan fisiologi padi dalam Padi. Buku I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Mengel, K. dan Kirkby, E.A. 1982. Principles of plant nutrition, Inter. Potash Ins. Bern Switzerland. P : 411-434.

Mercado, B.L. 1979. Introduction of weed science. SEARCA College. Laguna, Philipines. 292 p.

Moenandir, J. 1993. Persaingan tanaman budidaya dengan gulma. Ilmu gulma. Buku III. Rajawali Press. Jakarta. 101 hal.

Moody, K. 1978. Crop and weed competition. In Journal Weed Sci Philipp 5 ; pp 28-43.

Rinsema, W.T. 1986. Pupuk dan cara memupuk. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 56 hal.


(5)

Rukmana, R. 1997. Kacang hijau. Budidaya dan pasca panen. Kanisius. 68 hal. __________ dan S. Saputra. 1999. Gulma dan teknik pengendalian. Penerbit

Kanisius. Jogyakarta. 88 hal.

Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 217 hal.

Sosrosoedirdjo, S. dan T.B. Rifai. 1985. Ilmu memupuk I. CV Yasaguna Jakarta. 71 hal.

Sukman, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan teknik pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 157 hal.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan gulma di perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 210 hal.


(6)