KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA KOMITE SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SMK NEGERI DI KABUPATEN TASIKMALAYA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C.Rumusan Masalah ... 5

D.Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Asumsi Dasar ... 7

G.Hipotesis ... 8

H.Definisi Operasional ... 9

I. Metodologi Penelitian ... 10

J. Populasi dan Sampel ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.MBS dalam Konteks Administrasi Pendidikan ... 12

B.Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 26

C.Komite Sekolah ... 35

D.Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ... 40

E. Sekolah Menengah Kejuruan dan MBS ... 57

F. Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah ... 61

G.Sekolah Efektif ... 66


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 75

B. Wilayah Penelitian, Populasi dan Sampel ... 75

C. Teknik Pengumpulan Data ... 78

D. Instrumen Penelitian ... 78

E. Uji Coba Instrumen ... 81

F. Teknik Analisis Data ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 98

B. Pembahasan ... 123

C. Keterbatasan Penelitian ... 150

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 152

B. Implikasi Hasil Penelitian ... 153

C. Rekomendasi ... 155

DAFTAR PUSTAKA ... 157 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah ... 47

2.2. Komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah ... 48

3.1. Data Guru SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya ... 76

3.2. Penyebaran Sampel ... 78

3.3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 80

3.4. Hasil Uji Validitas Variabel X₁ ... 84

3.5. Hasil Uji Validitas Variabel X₂ ... 85

3.6. Hasil Uji Validitas Variabel Y ... 87

3.7. Reliability Statistic ... 89

3.8. Butir-butir yang Ditolak dari Masing-masing Variabel ... 90

3.9. Kriteria Skor Rata-rata Variabel ... 92

3.10. Tolok Ukur Koefisien Korelasi ... 95

4.1. Konsultasi Hasil Perhitungan WMS ... 98

4.2. Skor Rata-rata Variabel Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah 99 4.3. Skor Rata-rata Variabel Kinerja Komite Sekolah ... 100

4.4. Skor Rata-rata Variabel Efektivitas Implementasi MBS ... 102

4.5. Skor Rata-rata Perhitungan WMS Variabel Penelitian ... 103

4.6. Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov Smirnov ... 105

4.7. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data... 106

4.8. Anova (b) Hasil Uji Linieritas Variabel X₁ terhadap Y ... 107

4.9. Anova (b) Hasil Uji Linieritas Variabel X₂ terhadap Y ... 108

4.10. Correlations Variabel X dengan Y ... 110

4.11. Coefficients (a) Uji Signifikansi Korelasi X terhadap Y ... 111

4.12. Model Summary Analisis Koefisien Determinan X terhadap Y .. 111

4.13. Coefficient (a) Analisis Regresi Variabel X terhadap Y ... 112

4.14. Anova (b) Uji Signifikansi Korelasi dengan Uji F ... 113

4.15. Correlations Variabel X₂ dengan Y ... 114

4.16. Coefficients (a) Uji Signifikansi Korelasi X₂ dengan Y ... 114

4.17. Model Summary (b) Analisis Koefisien Determinan X₂ - Y ... 115

4.18. Coefficient (a) Analisis Regresi X₂ dengan Y ... 116

4.19. Anova (b) Analisis regresi X₂-Y dengan Uji F ... 117

4.20. Model Summary Analisi Koefisien Korelasi Ganda X₁,X₂ - Y ... 118

4.21. Anova (b) Uji Signifikansi Korelasi Ganda X₁,X₂ - Y Uji t ... 119

4.22. Model Summary (b) Analisis Koefisien Determinan X₁,X₂-Y ... 119

4.23. Coefficients (a) Analisis Regresi Ganda X₁,X₂ dengan Y ... 120


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1.1. Kerangka Berfikir Penelitian ... 8

2.1. Sekolah sebagai Sistem Sosial ... 17

2.2. Penataan Sumberdaya dalam Administrasi Pendidikan ... 19

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kepemimpinan ... 29

2.4. Dua Dimensi Model Kepemimpinan ... 31

4.1. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable Efektivitas Implementasi MBS ... 106

4.2. Scatter Plot Linieritas Data Variabel X₁ atas Y ... 107

4.3. Scatter Plot Linieritas Data Variabel X₂ atas Y ... 108

4.4. Grafik Regresi Variabel X₁ terhadap Variabel Y... 112

4.5. Grafik Regresi Variabel X₂ terhadap Variabel Y ... 116

4.6. Grafik Regresi Variabel X₁ dan X₂ terhadap Variabel Y ... 121

4.7. Struktur Kontribusi X₁ dan X₂ terhadap Y ... 122

4.8. Deskripsi Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 123

4.9. Deskripsi Struktur Tugas ... 125

4.10. Deskripsi Tenggang Rasa ... 127

4.11. Deskripsi Kinerja Komite Sekolah ... 130

4.12. Deskripsi Badan Pertimbangan... 131

4.13. Deskripsi Badan Pendukung ... 134

4.14. Deskripsi Badan Pengontrol ... 136

4.15. Deskripsi Badan Penghubung ... 138

4.16. Deskripsi Efektivitas Implementasi MBS ... 140

4.17. Deskripsi Kemandirian Sekolah ... 141

4.18. Deskripsi Transparansi dan Akuntabilitas ... 142

4.19. Deskripsi Partisipasi Masyarakat ... 144

4.20. Deskripsi Peningkatan Kesejahteraan... 145


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Melakukan Observasi/Penelitian Lampiran 2 Surat Izin Penelitian/Observasi

Lampiran 3 SK Pembimbing Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Data Mentah Varibel Perilaku Kepemimpinan kepala Sekolah Lampiran 6 Data Mentah Variabel Kinerja Komite Sekolah

Lampiran 7 Data Mentah Variabel Efektivitas Implementasi MBS Lampiran 8 Angket Penelitian


(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa. Menyadari akan hal ini, pemerintah melakukan perubahan dan penyempurnaan pengelolaan pendidikan yang salah satunya dikenal dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat (2002:45) mengisyaratkan bahwa implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah, ataupun faktor eksternal di luar sekolah, yaitu: (1) kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik, (2) kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan, (3) dukungan pemerintah, dan (4) profesionalisme.

Selanjutnya, Rivai (2009:148) mengemukakan:

Dalam mengimplementasikan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Kepala sekolah harus tampil sebagai motivator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara personal harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan mutu total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan baik di dalam sekolah itu sendiri maupun dengan sekolah lain.

Dengan demikian, konsep MBS mengharuskan kepala sekolah untuk berperan aktif dalam mengkoordinasikan, menggerakan, dan menyelaraskan


(7)

2

segala sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah harus memiliki visi dan misi kelembagaan serta semangat untuk maju dan mengabdi dalam mencapai tujuan dan program-program pendidikan yang telah ditetapkan.

Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan MBS adalah partisipasi warga masyarakat melalui wadah Komite Sekolah. Dalam hal ini, Satori dan Fattah (2001:99) menyatakan: ”Sekolah perlu memberdayakan masyarakat melalui Komite Sekolah dengan mengajak bekerja sama dalam memanfaatkan potensi yang ada sehingga semua sumber daya berkembang secara maksimal sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Kebersamaam merupakan potensi yang amat vital untuk membangun masyarakat menciptakan demokratisasi pendidikan”.

Dengan MBS diharapkan dapat mendorong terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dengan muaranya pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan pendidikan pada tataran yang paling bawah yaitu sekolah. Oleh sebab itu, penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan model implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan yang dapat dianalisis dan dipahami melalui apa yang senyatanya terjadi sesudah program atau kebijakan dirumuskan dan dinyatakan berlaku.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan demikian, rumusan judul pada penelitian ini adalah: ”Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kinerja Komite Sekolah terhadap Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten Tasikmalaya”.


(8)

3

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten Tasikmalaya. Dengan demikian, adanya otonomi pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan dan untuk mengimplementasikan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sangat diperlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta daya juang yang tinggi sehingga dapat memberdayakan segala sumber daya yang ada, termasuk sumber daya masyarakat yang diorganisasikan dalam wadah komite sekolah. Untuk itu, diperlukan kesamaan persepsi dari seluruh elemen pendidikan yang ada di sekolah tentang pentingnya konsistensi implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Kabupaten Tasikmalaya dalam mengimplementasikan kebijakan MBS ini adalah analisis terhadap kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi sehingga kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada dapat melahirkan program-program yang realistis dan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, kepala sekolah selaku pemimpin dalam lembaga pendidikan (sekolah) hendaknya dapat memacu partisipasi masyarakat melalui wadah komite sekolah.

Atas dasar itu, maka masalah-masalah penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) lingkungan pendidikan pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?


(9)

4

2. Bagaimana persepsi kepala sekolah dan komite sekolah SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya terhadap implementasi MBS?

3. Bagaimana perilaku kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya dalam mengimplementasikan MBS?

4. Bagaimana peran komite sekolah SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya dalam mengimplementasikan MBS?

5. Bagaimana persepsi guru SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya terhadap kemampuan manajerial kepala sekolahnya dalam mengimplementasikan MBS?

6. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?

7. Seberapa besar kontribusi kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?

8. Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja komite sekolah pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?

9. Seberapa besar pengaruh kinerja komite sekolah terhadap perilaku kepemimpinan kepala sekolah pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?

10. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?


(10)

5

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah penelitian ini difokuskan pada, ”Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?”.

Adapun sub masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?

2. Seberapa besar kontribusi kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui besarnya kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

2. Mengetahui besarnya kontibusi kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

3. Mengetahui besarnya kontibusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah secara simultan terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.


(11)

6

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan wawasan tentang ilmu administrasi pendidikan baik pada tingkat makro di lembaga birokrasi pendidikan, maupun pada tingkat mikro di tingkat satuan pendidikan (sekolah).

Khususnya pada tingkat sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan model-model baru kerjasama antara kepala sekolah dengan komite sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan MBS sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi masukan kepada pihak sekolah, khususnya kepala sekolah, agar dapat memberdayakan masyarakat melalui wadah komite sekolah. b. Memberi masukan kepada kepala sekolah dan komite sekolah dalam

bekerja sama meningkatkan mutu pendidikan melalui pengimplementasian kebijakan MBS dengan menggalang dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap program-program sekolah.

c. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, yang bertanggungjawab dalam memajukan lembaga pendidikan di wilayahnya dengan melibatkan peranserta masyarakat. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi umpan balik (feedback) dan evaluasi terhadap pemberlakuan kebijakan


(12)

7

MBS dan komite sekolah, sehingga dapat diambil langkah-langkah antisipatif dan mencari solusi untuk memecahkan permasalahan yang timbul dari kebijakan tersebut sehingga Manajemen Berbasis Sekolah dan Komite Sekolah dapat berfungsi secara efektif.

F. Asumsi Dasar

Penelitian ini didasarkan pada beberapa asumsi, sebagai berikut:

1. Efektivitas implementasi MBS dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsinya sebagai manajer. Fattah (2003:15) mengemukakan bahwa dalam implementasi MBS, kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, dituntut untuk bertanggungjawab atas seluruh komponen sekolah, dan harus berupaya meningkatkan mutu pelayanan dan mutu hasil belajar yang berorientasi kepada pemakai, baik internal (siswa) maupun eksternal (masyarakat, pemerintah, lembaga industri dan dunia kerja).

2. Efektivitas implementasikan MBS dipengaruhi oleh kinerja komite sekolah yang mewadahi partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam konteks MBS merupakan kesadaran dan kepedulian mayarakat untuk melakukan aktivitas-aktivitas dalam pengambilan keputusan, melaksanakan keputusan, dan mengevaluasinya secara proporsional yang dilandasi kesepakatan. Fattah (2003:16) mengemukakan bahwa MBS akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampu melibatkan

stakeholder terutama peningkatan peran serta masyarakat dalam

menentukan kewenangan, pengadministrasian dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah.


(13)

8

Dengan demikian, asumsi dasar penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:

Gambar 1.1.

Kerangka Berfikir Penelitian

G. Hipotesis

Hipotesis atau jawaban sementara terhadap masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat kontribusi yang signifikan dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

2. Terdapat kontribusi yang signifikan dari kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

3. Terdapat kontribusi yang signifikan dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah secara simultan terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

r1y

r2y KINERJA

KOMITE SEKOLAH (X2)

PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

(X1)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI

MBS (Y) R1,2y


(14)

9

H. Definisi Operasional

1. Perilaku kepemimpinan adalah semua kegiatan atau aktivitas pemimpin dalam mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan yang berpengaruh dan menentukan efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Ada dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu: (1) berorientasi pada organisasi (concern for organization), dan (2) berorientasi pada hubungan individual (concern for individual relationship). Dengan demikian, yang dimaksud dengan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini, adalah: (1) perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, yaitu: melakukan komunikasi satu arah, menyusun rencana kerja, merancang tugas-tugas, menetapkan prosedur kerja, dan menekankan pencapaian tujuan organisasi; dan (2) perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia, yaitu: menjalin hubungan yang akrap, menghargai anggota, bersikap hangat, dan menaruh kepercayaan kepada anggota. 2. Kinerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan

jumlah sumber kerja yang sipergunakan. Kinerja dikatakan rendah apabila hasil yang diperoleh lebih kecil dari sumber kerja yang dipergunakan. Kinerja memiliki lima dimensi, yaitu: (1) kualitas kerja, (2) tepat waktu, (3) inisiatif, (4) kemampuan, dan (5) komunikasi (Terry, 1998:43).

3. Komite Sekolah adalah suatu badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan (sekolah).

Peran dan fungsi komite sekolah adalah: (1) sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), (2) sebagai pendukung (supporting


(15)

10

agency), (3) sebagai pengontrol (controlling agency), dan (4) sebagai

mediator (mediator agency).

4. Kinerja komite sekolah adalah proses dan hasil kerja yang dicapai oleh komite sekolah dalam melaksanakan peran dan fungsinya untuk mewujudkan efektivitas pengelolaan pendidikan di sekolah.

5. Efektivitas adalah semua usaha dan tindakan yang dapat membawa hasil. Suatu sekolah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah, sebaliknya sekolah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (Getzel, 1969).

6. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model pengelolaan pendidikan dengan pemberian otonomi yang luas kepada sekolah untuk merencanakan, mengambil keputusan, dan melibatkan partisipasi masyarakat.

7. Efektivitas implementasi MBS adalah usaha atau tindakan yang dilakukan oleh pengelola sekolah dalam melaksanakan rumusan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

I. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Surakhmad (1998:140) mengemukakan bahwa metode deskriptif merupakan metode yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada masa sekarang. Ciri-ciri metode deskriptif adalah: (1) memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang (pada


(16)

masalah-11

masalah aktual), dan (2) data yang dikumpulkan mula-mula diteliti, dijelaskan, dan kemudian dianalisis. Oleh karena itu, metode ini disebut metode analisis.

Untuk melengkapi data, digunakan studi dokumentasi terhadap dokumen-dokumen tertulis yang ada hubungannya dengan masalah implementasi MBS. Jenis informasi yang ditelusuri diantaranya terkait dengan kebijakan pemerintah daerah pasca diberlakukannya MBS.

J. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan guru SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 165 orang. Menggunakan guru sebagai sumber data karena mereka terlibat langsung dalam pengelolaan pendidikan di sekolah.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang diambil untuk dijadikan sumber data dan dianggap mewakili keseluruhan populasi secara representatif. Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah probability

sampling karena memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)

populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, dan cara pengambilan sampling dilakukan dengan cara simple random sampling. Dikatakan sederhana (simple) karena cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam golongan populasi tersebut dan dilakukan karena anggota populasinya homogen.


(17)

75

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan survey dengan metode deskriptif analisis. Sebagaimana dikemukakan Kerlinger dalam Riduwan (2008:49) bahwa penelitian survey dapat dilakukan baik pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. Selanjutnya, M. Nazir, (1998:48) mengemukakan: “Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki”.

Deskripsi penelitian memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Deskripsi yang dimaksud terkait dengan variabel penelitian tentang kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS). Dengan demikian, melalui pendekatan ini diharapkan dapat diperoleh data-data yang akurat untuk disajikan, dianalisis, dan diinterpretasikan sehingga dapat ditentukan kesimpulan akhirnya.

B. Wilayah Penelitian, Populasi, dan Sampel 1. Wilayah Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dengan responden seluruh guru pada 4 buah SMK Negeri, sebagai berikut:


(18)

76

a. SMK Negeri Rajapolah yang berlokasi di Kecamatan Rajapolah; b. SMK Negeri Manonjaya yang berlokasi di Kecamatan Manonjaya;

c. SMK Negeri Bantarkalong yang berlokasi di Kecamatan Bantarkalong; dan d. SMK Negeri Pancatengah yang berlokasi di Kecamatan Pancatengah. 2. Populasi

Sugiyono (2008:80) memberikan pengertian bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

Data populasi sebanyak 165 orang guru, dengan penyebaran populasi sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Data Guru SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya

No. Nama SMK Lokasi Jumlah Guru

L P

1 SMK N Rajapolah Kecamatan Rajapolah 30 23 2 SMK N Manonjaya Kecamatan Manonjaya 29 9 3 SMK N Bantarkalong Kecamatan Bantarkalong 48 12 4 SMK N Pancatengah Kecamatan Pancatengah 10 4

Jumlah 117 48 Jumlah keseluruhan 165 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya

3. Sampel

Sugiyono (2008:81) memberikan pengertian bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sementara Riduwan (2008:56) mendefiniskan: “Sampel sebagai bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Dinamakan


(19)

77

penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Yang dimaksud menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi”.

a. Menentukan ukuran sampel

Untuk menentukan besarnya atau ukuran sampel digunakan rumus Taro Yamane (Riduwan, 2008: 65), yaitu :

.

1

Keterangan:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = presisi atau penyimpangan terhadap populasi

1 = angka konstan

Dalam penelitian sosial besarnya presisi biasanya antara 5% sampai dengan 10%, pada penelitian ini peneliti mengambil presisi sebesar 10% sehingga diperoleh nilai n seperti tertera dibawah ini :

. ² 1

165 165 . 0.1² 1

165

2.65 62.26

Jadi jumlah sampel penelitian sebanyak 62 orang (dibulatkan), jumlah ini menjadi responden penelitian. Jumlah sampel tersebut jika diprosentasekan adalah 62/165 x 100% = 37,57%

b. Menentukan subjek penelitian

Untuk menarik sampel dari populasi, agar sampel representatif, diupayakan bahwa setiap subjek dalam populasi memiliki peluang sama menjadi unsur sampel. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simple random sampling.


(20)

78

Penentuan anggota sampel adalah sebesar 37,57% dari populasi. Penyebaran sampel pada tiap sekolah dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 : Penyebaran Sampel

No. Nama Sekolah Jumlah Guru Jumlah Sampel 1. SMK Negeri Pancatengah 14 14 x 62/165 = 5 2. SMK Negeri Bantarkalong 60 60 x 62/165 = 23 3. SMK Negeri Manonjaya 38 38 x 62/165 = 14 4. SMK Negeri Rajapolah 53 53 x 62/165 = 20

Jumlah 165 62

Dengan demikian, jumlah total sampel penelitian adalah 62 orang.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan metode angket (kuesioner). Hal ini sejalan dengan Sugiyono (2008:137) yang menyatakan bahwa teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. Lebih lanjut beliau mengemukakan: “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab”.

Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa teknik kuesioner (angket) ini cocok digunakan sebagai alat pengumpul data dengan jumlah responden yang banyak dan tersebar di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang cukup luas.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam ataupun sosial yang dapat diamati (Sugiyono, 2008:102). Sedang-kan Riduwan (2008:71) mengemukaSedang-kan: “Instrument penelitian menjelasSedang-kan


(21)

79

semua alat pengambilan data yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrument (validitas dan reliabilitas)”.

Berdasarkan teori di atas, maka untuk memperoleh data tentang perilaku kepemimpinan kepala sekolah, kinerja komite sekolah dan efektivitas implementasi MBS maka digunakan alat pengumpul data berupa kuesioner (angket) dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi instrument berdasarkan definisi operasional dari masing-masing variable penelitian. Angket yang telah disusun, diuji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.

1. Skala Pengukuran

Dalam penyusunan kuesioner, peneliti menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena tertentu (Sugiyono, 2008:93). Dengan skala likert ini peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran perilaku kepemimpinan kepala sekolah, kinerja komite sekolah, dan efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dari ketiga variabel penelitian ini adalah angket skala likert dengan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu: Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP).

Pemberian bobot untuk masing-masing kontinum berturut-turut untuk pernyataan-pernyataan positif diberi bobot: 5 – 4 – 3 – 2 – 1. Sedangkan untuk pernyataan-pernyataan negatif diberi bobot: 1 – 2 – 3 – 4 – 5.

2. Penyusunan Instrumen

Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan indikator-indikator dari setiap variabel (X , X , dan Y). Untuk mendapat kesahihan yang konstruktif, maka dilakukan melalui pendefinisian dan studi kepustakaan serta konsultasi dan diskusi dengan pembimbing.


(22)

80

Instrumen pada masing-masing indikator disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) membuat kisi-kisi berdasarkan indikator variabel, 2) menyusun butir-butir pernyataan sesuai dengan indikator variabel, 3) melakukan analisis rasional untuk melihat kesesuaian dengan indikator serta ketepatan dalam menyusun angket dari aspek yang diukur. Kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3: Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator No. Item

a.Perilaku

Kepemimpinan (X )

1)Struktur Tugas (initiating

structure)

- Melakukan komunikasi satu arah

1 - 3 - Menyusun rencana kerja 4 - 5 - Merancang tugas-tugas 6 - 8 - Menetapkan prosedur kerja 9 - 12 - Menekankan pencapaian

tujuan organisasi

13 - 24 2)Tenggang rasa

(consideration)

- Menjalin hubungan yang akrab

25 - 29 - Menghargai anggota 30 - 37 - Bersikap hangat 38 - 40 - Menaruh kepercayaan

kepada anggota

41 - 44 b.Kinerja

Komite Sekolah (X )

1)Badan

pertimbangan (Advisory

Agency)

- Perencanaan sekolah 1 - 5 - Pelaksanaan program

kurikulum, PBM, dan penilaian

6 - 7

- Pengelolaan sumber daya pendidikan

8 - 11 2)Badan pendukung

(Supporting

Agency)

- Pengelolaan sumber daya 12 - 14 - Pengelolaan sarana dan

prasarana

15 - 18 - Pengelolaan anggaran 19 - 22 3)Badan pengontrol

(Controlling

Agency)

- Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah

23 - 27 - Memantau pelaksanaan

program

28 - 32 - Memantau output

pendidikan

33 - 36 4)Badan

penghubung (Mediator

Agency)

- Perencanaan 37 - 39

- Pelaksanaan program 40 - 43 - Pengelolaan sumber daya

pendidikan


(23)

81

c.Implementasi MBS (Y)

1)Kemandirian sekolah

- Perencanaan program sekolah

1 - 4 - Pelaksanaan program 5 - 10 - Pengawasan program

sekolah

11 - 12 - Pengambilan keputusan 13 - 15 2)Transparansi dan

akuntabilitas

- Penerimaan sumber daya sekolah

16 - 18 - Pengalokasian sumber daya 19 - 21 - Pertanggungjawaban 22 - 23 3)Partisipasi

masyarakat

- Peran serta orang tua 24 - 25 - Peran serta komite sekolah 26 - 29 4)Peningkatan

kesejahteraan

- Ketersediaan sistem penghargaan

30 - Pengembangan profesional

guru/staf

31 - 35 5)Peningkatan

kualitas sekolah

- Kualitas pembelajaran 36 - 44 - Hasil belajar siswa (Out put

dan Out come)

45 - 48 - Budaya sekolah 49 - 50

E. Uji Coba Instrumen

Instrumen penelitian yang telah disusun diuji-cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kesahihan dan kehandalannya melalui prosedur sebagai berikut: 1. Responden Uji Coba

Instrumen penelitian diuji cobakan pada responden yang tidak termasuk sampel penelitian. Jumlah responden uji coba sebanyak 30 (tiga puluh) orang guru. Jumlah 30 orang ini dianggap sudah memenuhi syarat untuk uji-coba instrumen.

2. Pelaksanaan Uji Coba Instrumen

Uji-coba instrumen dilakukan dengan langkah-angkah: a) membagikan angket pada 30 orang guru, b) memberikan keterangan tentang cara pengisian


(24)

82

angket, c) para guru melakukan pengisian angket, dan d) setelah guru selesai mengisi angket, maka segera dikumpulkan kembali.

3. Tujuan Pelaksanaan Uji Coba

Pelaksanaan uji-coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi pada item-item angket, baik dalam hal redaksi, alternatif jawaban yang tersedia, maupun dalam pernyataan dan jawaban tersebut. Uji-coba dilakukan untuk analisis terhadap instrumen sehingga diketahui sumbangan butir-butir pernyataan terhadap indikator yang telah ditetapkan pada masing-masing variabel. Selanjutnya, untuk memperoleh butir pernyataan yang valid dan reliabel maka dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas.

4. Uji Validitas Instrumen

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arikunto (Akdon, 2008:143) bahwa validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur.

Sugiyono (Akdon, 2008:143) mengemukakan: “Jika instrumen dikatakan valid maka instrumen itu menunjukkan alat ukur untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”. Selanjutnya, Arikunto (2002:145) mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana variabel data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran variabel yang dimaksud.

Validitas instrumen dapat diketahui melalui perhitungan dengan menggunakan rumus pearson product moment terhadap nilai-nilai antara variabel X dengan variabel Y. Adapun rumus yang digunakan adalah seperti yang dikemu-kakan Sugiyono (Akdon, 2008:144), sebagai berikut:


(25)

83

. .

Keterangan:

= Jumlah responden

= Jumlah perkalian X dan Y = Jumlah skor tiap butir = Jumlah skor total

² = Jumlah skor X dikuadratkan

² = Jumlah skor Y dikuadratkan

Selanjutnya dihitung dengan uji t atau uji signifikansi. Uji ini untuk menentukan apakah variable X signifikan terhadap variable Y. Akdon (2008:144) mengemukakan penggunaan rumus uji signifikansi sebagai berikut:

! √ 2

1 ²

Keterangan:

= koefisien korelasi = banyak populasi

Distribusi (table t) untuk #=0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n – 2 dengan keputusan sebagai berikut: jika ! > ! $%&' berarti valid. Sebaliknya, jika ! < !$%&' , berarti tidak valid.

5. Hasil Uji Validitas Instrumen

Dalam penelitian ini, uji validitas menggunakan bantuan computer dengan program SPSS versi 12 for window. Dengan demikian, untuk mengetahui tingkat validitas instrument maka dapat melihat angka pada kolom corrected item-total


(26)

84

) dibandingkan dengan nila $%&'. Jika > $%&' maka item tersebut valid. Sebaliknya, jika < $%&' maka item tersebut tidak valid.

a. Validitas Variable )* (Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah)

Dengan perhitungan menggunakan rumus tersebut di atas, maka untuk variabel X (Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah) yang terdiri dari 38 item pernyataan, dinyatakan valid sebanyak 31 (tiga puluh satu) item, dan yang tidak valid sebanyak 8 (delapan) item, yaitu nomor: 5, 8, 14, 21, 28, 29, 32, dan 35. Dengan keputusan bahwa untuk item yang tidak valid tidak digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table Item-Total Statistics sebagai berikut:

Tabel 3.4: Hasil Uji Validitas Variabel )* (Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah) Nomor

Item

$%&'

#=0,05, n=30 Keterangan Keputusan

1 0.579 0.361 Valid Digunakan

2 0.661 0.361 Valid Digunakan

3 0.864 0.361 Valid Digunakan

4 0.489 0.361 Valid Digunakan

5 0.218 0.361 Tidak Valid Ditolak

6 0.582 0.361 Valid Digunakan

7 0.596 0.361 Valid Digunakan

8 0.008 0.361 Tidak Valid Ditolak

9 0.562 0.361 Valid Digunakan

10 0.776 0.361 Valid Digunakan

11 0.744 0.361 Valid Digunakan

12 0.467 0.361 Valid Digunakan

13 0.665 0.361 Valid Digunakan

14 0.360 0.361 Tidak Valid Ditolak

15 0.468 0.361 Valid Digunakan

16 0.628 0.361 Valid Digunakan

17 0.504 0.361 Valid Digunakan

18 0.467 0.361 Valid Digunakan

19 0.864 0.361 Valid Digunakan

20 0.822 0.361 Valid Digunakan

21 -0.001 0.361 Tidak Valid Ditolak


(27)

85

23 0.390 0.361 Valid Digunakan

24 0.750 0.361 Valid Digunakan

25 0.821 0.361 Valid Digunakan

26 0.771 0.361 Valid Digunakan

27 0.744 0.361 Valid Digunakan

28 -0.013 0.361 Tidak Valid Ditolak

29 0.209 0.361 Tidak Valid Ditolak

30 0.574 0.361 Valid Digunakan

31 0.556 0.361 Valid Digunakan

32 0.234 0.361 Tidak Valid Ditolak

33 0.543 0.361 Valid Digunakan

34 0.596 0.361 Valid Digunakan

35 0.353 0.361 Tidak Valid Ditolak

36 0.489 0.361 Valid Digunakan

37 0.572 0.361 Valid Digunakan

38 0.600 0.361 Valid Digunakan

b. Validitas Variable )+ (Kinerja Komite Sekolah)

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka untuk variabel X (Kinerja Komite Sekolah) yang terdiri dari 46 item pernyataan, terdapat 37 (tiga puluh tujuh) item pernyataan yang dinyatakan valid dan 9 (sembilan) item pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor: 3, 5, 8, 13, 24, 26, 28, 33 dan 39. Untuk item yang tidak valid tidak digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table Item-Total Statistics sebagai berikut:

Table 3.5: Hasil Uji Validitas variable )+ (Kinerja Komite Sekolah) Nomor

Item

$%&'

#=0,05, n=30 Keterangan Keputusan

1 0.511 0.361 Valid Digunakan

2 0.685 0.361 Valid Digunakan

3 0.333 0.361 Tidak Valid Ditolak

4 0.377 0.361 Valid Digunakan

5 0.269 0.361 Tidak Valid Ditolak

6 0.608 0.361 Valid Digunakan

7 0.530 0.361 Valid Digunakan

8 0.269 0.361 Tidak Valid Ditolak


(28)

86

10 0.664 0.361 Valid Digunakan

11 0.596 0.361 Valid Digunakan

12 0.495 0.361 Valid Digunakan

13 0.349 0.361 Tidak Valid Ditolak

14 0.495 0.361 Valid Digunakan

15 0.670 0.361 Valid Digunakan

16 0.538 0.361 Valid Digunakan

17 0.482 0.361 Valid Digunakan

18 0.592 0.361 Valid Digunakan

19 0.558 0.361 Valid Digunakan

20 0.857 0.361 Valid Digunakan

21 0.632 0.361 Valid Digunakan

22 0.522 0.361 Valid Digunakan

23 0.437 0.361 Valid Digunakan

24 0.289 0.361 Tidak Valid Ditolak

25 0.664 0.361 Valid Digunakan

26 0.086 0.361 Tidak Valid Ditolak

27 0.530 0.361 Valid Digunakan

28 0.269 0.361 Tidak Valid Ditolak

29 0.632 0.361 Valid Digunakan

30 0.664 0.361 Valid Digunakan

31 0.596 0.361 Valid Digunakan

32 0.383 0.361 Valid Digunakan

33 0.289 0.361 Tidak Valid Ditolak

34 0.441 0.361 Valid Digunakan

35 0.670 0.361 Valid Digunakan

36 0.538 0.361 Valid Digunakan

37 0.685 0.361 Valid Digunakan

38 0.857 0.361 Valid Digunakan

39 0.348 0.361 Tidak Valid Ditolak

40 0.543 0.361 Valid Digunakan

41 0.608 0.361 Valid Digunakan

42 0.530 0.361 Valid Digunakan

43 0.632 0.361 Valid Digunakan

44 0.543 0.361 Valid Digunakan

45 0.664 0.361 Valid Digunakan

46 0.596 0.361 Valid Digunakan

c. Validitas Variabel Y (Implementasi BMS)

Untuk variabel Y (Implementasi MBS) yang terdiri dari 48 item pernyataan, terdapat 40 (empat puluh) item pernyataan yang dinyatakan valid dan


(29)

87

8 (delapan) item pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor: 5, 6, 14, 33, 37, 40, 41, dan 44. Untuk item yang tidak valid tidak digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.6: Hasil Uji Validitas Variabel Y (Implementasi MBS) Nomor

Item

$%&'

#=0,05, n=30 Keputusan Keterangan

1 0.658 0.361 Valid Digunakan

2 0.778 0.361 Valid Digunakan

3 0.826 0.361 Valid Digunakan

4 0.616 0.361 Valid Digunakan

5 0.178 0.361 Tidak Valid Ditolak

6 0.192 0.361 Tidak Valid Ditolak

7 0.564 0.361 Valid Digunakan

8 0.600 0.361 Valid Digunakan

9 0.459 0.361 Valid Digunakan

10 0.729 0.361 Valid Digunakan

11 0.770 0.361 Valid Digunakan

12 0.532 0.361 Valid Digunakan

13 0.547 0.361 Valid Digunakan

14 0.228 0.361 Tidak Valid Ditolak

15 0.614 0.361 Valid Digunakan

16 0.655 0.361 Valid Digunakan

17 0.656 0.361 Valid Digunakan

18 0.631 0.361 Valid Digunakan

19 0.384 0.361 Valid Digunakan

20 0.457 0.361 Valid Digunakan

21 0.718 0.361 Valid Digunakan

22 0.420 0.361 Valid Digunakan

23 0.433 0.361 Valid Digunakan

24 0.779 0.361 Valid Digunakan

25 0.753 0.361 Valid Digunakan

26 0.753 0.361 Valid Digunakan

27 0.753 0.361 Valid Digunakan

28 0.753 0.361 Valid Digunakan

29 0.599 0.361 Valid Digunakan

30 0.600 0.361 Valid Digunakan

31 0.517 0.361 Valid Digunakan

32 0.506 0.361 Valid Digunakan

33 0.239 0.361 Tidak Valid Ditolak

34 0.477 0.361 Valid Digunakan


(30)

88

36 0.476 0.361 Valid Digunakan

37 0.337 0.361 Tidak Valid Ditolak

38 0.681 0.361 Valid Digunakan

39 0.818 0.361 Valid Digunakan

40 0.267 0.361 Tidak Valid Ditolak

41 0.297 0.361 Tidak Valid Ditolak

42 0.559 0.361 Valid Digunakan

43 0.563 0.361 Valid Digunakan

44 0.228 0.361 Tidak Valid Ditolak

45 0.434 0.361 Valid Digunakan

46 0.419 0.361 Valid Digunakan

47 0.818 0.361 Valid Digunakan

48 0.770 0.361 Valid Digunakan

6. Uji Reliabilitas Instrumen

Setelah uji validitas, instrument penelitian pun harus diuji reliabilitasnya. Arikunto (2002:154) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.

Langkah-langkah pengujian reliabilitas angket dalam penelitian ini mengikuti pendapat Akdon (2008:148-151) sebagai berikut:

a. Menghitung total skor

b. Menghitung korelasi Product Moment dengan rumus:

. .

Keterangan:

= Jumlah responden

= Jumlah perkalian X dan Y = Jumlah skor tiap butir = Jumlah skor total

² = Jumlah skor X dikuadratkan


(31)

89

c. Menghitung reliabilitas seluruh item dengan rumus Spearman Brown berikut:

2 %

1 %

d. Mencari $%&' apabila dengan # = 0.05 dan derajat kebebasan (dk) = n – 2. e. Membuat keputusan dengan membandingkan dengan $%&'. Adapun

kaidah pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: Jika > $%&' maka item angket reliable. Sebaliknya, jika < $%&' berarti item angket

tidak reliable.

7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas dengan bantuan computer (program SPSS versi 12 for

Windows) dapat diketahui pada baris Guttman Split-Half Coefficient sebagai nilai

kemudian dibandingkan dengan nilai $%&'. Jika > $%&' maka item tersebut reliable. Sebaliknya, jika < $%&' maka item tersebut tidak

reliable. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7 : Reliability Statistics

X1 X2 Y

Cronbach's Alpha Part 1 Value .901 .901 .923

N of Items 19(a) 23(a) 24(a)

Part 2 Value .866 .900 .917

N of Items 19(b) 23(b) 24(b)

Total N of Items 38 46 48

Correlation Between Forms .849 .930 .892

Spearman-Brown Coefficient

Equal Length

.918 .964 .943

Unequal Length .918 .964 .943

Guttman Split-Half Coefficient 0.918 0.963 0.942

a. The items are: no01, no02, no03, no04, no05, no06, no07, no08, no09, no10,

no11, no12, no13, no14, no15, no16, no17, no18, no19.

b. The items are: no20, no21, no22, no23, no24, no25, no26, no27, no28, no29,


(32)

90

Hasil analisis reliabilitas diperoleh untuk variable perilaku kepemimpinan kepala sekolah (X ) mencapai 0.918, untuk variable kinerja komite sekolah (X ) sebesar 0.963, dan untuk variable implementasi MBS (Y) sebesar 0.942. Ketiga koefisien reliabilitas tersebut melebihi $%&' = 0.370 yang berarti bahwa ketiga instrument masuk kategori reliable. Untuk jelasnya, data hasil uji reliabilitas instrumen, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.8: Butir-butir yang ditolak dari masing masing variable No. Variabel / Sub

Variabel

Indikator Jumlah Butir

Jumlah Ditolak

Jumlah Valid 1 Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah (X )

a.Struktur Tugas (Initiating

Structure)

1)Melakukan komunikasi satu arah

2 0 2

2)Menyusun rencana kerja 2 0 2 3)Merancang tugas-tugas 3 1 2 4)Menetapkan prosedur kerja 3 1 2 5)Menekankan pencapaian

tujuan organisasi

10 1 9

b.Tenggang rasa

(Considera-tion)

1)Menjalin hubungan yang akrab

5 1 4

2)Menghargai anggota 7 3 4

3)Bersikap hangat 3 1 2

4)Menaruh kepercayaan kepada anggota

3 0 3

Jumlah 38 8 30

2 Kinerja Komite Sekolah (X ) a.Badan

Pertimbangan (Advisory

Agency)

1)Perencanaan sekolah 5 2 3

2)Pelaksanaan program 2 0 2 3)Pengelolaan sumber daya

pendidikan

4 1 3

b.Badan Pendukung (Supporting

Agency)

1)Pengelolaan sumber daya 3 1 2 2)Pengelolaan sarana dan

prasarana

4 0 4

3)Pengelolaan anggaran 4 0 4 c.Badan

Pengontrol (Controlling

Agency)

1)Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah

5 2 3

2)Memantau pelaksanaan program

5 1 4

3)Memantau out-put pendidikan


(33)

91

d.Badan Penghubung (Mediator

Agency)

1)Perencanaan 3 1 2

2)Pelaksanaan Program 4 0 4

3)Pengelolaan sumber daya pendidikan

3 0 3

Jumlah 46 9 37

3 Implementasi MBS (Y) a.Kemandirian

sekolah

1)Perencanaan program 4 0 4

2)Pelaksanaan program 5 2 3

3)Pengawasan program 2 0 2

4)Pengambilan keputusan 3 1 2 b.Transparansi

dan akuntabi- litas

1)Penerimaan sumber daya sekolah

3 0 3

2)Pengalokasian sumber daya 3 0 3

3)Pertanggungjawaban 2 0 2

c.Partisipasi masyarakat

1)Peran serta orang tua 2 0 2 2)Peran serta komite sekolah 4 0 4 d.Peningkatan

kesejahteraan

1)Ketersediaan sistem penghargaan

2 0 2

2)Pengembangan profesional guru/staf

4 1 3

e.Peningkatan kualitas sekolah

1)Kualitas pembelajaran 9 3 6 2)Hasil belajar siswa (out-put

dan out-come)

2 1 1

3)Budaya sekolah 3 0 3

Jumlah 48 8 40

8. Tahap Penyebaran dan Pengumpulan Angket

Setelah angket diujicobakan dengan hasil memenuhi criteria validitas dan reliabilitas, maka langkah selanjutnya adalah menyebarkan angket kepada guru SMK Negeri di kabupaten Tasikmalaya (sampel) sebanyak 62 angket. Setiap paket berisi:

a. Variabel prerilaku kepemimpinan kepala sekolah (X ) sebanyak 30 item b. Variabel kinerja komite sekolah (X ) sebanyak 37 item

c. Variabel implementasi MBS (Y) sebanyak 40 item

Dengan demikian, jumlah total item kuesioner (angket) penelitian ini sebanyak 107 item.


(34)

92

F. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis melalui statistic untuk uji normalitas data, uji homogenitas, uji linieritas, uji persamaan korelasi dan regresi sederhana, serta korelasi dan regresi ganda, dan uji hipotesis. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan tujuan agar data yang telah terkumpul mempunyai arti serta dapat disimpulkan sebagai jawaban dari permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis Data Deskriptif

Analisis data deskriptif dimaksudkan untuk melihat kecenderungan distribusi frekuensi variable dan menentukan tingkat ketercapaian responden pada masing-masing variable. Adapun gambaran umum dari setiap variable digambarkan dalam bentuk skor rata-rata yang diperoleh dengan menggunakan teknik Weighted Means Scored (WMS), dengan rumus:

,

Keterangan:

, = Skor rata-rata yang dicari

= Jumlah skor gabungan (hasil kali frekuensi dengan bobot nilai untuk setiap alternative jawaban)

N = Jumlah responden

Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan tabel criteria dan penafsiran sebagai berikut:

Tabel 3.9: Kriteria Skor Rata-rata Variabel

Rentang Nilai Pilihan Jawaban Kriteria

4,01 – 5,00 Selalu Sangat tinggi

3,01 – 4,00 Sering Tinggi

2,01 – 3,00 Kadang-kadang Cukup

1,01 – 2,00 Jarang Rendah


(35)

93

2. Pengujian Persyaratan Analisis

Sebelum melakukan analisis regresi maka dilakukan uji normalitas dan uji linieritas data, sebagai berikut:

a. Uji Normalitas Distribusi Data

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran data dari setiap variable apakah normal atau tidak. Hal ini penting untuk diketahui karena untuk pengolahan data hasil penelitian dapat menggunakan analisis parametric jika data berdistribusi normal, sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka menggunakan analisis non parametric.

Untuk uji normalitas, disamping dapat menggunakan program computer (SPSS versi 12), juga dapat menggunakan rumus Chi Kuadrat, sebagai berikut:

-

. /01 20

20

Keterangan:

-

= Chi kuadrat yang dicari

3 = frekuensi hasil penelitian

4 = frekuensi yang diharapkan

Untuk menentukan keberartian -

adalah dengan cara membandingkan

- dengan -$%&' dengan kriteria sebagai berikut: Distribusi data dikatakan normal apabila - < -$%&' dan distribusi data dikatakan tidak normal apabila - > -$%&'.

b. Uji Linieritas Data

Uji linieritas dilihat pada nilai signifikansi dari deviation of linierity untuk X terhadap Y dan X terhadap Y. Apabila nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hubungannya bersifat linier.


(36)

94

3. Menguji Hipotesis Penelitian

Teknik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah untuk hipotesis 1 dan 2 diuji dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi sederhana, sedangkan hipotesis 3 diuji dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi ganda.

a. Analisis Korelasi Sederhana

Analisis korelasi adalah untuk mengetahui derajat hubungan antara variable X dengan variable Y. Dalam penelitian ini, ukuran yang digunakan untuk mengetahui derajat hubungan adalah koefisien korelasi dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:

. .

Keterangan:

= Jumlah responden

= Jumlah perkalian X dan Y = Jumlah skor tiap butir = Jumlah skor total

² = Jumlah skor X dikuadratkan

² = Jumlah skor Y dikuadratkan

Dari rumus di atas dapat dijelaskan bahwa 56 merupakan koefisien korelasi dari variable X dan variable Y yang dapat dilihat dengan membandingkan dengan $%&' pada tingkat kepercayaan 95%. Bila > $%&' dan bernilai positif, maka terdapat pengaruh yang positif. Akdon (2008:188) menyatakan bahwa untuk memudahkan penafsiran harga koefisien korelasi maka dapat menggunakan tabel berikut:


(37)

95

Tabel 3.10

Tolok Ukur Koefisien Korelasi Nilai Koefisien Kriteria

0.80 – 1,000 Sangat Kuat

0,60 – 0,799 Kuat

0,40 – 0,599 Sedang

0,20 – 0,399 Rendah

0,00 – 0,199 Sangat Rendah 1) Uji Signifikan

Dalam penelitian ini, uji signifikan dimaksudkan untuk menentukan apakah variable X berkontribusi secara signifikan terhadap variable Y. Akdon (2008:188) mengemukakan rumus uji signifikansi, sebagai berikut:

! √ 2 √1

Keterangan:

= koefisien korelasi = banyak sampel

Untuk menguji tarap signifikansi yaitu dengan membandingkan harga

! dengan ! $%&' pada tingkat kepercayaan tertentu dengan dk = n – 2. Koefisien dikatakan signifikan (memiliki arti) apabila harga ! > !$%&'. 2) Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana derajat hubungan kontribusi yang diberikan oleh variable X terhadap variable Y, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

78 - 100%

Keterangan:

78 = koefisien determinasi yang dicari = koefisien korelasi


(38)

96

b. Analisis Regresi Sederhana

Untuk mengetahui hubungan fungsional antar variable penelitian, maka dalam penelitian ini, digunakan rumus sebagai berikut:

Ŷ ; <

Keterangan:

Ŷ = nilai taksir Y (variable terikat) dari persamaan regresi

; = konstanta (apabila harga X = 0)

< = koefisien regresi (besarnya perubahan yang terjadi pada Y jika satu unit perubahan terjadi pada X)

= harga variable X.

Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Mencari harga yang akan digunakan dalam menghitung koefisien a dan

b dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Akdon (2008:197),

yaitu:

;

² ²

<

² ²

2) Menyusun pasangan data untuk variable X dan variable Y 3) Mencari persamaan untuk koesfisien regresi sederhana. c. Analisis Korelasi Ganda

Dalam penelitian ini, analisis korelasi ganda berfungsi untuk mencari besarnya hubungan antar variable bebas (X₁ dan X₂) dan secara simultan (bersama-sama) berkontribusi terhadap variable terikat Y. Analisis korelasi


(39)

97

ganda menggunakan rumus: Rx₁x₂y. Sedangkan untuk mencari signifikansi digunakan rumus ? dibandingkan dengan ?$%&'. Untuk kesimpulan, jika

? ≥?$%&' maka Ho ditolak artinya signifikan. Sebaliknya, jika ? ≤

?$%&' maka Ho diterima, artinya tidak signifikan.

d. Analisis Regresi Ganda

Dalam penelitian ini, analisis regresi ganda merupakan alat peramalan nilai kontribusi dari kedua variable bebas terhadap variable terikat untuk membuktikan ada atau tidak adanya hubungan kausalitas (fungsi kausal).

Untuk itu, digunakan rumus analisis regresi ganda, sebagai berikut:

Ŷ ; < - < - E

Keterangan:

Ŷ = nilai taksir Y (variable terikat) dari persamaan regresi

; = nilai konstanta

< = nilai koefisien regresi

-< = nilai koefisien regresi = variable bebas

= nilai koefisien regresi

E = predictor (pengganggu)

Untuk membantu menganalisis data, maka dalam penelitian ini menggunakan program SPSS (Statistical Package of Social Science) sehingga dapat diperoleh perhitungan statistic deskriptif, seperti: mean, standar deviasi, skor minimum, skor maksimum, dan distribusi frekuensinya.


(40)

152

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A.Kesimpulan

Merujuk kepada rumusan masalah, tujuan penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya Propinsi jawa Barat, yang diukur melalui: (1) Struktur tugas, dan (2) Tenggang rasa, termasuk kategori “Sangat Baik”. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden tentang perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang berada pada kategori “Sangat Baik”.

2. Kinerja komite sekolah pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat, yang diukur melalui: (1) Badan Pertimbangan (Advisory Agency), (2) Badan Pendukung (Supporting Agency), (3) Badan Pengontrol (Controlling

Agency), dan (4) Badan Penghubung (Mediator Agency), termasuk kategori

“Sangat Tinggi”. Hal ini ditunjukan oleh skor rata-rata jawaban responden tentang kinerja komite sekolah yang berada pada kategori “Sangat Tinggi”. 3. Efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya

Propinsi Jawa Barat, yang diukur melalui: (1) Kemandirian sekolah, (2) Transparansi dan akuntabilitas, (3) Partisipasi masyarakat, (4) Peningkatan kesejahteraan, dan (5) Peningkatan kualitas sekolah, termasuk kategori “Sangat Tinggi”. Hal ini ditunjukan oleh skor rata-rata jawaban responden tentang efektivitas implementasi MBS yang berada pada kategori “Sangat Tinggi”.


(41)

153

4. Terdapat kontribusi yang positif dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasik-malaya Propinsi Jawa Barat sebesar 10,8%. Ini berarti bahwa tingkat efektivitas implementasi MBS dapat disumbangkan oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah sebesar 10,8%.

5. Terdapat kontribusi yang positif dari kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya sebesar 24,5%. Ini berarti bahwa tingkat efektivitas implementasi MBS dapat disumbangkan oleh kinerja komite sekolah sebesar 24,5%.

6. Terdapat kontribusi yang positif dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah (secara simultan) terhadap efektivitas implementasi MBS sebesar 29,5%. Ini berarti bahwa tingkat efektivitas implementasi MBS dapat disumbangkan oleh perilaku kepemimpinan dan kinerja komite sekolah (secara simultan) sebesar 29,5%. Sedangkan sisanya sebesar 70,5% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

B.Implikasi

Hasil penelitian membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah memiliki kontribusi yang signifikan terhadap efektivitas implementasi MBS. Hal ini berarti bahwa efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat dapat ditingkatkan melalui pembaikan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan peningkatan kinerja komite sekolah. Dengan demikian, implikasi dari penelitian ini akan terkait dengan variable penelitian, sebagai berikut:


(42)

154

1. Efektivitas Implementasi MBS

Efektivitas implementasi MBS dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal, diantaranya, MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya. Secara ekternal, MBS akan berhasil jika masyarakat (melalui wadah komite sekolah) dan pemerintah memberikan dukungan yang memadai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Untuk itu, dalam kontek efektivitas implementasi MBS, tingkat dukungan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi mutu layanan pendidikan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas output dan outcome pendidikan.

2. Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kajian kepemimpinan kepala sekolah dengan pendekatan perilaku, berorientasi kepada dua dimensi, yaitu: (1) struktur tugas, dan (2) tenggang rasa. Melalui pendekatan ini, kepala sekolah dalam konteks efektivitas Implementasi MBS, memiliki peran penting sehingga tingkat kontribusinya dapat mempengaruhi kualitas pengelolaan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu memperbaiki perilaku kepemimpinannya, sehingga MBS sebagai salah satu model pengelolaan pendidikan yang berorientasi mutu, dapat diimplementasikan secara efektif. Dengan meningkatkannya mutu layanan pendidikan di sekolah, diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

3. Kinerja Komite Sekolah

Tingkat efektivitas implementasi MBS dipengaruhi pula oleh faktor eksternal, diantaranya tingkat kontribusi komite sekolah. Kadar kontribusi komite sekolah


(43)

155

dapat diukur dari kinerja yang dilakukan sesuai dengan peran dan fungsinya. Jika kinerja komite sekolah melemah maka dapat menyebabkan terputusnya hubungan sekolah dengan masyarakat. Putusnya hubungan sekolah dengan masyarakat artinya sekolah tidak akan memahami kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan sehingga produk pendidikan tidak akan sesuai dengan tuntutan pelanggannya. Padahal MBS menawarkan suatu model pengelolaan pendidikan di sekolah yang berorientasi kepada pelanggannya yaitu masyarakat. Dengan demikian, tingkat kontribusi kinerja komite sekolah dapat mempengaruhi efektivitas implemenmtasi MBS.

4. Kenyataan jawaban responden atas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya, menunjukkan efektivitasnya yang sangat tinggi. Kemajuan ini diakui oleh semua kepala SMK bahwa sikap transparan yang dilakukan sangat membantu mereka meningkatkan partisipasi masyarakat. Namun demikian, masih ada kesenjangan antara acuan formal dan persepsi pelaku kebijakan yang menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak utuh. Selain itu, kebijakan MBS yang dimaksudkan untuk memandirikan sekolah dengan memberikan kewenangan, keleluasaan (Otonomi) kepada sekolah untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya, ternyata kewenangan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak sekolah.

C.Saran

1. Dengan pendekatan perilaku kepemimpinan, kepala sekolah dapat lebih dinamis memimpin sekolah dengan menciptakan hubungan struktur tugas dan hubungan emosional antar personal secara simultan sehingga dapat


(44)

156

membangkitkan gairah kerja dalam suasana kebersamaan. Dalam mengimplementasikan MBS, kepala sekolah dituntut untuk piawai meraih simpati semua pihak sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan di sekolah dapat terwujud.

Dengan demikian, melalui pendekatan perilaku kepemimpinan, penulis merekomendasikan bahwa kepala sekolah dapat menjadi pengendali dalam pengelolaan sekolah dan dengan konsisten melaksanakan tujuan organisasi, bertindak sebagai juru bicara sekolah, serta penuh tanggung jawab memperhatikan dan memenuhi kebutuhan warga sekolahnya.

2. Idealnya komite sekolah dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Komite sekolah sebagai lembaga independen perwujudan masyarakat pengguna pendidikan, perlu memberikan dukungan terhadap pengelolaan pendidikan di sekolah. Dengan demikian, peningkatan kinerja komite sekolah dapat disesuaikan dengan peran dan fungsinya.

3. Terkait dengan efektivitas implementasi MBS, sub variabel peningkatan kesejahteraan, masih belum optimal. Dengan demikian, perlu peningkatan aspek ketersediaan sistem penghargaan dan pengembangan profesi guru dan staf, peningkatan insentif mengajar kepada guru, dan penambahan jumlah guru sesuai dengan kebutuhan sekolah. Hal ini akan terkait dengan program Dinas Pendidikan dan kebijakan Pemda dalam memenuhi kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk pengelolaan pendidikan pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.


(45)

157

Implikasi dan Saran

Kenyataan jawaban responden atas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya, menunjukkan efektivitasnya yang sangat tinggi. Transparansi, terutama dalam manajemen keuangan, telah menunjukkan kemajuan yang sangat baik, dan diakui oleh semua kepala sekolah bahwa sikap transparan yang dilakukan sangat membantu mereka meningkatkan partisipasi masyarakat. Namun demikian, masih ada kesenjangan antara acuan formal dan persepsi pelaku kebijakan yang menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak utuh. Selain itu, kebijakan MBS yang dimaksudkan untuk memandirikan sekolah dengan memberikan kewenangan, keleluasaan (Otonomi) kepada sekolah untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya, ternyata kewenangan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan atau digunakan, baik oleh kepala sekolah maupun guru.

Walaupun kebijakan MBS telah disosialisasikan kepada pelaku kebijakan dan stakeholder, ternyata konsep dan tujuan dari kebijakan ini belum dipahami dengan baik oleh warga sekolah dan masyarakat. Dalam hal ini, Dunsire (dalam Abdul Wahab, 1997:61) menyebutnya dengan “implementation gap”. Salah satu bukti nyata dilapangan adalah tidak dilaksanakannya kebijakan sesuai dengan tahapan pelaksanaan yang tertera dalam pedoman umum pelaksanaan.

Tidak dipahaminya konsep dan tujuan kebijakan oleh pelaku atau aktor kebijakan dapat disebabkan karena informasi yang disampaikan dan diterima, baik melalui penataran dan pelatihan maupun seminar, tidak dilakukan secara berkelanjutan. Pelatihan implementasi kebijakan hanya dilakukan secara temporer pada saat awal kebijakan MBS diuji cobakan. Hal ini menunjukkan kurangnya


(46)

158

frekwensi pengkomunikasian langsung kepada pelaku kebijakan dan masyarakat sebagai target group.

Komunikasi dan koordinasi yang ditujukan untuk membangun suatu kerjasama adalah merupakan salah satu syarat penting dalam implementasi kebijakan public. Van Meter dan Van Horn (dalam Nugroho, 2008:429) mengemukakan bahwa salah satu variabel model implementasi kebijakan adalah komunikasi antar organisasi yang saling berkait dengan variabel-variabel lainnya dalam menghasilkan kinerja kebijakan yang tinggi/baik. Pandangan senada dikemukakan oleh Hoogwood dan Gun (dalam Abdul Wahab, 1997:77), bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara pelbagai unsur atau badan yang terlibat dalam suatu program kebijakan.

Dalam prakteknya, MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya, masih didapati guru yang belum memahami hakekat dari MBS sehingga strategi pembelajaran belum diperankan dengan baik. Hal ini Nampak dari peran guru baik sebagai seorang pengajar maupun sebagai seorang pendidik dan pemimpin. Padahal guru diberi kewenangan dan kebebasan (otonomi) penuh untuk mengelola kelasnya. Otonom yang dimaksud adalah adanya dorongan dari pihak sekolah kepada guru dalam menerapkan strategi pembelajaran sejauh hal tersebut masih dalam kerangka kebijakan sekolah. Jika guru sudah memiliki sikap yang otonom, maka dengan sendirinya akan tercipta kelas yang otonom.

Berkaitan dengan trasparansi, masih perlu dilakukan perbaikan manajemen. Hal ini merupakan salah satu kunci implementasi kebijakan MBS dalam otonomi pendidikan secara luas dan menyeluruh. Manajemen sekolah dan birokrasi bersifat “tertutup”, sehingga seringkali mengundang kecurigaan, walaupun secara


(47)

159

administrative bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini terjadi karena budaya akuntabilitas publik yang masih perlu terus dibangun dalam dunia pendidikan, khususnya pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

Kebijakan MBS merupakan salah satu model manajemen yang menuntut adanya transparansi manajemen. Dan di lapangan telah ditemukan adanya tranparansi ini, tapi masih terbatas pada transparansi manajemen keuangan, transparansi dibidang lain seperti bidang kesiswaan, bidang personalia, pada penelitian ini tidak penulis analisa secara seksama, hanya transparansi manajemen keuangan yang menjadi titik pusat perhatian peneliti, dengan asumsi bahwa untuk melakukan akuntabilitas publik, masalah keuanganlah yang menjadi sorotan utama.

Tuntutan digunakannya transparansi manajemen di era otonomi pendidikan agaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, baik oleh sekolah maupun pejabat kependidikan. Oleh karena itu, transparansi manajemen menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari otonomi pendidikan.

Jika dicermati, kebijakan MBS secara formal, maka akan kita temukan bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang menekankan pada model rasional (top-down). Sekalipun kebijakan MBS ini secara formal merupakan kebijakan yang diturunkan dari atas (top-down) dalam hal ini adalah Depdiknas bekerjasama dengan Unesco dan Unicef, sehingga petunjuk pelaksanaannya telah dirumuskan dengan jelas, dan unit-unit pelaksana dibawahnya telah ditentukan dan harus bekerja dengan mengikuti ketentuanketentuan yang telah digariskan dari atas, akan tetapi dalam prakteknya implementasi kebijakan ini tidaklah berjalan secara linier sebagaimana model implementasi kebijakan dari van Meter dan van Horn.


(48)

160

Selain itu, pelaksana kebijakan tidak mengikuti semua ketentuan yang digariskan oleh penentu (pembuat) kebijakan (policy maker).

Guna membahas dan menjawab apakah proses implementasi kebijakan MBS ini telah berjalan efektif dan memberi dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya sehingga mampu mengatasi penurunan kualitas sumberdaya manusia, tentu bukan merupakan hal yang mudah. Sebab bagaimanapun, untuk menilai dan membuktikan efektivitas implementasi kebijakan MBS ini tetap membutuhkan waktu yang lama.

Jika kita pergunakan kriteria untuk melihat efektifitas dan mutu proses implementasi yang dikemukakan Islamy (2001:40) yaitu menyangkut kriteria landasan demokratis, inklusif, partisipatif, transparansi, efisien dan akuntabel serta menggunakan sepuluh pertanyaan mengenai mutu implementasi berikut: (1) apakah strategi/ pendekatan implementasi telah diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan dengan jelas?; (2) apakah unit pelaksana teknis telah disiapkan?; (3) apakah aktor-aktor utama (policy subsystems) telah ditetapkan dan siap menerima tanggung jawab pelaksanaan kebijakan tersebut?; apakah prinsip “delivery mix” telah dilaksanakan?; (4) apakah prosedur operasi baku telah ada, jelas, dan dipahami oleh pelaksana kebijakan?; (5) apakah koordinasi pelaksanaan telah dilakukan dengan baik?; (6). bagaimana, kapan, dan kepada siapa alokasi sumber-sumber hendak dilaksanakan?; (7) apakah hak dan kewajiban, kekuasaan dan tanggung jawab telah diberikan dan dipahami serta dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana kebijakan?; (8) apakah pelaksana kebijakan telah dikaitkan dengan rencana tujuan dan sasaran kebijakan?; (9) apakah teknik pengukuran dan kriteria penilaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan telah ada, jelas dan diterapkan dengan baik?; dan (10)


(49)

161

apakah penilaian kinerja kebijakan telah menerapkan prinsip-prinsip efisiensi ekonomis dan politis serta sosial?, maka implementasi kebijakan MBS dapat dikatakan cukup efektif.

Dikatakan implementasi kebijakan MBS ini cukup efektif karena beberapa kriteria seperti demokratis, partisipasif dan transparan telah terpenuhi oleh kebijakan MBS, hal yang belum dilaksanakan dan masih terjadi dalam implementasi kebijakan MBS ini antara lain adalah belum dipahaminya konsep dan tujuan serta prosedur operasional baku secara utuh oleh pelaku kebijakan, dan masih belum dilaksanakannya prinsip-prinsip “delivery mix” oleh pelaku/aktor utama kebijakan.

Parsons (1997:491-523) membagi “delivery mix” menjadi empat macam yaitu: 1) governmental mix; 2) sectoral mix; 3) enforcement mix; dan 4) value mix. Oleh Parsons, hasil mix dalam sistem delivery dianggap sebagai penggabungan model organisasi pasar, birokrasi/ pemerintah dan masyarakat, digambarkannya dalam konteks hubungan segitiga. (triangular relationship), dimana antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya saling bergantung dan membentuk satu jaringan kerja kebijakan, tidak dapat kita abaikan peranan antara yang satu dengan yang lainnya dalam mensukseskan pelaksanaan sebuah kebijakan. Demikian juga halnya dalam implementasi kebijakan MBS.

Memperhatikan beberapa indicator hasil penelitian yang menunjukkan adanya perubahan yang terjadi sebagai akibat dari adanya rintisan dan proses implementasi kebijakan MBS, maka menurut peneliti dapat dijanjikan bahwa model program MBS ini lebih baik dari pada model program yang bersifat sentralistik yang selama ini diterapkan. Beberapa indicator tersebut antara lain adalah :


(50)

162

Pertama, model pembelajaran berbeda dengan kegiatan pembelajaran selama ini, yang memposisikan siswa-siswanya serba marginal dan tidak memiliki hak untuk bertanya. PAKEM yang diterapkan dalam kebijakan MBS lebih mengedepankan apa yang disebut joyful learning. Anak didik merasa senang bersekolah karena proses belajar dilaksanakan dengan pendekatan yang ramah anak. Mereka dengan leluasa dapat mengemukakan apa yang menjadi ide kreatifnya secara maksimal. Guru tidak lagi dipasung dengan tuntutan kurikulum nasional yang kaku. Guru justru dituntut untuk mampu bersikap terbuka, inovatif terhadap model-model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik siswa. Belajar tidak harus di ruang kelas, tetapi dapat dilakukan di halaman, berjalan-jalan ke sawah, pantai atau tempat lain didekat sekolah yang memungkinkan.

Kedua, dalam model kebijakan MBS, peran serta masyarakat tidak hanya sebatas sebagai pembayar biaya pendidikan atau iuran BP3 saja. Mereka dituntut berpartisipasi secara maksimal, baik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maupun memantau proses pembelajaran putra-putrinya di sekolah dan di rumah. Dalam kebijakan MBS ini, masyarakat juga diikutsertakan dan dituntut mampu menyusun rencana kerja sekolah (bersama sekolah), sekaligus sebagai pelaksana tidak langsung proses kegiatan pembelajaran bagi siswa-siswi.

Ketiga, dalam kebijakan MBS, kegiatan administratif maupun kegiatan pembelajaran berlangsung secara transparan. Kepala sekolah bersama guru, dan BP3 menyusun rencana kerja dan anggaran sekolah. Secara terbuka disampaikan sumber dan besarnya dana yang akan diperoleh dan rencana penggunaannya.

Ketiga hal tersebut di atas, sebelum kebijakan MBS diimplementasikan belum terlihat dan belum dilaksanakan, ketika kebijakan MBS diimplementasikan


(51)

163

hal tersebut menjadi suatu keharusan dan mengakibatkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik .

Keterlibatan Masyarakat dalam Implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten Tasikmalaya

Keterlibatan atau partisipasi masyarakat yaitu kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri (Mubyarto, 1995:36). Menurut Graham dan Phillips (1998:8), ada dua bentuk partisipasi yaitu: 1) partisipasi yang melibatkan sejumlah orang dengan kontribusi individual yang kecil, disebut juga dengan partisipasi ekstensif (extensive participation). Keuntungan dari partisipasi ini adalah kesadaran tentang suatu isu yang dimunculkan pada masyarakat akan ditanggapi sesuai dengan kontribusi dan keterlibatan yang diberikan masyarakat, kekurangannya adalah karena orang yang terlibat banyak, dan kontribusinya sedikit, maka masyarakat tidak dapat diberdayakan; dan 2) partisipasi yang hanya melibatkan beberapa orang saja, tetapi tersedia waktu yang besar oleh partisipan, disebut juga partisipasi intensif (intensive participation), keuntungan bentuk partisipasi masyarakat ini adalah mampu atau dapat mengembangkan solusi inovatif dan dapat mencapai suatu konsensus.

Temuan dilapangan menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya dalam implementasi kebijakan MBS, adalah merupakan bentuk partisipasi yang ekstensif. Partisipasi masyarakat sudah mulai meningkat. Meski demikian meningkatnya partisipasi masyarakat dalam membantu sekolah masih didominasi dengan bantuan pada aspek fisik/gedung dan


(1)

183 9. Bagi calon peneliti yang akan datang disarankan untuk melakukan penelitian evaluasi kebijakan MBS secara lebih mendalam dan memfokuskan pada pertanyaan apakah kemajuan awal yang telah dicapai bisa terus lestari dan dikembangkan lebih lanjut. Evaluasi atas keefektifan biaya (cost effectiveness) beberapa komponen program MBS, dapat juga dilakukan oleh calon peneliti mendatang.


(2)

157

DAFTAR PUSTAKA

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

B. Castetter, William. (1996). The Human Resource Function in Educational Administration. New Jersey: Merrill.

B. Uno, H. Hamzah. (2007). Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas, Balitbang. (2007). Optimalisasi Peran LPMP dan P3G dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, Dirjen Mendikdasmen. (2005). Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah. Jakarta: Dirjen Mendikdasmen Depdiknas. Depdiknas, Ditjen Mendikdasmen. (2005). Panduan umum Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah. Jakarta: Ditjen Mendikdasmen Depdiknas.

Depdiknas, Ditjen Mendikdasmen. (2006). Arah Pengembangan Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:Ditjen Mendikdasmen Depdiknas.

Depdiknas, Ditjen Mendikdasmen. (2006). Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 206-2010. Jakarta: Ditjen Mendikdasmen Depdiknas.

Depdiknas, Pusat Informasi dan Humas. (2007). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009. Jakarta: Pusat Informasi dan Humas Depdiknas.

Depdiknas. (2002). Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2002). Unit Fasilitas Desentralisasi Pendidikan Depdinas. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Laporan Pencapaian Pembangunan Pendidikan Nasional (21 Oktober 2004-20 Oktober 2005). Jakarta: Depdiknas.


(3)

158

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Panduan Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas. (2006). Pemberdayaan Komite Sekolah. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendididkan Dasar dan Menengah.

Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta: Depdiknas. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001). Modul Manajemen Berbasis

Sekolah. Bandung: Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar Propinsi Jawa Barat.

Engkoswara. (1987). Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Fattah, Nanang. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Hasbullah. (2007). Otonomi Pendidikan (Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Heryadi, Cholmin. (2007). Persepsi Guru Tentang Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Kinerja Komite Sekolah Terhadap Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (Tesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Isjoni, H. (2007). Manajemen Kepemimpinan dalam Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Komariah, Aan dan Cepi Triana. (2008). Visionary Leadership, Menuju Sekolah Efektif. Bandung: Bumi Aksara.

Mulyasa, E. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(4)

159

Mulyasa, E. (2007). Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pidarta, Made. (2004). Manajemen Pendidikan di Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, Ngalim MP. (2007). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Riduan, dan Akdon. (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung: Alfabeta.

Riduan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Rivai, H.Veithzal. (2009). Education Management Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sa’ud, Udin Syaefudin. (2005). Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sa’ud, Udin Syaefudin. (2009). Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta. Sagala, H. Syaiful. (2000). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung:

Alfabeta.

Satori, Jam’an. (2000). Sasaran Pembangunan Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Perencanaan Setjen Depdikbud.

Sedarmayanti. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sururi, Suharto, Nugraha, (2007). SPSS For Window untuk Mengelola Data Penelitian. Bandung: Dewa Ruchi.

Sutisna, Oteng. (1989). Administrasi Pendidikan Dasar Teoretis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.

Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2008). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan.


(5)

160

Umar, Husein. (2004). Metode Riset Ilmu Administrasi, Ilmu Administrasi Negara, Pembangunan, dan Niaga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wahab, Abdul Azis. (2008). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan Telaah terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Wahana Komputer. (2009). Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12.0. Jakarta: Salemba Infotek.


(6)

161 JURNAL:

Akdon. (2002). Identifikasi Faktor-faktor Kemampuan Manajerial yang Diperlukan dalam Implementasi School Based Management (SBM) dan Implikasinya terhadap Program Pembinaan Kepala Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan Nomor: I Vol. I Tahun 2002. Jurusan Administrasi Pendidikan UPI.

Fattah, N. (2002). Persepsi Kepala Sekolah, Guru, Dewan Sekolah dan Orang Tua terhadap Pelaksanaan MBS SD di Kota Bandung. Jurnal Administrasi Pendidikan Nomor: I Vol. I Tahun 2002. Jurusan Administrasi Pendidikan UPI.

Hamid Darmadi. (2005). Model Pendidikan IPS Berorientasi Lingkungan Berdasarkan Konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Mimbar Pendidikan No. I Tahun XXIV 2005.

Koesmono, H. (2007). Pengaruh Kepemimpinan Dan Tuntutan Tugas Terhadap Komitmen Organisasi. Jurnal Ekonomi Manajemen Vol. 9, No. 1, Maret 2007.

Nurkholis. (2002) Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SLTP Negeri 9 Jakarta. Pendidikan Network.

Surjana, A. (2007). Efektivitas Pengelolaan Kelas. Jurnal Pendidikan BPK Penabur. BPK Penabur Jakarta.

Udin. S. (2005). Determinan Pelaksanaan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar. Jurnal Mimbar Pendidikan No. I Tahun XXIV 2005.


Dokumen yang terkait

KONTRIBUSI PERAN KOMITE SEKOLAH, KEMAMPUAN MANAJERIAL, DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS KEBERHASILAN IMPLEMENTASI TERHADAP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP NEGERI KABUPATEN DELI SERDANG.

0 1 40

KONTRIBUSI PENGUASAAN KEPALA SEKOLAH TENTANG MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN PERAN SERTA KOMITE SEKOLAH TERHADAP KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH MENGAMBIL KEPUTUSAN DI SD NEGERI SE KOTA BINJAI.

0 1 7

Kontribusi Kinerja Manajerial Kepala Sekolah Dan Kinerja Komite Sekolah Terhadap Mutu Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Jatiwangi.

0 1 11

KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA KOMITE SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI SE-KECAMATAN LIGUNG KABUPATEN MAJALENGKA.

0 1 63

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA.

0 0 97

KONTRIBUSI KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS KINERJA SMP NEGERI DI KABUPATEN PURWAKARTA.

0 2 70

KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP MUTU SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA TASIKMALAYA.

1 3 88

KONTRIBUSI KINERJA KOMIOTE SEKOLAH DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DI SEKOLAH :Studi Deskriptif pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.

0 1 60

PENGARUH KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH TERHADAP KINERJA SEKOLAH PADA SMP NEGERI DI KABUPATEN TASIKMALAYA.

0 0 58

Faktor-Faktor Partisipasi Komite Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Di Sekolah Dasar Kabupaten Purworejo.

0 0 3