Pola Makan Mahasiswa Tingkat Akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara USU.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah pengaruh stres terhadap pola makan mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara USU?
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Bagaimana gambaran stres mahasiswa S1 Keperawatan ? 1.3.2 Bagaimana gambaran pola makan mahasiswa S1 Keperawatan ?
1.3.3 Apakah ada pengaruh stres terhadap pola makan ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
stres terhadap pola makan mahasiswa tingkat akhir di fakultas keperawatan
Universitas Sumatera Utara USU.
1.4.2 Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui gambaran stres mahasiswa S1 Keperawatan b.
Untuk mengetahui gambaran pola makan mahasiswa S1 Keperawatan
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk pendidikan keperawatan, pelayanan keperawatan dan penelitian keperawatan. Secara rinci manfaat penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1.5.1 Pendidikan Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Keperawatan USU
tentang bagaimana mengenali stres sehingga tidak memberikan dampak buruk terhadap pola makannya.
1.5.2 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi perawat sebagai bahan untuk
mengembangkan peran perawat dalam pendidik, pemberi informasi dan koselor di komunitas.
1.5.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh stres
terhadap pola makan dan dapat menjadi sumber referensi kepada peneliti selanjutnya mengenai judul terkait.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres
Menurut Hans Selye tahun1976 stres adalah segala situasi dimana tuntutan
non-spesifik mengaruskan seseorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan Potter Perry, 2005. Stres merupakan kumpulan hasil, respon, jalan
dan pengalaman yang berkaitan yang disebabkan oleh berbagai stresor, keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stres Manktellow, 2007.
Menurut Looker Gregson 2004, stres merupakan keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntuan dan bagaimana
kita berfikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak
merasakan stres, merasakan distres respon stres yang buruk atau eustres respon stres yang menimbulkan rasa bahagia.
Penulis menyimpulkan bahwa stres merupakan adanya tuntutan-tuntutan non-spesifik yang mengharuskan individu untuk berespon Potter Perry, 2005
dan mampu berfikir bagaimana untuk mengatasi semua tuntutan yang menetukan apakah kita tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres Looker
Gregson, 2004.
2.1.2 Etiologi Stres
Stres dapat terjadi karena terdapat suatu perubahan baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam
kehidupan sosial dan lingkungan luar lainnya Patel, 1996 dalam Nasir Muhith, 2011. Kondisi tersebut dapat menyebabkan stres disebut sebagai stresor.
Universitas Sumatera Utara
Stres yang dialami seseorang mengakibatkan munculnya konsep stressor, yaitu stresor internal dan stressor eksternal Selye, 1976 dalam Potter Perry,
2005. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya: demam, penyakit infeksi, trauma fisik, malnutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi
biologik yang berkelanjutan. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang. Perubahan bermakna
dalam sutau lingkungan, perubahan peran dan sosial, proses pembelajaran, pekerjaan serta hubungan interpersonal. Perubahan kondisi keuangan dan segala
akibatnya menciutnya anggaran keuangan, keterbatasan uang. Berdasarkan penjabaran singkat tentang stresor, setiap individu harus beradaptasi dengan
stresor yang terjadi pada dirinya dalam rangka bertahan hidup terhadap stresor yang datang dari internal dan eksternal.
Mahasiswa tingkat akhir juga mengalami stresor baik yang datang dari internal maupun eksternal. Stresor eksternal yang dihadapi mahasiswa berupa
stres akademik maupun non akademik. Agolla dan Ongori 2009 dalam Purwati, 2011 mengemukakan bahwa sumber stres akademik meliputi: manajemen waktu,
tuntutan akademik dan lingkungan akademik. Sumber stres tersebut dijabarkan dan
diperoleh berupa:
tugas-tugas akademik,
penurunan motivasi,
ketidakadekuatan peran akademik, jadwal perkuliahan yang padat dan tidak jelas, serta kecemasan tidak mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah.
Permasalahan non-akademis terutama berasal dari tekanan sosial yang dialami mahasiswa sehari-hari seperti permasalahan yang terkait dengan keluarga,
misalnya karena tinggal terpisah dari keluarga, kondisi keuangan keluarga,
Universitas Sumatera Utara
riwayat pola pengasuhan dari orangtua, perbedaan prinsip dengan orang tua. Selain itu masalah-masalah yang bersumber dari kehidupan di pondokan,
beradaptasi dengan teman yang mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, kesulitan adaptasi umum, masalah dalam hubungan lawan jenis, serta
masalah di dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan sering merupakan sumber permasalahan yang serius bagi mahasiswa Fakultas Psikologi UGM,
2013.
2.1.3 Jenis Stres
Menurut Nasir Muhith 2011 stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan yang anxiousness distress
atau pleasure eustres. Hans Selye menggunakan istilah distres pada keadaan stres yang merusak
atau tidak menyenangkan Rice, 1992. Stres yang baik terjadi jika setiap stimulus mempunyai arti sebagai hal yang memberikan pelajaran bagi kita, betapa
suatu hal yang dirasakan seseorang memberikan arti sebuah pelajaran dan bukan sebuah tekanan. Menurut Nasir Muhith 2011 stres dikatakan positif apabila
setiap kejadian merupakan suatu pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang untuk selalu berpikiran yang positif dan setiap stimulus yang masuk
merupakan suatu pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang untuk selalu berpikir dan berperilaku bagaimana agar apa yang akan dilakukan membawa
manfaat dan bukan bencana. Distres merupakan respon stres yang negatif dan menyakitkan, sehingga
tidak mampu lagi diatasi Selye, 1976 dalam Rice, 1992. Distres dihasilkan dari
Universitas Sumatera Utara
sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga
bisa diartikan sebagai sebuah ancaman.
2.1.4 Respon Stres Skema 2.1 Respon Stres
Respon Stres
Individu secara keseluruhan terlibat dalam merespon dan mengadaptasi stres. Namun demikian, sebagian besar dari riset tentang stres berfokus pada
respon psikologis dan fisiologi, meski dimensi ini saling tumpang tindih dan berinteraksi dengan dimensi lain. Ketika terjadi stres, seseorang menggunakan
energi fisiologis dan psikologis untuk berespon dan mengadaptasi Potter Perry, 2005.
2.1.4.1 Respon Fisiologis
Respon fisiologis terhadap stres akut dikenal sebagai respon fight-or- flight. Ini dimulai ketika orang dihadapkan dengan situasi ancaman stres. Ketika
tubuh mempersiapkan untuk melawan atau melarikan diri, akan terjadi beberapa Respon
Fisiologis Respon
Psikologi s
Sindrom Adaptasi Lokal LAS
Sindrom Adaptasi Umum GAS
Universitas Sumatera Utara
perubahan. Sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin bergabung untuk memberikan tubuh dengan kapasitas yang cukup untuk menangani stres. Hormon
yang diperlukan untuk beradaptasi dengan stres disekresikan sehingga otot menjadi tegang, jantung berdetak lebih cepat, napas dan keringat meningkat, pupil
membesar dan kadar gula darah meningkat. Setelah penyebab stres dihapus, mekanisme homeostatis yang melibatkan sistem saraf parasimpatis dan aktivitas
penurunan hipotalamus dan kelenjar hipofisis mengembalikan tubuh dari keadaan dari kesiapan tinggi ke mode rileks. Respon fight-or-flight sangat penting untuk
pertahanan terhadap bahaya dan mentolerir. Namun, lanjutan hasil stres yang tak
terselesaikan dalam kondisi stres kronis, yang berdampak pada tubuh dan mungkin akan menghasilkan salah satu dari berbagai macam penyakit atau
gangguan Funnel, Koutoukidis, Lawrence, 2005.
Menurut Selye 1976 dalam Potter Perry, 2005 mengidentifikasikan 2 respon fisiologis yaitu Sindrom Adaptasi Lokal LAS dan Sindrom Adaptasi
Umum GAS. LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya. Dua
respon setempat, yaitu respon reflek nyeri dan respon inflamasi. Respon reflek nyeri adalah respon adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut.
Respon melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik yang menjalar
dari medulla spinalis, dan otot efektif. Respon inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi, respon ini memusatkan inflamasi sehingga dengan demikian
menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respon
Universitas Sumatera Utara
inflamasi terjadi dalam tiga fase. Fase pertama mencakup perubahan dalam sel- sel dan sistem sirkulasi. Fase kedua ditandai oleh pelepasan eksudat dari luka.
Fase terakhir adalah perbaikan jaringan regenerasi atau pembentukan jaringan parut. Regenerasi menggantikan sel-sel yang rusak dengan sel-sel identis atau sel-
sel serupa Potter Perry, 2005. GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres.
Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap
kehabisan tenaga. Pada tahap alarm respon simpatis fight or flight diaktifkan yang bersifat defensif dan anti inflamasi yang akan menghilang dengan
sendirinya. Bila stresor menetap maka akan beralih ke tahap pertahanan. Pada tahap pertahanan tubuh individu berupaya untuk mengadaptasi terhadap stresor.
Jika stresor tetap terus menetap dan tidak berhasil menghadapinya maka individu memasuki tahap kehabisan tenaga. Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh
tidak dapat lagi melawan stres dan ketika energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah menipis. Tubuh tidak mampu untuk
mempertahankan dirinya terhadap dampak stresor, regulasi fisiologis menghilang, dan jika stres berlanjut dapat terjadi kematian Potter Perry, 2005.
2.1.4.2 Respon Psikologis
Pemajanan terhadap stresor mengakibatkan respon adaptif psikologis dan fisiologis. Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif dan destruktif. Perilaku
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk
berfungsi Potter Perry, 2005.
2.1.5 Tingkatan stres
Potter Perry 2005 membagi tingkatan stres menjadi stres ringan, sedang dan berat. Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara
teratur, umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya: lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik. Situasi ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus-menerus. Stres sedang terjadi lebih lama dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Misalnya perselisihan kesepakatan yang belum selesai,dikarenakan kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, adanya permasalahan
keluarga. Situasi seperti tersebut dapat mempengaruhi pada kondisi kesehatan seseorang. Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu
sampai beberapa tahun misalnya penyakit fisik yang lama. Makin sering dan makin lama situasi stres, makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan Wiebe
Williams, 1992 dalam Potter Perry, 2005.
2.1.6 Dampak Stres
Stres yang dialami oleh individu akan menimbulkan dampak positif atau negatif. Stres dapat meningkatkan kemampuan individu dalam proses belajar dan
berfikir. Dampak negatif stres dapat berupa gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Rice 1992 dalam Safaria dan Saputra
Universitas Sumatera Utara
2009 mengelompokkan dampak negatif stres yang dirasakan oleh individu dalam lima gejala, yaitu gejala fisiologis, psikologis, kognitif, interpersonal, dan
organisasional. Gejala fisiologis yang dirasakan individu berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit
perut, maag, berubah selera makan, susah tidur, dan kehilangan semangat. Selain gejala fisiologis, individu yang mengalami stres akan mengalami perubahan gejala
emosional berupa perasaan gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi. Gejala kognitif berupa sulit berkonsentrasi, sulit
membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau. Dampak negatif stres yang mudah diamati dari gejala interpersonal yaitu sikap
acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada oranglain dan mudah menyalahkan oranglain. Selain itu, gejala
organisasional berupa meningkatnya keabsenan dalam kerjakuliah, menurunnya produktifitas dan menurunnya dorongan untuk berprestasi.
2.2 Pola Makan