2.1.8 Rencana dan langkah pengendalian kebisingan
Menurut Tarwaka, dkk 2004 sebelum dilakukan langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian
yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif
manajemen risiko kebisingan.Manajemen risiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistemik untuk mengendalikan risiko yang mungkin
timbul. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah: a Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada ditempat kerja yang
berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja. b Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan
cidera akibat kerja c Mengambil langkah langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau
meminimalisasi risiko kebisingan. Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah
melaksanakan langkah pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek short- term gain dan pendekatan jangka
panjang long-term gain dari hirarki pengendalian.Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah
eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik pengendalian secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik,
pengendalian secara administrative dan terakhir penggunaan penggunaan alat pelindung diri. Orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara berurutan.
Universitas Sumatera Utara
a Eliminasi sumber kebisingan
1. Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengn penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan.
2. Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru.
3. Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstuksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin dll.
b Pengendalian kebisingan secara teknik
1. Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakuakan dengan menutup mesin atau mengisolasi
mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat
dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran. Namun, demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam
prakteknya sulit diimplementasikan. 2. Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan.
Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara
mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan penyerap suara. Menurut Sanders
dan McCormik dalam Tarwaka, dkk 2004 cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 dB.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengendalian kebisingan secara administratif Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk
dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan teknik pengendalian secara administratif.Teknik pengendalian ini lebih
difokuskan pada manajemen pemaparan.Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan
tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima.
4. Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik
pengendalian diatas eliminasi, pengendalian teknik, dan administratif belum memungkinkan untuk dilaksanakan.Jenis pengendalian ini dapat
dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga tutup atau sumbat telinga. Menurut Pulat dalam Tarwaka, dkk 2004 pemakaian sumbat
telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 dB, sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikit lebih besar yaitu 40-50 dB.
Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relative lebih
murah.Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat kedisiplinan pekerja, mengurangi
kenyamanan kerja, mengganggu pembicaraan dan lain-lain. Berikut adalah alat pelindung telinga menurut Tarwaka 2004:
Universitas Sumatera Utara
a. Sumbat telinga Ear plug Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk
kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plugharus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan
bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk
lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastic dan karet, spon dan malam wax hanya dapat digunakan untuk sekali pakai
Disposable. Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastic yang dicetak Molded rubberplastic dapat digunakan berulang kali Non
Disposable.Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB A. b. Tutup telinga Ear muff
Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 dua buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang
berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi.Pada pemakaian yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurunkan karena bantalannya
menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit.Alat ini dapat
mengurangi intensitas suara sampai 30 dB A dan juga dapat melindungi bagian luar telinga luar dari benturan benda keras atau percikan bahan
kimia.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tarwaka 2004 perlu di perhatikan beberapa criteria di dalam pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri sebagai berikut:
1 Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.
2 Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.
3 Bentuknya cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya 4 Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis
bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian. 5 Mudah untuk dipakai dan di lepas kembali
6 Tidak mengaanggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang
cukup lama. 7 Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda
peringatan. 8 Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia
dipasaran. 9 Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
10 Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan. Disamping pemenuhan terhadap kriteria-kriteria tersebut, pekerja juga
harus terus-menerus diberikan penyadaran, diberikan instruksi baik secara tertulis maupun lisan tentang kapan dan dalam keadaan bagaimana alat pelindung diri
wajib dipakai.Penyadaran melalui tulisan atau gambar dan poster tentang
Universitas Sumatera Utara
kewaiban memakai alat pelindung diri yang dipasang di tempat-tempat kerja juga sangat baik untuk mengingatkan pekerja Tarwaka, 2004.
2.2 Tekanan Darah