4
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1 Mengetahui pola intersepsi cahaya matahari pada tingkat kerapatan tanaman
sorgum berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu. 2
Mengetahui pola intersepsi cahaya matahari pada varietas sorgum yang berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
3 Mengetahui pengaruh interaksi kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
4 Mengetahui korelasi antara persentase intersepsi cahaya matahari dengan
hasil sorgum yang ditanam dengan kerapatan berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
1.3 Kerangka Pemikiran
Tanaman sorgum merupakan tanaman pangan alternatif yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Menurut Sirappa 2003, tanaman
sorgum memiliki keunggulan toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan
hamapenyakit. Pola tanam tumpangsari tanaman sorgum dan ubikayu dapat menjadi salah satu
cara untuk meningkatkan produktivitas lahan. Pada saat tanaman ubikayu belum menghasilkan, tanaman sorgum dapat ditanam di sela-sela tanaman ubikayu yang
5 memiliki jarak yang cukup lebar, hal ini merupakan cara untuk mengefisienkan
penggunaan lahan. Namun persaingan antartanaman sering menjadi masalah utama dalam hal ini, oleh sebab itu pengaturan waktu tanam dan populasi tanaman
harus sangat diperhatikan guna mendapatkan hasil tanaman yang baik. Menurut Willey dalam Kantur dkk. 2006, persaingan antartanaman terhadap
cahaya dapat dikurangi dengan mengatur waktu tanam, jarak tanam, kerapatan tanaman, dan defoliasi daun. Kerapatan tanaman mempengaruhi jumlah tanaman
per satuan lahan. Semakin tinggi kerapatan tanaman akan meningkatkan populasi tanaman sehingga produksi sorgum akan meningkat. Namun, populasi tanaman
yang tinggi akan meningkatkan persaingan air, hara, dan cahaya antartanaman. Intersepsi cahaya matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan
radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi cahaya dapat dipengaruhi oleh faktor antara lain ILD Indeks Luas Daun, jarak tanam dan populasi tanaman.
Persentase maksimum intersepsi didapat dari populasi tanaman tinggi, jika populasi tanaman rendah maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan berkurang
sehingga mengurangi bobot tanaman Fachrudin, 2003. Setiap tanaman memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut penelitian
yang dilakukan Septiani 2009, genotipe mengacu kepada gen yang mengendalikan sifat suatu tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sangat tergantung kepada sifat genetik tanaman, tetapi sifat genetik suatu genotip tanaman masih dapat berubah akibat pengaruh lingkungan. Lingkungan
adalah suatu faktor luar yang mepengaruhi kinerja gen termasuk didalamnya adalah kesuburan tanah, kandungan hara tanah, pH tanah, suhu, cahaya dan air.
6
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
1 Intersepsi cahaya matahari maksimum akan cepat terjadi pada tanaman
sorgum dengan kerapatan tanaman tertinggi. 2
Varietas sorgum yang berbeda akan menghasilkan pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum yang berbeda.
3 Adanya interaksi varietas sorgum dengan kerapatan tanaman berbeda
terhadap pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
4 Persentase intersepsi cahaya matahari akan berkorelasi dengan hasil tanaman
sorgum.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum
Tanaman sorgum merupakan tanaman serealia yang berasal dari Ethiopia dan Sudan di Afrika. Di Indonesia tanaman sorgum memiliki beberapa nama seperti
gandrung, jagung pari, dan jagung cantel. Tanaman Sorgum Sorghum bicolor L. Moench termasuk dalam divisi Spermatopytha, kelas Monokotiledonae, ordo
Poales, dan famili Graminae. Tanaman sorgum memiliki akar tunggal yang terbentuk oleh kecambah biji, kemudian dari pangkal batang akan tumbuh tunas
akar serabut. Kedalaman perakaran mencapai 30 cm Sorghum bicolor, 2008. Batang sorgum berbentuk silindris, beruas-ruas, dan mengandung gula, yaitu 55
sukrosa berat kering dan 3,2 glukosa berat kering, juga mengandung selulosa 12,4 dan hemiselulosa 10,2. Kandungan sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan
meningkat setelah bunga mekar Almodares dan Hadi, 2009. Batang sorgum dapat dipanen pada saat kemasakan optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16
– 18 minggu 112 – 126 hari, sedangkan biji sorgum umumnya matang pada umur 90 – 100 hari. Oleh karena itu biji sorgum dipanen terlebih dahulu
Sumantri, 1996. Tanaman sorgum termasuk dalam tanaman C-4. Karakteristik tanaman C-4 yaitu
penyinaran tinggi dan suhu panas tanaman ini mampu berfotosintesis lebih cepat