Fokus Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Paradigma Penelitian .1 Paradigma Konstruktivis Kritis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti makna apa yang dihadirkan majalah TIME lewat sampul depan mereka, serta bagaimana konstruksi realitas atas Joko Widodo dan Barack Obama lewat sampul depan majalah TIME dalam sebuah skripsi berjudul, “Konstruksi Media Massa Dalam Sampul Depan Majalah, Analisis Semiotika Sampul Depan Majalah TIME.”

I.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan di atas, penelitian ini menarik fokus masalah yang dapat dirumuskan dalam pertanyaan pokok berikut: 1. Apakah makna dan mitos dalam sampul depan majalah TIME Joko Widodo dan Barack Obama? 2. Bagaimanakah konstruksi media massa atas Joko Widodo dan Barack Obama dalam sampul depan majalah TIME?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan mitos dalam sampul depan majalah TIME yang menggunakan foto Joko Widodo dan Barack Obama. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi media massa TIME atas Joko Widodo dan Barack Obama.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah keilmuan peneliti dan pembaca mengenai konstruksi media massa melalui analisis semiotika serta membuka wawasan tentang agenda media massa TIME terhadap Joko Widodo dan Barack Obama. Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca dan juga mahasiswa mengenai analisis semiotika dan konstruksi media massa. 3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan besar kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, dalam bidang kajian konstruksi media massa lewat analisis semiotika. Universitas Sumatera Utara 9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Penelitian II.1.1 Paradigma Konstruktivis Kritis Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Lincoln dan Guba mendefinisikan paradigma sebagai serangkaian keyakinan-keyakinan dasar basic beliefs atau metafisika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip pokok. Paradigma ini menggambarkan suatu pandangan dunia worldview yang menentukan Sunarto dan Hermawan, 2011: 4. Menurut Guba dan Lincoln ada empat macam paradigma, yaitu: positivisme, post-positivisme, konstruktivisme dan kritis. Sedangkan Cresswel membedakan dua macam paradigma, yaitu kuantitatif dan kualitatif Sunarto dan Hermawan, 2011: 9. Dalam penelitian ini digunakan paradigma konstruktivis kritis yang akan melandasi pelaksanaan penelitian. Konsep mengenai konstruktivisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretif, Peter L Berger bersama Thomas Luckman. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah sebagai realitas natural, tetapi hasil dari konstruksi. Konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk Eriyanto, 2001: 37. Sejarah konstruktivisme dapat dirunut pada teori Popper yang membedakan pengertian alam semesta menjadi tiga. Pertama, dunia fisik atau keadaan fisik. Kedua, dunia kesadaran atau mental atau disposisi tingkah laku. Ketiga, dunia dari isi objektif pemikiran manusia, khususnya pengetahuan ilmiah, puitis dan seni. Menurutnya, objektivisme tidak dapat dicapai pada dunia fisik melainkan melalui dunia pemikiran manusia. Pemikiran inilah yang kemudian berkembang menjadi konstruktivisme yang tidak hanya menyajikan batasan baru Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengenai keobjektifan, melainkan juga batasan baru mengenai kebenaran dan pengetahuan manusia. Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan dari reproduksi kenyataan. Berangkat dari penjelasan teoritik tadi, konstruktivisme merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi melainkan proses panjang sejumlah pengalaman. Ada banyak situasi yang memaksa seseorang untuk mengadakan perubahan. Menurut Bettencourt, situasi perubahan tersebut meliputi: konteks tindakan, konteks membuat masuk akal, konteks penjelasan dan konteks pembenaran Ardianto, 2007: 156-157. Paradigma konstruktivis ini mendasarkan pada penafsiran teks yang menjadi objek dalam penelitian. Dalam proses penafsiran teks, pengalaman, latar belakang hingga perasaan peneliti dapat mempengaruhi hasil penelitian. Dalam penelitian ini, akan digunakan dua paradigma sebagai arah bagi penelitian yang akan dilakukan, yaitu paradigma konstruktivis dan paradigma kritis. Seperti yang telah dijelaskan tadi, konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Paradigma kritis membantu peneliti untuk mengungkap lebih dalam dan lebih radikal mengenai segala hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Salah satu sifat dasar dari paradigma kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan. Teori kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Analisis kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat Ardianto, 2007: 187. Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Paradigma kritis tidak bisa terhindar dari unsur subjektivitas peneliti. Paradigma kritis memungkinkan penafsiran yang berbeda dari peneliti lain tentang gejala sosial yang sama.

II.2 Uraian Teoritis