PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL DEPAN MAJALAH TEMPO (Analisis Semiotik Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret Sampai 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

Z U L I A N A H

0643010212

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

Z U L I A N A H

0643010212

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

2010


(3)

Disusun Oleh

Z U L I A N A H

0643010212

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Pembimbing

Ir. H. Didiek Tranggano, Msi NIP. 19581225 199001 1 001

Mengetahui DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, Msi NIP. 030 175 349


(4)

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang karena karuniaNya, penulis bisa mengerjakan Skripsi yang berjudul Pemaknaan Sampul Depan Majalah Tempo yang berjudul "Angkatan Baru Penebar Teror".

Penulis tidak akan mampu menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pemaknaan Sampul Depan Majalah Tempo yang berjudul "Angkatan Baru Penebar Teror" dengan baik, tanpa ada bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:

1. Allah SWT atas Karunia, Kasih Sayang, Nikmat, Anugerah, serta Limpahan Rahmat, Kesehatan, Kelancaran dan Kemudahan yang diberikan-Nya.

2. Ibu H. Suparwati, Msi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Bapak Saifuddin Zuhri. MSi. Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi.

5. Bapak Ir. Didiek Tranggono, Msi. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberi ilmu, saran dan dukungan pada Penulis.


(5)

1. Orang tua penulis yang memberikan dorongan semangat bagi penulis baik secara moril dan materiil.

2. Terima kasih buat Maya adik tersayang yang selalu memberi semangat.

3. Terima kasih buat teman seperjuangan kuliah Nur Hasanah (Nyu2n) yang telah membantu dalam segala hal terima kasih atas pengertianya.

4. Terima kasih buat Meyta, Ayu Kartika atas segala bantuan dan dukungan selama ini.

5. Terima kasih buat Mbak Hani atas segala bantuan dan dukungan yang sangat berarti besar bagi penulis, yang telah memberi kesempatan penulis untuk pergi ke kampus disaat jam kerja.

6. Terima kasih buat Pak Sugeng dan Pak Bibit atas bantuan serta dukungannya pada Penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan Skripsi ini.

7. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis.

Penulis menyadari bahwa Skripsi masih jauh dari kesempurnaan. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Program Studi Ilmu Komunikasi. Terima Kasih.

Surabaya, Juli 2010 Penulis


(6)

Maret Sampai 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror)

Permasalahan dalam Gambar Ssampul Majalah Tempo Edisi 22 Maret sampai 28 Maret 2010 penggambaran seragam TNI (loreng) tetapi tidak bermotif loreng polos dari warna hijau, coklat, hitam dan putih kecoklatan melainkan bermotif sketsa bayangan manusia yang mewakili warna loreng. Pada ilustrasi ini pula terdapat judul Angkatan Baru Penebar Teror. Hal ini berarti sebuah permasalahan penggambaran suatu kelompok tertentu dari sebuah institusi negara yaitu Kesatuan Tentara Nasional Indonesia sebagai Angkatan baru yang siap sebagai penebar teror di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret - 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror. Dengan mengkaji tanda visual terkait dengan gambar ilustrasi, atribut, dan warna serta tanda verbal (kata-kata pada judul) melalui pendekatan semiotik milik Charles Sanders Pierce. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik Pierce yang membagi tanda berdasarkan objeknya ke dalam ikon, indeks dan simbol yang kemudian dalam pemaknaannya melibatkan kerjasama dari tanda, objek dan interpretan. Metode yang digunakan adalah kualitatif, dan yang menjadi korpusnya adalah keseluruhan gambar ilustrasi sampul depan majalah tempo edisi 22 maret – 28 maret tersebut, sedangkan unit analisisnya adalah tanda-tanda berupa gambar, tulisan yang terdapat pada korpus tersebut yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis semiotik Charles Sanders Pierce.

Tampilan dengan gaya pada ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret-28 Maret 2010 yang menjadi korpus penelitian ini dirancang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan makna tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menginterpretasikan Ilustrasi tersebut sebagai gambaran pesan bahwa terorisme masih menghantui masyarakat Indonesia dengan dipersiapkannya penerus atau Angkatan Baru sebagai tentara.

Kesimpulan dari pesan visualisasi pada ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret-28 Maret 2010. Jemaah Islamiyah sudah mempersiapkan orang-orang pilihan, sebagai penerus keyakinan ideologi, serta dengan melatih mereka melalui indoktrinasi keyakinan tentang Tuhan, Jihad, Surga, Kafir, dan lain sebagainya. Sekelompok teroris ini dilatih seperti layaknya TNI menjadi tenaga militer hingga siap menjadi pasukan baru berani mati demi ideologi yang diyakininya untuk menumpas orang-orang yang dianggap kafir sebagai jalan kebenaran Tuhan. Setelah dinyatakan lulus pasukan ini harus mati untuk dapat menang memperjuangkan ideologi dan dapat masuk surga. Pemaknaan Keseluruhan Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror adalah Pasukan Berani Mati. Kata kunci : Pemaknaan, Semiotik, Sampul Depan, Charles Sanders Pierce


(7)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

ABSTRAKSI ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah... 9

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Kegunaan penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Ilustrasi Cover Majalah... 10

2.1.2 Komunikasi Visual... 11

2.1.3 Konsep Makna ... 13

2.1.4 Font... 15

2.1.4.1. Jenis-Jenis Font ... 17

2.1.4.2. Karakter Jenis Font ... 18

2.1.4.3. Tipografi... 22


(8)

2.1.7 Teror... ...30

2.1.8 Teroris dan Terorisme di Indonesia ... ...31

2.1.9 Perbandingan Motif Gambar Seragam Loreng ... 36

2.1.10 Makna Gerak Tubuh ... 37

2.1.11 Makna Acungan Jempol... 38

2.1.12 Pendekatan Semiotik... 40

2.1.13 Tanda Makna... 43

2.1.14 Pierce dan Tanda ... 45

2.1.15 Makna Denotatif dan Konotatif ... 46

2.1.16 Model Semiotik Charles Sanders Pierce ... 50

2.2 Kerangka Berpikir... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

3.1 Metode Penelitian... 55

3.2 Kerangka Konseptual ... 57

3.2.1 Corpus Penelitian ... 57

3.2.2 Unit Analisis ... 58

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.4 Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 60

4.1.1 Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo ... 60


(9)

4.3. Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Berdasarkan

Metode Semiotik Charles Sanders Pierce ... 64

4.4. Pemaknaan Terhadap Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Tempo Edisi 22 Maret - 28 Maret 2010 ... 68

4.4.1. Ikon ... 69

4.4.2. Indeks ... 71

4.4.3. Simbol ... 73

4.5. Makna Keseluruhan Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Tempo Edisi 22 Maret - 28 Maret 2010 Dalam Model Triangle of Meaning Pierce ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 80

5.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 84


(10)

ix

Halaman Lampiran 1. Gambar Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi

22 Maret - 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru


(11)

1.1. Latar Belakang Masalah

Majalah didefinisikan sebagai kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya, yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio dan dijilid dalam bentuk buku, serta diterbitkan secara berkala, seperti seminggu sekali, dua minggu sekali atau sebulan sekali. Ada pula yang membatasi pengertian majalah sebagai media cetak yang terbit secara berkala, tapi bukan terbit setiap hari. Media cetak itu haruslah bersampul, setidak-tidaknya punya wajah, dan dirancang secara khusus. Selain itu, media cetak itu dijilid atau sekurang-kurangnya memiliki sejumlah halaman tertentu. Bentuknya harus berformat tabloid, atau saku, atau format konvensional sebagaimana format majalah yang kita ada selama ini.

Menurut suatu literatur, majalah pertama terbit di Inggris tahun 1731 yaitu Gentleman Magazine. Majalah ini berisi berbagai topik tentang sastra, politik, biografi, dan kritisisme. Kelak, ia menjadi contoh karakter umum majalah yang biasa dijumpai hingga kini, misalnya berisi humor, esai politik, sastra, musik, teater, hingga kabar orang-orang ternama. Sepuluh tahun sesudahnya, muncul majalah pertama di Amerika Serikat.

Namun sumber lain seperti Encyclopedia Americana menyebutkan, majalah dalam bentuk sebagai sisipan dari surat kabar sudah terbit sejak 1665 di Prancis, yakni Le Journal de savants. Majalah periodik ini berisi berita penting dari


(12)

majalah Tatler yang terbit singkat tahun 1709-1711, demikian juga The Spectator (1711-1712). Gentleman’s Magazine sendiri lebih pas disebut sebagai majalah umum pertama yang tampil lebih modern, dan bertahan cukup lama hingga 1901. Pengertian Majalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan dan sebagainya, serta menurut pengkhususan isinya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu dan sebagainya.

Ditempat penjualan majalah, koran, tabloid, calon pembaca disuguhi banyak pilihan sehingga mata pembaca "ditarik" kesana-kemari oleh penampilan desain yang atraktif dan persuasive. Penampilan majalah yang kurang "ngejreng" akan sulit merebut perhatian calon pembaca. Sebab masyarakat pembaca sudah terbiasa "dimanjakan" matanya oleh desain-desain yang menarik dan menyenangkan. Penerbitan pers, khususnya majalah, dewasa ini tidak cukup hanya mengandalkan kualitas berita atau naskah, kendati aspek verbal ini amat penting. Harus diakui bahwa aspek visual (desain) memiliki peran sangat menentukan untuk menangkap calon pembaca. Betapapun menariknya sebuah artikel, jika tidak di- visualisasikan dengan baik, boleh jadi tidak akan dibaca.

Sampul atau Cover majalah punya peran strategis untuk menangkap perhatian pembaca. Cover ibarat etalasenya, Sampul majalah harus dapat mempromosikan dirinya. Untuk maksud tersebut, banyak hal perlu dipertimbangkan. Sampul harus


(13)

dapat dengan mudah mengenalnya. Untuk menarik perhatian calon pembaca, Sampul harus dapat menghentikan pandangan, terutama jika dipajang di kios penjualan bersama majalah-majalah lain.

Sampul adalah lembaran kertas paling luar bagian depan dan belakang atau sering disebut kulit buku pada media cetak. Sampul atau cover biasanya lebih tebal dari kertas isi, dibuat dengan berwarna-warni dan dirancang sedemikian rupa dengan maksud untuk menarik perhatian pembaca. Gagasan menampilkan tokoh, yang realistis, diharapkan juga membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti dibanding dengan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar atau ilustrasi merupakan pesan non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan, dan peran gambar atau ilustrasi dalam sampul sangat besar pengaruhnya karena lebih mudah diingat daripada kata-kata, dan paling cepat untuk pemahaman serta dimengerti maksudnya. Namun, pemilihan judul (teks) juga penting selain harus singkat, juga mudah dimengerti dan secara langsung dapat menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. (Pudjiastuti, 1999:29).

Ilustrasi pada majalah biasanya dijumpai pada cover atau sampul. Ilustrasi pada sampul majalah yang diterbitkan tentu saja harus mampu mewakili isi pesan yang terkandung. Sedangkan dari segi pemasaran, ilustrasi sampul buku harus mampu menjadi nilai tambah agar mampu menarik perhatian khalayak, yang selanjutnya diikuti oleh perilaku membeli.


(14)

cepat, tepat, serta tegas, dan merupakan terjemahan dari sebuah judul. Ilustrasi sebagai gambaran pesan yang tak terbaca, namun bisa mengurai cerita, berupa gambar dan penulisan, yaitu bentuk grafis, informasi yang memikat. Meskipun ilustrasi merupakan attention – getter (penarik perhatian) yang paling efektif, tetapi akan lebih efektif lagi bila ilustrasi tersebut juga menunjang pesan yang terkandung. (Kusmiati, 1999:44).

Dari uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa ilustrasi merupakan salah satu wujud lambang (symbol) atau bahasa visual, keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan ataupun ucapan, dan merupakan ungkapan ide dan pesan dari penulis dan penerbit kepada publik yang dituju melalui simbol berwujud gambar, tulisan, dan lainnya.

Pesan yang disampaikan dalam ilustrasi, disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal dilihat dari ragam bahasanya, tema dan pengertian yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannyaapakah secara ikon, indeks maupun simbolis.

Alasan peneliti dalam mengambil objek penelitian ilustrasi sampul depan majalah Tempo Edisi 22 Maret – 2 8 Maret 2010 yang berjudul Angkatan Baru Penebar Teror adalah karena ilustrasi tersebut menggambarkan sekelompok pria berpakaian loreng, sepintas terlihat seperti tentara (TNI) bertopeng kain hitam dengan leher bersyal, motif merah putih yang biasa digunakan oleh umat islam


(15)

Dengan membawa senjata api laras panjang, bersarung tangan warna hitam seperti tentara dan di sebelah kanan terdapat tangan pria menempel bandrol . blankode di kepala pria bertopeng hitam tepatnya diatas dahi. Jika disebut Tentara Nasional Indonesia mengapa seragam loreng dipakai bermotif sketsa manusia? Mengapa tidak warna perpaduan hijau, coklat, hitam dan putih kecoklatan.

Ilustrasi majalah Tempo Edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 tersebut jika diatasnamakan seni tidak ada masalah karena seni berbicara tentang keindahan, kreatifitas, dan kebebasan berekspresi dan berimajinasi. Semakin tidak biasa suatu ide sebuah karya seni, semakin unik karya seni tersebut. Namun ilustrasi majalah Tempo Edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 tersebut menggambarkan fenomena saat ini.

Permasalahan dalam gambar sampul majalah Tempo Edisi 22 Maret sampai 28 Maret 2010 tersebut digambarkan memakai seragam TNI (loreng) tetapi tidak bermotif loreng polos dari warna hijau, coklat, hitam dan putih kecoklatan melainkan bermotif sketsa gambar manusia yang mewakili warna loreng. Gambar sketsa yang sedang melakukan aktifitasnya. Hal ini berarti sebuah permasalahan penggambaran suatu kelompok tertentu dari sebuah institusi negara yaitu Kesatuan Tentara Nasional Indonesia sebagai Angkatan baru yang siap sebagai penebar teror di Indonesia. Ini adalah sebuah permasalahannya. Sehingga peneliti tertarik untuk mengungkapkan makna-makna yang terdapat pada ilustrasi sampul majalah mingguan Tempo Edisi 22 Maret - 28 Maret 2010, yang berjudul Angkatan Baru Penebar Teror


(16)

menyampaikan proses komunikasi secara cepat, tepat dan tegas, serta sedapat mungkin mampu menunjang pesan yang terkandung. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin menggali lebih jauh makna dan tanda dari sampul majalah Tempo Edisi 22 Maret- 28 Maret yang berjudul Angkatan Baru Penebar Teror.

Sebagai symbolic speech, maka penyampaian pesan yang terdapat dalam ilustrasi tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan bahasa simbol. Simbol-simbol pada gambar tersebut merupakan Simbol-simbol yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima), (Van Zoest, 1993:3). Dengan demikian jelas bahwa proses komunikasi itu sebenarnya mencakup pengiriman pesan dari sistem saraf seseorang kepada sistem saraf orang lain, dengan maksud untuk menghasilkan sebuah makna yang sama dengan yang ada dalam benak si pengirim. Simbol-simbol atau tanda-tanda pada sebuah ilustrasi baik itu verbal maupun visual bukanlah tidak berarti apa-apa, atau dengan kata lain mewakili sesuatu selain dirinya, di dalamnya ia mengemban sebuah makna yang dapat digali kandungan faktualnya atau dengan kata lain bahasa simbolis tersebut menciptakan situasi yang simbolis pula, artinya penuh dengan tanda tanya atau hal-hal yang harus diungkap maksud dan arti yang terkandung dalam simbolnya. Sampul majalah tersebut memiliki ilustrasi gambar yang unik dan sulit ditebak apa artinya, karena untuk menguak makna sebuah ilustrasi gambar sampul depan sebuah majalah pada kenyataannya bukan sebuah pekerjaan yang mudah, mengingat pandangan setiap orang dalam memaknai sebuah gambar


(17)

berbeda-majalah, realitas cerita dalam majalah tersebut yang ditangkap oleh illustrator dapat saja berbenturan dengan kerangka pemikirannya sendiri, sebuah tempat yang terdapat di dalam diri seorang illustrator, tempat dimana ilustrasi itu berdiri. Dalam pengertian lain, ilustrasi sangatlah ditentukan oleh siapa yang berdiri di belakangnya, dengan demikian akan sangat dibutuhkan pengetahuan serta wawasan dalam melakukan interpretasi terhadap sebuah tulisan atau cerita sesuai dengan konteksnya.

Dalam bidang perancangan grafis, sebuah desain sampul berkembang menjadi desain komunikasi visual, banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual, guna mengefektifkan pesan komunikasi yang terdapat pada ilustrasi sampul. Upaya mendayagunakan lambang visual, berangkat dari anggapan bahwa bahasa visual memiliki karakteristik bersifat khas untuk menimbulkan kesan tertentu pada pengamatnya. (http://www.fsrd.itb.ac.id/ thesis-disertasi/magister-desainangkatan-2000).

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam proses memaknai dan memahami ilustrasi dari sampul majalah Tempo ini, siapapun berhak mendasarkan pemaknaan berdasarkan field of experience dan frame of reference dan pengalaman cultural pembaca. Sehingga hasil pemaknaan dari setiap individu tentu saja akan berbeda-beda. Dalam penelitian ini, peneliti, menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce guna menggali makna dan tanda dari ilustrasi sampul majalah Tempo Edisi 22 Maret- 28 Maret 2010. Pada metode semiotika Peirce ditekankan pada objek tanda yang dibagi ke dalam ikon, indeks dan simbol.


(18)

ilustrasi sampul depan majalah tersebut karena pada ilustrasi sampul depan majalah tersebut terdiri dari beberapa tanda yaitu tulisan, gambar dan simbol yang ada pada cover. Menurut Peirce tulisan, gambar maupun simbol-simbol adalah sebuah tanda yang saling berhubungan dalam menghasilkan suatu pemaknaaan dan menjadi landasan bagi teori semiotika komunikasi (Sobur, 2001). Selain itu peneliti juga menggunakan warna sebagai acuan untuk meneliti sampul depan karena warna memiliki makna yang bermacam-macam.

Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Peirce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam 'ilustrasi sampul depan majalah Tempo yang berjudul Angkatan Baru Penebar Teror.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah pemaknaan pada ilustrasi sampul majalah Tempo berjudul Angkatan Baru Penebar Teror Edisi 22 Maret-28 Maret 2010 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu :


(19)

Edisi 22 Maret-28 Maret 2010.”

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur penelitian kualitatif dari ilmu komunikasi serta memberikan wacana bagi peneliti mengenai studi semiotika.

2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak pembuat desain sampul majalah agar semakin kreatif dalam menggambarkan ilustrasi pada sampul majalah


(20)

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Ilustrasi Cover Majalah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan dan dapat pula berupa gambar, desain atau diagram untuk penghias halaman sampul atau cover

Sesuai dengan pengertian tersebut maka ilustrasi cover majalah adalah sebuah gambar atau lukisan dan tulisan-tulisan yang dipergunakan untuk menghias sebuah majalah, sekaligus sebagai media untuk memperjelas pandangan dan penilaian akan suatu fenomena kehidupan selain berita yang terdapat dalam majalah tersebut.

Dengan adanya ilustrasi berupa gambar pada sampul sebuah majalah, khalayak atau pembaca diharapkan tertarik dan tergugah untuk mengetahui pesan dari berita yang disampaikan redaksi. Melalui ilustrasi pembaca dapat lebih mudah mendapatkan pemahaman yang mendalam terhadap isi berita yang terdapat pada opini atau laporan utama sebuah majalah.

Gambar adalah lambang lain yang digunakan dalam berkomunikasi non-verbal, gambar dapat digunakan untuk menyatakan suatu pikiran atau perasaan. Gambar merupakan salah satu wujud


(21)

lambang atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti garis, warna dan komposisi. Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Gambar banyak dimanfaatkan sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi (http://puslitpetra.ac.idljournals/ desain, diakses 21/04/10/10:12).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka ilustrasi sampul majalah sangat berperan dalam mengefektifkan komunikasi, karena ilustrasi merupakan sebuah proses komunikasi, dimana terdapat informasi atau pesan yang sengaja digunakan oleh komunikator (pengarang atau ilustrator) untuk disampaikan atau ditransmisikan kepada komunikan (khalayak atau pembaca) dengan menggunakan bahasa. Namun, dalam cover majalah Tempo edisi 22 Maret - 28 Maret 2010 yang berjudul Angkatan Baru Penebar Teror ini, bahasa yang digunakan dalam ilustrasi adalah bahasa yang berupa gambar atau lukisan yang menampilkan sekelompok pria berpakaian tentara bermotif gambar manusia, membawa senjata api, berkalung sorban dan bertopeng kain hitam serta terdapat gambar tangan seorang pria menempelkan “bandrol/blankod” seperti layaknya seorang teroris diabstraksikan sedemikian rupa agar mampu menarik perhatian khalayak.

2.1.2. Komunikasi visual

Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi antar manusia adalah bagian yang paling penting dalam berkomunikasi tersebut. Komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang


(22)

dengan suara, pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain (Pirous dalam Tinaburko, 2003: 31-32).

Sebagai bahasa, maka efektifitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang pendesain komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Hampir di segala sektor kegiatan, lambang-lambang atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya tarik.

Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti: garis, warna dan komposisi. Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan ataupun ucapan.

Di dalam rancangan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis (dasar pemikiran) bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas.

bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatannya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal.


(23)

Maka dalam berkomunikasi diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai seputar siapa publik yang dituju dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif (Hadi dalam Tinaburko, 2003:32-33).

2.1.3. Konsep Makna

Makna hubungan antara suatu objek dengan lambangnya (Littlejohn, 1996 : 64). Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol) dengan penggunaan akal budi manusia (objek).

Dalam penjelasan Umberto Eco (Budiman, 1999 : 7), makna dari sebuah wacana tanda (sign-vechicle) adalah satuan kultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya, serta dengan begitu, sematik mempertunjukkan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya (Sobur, 2004: 55).

Pemaknaan lebih menuntut pada kemampuan integratif manusia, seperti indrawinya, daya pikirnya dan akal budinya. Materi disajikan, seperti juga ekstrapolasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator.

bagi sesuatu yang lebih jauh. Hanya saja ekstrapolasi terbatas, dalam arti empirik, logic, sedangkan dalam pemaknaan dapat menjangkau yang etik ataupun transedental (Sobur, 2004 : 256).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model proses makna Johnson dalam De Vito, 1997: 123-125:


(24)

1. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempuma dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi, dibenak pendengar, apa yang ada dalam benak kita, reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.

2. Makna berubah. Kata kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makan dari kata-kata ini terus berubah dan hal ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. 3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu

pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal, bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna yang membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkrit dan dapat diamati.

Bila kita berbicara tentang cinta, persahabatan, kebahagiaan, kebaikan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu, kebanyakan


(25)

kata mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. 6. Makna komunikasi hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu

kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya, pemahaman yang merupakan tujuan yang ingin kita capai, tetapi tidak pernah tercapai (Sobur, 2004: 258-259).

2.1.4. Font

Pada dasarnya huruf memiliki energi yang dapat mengaktifkan gerak mata Energi ini dapat dimanfaatkan secara positif apabila dalam penggunaannya senantiasa diperhatikan kaidah-kaidah estetika, kenyamanan keterbacaannya, serta interaksi huruf terhadap ruang dan elemen-elemen visual di sekitarnya.

Huruf atau biasa juga dikenal dengan istilah “Font” atau “Typeface” adalah salah satu elemen terpenting dalam Desain Grafis karena huruf merupakan sebuah bentuk yang universal untuk menghantarkan bentuk visual menjadi sebuah bentuk bahasa. Huruf (Tipo/Typeface/Type/Font) adalah bentuk visual yang dibunyikan sebagai kebutuhan komunikasi verbal . Lewat kandungan nilai fungsional dan nilai estetiknya, huruf memiliki potensi untuk menterjemahkan atmosfir-atmosfir yang tersirat dalam sebuah komunikasi verbal yang dituangkan melalui abstraksi bentuk-bentuk visual.


(26)

Setiap bentuk huruf dalam sebuah alfabet memiliki keunikan fisik yang menyebabkan mata kita dapat membedakan antara huruf ‘m’ dengan ‘p’ atau ‘C’ dengan ‘Q’. Sekelompok pakar psikologi dari Jerman dan Austria pada tahun 1900 memformulasikan sebuah teori yang dikenal dengan teori Gestalt. Teori ini berbasis pada ‘pattern seeking’ dalam perilaku manusia. Salah satu hukum persepsi dari teori ini membuktikan bahwa untuk mengenal atau ‘membaca’ sebuah gambar diperlukan adanya kontras antara ruang positif yang disebut dengan figure dan ruang negative yang disebut dengan ground.

Pada dasarnya setiap huruf terdiri dari kombinasi berbagai guratan garis (strokes) yang terbagi menjadi dua, yaitu guratan garis dasar (basic stroke) dan guratan garis sekunder (secondary stroke). Apabila ditinjau dari sudut geometri, maka garis dasar yang mendominasi struktur huruf dalam alfabet dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu:

1. kelompok garis tegak-datar; EFHIL

2. kelompok garis tegak-miring; AKMNVZXYW 3. kelompok garis tegak-lengkung; BDGJPRU 4. kelompok garis lengkung; COQS

Huruf memiliki dua ruang dasar bila ditinjau dalam hukum persepsi dari teori Gestalt, yaitu figure dan ground. Apabila kita menelaah keberadaan ruang negatif dari seluruh huruf maka secara garis besar dapat dipecah menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Ruang negatif bersudut lengkung; BCDGOPQRSU 2. Ruang negatif bersudut persegi-empat, EFHILT


(27)

3. Ruang negatif bersudut persegi-tiga, AKMNVWXYZ

4. Perhitungan tinggi fisik huruf memiliki azas optikal-matematis, dalam pengertian bahwa dalam perhitungan angka, beberapa huruf dalam alfabet memiliki tinggi yang berbeda-beda, namun secara optis keseluruhan huruf tersebut terlihat sama tinggi. Huruf yang memiliki bentuk lengkung dan segitiga lancip pada bagian teratas atau terbawah dari badan huruf akan memiliki bidang lebih dibandingkan dengan huruf yang memiliki bentuk datar. Apabila beberapa huruf tersebut dicetak secara berdampingan akan tercapai kesamaan tinggi secara optis.

[IMG]http://i21.photobucket.com/albums/b266/ritchienedhansel/Untitled1.png 2.1.4.1 Jenis-Jenis Font

Font terbagi dalam 4 jenis, yaitu Serif, Sans Serif, Script dan Decorative. Masing-masing font memiliki karakteristik tersendiri dan kegunaannya Masing-masing-Masing-masing juga berbeda.

1. Serif : huruf yang memiliki kait/serif (sedikit menjorok keluar) pada bagian ujung atas atau bawahnya. Huruf Sanserif (tanpa kait), Tidak memiliki kait/ hook, hanya terdiri dari batang dan tangkai. contoh Times, Souvenir, Palatino

2. Sans Serif : huruf yang tidak memiliki kait/serif pada ujung atas maupun bawahnya. Jadi huruf jenis ini tidak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien. Contoh : Arial, Tahoma, Helvetica, Futura


(28)

3. Script: huruf yang bentuknya menyerupai tulisan tangan manusia. Huruf Script menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifast pribadi dan akrab. . Contoh : Commercial Script, Sheley Volante, English Vivance, Brush Script.

4. Decorative: huruf yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi di atas. Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental. Huruf Dekoratif Setiap huruf dibuat secara detail, komplek dan rumit, contoh canteburry, Augsburger Dalam pemilihan jenis huruf atau karakter huruf, yang senantiasa harus diperhatikan adalah karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga karakter segmen pasarnya, agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan diterima oleh masyarakat.

2.1.4.2 Karakter Jenis Font 1. Times New Roman

Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp Qq Rr Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy Zz

Nama lengkap: Times New Roman (dari perusahaan Monotype) atau Times Roman (nama dari Linotype).

Jenis: serif, transisional. Perancang: Stanley Morison.


(29)

Karakter jenis Times New Roman cenderung menciptakan kesan yang lebih serius, paling mudah dibaca untuk volume type yang besar, kecepatan dan keakuratan membaca akan jauh lebih tinggi, terbukti kebanyakan buku dan surat kabar menggunakan type ini karena lebih jelas dan paling umum untuk digunakan sebagai headline dan judul.

Latar belakang dan sejarah bersama Arial, Times barangkali adalah keluarga tipe yang paling banyak Anda jumpai di halaman-halaman web maupun di materi cetak—sampai-sampai beberapa desainer bosan setengah mati melihatnya. Ini karena font TTF Times New Roman termasuk yang pertama-tama dikemas Microsoft di sistem operasinya (Windows 3.1) sehingga menjadi tipe serif default. Nama “Times” berasal dari nama surat kabar terkenal di Inggris, The Times, dan memang dibuat khusus untuk media tersebut. Dirancang pada tahun 1931 oleh desainer yang terkenal sebagai pakar tipografi, Stanley Morison, dan digambar oleh Victor Lardent dari Monotype Corporation. Menurut Stanley, “Ketebalan, karakteristik, dan pengaturan lebar/ukuran Times disesuaikan dengan kebutuhan editorial surat kabarnya.” Stanley bersama Monotype menyusun beberapa anggota keluarga Times, antara lain Italic, Condensed, dan Headline. Times diinspirasi oleh tipe huruf yang telah popular sebelumnya yaitu Plantin.

Karakteristik Times termasuk tipe transisional, tingkat kontrasnya perbedaan ketebalan antara stroke yang tebal dan tipis cukup tinggi. Serifnya pun tajam-tajam. Ascender dan descendernya pendek. Times new roman adalah jenis huruf serif yang sering Anda lihat ada surat kabar atau majalah. Font ini didesain untuk kemudahan membaca pada media cetak, demikian juga pada layar monitor. Pada


(30)

pengguna Windows, font ini adalah default. Pada pengguna Mac dan Linux (Times) huruf ini dapat ditampilkan pula dengan baik. Namun, pada penggunaan ukuran yang kecil 9/10px huruf ini mulai sulit untuk dibaca. Pertimbangan pemakaian Times banyak dipakai untuk teks bodi majalah dan koran. Pertimbangan kombinasi Times cocok dikombinasikan dengan tipe-tipe sans serif seperti Arial, Futura, Gill Sans, atau Impact. Karena formal, Times tidak cocok dipadankan dengan Comic Sans misalnya. Font ini biasanya digunakan untuk tulisan-tulisan resmi. Times new Roman sudah umum digunakan untuk membuat tulisan resmi ketik computer. Hurufnya jelas, tidak ribet dan jelas dibaca.

2. Arial

Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp Qq Rr Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy Zz.

Arial dipasarkan sebagai Arial MT, adalah jenis huruf sans serif dan dikemas font komputer dengan Microsoft Windows, aplikasi perangkat lunak Microsoft lainnya, Apple Mac OS X, Openoffice.org, dan banyak komputer PostScript printer. The tipografi ini dirancang pada tahun 1982 oleh Robin Nicholas dan Patricia Typography Saunders untuk jenis yang satu saja. Saat ini adalah jenis yg satu saja pemilik hak cipta untuk program perangkat lunak font Arial. Arial juga merupakan standar yang terdiri dari keluarga jenis huruf Arial (Arial Std) dan varian, termasuk Arial Black, Bold, Extra Bold, Condensed, Italic, Light, Medium, monospace, Sempit, dan Rounded.

Arial adalah huruf Sans-serif yang sering dipergunakan dalam Web. Terlihat lebih sederhana dan lebih mudah dibaca pada berbagai ukuran. Pada sistem


(31)

operasi Linux, tidak terdapat huruf Arial, namun digantikan oleh Helvetica yag memiliki karakteristik yang kurang lebih sama.

Ada beberapa kekurangan pada font jenis arial. Salah satunya adalah sulitnya membedakan antara huruf i capital dan L kecil (I dan l). Arial biasanya digunakan untuk menulis dokumen-dokumen resmi dan surat kabar. Font ini bersifat resmi dan ukurannya besar dan jelas.

Sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Arial 3. Verdana

Verdana dibuat khusus agar sebuah teks dapat dibaca dengan mudah dan jelas walaupun dengan ukuran yang cukup kecil. Hal ini dapat terjadi karena font Verdana di desain mempunyai jarak antara huruf yang melebihi font Sans Serif, sehingga lebih mudah dibaca. Verdana juga seringkali dipilih oleh web designers yang ingin menuliskan teks dengan jumlah yang cukup banyak di dalam space yang cukup kecil. Verdana memang jauh lebih mudah dibaca dari pada font sejenisnya dengan ukuran yang sama, dan beberapa orang mengatakan agar pembuat web tidak memasangnya sebagai body text dari sebuah web page, agar Verdana dapat digunakan pada penulisan teks yang lain, disaat font sejenisnya tidak mudah dibaca karena persoalan ukuran font.

4. Snap ITC

Jenis huruf ini mempunyai nilai seni yang tinggi, karena jenis huruf ini sering digunakan dalam pembuatan stiker, pamflet ataupun brosur yang lainnya. Bentuk huruf yang ini sangatlah bagus dan cocok untuk keperluan hiburan misalnya saja dalam pendekorasian ataupun undangan yang sifatnya kurang resmi.


(32)

Snap ITC mempunyai ukuran yang lumayan besar apabila dibandingkan dengan huruf yang lainnya dengan ukuran yang sama, huruf ini otomatis sudah tebal sendiri tanpa mengubahnya ke bold. Jenis huruf yang tidak formal ini cocok digunkan un tuk mendesain berbagai keperluan.

5. Comic Sans

Huruf ini mempunyai karakteristik informal sehingga terkesan bersahabat, namun jarang dipergunakan di web karena di anggap kurang profesional dan tidak

formal.

Pemakaian jenis font yang tepat dapat membantu desain menjadi lebih menyatu dan lebih cepat mengkomunikasikan maksud dari desain. Misalnya, pada desain brosur kecantikan, kita tidak mungkin menggunakan font yang ‘keras’, berbentuk kaku dan tebal. Akan lebih tepat jika kita menggunakan font yang tipis dan luwes, sesuai dengan kepribadian target market yang di tuju, yaitu wanita.

Jenis font bisa di ibaratkan jenis ’suara’ yang berbicara pada desain. Font dengan gaya tebal akan terasa seperti suara laki-laki dan bersuara berat. Font berbentuk kaku dan kotak-kotak, akan terasa seperti robot atau mesin yang berbicara, dan seterusnya. Masing-masing jenis font mempunyai jenis suara tersendiri.

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Huruf_Digital_(Font) 2.1.4.3 Tipografi

Tipografi adalah Ilmu yang mempelajari tentang Huruf dan penggunaan Huruf dalam aplikasi desain komunikasi visual, tipografi merupakan representasi visual dari sebuah bentuk komunikasi verbal dan merupakan properti visual yang


(33)

pokok dan efektif. Hadirnya tipografi dalam sebuah media terpan visual merupakan faktor yang membedakan antara desain grafis dan media ekspresi visual lain seperti lukisan. Langkah awal untuk mempelajari tipografi adalah mengenali atau memahami anatomi huruf. Gabungan seluruh komponen dari suatu huruf merupakan identifikasi visual yang dapat membedakan antar huruf yang satu dengan yang lain. Apabila kita telah memahami anatomi huruf secara baik, dengan mudah kita dapat mengenal sifat dan karakteristik dari setiap jenis huruf. Berikut adalah terminologi yang umum digunakan dalam penamaan setiap komponen visual yang terstruktur dalam fisik huruf. Setiap individu huruf, angka, dan tanda baca dalam tipografi disebut sebagai character. Seluruh character secara optis rata dengan baseline. Tinggi dari badan huruf kecil secara optis rata dengan x-height. Setiap character apakah huruf besar atau kecil memiliki batang (stem) yang pada bagian ujung-ujungnya dapat ditemukan beberapa garis akhir sebagai penutup yang disebut terminal. Sumber http://www.precisionintermedia.com 2.1.5 Fisiologi dan Psikologi Warna

Alam semesta telah mengkaruniai warna-warna untuk keperluan fisikal dan rohani kita. Kita secara aktif atau pasif bertindak balas terhadap warna. Warna dapat mempengaruhi perasaan hati, kita dapati ada warna yang dapat menaikkan semangat, mengembangkan rangsangan dan menekan perasaan. Kita biasa gunakan istilah seperti “feeling blue,” “yellow bellied,” “green with envy,” dan “seeing red” tanpa memikirkan makna yang tersirat.


(34)

Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb:

“Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda (Mofit, 2004: 28).”

Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, menampilkan identitas, menyampaikan pesan, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda.

Dengan memahami maksud dan kesan-kesan fisiologi dan psikologi yang dibawa oleh warna, maka kita akan mengetahui apa yang hendak dikomunikasikan oleh warna. Warna-warna memiliki karakter potensi yang mampu memberikan kesan pada seseorang dapat diartikan sebagai berikut:

a. Putih ‘white’

Merupakan warna yang paling terang, memiliki sifat suci, agung, bersih, perlindungan, cocok dengan semua warna. Walau bagaimanapun, terlalu banyak putih membawa kepada sejuk dan terasing, karena putih membedakan kita antara satu sama lain (Mofit, 2003: 29).

b. Merah ‘red’

Bersifat hangat, kuat dan manusiawi. Perasaan yang meluap-luap, keberanian, kegairahan, pertentangan, penuh semangat, pendirian yang teguh, kasih sayang, kecerdasan diri, kemesraan, tindakan (pikirkan tentang api). Merah


(35)

adalah warna yang berpengaruh tinggi dan dihubungkaitkan dengan daya hidup dan cita-cita. Dapat membantu mengatasi pikiran negatif. Namun juga dihubungkan dengan kemarahan (Mofit, 2003 : 29).

c. Merah muda ‘pink’

Kasih sayang dan romantis, belas kasihan, persahabatan, kelembutan dan kewanitaan. Warna ini dapat memberikan kelegaan, ketenangan, kemesraan dan “nurturing” pemeliharaan atau pengasuhan. la menggurangkan rasa lekas marah dan agresif. Warna merah muda akan memberikan kita rasa dicintai dan dilindungi. la juga mengatasi kesunyian, kekecewaan, “oversensitivity’ mudah tersinggung.

d. Oranye ‘Orange’

Melambangkan harga diri, hangat, kelincahan, ramah, kepekaan, kreativitas kematangan. la membebaskan dan melepaskan perasaan dan meringankan rasa mengkasihani diri sendiri, rendah diri. Warna ini memperbaharui minat terhadap hidup, berkesan sebagai “anridepressan” anti-depresi dan merangsangkan semangat, melambangkan kesegaran, kesehatan dan kecantikan (www.bahasawarna.com, diakses 11/06/07/11:25).

e. Nila ‘Indigo’

Kuasa, penyembuhan, magic, “combating” perlawanan, jangkitan dan penyakit, kerohanian, penyembuhan , secara psikis, pengadilan, perayaan. Indigo atau nila merupakan warna yang dianggap berkuasa dan dikaitkan dengan otak kanan yang mendorong kata hati dan imaginasi.


(36)

f. Ungu ‘violet’

Ungu mempunyai kesan yang mendalam kepada jiwa bersifat agung, wibawa dikaitkan dengan perlindungan jiwa dan pengendalian perasaan, emosi, obsesi, kebimbangan. Wama ini juga dikaitkan dengan seni dan musik, misted dan kepekaan kepada kecantikan serta keunggulan, mendorong kreativitas, inspirasi, kejiwaan dan belas kasihan.

g. Kuning ‘yellow’

Riang gembira, bercahaya, mengandung harapan, kuat, kesan luas. Warna kuning adalah warna yang dikaitkan dengan kecerahan dan menaikkan semangat, dan “celebration of sunny days” merayakan had yang cerah. Membuat keputusan dan pernilaian yang baik, penyerapan ide baru, dan kebolehan melihat pelbagai pendapat. la melahirkan kepercayaan kepada did sendiri dan menggalakkan sikap yang optimis. Namun begitu, warna kuning pudar adalah warna ketakutan.

h. Hijau ‘green’

Tenang, menghibur atau gembira, nyaman, alami. Mempunyai sifat keseimbangan dan selaras, membangkitkan ketenangan pengurangan tekanan, menyeimbangkan dan melegakan perasaan dan tempat mengumpulkan daya-daya baru. Kekayaan, penyembuhan, pertumbuhan, kesuburan, kejayaan, kesehatan, harmoni, permulaan yang baru, pembaharuan (pikirkan tentang tumbuhan hijau).


(37)

i. Biru ‘blue’

Sebagai warna yang menimbulkan kesan dalamnya sesuatu (dediepte). Menggambarkan perasaan tenteram, ketenangan dan nyaman. Berperan dalam pengawalan mental, “clarity dan creativity’ kejernihan dan kreativitas. Biru tua mempunyai kesan yang menenanqkan, membenarkan kita untuk berhubung dengan kata hati dan sifat kewanitaan. Walau bagaimanapun, biru yang terlalu gelap cenderung membawa kepada tekanan (Mofit, 2003: 29). j. Coklat ‘brown’

Kokoh, mantap, pasti, dapat dipercaya, kewanitaan. Warna coklat ialah warna semula jadi (warna tanah). Coklat bermaksud kemantapan meringankan rasa ketidakselamatan. Bagaimanapun, ini juga berhubungan untuk menyembunyikan emosi, mengelakkan dari segi ketakutan terhadap dunia luar dan juga kesempitan pikiran, ini adalah kesan daripada kekurangan penghargaan diri sendiri.

k. Hitam ‘black’

Berkuasa, kuat, sangat sedih, murung. Warna ini adalah bersifat selesa, perlindungan dan penuh misted. Ini adalah sekutu dengan sunyi, “infinity” tak terbatas, dan sifat wanita dalam kehidupan yang tertekan-pasif, tidak bercarta dan penuh misted. Warna hitam boleh juga melarang kita dari segi pertumbuhan dan perubahan. Kita senantiasa menyembunyikan diri sendiri dalam keadaan hitam demi mengelak terhadap dunia yang sebenarnya.


(38)

2.1.6 Senjata Api Laras Panjang

Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat ini secara teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap, cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah kestabilan lintasan. Menurut Wikipedia pengertian senjata api adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan). Propelan adalah bahan peledak yang digunakan untuk mendorong suatu objek. Propelan tidak hanya digunakan pada senjata api saja, tetapi bisa dipakaikan pada roket sebagai pendorong. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata modern saat ini menggunakan bubuk nirasap. Untuk menambah kestabilan senjata modern saat kini menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran dan hal ini sangat berbahaya.

Mengingat sangat berbahaya senjata api maka pihak berwenang melarang kepemilikan senjata api oleh warga sipil. Larangan tersebut lahir karena kuatnya kecenderungan penyalahgunaan senjata api di kalangan masyarakat sipil. Sekarang ini, dengan mudah ditemukan kasus-kasus pembunuhan, perampokan, bentuk-bentuk teror yang menggunakan senjata api dalam berbagai jenis. Di Jawa Tengah saja dalam beberapa tahun terakhir ini dengan mudah ditemukan kasus


(39)

perampokan yang disertai pembunuhan dengan senjata api. Sementara korban berjatuhan, para pelaku belum juga ditemukan. Dengan larangan itu diharapkan akan mampu menekan angka kriminalitas, sekaligus menciptakan rasa aman dan nyaman di kalangan masyarakat. Meski pun tidak bisa dijamin bahwa penarikan senjata api itu akan serta merta menghadirkan keadaan zero kriminalitas. Masih banyak bentuk-bentuk senjata yang bisa digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan, di samping pasar ilegal senjata api sendiri belumlah mungkin dihabiskan sama sekali oleh aparat keamanan. Artinya, meski sudah ditarik tetapi itu yang resmi terdaftar, sedangkan yang tidak terdaftar/ilegal mungkin jumlahnya lebih banyak. Yang tidak resmi mudah sekali didapat dengan harga pasar yang relatif miring.

Jika kita runut ke belakang, maraknya permohonan izin kepemilikan senjata api terjadi saat awal masa reformasi tahun 1997/1998. Keadaan saat itu telah menyebabkan banyak warga dari kalangan tertentu seperti pengusaha dan politisi merasa tidak aman, sehingga merasa perlu untuk mempersenjatai diri. Koridor perizinan pun akhirnya dibuka, dan tentu saja kran impor langsung mengalir deras. Maka, dengan mudahnya setiap orang bisa mengoleksi senjata api dengan syarat mereka punya uang dan mengerti di mana mendapatkannya, atau setidaknya tahu jaringan untuk mendapatkan harga miring. Tetapi, seringkali kepemilikan tidak disertai dengan mentalitas tanggungjawab, sehingga mudah sekali terjadi penyimpangan.


(40)

Memiliki senjata apa pun bentuknya membutuhkan daya tahan mental yang baik. Pemilik harus mengerti benar kapan digunakan atau tidak digunakan. Mereka yang bermental cengeng, emosi tidak stabil, mau menang sendiri, suka pamer, sebaiknya menjauhkan diri atas kepemilikan karena senjata api hanya akan mendatangkan bahaya bagi orang lain. Merasa diri terancam, tersinggung atau merasa tidak aman akan mudah sekali memicu penggunaan di luar akal sehat. Inilah yang berulang-ulang kali terjadi di masyarakat sekarang ini. Jangankan warga sipil, aparat saja banyak yang lalai sehingga jatuh korban yang mestinya tidak perlu. Kenyataan-kenyataan seperti itulah yang selama ini terjadi. Senjata api yang telah resmi terdaftar pastilah lebih mudah. Yang menjadi tantangan aparat kepolisian adalah justru menekan peredaran senjata api dari pasar gelap. Dengan perairan seluas ini, Indonesia mudah sekali dijejali berbagai jenis barang selundupan, termasuk senjata api dalam berbagai jenis dan tipe. Memutus jaringan para penyelundup juga bukan pekerjaan mudah, apalagi jika ada oknum aparat yang mudah sekali diajak bekerja sama dan bekerja bersama-sama.

2.1.7 Teror

Teror menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002 adalah kekacauan, tindak kesewenang wenangan untuk menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Ada yang menerjemahkan teror sebuah kekerasan untuk menimbulkan rasa takut. Ada juga yang mendefinisikan, teror sebagai aksi brutal dengan korban harta dan jiwa yang menimpa masyarakat sipil. Teror juga diartikan sebagai aksi menguasai perasaan orang lain dengan cara-cara yang tidak wajar. Memang generik teror tidak pernah seragam, tergantung siapa yang menafsirkan. Paling tidak kita bisa


(41)

menarik simpul besar dari teror adalah tindakan radikal, kalau dia menjelma menjadi sebuah keyakinan jadilah ia radikalisme.

Pelaku teror bisa orang per orang, sekelompok orang, sipil, militer bahkan negara dan kumpulan negara. Sehingga jika makin banyak melibatkan korban manusia, terutama rakyat sipil, maka makin mudah mengidentifikasinya bahwa itu adalah tindakan teror. Tapi ada padanan kata lain yang cenderung diperlakukan sama dengan terorisme, yakni fundamentalisme atau militan.

2.1.8.Teroris Dan Terorisme di Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Teroris adalah Pengacau,orang yang melakukan teror atau pelaku teror. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil. (Sumber

http://hminews.com/news/teror-vs-jihad/).

Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya


(42)

dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang".

Terorisme di Indonesia merupakan terorisme di Indonesia yang dilakukan oleh kelompok militan Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda ataupun kelompok militan yang menggunakan ideologi serupa dengan mereka. Sejak tahun 2002, beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali 2002. (Sumber Kompas.com)

Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:

1981 : Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan. pada Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad; 1 kru pesawat tewas; 1 tentara komando tewas; 3 teroris tewas.

2000 : Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2


(43)

orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.

Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.

Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.

2001: Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.

Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.

Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.

Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.

2002 : Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya


(44)

luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.

Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.

Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.

2003 : Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa. Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan. Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.

2004 : Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)

Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI


(45)

Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.

2005 : Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005 Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.

Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.

Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.

Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.[1] 2009: Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.

2010 : Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010


(46)

2.1.9. Perbandingan Motif Gambar Seragam Loreng

Gambar 1 ilustrasi majalah tempo Gambar 2 Seragam Resmi TNI Pada desain ilustrasi majalah Tempo edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 digambarkan sekelompok pria berpakaian loreng (yaitu seragam resmi yang merupakan identitas dari Tentara Nasional Indonesia). Tetapi tidak bermotif perpaduan semburat warna hijau, coklat, hitam dan putih kecoklatan, melainkan dengan motif gambar sketsa manusia (yang sedang melakukan aktivitas),ada yang berjalan, tertunduk, bersepeda, mengangkat kedua tangan ungkapan kegembiraan serta dilukiskan dengan posisi terbalik tidak beraturan dan masing-masing sketsa mewakili warna hijau, coklat, hitam dan putih kecoklatan atau yang biasa disebut loreng sebagai identitas Tentara Nasional Indonesia. Seperti pada gambar 1.


(47)

Pada gambar 2 adalah Seragam Resmi Tentara Nasional Indonesia, bermotif perpaduan semburat warna Hijau coklat, hitam dan putih kecoklatan. Sepintas terlihat sama namun berbeda.

2.1.10 Makna Gerak Tubuh

Gerak-gerik tubuh merupakan ekspresi non verbal yang disebut body

language atau bahasa tubuh. Dalam pergaulan, kita atau lawan bicara kita sering

melakukan gerak-gerik tertentu yang tidak kita sadari/spontan. Secara tidak langsung hal itu meyiratkan makna tertentu.

Menurut psikolog, ada empat jenis bahasa tubuh yang secara umum menyiratkan pikiran dan perasaan seseorang.

1. Bahasa tubuh terbuka yaitu postur hadap depan (foward looking), posisi tubuh dan wajah menghadap lawan bicara. Bahasa tubuh ini menyiratkan kesiapan memberi perhatian dan kehangatan. Umumnya bahasa tubuh ini mencerminkan respon positif terhadap lawan bicara. Biasanya sikap posisi seperti ini ada dalam kelompok pembicaraan yang suasananya akrab dan saling mengenal satu sama lain.

2. bahasa tubuh tertutup. Sikap tubuh tertarik ke belakang, tetapi bukan memunggungi lawan bicara. Misalnya menoleh ke arah lain ketika lawan tengah berbicara. Sikap ini mencerminkan rasa malu dan bosan. Bagi lawan bicara, sikap ini seringkali diartikan dengan sikap dingin.


(48)

Jika kalian mendapati pada situasi ini sebaiknya segera akhiri pembicaraan, karena lawan bicara tidak merasa nyaman atau tidak mengingnkan kehadiran kita lebih lama.

3. bahasa tubuh ekspansif. Sikap tubuh tampak dalam postur siaga, misalnya berdiri tegak dengan dagu sedikit mendongak. Sikap ini mencerminkan rasa bangga dan arogansi. Umumnya, sikap ini dimiliki oleh orang yang rasa percaya dirinya cukup tinggi. Orang-orang seperti ini kurang bisa menghargai lawan bicaranya.

4. bahasa tubuh tegang. Ini terlihat dari postur tubuh yang mengkerut, seolah-olah tubuh ditarik kedalam. Misalnya wajah menunduk, tangan dilipat, dan mata tidak berani menatap. Sikap ini mencerminkan rasa kecewa, sedih, atau frustasi.(Sumber:http://donsoe.wordpress.com/2009/12/19/mengetahui-makna-bahasa-tubuh/)

2.1.11 Makna Acungan Jempol

Acungan jempol adalah gerak isyarat dan seperti menggelengkan kepala dan gerakan isyarat tangan adalah jenis dari bahasa isyarat, bahasa non verbal. Beberapa gerakan isyarat dilakukan anak-anak yang masih kecil, dibawah satu tahun. Beberapa gerakan isyarat sangat membantu di dalam perjalanan, kecuali Anda berada di negara yang menganggap gerakan isyarat tersebut sebagai simbol yang tidak sopan. Hal ini dapat menimbulkan masalah besar bagi Anda. Bagaimana pun, acungan jempol merupakan gerak isyarat yang sangat populer. "Acungan jempol" secara umum diterima sebagai gerak isyarat yang menyatakan


(49)

setuju tidak kurang dari empat ratus tahun, atau lebih lama lagi. Gerak isyarat ini diterima karena fakta "Jempol yang berdiri tegak" berati BAIK dan "Jempol yang mengarah ke bawah" berarti TIDAK BAIK. Ini mungkin ada kaitannya dengan peribahasa : "Disinilah jempol saya", dari bahasa Inggris kuno yang mengatakan bahwa digunakan sebagai akhir dari kontrak atau persetujuan. Isyarat acungan jempol mungkin dihubungkan dengan pertarungan gladiator romawi kuno. Penonton akan menutup jempol mereka jika mereka ingin membiarkan gladiator yang kalah tetap hidup karena gladiator tersebut dianggap telah bertarung dengan sangat berani. Itulah apa yang dikatakan Desmond Morris dalam bukunya Body Talk. Melalui "Salah menerjemahkan atau salah kaprah", seperti yang dikatakannya, "gerak isyarat ini secara bertahap berubah dari 'acungan jempol yang ditutupi' menjadi "Acungan Jempol." Isyarat tangan lainnya yang digunakan dengan makna yang sama adalah apa yang Morris dan rekannya menuliskan pada buku Gesture, sebut "lingkaran." Gerakan ini terbentuk jika Anda menyentuhkan ujung jempol Anda pada ujung jari kaki telunjuk sehingga membentuk "O" yang dalam banyak budaya diartikan sebagai AllCorect. Ada juga gerakan isyarat lainnya yang terkenal di seluruh dunia. "Meletakkan jempol pada hidung Anda" adalah ketika ujung jempol Anda menyentuh ujung hidung Anda dan jari-jari tangan merentang dan menunjuk (dan kadangkala mengejek). Kebanyakan murid sekolah akan mengenali gerak isyarat ini sebagai gerakan menggoda atau menghina. Gerakan ini juga sering disebut "Salam Lima Jari."


(50)

2.1.12 Pendekatan Semiotik

Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdinand de Sausure di dalam Course in General Linguistics, sebagai “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.” Implisit dalam definisi Sausure adalah prinsip, bahwa semiotika sangat menyadarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif. Keberadaanya mampu menggantikan sesuatu yang lain, dapat dipikirkan, atau dibayangkan.

Semiotika adalah sebuah cabang keilmuan yang memperlihatkan pengaruh semakin penting sejak empat dekade yang lalu, tidak saja sebagai metode kajian (decoding), akan tetapi juga sebagai metode penciptaan (encoding). Semiotika telah berkembang menjadi sebuah model atau paradigma bagi berbagai bidang keilmuan yang sangat tuas, yang menciptakan cabang-cabang semiotika khusus, diantaranya adalah semiotika binatang (zoo semiotics), semiotika kedokteran (medical semiotics), semiotika arsitektur, semiotika seni, semiotika fashion, semiotika film, semiotika sastra, semiotika televisi, termasuk semiotika desain (Piliang, 2003: 256).

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti `tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.


(51)

Sebenamya banyak sekali definisi-definisi mengenai semiotik, seperti semiotik menurut Van Zoest, yaitu :

“Komunikasi melukiskan evolusi makna, makna adalah sesuatu yang diciptakan, ditentukan, diberikan, dan bukan sesuatu yang diterima, jadi komunikasi bukanlah sesuatu, juga bukan interaksi dengan sesuatu, melainkan sesuatu transaksi yang di dalamnya orang menciptakan dan memberikan makna untuk menyadari tujuan-tujuan orang itu”.

Menurut Dick Hartoko, semiotika adalah bagaimana suatu karya tersebut ditafsirkan oleh pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang-lambang (Sobur, 2004 : 96). Sedangkan semiotik menurut semiotisan murni, Charles Sanders Pierce, yaitu merupakan suatu tindakan, pengaruh atau kerja sama antara tiga elemen tanda (sign) objek (Rahmat, 2006 : 2064).

Berdasarkan definisi semiotik dari para ahli maka secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut :

Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and ehterprise.

(Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda


(52)

atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis disetiap kegiatan dan perilaku manusia (http://id.wikipedia.orQ/wiki/semiotika, diakses 23/04/10/08:11).

Dari definisi semiotik secara umum tersebut berarti pada dasarnya pusat perhatian dari pendekatan Semiotika adalah tanda (sign). Pokok perhatiannya di sini adalah tanda. Studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika atau semiologi. Menurut John fiske Mempunyai tiga bidang studi utama yaitu :

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri..

Dalam semiotika, penerima atau pembaca, dipandang memainkan peran yang lebih aktif dibandingkan dalam kebanyakan model proses (kecuali Model


(53)

Gerbner). Semiotika lebih suka memilih istilah “pembaca” (bahkan untuk foto sebuah lukisan) untuk “penerima” karena hal tersebut secara tak langsung menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembacaan merupakan sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya; karena itu pembacaan tersebut ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosinya terhadap teks tersebut.

2.1.13 Tanda dan makna

Semua model makna memiliki bentuk yang secara luas mirip. Masing-masing memperhatikan tiga unsur yang mesti ada dalam setiap studi tentang makna. Ketiga unsur itu adalah (a) tanda, (2) acuan tanda, dan (3) pengguna tanda.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita; tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri; dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda.

Peirce melihat tanda, acuannva dan penggunanya sebagai tiga titik dalam segi tiga. Masing-masingterkait erat pada dua yang lainnya

Peirce sampai pada model yang serupa tentang cara tanda ditandai. Mengindentifikasi relasi segitiga antara tanda, pengguna dan realitas eksternal sebagai suatu keharusan model untuk mengkaji makna. Peirce, yang biasanya dipandang sebagai pendiri tradisi semiotika Amerika, menjelaskan modelnya secara sederhana:


(54)

Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni, menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang, Tanda yang diciptakannya saya namakan interpretant dari tanda pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu, yakni objeknya. (dalam Fiske,2004 (Zeman, 1977)).

Ketiga istilah Peirce dapat dimodelkan seperti pada. Panah dua arah menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri-objek, dan ini dipahami oleh seseorang: dan ini memiliki efek di benak penggunanya-interpretant. Efek pertandaan yang tepat”: yaitu konsep mental yang dihasilkan baik oleh tanda maupun pengalaman pengguna terhadap objek.

Model semiotika tidak membuat perbedaan antara decorder dan encoder. Interpretant adalah konsep mental pengguna tanda, baik dia sebagai pembicara maupun pendengar, penulis atau pembaca, pelukis atau penikmat lukisan. Decoding merupakan tindakan aktif dan kreatif, begitu juga halnya dengan encoding.

Peirce membuat tiga kategori tanda yang masing-masing menunjukkan hubungan yang berbeda diantara tanda dan objeknya, atau apa yang diacunya.

Dalam sebuah ikon, dalam beberapa hal tanda menyerupai. objeknya;

tanda itu kelihatan atau kedengarannya menyerupai objeknya. Dalam indeks ada hubungan langsung antara tanda dan objeknya: keduanya benar-benar terkait. Dalam simbol tidak ada hubungan atau kemiripan antara tanda dan objeknya:


(55)

sebuah simbol dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan sesuatu. Sebuah foto merupakan suatu ikon, asap merupakan indeks

api, dan suatu kata merupakan sebuah simbol.

2.1.14 Peirce dan Tanda

Peirce membagi tanda menjadi tiga tipe-ikon, indeks, dan simbol. Sekali lagi, ketiganya bisa dimodelkan ke dalam sebuah segitiga. Peirce merasa bahwa ini merupakan model yang sangat bermanfaat dan fundamental mengenai sifat tanda. Dia menulis: setiap tanda ditentukan oleh, objeknya, pertama-tama, dengan mengambil bagian dalam karakter objek, tatkala saya menyebut tanda sebuah

ikon; kedua, dengan menjadi nyata dan dalam eksistensi individualnya terkait

dengan objek individual, tatkala saya menyebut tanda sebuah indeks; ketiga, dengan kurang lebih mendekati kepastian bahwa tanda itu akan ditafsirkan sebagai mendenotasikan objek sebagai konsekuensi dari kebiasaan...tatkala saya menyebut tanda sebuah simbol. (Dalam Zeman, 1977)

Ikon menunjukkan kemiripan dengan objeknya. Ini yang kerapkali amat

jelas dalam tanda-tanda visual; Foto adalah sebuah ikon; sebuah peta adalah ikon; tanda visual umum yang di ditempel di pintu kamar kecil pria dan wanita adalah ikon. Ikon pun bisa berupa tanda-tanda verbal

Sebuah indeks sama sederhananya untuk dijelaskan. Indeks merupakan tanda yang hubungan eksistensialnya langsung riengan objeknya. Asap adalah indeks api; bersin indeks flu. Bila saya berjanji untuk bertemu dengan anda, dan saya menyatakan bahwa anda bisa mengenali saya karena saya berjenggot dan


(56)

mengenakan baju dengan lubang kancing berwarna kuning kemerahan, maka jenggot dan lubang kancing kuning kemerahan itu menjadi indeks saya. (Dalam Fiske 2004: 69).

Sebuah simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Kata-kata, umumnya, adalah simbol. Palang Merah adalah simbol. Angka adalah simbol.

Berdasarkan pengelompokan tanda menjadi tiga jenis oleh Charles Sanders Pierce, yaitu indeks, ikon, dan simbol. Indeks (index) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petanda di dalamnya bersifat kausal, misalnya: hubungan antara asap dan api. Ikon (icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat keserupaan (similitude). Sementara, simbol adalah tanda yang hubungan penanda dan petandanya bersifat arbiter (Piliang, 2003: 271).

Sedangkan dalam kaitannya dengan penelitian ini, telah terdapat tanda-tanda pada sampul majalah Tempo edisi edisi 22 Maret - 28 Maret 2010 yang berjudul Angkatan Baru Penebar Teror yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan semiotik.

2.1.15 Makna Denotatif dan Konotatif

Salah satu cara yang digunakan para ahli untuk membahas lingkup makna yang lebih besar ini adalah dengan membedakan antara makna denotatif dengan makna konotatif. Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna referensial).


(57)

Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Sebagai contoh, di dalam kamus, kata mawar berarti ‘sejenis bunga’.

Makna konotatif ialah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata mawar itu. Kata konotasi itu sendiri berasal dari dari bahasa Latin connotare, “menjadi tanda” dan mengarah kepada makna-makna kultural yang terpisah/berbeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi).

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. (Lyons, dalam Pateda, 2001:98). Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda (Berger, 2000b:55). Harimurti Kridalaksana (2001:40) mendefinisikan denotasi (denotation) sebagai “makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu; sifatnya objektif.” Sedangkan konotasi

(connotation, evertone, evocatory) diartikan sebagai “aspek makna sebuah atau

sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)” (hlm. 117). Dengan kata lain, “makna konotatif merupakan makna leksikal.

Jika denotasi sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, ' maka konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya (DeVito, 1997:125). Ini sejalan dengan pendapat Arthur Asa Berger yang menyatakan bahwa kata konotasi melibatkan simbol-simbol, historis, dan hal-hal yang


(58)

berhubungan dengan emosional (Berger, 2000a:15). Dikatakan objektif sebab makna denotatif ini berlaku umum. Sebaliknya, makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya relatif lebih kecil. Jadi, sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempimyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak mempunyai nilai rasa, maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral (Chaer, 1995:65). Ketika kita berbicara tentang denotasi, kita merujuk pada asosiasi primer yang dimiliki

sebuah hata bagi kebanyakan anggota masyarakat linguistik tertentu, sedangkan

konotasi merujuk pada asosiasi sehunder yang dimilihi sebuah kata bagi seorang atau lebih anggota masyarahat itu. Menurut Tubbs & Moss (1994:68), kadang-kadang konotasi suatu kata sama bagi hampir setiap orang, kadang-kadang-kadang-kadang hanya berkaitan dengan pengalaman satu individu saja, atau lelrih sering, dengan pengalaman sekelompok kecil individu tertentu.

Barthes menggunakan konsep connotation-nya Hjemslev untuk menyingkap makna-makna yang tersembunyi (Dahana, 2001:23). Konsep ini menetapkan dua cara pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni denotatif dan konotatif. Pada tingkat denotatif, tanda-tanda itu rnencuat terutama sebagai makna primer yang “alamiah”. Namun pada tingkat konotatif, di tahap sekunder, muncullah makna yang ideologis.


(59)

Konotasi atau makna honotatif disebut juga makna konotasional, makna

emotif, atau makna evaluatif (Keraf, 1994:29). Makna konotatif, seperti sudah

disinggung, adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.

Makna konotatif sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu lingkungan tehstual dan lingkungan budaya (Sumardjo & Saini, 1994:126). Yang dimaksud dengan lingkungan tekstual ialah semua kata di dalam paragraf dan karangan yang menentukan makna konotatif itu.

Pengaruh lingkungan budaya menjadi jelas kalau kita meletakkan kata tertentu di dalam lingkungan budaya yang berbeda.

Pada dasarnya, konotasi timbul disebabkan masalah hubungan sosial atau

hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. Karena itu,

bahasa manusia tidak sekadar menyangkut masalah makna denotatif atau ideasional dan sebagainya. Ada beberapa cara yang memperlihatkan bahwa bahasa bukan semata-mata menjadi alat untuk menyampaikan informasi faktual (Palmer, 1977:35-36; Keraf, 1994:30-31).

Banyak hal yang kita katakan sebenarnya bukan menyangkut fakta tetapi menyangkut evaluasi, sehingga dapat mempengaruhi sikap orang. Ada kata yang memantulkan nilai rasa menyenangkan dan ada yang memantulkan nilai rasa tidak menyenangkan atau kebencian. Kata gagah berani, berani, masyhur, mulai,


(60)

harapan, berharga, kemerdekaan mengandung konotasi atau nilai evaluatif yang baik. Tetapi kata-kata seperti penakut, pengecut, hina, putus asa, keji, penjajahan, gelap, kejam, tebal muka, tolok, pengkhianat, durhaka, dan sebagainya. Mengandung konotasi yang kurang menyenangkan. Banyak penutur membedakan nilai emotif antara kata politikus dan negarawan antara kata menyembunyikan atau menutup-nutupi, antara kemerdekaan dan kebebasan, dan sebagainya. Kata-kata dapat mempunyai nilai atau makna emotif yang berbeda dari satu daerah ke daerah lain.

2.1.16 Model Semiotik Charles Sanders Pierce

Menurut Charles Sanders Pierce, semiotik adalah suatu tindakan, pengaruh atau kerjasama antara tiga elemen (triangle of meaning) yang terdiri dari tanda (sign), acuan tanda (object) dan pengguna tanda (interpretant). (Fiske, 1990 & Little John, 1998). Salah satu bentuk dari tanda adalah kata (Sobur, 2004 : 115).

Pierce melihat tanda (sign) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretan). Tanda menurut pandangan Pierce adalah “...something which stands to somebody for something in some respect or capacity’ tampak pada definisi Pierce ini peran subjek (somebody) sebagai bagian tak terpisahkan dari pertandaan, yang’ menjadi landasan bagi semiotika komunikasi (Piliang, 2003: 266).


(61)

Interpretant Object Sign

Gambar 1

Model Triangle of Meaning Charles Sanders Pierce

Pierce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi. Tanda dalam pandangan Pierce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tak terbatas (unlimited semiosis), yaitu proses penciptaan rangkaian interpretan yang tanpa akhir.

Pierce mengelompokkan tanda menjadi tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

Ikon

Gambar 2

Indeks Simbol

Tipologi tanda Charles Sanders Pierce

Ikon (icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya di dalamnya bersifat keserupaan (similitude). Indeks (index) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petanda di dalamnya bersifat kausal, misalnya:


(1)

mempunyai organisasi yang solid, disiplin tinggi, militan dengan struktur organisasi berupa kelompok-kelompok kecil, dan perintah dilakukan melalui indoktrinasi serta teroris dilatihan bertahun-tahun sebelum melaksanakan aksinya. Pada tampilan Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret- 28 Maret 2010 mengkomunikasikan bahwa kelompok militan Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda, sudah mempersiapkan orang-orang pilihan, sebagai penerus keyakinan ideologi, serta dengan melatih mereka melalui indoktrinasi keyakinan tentang Tuhan, Jihad, Surga, Kafir, dan lain sebagainya serta dilatih bertahun-tahun sebelum melaksanakan aksinya. Penerus ini merupakan pasukan khusus yang dilatih secara khusus pula serta mempunyai tugas sebagai tentara yang berperan sebagai alat yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan ideologi yang diyakininya yaitu memperjuangkan jalan kebenaran dengan melakukan tindakan teror pada target yang mereka anggap kafir. Setelah dinyatakan lulus dari pembelajaran sekelompok angkatan ini siap menjadi pasukan berani mati memperjuangkan ideologi yang diyakininya. Jadi makna keseluruhan dari ilustrasi adalah pasukan berani mati.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa IlustrasiSampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret- 28 Maret 2010 merupakan refleksi dari fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Dipilihnya tampilan ilustrasi demikian karena dianggap dapat mewakili keseluruhan dari isi yang terdapat didalam majalah Tempo. Dengan didukung gambar yang serasi serta judul yang membuat


(2)

orang berfikir dan penasaran, tampilan ilustrasi diharapkan mampu menyampaikan pesan yang diinginkan komunikator dalam hal ini majalah Tempo.


(3)

 

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pemaknaan Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 berdasarkan kategori tanda Charles Sanders Pierce yang dibedakan atas ikon, indeks, simbol pada korpus penelitian ini maka peneliti memaknai visualisasi Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret - 28 Maret 2010 secara umum mengkomunikasikan bahwa terorisme di Indonesia masih ada dan diperkuat dengan tanda verbal berupa tulisan “Angkatan Baru Penebar Teror” sebagai judul membuktikan teroris baru siap muncul sebagai pasukan penebar teror di Indonesia. Makna ilustrasi tersebut adalah pasukan atau tentara dilatih seperti layaknya TNI menjadi tenaga militer hingga siap dan mereka lulus sebagai pasukan baru berani mati demi berperang memperjuangkan ideologi yang diyakininya sebagai jalan kebenaran menumpas orang-orang yang dianggap Kafir dan dapat masuk surga.

Tampilan dengan gaya pada ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret-28 Maret 2010 yang menjadi korpus penelitian ini dirancang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan makna tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menginterpretasikan Ilustrasi tersebut sebagai gambaran pesan bahwa terorisme masih menghantui masyarakat Indonesia

Jemaah Islamiyah sudah mempersiapkan orang-orang pilihan, sebagai penerus keyakinan ideologi, serta dengan melatih mereka melalui indoktrinasi


(4)

keyakinan tentang Tuhan, Jihad, Surga, Kafir, dan lain sebagainya serta dilatih bertahun-tahun sebelum melaksanakan aksinya. Penerus ini merupakan pasukan khusus yang dilatih secara khusus pula serta mempunyai tugas sebagai tentara yang berperan sebagai alat yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan ideologi yang diyakininya yaitu memperjuangkan jalan kebenaran dengan melakukan tindakan teror pada target yang mereka anggap kafir. Setelah dinyatakan lulus dari pembelajaran dan mengerti serta paham bahwa setelah dia keluar sebagai lulusan dia harus mati untuk dapat menang memperjuangkan ideologinya. Kesimpulan dari Pemaknaan Keseluruhan Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror adalah Pasukan Berani Mati.

 

5.2. Saran

Dari Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret – 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror mengandung permasalahan penggunaan identitas tertentu dalam hal ini seragam tentara yang bermotif loreng sebagai angkatan penebar teror di Indonesia namun tidak demikian setelah adanya intrepretasi dari peneliti bahwa itu adalah sebuah gambaran realitas yang dapat mengundang konflik sebab penggunaan identitas yang sama yaitu seragam loreng. Saran dari peneliti adalah agar setiap orang terutama illustrator maupun masyarakat luas lebih berhati-hati dalam menggambarkan apapun, baik itu suatu kelompok, institusi ataupun perorangan, jangan sampai menggunakan dan memakai atribut tertentu agar tidak menyinggung dan menimbulkan konflik.


(5)

Buku

Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies, Yogyakarta : Jalansutra.

Hamidi, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Kusmiati, Artini, 1999, Teori Dasar Komunikasi Visual, Jakarta: Diambatan. Kuswarno, Engkus, 2008, Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan

Contoh Penelitiannya, Bandung : Widya Padjadjaran.

Littlejohn, Stephen, 1998, Theory of Human Communication, Belmonth : Wardswort.

Mofit, 2004, Cara Mudah Menggambar, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,

Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Piliang, Yasraf Amir, 2003, Hipersemiotika - Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta : Jalasutra.

Sobur, Alex, 2004, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis (Framing), Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, alex, 2006, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Tinarbuko, Sumbo, 2003, Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain

Komunikasi Visual, Surabaya : Nirmana Journal Vol. OS No. 1 Universitas Kristen Petra.

Tinarbuko, Sumbo, 2008, Semoitika Komunikasi Visual, Yogyakarta : Jalasutra.

Tubbs, Stewart, L, Mass, 1994, Human Communication, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(6)

Internet

http://agustianwar.multiply.com/journa/87 http:/lpuslitpetra.ac.id/journals/design http://wikipedia.org/wiki

www.kabarindonesia.com www.kompas.com

www.komvis.com

www.ums.edu.mylppib/nota seni 26 konsep warna.doc www.tempointeraktif.com


Dokumen yang terkait

Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013

0 6 119

Analisis Semiotik Korupsi Terhadap Sampul Majalah Tempo pada Kasus Simulator Sim

1 12 113

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL DEPAN VERSI MATA “CIA KUASAI RI” (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Ilustrasi Versi Mata “CIA kuasai RI” Pada Sampul Depan Majalah Intelijen Edisi September 2011).

0 0 110

PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJALAH TEMPO YANG BERJUDUL “BAHASYIM SALABIM” ( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ).

0 1 95

PEMAKNAAN ILUSTRASI COVER MAJALAH GATRA ( Analisis Semiotik Ilustrasi Cover Majalah Gatra Yang Berjudul ”Menepis Serangan Wikileaks” Edisi 17 – 23 Maret 2011 ).

2 5 84

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

2 4 79

PEMAKNAAN ILUSTRASI COVER MAJALAH GATRA ( Analisis Semiotik Ilustrasi Cover Majalah Gatra Yang Berjudul ”Menepis Serangan Wikileaks” Edisi 17 – 23 Maret 2011 )

0 0 18

PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJALAH TEMPO YANG BERJUDUL “BAHASYIM SALABIM” ( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 )

0 0 16

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL DEPAN MAJALAH TEMPO (Analisis Semiotik Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret Sampai 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror)

0 0 19

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

0 1 19