Ngurah Rai, Denpasar, Indonesia pada tanggal 8 Oktober 2004. Dalam tasnya ditemukan 4,2 kg ganja. Corby dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara
selama 20 tahun dan denda Rp 100 juta
10
Corby mendapatkan pengurangan hukuman 5 lima tahun setelah grasinya dikabulkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasan pemberian grasi
terhadap Corby adalah alasan kemanusiaan .
11
Sama halnya seperti kasus Syaukani, pemberian grasi kepada Corby dianggap melukai rasa keadilan masyarakat ketika dihubungkan dengan jenis
pidana yang ia lakukan. Corby sangat dianggap tidak layak menerima grasi karena ia adalah terpidana narkotika. Narkotika dan korupsi merupakan tindak pidana
extra ordinary crime dan pemberian grasi terhadap Syaukani serta Corby dianggap melemahkan perjuangan pemberantasan terhadap korupsi dan narkotika di
Indonesia. .
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka perlulah kiranya penulis membahas lebih jauh mengenai pemberian grasi terhadap terpidana di
Indonesia, maka dari itu penulis mengambil judul skripsi “Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberian Grasi Terhadap Terpidana di Indonesia”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
10
http:id.wikipedia.orgwikiSchapelle_Corby, diakses pada tanggal 30 Juni 2012
11
http:www.hukumonline.comberitabacalt4fd3fb4011a22inilah-alasan-ma-soal- grasi-corby, diakses pada 10 Juni 2012
1. Apakah yang menjadi landasan pemberian grasi terhadap terpidana?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum pemberian grasi terhadap terpidana
dalam hukum positif di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang sudah saya utarakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut: 1
Untuk mengetahui hal yang menjadi landasan dari pemberian grasi kepada terpidana di Indonesia.
2 Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai grasi dalam hukum positif
di Indonesia.
2. Manfaat Penulisan
Selain tujuan-tujuan tersebut diatas, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya:
a. Manfaat teoritis
Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam skripsi ini diharapkan dapat menambah pemahaman kepada semua pihak yang berhubungan dengan dunia
hukum pada khususnya. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan perundang-undangan
mengenai grasi.
b. Manfaat praktis
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan juga aparat
penegak hukumpemerintah agar dapat secara optimal menjalankan prosedur pemberian grasi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku sehingga
penyelesaian hukumnya dapat berjalan secara efektif dan menjunjung kepastian hukum.
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan skripsi tentang “Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberian Grasi Terhadap Terpidana di Indonesia”
belum pernah disajikan sebelumnya baik dalam bentuk tulisan maupun sub pembahasan permasalahan dalam suatu skripsi. Permasalahan maupun
penyajiannya merupakan hasil pemikiran dan ide saya sendiri. Skripsi juga didasarkan pada referensi dari buku-buku, informasi dari media cetak dan
elektronik. Berdasarkan alasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa skripsi ini adalah asli.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Grasi
Grasi merupakan upaya istimewa, yang dapat dilakukan atas putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Istilah grasi berasal dari bahasa
Latin yaitu gratia yang berarti ampun, pengampunan dan gratie dalam bahasa
Belanda atau granted dalam bahasa Inggris dan di Belgia disebut genade dari Kepala Negara dalam rangka memperingan atau membebaskan pidana si
terhukum. Grasi juga disebutkan sebagai salah satu hak prerogatif Presiden. Grasi tidak meniadakan kesalahan, tetapi mengampuni kesalahan sehingga
orang yang bersangkutan tidak perlu menjalani seluruh masa hukuman atau diubah jenis pidananya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata grasi berarti adalah ampunan yang diberikan Kepala Negara kepada orang yang telah dijatuhi
hukuman
12
Menurut Kamus Hukum, grasi adalah wewenang dari kepala negara untuk memberi pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim
untuk menghapuskan seluruhnya, sebagian, atau merobah sifat atau bentuk hukuman itu
.
13
Menurut VAN HAMMEL, grasi adalah suatu pernyataan dari kekuasaan yang tertinggi yang menyatakan bahwa akibat-akibat menurut hukum pidana dari
suatu delik itu menjadi ditiadakan, baik seluruhnya maupun sebahagian. .
Menurut HATEWINKEL SURINGA, grasi adalah pemidanaan dari seluruh pidana atau pengurangan dari suatu pidana mengenai waktu, jumlah atau
perubahan mengenai pidana tersebut.
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm 284
13
JCT. Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm.58
Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002, Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau
penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
Dapat disimpulkan bahwa grasi adalah hak kepala negara untuk memberikan pengampunan kepada orang yang dipidana. Berdasarkan pasal 11
ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 disebutkan Presiden dapat memberikan keputusan atas permohonan grasi dengan memperhatikan
pertimbangan dari Mahkamah Agung. Permohonan grasi dapat diajukan oleh terpidana yang dijatuhi hukuman
pidana mati, pidana penjara seumur hidup dan penjara paling rendah 2 dua tahun. Pemberian grasi yang diberikan oleh Presiden dapat berupa:
a. peringanan atau perubahan jenis pidana;
b. pengurangan jumlah pidana; atau
c. penghapusan pelaksanaan pidana.
2. Pengertian Terpidana
Orang yang disebut terpidana, ialah orang subjek hukum yang telah dijatuhi pidana oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah terpidana adalah orang
yang dikenai hukuman. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002
disebutkan bahwa Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana, di
pidana
dengan pidana berdasarkan Pasal 10 KUHP. Bentuk-bentuk pidana yang ada di Indonesia secara umum diatur dalam Pasal 10 KUHP yang terbagi dalam 2
dua kelompok besar yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Urutan pidana dalam Pasal 10 KUHP ini diurutkan berdasarkan beratnya pidana, dimana yang
terberat disebutkan terlebih dahulu. Hakim menjatuhkan suatu pidana, terikat untuk menjatuhkan jenis pidana pokok atau pidana tambahan seperti yang telah
ditentukan oleh Pasal 10 KUHP, dengan perincian yaitu: a
Pidana Pokok meliputi 1.
Pidana mati; 2.
Pidana penjara; 3.
Pidana kurungan; 4.
Pidana denda. b
Pidana Tambahan meliputi 1.
Pencabutan beberapa hak tertentu; 2.
Perampasan barang-barang tertentu; 3.
Pengumuman putusan Hakim Grasi hanya dapat diberikan kepada mereka yang dihukum dengan
keputusan Hakim yang tidak boleh diubah lagi dengan salah satu hukuman dalam Pasal 10 KUHPidana dan tidak diberikan kepada mereka yang dikenakan suatu
tindakan
14
F. Metode Penulisan
. Contoh tindakan yaitu seperti tindakan perawatan dirumah sakit jiwa, tindakan rehabilitasi, tindakan perawatan dilembaga tertentu.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan dalam skripsi adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian
yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dan ditujukan kepada peraturan-peraturan tertulis dan penerapan dari peraturan perundang-undangan
atau norma-norma hukum positif yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum primer, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas autoritatif. Bahan hukum tersebut terdiri atas:
15
1 Peraturan perundang-undangan;
14
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2001, hlm 293
15
H. Zainuddin Ali, Metode penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 47
2 Catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan
perundang-undangan; 3
Putusan Hakim Peraturan perundang-undangan di bidang grasi antara lain Undang-
Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi, dan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum yang terdapat
dalam buku-buku teks yang membicarakan suatu danatau beberapa permasalahan hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan hakim.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
hukum tersier yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah berupa data yang diperoleh melalui internet yang berhubungan dengan permasalahan dalam
penulisan skripsi ini.
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan library research yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengumpulkan, mengkaji dan mengolah secara sistematis melalui literatur
atau dari bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang berkaitan seperti
buku bacaan, peraturan perundang-undangan, majalah, internet, pendapat sarjana, dan bahan-bahan kuliah lainnya yang berkaitan erat dengan permasalahan dalam
skripsi ini.
2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode analisis data kualitatif normatif yaitu analisis data yang
didasarkan kepada peraturan-peraturan yang berlaku sebagai norma hukum positif dan data-data lainnya yang kemudian diolah dan diuraikan secara sistematis
sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan materi ataupun isi dari skripsi ini menjadi empat bab dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : PEMBERIAN GRASI KEPADA TERPIDANA
Bab ini merupakan bab yang membahas mengenai tinjauan umum tentang grasi, pengertian grasi, alasan dasar pemberian
grasi, bentuk-bentuk grasi, syarat-syarat pemohon grasi, prosedur dan tata cara permohonan grasi
BAB III : PENGATURAN HUKUM MENGENAI PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA DALAM HUKUM POSITIF DI
INDONESIA Bab ini memuat mengenai perkembangan peraturan mengenai
grasi, perbandingan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir yaitu sebagai penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang telah dibahas.
BAB II PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA
DI INDONESIA
A. TINJAUAN UMUM MENGENAI GRASI 1. Pengertian Grasi