Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2000-2010

(1)

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan sebuah angin segar bagi pemerintahan di Indonesia, baik pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota, untuk lebih bebas melaksanakan pembangunan di daerahnya. Pelimpahan kewenangan, hak, dan kewajiban dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah menjadikan setiap daerah bebas mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat meningkat, terjadi percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat (Said, 2008).

Pelaksanaan otonomi daerah di tiap daerah memiliki keunikan tersendiri, tergantung dari tersedianya anggaran dan visi misi pemimpin daerah, namun seluruh pelaksanaan kebijakan dalam otonomi daerah tidak bisa dilepaskan dari produk hukum yang lebih tinggi dan kebijakan pembangunan pemerintah pusat. Otonomi daerah diharapkan dapat memotong kesenjangan pembangunan yang selama ini terjadi di Indonesia. Keberhasilan proses otonomi daerah dapat diwujudkan apabila didukung dengan kebijakan yang tepat di daerahnya. Salah satu kebijakan yang tepat adalah adanya fokus pembangunan pada keunggulan ekonomi daerah tersebut, sehingga apabila dikembangkan dapat menjadi motor pendorong pertumbuhan ekonomi, sumber pendapatan asli daerah, dan sumber pendanaan pembangunan.


(2)

Kabupaten Malinau merupakan salah satu kabupaten yang terbentuk oleh adanya kebijakan otonomi daerah tersebut. Kabupaten Malinau secara resmi berpisah dari kabupaten induknya, Kabupaten Bulungan, berdasarkan UU nomor 47 tahun 1999. Kabupaten Malinau mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu:

1. Kabupaten Malinau sebagai kabupaten tertinggal 2. Kabupaten Malinau sebagai kabupaten perbatasan 3. Kabupaten Malinau sebagai kabupaten konservasi

Kondisi ini mewarnai arah dan strategi pembangunan Kabupaten Malinau, baik masa kini maupun masa mendatang (BAPPEDA, 2010).

Proses pembangunan di Kabupaten Malinau saat ini memasuki tahap pemerintahan kepala daerah ke-3. Namun besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan Kabupaten Malinau tahun 2010, baik dengan migas maupun non migas, berada di bawah kabupaten/kota lain di Provinsi Kalimantan Timur, dan hanya unggul dibandingkan Kabupaten Tana Tidung, yang baru berusia 3 tahun.


(3)

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010

Gambar 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kab/Kota se Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 (milyar rupiah)

Kenyataan tersebut menjadikan suatu pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Malinau, karena sejak awal pemerintahan terbentuk sudah dicanangkan berbagai macam program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan slogan Gerakan Pembangunan Desa Mandiri (Gerbang Dema), kemudian dilanjutkan dengan Gerakan Desa Membangun (Gerdema). Akan tetapi berdasarkan data PDRB tersebut, belum tampak adanya kemajuan yang berarti dan posisi Kabupaten Malinau dari awal terbentuk sampai saat ini masih tetap sama dibandingkan kabupaten/kota lain di provinsi Kalimantan Timur.


(4)

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010

Gambar 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kab/Kota se Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 (milyar rupiah)

Kabupaten Malinau membutuhkan akselerasi pembangunan ekonomi yang cepat, terutama untuk mengejar ketertinggalannya dengan kabupaten/kota lain. Di lain sisi juga dibutuhkan pembangunan ekonomi yang lebih mensejahterakan masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar area Taman Nasional Kayan Mentarang, agar dapat menjaga lingkungan hidupnya dan tujuan dari kabupaten konservasi dapat tercapai.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu:

1. Sektor dan subsektor ekonomi apa saja yang dapat menjadi unggulan bagi pembangunan ekonomi di Kabupaten Malinau


(5)

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi yang menjadi unggulan di Kabupaten Malinau.

2. Menganalisis pola pengembangan sektor dan subsektor ekonomi unggulan tersebut dalam rangka akselerasi proses pembangunan di Kabupaten Malinau. Selanjutnya hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan proses pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat di Kabupaten Malinau.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui sektor-sektor dan subsektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau sehingga dapat memberikan masukan bagi proses pembangunan di Kabupaten Malinau.

2. Sebagai salah satu bahan acuan bagi Pemeritah Kabupaten Malinau untuk fokus pada pengembangan sektor dan subsektor unggulan tersebut.

3. Memberikan gambaran tentang pola pengembangan sektor dan subsektor ekonomi bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan. 4. Sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(6)

1.5 Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini ruang lingkup yang dibahas penulis hanya terbatas pada:

1. Sektor dan subsektor ekonomi unggulan apa saja di Kabupaten Malinau yang ditentukan melalui analisis Location Quotient, Model Rasio Pertumbuhandan Indeks Komposit.

2. Pola pengembangan yang dapat diterapkan di Kabupaten Malinau berdasarkan analisis SWOT.


(7)

2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi bukan sebuah konsep baru. Selama berpuluh tahun para ahli sosial telah berusaha merumuskan tentang konsep pembangunan, namun hanya beberapa ahli yang mempunyai konsep yang terstruktur (Jhingan, 2010).

Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf kehidupan masyarakatnya. Pembangunan merupakan suatu jalinan dari masalah sosial, ekonomi, politik, administrasi dan sebagainya yang saling berpengaruh dan saling berkaitan, sehingga pemecahan masalah pembangunan dengan pendekatan yang bercorak multi disiplin (Sukirno, 1985).

Menurut Schumpeter, pembangunan adalah perubahan yang spontan dan terputus-putus, gangguan terhadap keseimbangan yang selalu mengubah dan mengganti keadaan keseimbangan yang ada sebelumnya. Perubahan ini timbul atas inisiatif perekonomian sendiri dan muncul di atas cakrawala perdagangan dan industri (Jhingan, 2010).

Pembangunan ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk dalam suatu negara mengalami peningkatan dalam jangka panjang (Sukirno, 1985). Keynes mengungkapkan bahwa untuk mencapai kemajuan ekonomi dibutuhkan beberapa syarat pokok, yaitu:


(8)

1. Kemampuan mengendalikan penduduk.

2. Kebulatan tekad menghindari perang dan perselisihan sipil.

3. Kemauan untuk memercayai ilmu pengetahuan, memedomani hal-hal yang benar sesuai dengan ilmu pengetahuan.

4. Tingkat akumulasi yang ditentukan oleh margin antara produksi dan konsumsi.

Proses pembangunan ekonomi tidaklah semudah yang dibayangkan. Pembangunan ekonomi memiliki beberapa hambatan yang menyebabkan terjadinya keterbelakangan. Hambatan tersebut yaitu:

1. Lingkaran setan kemiskinan.

2. Tingkat pembentukan modal yang rendah. 3. Hambatan sosial budaya.

4. Dampak kekuatan internasional.

Hambatan lain yang selama ini tersembunyi adalah pengaruh buruk investasi asing (Jhingan, 2010).

Pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Analisis tentang pertumbuhan dapat menjelaskan mengapa suatu daerah mengalami pertumbuhan yang cepat dan mengapa terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah (Sjafrizal, 2008).

Pertumbuhan ekonomi pada umumnya berarti perkembangan ekonomi. Pertumbuhan dapat diukur dan mampu menggambarkan fenomena perluasan tenaga kerja, modal, volume perdagangan dan konsumsi. Rostow mengemukakan


(9)

adanya tahapan dalam pertumbuhan ekonomi yaitu masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, dewasa dan masa konsumsi massal (Jhingan, 2010).

2.2 Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara tersebut maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di suatu wilayah, namun bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah.

Sektor basis adalah sektor yang mampu memenuhi kebutuhan wilayah tersebut dan wilayah lainnya. Sektor nonbasis adalah sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi lokal saja. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Berdasarkan hal tersebut tersebut maka satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2007).

Pengembangan suatu wilayah dengan sektor basis harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:


(10)

2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang.

3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain, baik dalam segi harga, biaya produksi, dan kualitas pelayanan.

4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah, baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku.

5. Memiliki status teknologi yang terus meningkat.

6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal. 7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu.

8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan.

10.Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan.

Kriteria lain dari komoditas unggulan adalah kontributif (memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian tujuan utama pembangunan daerah), artikulatif (memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator bagi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam spektrum yang luas), progresif (dapat tumbuh secara berkelanjutan), tangguh (memiliki daya saing), dan promotif (mampu menciptakan tata lingkungan yang baik bagi kegiatan perekonomian) (Daryanto dan Yundi, 2010).

2.3 Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenang perencanaan, pengambilan keputusan atau pemerintahan dari pemerintah pusat kepada organisasi unit-unit pelaksana daerah, organisasi semi otonom ataupun kepada pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah (Said, 2008).


(11)

Menurut Muhammad Hatta, pembentukan pemerintahan daerah (pemerintahan yang berotonomi) merupakan salah satu aspek pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat, sehingga hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pimpinan negara, tetapi juga pada setiap tempat di kota, desa, dan daerah (Rosidin, 2010).

Otonomi daerah sebagai sebuah proses devolusi dalam sektor publik dimana terjadi pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Dengan memberikan kewenangan dan otonomi yang signifikan kepada daerah, akan membantu menciptakan kembali keseimbangan antara dimensi nasional dan lokal dari proses pembangunan (Said, 2008).

Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama yaitu politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di bidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah dan membuka peluang untuk pengembangan kebijakan regional dan lokal dalam mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Secara umum otonomi daerah bertujuan untuk memeratakan pembangunan ekonomi sehingga akan tercipta kesejahteraan masyarakat (Rosidin, 2010).

Sistem hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 dapat dibagi dalam 3 prinsip, yaitu:

1. Desentralisasi adalah pendelegasian atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabatnya di daerah atau kepada lembaga-lembaga pemerintah di daerah untuk menjalankan urusan pemerintahan di daerah.


(12)

2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.

3. Tugas Pembantuan adalah tugas-tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. Urusan yang ditugaskan itu sepenuhnya masih menjadi wewenang pemerintah atau provinsi.

2.4 Spesialisasi Perekonomian

Prinsip keunggulan komparatif menegaskan bahwa suatu negara/daerah yang berada dalam kondisi persaingan, akan (harus) berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor jenis-jenis barang yang biaya relatifnya paling rendah. Setiap negara/daerah yang ingin memperoleh keuntungan dalam kegiatan ekonomi harus bisa memanfaatkan keunggulan komparatifnya sehingga berkembang istilah yang disebut spesialisasi atas dasar keunggulan komparatif yaitu setiap pihak memproduksi sesuatu yang paling dikuasainya (Todaro dan Smith, 2006).

2.5 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan Dwiastuti (2004) tentang analisis perubahan struktur ekonomi dan identifikasi sektor unggulan di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah menggunakan analisis Shift Share (SS) dengan tiga pendekatan


(13)

untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi yaitu SS klasik/tradisional, SS Estaban Marquillas (SS-EM) dan SS Arcelus (SS-A). Sedangkan untuk menguji sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam kategori sektor unggulan dipakai analisis Location Quotient (LQ).

Usya (2006) dalam penelitiannya tentang analisis struktur ekonomi dan identifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat (periode 1993-2003) menggunakan analisis LQ untuk melihat sektor yang termasuk dalam kategori sektor unggulan dan analisis SS untuk mengetahui perubahan berbagai indikator ekonomi. Penulis menggunakan SS karena dapat memperinci penyebab perubahan berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya.

Triseptina (2006) dalam penelitiannya tentang analisis sektor-sektor unggulan kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat berdasarkan indikator pendapatan dengan menggunakan analisis LQ dan turunannya. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau nonbasis dapat digunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode tidak langsung dengan metode arbiter, LQ dan kebutuhan minimum.

Sinaga (2009) dalam penelitiannya tentang analisis peran dan strategi pengembangan subsektor peternakan dalam pembangunan Kabupaten Cianjur menggunakan analisis LQ, SS, Interpretative Structural Modelling (ISM) dan analisis SWOT. Tehnik ISM digunakan untuk pemodelan strukturalisasi hubungan langsung yang diproses melalui pengkajian kelompok guna memotret masalah yang komplek dari suatu sistem oleh suatu tim atau seorang peneliti.


(14)

Sedangkan analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam merumuskan kebijakan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Ana (2010) dalam penelitiannya tentang analisis sektor ekonomi potensial di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau (periode 2000-2009) menggunakan analisis LQ, Model Rasio Pertumbuhan (MRP), SS-EM, analisis

overlay, dan analisis klassen typology. Analisis LQ untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi potensial yang memiliki keunggulan komparatif. Untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi potensial berdasarkan keunggulan kompetitif digunakan analisis MRP. Analisis SS-EM untuk mengetahui tingkat spesialisasi perekonomian di suatu wilayah. Analisis overlay digunakan sebagai lanjutan dari analisis LQ dan MRP untuk mendapatkan deskripsi ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kontribusi. Analisis klassen typology digunakan untuk mengetahui potensi relatif sektor/subsektor ekonomi Kota Tanjungpinang terhadap kabupaten/kota lain se-Provinsi Kepulauan Riau. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta subsektor komunikasi dan sewa bangunan merupakan subsektor ekonomi potensial di Kota Tanjungpinang.

Sabuna (2010) dalam penelitiannya tentang identifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (periode 2000-2008) menggunakan alat analisis SS, LQ, MRP, Klassen Typology dan overlay. Analisis SS digunakan untuk melihat perubahan struktur


(15)

ekonomi. Analisis LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis. Analisis MRP digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB nya. Analisis klassen typology untuk mengetahui pola dan struktur pertumbuhan suatu sektor ekonomi. Analisis overlay untuk melihat hasil gabungan dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitiannya didapatkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak terdapat sektor unggulan.

Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri manufaktur. Dari penelitiannya didapatkan ada sebelas komoditas unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi, baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.

2.6 Kerangka Pikir

Kesejahteraan masyarakat dapat diraih dengan melakukan pembangunan yang fokus pada sektor unggulan daerah tersebut. Dalam penelitian ini akan diidentifikasi sektor/subsektor unggulan Kabupaten Malinau menggunakan data PDRB dan analisis indeks komposit dengan variabel lain yang relevan dalam penentuan sektor unggulan.

Untuk menentukan sektor/subsektor unggulan berdasarkan keunggulan komparatif digunakan analisis Location Quotient. Untuk mencari sektor/subsektor unggulan berdasarkan keunggulan kompetitif digunakan analisis model rasio pertumbuhan. Untuk penggabungan akhir dan penentuan sektor/subsektor


(16)

unggulan berdasarkan beberapa kriteria digunakan indeks komposit. Setelah sektor/subsektor unggulan diketahui, digunakan analisis SWOT untuk mengetahui strategi pengembangan sektor/subsektor unggulan tersebut. Secara skematis, penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(17)

Gambar 3. Kerangka pikir penelitian Wilayah Penelitian

Otonomi Daerah

Terbentuknya Kabupaten Malinau

Nilai PDRB ADHK nomor 2 terbawah se Provinsi Kalimantan Timur

9 sektor ekonomi menurut lapangan usaha

Kontribusi Sektoral PDRB

Pertumbuhan Sektoral PDRB

Tenaga Kerja per Sektor

Rata-rata Pertumbuhan

Kontribusi Sektoral PDRB Analisis LQ Analisis MRP

Indeks Tenaga Kerja

Indeks Kontribusi

PDRB

Sektor Unggulan

Analisis SWOT

Pembangunan yang berkelanjutan

Kesejahteraan Masyarakat Indeks RPs

Indeks LQ 2010

Indeks Komposit


(18)

3.1 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan Tahun 2000-2010 Kabupaten Malinau dan Provinsi Kalimantan Timur, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Malinau. Selain itu digunakan juga data sekunder lainnya yang berkaitan.

3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan secara umum dan perkembangan perekonomian di Kabupaten Malinau. Dalam analisis ini akan dibahas bagaimana proporsi perekonomian Kabupaten Malinau, pertumbuhan ekonominya, kontribusi tiap sektor dan subsektornya serta posisinya terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Timur.

3.2.2 Analisis Location Quotient

Location Quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah perbandingan besarnyaperanan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Wilayah nasional dapat diartikan sebagai wilayah induk/wilayah atasan. Apabila dibandingkan antara wilayah kabupaten


(19)

dengan provinsi, maka provinsi memegang peran sebagai wilayah nasional. Rumusan analisis LQ adalah sebagai berikut:

... (3.1)

dimana:

LQij = Indeks LQ sektor i Kabupaten Malinau

xij = Nilai PDRB ADHK sektor i Kabupaten Malinau

xj = Total nilai PDRB ADHK Kabupaten Malinau

Xi = Nilai PDRB ADHK sektor i Provinsi Kalimantan Timur

X = Total nilai PDRB ADHK Provinsi Kalimantan Timur

Apabila LQ > 1 berarti peranan sektor tersebut di Kabupaten Malinau lebih menonjol daripada peranannya di Provinsi Kalimantan Timur. Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka peranan sektor tersebut di Kabupaten Malinau lebih kecil daripada peranannya di Provinsi Kalimantan Timur. Jika nilai LQ nya = 1 maka sektor tersebut hanya mampu melayani pasar di Kabupaten Malinau saja.

Dapat disimpulkan apabila LQ > 1 memberikan petunjuk bahwa daerah itu surplus produk sektor tersebut dan mengekspornya ke daerah lain. Secara tidak langsung bila LQ > 1 maka daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif untuk sektor tersebut.

Menggunakan LQ sebagai petunjuk keunggulan komparatif hanya dapat digunakan bagi sektor yang telah lama berkembang. LQ tidak dapat digunakan untuk sektor yang baru berkembang karena produk totalnya belum dapat menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut (Tarigan, 2007).


(20)

3.2.3 Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Beberapa penelitian terdahulu hanya sebatas pada alat analisis LQ untuk penentuan sektor/subsektor ekonomi unggulan. Namun penggunaan alat analisis lain juga diperlukan untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi unggulan karena LQ sifatnya yang hanya one shot (Tarigan, 2007). Ana (2010), dalam penelitiannya, juga menyarankan untuk menggunakan lebih dari satu alat analisis dalam mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi unggulan di suatu wilayah. Alat analisis lain yang digunakan adalah Model Rasio Pertumbuhan (MRP) untuk menganalisis sektor/subsektor unggulan berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB Kabupaten Malinau. MRP merupakan suatu alat analisis dimana akan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam analisis ini terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu:

1. Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs)

Dalam rasio ini melakukan kegiatan perbandingan antara pertumbuhan PDRB sektor i di Kabupaten Malinau dengan pertumbuhan PDRB sektor i di Provinsi Kalimantan Timur.

2. Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr)

Dalam rasio ini melakukan kegiatan perbandingan rata-rata pertumbuhan PDRB sektor i di Provinsi Kalimantan Timur dengan rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Timur.


(21)

Formulasi penghitungan RPs dan RPr merupakan penurunan dari persamaan berikut:

1. Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs):

... (3.2)

... (3.3)

... (3.4)

... (3.5)

Sehingga rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) = ... (3.6)

2. Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr):

... (3.7)

... (3.8)

... (3.9)

... (3.10)


(22)

dimana:

... (3.12)

... (3.13) ... (3.14) Keterangan :

∆Eij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten Malinau.

Eij.t : PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten Malinau pada akhir tahun

analisis.

∆Ein : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Kalimantan Timur.

Ein.t : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Kalimantan Timur pada akhir

tahun analisis.

∆En : Perubahan PDRB Provinsi Kalimantan Timur.

En.t : Total PDRB Provinsi Kalimantan Timur pada tahun akhir analisis.

Mij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten Malinau yang

disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan sektor/subsektor i di Provinsi Kalimantan Timur.

Cij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten Malinau yang

disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor/subsektor i di Kabupaten Malinau..


(23)

3.2.4 Variabel Tenaga Kerja

Aspek penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan sektor unggulan di Kabupaten Malinau. Tenaga kerja merupakan aspek yang penting dalam pembangunan, baik dilihat dari kuantitas maupun kualitas. Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi adalah kemampuannya dalam menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan daya beli barang-barang produksi yang dihasilkannya. Dalam hal ini perlu adanya keseimbangan antara pertambahan angkatan kerja dengan kemampuan sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja.

Dalam penelitian ini variabel tenaga kerja dihitung berdasarkan rata-rata penyerapan tenaga kerja per sektor selama tahun pengamatan, yaitu dengan rumus:

... (3.15)

dimana:

: Rata-rata tenaga kerja sektor j.

: Jumlah tenaga kerja sektor j pada tahun pertama sampai ke-n. n : Jumlah tahun pengamatan.

3.2.5 Variabel Pertumbuhan Kontribusi PDRB

Kontribusi terhadap PDRB merupakan salah satu gambaran tentang seberapa besar peranan sektor/subsektor ekonomi dalam perekonomian suatu daerah. Pergerakan kontribusi sektor/subsektor dari tahun ke tahun mencerminkan


(24)

bagaimana sektor/subsektor tersebut dalam jangka panjang dapat terus diandalkan di wilayah tersebut atau tidak.

Dalam penelitian ini pertumbuhan dari kontribusi tiap sektor/subsektor terhadap PDRB Kabupaten Malinau selama tahun 2000-2010 dijadikan salah satu pertimbangan dalam menentukan sektor unggulan karena belum tentu sektor yang mempunyai nilai tambah terbesar dengan kontribusi besar merupakan sektor unggulan. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana sejarah kontribusi sektor/subsektor tersebut terhadap PDRB selama kurun waktu 10 tahun terakhir.

Pertumbuhan kontribusi PDRB ini dihitung berdasarkan rumus:

... (3.16)

dimana:

: Pertumbuhan kontribusi sektor i pada tahun t. : Kontribusi sektor i pada tahun t.

: Kontribusi sektor i pada tahun t-1.

3.2.6 Analisis Indeks Komposit

Penentuan sektor/subsektor ekonomi unggulan secara keseluruhan dilakukan dengan indeks komposit. Analisis indeks komposit ini menggabungkan beberapa variabel yang berkaitan untuk dihitung secara bersama-sama. Penghitungan indeks pada penulisan ini menggunakan empat variabel, yaitu hasil penghitungan analisis LQ, hasil penghitungan analisis MRP, variabel tenaga kerja per sektor, dan variabel pertumbuhan kontribusi sektor/subsektor terhadap PDRB.


(25)

Setelah nilai masing-masing variabel tersebut diketahui, kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing variabel. Penghitungan dasarnya adalah menggunakan rumus:

Indeksi = {( Ai - Amin ) / (Amax - Amin )} x 100% ... (3.15)

dimana :

Ai : Nilai komoditas i berdasarkan variabel tertentu.

Amin : Nilai terkecil dari variabel tertentu.

Amax : Nilai terbesar dari variabel tertentu.

Bila nilai indeks masing-masing variabel sudah didapatkan, hasil indeks seluruh variabel untuk tiap sektor/subsektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Bila rata-rata indeks suatu komoditas lebih besar daripada rata-rata indeks total, maka sektor/subsektor tersebut dinyatakan sebagai sektor/subsektor unggulan.

3.2.7 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan wilayah yang bersangkutan, dengan demikian harus dianalisis dalam kondisi yang ada saat ini. Analisis SWOT ini terdiri dari faktor internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal, yaitu


(26)

peluang dan ancaman. Jadi analisis SWOT merupakan perbandingan antara faktor internal dan eksternal (Rangkuti, 1997).

Diagram analisis SWOT dapat digambarkan sebagai berikut,

Gambar 4. Diagram analisis SWOT

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Daerah tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif.

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, daerah ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Peluang (O)

Ancaman (T)

Kelemahan (W) Kekuatan (S)

3. Mendukung strategi

turn around

1. Mendukung strategi agresif

4. Mendukung strategi

defensif

2. Mendukung strategi diversifikasi


(27)

Kuadran 3 : Daerah menghadapi peluang yang sangat besar, namun menghadapi pula beberapa kelemahan secara internal. Fokus strategi pada kuadran ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal daerah tersebut sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, daerah menghadapi berbagai macam ancaman dan kelemahan internal. Untuk mengetahui alternatif strategi yang harus digunakan, dipakai matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi daerah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi.

IFAS

EFAS

Strength (S)

Tentukan faktor kekuatan internal

Weakness (W) Tentukan faktor kelemahan internal Opportunities (O)

Tentukan faktor peluang eksternal

Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threaths (T)

Tentukan faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan dan menghindari ancaman


(28)

Keterangan:

Strategi SO : Dibuat berdasarkan jalan pikiran daerah, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya.

Strategi ST : Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki daerah tersebut untuk mengatasi ancaman.

Strategi WO : Strategi ini berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

Strategi WT : Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Tahapan kegiatan dari perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT adalah:

1. Tentukan faktor-faktor strategis eksternal. 2. Tentukan faktor-faktor strategis internal.

3. Beri bobot masing-masing faktor mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

4. Berilah rating untuk masing-masing faktor, mulai dari 4, apabila faktor peluang dan kekuatan lebih besar, sedangkan apabila faktor ancaman dan kelemahan lebih besar berilah nilai -4.

5. Kalikan bobot dengan rating, hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi dari 4 (sangat baik) sampai -4 (sangat buruk).


(29)

6. Jumlahkan skor pembobotan, kemudian tempatkan hasilnya pada diagram analisis SWOT (gambar 4).

7. Tentukan strategi yang harus diambil melalui matriks SWOT berdasarkan penempatan skor pembobotan pada diagram analisis SWOT.

3.3 Definisi Variabel Operasional

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah dari nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang dihasilkan semua sektor atau lapangan usaha di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

b. PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah jumlah nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga tahun tertentu sebagai harga dasar.

c. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah jumlah nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga pada tahun berjalan. d. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari nilai PDRB atas dasar harga

konstan pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun sebelumnya.

e. Kontribusi sektor adalah besarnya persentase dari nilai tambah tiap sektor terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku pada periode tertentu.

f. Pendapatan per kapita adalah total PDRB, setelah dikurangi pajak tidak langsung netto dan penyusutan, dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.


(30)

g. Sektor ekonomi unggulan adalah sektor ekonomi yang memenuhi syarat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu dan merupakan kesimpulan dari beberapa analisis.

h. Daya saing adalah kumpulan dari institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang dapat menentukan tingkat produktifitas sebuah wilayah.

i. Keunggulan kompetitif adalah produk yang dihasilkan oleh suatu daerah yang dapat bersaing dengan produk yang sama yang dihasilkan daerah lain.


(31)

Kab. Kutai Barat

Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau mempunyai luas wilayah 39.799,90 km2 dengan batas-batasnya adalah:

- Sebelah Utara : Kabupaten Nunukan

- Sebelah Timur : Kabupaten Tana Tidung dan Bulungan - Sebelah Selatan : Kabupaten Kutai Barat

- Sebelah Barat : Negara Bagian Sarawak, Malaysia

Gambar 6. Peta Kabupaten Malinau

Kab. Nunukan Serawak

Malaysia Timur

Kab. Bulungan

Samarinda

Balikpapan

Kota Tarakan Kab. Malinau


(32)

Kabupaten Malinau saat ini terdiri dari 12 kecamatan dan 109 desa, dengan 4 kecamatan berada di wilayah perbatasan Republik Indonesia dengan Malaysia. Alat transportasi untuk menjangkau kecamatan dan desa-desa yang ada di pedalaman hanya dapat dilakukan melalui jalur sungai maupun jalur udara, dengan jadwal yang tidak tetap tergantung dari kondisi cuaca.

4.1 Demografi/Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Malinau dari tahun 2000 sampai tahun 2010 sangat pesat. Fenomena tersebut muncul karena Kabupaten Malinau merupakan kabupaten muda dan memiliki banyak peluang kegiatan ekonomi. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Kabupaten Malinau hanya sebesar 36.632 jiwa dengan jumlah laki-laki 19.181 jiwa dan perempuan 17.446 jiwa. Jumlah keluarga pada tahun 2000 hanya sebanyak 7.862 KK dengan kepadatan penduduk berkisar 0,86 jiwa/km2. Namun pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Malinau sudah berkembang pesat menjadi 62.423 jiwa dengan jumlah keluarga sebanyak 13.142 KK. Akan tetapi tidak setiap tahun jumlah penduduk Kabupaten Malinau mengalami peningkatan. Penduduk Kabupaten Malinau pada tahun 2005, 2007, dan 2010 mengalami penurunan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan adanya penghentian sementara proses produksi batubara dan adanya eksodus tenaga kerja musiman ke daerah lain.


(33)

Tabel 1. Jumlah penduduk Kabupaten Malinau dan pertumbuhannya tahun 2000-2010

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan (persen)

2000 36.632 -

2001 38.121 4,06

2002 41.170 7,99

2003 44.316 7,64

2004 52.419 18,28 2005 50.692 -3,29 2006 59.212 16,81 2007 55.577 -6,14 2008 66.023 18,79

2009 70.717 7,11

2010 62.423 -11,73

Sumber : Malinau Dalam Angka 2003 dan 2011, diolah.

Persebaran penduduk antar kecamatan di Kabupaten Malinau belum merata. Sebagian besar penduduk (46,69 persen) tinggal di kecamatan sekitar ibukota kabupaten, yaitu Kecamatan Malinau dan Kecamatan Malinau Utara, sedangkan kecamatan yang berada di pedalaman dan perbatasan jumlah penduduknya hanya sekitar 1000 – 3000 jiwa.

Sumber : Malinau Dalam Angka 2011, diolah.


(34)

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja di Kabupaten Malinau sebanyak 26.687 jiwa. Jumlah pekerja yang paling banyak berada di subsektor pertanian tanaman padi dan palawija yaitu sebanyak 10.227 orang atau sebesar 38,32 persen. Sedangkan jumlah keseluruhan tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 12.978 orang. Sektor jasa merupakan sektor yang memiliki jumlah tenaga kerja terbesar kedua yaitu sebanyak 6.758 orang atau sebesar 25,32 persen.

Tabel 2. Jumlah tenaga kerja per sektor tahun 2010

Sektor Jumlah Tenaga Kerja Persentase

Pertanian 12.978 48,63

Pertambangan dan Penggalian 1.650 6,18

Industri Pengolahan 511 1,91

Listrik, Gas dan Air Minum 27 0,10

Bangunan 1.505 5,64

Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.482 9,30

Pengangkutan dan Komunikasi 704 2,64

Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan 72 0,27

Jasa 6.758 25,32

Sumber : BPS 2011

4.2 Pendidikan dan Kesehatan

Kemajuan suatu wilayah dapat dilihat dari seberapa banyak pemerintah meyediakan sarana dan prasarana dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua sektor ini saling berhubungan karena terkait dengan kesejahteraan seseorang. Pada tahun 2000 jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Malinau hanya sebanyak 96 unit sekolah yang terdiri dari 4 unit TK, 76 unit SD, 11 unit SMP, dan 4 unit SMU. Pada tahun 2010 keadaan ini telah mengalami perubahan yaitu menjadi 17 unit TK, 87 unit SD, 25 unit SMP, 13 unit SMU, 4 unit SMK, dan 1 unit


(35)

perguruan tinggi. Pesatnya perkembangan jumlah sekolah diikuti pula dengan adanya peningkatan mutu dan kualitas bangunan sekolah itu sendiri, dimana saat ini sekolah-sekolah di kecamatan perbatasan dan pedalaman sudah berkonstruksi beton.

Sumber : Malinau Dalam Angka 2003 dan 2011, diolah

Gambar 8. Perkembangan jumlah sekolah tahun 2000-2010

Komitmen Pemerintah Kabupaten Malinau untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusianya tidak hanya ditujukan di sektor pendidikan tetapi sektor kesehatan juga mendapat perhatian yang serius. Pada tahun 2000 hanya terdapat tenaga kesehatan sebanyak 96 orang, kemudian pada tahun 2010 sudah berkembang menjadi 408 orang. Jumlah fasilitas kesehatan juga mengalami perkembangan. Kondisi awal pada tahun 2000 belum terdapat rumah sakit dan hanya terdapat 5 unit puskesmas, 29 unit puskesmas pembantu, dan 77 unit posyandu, sedangkan pada tahun 2010 fasilitas kesehatan yang tersedia meliputi 1 unit rumah sakit, 14 unit puskesmas, 46 unit puskesmas pembantu, dan 100 unit posyandu.


(36)

Sumber : Malinau Dalam Angka 2003 dan 2011, diolah.

Gambar 9. Perkembangan jumlah sarana kesehatan tahun 2000-2010 4.3 Produk Domestik Regional Bruto

Salah satu indikator ekonomi makro untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup kabupaten dan kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha. PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu daerah dalam satu tahun terakhir.

PDRB dibagi menjadi PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar (dalam hal ini tahun 2000). PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.


(37)

Pada tahun 2000 besaran PDRB Kabupaten Malinau baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan adalah sama yaitu sebesar 335,682 milyar rupiah. Nilai PDRB ini mengalami peningkatan pada tahun 2010, dimana nilai PDRB atas dasar harga konstan sebesar 693,924 milyar rupiah dan nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 2,122 trilyun rupiah seperti terlihat dalam Tabel 3. Perkembangan nilai PDRB yang pesat dari tahun 2000 ke tahun 2010 menunjukkan kegiatan pembangunan yang tinggi oleh Pemerintah Kabupaten Malinau.

Tabel 3. PDRB atas dasar harga konstan dan berlaku tahun 2000-2010 Tahun PDRB atas dasar harga

konstan (juta rupiah)

PDRB atas dasar harga berlaku (juta rupiah)

2000 335.862 335.862

2001 375.457 399.862

2002 422.993 482.305

2003 448.629 585.388

2004 454.183 657.251

2005 470.671 752.209

2006 485.133 859.243

2007 515.764 1.041.793

2008 557.196 1.311.538

2009 609.230 1.636.322

2010*) 693.924 2.122.379

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

4.4 Pertumbuhan Ekonomi

Ketertinggalan Kabupaten Malinau dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya menjadikan Kabupaten Malinau terus mengejar ketertinggalannya. Semangat kerja keras tersebut tercermin dari nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di tiap tahunnya, kecuali tahun 2004, 2005, dan 2006 yang mengalami


(38)

pertumbuhan dibawah 5 persen. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan produksi tanaman pangan dan beberapa perusahaan pertambangan menghentikan sementara kegiatan operasionalnya. Tetapi pada tahun berikutnya, Kabupaten Malinau mengalami pertumbuhan ekonomi yang fantastis dan puncaknya pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 13,90 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah

Gambar 10. Pertumbuhan ekonomi tahun 2000-2010

Pertumbuhan ekonomi tersebut adalah kontribusi dari sektor-sektor ekonomi yang terdapat di Kabupaten Malinau. Berikut adalah tinjauan pertumbuhan tiap sektor dari tahun 2000-2010.

a. Sektor Pertanian

Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Sektor pertanian merupakan salah satu penopang utama perekonomian Kabupaten Malinau, akan tetapi dalam pertumbuhannya berfluktuasi. Sektor pertanian pada


(39)

tahun 2000 mengalami pertumbuhan sebesar 4,21 persen, dan tahun 2003 pertumbuhannya -0,55 persen. Kemudian mengalami pertumbuhan positif tahun 2007 dan 2010. Puncak penurunan pertumbuhan terbesar adalah tahun 2009 yaitu sebesar -19,81 persen.

Penurunan pertumbuhan sektor pertanian ini terutama berasal dari subsektor kehutanan, dimana pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar -25,30 persen. Fenomena tersebut disebabkan oleh penetapan Kabupaten Malinau sebagai kabupaten konservasi, sehingga kelestarian hutan lebih diutamakan dibandingkan dengan pembangunan.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 11. Pertumbuhan sektor pertanian tahun 2000-2010

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kabupaten Malinau merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Timur yang tidak memiliki pertambangan minyak bumi dan gas. Andalan utama di sektor pertambangan dan penggalian ini adalah pertambangan non migas, yaitu


(40)

batubara. Pertambangan batubara sudah ada sejak Kabupaten Malinau masih tergabung dengan kabupaten induk.

Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan sebesar 28,99 persen. Berturut-turut sampai tahun 2002 masih mengalami pertumbuhan yang positif. Namun pada tahun 2003 sampai tahun 2006 pertumbuhannya negatif dan pertumbuhan terendah di tahun 2006 yaitu -81,62 persen. Pertumbuhan yang negatif ini seiring dengan menurunnya pertumbuhan subsektor pertambangan tanpa migas yaitu batubara.

Pada tahun 2007 sampai 2010 pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian kembali positif. Bahkan pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi yaitu 300,91 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 12. Pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian tahun 2000-2010


(41)

c. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan terdiri dari subsektor industri migas dan industri nonmigas. Di Kabupaten Malinau hanya terdapat industri nonmigas, dikarenakan tidak terdapat pertambangan minyak dan gas.

Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 pertumbuhan sektor industri pengolahan ini fluktuatif yaitu antara 3-30 persen. Pada tahun 2000 pertumbuhan sektor industri pengolahan sebesar 30,13 persen, tetapi tahun 2004 dan 2005 terjadi perlambatan pertumbuhan yaitu sebesar 3,43 persen dan 3,19 persen. Periode tahun 2008 sampai 2010 pertumbuhan sektor ini hanya berkisar antara 7-10 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 13. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun 2000-2010 d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum

Sektor listrik, gas, dan air minum merupakan sektor yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Di Kabupaten Malinau untuk sektor ini hanya terdapat dua


(42)

subsektor yaitu listrik dan air minum. Sebagaimana umumnya daerah pemekaran baru, pada awal terbentuknya mengalami permasalahan listrik dan air minum dikarenakan lama waktu beroperasinya yang kurang maupun produksinya yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air minum pada tahun 2000 sebesar -26,85 persen.

Pada tahun 2001 sektor listrik dan air minum menjadi perhatian utama pemerintah. Hal tersebut berdampak positif dengan terjadinya pertumbuhan yang tinggi di sektor listrik, gas, dan air minum ini yaitu sebesar 63,81 persen. Pada periode tahun 2004-2010 pertumbuhannya tidak terlalu tinggi karena berbagai infrastruktur dasar sudah terpasang. Jadi tiap tahun hanya terdapat beberapa penambahan yang tidak terlalu besar dan terakhir pada tahun 2010 pertumbuhan sektor ini hanya sebesar 12,53 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 14. Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air minum tahun 2000-2010


(43)

e. Sektor Bangunan

Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi di wilayah domestik di suatu daerah yang dilakukan baik oleh kontraktor umum maupun kontraktor khusus. Pada tahun 2001 sampai 2003 Pemerintah Kabupaten Malinau sangat gencar membangun infrastruktur, baik jalan, jembatan, gedung pemerintahan maupun gedung-gedung lainnya. Pertumbuhan sektor bangunan pada tahun 2001 sebesar 225,34 persen, pada tahun 2002 sebesar 247,49 persen, dan pada tahun 2003 sebesar 105,27 persen.

Pada periode berikutnya, yaitu tahun 2004 sampai 2006 kegiatan pembangunan infrastruktur mulai menurun, seiring dengan sudah tersedianya beberapa fasilitas umum. Pada periode tahun 2007 sampai dengan 2010 pertumbuhan sektor bangunan semakin mengecil yaitu hanya berkisar diantara 6-11 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.


(44)

f. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Perkembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kabupaten Malinau tidak terlalu tinggi. Pertumbuhan yang tinggi hanya terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 23,92 persen dengan subsektor perdagangan menjadi subsektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu 26,30 persen.

Subsektor hotel mengalami pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2003 yaitu sebesar 63,20 persen, sedangkan subsektor restoran pertumbuhan tertinggi juga pada tahun 2003 yaitu sebesar 38,04 persen. Pada periode setelah tahun 2003 pertumbuhan sektor ini relatif kecil, yaitu dibawah 10 persen, bahkan pada tahun 2008 pertumbuhannya hanya sebesar 1,58 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 16. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran tahun 2000-2010


(45)

g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi terdiri dari subsektor pengangkutan dan komunikasi. Subsektor pengangkutan terdiri dari angkutan darat, angkutan sungai dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan jasa penunjang angkutan. Sedangkan subsektor komunikasi terdiri dari pos dan komunikasi serta jasa penunjang komunikasi.

Untuk subsektor pengangkutan, yang berperan besar adalah angkutan udara, karena untuk menjangkau wilayah pedalaman dan perbatasan sangat tergantung kepada moda angkutan ini. Pertumbuhan tertinggi angkutan udara terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 729,34 persen. Subsektor pengangkutan mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2002 sebesar 43,56 persen, sedangkan subsektor komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2001 sebesar 149,78 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 17. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi tahun 2000-2010


(46)

h. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan terdiri dari subsektor bank, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan, dan jasa perusahaan. Pada tahun 2001 sektor ini mengalami pertumbuhan sebesar 5,25 persen dimana subsektor jasa perusahaan menjadi subsektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 33,33 persen. Pertumbuhan tertinggi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan terjadi pada tahun 2005 yaitu 175,32 persen dengan subsektor bank merupakan subsektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu 566,36 persen. Pada periode 4 tahun terakhir, pertumbuhan sektor ini termasuk rendah, yaitu berkisar diantara 5-10 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 18. Pertumbuhan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tahun 2000-2010


(47)

i. Sektor Jasa

Sektor jasa terdiri dari subsektor pemerintahan umum dan swasta. Subsektor swasta terdiri dari jasa hiburan dan rekreasi, jasa sosial kemasyarakatan, dan jasa perorangan dan rumah tangga. Pada tahun 2000 sektor jasa mengalami pertumbuhan yang tinggi yaitu 151,91 persen karena pada tahun tersebut terjadi penerimaan pegawai negeri sipil dalam jumlah yang besar dengan terbentuknya pemerintahan yang baru. Pada tahun 2002 sampai dengan 2010 pertumbuhan sektor jasa relatif kecil yaitu berkisar antara 4-10 persen, kecuali pada tahun 2006 sebesar 17,85 persen.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 19. Pertumbuhan sektor jasa tahun 2000-2010

Secara umum sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang cenderung negatif dan terus turun dari waktu ke waktu, sedangkan sektor yang relatif stabil pertumbuhannya adalah sektor listrik, gas, dan air minum. Pertumbuhan tiap sektor ini menggambarkan bagaimana besaran nilai tambah setiap sektor per


(48)

tahunnya, apabila nilai tambah sektor tersebut menurun, maka pertumbuhannya juga akan kecil bahkan bisa negatif.

4.5 Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi tersebut dalam menciptakan nilai tambah. Makin besar nilai tambahnya maka semakin besar peranannya dalam perekonomian wilayah tersebut.

Peranan sektor ekonomi Kabupaten Malinau pada tahun 2010 yang terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu 35,83 persen dengan jumlah nilai tambahnya sebesar 760,386 milyar rupiah dan porsi terbesar berada pada pertambangan non migas yaitu 32,23 persen. Sektor terbesar kedua adalah sektor jasa yaitu 19,45 persen, diikuti oleh sektor pertanian ditempat ketiga dengan kontribusi sebesar 18,02 persen.

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terjadi pergeseran struktur ekonomi Kabupaten Malinau. Pada tahun 2000 sampai dengan 2008 sektor pertanian merupakan sektor dengan kontribusi terbesar. Tetapi besaran kontribusi ini semakin menurun setiap tahunnya dan akhirnya tergeser oleh sektor pertambangan dan penggalian sejak tahun 2009. Pada tahun 2000, sektor pertanian sangat dominan dalam perekonomian Kabupaten Malinau dimana kontribusinya sebesar 72,58 persen kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 13,59 persen dan sektor pertambangan dan penggalian dengan kontribusi sebesar 8,80 persen.


(49)

Pada tahun 2003 dan 2004 peranan sektor pertambangan dan penggalian tergeser oleh sektor jasa dengan kontribusi sebesar 10,68 persen dan 10,01 persen. Sektor pertambangan dan penggalian sendiri memberikan kontribusi sebesar 9,60 persen pada tahun 2003 dan 7,58 persen pada tahun 2004. Pada tahun 2005 terjadi perubahan struktur ekonomi Kabupaten Malinau. Sektor bangunan menjadi penyumbang ekonomi nomor tiga dengan kontribusi sebesar 12,05 persen dan sektor jasa menjadi nomor empat dengan kontribusi sebesar 12,01 persen sedangkan sektor pertambangan dan penggalian hanya memberikan kontribusi sebesar 6,43 persen.

Pada tahun 2006 sektor pertanian tetap menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi sebesar 42,71 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 18,14 persen dan sektor jasa sebesar 17,46 persen. Sektor bangunan memberikan kontribusinya sebesar 15,96 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian hanya memberikan kontribusi sebesar 2,32 persen. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2006 ini merupakan yang terkecil sejak Kabupaten Malinau berdiri.

Pada tahun 2007 dan 2008, sektor yang dominan masih sektor pertanian, namun besarannya semakin menurun. Pada tahun 2007 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 39,59 persen dan pada 2008 sebesar 30,40 persen. Di urutan kedua terjadi perubahan, sektor jasa memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor pertanian sebesar 20,08 persen dan 21,75 persen. Di tempat ketiga adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 17,23 persen dan 15,03 persen. Sektor bangunan memberikan kontribusi sebesar


(50)

15,70 persen pada 2007 dan 14,83 persen pada 2008. Sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2008 mulai memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Kabupaten Malinau yaitu 14,85 persen, sedangkan pada tahun 2007 hanya memberikan kontribusi sebesar 4,07 persen.

Pada tahun 2009 dan 2010 struktur ekonomi Kabupaten Malinau mengalami perubahan yang drastis. Sektor pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan terbesar yaitu 27,58 persen pada 2009 dan 35,83 persen pada 2010. Penyumbang terbesar kedua adalah sektor jasa dengan kontribusi sebesar 21,61 persen pada 2009 dan 19,45 persen pada 2010. Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar ketiga dengan kontribusi pada tahun 2009 sebesar 20,48 persen dan pada tahun 2010 sebesar 18,02 persen. Perubahan struktur ekonomi tersebut disebabkan turunnya kontribusi subsektor kehutanan terhadap perekonomian Kabupaten Malinau sedangkan produksi subsektor pertambangan nonmigas yaitu batubara, mengalami kenaikan yang tinggi sejak tahun 2009.

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2010, diolah.


(51)

Secara umum pergerakan sektor pertanian dalam struktur ekonomi Kabupaten Malinau cenderung bergerak turun. Sedangkan pergerakan sektor jasa cenderung naik. Sektor pertambangan dan penggalian fluktuatif, karena sangat tergantung dengan kebijakan di pertambangan nonmigas.

*) angka sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Malinau 2003, 2006 dan 2010, diolah.

Gambar 21. Perkembangan struktur ekonomi tahun 2000-2010

4.6 Pendapatan per Kapita

Pendapatan per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikutsertaannya dalam proses produksi. Angka pendapatan per kapita diperoleh dengan cara membagi pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

Besaran pendapatan per kapita dapat dijadikan salah satu ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah, namun tidak dapat mencerminkan kesejahteraan yang sesungguhnya karena nilai pendapatan per kapita hanya diperoleh berdasarkan PDRB dikurangi dengan penyusutan, pajak tak langsung dan pendapatan neto dari luar daerah. Tetapi karena keterbatasan data maka


(52)

pendapatan neto dari luar daerah belum dapat dihitung. Sementara diduga pendapatan yang keluar dari Kabupaten Malinau sangat besar (BPS Kabupaten Malinau, 2011).

Pada tahun 2000 pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Malinau sebesar Rp 5.411.596. Pada tahun 2006 besaran pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Malinau sebesar Rp 10.155.236 dan pada tahun 2010 menjadi Rp 21.997.315. Besarnya pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Malinau ini terutama dikarenakan besarnya PDRB Kabupaten Malinau, sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Malinau masih sedikit.

Tabel 4. Pendapatan per kapita Kabupaten Malinau tahun 2000-2010

Tahun Pendapatan per kapita (Rp)

2000 5.411.596 2001 6.307.192 2002 6.764.089 2003 7.556.502 2004 8.882.990 2005 9.108.622 2006 10.155.236 2007 10.857.033 2008 13.529.942 2009 16.988.497

2010 *) 21.977.315

*) angka sementara


(53)

5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis sebelumnya, yaitu nilai indeks analisis LQ, nilai indeks analisis MRP, nilai indeks rata-rata serapan tenaga kerja tiap sektor ekonomi, dan nilai indeks kontribusi sektor terhadap PDRB tahun 2000-2010. Indeks komposit digunakan karena untuk menentukan sektor unggulan tidak hanya dilihat dari satu atau dua sisi saja, namun juga memperhatikan sisi lainnya. Dalam penelitian ini digunakan data PDRB tanpa migas. Secara lebih rinci hasil analisis akan dijelaskan sebagai berikut.

5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis Location Quotient (LQ) sering digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengetahui sektor unggulan suatu daerah. Alat analisis ini mampu mengidentifikasi keunggulan komparatif Kabupaten Malinau dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Timur.

Dari hasil analisis LQ, seperti terlihat dalam Tabel 5, diketahui dari tahun 2000-2010 sektor pertanian adalah sektor unggulan di Kabupaten Malinau dengan nilai rata-rata LQ sebesar 3,64, dengan subsektor unggulannya di subsektor kehutanan. Secara rata-rata hanya ada empat sektor yang nilai rata-rata LQ nya di


(54)

atas satu yaitu sektor pertanian, bangunan, perdagangan, hotel, dan restoran serta jasa.

Tabel 5. Hasil perhitungan LQ Kabupaten Malinau menurut sektor/subsektor tahun 2000-2010

Sektor/Subsektor 2000 2010 Rata-rata Indeks LQ 2010

1. Pertanian 3,88 2,30 3,64 67,81

a. Tanaman bahan makanan 0,95 1,18 1,20 16,92

b. Tanaman perkebunan 0,20 0,13 0,17 1,74

c. Peternakan dan hasil-hasilnya 1,55 1,05 1,29 15,01

d. Kehutanan 6,56 6,92 8,33 100,00

e. Perikanan 0,45 0,55 0,52 7,79

2. Pertambangan dan Penggalian 0,39 0,69 0,38 20,10

a. Minyak dan gas bumi

b. Pertambangan tanpa migas 0,40 0,67 0,36 9,60

c. Penggalian 0,18 1,22 0,94 17,45

3. Industri Pengolahan 0,00 0,01 0,01 0,00

a. Industri migas

b. Industri tanpa migas 0,00 0,01 0,01 0,00

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0,18 0,74 0,54 21,67

a. Listrik 0,17 0,66 0,48 9,36

b. Air minum 0,28 1,26 0,92 18,13

5. Bangunan 0,07 3,38 2,42 100,00

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,78 1,17 1,27 34,32

a. Perdagangan 0,80 1,18 1,30 16,91

b. Hotel 0,38 0,70 0,71 9,91

c. Restoran 0,78 1,20 1,19 17,16

7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,07 0,29 0,24 8,30

a. Pengangkutan 0,07 0,10 0,11 1,30

b. Komunikasi 0,10 1,26 0,96 18,04

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 0,02 0,08 0,06 2,06

a. Bank 0,01 0,20 0,16 2,81

b. Lembaga keuangan bukan bank 0,01 0,03 0,02 0,31

c. Jasa penunjang keuangan

d. Sewa bangunan 0,02 0,05 0,04 0,53

e. Jasa perusahaan 0,00 0,01 0,01 0,03

9. Jasa 0,79 1,23 1,18 36,30

a. Pemerintahan umum 0,99 1,59 1,49 22,79

b. Swasta 0,03 0,14 0,10 1,93


(55)

Dengan nilai LQ lebih dari satu mengindikasikan bahwa keempat sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif di Kabupaten Malinau dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Timur. Dalam penelitian ini, hasil analisis LQ yang digunakan untuk mengambil keputusan ditetapkan hanya hasil LQ untuk tahun 2010 saja. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2010 merupakan tahun terakhir masa pemerintahan Bupati Kabupaten Malinau pertama dan juga merupakan tahun awal dari pemerintahan yang baru di Kabupaten Malinau. Sehingga sektor unggulan yang dibentuk dari hasil analisis LQ pada tahun 2010 dapat memberikan masukan bagi pemerintahan yang baru untuk fokus pembangunan pada sektor-sektor unggulan.

Berdasarkan hasil analisis LQ tahun 2010, sektor-sektor yang mempunyai nilai LQ lebih dari satu adalah empat sektor yang sama dengan sektor penghitungan LQ secara rata-rata. Akan tetapi sektor bangunan ternyata memiliki nilai LQ yang terbesar yaitu 3,38 dan nilai ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan sektor pertanian memiliki nilai LQ 2,30 dan nilainya semakin menurun dari tahun ke tahun.

Sektor bangunan bisa menjadi sektor unggulan karena Pemerintah Kabupaten Malinau sedang giat-giatnya melakukan pembangunan infrastruktur untuk mengejar ketertinggalannya dari daerah lain. Isu daerah perbatasan yang menjadi halaman depan Negara Indonesia juga menyebabkan Kabupaten Malinau semakin berbenah terutama dalam pembangunan jalan, jembatan dan bangunan-bangunan kantor dan sekolah di perbatasan. Selain itu penetapan salah satu kecamatan di Kabupaten Malinau sebagai daerah pertumbuhan ekonomi


(56)

perbatasan, membuat segala sarana prasarana di kecamatan tersebut ditingkatkan kualitasnya, mulai dari jalan tembus ke Malaysia, jembatan, sekolah, dan bangunan lainnya. Sedangkan di wilayah kecamatan sekitar ibukota kabupaten terus meningkatkan proses pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Sehingga dalam beberapa tahun mendatang sektor bangunan masih menjadi primadona bagi perekonomian Kabupaten Malinau.

Dari hasil analisis LQ tahun 2010 ini, nilai LQ nya kemudian diberi indeks untuk memberikan nilai yang sama dengan variabel lain sehingga mampu dihitung secara bersama-sama dengan analisis indeks komposit. Indeks LQ terbesar ada di subsektor kehutanan dan terendah ada di subsektor industri tanpa migas. Sedangkan nilai indeks tertinggi untuk sektor terdapat di sektor bangunan, terendah ada di sektor industri pengolahan.

5.1.2 Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui sektor unggulan berdasarkan dari nilai pertumbuhan tiap sektor ekonomi. MRP terdiri dari dua instrumen pengukuran yaitu Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) dan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr). RPs dihitung dengan jalan membandingkan pertumbuhan sektor/subsektor tertentu dengan nilai PDRB sektor/subsektor tersebut di Kabupaten Malinau terhadap pertumbuhan sektor/subsektor dengan nilai PDRB sektor/subsektor tersebut di Provinsi Kalimantan Timur. Jadi secara singkatnya RPs menunjukkan rasio pertumbuhan antara wilayah studi, dalam penelitian ini Kabupaten Malinau dengan wilayah referensi yang lebih besar yaitu Provinsi Kalimantan Timur.


(57)

Sedangkan RPr diketahui dengan jalan membandingkan pertumbuhan sektor/subsektor tertentu dengan nilai PDRB sektor/subsektor tersebut di Provinsi Kalimantan Timur terhadap pertumbuhan nilai PDRB provinsi Kalimantan Timur. Jadi RPr adalah rasio pertumbuhan di Provinsi Kalimantan Timur terhadap pertumbuhan ekonomi agregat di Provinsi Kalimantan Timur.

Hasil analisis MRP, seperti terlihat pada Tabel 6, untuk sektor pertanian nilai RPs nya adalah -1,11, berarti pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Malinau lebih rendah dibandingkan pertumbuhannya di Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan nilai RPr sektor pertanian adalah 0,22 yang mengindikasikan sektor pertanian menonjol di Provinsi Kalimantan Timur, namun tidak di Kabupaten Malinau. Sehingga berdasarkan kriteria pertumbuhan, sektor pertanian bukan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Malinau.

Untuk sektor pertambangan dan penggalian (tanpa migas), nilai RPs dan RPr sama-sama positif dan nilainya > 1 yang mengindikasikan sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang menonjol baik di Kabupaten Malinau maupun Provinsi Kalimantan Timur. Untuk sektor industri pengolahan (tanpa migas), nilai RPs sebesar 7,40 dan RPr sebesar 0,24. Berarti di Provinsi Kalimantan Timur sektor industri pengolahan bukan sektor yang menonjol, sedangkan di Kabupaten Malinau merupakan sektor yang menonjol dari sisi pertumbuhannya.


(58)

Tabel 6. Hasil perhitungan MRP Kabupaten Malinau dan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2000-2010

Sektor/Subsektor RPs RPr Indeks RPs

1. Pertanian

(1,11) 0,22 0,00

a. Tanaman bahan makanan 1,36 0,76 5,88

b. Tanaman perkebunan 0,38 1,48 0,55

c. Peternakan dan hasil-hasilnya 0,28 0,83 0,00

d. Kehutanan 1,01 (0,34) 3,97

e. Perikanan 1,33 0,70 5,71

2. Pertambangan dan Penggalian 1,93 2,37 3,68

a. Minyak dan gas bumi

b. Pertambangan tanpa migas 1,81 2,46 8,32

c. Penggalian 12,11 0,76 64,24

3. Industri Pengolahan 7,40 0,24 10,29

a. Industri migas

b. Industri tanpa migas 7,40 0,24 38,68

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 6,29 0,95 8,95

a. Listrik 6,05 0,98 31,33

b. Air minum 7,81 0,79 40,88

5. Bangunan 81,62 1,02 100,00

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,88 0,73 3,62

a. Perdagangan 1,85 0,75 8,52

b. Hotel 2,86 0,56 14,03

c. Restoran 2,08 0,59 9,81

7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,06 1,07 8,67

a. Pengangkutan 1,76 1,02 8,07

b. Komunikasi 18,19 1,45 97,20

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7,31 1,13 10,19

a. Bank 18,70 2,60 100,00

b. Lembaga keuangan bukan bank 4,19 0,59 21,26

c. Jasa penunjang keuangan 0,65

d. Sewa bangunan 2,77 0,73 13,55

e. Jasa perusahaan 6,93 1,17 36,12

9. Jasa 2,18 0,56 3,98

a. Pemerintahan umum 2,41 0,48 11,60

b. Swasta 7,58 0,84 39,64

Sumber : Hasil pengolahan data PDRB Kabupaten Malinau dan Provinsi Kaltim

Sektor listrik, gas, dan air minum menonjol di Kabupaten Malinau dengan RPs sebesar 6,29. Sedangkan di Provinsi Kalimantan Timur tidak terlalu menonjol


(59)

karena nilai RPr nya <1, yaitu 0,95. Sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki nilai RPs terbesar, yaitu 81,62. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor bangunan merupakan sektor yang sangat menonjol di Kabupaten Malinau dari sisi pertumbuhannya. Sedangkan untuk Provinsi Kalimantan Timur sektor bangunan tidak terlalu menonjol karena nilai RPr nya 1,02.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran termasuk sektor yang menonjol di Kabupaten Malinau dengan nilai RPs 1,88, namun di Provinsi Kalimantan Timur sektor ini tidak menonjol karena RPr nya hanya bernilai 0,73. Sektor pengangkutan dan komunikasi di Kabupaten Malinau lebih menonjol dibandingkan di Provinsi Kalimantan Timur karena nilai RPs nya lebih besar daripada RPr.

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga lebih menonjol di Kabupaten Malinau dengan nilai RPs 7,31. Sedangkan di Provinsi Kalimantan Timur hanya bernilai 1,13. Sektor jasa di Provinsi Kalimantan Timur bukan merupakan sektor yang potensial karena nilai RPr nya 0,56. Sedangkan di Kabupaten Malinau termasuk sektor yang menonjol dengan nilai RPs 2,18.

Secara keseluruhan sektor unggulan di Kabupaten Malinau adalah sektor bangunan, industri pengolahan serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, karena nilai RPs ketiga sektor tersebut adalah terbesar dibandingkan sektor lainnya. Sedangkan untuk subsektor unggulannya adalah subsektor bank, komunikasi, dan penggalian.

Sektor bangunan tetap menjadi sektor unggulan di Kabupaten Malinau apabila dilihat dari sisi pertumbuhannya. Sektor bangunan bisa menjadi dominan,


(60)

karena saat ini kebutuhan Kabupaten Malinau untuk infrastruktur sangatlah besar. Sedangkan subsektor bank mampu menjadi subsektor yang dominan, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan perbankan di Kabupaten Malinau mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut merupakan dampak dari adanya pertumbuhan jumlah nasabah dan jumlah uang masyarakat yang diindikasikan dengan tingginya pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Malinau dan dengan jumlah bank sebanyak 3 buah bank. Jadi prospek bank lainnya untuk membuka cabang di Kabupaten Malinau sangat besar.

Dari hasil penghitungan MRP, kemudian diberi indeks untuk dimasukkan kedalam penghitungan indeks komposit. Kriteria MRP yang berkaitan langsung dengan daerah studi, yaitu Kabupaten Malinau, adalah kriteria RPs sehingga hasil RPs yang diberikan nilai indeks untuk kemudian digabung dalam indeks komposit

5.1.3 Indeks Tenaga Kerja

Variabel tenaga kerja dimasukkan dalam penghitungan indeks komposit karena serapan tenaga kerja ikut menjadi acuan dalam memilih sektor mana yang termasuk sektor unggulan dengan melihat kemampuan penyerapan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Malinau yang ingin fokus dalam penciptaan kegiatan perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja banyak sehingga tingkat pengangguran di Kabupaten Malinau akan turun. Berdasarkan data dari tahun 2007-2010, jumlah tenaga kerja per sektor ekonomi dapat terlihat dalam Tabel 7.


(61)

Tabel 7. Jumlah tenaga kerja per sektor ekonomi Kabupaten Malinau tahun 2007-2010

Sektor Ekonomi 2007 2008 2009 2010

Rata-rata Indeks Tenaga Kerja 1. Pertanian 14.541 19.675 21.260 12.978 17.114 100,00 2. Pertambangan dan Penggalian

236 372 740 1.650 750 4,14 3. Industri Pengolahan

139 184 117 511 238 1,14 4. Listrik, Gas, dan Air Minum

58 56 30 27 43 - 5. Bangunan 547 524 932 1.505 877 4,89 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

1.845 1.398 2.013 2.482 1.935 11,08 7. Pengangkutan dan Komunikasi

503 1.317 151 704 669 3,67 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

94 79 31 72 69 0,15 9. Jasa 3.254 3.249 3.295 6.758 4.139 24,00

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur dan website SP2010

Sejak tahun 2007 sampai 2010 sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Malinau. Pada tahun 2007 mampu menyerap sebanyak 14.541 tenaga kerja dan pada 2010 menyerap 12.978 tenaga kerja, sehingga rata-rata selama 4 tahun mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 17.114 orang.

Sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2007 hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 236 orang, namun pada tahun 2010 mampu menyerap sebesar 1.650 orang. Peningkatan tersebut karena munculnya beberapa perusahaan pertambangan baru di Kabupaten Malinau pada tahun 2010.Selama 4 tahun sektor pertambangan dan penggalian mampu menyerap tenaga kerja rata-rata sebesar 750 orang.

Sektor industri pengolahan mengalami fenomena seperti sektor pertambangan dan penggalian, dimana pada tahun 2007 hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 139 orang, namun pada tahun 2010 mampu menyerap sebesar 511


(62)

orang, sehingga rata-rata selama 4 tahun mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 238 orang. Sektor listrik, gas, dan air minum termasuk sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja di Kabupaten Malinau, dimana pada tahun 2007 hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 58 orang, dan tahun 2010 hanya sebanyak 27 orang, sehingga rata-rata selama 4 tahun hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 43 orang.

Sektor bangunan termasuk salah satu sektor yang mengalami peningkatan yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, dimana pada tahun 2007 hanya mampu menyerap sebanyak 547 orang, tetapi pada tahun 2010 mampu menyerap sebanyak 1.505 orang. Hal ini berhubungan dengan semakin banyaknya pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Malinau. Rata-rata selama 4 tahun sektor bangunan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 877 orang.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran sejak tahun 2007 penyerapan tenaga kerjanya sudah tinggi, bahkan menjadi peringkat ketiga terbanyak di Kabupaten Malinau.Selama kurun waktu 4 tahun, hanya pada tahun 2008 sektor ini mengalami penurunan dalam penyerapan tenaga kerja. Rata-rata penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel, dan restoran selama 4 tahun sebesar 1.935 orang.

Sektor pengangkutan dan komunikasi dalam penyerapan tenaga kerja mengalami fluktuasi yang sangat tajam. Pada tahun 2008 jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 1.317 orang, namun pada tahun 2009 turun drastis menjadi 151 orang saja. Fenomena tersebut dikarenakan pada tahun 2008 masih banyak terdapat maskapai penerbangan dan angkutan penyeberangan sungai


(63)

masih lancar, namun pada tahun 2009 jumlah jadwal penyeberangan sungai berkurang secara drastis dan terdapat beberapa maskapai penerbangan yang tidak melayani lagi wilayah Kabupaten Malinau, sehingga banyak tenaga kerja yang beralih ke sektor lainnya. Rata-rata selama empat tahun sektor pengangkutan dan komunikasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 669 orang.

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk salah satu sektor yang kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2007 hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 94 orang dan pada tahun 2010 mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 72 orang, sehingga rata-rata penyerapan tenaga kerjanya selama empat tahun hanya sebanyak 69 orang.

Sektor jasa termasuk sektor yang dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Malinau bahkan menjadi terbesar kedua setelah sektor pertanian. Penyerapan tenaga kerja pada sektor ini meningkat drastis pada tahun 2010 sebanyak 6.758 orang, sedangkan pada tahun 2009 hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 3.295 orang. Rata-rata selama empat tahun sektor jasa mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4.139 orang.

Setelah diindekskan, sektor pertanian menjadi sektor yang dominan dengan indeks sebesar 100, diikuti sektor jasa, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor yang mempunyai nilai indeks rendah adalah sektor listrik, gas, dan air minum serta sektor keuangan, jasa perusahaan, dan persewaan.

5.1.4 Indeks Kontribusi PDRB

Kontribusi terhadap PDRB menjadi salah satu variabel karena besaran kontribusi tersebut menunjukkan peran tiap-tiap sektor terhadap perekonomian


(64)

Kabupaten Malinau setiap tahunnya. Selama kurun waktu 2000-2010 terdapat sektor yang kontribusi semakin menurun, ada juga sektor yang kontribusinya naik turun dan semakin naik di tahun 2010.

Indeks kontribusi PDRB ini menghitung rata-rata pertumbuhan kontribusi terhadap PDRB selama 10 tahun, yaitu tahun 2000-2010. Kemudian dari rata-rata pertumbuhan tersebut dibuat indeks seperti variabel lainnya.

Dalam Tabel 5.4, terlihat kalau sektor pertanian mengalami rata-rata pertumbuhan yang menurun yaitu -12,54 persen selama kurun waktu 10 tahun. Penurunan kontribusi ini paling banyak disumbangkan oleh subsektor kehutanan, yaitu sebesar -13,04 persen. Secara keseluruhan seluruh subsektor yang terdapat dalam sektor pertanian mengalami penurunan kontribusi selama tahun 2000-2010.

Sektor pertambangan dan penggalian mengalami rata-rata pertumbuhan kontribusi sebesar 37,61 persen dalam kurun watu 10 tahun dengan subsektor pertambangan tanpa migas menjadi aktor utamanya. Subsektor ini mengalami rata-rata pertumbuhan kontribusi sebesar 125,84 persen sehingga menjadi subsektor yang mengalami rata-rata pertumbuhan paling tinggi.

Sektor industri pengolahan hanya menghasilkan rata-rata pertumbuhan kontribusi sebesar 0,57 persen. Sedangkan sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 6,40 persen dengan subsektor air minum menjadi penyumbang terbesar yaitu mengalami rata-rata pertumbuhan kontribusi sebesar 13,67 persen. Sektor bangunan menjadi sektor yang paling besar mengalami rata-rata pertumbuhan kontribusi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu mencapai 51,63 persen.


(65)

Tabel 8. Hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan kontribusi terhadap PDRB per sektor tahun 2000-2010

Sektor/Subsektor Rata-rata

pertumbuhan Indeks

1. Pertanian (12,54) 0,00

a. Tanaman bahan makanan (6,81) 4,49 b. Tanaman perkebunan (8,60) 3,20 c. Peternakan dan hasil-hasilnya (10,14) 2,09

d. Kehutanan (13,04) 0,00

e. Perikanan (6,01) 5,06

2. Pertambangan dan Penggalian 37,61 78,15

a. Minyak dan gas bumi

b. Pertambangan tanpa migas 125,84 100,00

c. Penggalian 35,10 34,67

3. Industri Pengolahan 0,57 20,44

a. Industri migas

b. Industri tanpa migas 2,29 11,04

4. Listrik, Gas, dan Air Minum 6,40 29,52

a. Listrik 5,31 13,21

b. Air minum 13,67 19,23

5. Bangunan 51,63 100,00

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran (0,26) 19,15

a. Perdagangan (0,08) 9,34

b. Hotel 2,88 11,46

c. Restoran (2,47) 7,61

7. Pengangkutan dan Komunikasi 14,13 41,56

a. Pengangkutan 7,73 14,96

b. Komunikasi 30,58 31,41

8.Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 19,53 49,98

a. Bank 71,49 60,86

b. Lembaga keuangan bukan bank 0,00 9,39

c. Jasa penunjang keuangan

d. Sewa bangunan 15,24 20,36 e. Jasa perusahaan 10,00 16,59

9. Jasa 23,66 56,41

a. Pemerintahan umum 23,68 26,44

b. Swasta 23,11 26,03

Sumber : Hasil pengolahan PDRB Kabupaten Malinau

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran termasuk salah satu sektor, selain sektor pertanian, yang mengalami rata-rata pertumbuhan kontribusi yang negatif, yaitu sebesar -0,26 persen. Dalam sektor ini hanya subsektor hotel yang mengalami angka positif yaitu sebesar 2,88 persen, sedangkan subsektor lainnya mengalami rata-rata pertumbuhan kontribusi yang negatif.


(1)

75

subsektor kehutanan akan memberikan andil yang besar bagi perekonomian Kabupaten Malinau.

5. Infrastruktur merupakan faktor utama untuk menggerakkan perekonomian, sehingga Pemerintah Kabupaten Malinau sudah selayaknya memperhatikan kuantitas dan kualitas infrastruktur perekonomian yang ada.

6. Pemerintah Kabupaten Malinau harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pengembangan perekonomian wilayah perbatasan dan pedalaman, terutama di sektor pertanian dan bangunan.

7. Pelibatan tokoh-tokoh adat dan masyarakat dalam proses pembangunan harus lebih ditingkatkan.

8. Kemitraan dengan pihak swasta perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan masyarakat, yaitu dengan mendorong pihak swasta untuk membangun sekolah dan balai pengobatan swasta. 9. Kondisi keamanan dan ketertiban yang sudah kondusif harus tetap

dipelihara, supaya iklim investasi Kabupaten Malinau juga kondusif dan dapat menarik investor dalam negeri dan asing untuk pengembangan perekonomian Kabupaten Malinau.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ana, L. 2010. Analisis Sektor Ekonomi Potensial di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau (Periode 2000-2009) [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Bappeda Kabupaten Malinau. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Malinau Tahun 2006-2011. Bappeda, Malinau. ---. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah Kabupaten Malinau Tahun 2005-2025. Bappeda, Malinau. BPS Kabupaten Malinau. 2003. Kabupaten Malinau Dalam Angka Tahun 2003.

BPS, Malinau.

---. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malinau Tahun 2003. BPS, Malinau.

---. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malinau Tahun 2006. BPS, Malinau.

---. 2006. Kabupaten Malinau Dalam Angka Tahun 2006. BPS, Malinau.

---. 2011. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malinau Tahun 2010. BPS, Malinau.

---. 2011. Kabupaten Malinau Dalam Angka Tahun 2011. BPS, Malinau.

BPS Provinsi Kalimantan Timur. 2003. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003. BPS, Kalimantan Timur.

---. 2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008. 2008. BPS, Kalimantan Timur.

---. 2011. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007-2010. BPS, Kalimantan Timur.

---. 2011. Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2011. BPS, Kalimantan Timur.


(3)

77 BPS. 2011. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Wilayah dan Lapangan

Usaha Utama Provinsi Kalimantan Timur [SP2010 Online].http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=269&wid=64 00000000 [10 November 2011].

Daryanto, A. dan Yundy H. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah : Konsep dan Aplikasi. IPB Press, Bogor.

Dwiastuti, R. 2004. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Klaten [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Jhingan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press, Jakarta.

Paramitasari, N. 2010. Potensi Komoditas Unggulan Industri Manufaktur Dalam Perekonomian Indonesia [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi

Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rosidin, U. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Pustaka Setia, Bandung. Sabuna, D. M. 2010. Identifikasi Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten

Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Periode 2000-2008) [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Said, M. M. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. UMM Press, Malang.

Sinaga, W. 2009. Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Badouse Media, Padang. Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar

Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 2. Edisi

Kesembilan. Haris Munandar dan Puji A.L. [penerjemah]. PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta.


(4)

78

Triseptina, V. 2006. Analisis Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Usya, N. 2006. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di


(5)

RINGKASAN

BAYU AGUNG PRASETIO. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2000-2010 (dibimbing oleh SRI MULATSIH).

Otonomi daerah merupakan sebuah angin segar bagi daerah-daerah yang selama ini mengalami kemajuan pembangunan yang lambat. Dengan otonomi daerah pemerintah kabupaten dan kota dapat secara leluasa mengembangkan daerahnya melalui proses pembangunan yang spesifik sesuai kebutuhan daerahnya.

Perencanaan dalam pembangunan menjadi kunci sukses keberhasilan pembangunan. Daerah-daerah yang ingin berhasil dalam pembangunan juga harus mengetahui sektor ekonomi apa yang menjadi keunggulan daerahnya. Kabupaten Malinau, yang terbentuk berdasarkan UU No. 47 tahun 1999, merupakan salah satu kabupaten pemekaran di Kalimantan Timur. Namun setelah 12 tahun berdiri, perekonomian Kabupaten Malinau masih menduduki peringkat kedua terbawah se Provinsi Kalimantan Timur, hal tersebut terlihat dari besaran nilai PDRB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor dan subsektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau dan merumuskan bagaimana pola pengembangannya, sehingga dapat mengakselerasi perekonomian Kabupaten Malinau dan pada akhirnya mampu mensejahterakan masyarakatnya.

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data PDRB tanpa migas Kabupaten Malinau dan Provinsi Kalimantan Timur dari tahun 2000-2010 baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Indeks Komposit dan Analisis SWOT.

Berdasarkan hasil analisis Indeks Komposit diketahui sektor-sektor unggulan di Kabupaten Malinau adalah sektor bangunan, pertanian, dan jasa. Sedangkan subsektor yang mendukung sektor unggulannya adalah subsektor kehutanan dan swasta. Pola pengembangan yang terbaik bagi sektor dan subsektor unggulan menurut analisis SWOT adalah pola kebijakan strategi agresif.

Dari hasil analisis tersebut dapat disampaikan beberapa saran yaitu Pemerintah Kabupaten Malinau harus mengembangkan sektor lainnya, diluar sektor pertanian, untuk mengakselerasi perekonomian Kabupaten Malinau. Kualitas sumber daya manusia lokal harus ditingkatkan, sehingga memiliki daya saing. Perlu adanya industri pengolahan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi harus ditingkatkan. Pelibatan tokoh adat dan masyarakat dalam proses pembangunan dan kemitraan dengan pihak swasta untuk peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan. Pola pengembangan sektor dan subsektor unggulan dengan jalan Pemerintah Kabupaten Malinau harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk wilayah perbatasan dan


(6)

pedalaman, memanfaatkan kearifan lokal dalam menjaga keberadaan hutan, bekerjasama lebih intensif dengan lembaga-lembaga internasional, dan memelihara iklim keamanan dan ketertiban yang sudah kondusif, sehingga akan tercipta iklim investasi yang kondusif pula.