Kajian Penggunaan Kemasan Karton dan Peti Kayu terhadap Mutu Buah Tomat dalam Transportasi Darat

(1)

STUDY OF WOOD CRATES PACKAGING AND CARDBOARD

USAGE FOR TOMATO QUALITY IN LAND TRANSPORTATION

Gladys Citra Pratiwi dan Usman Ahmad

Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone 62 085 214101180, e-mail: gladys.adiss@yahoo.com

ABSTRACT

Quality of horticultural products after harvest can not be increase but maintaining it is very important. Postharvest handling that appropriate is necessary to maintain product quality one of them is to make the packaging that can keep the fruit quality to be in a good condition during transportation process. The purpose of this research is to study effect of some packaging types and filler materials to decline in tomato fruit quality parameters and the degree of mechanical damage. The observations were conducted based on the physical quality parameters such as mechanical damage, weight loss, hardness, and total soluble solids. Physical quality parameters of tomatoes were observed before and after transportation simulation. Simulations was performed using a simulator table an amplitude of 2 cm and frequency of 2.75 Hz for 1 hours and an amplitude of 2.5 cm and frequency of 2.75 Hz for 3 hours. From the simulation results after transportation, tomatoes have the same quality changes in each treatment, the level of dissolved solids increases, the weight of tomatoes decreases (shrinkage of high weight), hardness decreased. The longer the simulation of transportation is increased the percentage of mechanical damage. The best packaging for the transport of tomatoes during transport is the treatment of packaging cardboard with a sheet of newspaper as filler material because it has the lowest level of mechanical damage, low hardness degradation, and shrinkage is relatively small weights.


(2)

GLADYS CITRA PRATIWI. F14080054.

Kajian Penggunaan Kemasan Karton

dan Peti Kayu terhadap Mutu Buah Tomat dalam Transportasi Darat

.

Dibimbing oleh Usman Ahmad. 2012.

RINGKASAN

Kualitas produk hortikultura setelah dipanen tidak bisa dinaikkan, hanya bisa dipertahankan. Tomat tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi tetapi halnya sayuran dan buahan lain, tomat mudah rusak (perishable) dan waktu simpan yang relatif pendek pada penyimpanan biasa sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesegaran buah tomat. Perlu segera dilakukan penanganan terhadap upaya penekanan hasil baik kuantitas maupun kualitas. Salah satu jenis kemasan yang banyak dipakai untuk pengemasan buah tomat adalah peti kayu dengan kapasitas ± 10-30 kg/peti. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi presentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh. Perbaikan-perbaikan dalam pengemasan memberikan peran yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang lebih efisiensi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan mutu buah tomat (susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut) setelah simulasi transportasi dengan perlakuan jenis kemasan dan bahan pengisi, mengetahui pengaruh kemasan dan bahan pengisi terhadap tingkat kerusakan mekanis buah tomat pada setiap kemasan setelah dilakukan simulasi transportasi dan menentukan kemasan buah tomatyang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu selama transportasi.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu: tomat jenis Martha/TW (berat 100-120 gram), peti kayu, kardus karton, dan kertas koran. Peralatan yang digunakan terdiri atas meja getar dengan kompresor (meja simulator), timbangan mettler, rheometer, dan refractometer. Peti kayu dan kardus karton yang dibuat memiliki dimensi (40x27x20) cm.

Buah tomat dengan berat rata-rata 10-13 kg per kemasan lalu dikemas ke dalam kemasan peti kayu dan kardus karton dengan dua perlakuan yaitu dengan bahan pengisi lembaran kertas koran dan tanpa bahan pengisi. Simulasi dilakukan dengan meja simulator dengan amplitudo 2 cm dan frekuensi 2.75 Hz selama 1 jam dan amplitudo 2.5 cm dan frekuensi 2.75 Hz selama 3 jam. Buah tomat diamati parameter mutu fisik sebelum dan sesudah simulasi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Analisis sidik ragam dilakukan dengan menggunakan program software SAS, dimana uji lanjutan menggunakan uji Duncan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi (K2P2) menghasilkan kerusakan mekanis paling tinggi yaitu 24.93% selama 1 jam simulasi dan 47.48% selama 3 jam simulasi transportasi. Sedangkan kerusakan mekanis terendah yaitu pada perlakuan kemasan kardus karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran (K1P1) sebesar 6.92% selama 1 jam dan 14.24% selama 3 jam simulasi transportasi. Bobot dan kekerasan buah tomat mengalami penurunan pada setiap perlakuan. Susut bobot dan penurunan kekerasan paling tinggi untuk simulasi 1 jam dan 3 jam yaitu pada perlakuan K2P2, hal ini setara dengan parameter tingkat kerusakan mekanis yang diperolehnya sangat tinggi. Sedangkan susut bobot dan penurunan kekerasan terendah yaitu pada perlakuan K1P1. Sedangkan nilai total padatan terlarut mengalami peningkatan untuk setiap perlakuan. Peningkatan total padatan terlarut tertinggi selama 1 jam dan 3 jam simulasi transportasi yaitu pada kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi (K2P2). Sedangkan peningkatan total padatan terlarut yang paling rendah selama 1 jam dan 3 jam simulasi transportasi yaitu pada kemasan kardus karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran (K1P1).

Kerusakan mekanis yang besar diikuti oleh penurunan parameter mutu yang besar pula dan semakin lama simulasi transportasi maka semakin meningkat persentasi kerusakan mekanisnya, begitu juga sebaliknya. Kemasan yang terbaik untuk pengangkutan buah tomat selama tranportasi adalah kemasan kardus karton dengan perlakuan bahan pengisi lembaran kertas koran karena memiliki tingkat kerusakan mekanis paling rendah, penurunan kekerasan rendah, dan susut bobot yang relatif kecil.

Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan, jenis kemasan dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot, tingkat padatan terlarut dan kekerasan. Tetapi jenis kemasan dan bahan pengisi sangat berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis.


(3)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris dimana sebagian besar masyarakat mencari nafkah dengan cara bercocok tanam. Salah satu tanaman yang banyak ditanam masyarakat Indonesia yaitu tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura yang terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan bunga-bungaan memegang peranan yang cukup penting dalam sektor pertanian di Indonesia. Tanaman hortikultura tersebut sangat potensial untuk dikembangkan karena nilai komersial yang tinggi serta berperan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu, pemerintah juga telah mencanangkan 4.5% dari produk pertanian untuk komoditi hortikultura dalam mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi secara lokal maupun global. Luas areal yang ditanami tanaman hortikultura relatif kecil yaitu lebih kurang 15% dari luas areal tanaman padi (Prajawati, 2006).

Indonesia kaya akan berbagai tanaman buah dan merupakan negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial. Bertambahnya populasi penduduk dari tahun ke tahun serta membaiknya tingkat pendapatan masyarakat dapat mengakibatkan permintaan akan buah-buahan dan sayur-sayuran meningkat di masa mendatang. Peningkatan jumlah permintaan komoditas buah dan sayuran tidak hanya perlu memperhatikan kuantitasnya saja, akan tetapi juga dengan memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan setiap segmen konsumen. Penanganan pascapanen yang tepat sangat diperlukan agar dapat mempertahankan dan memperbaiki mutu.

Daerah penanaman yang potensial dan kondisi lingkungan yang baik membuat suatu daerah menjadi sangat potensial sebagai penghasil sayuran dan buah-buahan. Tetapi tidak semua daerah yang ada di Indonesia berpotensi sehingga menggantungkan pemenuhan kebutuhan sayuran dan buah-buahan dari daerah lain. Saling ketergantungan inilah yang menyebabkan terjadinya kegiatan pengangkutan sayuran dan buah-buahan dari daerah satu ke daerah lainnya.

Diantara berbagai jenis sayuran, tomat merupakan buah yang sangat diminati oleh masyarakat. Tomat memiliki rasa yang khas (asam manis), mengandung vitamin A dan C, warna yang menarik, serta dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk produk olahan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, adanya kesadaran masyarakat akan gizi yang dikandung oleh buah tomat, serta semakin membaiknya tingkat pendapatan masyarakat, maka permintaan akan buah tomat mengalami peningkatan. Keadaan tersebut harus diikuti dengan peningkatan kualitas buah tomat, peningkatan produksi, serta pengembangan usaha tani buah tomat yang mengaruh pada kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan.

Tomat merupakan komoditas penting karena memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan dan juga sebagai komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Tomat tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi tetapi halnya sayuran dan buahan lain, tomat mudah rusak (perishable) dan waktu simpan yang relatif pendek pada penyimpanan biasa sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesegaran buah tomat. Tingkat susut pascapanen buah tomat di Indonesia mencapai 20-50% (Prajawati, 2006). Mengingat tomat termasuk komoditas yang mudah rusak, maka untuk mempermudah proses pengangkutan dan untuk mengurangi resiko kerusakan, dilakukan pengemasan sebagai upaya penekanan kehilangan hasil baik kuantitas maupun kualitas.

Pengangkutan merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan dan sayur-sayuran. Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami memar akibat pukulan, tekanan, getaran serta gesekan. Memar yang disebabkan oleh pukulan terjadi karena kemasan yang jatuh ke


(4)

2 atas permukaan yang keras. Memar yang disebabkan oleh tekanan terjadi karena pengisian kemasan yang berlebihan sehingga komoditi harus menahan beban yang cukup besar. Memar yang disebabkan oleh getaran dan gesekan terjadi karena gesekan antara sesama produk di dalam kemasan atau gesekan antara produk dengan kemasan. Kerusakan sayur-sayuran dan buah-buahan selama pengangkutan dipengaruhi oleh jenis sayuran dan buah-buahan yang diangkut, jenis kemasan, cara penyusunan bahan dalam kemasan, serta jarak dan lama pengangkutan di Indonesia berkisar antara 1.57% dan 37.05%.

Kemasan yang baik adalah kemasan yang dapat melindungi produk yang dikemas dari kerusakan fisik, kimia, maupun mikrobiologi selama penanganan, penyimpanan dan distribusi hingga produk sampai ditangan konsumen dalam keadaan utuh dan baik. Pengangkutan tomat dari kebun ke tempat pemasok sayuran atau pasar bisa menggunakan berbagai macam jenis kemasan untuk transportasi, seperti peti kayu, kardus karton, keranjang bambu dan kantong plastik. Tetapi dari hasil pengamatan langsung di beberapa pasar Kota Bogor, tomat biasanya dikemas dengan menggunakan peti kayu. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi persentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh. Perbaikan-perbaikan dalam pengemasan memberikan peran yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang lebih efisiensi.

Kesalahan pengangkutan dan pemilihan jenis kemasan dalam transportasi tomat dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang dapat menurunkan mutu buah tomat. Sementara itu konsumen menginginkan buah yang dibeli masih dalam keadaan segar dan tidak rusak. Maka diperlukan pengemasan yang benar, baik dalam pemilihan jenis kemasan dan penyusunan tomat itu sendiri di dalam kemasan. Penyusunan tomat di dalam kemasan juga harus diperhatikan karena kerusakan mekanis yang terjadi ketika transportasi akan semakin meningkat jika penyusunan buah tomat di dalam kemasan kurang tepat. Dalam masalah ini selain menggunakan kemasan peti kayu, dilakukan penelitian dengan menambahkan kemasan kardus karton serta bahan pengisi untuk mengemas buah tomat. Penanganan untuk mempertahankan mutu tomat dapat dilakukan dengan cara menggunakan kemasan yang tepat dan mengetahui seberapa besar pengaruh bahan pengisi untuk menghasilkan penanganan yang lebih baik.

B.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perubahan mutu buah tomat (susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut) setelah simulasi transportasi dengan beberapa perlakuan jenis kemasan dan bahan pengisi. 2. Mengetahui pengaruh kemasan dan bahan pengisi terhadap tingkat kerusakan mekanis buah

tomat pada setiap kemasan setelah dilakukan simulasi transportasi.

3. Menentukan kemasan buah tomat yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu selama transportasi.


(5)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tomat (

Lycopersicon esculentum Mill

.)

Tomat merupakan tanaman asli di Benua Amerika yang tersebar dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan. Tanaman tomat pertama kali dibudidayakan oleh suku Inca dan suku Aztee pada tahun 700 SM. Sementara itu, bangsa Eropa mulai mengenal tomat sejak Christophorus Columbus pulang berlayar dari Amerika dan tiba di Pantai San Salvador. Di Eropa, orang-orang menamai tomat dengan berbagai julukan. Orang Prancis menyebut tomat dengan sebutan apel cinta, dan orang Jerman menyebut tomat dengan sebutan apel surga. Tahun 1821, orang-orang Lousiana di New Orleans mulai memakai tomat dalam berbagai menu masakan mereka. Kemudian, berita ini cepat menyebar sehingga banyak ditiru masyarakat luas yang menggunakan tomat sebagai campuran masakan seafood (Prajawati, 2006).

Dalam botani atau ilmu tumbuh-tumbuhan, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut (Atherton dan Rudich, 1986).

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (berbiji berkeping satu) Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicon

Spesies : Lycopersicon esculentum Mill

Gambar 1. Buah tomat jenis “Martha/TW”

Tomat merupakan sayuran populer di Indonesia (Gambar 1). Produksi tomat di Indonesia tiap tahun akan meningkat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang meningkat dan juga perluasan pasar (ekspor). Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasilnya dan kualitas buahnya. Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, tomat di Indonesia masih rendah. Rendahnya produksi tomat di Indonesia kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien.

Namun seringkali terjadi penanaman tomat tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga hasil dan kualitas buahnya sangat rendah. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tomat yang semakin tinggi maka perlu diarahkan untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah tomat dengan menanam varietas-varietas unggul. Kemampuan tomat untuk dapat menghasilkan buah sangat tergantung pada interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungannya. Faktor lain yang menyebabkan


(6)

4 produksi tomat rendah adalah penggunaan pupuk yang belum optimal serta pola tanam yang belum tepat. Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan perbaikan teknik budidaya. Salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas tomat adalah hidroponik.

Definisi tomat segar menurut SNI 01-3162-1992 adalah buah dari tanaman tomat dalam keadaan utuh, segar dan bersih. Kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila terdapat keseragaman dalam bentuk tomat normal (bulat, bulat lonjong, bulat pipih, lonjong dan beralur) dan warna kulit buah. Buah tomat dinyatakan tua apabila buah tomat telah mencapai tingkat perkembangan fisiologi yang menjamin proses pematangan yang sempurna, dan isi dari dua atau lebih rongga buah telah berisi bahan yang mempunyai konsistensi/kekentalan serupa jeli dan biji-biji telah mencapai tingkat perkembangan yang sempurna. Buah tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai kematangan penuh dengan tekstur daging yang lunak dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya. Menurut beratnya, tomat digolongkan besar (jika beratnya lebih dari 150 gram/buah), sedang (jika beratnya 100-150 gram/buah), dan kecil (jika beratnya kurang dari 100 gram/buah).

Tomat adalah komoditas hortikultura yang penting, baik karena harganya yang cukup baik maupun penggunanya dalam konsumsi masyarakat. Secara umum tomat dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian diatas 750 mdpl pada tanah yang gembur, sedikit mengandung pasir, dan kadar keasamannya (pH) antara 5-6, curah hujan 750-1.250 mm/tahun dan kelembaban relatif 25%.

Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dapat dibedakan atas tipe determinate dan indeterminate. Tanaman tomat yang mempunyai tipe pertumbuhan determinate, pada ujung tanaman terdapat tandan bunga pada setiap ruas batang dan memiliki umur panen lebih pendek, yaitu hanya sekitar 60 hari sudah dapat dipetik buahnya. Tanaman tomat yang mempunyai tipe pertumbuhan indeterminate, tandan bunga tidak terdapat pada setiap ruas batang dan ujung tanaman senantiasa terdapat pucuk muda dan memiliki umur panen lebih panjang, yaitu berkisar antara 70-100 hari setelah tanam baru dapat dipetik buahnya.

Tomat merupakan tanaman yang dipanen berkali-kali. Rata-rata pada satu kali pertanaman tomat dapat dipanen sebanyak 8-10 kali, namun jika pertumbuhan baik dapat mencapai 15 kali dengan selang 2-3 hari sekali untuk setiap panen. Petani tomat membedakan tiga tingkat kematangan saat dipetik, yaitu hijau tua, merah muda (pecah warna) dan merah tua (Marpaung, 1997). Cara untuk menentukan indeks panen adalah dengan mengadakan perubahan fisio-kimia yang terjadi selama proses pematangan buah yaitu berturut-turut: green mature, break, turning, pink, light red and red. Buah tomat dapat dipanen dengan cara dipetik dengan tangan (cara tradisional).

Pantastico (1989) menyatakan penentuan waktu panen hanya berdasarkan umur panen tanaman sering kali kurang tepat karena banyak faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti, keadaan iklim setempat dan tanah. Kriteria masak petik yang optimal dapat dilihat dari warna kulit buah, ukuran buah, keadaan daun tanaman dan batang tanaman, yakni sebagai berikut:

1. Kulit buah berubah, dari warna hijau menjadi kekuning-kuningan 2. Bagian tepi daun tua telah mengering

3. Batang tanaman menguning/mengering

Waktu pemetikan (pagi, siang, sore) juga berpengaruh pada kualitas yang dipanen. Saat pemetikan buah tomat yang baik adalah pada pagi atau sore hari dan keadaan cuaca cerah. Pemetikan yang dilakukan pada siang hari dari segi teknis kurang menguntungkan karena pada siang hari proses fotosintesis masih berlangsung sehingga mengurangi zat-zat gizi yang terkandung. Disamping itu, keadaan cuaca yang panas di siang hari dapat meningkatkan temperature dalam buah tomat sehingga


(7)

5 mempercepat proses transpirasi (penguapan air) dalam buah. Keadaan ini dapat menyebabkan daya simpan buah tomat menjadi lebih pendek.

Tomat merupakan buah klimaterik yang dalam proses pemasakannya disertai dengan peningkatan laju respirasi dan produksi etilen yang disertai dengan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Proses pematangannya berlangsung walau telah dipetik dari pohonnya. Respirasi klimaterik pada buah tomat akan mulai terjadi bersamaan dengan tercapainya ukuran maksimum dari buah.

Jenis tomat banyak yang dikenal di pasaran, antara lain sebagai berikut:

1. Tomat Martha/TW (var. validum Bailey). Berbentuk agak lonjong dan teksturnya keras. 2. Tomat apel atau pir (var. pyriforme Alef). Berbentuk bulat seperti buah apel atau pir.

3. Tomat kentang atau tomat daun lebar (var. grandifolium Bailey). Ukuran buahnya lebih besar dibandingkan dengan tomat apel.

4. Tomat Cherry (var. cerasiforme (Dun) Alef). Buahnya yang berukuran kecil berbentuk bulat atau bulat memanjang. Warnanya merah atau kuning.

Tomat sebagai salah satu komoditas pertanian sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan gizi buah tomat tiap 100 gram

Zat kimiawi yang Jumlah dalam tiap jenis

Terkandung Tomat muda Tomat masak Sari tomat

Air (gr) 93 94 94

Protein (gr) 2 1 1

Lemak (gr) 0.7 0.3 0.2

Karbohidrat 2.3 4.2 3.5

Mineral : (mg)

Kalsium 5 5 7

Fosfat 27 27 15

Besi 0.5 0.5 0.4

Vitamin

A 320 1500 600

B1 0.07 0.06 0.06

C 30 40 10

Energi 93 20 15

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1990)

Buah tomat juga mengandung zat pembangun jaringan tubuh manusia dan zat yang dapat meningkatkan energi untuk bergerak dan berpikir, yaitu karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik (Wener, 2000).

B.

Kerusakan Produk Hortikultura Akibat Transportasi

Produk hortikultura memiliki sifat yang mudah rusak (perishable). Salah satu masalah pascapanen adalah kerusakan mekanis akibat transportasi karena adanya benturan antara buah dengan buah, benturan antara buah dengan wadah atau kemasan, gesekan dan himpitan. Penyebab kerusakan mekanis selama pengangkutan antara lain:


(8)

6 1. Isi kemasan terlalu penuh

Kemasan yang berisi terlalu penuh menyebabkan peningkatan kerusakan tekan atau kompresi sebagai akibat tambahan tekanan dan tutup kemasan.

2. Isi kemasan kurang

Kemasan yang berisi kurang menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas. Akibat adanya ruang di atas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar-lempar dan saling berbenturan.

3. Kelebihan permukaan

Tumpukan yang terlalu tinggi di bagian kemasan menyebabkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan kompresi.

Sedangkan kerusakan mekanis yang biasa terjadi karena tekanan dan kompresi, kerusakan akibat benturan dan kerusakan akibat vibrasi (Kusumah, 2007).

Tinggi susunan komoditas dalam kemasan tergantung pada kecepatan respirasi komoditas. Bila susunannya terlalu padat dan tebal maka bagian tengah akan menjadi lebih panas akibat respirasi yang tidak dapat keluar. Soedibyo (1992) menyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan bahan di dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian lapisan berikutnya akan mudah dikerjakan.

Faktor-faktor yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi (Suherman, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain:

1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar yang diterima oleh buah semakin besar.

2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Sifat mekanis bahan dipelajari dalam ilmu reologi. Secara reologi, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yakni gaya, deformasi, dan waktu.

Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan serta sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen.

Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api. Truk dan alat angkut sejenisnya banyak dilakukan karena lebih fleksibel, tidak perlu mengikuti jadwal perjalanan seperti halnya dengan kereta api. Sayangnya pada pengangkutan dengan truk sering terjadi pemuatan yang terlalu padat (Satuhu, 2004). Untuk pengangkutan jarak jauh dalam satu pulau, yang lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin, sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin.

Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan ketika ditransportasikan. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan yang terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi yang ditransportasikan (buah dan sayuran) dapat menyebabkan


(9)

7 kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran (Tirtosoekotjo, 1992).

Guncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut bobot dan memperpendek masa simpan. Hal ini dapat terjadi terutama pada pengangkutan buah-buahan dan sayur-sayuan yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat angkut (Purwadaria, 1992).

Menurut Satuhu (2004) perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai kurang dari 30-50%. Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pascapanen yang tidak sempurna. Kegiatan pascapanen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading dan sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran.

Pantastico (1989) memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar untuk pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut:

1. Pada pengangkutan dalam jarak pendek, komoditi harus dilindungi terhadap kerusakan mekanis dan kemungkinan suhu yang ekstrim.

2. Untuk pengangkutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang mengandung banyak air atau pematangan buah.

Produk holtikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini dapat dipercepat oleh adanya luka dan memar. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang diterima merancang alat simulasi pengangkutan disesuaikan dengan kondisi jalan dalam dan di luar kota. Dasar yang membedakan jalan dalam kota dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo rendah jika dibandingkan dengan jalan luar kota, jalan buruk beraspal, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo, 1992).

Waktu pengangkutan sebaiknya dilakukan pada sore atau malam hari. Pemilihan waktu pengiriman dimaksudkan untuk menjaga kesegaran buah-buahan yang diangkut. Buah yang diangkut pada siang hari dalam cuaca terik akan mempercepat kerusakan buah. Suhu tinggi yang diperoleh selama pengangkutan akan menyebabkan kerusakan fisiologis dan memperbesar laju transpirasinya (Satuhu, 2004).

C.

Pengemasan

Pengemasan tidak memperbaiki mutu produk tetapi mempertahankan mutu. Oleh karena itu, pengemasan produk yang busuk atau rusak akan menjadi sumber kontaminasi bagi produk lain yang baik. Menurut Satuhu (2004) pengemasan buah ialah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang sesuai dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Kegiatan pengemasan ini sering juga disebut pengepakan atau packaging.

Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta


(10)

8 gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli.

Bahan atau produk pangan bila tidak dikemas dapat mengalami kerusakan akibat serangan binatang (seperti tikus), serangga (seperti kecoa), maupun mikroba (bakteri, kapang, khamir). Kerusakan bisa terjadi mulai dari bahan pangan sebelum dipanen, setelah dipanen, selama penyimpanan, pada saat transportasi dan distribusi maupun selama penjualan. Adanya mikroba dalam bahan pangan akan mengakibatkan bahan menjadi tidak menarik karena bahan menjadi rusak, terjadi fermentasi atau ditumbuhi oleh kapang. Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan akan mempengaruhi kualitasnya, disamping itu ada kecenderungan menghasilkam senyawa beracun bagi konsumen.

Sesuai tujuannya, kemasan yang digunakan untuk pengangkutan buah-buahan harus berfungsi baik dan efisien. Menurut Satuhu (2004) tujuan dari kegiatan pengemasan secara umum adalah:

1. Melindungi hasil (produk) dari kerusakan 2. Melindungi dari kehilangan air

3. Melindungi dari pencurian

4. Mempermudah dalam pengangkutan

5. Mempermudah penyusunan baik dalam pengangkutan maupun penyimpanan 6. Mempermudah dalam perhitungan

Jenis pengemasan produk hortikultura dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan sifat kelenturannya, yaitu kemasan fleksibel dan kemasan kaku (rigid). Kemasan fleksibel merupakan kemasan yang hanya berfungsi untuk membungkus produk dan tidak untuk melindungi dari kerusakan mekanis. Contoh kemasan fleksibel seperti karung jala, kantong plastik dan karung goni yang biasanya digunakan untuk mengemas kentang, bawang merah dan cabai. Kemasan kaku adalah kemasan yang dapat menahan gaya tekan sehingga dapat melindungi keadaan fisik produk. Contoh kemasan kaku seperti kemasan karton (corrugated box), keranjang bambu dan peti kayu. Kemasan distribusi untuk produk hortikultura yang digunakan di Indonesia, antara lain karung goni, keranjang bambu, peti kayu.

Pemilihan bahan kemasan harus tepat dan sesuai dengan sifat komoditi yang dikemas. Mutu buah yang akan dipasarkan sangat ditentukan oleh jenis dan cara kemasannya. Untuk itulah bentuk kemasan buah yang akan dikirim harus mempertimbangkan faktor transportasi. Pengemasan secara asal-asalan dalam pengangkutan akan menyebabkan buah menjadi lecet dan memar sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan mutu. Buah yang lecet dan memar cepat menjadi busuk.

Pengemasan untuk pengiriman diperlukan wadah yang dirancang khusus untuk melindungi buah. Wadah kemasan harus dapat berfungsi sebagai pelindung dari luka memar, getaran, maupun berat wadah lain yang menumpuk. Bahan kemasan untuk pengangkutan dirancang sedemikian rupa disesuaikan dengan jarak angkut, lama perjalanan, keadaan jalan yang dilalui, macam alat angkut, panas respirasi yang timbul, serta kehilangan air atau kesegaran akibat proses transpirasi. Kemasan dapat digunakan untuk sekali atau beberapa kali pengiriman. Di negara maju, pengemasan untuk pengiriman umumnya digunakan sekali saja. Di negara berkembang kemasan dapat digunakan hingga berulang kali. Keranjang dan peti kayu sering dimanfaatkan ulang atau dijual untuk digunakan kembali (Satuhu, 2004).

Menurut Satuhu (2004), bahan dan bentuk kemasan secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Kemasan langsung, yaitu kemasan utama yang langsung berhubungan dengan produk yang dikemas. Bahan pengemas utama bisa berupa karung, plastik, kertas dan daun.


(11)

9 2. Kemasan tidak langsung, yaitu kemasan kedua yang tidak bersentuhan langsung dengan produk.

Jenis kemasan ini untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik dan mekanis terutama untuk memudahkan pengaturan dalam alat angkut. Bahan pengemas jenis ini dapat terbuat dari peti kayu, peti plastik, peti karton dan keranjang bambu.

Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami luka memar akibat pukulan, kompresi, vibrasi, serta gesekan. Memar pukulan terjadi karena komoditas atau kemasannya jatuh diatas permukaan yang keras. Penanganan jenis memar ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan di dalam kemasan dengan baik. Memar akibat kompresi terjadi karena pengisian kemasan yang berlebihan sehingga komoditas harus menahan beban tumpukan yang cukup besar. Memar vibrasi dan gesekan terjadi akibat gesekan sesama produk di dalam kemasan atau gesekan antara produk dengan kemasan. Kerusakan tipe ini dapat dikurangi dengan merancang ukuran kemasan serta pengisian yang tepat dengan menghindari adanya ruang kosong terlalu besar di bagian atas kemasan.

Perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan, jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur dan pola susunan biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi (Purwadaria, 1998).

Kemasan buah tomat terbuat dari bahan kayu, bambu, kardus, kantong plastik, dan karung. Untuk pengiriman berjarak jauh biasanya kemasan peti (kayu dan bambu), sedangkan kemasan untuk pasar lokal, swalayan, super market dan lain-lain dapat digunakan kantong plastik atau kardus karton. Kapasitas kemasan peti kayu untuk pengiriman jarak jauh sekitar 10-30 kg. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi persentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh.

Kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan sistem penanganan yang akan digunakan pada transportasi. Menurut Peleg (1985), kapasitas kemasan untuk penanganan sesuai kemampuan manusia (suitable for carrying man) adalah 10-30 kilogram dan sekitar 200-500 kilogram untuk sistem penanganan mesin (suitable for forklift handling).

Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60-65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas-gas yang dihasilkan dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).

D.

Bahan Kemasan

1.

Peti Kayu

Kayu merupakan bahan pengemas tertua yang diketahui oleh manusia, dan secara tradisional digunakan untuk mengemas berbagai macam produk pangan padat dan cair seperti buah-buahan dan sayuran, teh, anggur, bir dan minuman keras. Kayu adalah bahan baku dalam pembuatan palet, peti atau kotak kayu di negara-negara yang mempunyai sumber kayu alam dalam jumlah banyak. Tetapi saat ini penyediaan kayu untuk pembuatan kemasan juga banyak menimbulkan masalah karena makin langkanya hutan penghasil kayu. Menurut Hanlon (1984) kemasan peti kayu memiliki sifat fisik dan mekanik yang bervariasi sehingga untuk keperluan tertentu dilakukan pemilihan yang selektif terhadap jenis kayu yang digunakan. Pada dasarnya tidak ada kriteria khusus untuk menentukan jenis


(12)

10 kayu yang digunakan sebagai kemasan. Pemilihannya umumnya ditentukan hanya berdasarkan jumlah kayu yang tersedia, kemudahannya untuk dipaku, jenis produk yang akan dikemas, kekuatan dan kekakuan kayu, serta harganya.

Bahan kayu yang dipilih untuk pembuatan kotak kayu ini biasanya kayu yang ringan dan kuat sehingga mudah dipindah-pindahkan dan dapat dilakukan penumpukan. Permukaan papan kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan yang harus dibuat sehalus mungkin. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan terjadinya luka pada buah atau sayuran gesekan dari serat kayu yang mencuat keluar. Sedangkan menurut Sjaifullah (1996), berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pustaka dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sub Bagian Perlakuan Segar Hasil Hortikultura Bagian Teknologi, Lembaga Penelitian Hortilkutura Pasar Minggu, jenis yang digunakan untuk membuat peti kayu adalah yang berwarna putih dan lentur seperti kayu teki (Albizia lebbeck Benth), kayu kenanga, dan kayu sengon.

Peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasan yang masih banyak digunakan untuk pengangkutan komoditas hortikultura, misalnya untuk mengemas buah jeruk, salak, tomat dan komoditi lainnya. Bahan baku dan tenaga kerja untuk membuatnya juga relatif murah, disamping itu kebutuhan akan peralatan khusus tidak terlalu banyak.

Keuntungan pemakaian kayu sebagai kemasan yaitu dapat ditumpuk dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut dan mampu melindungi komoditi yang dikemas terhadap kerusakan yang mungkin terjadi akibat adanya tekanan dari segala arah (Poernomo, 1979). Apabila dibandingkan dengan kemasan peti karton bergelombang, peti kayu mampu mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan yang lembab atau terkena air.

Kelemahan lain dari penggunaan kayu sebagai kemasan adalah ketidakcukupan pengetahuan akan teknik dasar seperti struktur kayu, metode perakitan dan sebagainya. Hingga saat ini perakitan kemasan kayu masih dilakukan dengan cara yang sederhana, dan jarang sekali dilakukan pengamatan terhadap kandungan air kayu, rancang bangun/disain yang efisien, pengikatan/pelekatan tidak dengan jenis pengikat dan ukuran yang benar, sehingga dihasilkan kemasan kayu dengan kekuatan yang rendah. Akibatnya nilai ekonomis kemasan kayu menjadi rendah.

Walaupun mempunyai kelemahan, tetapi kemasan kayu tetap digunakan pada industri-industri alat berat dan mesin. Kemasan kayu juga tetap merupakan alternatif untuk mengemaskan buah-buahan dan sayur-sayuran yaitu dengan kemasan kayu berat-ringan (light-weigh wooden). Peranan kemasan kayu di masa depan masih tetap baik terutama pada aplikasi palet, dan merupakan salah satu alternatif penting disamping kertas dan plastik. Hal ini disebabkan karena bahan baku kayu dan tenaga kerja yang masih cukup tersedia. Penggunaan peti kayu untuk transportasi buah dan sayur masih mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, sehingga perlu dikembangkan pengetahuan akan pembuatan kemasan berbahan baku kayu.

2.

Kardus Karton

Kardus karton gelombang adalah material mentah yang paling terkenal untuk kemasan transportasi pada berbagai jenis produk seperti buah dan sayuran segar, manufaktur, peralatan rumah tangga dan industri. Bahan kemasan ini juga digunakan dalam transportasi semi curah berbagai komoditi dengan jumlah yang luas. Papan karton bergelombang yang telah dibentuk sebagai kemasan sering disebut kardus. Peti karton gelombang adalah wadah yang ideal untuk buah selama pengangkutan (Liu dan Ma, 1983).

Kemasan kardus karton dibuat dari karton bergelombang yang terdiri dari kertas linier yang merupakan kertas pelapis luar dan kertas medium, yaitu kertas yang digunakan sebagai lapisan


(13)

11 bergelombang. Keduanya kemudian direkatkan di dalam mesin corrugator, yaitu mesin penggelombang kertas. Kemasan ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

1. Mempunyai bobot yang lebih ringan untuk material yang mempunyai kekuatan yang sama dan biaya yang lebih murah.

2. Mempunyai permukaan yang halus.

3. Mempunyai sifat meredam getaran yang baik. 4. Mudah untuk dicetak atau diberi label.

5. Mudah untuk dirakit dan dibongkar dalam penyimpanan. 6. Mudah didaur ulang dan dapat digunakan kembali.

Kekurangan dari kemasan ini adalah kekuatannya akan berkurang pada kondisi udara yang lembab (Peleg, 1985).

Kertas gelombang antara permukaan pada papan karton gelombang disebut fluiting atau media gelombang. Kualitas terbaik dari fluiting adalah yang terbuat dari serat kayu dengan metode pengolahan pulp secara khusus. Terdapat tiga daya tahan yang dimiliki oleh kemasan karton, yaitu daya tahan jebol, daya tahan susun, dan daya tahan air (basah). Ketahanan jebol dan daya tahan susun dari kemasan karton sangat bergantung pada kualitas bahan yang digunakan. Daya tahan terhadap air (basah) dapat dilakukan dengan menambah lapisan lilin pada permukaan karton, baik di bagian dalam, maupun di bagian luar sesuai kebutuhan (FPI 1983 dalam Wijandi 1989). Umumnya terdapat empat jenis utama dari papan karton gelombang, yaitu:

1. Single-faced board

Papan ini terbuat dari satu permukaan pipih dengan sebuah medium bergelombang atau flutting. Material ini hanya digunakan untuk membuat produk kardus

2. Single-wall atau double-faced board

Papan ini terbuat dari dua permukaan dengan satu bagian yang bergelombang di tengahnya. Hampir 90% dari semua kardus terbuat dari papan karton gelombang jenis ini.

3. Double-wall board

Terbuat dari dua permukaan dan dua media bergelombang dengan penuh pembatas di tengahnya sehingga terdapat lima lapisan. Tingkatan ini sering digunakan untuk pengemasan skala ekspor. 4. Triple-wall board

Tingkatan ini memiliki tiga media bergelombang sehingga seluruh lapisannya berjumlah tujuh lapisan. Hanya sebagian pabrik yang membuat jenis ini, yang mana sering digunakan untuk aplikasi industri yang sangat berat.

Menurut Satuhu (2004), dengan lebih majunya industri kertas dan karton, pengguna kotak karton sekarang ini sudah cukup mendesak karena beberapa hal berikut ini:

a. Pembuatannya dilakukan secara maksimal (dengan mesin) sehingga dapat diproduksi secara massal sesuai dengan ukuran dan kapasitas rancangan.

b. Kemasan kotak karton bekas dapat dipakai kembali dan setelah rusak dapat didaur ulang menjadi karton kembali.

c. Perancangannya dapat disesuaikan dengan kondisi buah yang dikemas.

d. Kotak karton dapat dilengkapi dengan gambar buah yang dikemas, golongan ukuran, jenis mutu, keterangan jumlah, berat bersih, daerah asal, dan produsen.

e. Kotak karton dapat dilengkapi dengan ventilasi. f. Sifat meredam getaran yang baik.

g. Lapisan karton dapat dibuat bergelombang sebagai penyekat antar buah sehingga kerusakan akibat gesekan dan tekanan dapat dihindari.


(14)

12 h. Kotak karton memiliki bahan yang ringan sehingga akan mempermudah pembongkaran dan

dinding karton yang halus dibandingkan peti kayu menyebabkan gesekan antara komoditi dengan dinding tidak berakibat buruk.

3.

Bahan Pengisi Kemasan

Selama transportasi dan penyimpanan, kemasan dan bahan segar akan menghadapi beberapa kerusakan, baik dari segi mekanis, lingkungan ataupun biologis. Kerusakan mekanis dapat dinyatakan sebagai kerusakan yang disebabkan oleh tumbukan, getaran kompresi, dan tusukan. Kerusakan tumbukan dapat terjadi jika kemasan jatuh atau terlempar. Buah di dalamnya akan bergerak dan bersentuhan antara sesama buah dan antara buah dengan kemasan yang mengakibatkan kerusakan. Untuk mengurangi efek produk tersebut pada produk kemasan harus dibuat tidak bergerak dan membagi beban yang ada pada setiap bagian dan memberikan bantalan. Efek merugikan dari getaran termasuk luka lecet yang disebabkan karena perpindahan relatif produk dari kemasan dan dari produk yang lain bisa dikurangi dengan menahan tiap bagian produk. Kerusakan kompresi terjadi selama penumupukan kemasan. Kemasan kaku yang terlampau penuh atau cacat dapat menyebabkan gaya kompresi yang ada dari penumpukan lebih banyak dilanjutkan kepada produk daripada kemasannya. Hasilnya, produk menjadi memar, tingkat kerusakannya tergantung pada besarnya gaya yang terjadi dan tingkat kematangan dari produk (Pantastico, 1989).

Beberapa dari kerusakan ini dapat diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong yang terdapat di dalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang digunakan untuk mengisi ruang tersebut sering disebut dengan istilah bahan pengisi kemasan.

Menurut Syarief et al. (1989) bahan pengisi merupakan material yang dijejalkan diantara kelebihan ruang gerak guna menahan gerak barang atau abrasi terhadap isi ruang. Bahan pengisi digunakan untuk melindungi produk atau barang selama distribusi dan penyimpanan. Kertas yang dicabik-cabik kecil merupakan bahan pengisi yang jelek kualitasnya karena kurang sifat anti getarannya dan tidak tahan air, tetapi bahan pengisi jenis ini memilliki beberapa keuntungan antara lain mudah didapatkan dan murah.

Bahan pengisi dapat mengurangi sebagian besar kerusakan yang terjadi selama transportasi. Bahan pembantu yang bisa digunakan dalam pengemasan buah maupun sayuran yang menggunakan keranjang dan peti di Indonesia adalah merang, daun-daun kering, pelepah batang pisang, tikar atau kertas koran, potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai bahan pelapis dinding kemasan atau sebagai bahan pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan dinding kemasan, sebagai alat penyekat antar produk atau sebagai bahan pengisi di sela-sela antara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas.


(15)

13

III.

METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

B.

Bahan dan Alat

1.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah tomat jenis “martha/TW” yang diperoleh dari perkebunan tomat daerah Cisarua, dipetik pada pagi hari dengan umur panen 90 hari setelah tanam dan berat rata-rata buah tomat adalah 100-120 gram. Total berat buah tomat yang dibutuhkan sebanyak 320 kg untuk tiga kali pengambilan dari kebun. Setiap satu kali pengambilan lebih kurang sebanyak 105 kg. Pengambilan tomat ke kebun, yaitu pada umur petik panen ke-3, ke-5 dan ke-7. Bahan lain yang digunakan adalah peti kayu, dan kardus karton sebagai kemasan selama transportasi. Peti kayu yang digunakan terbuat dari kayu sengon dengan ukuran luar (40x27x20) cm (Gambar 2) dan kardus karton dengan ukuran luar (40x27x20) cm (Gambar 3). Selain itu juga digunakan bahan penunjang yaitu lembaran kertas koran sebagai bahan pengisi kemasan.

Gambar 2. Peti kayu untuk pengemasan buah tomat selama simulasi transportasi


(16)

14

2.

Alat

Peralatan yang digunakan terdiri atas meja getar dengan kompresor, timbangan mettler PM-4800 untuk mengukur susut bobot (Gambar 4.a), rheometer CR-300DX untuk mengukur kekerasan buah (Gambar 4.b), refractometer N-1 ATAGO untuk mengukur total padatan terlarut (Gambar 4.c), serta peralatan penunjang lainnya, seperti aquades untuk membersihkan peralatan dan stopwatch

(Gambar 4.d) untuk menghitung waktu saat pengambilan nilai amplitudo.

Gambar 4. Peralatan yang digunakan (a) Timbangan Mettler PM-4800, (b) Rheometer, (c) Refractometer model N-1 ATAGO dan (d) stopwatch

C.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Tomat yang telah diperoleh dari kebun, ketika tiba di Laboratorium TPPHP, tomat dibersihkan dengan menggunakan kain lap yang telah dibasahi oleh sedikit air (Gambar 5). Setelah itu tomat disortir lagi baik bentuk maupun ukuran (berat 100-120 gram) ketika dimasukkan ke dalam setiap kemasan. Tomat yang dipilih adalah tomat yang secara visual tidak memiliki kerusakan atau cacat pada kulit buahnya. Sebelum disimulasikan dilakukan pengamatan terhadap parameter mutu fisik tomat (kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, dan total padat terlarut) sebanyak 10 buah sampel untuk masing-masing kemasan.

b

a


(17)

15 Gambar 5. Tomat yang sedang dibersihkan menggunakan kain

2. Tomat yang telah dibersihkan dan disortasi kemudian dimasukkan ke dalam kemasan karton (K1) dan peti kayu (K2) dengan ukuran yang sama, yaitu (40x27x20) cm. Masing-masing jenis kemasan diberi perlakuan bahan pengisi yang berbeda-beda, yaitu kemasan pertama (P1) menggunakan bahan pengisi berupa lembaran kertas koran dan kemasan kedua (P2) tidak menggunakan bahan pengisi (sebagai kontrol). Penyusunan buah tomat diatur secara teratur dengan kapasitas tomat sampai penuh pada setiap kemasan, yaitu kemasan dengan bahan pengisi lembaran kertas koran sebesar 10 kg dan kemasan tanpa bahan pengisi sebesar 13 kg.

3. Kedelapan kemasan tersebut diatur pada meja simulator, yaitu empat kemasan untuk simulasi transportasi selama satu jam dan empat kemasan untuk simulasi transportasi selama tiga jam (Gambar 6).

Gambar 6. Penyusunan kemasan buah tomat untuk simulasi transportasi

4. Simulasi transportasi dilakukan pada arah vertikal dengan waktu yang telah ditentukan, yaitu getaran yang terjadi selama satu jam menyesuaikan untuk pengangkutan tomat dari Cisarua ke Pasar Induk Kemang Bogor dan getaran yang terjadi selama tiga jam menyesuaikan untuk pengangkutan tomat dari Cisarua ke Bandung. Penggetaran (simulasi transportasi) dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dengan hari yang berbeda-beda tetapi waktu pada pelaksanaan penelitian lebih kurang hampir sama. Nilai frekuensi dan amplitudo rata-rata selama simulasi selama 1 jam adalah 2.75 Hz dan 2 cm. Sedangkan nilai frekuensi dan amplitudo rata-rata selama simulasi 3 jam adalah 2.75 Hz dan 2.5 cm. Simulasi transportasi dilakukan dalam ruangan bersuhu 27 0C dan RH 40%-60%. Data teknis dalam melakukan simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 untuk lama simulasi satu jam dan Tabel 3 untuk simulasi 3 jam.


(18)

16 Tabel 2. Data teknis simulasi transportasi pada meja getar selama 1 jam

Dicari Nilai Satuan

Frekuensi 2.75 Hz

Amplitudo 2 Cm

Perioda (T) 0.363636 detik/getaran

Kecepatam sudut ( ) 17.27 getaran/detik Luas satu siklus getaran vibrator 6.949 x 10-4 cm2/jam

Lama getaran 1 Jam

Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam 6.879 cm2/jam Jumlah luas seluruh getaran truk luar kota selama 0.5 jam 2.999 cm2/jam Jumlah jarak yang di tempuh 34.406 Km

Tabel 3. Data teknis simulasi transportasi pada meja getar selama 3 jam

Dicari Nilai Satuan

Frekuensi 2.75 Hz

Amplitudo 2.5 Cm

Perioda (T) 0.363636 detik/getaran

Kecepatam sudut ( ) 17.27 getaran/detik Luas satu siklus getaran vibrator 8.687 x 10-4 cm2/jam

Lama getaran 3 Jam

Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam 8.60 cm2/jam Jumlah luas seluruh getaran truk luar kota selama 0.5 jam 2.999 cm2/jam Jumlah jarak yang di tempuh 129.042 Km

5. Setelah penggetaran (simulasi transportasi) kemudian diperiksa isi dari setiap kemasan dan dihitung banyaknya kerusakan mekanis pada setiap kemasan untuk mengetahui jumlah dan persentase tomat yang mengalami kerusakan akibat simulasi transportasi. Selain itu, dari setiap kemasan diambil 30 buah sampel, buah tomat yang dijadikan sampel terletak pada bagian lapisan atas, tengah dan bawah yang masing-masing setiap lapisan diambil 10 buah tomat. Kemudian diletakkan diatas tray untuk diukur susut bobot, tingkat kekerasan, dan total padatan terlarut.

Diagram alir dari metode penelitian yang telah diuraikan secara rinci di depan dapat dilihat pada Gambar 7.


(19)

17 Gambar 7. Diagram alir penelitian

Tomat dari kebun

Dibersihkan dan disortasi baik bentuk dan ukuran (berat 100-120 gram)

Tomat disusun secara teratur dan dimasukkan di dalam kemasan kardus karton (K1) dan peti kayu (K2) dengan bahan pengisi lembaran kertas koran (P1) dan tanpa bahan pengisi (P2). Kapasitas kemasan dengan bahan pengisi lembaran kertas koran adalah 10 kg

dan kapasitas kemasan tanpa bahan pengisi adalah 13 kg Dilakukan pengamatan awal sebelum simulasi terhadap kerusakan

mekanis, susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut

Kemasan diatur pada meja simulator

Pengamatan kerusakan mekanis serta dilakukan pengamatan akhir terhadap susut bobot, tingkat kekerasan dan total padatan terlarut

Pengolahan data Disimulasikan selama 1 jam

dengan amplitudo 2 cm dan frekuensi 2.75 Hz

Disimulasikan selama 3 jam dengan amplitudo 2.5 cm dan


(20)

18

D.

Kesetaraan Simulasi Pengangkutan

Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

1. Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = Σ (Ni x Ai)/Σ (Ni) Dimana: P = rata-rata getaran bak truk (cm)

N = jumlah kejadian amplitudo

A = amplitudo getaran vertikal (cm) jalan luar kota 2. Luas satu siklus bak truk jalan kota = sin WT dT

T = detik / getaran W = getaran / detik

3. Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam

= 30 menit x 60 detik/menit x f x Luas satu siklus bak truk jalan luar kota 4. Luas satu siklus getaran vibrator =

5. Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam = 1 jam x 60 menit/jam x f

6. Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam

= jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam x luas satu siklus getaran vibrator

Simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam dalam kota dan jalan buruk beraspal (luar kota) = x setara panjang jalan

E.

Pengamatan

1.

Susut Bobot

Penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan setelah simulasi transportasi. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada bagian lapisan atas, tengah dan bawah dengan masing-masing 30 sampel pada setiap kemasan. Alat yang digunakan untuk menghitung susut bobot ini adalah timbangan digital dengan merk Mettler PM-4800.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

2.

Uji Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap batang penekan

rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer model CR-300DX yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/ menit dan diameter batang 5 mm.

Penekanan yang dilakukan yaitu bagian ujung, tengah dan pangkal buah tomat (Gambar 8). Besar gaya yang dibutuhkan untuk melakukan penusukan tergantung pada seberapa keras buah yang akan ditusuk. Semakin tomat mudah untuk ditusuk (tomat menjadi lunak) maka tomat semakin rusak, begitu sebaliknya.


(21)

19

Gambar 8. Penekanan pada bagian (a) pangkal, (b) tengah dan (c) ujung

3.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Total Padatan terlarut dihitung dengan menggunakan alat refractometer model N-1 ATAGO. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan cairan daging buah tomat pada prisma refraktometer. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquades dan di lap dengan menggunakan tissue. Angka yang tertera pada refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (oBrix) yang mewakili rasa manis.

4.

Tingkat Kerusakan Mekanis

Uji tingkat kerusakan mekanis dilakukan setelah tomat digoncangkan atau digetarkan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat luka memar dan luka goresan dari masing-masing kemasan. Uji ini dilakukan secara visual. Persentase kerusakan mekanis pada tomat dapat dihitung dengan persamaan:

% Rusak = (Jumlah Rusak/Total Sampel) x 100%

Klasifikasi kerusakan mekanis pada suatu komoditi dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Luka memar

Luka memar terjadi akibat benturan produk dengan alat pengepakan atau pengemasan. Tanda-tanda memar kurang tampak dari luar. Tomat dianggap memar apabila terbentuknya bagian warna yang berbeda pada kulit tomat dan buah menjadi lebih lunak.

b. Luka gores

Luka gores terjadi akibat gesekan yang terjadi antara bahan dengan produk yang lain. Tomat dianggap luka gores apabila terdapat goresan pada kulit luar tomat yang akan mengakibatkan rusaknya jaringan pelindung pada kulit.

c. Luka pecah

Luka pecah terjadi akibat adanya tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun dari arah horizontal. Selain itu dapat juga diakibatkan karena guncangan selama proses pengangkutan. Tomat dianggap luka pecah apabila buah tomat menjadi terbuka dan tampak jaringan daging buah di bawah kulit.

F.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah:


(22)

20 A = Jenis kemasan yang digunakan

A1 = Kemasan kardus karton A2 = Kemasan peti kayu B = Bahan pengisi

B1 = Lembaran kertas koran B2 = Tanpa bahan pengisi

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Cijk

Dimana:

Yijk = Pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j pada ulangan ke-k

µ = Nilai rata-rata harapan Ai = Perlakuan A ke-i

Bj = Perlakuan B ke-j

(AB)ij = Interaksi A ke-i dan B ke-j

Cijk = Pengaruh alat percobaan dari perlakuan A ke-i, B ke-j pada ulangan ke-k

i = 1, 2 (jenis kemasan) j = 1, 2 (bahan pengisi) k = 1, 2, 3 (ulangan)

Uji Statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) sebagai penentu beda taraf nyata 5% dari hasil perhitungan dengan menggunakan statistical analysis software (SAS). Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila:

1. Jika P-value ≥ 5% maka tidak signifikan / tidak berpengaruh 2. Jika P-value < 5% maka signifikan / berpengaruh


(23)

21

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Pengemasan Buah Tomat

Pembuatan kemasan tomat dalam penelitian ini didasarkan pada keadaan di lapangan. Kemasan tomat yang ada di pasar Indonesia yang sering digunakan adalah peti kayu dan karton gelombang. Peti kayu sering digunakan dalam distribusi tomat oleh petani untuk dikirim ke pasar lokal atau tradisional, sedangkan karton gelombang biasa digunakan dalam distribusi tomat ke supermarket. Pengemasan buah tomat yang menggunakan peti kayu dan kardus karton tanpa bahan pengisi menyebabkan jumlah kerusakan mekanis yang terjadi pada buah tomat (luka memar, luka gores, dan luka pecah) sangat besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan dalam pengemasan untuk menekan jumlah kerusakan mekanis.

Dalam penelitian ini, diberi penambahan bahan pengisi ke dalam kemasan berupa lembaran kertas koran yang diharapkan mampu mengurangi kerusakan mekanis akibat benturan tomat antar lapisan. Selain pemilihan jenis kemasan dan penambahan bahan pengisi, cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh dalam usaha melindungi buah tomat selama proses pengangkutan. Petani biasanya menyusun buah tomat secara acak dan dengan jumlah lapisan yang tinggi, yaitu dengan kapasitas 30 kg/kemasan. Penyusunan buah dengan cara ini dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang lebih tinggi karena buah yang berada di lapisan bawah dapat mengalami luka memar karena menanggung beban yag terlalu besar dari buah yang berada di lapisan atas.

Dalam penelitian ini, penyusunan buah tomat disusun secara teratur dan hanya terdiri dari tiga lapisan untuk kemasan dengan bahan pengisi lembaran kertas koran dan empat lapisan untuk kemasan tanpa bahan pengisi. Kapasitas kemasan dengan bahan pengisi lembaran kertas koran adalah 10 kg dan kapasitas kemasan tanpa bahan pengisi adalah 13 kg. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah kerusakan mekanis buah tomat selama simulasi transportasi sehingga menyebabkan kecilnya kemungkinan terjadinya luka memar akibat tekanan buah yang besar dari lapisan atas.

Menurut Soedibyo (1992) yang terpenting dalam penyusunan buah di dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian penyusunan lapisan dasar berikutnya akan mudah dikerjakan. Cara penyusunan buah tomat ke dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Untuk kemasan yang diberi bahan pengisi, setiap lapisannya diberi bahan pengisi lembaran kertas koran yang berfungsi sebagai pembatas untuk setiap lapisan. Hal ini berfungsi untuk melindungi benturan buah tomat dan penumpukan yang dapat mengakibatkan gesekan antar lapisan.

(a) (b)

Gambar 9. Penyusunan tomat dalam kemasan kardus: (a) dengan bahan pengisi lembaran kertas koran (b) tanpa bahan pengisi


(24)

22

(a) (b)

Gambar 10. Penyusunan tomat dalam kemasan peti kayu: (a) dengan bahan pengisi lembaran kertas koran (b) tanpa bahan pengisi

B.

Kesetaraan Simulasi

Simulasi transportasi dilakukan dengan menggunakan meja getar untuk mendapatkan gambaran data kerusakan mekanis tomat apabila terjadi goncangan dan getaran selama transportasi. Dalam pengangkutan menggunakan mobil, goncangan yang diamati berupa goncangan vertikal, dimana goncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya sangat kecil (Tirtosoekotjo, 1992).

Selama simulasi terjadi getaran secara vertikal dengan amplitudo rata-rata 2 cm dan frekuensi rata-rata 2.75 Hz untuk simulasi selama 1 jam (Lampiran 1). Sedangkan untuk simulasi selama 3 jam terjadi getaran dengan amplitudo rata-rata 2.5 cm dan frekuensi rata-rata 2.75 Hz (Lampiran 2). Meja getar terdiri dari kompresor yang apabila katup kompresor dibuka, udara yang bertekanan masuk ke dalam silinder pneumatik, sedangkan ketika katup ditutup maka udara yang ada pada tabung pneumatik menjadi keluar. Selain itu terdapat motor listrik dan regulator yang berfungsi untuk mengatur kecepatan dari reducer. Reducer yang digunakan adalah berbentuk roda dan berdiameter 27 cm.

Berdasarkan data guncangan truk, data vibrator dari meja getar selama simulasi dapat dikonversikan untuk mendapatkan kesetaraan simulasi dengan keadaan di lapangan. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi transportasi berdasarkan konversi truk selama 1 jam di jalan luar kota pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa amplitudo 2 cm dan frekuensi 2.75 Hz setara dengan perjalanan sejauh 34 km atau lebih kurang dengan lama perjalanan sebenarnya 1.13 jam dengan kecepatan 30 km/jam. Untuk waktu simulasi selama 3 jam dengan amplitudo 2.5 cm dan frekuensi 2.75 Hz setara dengan perjalanan sejauh 129 km, menggunakan jalan luar kota dengan lama perjalanan sebenarnya 4.3 jam dengan kecepatan 30 km/jam.

Lama pengangkutan dan kondisi jalan mempengaruhi kondisi buah tomat dalam kemasan selama pengangkutan. Buah tomat tergolong buah klimaterik sehingga selama perjalanan buah tomat akan mengalami pematangan. Dalam pengangkutan buah tomat dari kebun menuju pasar/supermarket, petani masih menggunakan peti kayu dan kardus sebagai kemasan. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan tambahan yang cocok pada kemasan untuk mendistribusikan buah tomat. Selama simulasi pengangkutan, kemasan yang paling cocok adalah kemasan kardus karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran. Kardus karton cukup kuat untuk dijadikan kemasan distribusi buah tomat untuk semua kondisi jalan dan lama perjalanan apabila dibandingkan dengan kemasan peti kayu. Bahan pengisi lembaran kertas koran cukup membantu dan mengurangi benturan yang terjadi antar


(25)

23 buah pada setiap lapisanya. Selain itu, jumlah tumpukan dalam kemasan yang hanya terdiri dari tiga lapisan menyebabkan buah yang berada di lapisan paling bawah tidak mendapat beban yang terlalu berat. Semakin kecil kapasitas dalam kemasan akan semakin baik.

Walaupun kemasan kardus karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran memberikan pengaruh yang besar terhadap perlindungan buah, perlu disesuaikan pengaturan umur petik buah tomat dengan jarak atau waktu tempuh perjalanan agar tomat mencapai kematangan yang optimum ketika sampai di tangan konsumen. Disimpulkan bahwa semakin lama perjalanan maka semakin tinggi kerusakan mekanis yang dialami dan penurunan mutu buah juga semakin tinggi.

C.

Pengaruh Penggunaan Jenis Kemasan dan Bahan Pengisi

1. Susut Bobot

Susut bobot dapat diartikan sebagai penurunan bobot produk akibat kehilangan kandungan air pada produk. Dari segi komersil, susut bobot sangat merugikan pedagang terutama untuk buah yang dijual berdasarkan bobotnya. Kehilangan air pada buah dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan nilai gizi buah.

Susut setelah simulasi transportasi lebih banyak disebabkan oleh faktor metabolisme tomat yaitu respirasi, transpirasi dan proses hidrolisis pati menjadi komponen-komponen yang sederhana seperti glukosa dan yang akan terurai menjadi karbohidrat dan air oleh karena bereaksi dengan oksigen. Kandungan air pada buah akan berkurang segera setelah buah dipetik yang disebabkan oleh proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dalam sel, baik stomata, lenti sel maupun retakan pada kutikula. Respirasi tomat dalam simulasi transportasi dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan). Faktor internal seperti tingkat perkembangan organ, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami pada permukaan kulitnya dan jenis jaringan. Faktor eksternal seperti suhu, penggunaan etilen, ketersediaan oksigen dan adanya luka buah. Getaran mesin yang kuat akan mengakibatkan gesekan antar tomat dan gesekan tomat dengan wadah semakin besar, sehingga luka yang terjadi di dalam kemasan semakin banyak. Luka pada kulit buah tomat akan mempercepat terjadinya proses respirasi.

Berdasarkan Gambar 11 dan 12, dapat diketahui bahwa saat setelah simulasi transportasi, bobot buah tomat mengalami penurunan pada semua perlakuan dan akan semakin menurun apabila dilakukan penyimpanan. Hal ini dikarenakan selama pengangkutan buah tomat mengalami respirasi dan transpirasi sehingga terjadi pengurangan kandungan air dan meningkatnya susut bobot buah tomat, karena tomat mengandung 93-94% air. Kerusakan mekanis setelah transportasi berkaitan erat dengan kehilangan produk. Jika kerusakan mekanis yang terjadi pada buah tomat tinggi maka penguapan dan kehilangan air akan berjalan lebih cepat dan sebaliknya jika kerusakan pada buah tomat rendah maka penguapan dan kehilangan air akan berjalan lebih lambat. Oleh karena itu, kemasan yang tepat dan cara penyusunan yang teratur di dalam kemasan sangat mempengaruhi kerusakan mekanis yang terjadi. Kerusakan mekanis berpengaruh terhadap penurunan mutu buah tomat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14nilai persentase susut bobot untuk setiap kemasan dan lama simulasi transportasi.


(26)

24 Gambar 11. Bobot buah tomat per lapisan sebelum dan setelah simulasi transportasi selama 1 jam

Gambar 12. Bobot buah tomat per lapisan sebelum dan setelah simulasi transportasi selama 3 jam

Gambar 13. Persentase susut bobot per lapisan setelah simulasi transportasi selama 1 jam

Keterangan :

K1P1 : Kemasan karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran K1P2 : Kemasan karton tanpa bahan pengisi

K2P1 : Kemasan peti kayu dengan bahan pengisi lembaran kertas koran K2P2 : Kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi


(27)

25 Gambar 14. Persentase susut bobot per lapisan setelah simulasi transportasi selama 3 jam

Keterangan :

K1P1 : Kemasan karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran K1P2 : Kemasan karton tanpa bahan pengisi

K2P1 : Kemasan peti kayu dengan bahan pengisi lembaran kertas koran K2P2 : Kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi

Persentase susut bobot yang paling tinggi baik untuk simulasi 1 jam maupun 3 jam yaitu K2P2. Hal ini sama dengan tingkat kerusakan mekanis yang memiliki tingkat paling tinggi untuk kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi. Sedangkan susut bobot yang paling rendah selama simulasi 1 jam dan 3 jam adalah K1P1, sesuai dengan tingkat kerusakan yang dialami K1P1 yaitu memiliki tingkat kerusakan yang paling rendah. Untuk simulasi selama 1 jam maupun 3 jam, persentasi susut bobot mengalami peningkatan yang sama mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi: kemasan kardus dengan bahan pengisi lembaran kertas koran, kemasan kardus tanpa bahan pengisi, kemasan peti kayu dengan bahan pengisi lembaran kertas koran, dan kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi. Dapat disimpulkan, lama pengangkutan selama transportasi mempengaruhi peningkatan susut bobot untuk setiap kemasan.

Berdasarkan hasil pengamatan susut bobot terbesar pada setiap kemasan yaitu pada lapisan bawah dan susut bobot terkecil pada lapisan atas. Hal ini disebabkan karena selama penggetaran, buah tomat pada lapisan bawah menahan beban secara terus menerus dari buah tomat pada lapisan atas dan tengah, sehingga tomat pada lapisan bawah mengalami luka yang lebih banyak dan menyebabkan susut bobot juga semakin meningkat.

Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Tabel 4 untuk simulasi transportasi selama 1 jam dan 3 jam, terlihat bahwa jenis kemasan dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah tomat. Interaksi antara jenis kemasan dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah tomat (Lampiran 4). Hal ini dapat diartikan bahwa penggunaan jenis kemasan dan bahan pengisi tidak berpengaruh terhadap penurunan bobot buah tomat.


(1)

58

K2P1 3 0.24 1.56 1.26 1.02 1.56 1.26 1.53 1.45 1.80 1.07 2.36 1.74 K2P1 4 1.58 2.16 1.41 1.72 2.57 1.14 1.32 1.68 1.71 1.16 1.36 1.41 K2P1 5 1.79 0.84 1.31 1.31 1.57 0.78 1.76 1.37 0.76 0.62 1.62 1.00 K2P1 6 1.65 2.16 1.78 1.86 1.32 1.23 1.28 1.28 1.20 0.83 2.06 1.36 K2P1 7 2.02 1.20 2.40 1.87 1.47 1.52 0.92 1.30 1.58 1.17 1.28 1.34 K2P1 8 1.17 1.49 1.10 1.25 1.43 1.48 1.62 1.51 1.07 1.47 1.42 1.32 K2P1 9 1.90 1.19 1.05 1.38 2.13 1.78 3.23 2.38 1.43 0.90 1.70 1.34 K2P1 10 1.67 2.13 2.02 1.94 1.73 1.43 1.83 1.66 1.56 1.20 1.50 1.42 Layer bawah

K2P1 1 1.45 1.53 0.96 1.31 1.63 1.03 1.76 1.47 2.39 1.24 2.06 1.78 K2P1 2 1.80 1.78 1.67 1.75 1.93 0.96 1.96 1.62 1.80 1.40 1.35 1.63 K2P1 3 1.82 2.06 1.56 1.81 1.86 1.32 2.27 1.82 1.34 0.86 1.20 1.50 K2P1 4 1.18 1.23 1.29 1.23 1.48 1.26 2.06 1.60 1.32 0.90 1.26 1.43 K2P1 5 1.52 1.96 1.54 1.67 1.56 1.15 1.23 1.31 1.36 0.80 1.60 1.26 K2P1 6 1.55 1.76 1.45 1.59 1.43 1.56 0.92 1.30 1.84 0.96 1.51 1.31 K2P1 7 1.57 1.56 0.72 1.28 1.36 1.06 0.86 1.09 2.06 0.96 2.13 1.42 K2P1 8 1.01 1.57 2.14 1.57 2.03 1.37 1.22 1.54 1.80 1.25 1.76 1.51 K2P1 9 1.62 1.72 1.53 1.62 1.07 1.62 1.54 1.41 2.68 1.64 2.42 1.94 K2P1 10 1.66 1.90 1.50 1.69 1.79 0.82 1.79 1.47 1.86 1.42 0.95 1.50

Layer atas

K2P2 1 1.70 1.93 1.24 1.62 2.63 1.93 1.86 2.14 1.27 1.01 1.36 1.21 K2P2 2 1.50 1.65 1.74 1.63 1.39 0.87 1.43 1.23 1.80 1.31 1.40 1.50 K2P2 3 1.56 1.76 1.52 1.61 1.92 1.16 1.27 1.45 1.23 0.92 1.30 1.15 K2P2 4 1.52 1.80 1.62 1.65 1.82 1.75 1.93 1.83 1.25 1.38 1.20 1.28 K2P2 5 1.10 1.42 1.97 1.50 1.27 1.27 1.70 1.41 1.56 1.40 1.40 1.45 K2P2 6 1.11 1.49 1.78 1.46 2.56 1.37 1.73 1.89 1.08 1.08 1.37 1.18 K2P2 7 1.45 1.69 1.53 1.56 1.88 1.47 1.90 1.75 1.32 1.21 1.76 1.43 K2P2 8 2.27 1.68 1.84 1.93 2.30 1.96 2.23 2.16 1.75 1.43 1.53 1.57 K2P2 9 1.47 1.52 2.13 1.71 1.63 1.74 1.89 1.75 1.82 1.04 1.40 1.42 K2P2 10 0.88 1.25 1.24 1.12 1.72 1.37 1.43 1.51 0.92 1.26 1.30 1.16 Layer tengah

K2P2 1 1.73 1.84 1.58 1.72 2.07 1.23 2.54 1.95 1.47 0.47 1.18 1.04 K2P2 2 2.06 2.09 1.72 1.96 1.83 0.97 1.07 1.29 1.50 1.83 0.82 1.38 K2P2 3 1.08 1.63 2.10 1.60 2.89 1.12 2.39 2.13 1.93 0.37 0.73 1.01 K2P2 4 1.39 1.96 1.87 1.74 2.13 1.73 2.69 2.18 1.63 1.45 1.31 1.46 K2P2 5 2.14 1.64 2.20 1.99 2.03 1.13 1.90 1.69 1.58 0.72 1.63 1.31 K2P2 6 1.48 0.71 1.77 1.32 1.70 1.62 3.13 2.15 1.23 1.05 1.75 1.34 K2P2 7 1.54 1.64 1.85 1.68 2.20 1.23 1.46 1.63 1.47 0.47 1.18 1.04 K2P2 8 0.79 1.20 1.79 1.26 1.43 0.79 0.90 1.04 1.63 1.13 1.46 1.41 K2P2 9 2.04 1.64 2.20 1.96 1.73 1.02 1.14 1.30 1.43 0.86 0.82 1.04 K2P2 10 1.47 1.01 1.28 1.25 1.92 0.59 1.80 1.44 1.82 0.82 1.43 1.36 Layer bawah

K2P2 1 0.80 1.32 1.52 1.21 2.03 0.76 2.67 1.82 1.76 1.74 1.84 1.78 K2P2 2 1.52 1.28 1.61 1.47 1.30 1.10 0.88 1.09 1.58 0.67 0.82 1.02


(2)

59

K2P2 3 1.80 1.71 2.15 1.89 2.04 1.71 1.44 1.73 1.76 1.20 0.75 1.24 K2P2 4 1.30 1.20 1.42 1.31 1.97 1.80 1.77 1.85 1.63 0.57 0.68 0.96 K2P2 5 1.13 0.98 1.20 1.10 1.70 1.23 1.45 1.46 2.00 1.18 1.35 1.51 K2P2 6 1.40 1.09 1.01 1.17 1.76 1.74 1.87 1.79 1.86 1.37 1.55 1.59 K2P2 7 1.42 1.69 1.80 1.64 1.32 1.43 1.31 1.35 1.23 0.96 1.90 1.36 K2P2 8 1.89 1.39 1.50 1.59 2.02 1.60 1.65 1.76 2.47 0.74 1.30 1.50 K2P2 9 1.67 2.16 1.70 1.84 2.26 0.83 1.32 1.47 2.40 1.90 1.95 2.08 K2P2 10 1.26 1.09 1.01 1.12 1.46 1.37 1.81 1.55 1.62 1.33 2.36 1.77

Setelah simulasi transportasi selama 3 jam

Kemasan

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

U T P x U T P x U T P x

Layer atas

K1P1 1 1.56 1.52 1.40 1.49 2.23 1.66 2.26 2.05 3.18 2.60 2.00 2.59 K1P1 2 1.46 1.05 1.01 1.17 1.47 1.73 1.66 1.62 1.60 1.92 2.00 1.84 K1P1 3 1.70 1.30 1.60 1.53 1.50 1.61 1.56 1.56 1.68 1.36 2.40 1.81 K1P1 4 1.27 1.57 1.50 1.45 2.16 1.08 1.56 1.60 1.30 1.57 1.46 1.44 K1P1 5 1.28 1.52 1.08 1.29 1.29 1.27 1.29 1.28 1.68 1.69 1.17 1.51 K1P1 6 1.50 1.40 1.58 1.49 2.38 1.10 1.46 1.65 1.69 1.56 1.91 1.72 K1P1 7 1.63 1.65 2.04 1.77 1.60 1.32 1.93 1.62 1.90 1.59 1.73 1.74 K1P1 8 2.45 1.82 1.52 1.93 1.67 1.52 2.09 1.76 1.69 1.49 1.15 1.44 K1P1 9 1.02 2.02 1.76 1.60 1.92 1.60 1.78 1.77 1.20 1.18 1.38 1.25 K1P1 10 1.63 1.60 1.80 1.68 1.74 1.77 1.54 1.68 2.70 1.68 1.46 1.95 Layer tengah

K1P1 1 1.24 1.15 1.50 1.30 2.00 1.82 2.40 2.07 0.95 0.80 0.90 0.88 K1P1 2 1.21 1.32 1.26 1.26 2.08 1.60 1.50 1.73 1.40 1.03 1.84 1.42 K1P1 3 1.63 1.76 1.79 1.73 1.59 1.09 1.89 1.52 1.57 1.30 2.08 1.65 K1P1 4 1.48 1.41 1.60 1.50 1.71 1.77 1.46 1.65 1.36 1.49 1.83 1.56 K1P1 5 1.73 1.52 1.65 1.63 1.27 1.90 1.23 1.47 1.58 1.53 1.83 1.65 K1P1 6 1.03 1.32 1.10 1.15 1.60 1.61 2.05 1.75 1.26 1.89 1.98 1.71 K1P1 7 1.56 1.68 1.56 1.60 1.90 1.47 1.93 1.77 2.20 1.17 1.51 1.63 K1P1 8 1.10 1.29 1.36 1.25 1.90 2.36 1.90 2.05 2.08 1.14 1.48 1.57 K1P1 9 1.28 1.37 1.65 1.43 2.37 2.02 1.80 2.06 1.61 1.40 1.36 1.46 K1P1 10 1.83 2.32 2.23 2.13 1.70 1.50 1.84 1.68 1.66 1.53 1.56 1.58 Layer bawah

K1P1 1 1.72 1.65 1.66 1.68 1.36 1.39 1.69 1.48 1.49 0.93 1.39 1.27 K1P1 2 1.31 1.75 1.62 1.56 1.73 1.27 1.92 1.64 1.60 0.46 1.81 1.29 K1P1 3 2.21 1.56 1.92 1.90 1.62 1.43 2.13 1.73 1.50 1.03 1.11 1.21 K1P1 4 1.70 1.53 1.46 1.56 2.01 1.32 1.08 1.47 1.06 1.26 1.60 1.31 K1P1 5 1.37 1.36 0.90 1.21 1.37 1.40 1.58 1.45 1.43 0.86 1.65 1.31 K1P1 6 1.80 1.46 1.11 1.46 1.46 0.60 3.01 1.69 1.22 1.09 1.40 1.24 K1P1 7 1.73 1.44 2.04 1.74 2.13 1.40 2.73 2.09 1.13 1.00 1.23 1.12 K1P1 8 1.62 1.80 1.65 1.69 1.62 1.26 2.63 1.84 1.52 1.16 1.89 1.52 K1P1 9 1.33 2.42 1.72 1.82 1.48 1.43 2.01 1.64 1.10 0.73 1.70 1.18


(3)

60

K1P1 10 2.30 2.13 1.96 2.13 1.83 1.32 2.47 1.87 1.53 1.52 1.45 1.50 Layer atas

K1P2 1 2.15 1.56 1.47 1.73 1.70 1.09 1.80 1.53 1.71 1.37 1.33 1.47 K1P2 2 1.75 2.63 1.90 2.09 2.80 2.70 1.56 2.35 1.49 1.16 1.39 1.35 K1P2 3 1.93 1.60 1.61 1.71 1.70 1.80 1.98 1.83 1.79 1.91 1.80 1.83 K1P2 4 1.76 1.38 1.13 1.42 1.49 1.67 1.20 1.45 1.36 0.95 2.20 1.50 K1P2 5 1.02 1.45 2.11 1.53 1.00 1.29 1.72 1.34 1.89 1.41 1.62 1.64 K1P2 6 1.33 1.42 2.02 1.59 2.00 0.93 1.40 1.44 1.76 0.83 2.60 1.73 K1P2 7 1.76 1.83 1.58 1.72 1.60 1.30 1.10 1.33 1.32 1.14 1.36 1.27 K1P2 8 0.95 1.50 1.99 1.48 2.38 1.50 1.70 1.86 1.47 1.43 1.76 1.55 K1P2 9 1.60 1.70 2.05 1.78 1.29 1.32 1.69 1.43 1.79 1.32 2.08 1.73 K1P2 10 1.46 1.00 1.37 1.28 1.39 1.16 1.18 1.24 2.14 1.05 1.08 1.42 Layer tengah

K1P2 1 1.86 2.42 2.16 2.15 1.39 1.02 1.49 1.30 1.50 1.03 1.70 1.41 K1P2 2 2.04 1.92 1.68 1.88 2.34 2.56 1.32 2.07 1.96 1.80 1.79 1.85 K1P2 3 1.77 1.37 1.65 1.60 1.13 0.84 2.12 1.36 0.49 1.23 1.14 0.95 K1P2 4 1.54 2.03 1.13 1.57 1.68 1.25 2.05 1.66 1.50 1.02 1.57 1.36 K1P2 5 1.96 1.52 2.30 1.93 1.93 1.79 2.61 2.11 1.33 1.34 1.66 1.44 K1P2 6 1.56 1.79 1.92 1.76 1.57 1.79 2.61 1.99 1.70 0.94 0.97 1.20 K1P2 7 1.35 1.28 1.05 1.23 1.67 1.02 1.42 1.37 1.09 1.08 1.15 1.11 K1P2 8 1.36 1.92 1.70 1.66 1.82 1.05 1.53 1.47 1.53 1.70 1.76 1.66 K1P2 9 1.43 1.52 1.52 1.49 1.72 1.16 1.02 1.30 1.21 1.26 2.43 1.63 K1P2 10 1.64 1.56 1.58 1.59 2.53 1.02 1.69 1.75 1.16 1.06 1.12 1.11 Layer bawah

K1P2 1 1.24 1.70 0.84 1.26 1.40 1.07 2.11 1.53 1.50 0.95 0.91 1.12 K1P2 2 1.43 1.90 1.41 1.58 2.70 1.42 0.20 1.44 1.80 0.90 1.25 1.32 K1P2 3 1.40 1.30 2.08 1.59 2.57 1.27 1.40 1.75 1.76 0.72 1.50 1.33 K1P2 4 1.40 1.46 1.84 1.57 1.37 1.69 1.34 1.47 1.22 1.40 1.16 1.26 K1P2 5 1.61 1.73 1.62 1.65 1.40 1.17 3.30 1.96 1.76 0.80 1.04 1.20 K1P2 6 1.25 1.60 2.02 1.62 1.73 1.30 1.49 1.51 1.13 1.29 1.57 1.33 K1P2 7 1.60 1.40 1.20 1.40 1.39 1.01 1.50 1.30 2.18 1.20 1.70 1.69 K1P2 8 2.20 2.07 1.50 1.92 2.11 1.47 2.71 2.10 1.76 0.80 1.43 1.33 K1P2 9 2.10 2.12 1.80 2.01 1.56 1.37 1.56 1.50 1.90 0.79 1.30 1.33 K1P2 10 1.92 1.28 1.09 1.43 2.08 1.80 1.49 1.79 0.52 1.60 0.87 1.00 Layer atas

K2P1 1 1.76 1.51 1.19 1.49 2.05 1.12 2.05 1.74 2.16 1.76 2.28 2.07 K2P1 2 1.30 1.22 1.08 1.20 2.37 1.36 1.65 1.79 1.46 0.76 0.80 1.01 K2P1 3 1.40 1.32 1.23 1.32 1.70 1.18 1.46 1.45 1.32 1.34 1.20 1.29 K2P1 4 1.12 1.91 1.17 1.40 1.86 1.37 2.90 2.04 1.46 0.89 1.05 1.13 K2P1 5 1.98 1.60 1.51 1.70 2.20 2.03 1.70 1.98 1.20 1.64 2.46 1.77 K2P1 6 1.53 2.04 1.70 1.76 1.42 1.14 1.50 1.35 1.60 1.70 2.25 1.85 K2P1 7 1.50 1.34 1.50 1.45 2.80 1.92 1.48 2.07 1.98 1.69 1.28 1.65 K2P1 8 1.08 1.67 2.06 1.60 2.20 1.05 3.38 2.21 1.37 1.32 2.40 1.70 K2P1 9 1.39 2.03 1.78 1.73 1.43 1.61 1.59 1.54 1.27 0.97 3.50 1.91


(4)

61

K2P1 10 1.14 1.21 1.43 1.26 1.05 2.04 1.64 1.58 2.26 1.30 1.42 1.66 Layer tengah

K2P1 1 1.70 1.66 1.90 1.75 2.00 1.98 1.16 1.71 1.87 1.76 1.80 1.81 K2P1 2 1.63 1.95 1.86 1.81 2.00 1.31 2.07 1.79 2.12 1.64 2.20 1.99 K2P1 3 1.30 1.60 1.82 1.57 1.42 1.83 1.40 1.55 1.44 1.05 1.85 1.45 K2P1 4 1.70 1.30 1.64 1.55 1.55 1.86 1.90 1.77 1.89 1.42 1.56 1.62 K2P1 5 1.76 1.96 1.63 1.78 1.13 0.67 1.39 1.06 1.84 1.35 3.32 2.17 K2P1 6 1.43 1.16 1.30 1.30 1.91 2.35 2.40 2.22 1.72 1.02 1.36 1.37 K2P1 7 1.40 1.75 1.30 1.48 1.58 1.08 1.14 1.27 1.19 1.82 1.87 1.63 K2P1 8 1.76 1.92 1.61 1.76 1.46 1.55 1.86 1.62 1.83 1.52 1.36 1.57 K2P1 9 1.03 1.03 1.04 1.03 1.52 1.10 1.73 1.45 1.73 1.01 1.63 1.46 K2P1 10 1.74 1.45 1.59 1.59 1.63 1.83 1.85 1.77 1.28 0.72 1.06 1.02 Layer bawah

K2P1 1 1.80 2.09 1.76 1.88 1.27 0.96 1.38 1.20 1.19 1.41 1.45 1.35 K2P1 2 1.82 2.30 2.07 2.06 1.24 1.17 1.40 1.27 0.52 0.85 1.35 0.91 K2P1 3 1.52 1.61 1.69 1.61 1.32 1.53 1.64 1.50 0.55 1.57 1.70 1.27 K2P1 4 1.60 1.56 1.64 1.60 1.56 1.53 0.98 1.36 1.71 1.03 1.56 1.43 K2P1 5 1.81 1.31 1.60 1.57 2.38 2.79 2.04 2.40 1.63 0.90 1.19 1.24 K2P1 6 1.24 1.54 1.59 1.46 0.93 0.57 0.82 0.77 1.95 1.53 1.63 1.70 K2P1 7 1.56 1.65 1.56 1.59 1.86 1.46 1.08 1.47 1.58 1.42 2.16 1.72 K2P1 8 1.93 2.33 2.20 2.15 2.36 1.79 2.23 2.13 2.23 1.55 1.85 1.88 K2P1 9 1.25 1.04 0.04 0.78 2.01 1.18 1.73 1.64 1.89 1.19 1.79 1.62 K2P1 10 1.65 1.29 1.59 1.51 1.56 1.43 1.90 1.63 1.32 1.56 1.40 1.43

Layer atas

K2P2 1 1.67 1.85 1.80 1.77 1.30 1.41 1.29 1.33 1.36 1.00 1.32 1.23 K2P2 2 1.43 1.61 1.76 1.60 1.73 2.02 1.62 1.79 1.51 1.76 1.39 1.55 K2P2 3 1.13 1.76 1.56 1.48 2.17 1.54 1.95 1.89 1.63 1.89 1.80 1.77 K2P2 4 1.57 1.81 1.29 1.56 1.80 1.47 1.48 1.58 1.96 1.16 1.18 1.43 K2P2 5 1.39 2.12 1.54 1.68 1.21 1.09 1.14 1.15 1.60 1.69 2.10 1.80 K2P2 6 2.11 1.28 2.18 1.86 2.10 1.67 1.67 1.81 1.63 1.96 2.80 2.13 K2P2 7 1.87 1.65 1.96 1.83 1.23 1.26 1.67 1.39 1.60 1.09 1.10 1.26 K2P2 8 1.27 1.43 1.36 1.35 1.69 1.22 1.43 1.45 1.29 1.09 0.87 1.08 K2P2 9 1.68 1.76 1.66 1.70 2.81 1.61 1.47 1.96 1.57 0.66 1.56 1.26 K2P2 10 1.96 1.60 1.82 1.79 1.79 2.06 6.50 3.45 1.59 0.90 1.65 1.38 Layer tengah

K2P2 1 1.80 1.50 1.50 1.60 2.34 1.70 1.79 1.94 1.50 1.52 2.22 1.75 K2P2 2 1.49 2.02 1.34 1.62 1.93 1.80 1.80 1.84 1.36 1.90 0.94 1.40 K2P2 3 1.90 1.26 1.53 1.56 1.80 1.40 1.80 1.67 1.86 1.30 2.06 1.74 K2P2 4 1.12 1.72 1.53 1.46 2.13 1.07 1.64 1.61 1.46 1.69 1.70 1.62 K2P2 5 1.73 1.63 2.07 1.81 1.02 1.48 2.47 1.66 1.30 1.89 1.20 1.46 K2P2 6 2.62 1.97 1.43 2.01 1.57 1.18 2.36 1.70 1.70 1.83 1.59 1.71 K2P2 7 1.76 2.26 1.63 1.88 2.06 1.99 1.82 1.96 1.20 1.02 1.07 1.10 K2P2 8 1.59 1.62 1.75 1.65 1.30 2.01 1.46 1.59 2.09 1.57 1.37 1.68 K2P2 9 1.78 1.81 1.71 1.77 1.96 1.79 1.54 1.76 2.06 1.13 1.67 1.62


(5)

62

K2P2 10 1.57 1.46 1.31 1.45 1.19 1.22 1.21 1.21 1.25 1.05 0.67 0.99 Layer bawah

K2P2 1 1.71 1.59 1.97 1.76 1.71 0.71 1.63 1.35 1.19 1.98 1.86 1.68 K2P2 2 1.23 1.96 1.32 1.50 1.76 1.31 1.26 1.44 1.30 1.39 2.81 1.83 K2P2 3 1.17 1.26 1.38 1.27 2.30 1.33 2.02 1.88 1.60 1.30 1.76 1.55 K2P2 4 1.05 1.92 1.58 1.52 1.56 1.46 1.51 1.51 1.29 1.83 1.19 1.44 K2P2 5 1.63 1.39 1.51 1.51 1.09 1.03 1.96 1.36 2.20 1.52 1.14 1.62 K2P2 6 1.36 1.40 1.16 1.31 1.63 1.52 1.74 1.63 1.56 1.06 1.12 1.25 K2P2 7 1.72 1.62 1.54 1.63 2.27 1.37 1.84 1.83 1.08 1.16 1.06 1.10 K2P2 8 0.96 0.76 0.80 0.84 1.74 1.36 1.52 1.54 1.30 1.34 1.32 1.32 K2P2 9 1.05 1.14 1.62 1.27 1.86 2.01 1.96 1.94 2.20 1.50 2.12 1.94 K2P2 10 1.58 1.49 1.63 1.57 3.03 2.76 2.97 2.92 1.67 1.18 2.06 1.64


(6)

63

Lampiran 14. Tabel kerusakan mekanis buah tomat setelah simulasi transportasi

Perlakuan

Ulangan

Total Buah

Jumlah rusak

(%) Kerusakan

K1P1 (1 jam)

1

101

6

5.941

2

100

8

8

3

101

7

6.931

K1P2 (1 jam)

1

120

15

12.5

2

124

17

13.709

3

122

14

11.475

K2P1 (1 jam)

1

103

23

22.330

2

101

20

19.802

3

103

20

19.418

K2P2 (1 jam)

1

126

31

24.604

2

124

30

24.194

3

127

33

25.984

K1P1 (3 jam)

1

100

16

16

2

100

13

13

3

101

14

13.861

K1P2 (3 jam)

1

123

27

21.951

2

126

28

22.222

3

124

27

21.774

K2P1 (3 jam)

1

103

35

33.981

2

102

37

36.275

3

104

36

34.615

K2P2 (3 jam)

1

127

63

49.606

2

126

56

44.444

3

124

60

48.388

Keterangan:

K1P1 : Kemasan karton dengan bahan pengisi lembaran kertas koran

K1P2 : Kemasan karton tanpa bahan pengisi

K2P1 : Kemasan peti kayu dengan bahan pengisi lembaran kertas koran

K2P2 : Kemasan peti kayu tanpa bahan pengisi