Penurunan Mutu Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) dalam Kemasan Setelah Transportasi Darat

(1)

PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT

SKRIPSI

ADITYA PUTRI YANI BARUS

F14070012

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Aditya Putri Yani Barus. F14070012. Penurunan Mutu Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Dalam Kemasan Setelah Transportasi Darat. Di bawah bimbingan Usman Ahmad. 2011

RINGKASAN

Buah nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropis yang cukup diminati di Indonesia. Buah nanas banyak diperdagangkan dalam keadaan segar. Pengangkutan yang seadanya dari petani mengakibatkan buah tidak dalam keadaan baik ketika sampai ke konsumen. Diperlukan penanganan yang tepat selama pengangkutan agar mutu buah tetap terjaga dengan baik. Salah satunya dapat dilakukan dengan penggunaan jenis kemasan yang sesuai untuk kondisi pengangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan mutu fisik buah nanas setelah transportasi darat. Penelitian terhadap buah nanas dilakukan dengan dua perlakuan yaitu jenis kemasan dan waktu simulasi transportasi.

Bahan utama yang digunakan adalah buah nanas varietas queen atau juga dikenal dengan nanas Bogor. Kemasan yang digunakan dalam penelitian adalah peti kayu dengan ukuran 50 x 31x 35 cm. Buah nanas diletakkan di dalam peti kayu dengan posisi mahkota buah berada di atas. Buah disusun 1

layer sebanyak 18-22 buah di dalam peti kayu. Selain peti kayu juga digunakan karung plastik dengan kapasitas 50 kg. Buah nanas disusun dengan posisi mahkota buah berada di bagian atas. Buah disusun 1 layer sebanyak 18-22 buah di dalam karung plastik. Simulasi transportasi dilakukan dengan menggunakan alat simulasi transportasi berupa meja getar. Meja getar dirancang untuk memperoleh gambaran tentang goncangan yang diterima produk hortikultura selama transportasi. Buah nanas digetarkan di atas meja getar selama 54 menit dengan frekuensi 3.18 Hertz dan amplitudo 3.15 cm, sebagai pembanding buah nanas juga digetarkan di atas meja getar selama 104 menit dengan frekuensi 3.12 Hertz dan amplitudo 4.26 cm. Selain tingkat kerusakan mekanis berupa luka memar, parameter mutu yang dilihat selama pengamatan adalah susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut dan warna buah nanas.

Dari hasil pengamatan diperolah persentase kerusakan mekanis buah nanas yang dikemas dengan menggunakan peti kayu untuk waktu simulasi 54 menit adalah 27.89% dan untuk waktu simulasi 104 menit adalah 58.56%, sedangkan persentase kerusakan mekanis buah nanas yang dikemas dengan menggunakan karung plastik untuk waktu simulasi 54 menit adalah 8.06% dan untuk waktu simulasi 104 menit adalah 35.39%. Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan dengan menusukkan jarum penekan rheometer di antara mata buah nanas. Pada waktu simulasi 54 menit, nilai kekerasan buah nanas kemasan peti kayu yang diperoleh sebesar 1.51 kgf, sedangkan nilai kekerasan buah nanas kemasan karung plastik sebesar 1.67 kgf. Pada waktu simulasi 104 menit nilai kekerasan buah nanas kemasan peti kayu yang diperoleh sebesar 0.96 kgf, sedangkan nilai kekerasan buah nanas kemasan karung plastik sebesar 1.38 kgf.

Untuk waktu simulasi 54 menit, nilai total padatan terlarut buah nanas kemasan peti kayu adalah 14.74oBrix dan dengan kemasan karung plastik sebesar 14.86oBrix. Pada waktu simulasi 104 menit nilai total padatan terlarut buah nanas kemasan peti kayu dan karung plastik adalah sama yaitu 15.08oBrix. Penurunan bobot buah nanas diamati setelah transportasi, untuk waktu simulasi 54 menit susut bobot pada buah nanas yang dikemas dengan peti kayu dan karung plastik masing-masing mencapai 7.77% dan 7.93%, sedangkan untuk buah nanas dengan waktu simulasi 104 menit, susut bobot dengan kemasan peti kayu dan karung plastik masing-masing mencapai 21.08% dan 16.58%.

Pengukuran warna dengan menggunakan chromameter menyajikan nilai L, a dan b yang masing-masing mengindikasikan tingkat kecerahan, kehijauan dan kekuningan. Pengukuran warna dilakukan dengan mengarahkan cahaya yang dihasilkan chromameter di antara mata buah nanas. Pasca simulasi transportasi selama 54 menit diperoleh nilai L, a dan b buah nanas pada kemasan peti kayu masing-masing adalah 42.65, 15.58, dan 37.79, sedangkan untuk kemasan karung plastik diperoleh nilai L, a dan b masing-masing sebesar 42.69, 14.96, dan 36.87. Pasca simulasi transportasi selama 104 menit diperoleh nilai L, a dan b buah nanas pada kemasan peti kayu masing-masing adalah 39.68, 10.15, dan 33.28, sedangkan untuk kemasan karung plastik diperoleh nilai L, a dan b masing-masing sebesar 35.41, 9.78 dan 28.90. Dari simulasi transportasi dan pengamatan yang


(3)

dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kerusakan mekanis buah nanas dengan kemasan peti kayu lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan karung plastik, baik untuk waktu simulasi 54 menit ataupun waktu simulasi 104 menit.


(4)

PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ADITYA PUTRI YANI BARUS

F14070012

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Penurunan Mutu Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) dalam Kemasan Setelah Transportasi Darat

Nama : Aditya Putri Yani Barus

NIM : F14070012

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr.) NIP 19661228 1999203 1 003

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP 19661201 199103 1 004


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penurunan Mutu Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) dalam Kemasan Setelah Transportasi Darat adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan

Aditya Putri Yani Barus F14070012


(7)

BIODATA PENULIS

Aditya Putri Yani Barus. Lahir di Delitua, 08 Oktober 1989 dari Ayah Drs. P. Barus dan Ibu A. Ginting, S.pd, sebagai putri ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 2 Medan, pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di IPB dengan jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan. Pada tahun 2008 penulis mengikuti magang untuk mengisi liburan di PTPN II, Sei Semayang Sumatera Utara selama 2 minggu.

Pada tahun 2010 penulis merupakan salah satu mahasiswa yang mendapat biaya hibah dari DIKTI

dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul ‘Alat Pemanen Sawit Sistem Pegas’.

Selain itu penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Pada tahun 2009-2010 penulis menjabat sebagai koordinator buletin PMK ‘Anggur Baru’ di Komisi Literatur PMK IPB. Penulis juga melakukan Praktik Lapangan selama 40 hari kerja pada bulan Juli-Agustus 2010 dengan judul Aspek Teknik dalam Proses Penyimpanan Bahan Baku dan Pengemasan Pakan di PT CJ Superfeed, Cikande, Banten. Pada tahun 2011, selama melakukan penelitian penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Termodinamika dan Pindah Panas. Selain itu penulis juga menjabat sebagai sekretaris acara Camp Pengutusan Kelompok Pra-Alumni PMK IPB 2011.


(8)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 BOTANI NANAS... 3

2.2 PENGEMASAN ... 6

2.3 TRANSPORTASI KOMODITAS PERTANIAN ... 8

2.4 SIMULASI TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN ... 9

2.5 PENYIMPANAN BUAH ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 11

3.1 WAKTU DAN TEMPAT ... 11

3.2 BAHAN ... 11

3.3 PARAMETER MUTU ... 11

3.4 ALAT ... 11

3.5 PROSEDUR PENELITIAN ... 11

3.6 KESETARAAN SIMULASI TRANSPORTASI ... 13

3.7 PENGAMATAN ... 14

3.8 RANCANGAN PERCOBAAN ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 PENGEMASAN BUAH NANAS ... 19

4.2 KESETARAAN SIMULASI TRANSPORTASI ... 20

4.3 SUSUT BOBOT BUAH NANAS ... 21

4.4 WARNA BUAH NANAS ... 22

4.5 KEKERASAN BUAH NANAS ... 27

4.6 TOTAL PADATAN TERLARUT BUAH NANAS ... 29

4.7 TINGKAT KERUSAKAN MEKANIS BUAH NANAS ... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 KESIMPULAN ... 33

5.2 SARAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(9)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi nanas di beberapa sentra utama nanas di Indonesia tahun 2007... 3

Tabel 2. Klasifikasi buah nanas berdasarkan warna kulit buah ... 5

Tabel 3. Kandungan gizi buah nanas segar (100 gram bahan segar) ... 6

Tabel 4. Faktor perlakuan buah nanas ... 17

Tabel 5. Tabulasi data yang dapat dibuat dari kombinasi ... 18

Tabel 6. Persentase penurunan susut bobot (%) buah nanas ... 21

Tabel 7. Rata-rata nilai L buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi ... 23

Tabel 8. Rata-rata nilai a buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi ... 25

Tabel 9. Rata-rata nilai b buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi ... 26

Tabel 10. Nilai kekerasan rata-rata buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi ... 27

Tabel 11. Nilai total padatan terlarut rata-rata (oBrix) buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi...30

Tabel 12. Persentase kerusakan mekanis berupa luka memar buah nanas setelah simulasi transportasi...31


(10)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Nanas varietas queen dengan mahkotanya... 4

Gambar 2. Diagram alir proses simulasi transportasi buah nanas... 12

Gambar 3. Meja getar yang digunakan untuk simulasi transportasi... 13

Gambar 4. Pengukuran bobot buah nanas dengan timbangan mettler... 14

Gambar 5. Pengukuran warna pada buah nanas... 15

Gambar 6. Pengukuran kekerasan buah nanas... 15

Gambar 7 Pengukuran total padatan terlarut dengan menggunakan refractometer... 16

Gambar 8 Memar pada buah nanas pada pengamatan hari keempat... 17

Gambar 9. Kemasan karung plastik yang telah diisi dengan 7 kg buah nanas... 19

Gambar 10. Kemasan peti kayu yang telah diisi dengan 7 kg buah nanas... 19

Gambar 11. Skema posisi buah nanas dalam kemasan peti kayu... 20

Gambar 12. Grafik persentase susut bobot buah nanas untuk berbagai waktu simulasi... 22

Gambar 13. Nilai kecerahan buah nanas (L) pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi... 24

Gambar 14. Grafik perubahan nilai a buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi... 25

Gambar 15. Grafik perubahan nilai b buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi... 27

Gambar 16. Nilai kekerasan buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi... 28

Gambar 17. Total padatan terlarut buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi... 30

Gambar 18. Luka memar pada buah nanas pada kemasan peti kayu untuk simulasi selama 54 menit... 31

Gambar 19. Persentase kerusakan mekanis buah nanas 4 hari pasca simulasi transportasi... 32

Gambar 20. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 54 menit ulangan I... 54

Gambar 21. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 54 menit ulangan II... 55

Gambar 22. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 54 menit ulangan III... 56

Gambar 23. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 54 menit ulangan I... 57

Gambar 24. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 54 menit ulangan II... 58

Gambar 25. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 54 menit ulangan III... 59

Gambar 26. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 104 menit ulangan I... 60

Gambar 27. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 104 menit ulangan II... 61

Gambar 28. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 104 menit ulangan III... 62

Gambar 29. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 104 menit ulangan I... 63

Gambar 30. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 104 menit ulangan II... 64


(11)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ilustrasi gerakan pada truk dan meja getar... 37

Lampiran 2. Amplitudo dan frekuensi meja getar selama simulai 54 menit... 37

Lampiran 3. Amplitudo dan frekuensi meja getar selama simulai 104 menit... 37

Lampiran 4. Kesetaraan simulasi 54 menit dengan panjang jalan rata-rata yang ditempuh... 38

Lampiran 5. Kesetaraan simulasi 104 menit dengan panjang jalan rata-rata yang ditempuh... 39

Lampiran 6. Tabel massa buah nanas (gram) pada kemasan karung plastik... 40

Lampiran 7. Tabel massa buah nanas (gram) pada kemasan peti kayu... 40

Lampiran 8. Tabel nilai L buah nanas pada kemasan karung plastik... 41

Lampiran 9. Tabel nilai L buah nanas pada kemasan peti kayu... 41

Lampiran 10. Tabel nilai a buah nanas pada kemasan karung plastik... 42

Lampiran 11. Tabel nilai a buah nanas pada kemasan peti kayu... 42

Lampiran 12. Tabel nilai b buah nanas pada kemasan karung plastik... 43

Lampiran 13. Tabel nilai b buah nanas pada kemasan peti kayu... 43

Lampiran 14. Tabel nilai kekerasan buah nanas (kgf) pada berbagai kemasan dan waktu simulasi... 44

Lampiran 15. Tabel total padatan terlarut buah nanas (oBrix) pada kemasan karung plastik... 45

Lampiran 16. Tabel total padatan terlarut buah nanas (oBrix) pada kemasan peti kayu... 45

Lampiran 17. Tabel persentase kerusakan mekanis buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi... 46

Lampiran 18. Analisis susut bobot buah nanas... 47

Lampiran 19. Analisis kecerahan (nilai L) buah nanas... 48

Lampiran 20. Analisis warna (nilai a) buah nanas... 49

Lampiran 21. Analisis warna (nilai b) buah nanas... 50

Lampiran 22. Analisis nilai kekerasan buah nanas... 51

Lampiran 23. Analisis total padatan terlarut (kadar gula buah nanas)... 52

Lampiran 24. Analisis luka memar buah nanas... 53

Lampiran 25. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 54 menit ulangan I... 54

Lampiran 26. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 54 menit ulangan II... 55

Lampiran 27. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 54 menit ulangan III... 56

Lampiran 28. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 54 menit ulangan I... 57

Lampiran 29. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 54 menit ulangan II... 58

Lampiran 30. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 54 menit ulangan III... 59

Lampiran 31. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 104 menit ulangan I... 60

Lampiran 32. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 104 menit ulangan II... 61

Lampiran 33. Foto nanas rusak pada karung plastik pasca simulasi 104 menit ulangan III... 62

Lampiran 34. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 104 menit ulangan I... 63

Lampiran 35. Foto nanas rusak pada peti kayu pasca simulasi 104 menit ulangan II... 64


(12)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang

Indonesia memiliki peluang untuk menghasilkan berbagai produk pertanian, diantaranya berupa buah-buahan yang sangat beragam yang tergolong ke dalam jenis buah tropis. Iklim di Indonesia sangat cocok untuk pertumbuhan jenis buah tertentu. Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang memiliki sifat mudah rusak. Buah-buahan biasanya dikonsumsi sebagai makanan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia. Penanganan pascapanen yang baik pada buah-buahan dapat mempertahankan kualitas buah-buahan yang akan didistribusikan ke konsumen. Mutu dari produk hortikultura harus dipertahankan. Dalam menjaga mutu produk hortikultura maka penanganan pascapanen menjadi sangat penting dalam mempertahankan mutu produk tersebut di pasaran. Dimana tujuan dari penanganan pascapanen sendiri antara lain untuk menjamin mutu produk, menghambat laju proses metabolisme dan memperpanjang umur simpan (Seesar 2009).

Pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan, penyimpanan dan distribusi buah-buahan dan sayur-sayuran. Distribusi dilakukan dengan menggunakan gerobak, hewan angkutan, kendaraan bermotor, kapal, perahu, kereta api dan pesawat. Dengan menyadari bahwa hasil itu telah beberapa kali dipindahkan dan implikasinya terhadap biaya pemasaran seluruhnya, telah cukup alasan untuk menempatkan masalah pengangkutan komoditi pertanian sebagai pusat perhatian. Saluran distribusi buah-buahan memiliki rantai yang panjang sehingga sangat mempengaruhi mutu komoditas pada saat sampai ke tujuan karena sifat dari produk pertanian yang mudah rusak. Ada tiga tahap utama jalur transportasi produk pertanian, yaitu: 1) dari lahan ke packing house, 2) dari packing house ke pasar dan 3) dari pasar ke konsumen.

Minimnya perhatian terhadap pengangkutan atau transportasi buah-buahan pada lingkungan tropis seperti Indonesia, dapat menimbulkan kerusakan buah yang cukup besar. Kerusakan tersebut diakibatkan penanganan selama pengangkutan yang kurang tepat. Misalnya dalam hal pemilihan jenis kemasan dan suhu penyimpanan. Kerusakan tersebut disebabkan oleh kondisi pengangkutan yang kurang memadai yang dapat mengakibatkan kerusakan fisiologis dan kerusakan fisik karena pemungutan dan pembongkaran yang kurang hati-hati, penggunaan wadah pengangkutan yang tidak sesuai dan terjadinya keterlambatan pada jalur pengangkutan (Anwar 2005). Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya kerugian-kerugian yang besar pada beberapa titik di urutan distribusi.

Menurut definisi, suatu kemasan merupakan unit penanganan untuk memudahkan pemindahan bahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Rancangan kemasan sedikit banyak bergantung pada sistem pengangkutan yang digunakan. Pengangkutan melalui jalan darat adalah yang paling penting dan akan tetap merupakan faktor utama di negara-negara berkembang di daerah tropika (Pantastico 1989). Oleh karena itu dalam hal-hal seperti yang telah dijelaskan di atas tampaklah dengan jelas adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengangkutan komoditi pertanian antara lain; penyampaian komoditi dengan cepat dan tepat, pengemasan dan kondisi pengangkutan yang tepat untuk menjamin terjaganya mutu serta harapan adanya keuntungan yang cukup dari hasil yang diperoleh (Pantastico 1989). Salah satu buah tropis yang penanganannya masih belum mendapat perhatian khusus adalah buah nanas. Tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) berasal dari Benua Amerika. Tanaman nanas merupakan tanaman yang banyak ditemukan di daerah yang beriklim tropis. Tanaman nanas masuk ke


(13)

2 Indonesia pada abad ke-15 sebagai pengisi lahan pekarangan (Santoso 1998). Sentra produksi buah nanas di Indonesia terdapat di lima provinsi yakni, Sumatera Utara (Simalungun, Tapanuli Selatan dan Asahan), Riau (Kepulauan Riau, Bengkalis, Kampar dan Bangkinang), Sumatera Selatan (Ogan Komering Ulu, Lematang Ilir, Palembang dan Musi Rawas), Jawa Barat (Bogor, Pandeglang, Sukabumi, Tasikmalaya dan Subang), serta Jawa Timur (Bangkalan, Blitar, kediri, Pasuruan, Banyuwangi, Jember dan Tulungagung). Nanas di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan bentuk daun dan buahnya (Santoso 1998). Terdapat dua golongan nanas, yaitu golongan cayene dan golongan queen.

Nanas jenis cayene adalah nanas Subang yang memiliki ciri-ciri buah besar menggelembung, mahkota buah kecil, mengandung banyak air, aroma kuat dan rasanya manis. Nanas jenis queen adalah nanas Bogor yang memiliki ukuran buah kecil, kulit kuning, daging buah berserat halus dan rasanya manis. Nanas Bogor banyak ditanam di kaki Gunung Salak. Buahnya kecil dengan bobot per buah 0.3-1 kg. Petani nanas Bogor biasanya mendistribusikan hasil panennya ke pasar tanpa menggunakan kemasan. Buah nanas hanya diikat dengan bilah bambu dan ditumpuk di bak kendaraan. Buah kemudian dibawa ke pasar. Para petani nanas Bogor sering melakukan sortasi buah lagi di pasar karena selama transportasi terdapat buah nanas yang rusak. Hal ini menjadi kerugian bagi petani tersebut.

Pengembangan nanas di Indonesia belum dilakukan secara serius. Meningkatnya luas panen dari tahun ke tahun menunjukkan nanas semakin diminati oleh petani. Meningkatnya luas panen menunjukkan bahwa buah nanas memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Nilai ekonomi yang tinggi ini tidak terlepas dari manfaat buah nanas yang cukup beragam. Sebagai produsen buah nanas terbesar ketiga setelah Thailand dan Brazil, produksi nanas nasional tentu menjadi komoditi yang sangat menjanjikan (FAO 2009). Data Departemen Pertanian pada tahun 2009 menyebutkan bahwa nanas menempati urutan pertama ekspor komoditas buah di Indonesia dengan volume ekspor ±148 000 ton dengan nilai hampir $90 juta pada 2003. Volume ekspor meningkat menjadi ± 269 000 ton pada 2008 dengan nilai tidak kurang dari $200 juta.

Di Indonesia, dalam upaya transportasi buah nanas dari petani pengumpul ke pasar sering terjadi penurunan bobot buah akibat luka memar atau kerusakan buah lainnya akibat getaran selama transportasi. Hal ini mengakibatkan penurunan nilai jual buah nanas serta daya tahan dan mutu buah nanas selama di pasar. Selama ini buah nanas diperdagangkan dalam keadaan segar. Pengangkutan yang seadanya dari petani mengakibatkan buah tidak dalam keadaan baik ketika sampai ke konsumen. Diperlukan penanganan yang tepat selama pengangkutan agar mutu buah tetap terjaga dengan baik. Salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan jenis kemasan yang sesuai untuk kondisi pengangkutan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari penurunan mutu buah nanas (Ananas comosus (L.)

Merr.) dalam kemasan setelah transportasi darat. Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui kerusakan mekanis pada buah nanas dalam kemasan setelah simulasi transportasi

2. Mempelajari penurunan mutu buah nanas (melalui parameter mutu susut bobot, warna, kekerasan, total padatan terlarut) dalam kemasan setelah simulasi transportasi

3. Menentukan jenis kemasan yang baik digunakan untuk buah nanas pada transportasi darat.


(14)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Botani Nanas

Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr.). Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa Inggris disebut

pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi di sana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini keFilipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15, atau sekitar tahun 1599.Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan kemudian meluas dandikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kinidipelihara di daerah tropik dan sub tropik.

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nanas, yaitu

cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), spanyol/spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan cayene dan queen. Golongan spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nanas Bogor, Subang dan Palembang (Anonim 2005).

Sentra penanaman buah nanas di Indonesia terdapat di daerah Sumatera utara, Jawa Timur, Riau, Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Pada masa mendatang amat memungkinkan propinsi lain memprioritaskan pengembangan nanas dalam skala yang lebih luas dari tahun-tahun sebelumnya. Luas panen nanas di Indonesia ±165 690 hektar atau 25.24% dari sasaran panen buah-buahan nasional (657 000 hektar). Beberapa tahun terakhir luas areal tanaman nanas menempati urutan pertama dari 13 jenis buah-buahan komersial yang dibudidayakan di Indonesia. Produksi buah nanas di beberapa sentra utama nanas di Indonesia tahun 2007 dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Produksi nanas di beberapa sentra utama nanas di Indonesia tahun 2007 Kecamatan Jumlah produksi (ton)

Jawa Barat 615 375

Lampung 303 766

Sumatera Selatan

141 542

Jawa Timur 90 875


(15)

4

Gambar 1. Nanas varietas queen dengan mahkotanya

Tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan iklim basah maupun kering, baik tipe iklim A, B, C maupun D, E, F. Tipe iklim A terdapat di daerah yang amat basah, B (daerah basah), C (daerah agak basah), D (daerah sedang), E (daerah agak kering) dan F (daerah kering). Pada umumnya tanaman nanas ini toleran terhadap kekeringan serta memiliki kisaran curah hujan yang luas sekitar 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman nanas tidak toleran terhadap hujan salju karena rendahnya suhu. Tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik dengan cahaya matahari rata-rata 33-71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam. Suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman nanas adalah 23-32 o

C, tetapi juga dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 10oC(Anonim 2003).

Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, sirop dan lain-lain. Rasa buah nanas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nanas. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak. Kandungan nilai gizi buah nanas dapat dilihat pada Tabel 3.

Nanas cocok ditanam di ketinggian 800-1200 m dpl. Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m dpl. Panen buah nanas dilakukan setelah nanas berumur 12-24 bulan, tergantung dari jenis bibit yang digunakan. Bibit yang berasal dari mahkota bunga berbuah pada umur 24 bulan, hingga panen buah setelah berumur 24 bulan. Tanaman yang berasal dari tunas batang dipanen setelah umur 18 bulan, sedangkan tunas akar setelah berumur 12 bulan (Haryanto dan Hendarto 1996). Ciri-ciri buah nanas yang siap dipanen:

1. Mahkota buah terbuka 2. Tangkai buah mengkerut

3. Mata buah lebih mendatar, besar dan bentuknya bulat 4. Warna bagian dasar buah kuning


(16)

5 Pemanenan buah nanas dilakukan bertahap sampai tiga kali. Panen pertama sekitar 25%, kedua 50%, dan ketiga 25% dari jumlah yang ada. Tanaman yang sudah berumur 4-5 tahun perlu diremajakan karena pertumbuhannya lambat dan buahnya kecil. Cara peremajaan adalah membongkar seluruh tanaman nanas untuk diganti dengan bibit yang baru. Potensi produksi per hektar pada tanaman nanas yang dibudidayakan intensif dapat mencapai 38-75 ton/hektar. Pada umumnya rata-rata 20 ton/hektar, tergantung jenis nanas dan sistem tanam.

Tingkat kematangan untuk dipanen bagi buah nanas sebagian besar tergantung pada tujuan atau penggunaan akhirnya. Buah yang digunakan biasanya dipetik bila warna kuning sudah mencapai 25%. Pada tingkat kemasakan ini buah mempunyai total padatan terlarut tinggi dan keasaman rendah (Anon 1965). Buah nanas mengalami perubahan-perubahan selama pemasakan dan pematangan. Warna kulit buah seperti berikut ini biasanya digunakan untuk menentukan berbagai tingkat kemasakan. Klasifikasi buah nanas berdasarkan warna kulit buah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi buah nanas berdasarkan warna kulit buah

Klasifikasi buah

Warna Kulit Buah nanas

No. 0 semua mata hijau seluruhnya, tanpa tanda-tanda kuning

No. 1 tidak lebih dari 20% mata jelas berwarna kuning

No. 2 tidak kurang dari 20% tetapi tidak lebih dari 40% matanya jelas mulai berwarna kuning

No. 3 tidak kurang dari 55% tetapi tidak lebih dari 65% dari mata-matanya jelas berwarna kuning

No. 4 tidak kurang dari 65% tetapi tidak lebih dari 90% dari matanya berwarna kuning penuh

No. 5 tidak kurang dari 90% matanya berwarna kuning penuh, tetapi tidak lebih dari 20% matanya berwarna jingga kemerah-merahan

No. 6 20 sampai 100% mata-matanya berwarna jingga kemerah-merahan

No. 7 kulit berwarna pirang kemerah-merahan dan memperlihatkan tanda-tanda pembusukan .

Menurut (Akamine 1963) buah nanas yang secara komersial dikapalkan dari Hawaii sudah mempunyai warna kuning sedikit pada permukaannya sewaktu dipetik. Buah nanas berwarna kuning sedikit sampai separuh permukaan berwarna kuning mempunyai daya simpan lebih baik dari pada mempunyai warna kuning yang lebih banyak, sedang buah yang belum menguning mungkin belum cukup tua untuk menghasilkan mutu optimum.

Buah nanas termasuk komoditi buah yang mudah rusak, susut dan cepat busuk. Oleh karena itu, setelah panen memerlukan penanganan pascapanen yang memadai. Setelah panen dilakukan pengumpulan buah ditempat penampungan hasil atau gudang sortasi. Kegiatan sortasi dimulai dengan memisahkan buah yang rusak, memar, busuk, atau mentah secara tersendiri dari buah yang bagus dan normal. Klasifikasi buah berdasarkan bentuk dan ukuran yang seragam, jenis maupun tingkat kematangannya.


(17)

6 Tabel 3. Kandungan gizi buah nanas segar (100 gram bahan segar)

No. Kandungan gizi Jumlah

1. Kalori 52.00 kal

2. Protein 0.40 g

3. Lemak 0.20 g

4. Karbohidrat 16.00 g

5. Fosfor 11.00 mg

6. Zat Besi 0.30 mg

7. Vitamin A 130.00 SI

8. Vitamin B1 0.08 mg

9. Vitamin C 24.00 mg

10. Air 85.30 g

11. Bagian dapat dimakan 53.00%

(Sumber : Buletin Teknopro Hortikultura Edisi 71 Juli 204. Manfaat Nanas Bagi Kesehatan)

2.2 Pengemasan

Pengemasan berfungsi untuk mempertahankan produk agar lebih bersih dan memberikan perlindungan dari kotoran dan pencemaran. Melindungi bahan pangan terhadap kerusakan fisik, memudahkan dalam penyimpanan, transportasi dan distribusi, serta memberikan daya tarik penjualan. Bahan pengemas digunakan untuk membatasi bahan pangan dengan lingkungan luar yang bertujuan untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Bucklet et al. 1997). Buah-buahan dan sayuran segar berbeda dengan komoditi yang telah diolah, karena buah dan sayuran tetap merupakan organisme hidup sampai bahan-bahan itu dimakan atau dimasak. Sebagai jaringan hidup, buah dan sayuran terus melakukan respirasi dan transpirasi. Buah dan sayuran mengalami perubahan kimiawi dan fisiologis dan dapat diserang oleh mikroorganisme. Semua faktor itu berpengaruh terhadap penurunan mutu komoditi setelah pemanenan (Pantastico 1989).

Pengemasan buah ialah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi dan biologis (Satuhu 1993). Tujuan pengemasan secara umum ialah:

1. Melindungi hasil terhadap kerusakan 2. Melindungi dari kehilangan air 3. Melindungi dari pencurian

4. Mempermudah dalam pengangkutan

5. Mempermudah penyusunan baik dalam pengangkutan maupun penyimpanan, dan 6. Mempermudah dalam perhitungan.

Semua prosedur penanganan termasuk pengemasan harus diarahkan kepada penghambatan proses ini, tanpa mematikan sel-sel dalam komoditi atau merusak mutunya. Menurut Satuhu (1993) keuntungan yang diperoleh dari pengemasan banyak sekali. Tentu saja tidak semua kemasan memberikan keuntungan yang sama. Keuntungan yang dapat kita peroleh dengan melakukan pengemasan antara lain:


(18)

7 1. Lebih efisien dalam pengangkutan maupun pemasaran

2. Memungkinkan penggunaan teknologi pengemasan dengan modifikasi atmosfer 3. Buah yang dikemas tampak bersih dan memenuhi syarat kesehatan

4. Memberikan pelayanan penjualan yang lebih baik pada konsumen 5. Mengurangi biaya pengangkutan

6. Memungkinkan menggunakan cara-cara pengangkutan baru.

Secara garis besar bahan untuk kemasan digolongkan menjadi tiga macam, yaitu bahan kemasan yang bersifat kaku, semi kaku dan fleksibel. Bahan kemasan yang bersifat kaku contohnya kemasan yang terbuat dari logam, kaca, kayu, bambu dan sebagainya. Bahan yang bersifat semi kayu contohnya aluminium, karton bergelombang, kardus dan sebagainya. Sedangkan bahan kemasan yang bersifat fleksibel contohnya kertas, plastik, daun pisang, karung goni, dan sebagainya. Penggunaan bahan kemasan tergantung pada jenis produk yang dikemas, tujuan pengemasan, serta pertimbangan teknis, estetika dan ekonomis.

Kemasan dapat digunakan untuk sekali atau beberapa kali pengiriman. Di negara maju, pengemasan untuk pengiriman umumnya digunakan sekali saja. Di negara berkembang, kemasan dapat digunakan hingga berulang kali. Keranjang dan peti kayu sering dimanfaatkan ulang atau dijual untuk digunakan kembali. Pengemasan buah untuk pemasaran lokal umumnya menggunakan peti kayu, peti karton, keranjang bambu, keranjang plastik, dan jaring (Satuhu 1993). Peti kayu adalah kemasan buah yang paling banyak digunakan di Indonesia. Alasannya selain ringkas dan rapi, biaya kemasan relatif tidak mahal karena bahan kayu yang digunakan dari jenis yang murah.

Menurut Satuhu (1993) buah keras dimungkinkan untuk dikirim tanpa kemasan memadai,. Contohnya pisang, durian, semangka, dan lain-lain. Buah seperti ini bisa dihamparkan di bak kendaraan dan disusun secara bertumpuk. Dari sentral produksinya, buah ini dimuat begitu saja ke dalam bak truk untuk dikirim ke kota atau daerah lain. Akan tetapi perlu diingat bahwa kualitas buah yang dikirim tanpa dikemas lebih gampang menurun. Penumpukan buah di dalam bak kendaraan tanpa dikemas bertujuan menekan biaya pengiriman. Jumlah buah yang ditumpuk jelas mampu dimuat lebih banyak dalam bak kendaraan. Produk pertanian seperti buah-buahan dan sayuran merupakan bahan yang mudah mengalami kerusakan mekanis. Kerusakan mekanis yang bisa terjadi pada bahan dalam kemasan selama transportasi, antara lain:

1. Kerusakan tekanan atau Kompresi

Kerusakan ini disebabkan oleh tekanan yang terlalu besar terhadap bahan. Kerusakan seperti ini bisa terjadi pada bahan yang berada pada tumpukan bagian bawah.

2. Kerusakan Bentur

Kerusakan bentur adalah kerusakan yang terjadi karena bahan jatuh menimpa bahan yang lain atau mengenai permukanaan kemasan. Permukaan kemasan yang kasar dan keras akan memperbesar kerusakan yang terjadi.


(19)

8 3. Kerusakan Vibrasi

Kerusakan ini terjadi karena terlontar-lontarnya bahan pada lapisan atas selama terjadi goncangan dalam transportasi. Kerusakan ini mudah terjadi pada kemasan yang tidak terisi penuh.

Menurut Paine dan Paine (1983), sifat-sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah: 1. Sesuai dengan sifat produk yang dikemas

2. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama transportasi dan penyimpanan

3. Memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi produk tertentu yang memang membutuhkan) 4. Menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat

produsen, dan tujuan pengiriman

5. Dapat dibongkar dengan mudah tanpa harus menggunakan buku petunjuk secara khusus.

2.3 Transportasi Komoditas Pertanian

Transportasi dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Transportasi dimulai dari lahan ke tempat-tempat pengumpulan yang kemudian dilanjutkan ke mata rantai berikutnya dengan alat yang ada. Transportasi merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah atau sayur (Pantastico 1989). Di bawah kondisi tropika terjadi kerugian-kerugian yang besar pada beberapa titik dalam urutan distribusi yang disebabkan oleh kerusakan komoditi, penanganan kasar, kelambatan-kelambatan yang tidak dapat dihindarkan, pemuatan dan pembongkaran yang kurang baik, penggunaan wadah-wadah untuk pengangkutan yang tidak sesuai, dan kondisi pengangkutan yang kurang memadai.

Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai di tempat tujuan mencapai kurang lebih 30-50% (Soedibyo 1992). Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pascapanen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Dalam proses pengangkutan, kenyataannya kondisi jalan memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan guncangan terjadi pada saat produk pertanian di transportasikan. Tingkat ketidakrataan ini disebut dengan amplitudo sedangkan tingkat keseringan atau kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan disebut dengan frekuensi. Kondisi jalan yang semakin buruk akan memperbesar amplitudo dan frekuensi yang akan mempengaruhi mutu produk pertanian.

Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut bobot dan memperpendek masa simpan. Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut (Purwadaria 1992). Pada semua jenis kemasan terjadi kememaran pada buah yang disebabkan oleh getaran sebagai dampak pengangkutan. Pada umumnya semakin kecil wadah/kemasannya semakin besarlah persentase kememarannya. Besar kecilnya kememaran selama pengangkutan tergantung pada frekuensi, amplitudo


(20)

9 dan lamanya getaran, amplitudo getaran dasar peti, ketinggian buah dalam wadah, dan sifat-sifat jenis buahnya (Pantastico 1989).

Pengangkutan melalui jalan darat adalah yang paling penting dan akan tetap merupakan faktor utama di negara-negara berkembang di daerah tropika. Usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi pengangkutan dapat dimulai dengan pembuatan wadah-wadah yang terisolasi dengan baik. Pertimbangan-pertimbangan dasar untuk pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh adalah sebagai berikut:

1. Pada pengangkutan dalam jangka waktu pendek, komoditi harus dilindungi terhadap kerusakan-kerusakan mekanik dan kemungkinan terkena suhu-suhu yang ekstrem. Penanganan secara kasar sewaktu pemuatan dan pembongkaran harus dihindarkan

2. Untuk pengangkutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi yang disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme-organisme pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang mengandung banyak air atau pematangan buah.

Pememaran selama pengangkutan dapat meningkatkan kerugian karena pengupasan kulit yang terlalu tebal dan pemotongan buah dalam pengolahan, serta menambah jumlah buah-buah yang harus dibuang (diapkir). Untuk memperoleh gambaran tentang kerusakan mekanis yang dialami oleh produk pertanian selama transportasi maka Purwadaria, dkk telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat mewakili goncangan yang dialami produk pertanian dalam kondisi jalan yang sebenarnya.

2.4

Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Alat simulasi transportasi dirancang untuk memperoleh gambaran tentang kerusakan mekanis yang diterima oleh produk hortikultura apabila terkena goncangan. Alat ini dibuat oleh Purwadaria, dkk sesuai dengan kondisi dalam dan luar kota. Produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Hal ini dapat dipercepat dengan adanya luka dan memar setelah mengalami pengangkutan dari kebun ke tempat pemasaran. Untuk transportasi jarak jauh dalam satu pulau, yang lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin sedangkan transportasi kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin (Purwadaria 1992).

Menurut Soedibyo (1992), goncangan yang dominan untuk simulasi transportasi dengan truk adalah goncangan pada arah vertikal, sedangkan goncangan pada kereta api adalah goncangan horizontal. Goncangan lain seperti puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya sangat kecil. Dasar perbedaan antara jalan dalam dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, maupun dengan jalan buruk aspal dan jalan buruk berbatu. Frekuensi alat angkut yang tinggi bukan penyebab utama kerusakan buah dalam pengangkutan. Yang lebih berpengaruh terhadap kerusakan buah adalah amplitudo jalan (Darmawati 2004).

2.5 Penyimpanan buah

Tujuan penyimpanan buah adalah untuk memperpanjang waktu ketersediaannya sampai kepada konsumen dan menyediakannya untuk memenuhi permintaan pasar (Satuhu 2004). Menurut Pantastico et.


(21)

10

al. (1975), penyimpanan buah-buahan dan sayuran dapat memperpanjang daya guna dan dalam kemasan tertentu dapat mempertahankan mutunya. Setiap varietas atau jenis buah tidak memiliki kondisi penyimpanan yang sama. Salah satu faktor penting dari lingkungan buah adalah suhu penyimpanannya.

Suhu harus dijaga agar tetap konstan demikian pula kelembabannya (Satuhu 2004). Kelembaban udara yang rendah dapat mempercepat terjadinya transpirasi atau penguapan sehingga dapat menyebabkan kehilangan bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Selain itu, dengan mengurangi suhu dapat memperlambat terjadinya metabolisme, menghambat terjadinya perubahan, dan mengurangi kehilangan air dan peningkatan patogen (Pantastico 1975).

Buah yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan mengalami kerusakan, yang dikenal dengan kerusakan atis (chilling injury). Gejala kerusakan chilling injury terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, pencoklatan kulit dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas.


(22)

11

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari minggu pertama Maret 2011 hingga minggu terakhir Mei 2011.

3.2

Bahan

Bahan baku utama yang digunakan adalah buah nanas varietas queen atau biasa dikenal dengan nanas Bogor. Nanas Bogor banyak ditanam di kaki gunung Salak. Buahnya kecil dengan bobot per buah 0.3-1 kg. Buah nanas ini diperoleh dari petani nanas di Ciapus, Jawa Barat. Selain itu, pada penelitian ini juga digunakan dua jenis kemasan yaitu karung plastik dan peti kayu.

3.3 Parameter Mutu

Parameter mutu yang diamati pada penelitian ini adalah susut bobot buah, perubahan warna buah, kekerasan buah, total padatan terlarut buah yang menggambarkan tingkat kemanisan buah nanas, serta kerusakan mekanis akibat goncangan selama simulasi berupa luka memar buah nanas.

3.4 Alat

Peralatan yang digunakan terdiri atas meja getar dengan kompresor, timbangan mettler untuk mengukur susut bobot, timbangan kapasitas 150 kg, rheometer tipe CR-300DX untuk mengukur kekerasan, refractometer digital untuk mengukur total padatan terlarut, chromameter untuk mengukur warna buah nanas serta alat-alat lainnya yang menunjang terlaksananya penelitian ini.

3.5

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2. Buah nanas yang telah dipanen dari kebun nanas di daerah kaki Gunung Salak Ciapus Bogor, dibersihkan terlebih dahulu, dipisahkan dari kotoran kemudian di sortasi. Sortasi dilakukan berdasarkan bobot buah nanas. Sejumlah nanas dengan bobot total 7 kg dimasukkan ke dalam peti kayu dan karung plastik. Hal ini sesuai dengan kondisi pengangkutan buah nanas Bogor dari petani ke pasar Induk. Setelah buah nanas dimasukkan ke dalam setiap kemasan (peti kayu dan karung plastik), kemasan karung plastik diikat dengan tali untuk menjaga posisi buah nanas tidak bergeser. Sedangkan nanas dengan kemasan peti kayu ditutup dengan papan kayu dan menggunakan paku untuk merekatkannya. Ukuran peti kayu 50 x 31 x 35 cm. Kemudian kemasan diletakkan di atas meja simulator.

Di atas meja simulator getar, dilakukan penyusunan dengan 2 tumpukan tiap jenis kemasan. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan posisi penyusunan buah nanas selama transportasi pada keadaan yang sebenarnya. Simulasi transportasi dilakukan pada arah vertikal selama 54 menit (setara jarak Bogor ke


(23)

12 Jakarta) dengan frekuensi rata-rata 3.18 Hz dan amplitudo rata rata 3.15 cm. Sebagai pembanding, simulasi juga dilakukan selama 104 menit (setara jarak Bogor ke Bandung) dengan frekuensi rata-rata 3.12 Hz dan amplitudo rata rata 4.26 cm. Selama simulasi, dilakukan pengukuran amplitudo dan frekuensi setiap 20 menit, kemudian dirata-ratakan. Terdapat perbedaan amplitudo dan frekuensi untuk kedua waktu simulasi. Pada simulasi 104 menit, amplitudo yang dihasilkan lebih dari 4 cm. Hal ini disebabkan karena keadaan meja simulator yang tidak bisa di set agar menghasilkan amplitudo sesuai dengan perhitungan yang dilakukan. Amplitudo yang dihasilkan selalu lebih dari 4 cm. Hal ini kemudian diatasi dengan pengurangan waktu simulasi, yang seharusnya 140 menit menjadi 104 menit.

Penggetaran dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing waktu simulasi. Setelah dilakukan simulasi transportasi, buah nanas yang dikemas diangkat, kemudian dipindahkan dari meja getar. Dilakukan pengamatan terhadap kerusakan buah nanas untuk mengetahui persentase buah nanas yang mengalami kerusakan akibat vibrasi selama simulasi transportasi. Buah nanas dari tiap-tiap kemasan kemudian secara acak diambil dan didiamkan pada suhu ruang. Hal ini dilakukan karena setelah simulasi transportasi belum terlihat tanda-tanda kerusakan mekanis yang jelas. Buah nanas tersebut kemudian dijadikan sampel untuk menghitung susut bobot, warna, tingkat kekerasan, dan total padatan terlarut pada saat mulai terjadi perubahan kualitas nanas. Pengamatan dilakukan pada hari pertama dan hari keempat.

Buah nanas

Sortasi

Nanas dengan bobot 7 kg (± 18-22 buah)

Dimasukkan ke dalam peti kayu Dimasukkan ke dalam karung plastik

Diletakkan di atas meja simulator Diletakkan di atas meja simulator (2 tumpukan) (2 tumpukan)

simulasi 54 menit simulasi 104 menit simulasi 54 menit simulasi104 menit

Diambil sampel nanas Dibiarkan pada suhu ruangan

Diamati susut bobot, warna, kekerasan, total padatan terlarut dan kerusakan mekanis pada hari pertama dan keempat


(24)

13

3.6 Kesetaraan Simulasi Transportasi

Simulasi transportasi dilakukan dengan di atas meja getar yang dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan Soedibyo (1992) kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah.

Gambar 3. Meja getar yang digunakan untuk simulasi transportasi Untuk perhitungan simulasi 1 jam setara dengan jarak tempuh, digunakan rumus:

Keterangan :

LG = jumlah luas getaran simulasi selama 1 jam adalah jumlah getaran seluruh vibrator selama 1 jam dikali dengan luas satu siklus getaran vibrator (cm2/jam)

JG = jumlah luas getaran truk di luar kota (cm2/jam)

Jumlah getaran simulasi (1 jam) dan jumlah luas getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km berturut-turut dengan rumusan di bawah ini:

Jumlah luas simulasi (1 jam):

Lm = [ m sin mT dT] × 1 jam × fm

Jumlah luas getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km : Lt = [ m sin mT dT] × 130 × 60 × ft


(25)

14 Keterangan:

L = luas siklus getaran (cm2/getaran) A = amplitudo (cm)

= kecepatan sudut (getaran/detik) T = periode getaran (detik/getaran) F = frekuensi getaran (HZ)

3.7 Pengamatan

1. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak hari pertama pasca simulasi sampai hari keempat pasca simulasi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan mettler. Pengukuran dilakukan pada buah nanas lengkap dengan mahkotanya. Foto pengukuran susut bobot dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah. Persamaan yang digunakan untuk menghitung bobot adalah sebagai berikut:

Keterangan : a = berat bahan hari pertama pasca simulasi (gram) b = berat bahan hari keempat pasca simulasi (gram)

Gambar 4. Pengukuran bobot buah nanas dengan timbangan mettler

2. Warna

Nilai warna diperoleh dengan menggunakan alat chromameter. Nilai warna yang dihasilkan adalah nilai Hunter Lab. Nilai L mengidentifikasikan tingkat kecerahan, nilai a mengidentifikasikan tingkatan warna hijau hingga merah sedangkan nilai b mengidentifikasikan tingkatan warna biru hingga kuning. Pengukuran warna dilakukan dengan meletakkan chromameter pada permukaan kulit buah nanas dan


(26)

15 diposisikan agar cahaya chromameter mengenai bagian di antara mata buah nanas Berikut adalah gambar

chromameter yang digunakan saat mengukur nilai warna buah nanas.

Gambar 5. Pengukuran warna pada buah nanas

(kiri) chromameter, alat untuk mengukur warna buah nanas, (kanan) buah nanas yang diukur warnanya

3. Kekerasan

Kekerasan buah nanas diukur dengan mengunakan rheometer. Beberapa pengaturan yang dilakukan saat menggunakan alat ini, disesuaikan untuk keadaan buah nanas yamg memiliki kulit buah cukup tebal, antara lain mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan jarum 60 mm/m dan diameter jarum 5 mm. Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan dengan memberikan tekanan pada tiga titik yaitu bagian pangkal, tengah, dan atas pada buah nanas, kemudian dirata-ratakan nilainya. Bagian yang diukur kekerasannya adalah bagian diantara mata buah nanas karena bagian mata buah nanas cukup keras. Pengukuran kekerasan buah nanas dapat dilihat pada Gambar 6.

celah diantara mata buah nanas yang diukur kekerasannya

(a) (b) Gambar 6. Pengukuran kekerasan buah nanas


(27)

16

4. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer digital. Buah nanas dikupas kemudian diambil daging buahnya pada bagian pangkal, tengah dan atas. Buah nanas dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula dengan meletakkan cairan daging buah yang telah dihancurkan pada prisma refractometer. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refractometer

dibersihkan dengan alkohol, hal ini dilakukan agar nilai pada pengukuran sampel selanjutnya tidak dipengaruhi oleh pengukuran sampel sebelumnya. Angka yang tertera pada refractometer menunjukkan

kadar total padatan terlarut (˚Brix.) yang mewakili rasa manis. Gambar 7 menunjukkan alat (refractometer) dan bahan (alkohol, tissue dan plastik) yang digunakan untuk mengukur total padatan terlarut daging buah nanas.

Gambar 7. Pengukuran total padatan terlarut dengan menggunakan refractometer

5. Tingkat Kerusakan Mekanis

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan mekanis yang terjadi setelah simulasi pengangkutan dilakukan pada hari keempat berdasarkan ada tidaknya luka memar ataupun luka gores pada buah nanas dari masing-masing kemasan. Kegiatan pengujian dilakukan secara visual, yaitu pengamatan langsung dengan mata terhadap kerusakan buah nanas. Kemudian diperkirakan persentase kerusakan yang terjadi. Persentase diperoleh dengan membandingkan antara bagian buah nanas yang rusak terhadap keseluruhan bagian buah nanas. Pada hari pertama pasca simulasi belum terlihat memar akibat simulasi transportasi, memar baru terlihat pada hari keempat. Kerusakan pada buah nanas adalah luka memar, buah nanas yang mengalami kerusakan dapat dilihat pada Gambar 8. Luka memar terjadi akibat adanya benturan antara buah dengan dinding kemasan atau tekanan sesama buah.


(28)

17

memar pada buah nanas

Gambar 8. Memar pada buah nanas pada pengamatan hari keempat

3.8

Rancangan percobaan

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama. Pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan penelitian untuk menentukan perubahan kualitas nanas setelah ditransportasi mulai terjadi pada hari ke berapa. Pada penelitian utama dilakukan dengan mengamati kerusakan mekanis, perubahan warna, jumlah total padatan terlarut, tingkat kekerasan dan susut bobot pada nanas setelah transportasi dengan menggunakan kemasan peti kayu dan karung plastik.

Variabel penelitian yang diterapkan adalah perbedaan jenis kemasan yaitu peti kayu dan karung plastik serta dikombinasikan secara acak lengkap dengan dua perlakuan waktu penggetaran meja getar. Dua perlakuan ini akan dikombinasikan dalam rancangan percobaan acak kelompok lengkap faktorial dengan tiga ulangan dengan faktor pertama berupa jenis kemasan dan faktor kedua berupa lama penggetaran.

Faktor-faktor tersebut diidentifikasi sebagai berikut: a) Jenis kemasan

B1 = Kemasan peti kayu B2 = Kemasan karung plastik b) Lama penggetaran

C1 = 54 menit C2 = 104 menit

Tabel 4. Faktor perlakuan buah nanas

Faktor 1,2

C1 C2

B1 B1C1 B1C2


(29)

18 Tabel 5. Tabulasi data yang dapat dibuat dari kombinasi

B1 Ulangan C1 C2 Total(Yi)

1 Y111 Y121 Y1i

2 Y112 Y122

3 Y113 Y123

Total (Y1j) Y11 Y11

B2 1 Y211 Y221 Y2i

2 Y212 Y222

3 Y213 Y223

Total (Y2j) Y21 Y22

Total (Yj) Y1j Y2j Yijk

Faktor perlakuan buah nanas serta tabulasi data yang dapat dibuat dari kombinasi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Model rancangan percobaan yang digunakan ialah:

Y(ijk) = µ + Bi + Cj + (BC)ij+ εijk

Keterangan:

Y ijk) = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = nilai rata-rata dari seluruh nilai pengamatan Ai = pengaruh utama faktor B (jenis kemasan) Bj = pengaruh utama faktor C (waktu simulasi)

εijk = pengaruh kesalahan percobaan

Pengamatan dilakukan pada hari pertama dan keempat terhadap beberapa respon. Respon yang diamati adalah susut bobot, warna, uji kekerasan, total padatan terlarut dan kerusakan mekanis. Pada setiap respon diamati pengaruh dari kombinasi faktor yang diberikan sehingga dapat diketahui apakah jenis kemasan dan waktu penggetaran akan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan buah nanas. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan taraf nyata 5%, dan dilanjutkan dengan analisis


(30)

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pengemasan Buah Nanas

Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi, terlebih dahulu dilakukan pengemasan. Kerusakan mekanis sering terjadi di lapangan akibat dari penanganan buah nanas yang kurang hati-hati, gesekan antara buah nanas dan benturan atau gesekan buah nanas dengan kemasan. Maka pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan untuk buah nanas. Di lapangan, kemasan yang saat ini sering dipergunakan adalah peti kayu (Pantastico 1989). Kemasan karung plastik tidak digunakan pada proses pendistribusian buah nanas di lapangan. Bahkan, ada beberapa petani buah nanas yang tidak mengemas hasil panennya pada saat didistribusikan ke pasar. Jenis kemasan yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu peti kayu dengan dimensi 50 cm x 31 cm x 35 cm dan kapasitas 20 kg serta kemasan karung plastik kapasitas 50 kg. Berikut adalah gambar dua jenis kemasan yang digunakan.

Gambar 9. Kemasan karung plastik yang telah diisi dengan 7 kg buah nanas

Gambar 10. Kemasan peti kayu yang telah diisi dengan 7 kg buah nanas

Buah nanas dikemas sebanyak 7 kg untuk setiap jenis kemasan, jumlah ini ditentukan berdasarkan ketersediaan ukuran kemasan yang digunakan dan kapasitas minimum kemasan yang digunakan oleh para pedagang pengumpul. Kemudian akan didistribusikan ke tujuan selanjutnya.


(31)

20 Berdasarkan kapasitas kemasan, pada karung plastik tersedia ukuran dengan kapasitas 50 kg sedangkan kapasitas peti kayu yang digunakan adalah 20 kg. Peti kayu yang digunakan adalah peti kayu dengan kapasitas lebih besar. Hal ini dilakukan untuk memberi ruang bagi mahkota buah nanas. Posisi penyusunan buah nanas di dalam peti kayu dapat dilihat pada Gambar 11. Posisi buah nanas di dalam kemasan disusun dalam 1 lapisan untuktiap jenis kemasan. Jenis kemasan karung plastik cukup banyak tersedia di pasaran, ringan dan dapat digunakan beberapa kali. Pada kemasan peti kayu, dibuat sesuai dengan kebutuhan agar dapat memuat 7 kg buah nanas.

ruang kosong ko

(a) (b)

Gambar 11. Skema posisi buah nanas dalam kemasan peti kayu (a) tampak atas, (b) tampak depan

4.2

Kesetaraan Simulasi Transportasi

Lama waktu yang digunakan untuk simulasi transportasi darat pada buah nanas yaitu 54 menit dan 104 menit. Ilustrasi gerakan pada truk dan meja simulasi transportasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk waktu 54 menit, setara dengan jarak antara lokasi petani buah nanas di daerah Ciapus, kaki Gunung Salak Bogor menuju pasar induk Jakarta (± 49 km). Untuk perbandingan jarak yang lain dilakukan simulasi transportasi darat selama 104 menit. Waktu 104 menit ini setara dengan jarak dari lokasi petani buah nanas di daerah Ciapus, kaki Gunung Salak Bogor menuju Bandung (± 126 km). Amplitudo dan Frekuensi yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pemilihan waktu simulasi ini disesuaikan dengan tujuan penelitian dan berdasarkan jarak distribusi buah nanas Bogor di lapangan.

Kesetaraan waktu simulasi transportasi dengan jarak yang ditempuh dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pada simulasi meja getar, amplitudo dan frekuensi di atur agar dapat merepresentasikan goncangan yang terjadi pada truk. Akan tetapi untuk simulasi 104 menit, amplitudo dan frekuensi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan yang telah dirancang yaitu sekitar 3.15 cm. Hal ini kemudian disesuaikan dengan pengurangan waktu simulasi. Untuk simulasi 104 menit, buah nanas yang mengalami kerusakan lebih banyak dibanding dengan waktu simulasi 54 menit. Meja getar yang dalam keadaan tidak baik sehingga amplitudo yang dihasilkan meja getar selalu melebihi 4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo berpengaruh terhadap kerusakan mekanis pada buah nanas. Dalam proses pengangkutan perlu diperhatikan kondisi lingkungan. Pengangkutan dengan truk tanpa pendingin sebaiknya dilakukan pada malam hari untuk menghindari suhu lingkungan yang dapat merusak komoditas pertanian. Untuk mengurangi kerusakan mekanis selama transportasi maka dibutuhkan kemasan yang dapat meredam getaran yang dapat menyebabkan terjadinya gesekan, baik itu gesekan antara buah nanas maupun gesekan buah nanas dengan kemasannya.


(32)

21

4.3

Susut Bobot Buah Nanas

Setelah simulasi transportasi, dilakukan pengukuran bobot buah nanas. Kehilangan kandungan air pada produk dapat diartikan sebagai susut bobot. Kehilangan air pada buah nanas dapat mempengaruhi penampilan fisik, tekstur dan nilai gizi buah (Prajati 2006). Kandungan air dalam bahan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan pada mikroba. Air berkaitan erat dengan daya awet bahan. Kerusakan pada buah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehilangan air. Jika luka pada permukaan suatu komoditi pertanian relatif lebih besar maka penguapan air akan relatif lebih cepat juga.

Susut bobot pada buah nanas terjadi akibat proses respirasi dan transpirasi. Proses transpirasi berjalan lebih cepat karena buah kehilangan pelindungnya, hal ini dapat dipicu oleh gesekan dan benturan pada saat simulasi transportasi. Luka pada kulit buah nanas memacu meningkatnya respirasi senyawa kompleks yang biasanya terdapat di dalam sel, seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya (Wills et al. 1981). Proses respirasi dipicu lebih cepat pada buah yang kulit buah atau daging buahnya memar ataupun terluka.

Gambar 12 di bawah, menunjukkan persentase penurunan bobot rata-rata sampel setelah transportasi untuk waktu simulasi 54 menit dan 104 menit. Penurunan bobot buah nanas diamati setelah simulasi transportasi. Tabel 6 menyajikan persentase penurunan susut bobot buah nanas untuk berbagai waktu simulasi dan jenis kemasan. Untuk waktu simulasi 54 menit susut terbesar terdapat pada buah nanas yang dikemas dengan karung plastik yaitu mencapai 7.93% sedangkan untuk buah nanas dengan waktu simulasi 104 menit, susut bobot terbesar dialami oleh buah nanas dengan kemasan peti kayu yaitu mencapai 20.18%. Persentase penurunan susut bobot menunjukkan bahwa lama simulasi yang mewakili kerusakan yang diterima oleh buah nanas mempengaruhi nilai susut bobot. Data bobot buah nanas untuk kemasan karung plastik dan peti kayu dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

Tabel 6. Susut bobot (%) buah nanas setelah simulasi

waktu simulasi Karung Plastik Peti Kayu 54 menit 7.93 7.77

104 menit 16.58 20.18

Pada waktu simulasi 54 menit, susut bobot buah nanas untuk masing-masing kemasan tidak terlalu berbeda. Buah nanas dengan kemasan karung plastik memiliki nilai susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan peti kayu. Tetapi perbedaannya tidak terlalu tinggi. Untuk simulasi 104 menit, penurunan bobot buah nanas dengan kemasan peti kayu mencapai 20.18% sementara dengan kemasan karung plastik 16.58%. Tingginya susut bobot buah nanas dengan kemasan peti kayu dapat disebabkan oleh waktu simulasi yang cukup panjang. Hal ini sebanding dengan banyaknya benturan yang terjadi pada buah nanas.

Kemasan peti kayu relaif lebih keras dan kasar, sehingga hal ini memicu buah nanas kehilangan pelindung alaminya akibat luka memar dan kerusakan mekanis yang lain. Kehilangan pelindung alami buah nanas ini juga akan mempercepat respirasi sehingga buah nanas akan lebih mudah untuk kehilangan air. Hasil uji lanjut pada Lampiran 18 menunjukkan nilai P-value perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap respon (susut bobot buah). Nilai P-value waktu < 0.0001, maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar berpengaruh sangat nyata terhadap respon (susut bobot buah) pada taraf nyata 5%. Interaksi


(33)

22 antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar (B*C) tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar.

Gambar 12. Grafik persentase susut bobot buah nanas untuk berbagai waktu simulasi

4.4

Warna

Warna dari suatu objek dapat diartikan dalam tiga dimensi, yaitu derajat Hue, yang merupakan persepsi konsumen terhadap warna dari suatu objek, kecerahan dan saturasi yang merupakan tingkat kemurnian dari suatu warna. Tingkat kecerahan menunjukkan hubungan antara cahaya yang dipantulkan dan yang diserap oleh suatu objek (Wijaya 2010). Warna merupakan atribut utama pada penampakan produk pangan dan merupakan karakteristik penting pada kualitasnya. Warna meningkatkan daya tarik bahan mentah, dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasakan. Warna juga berhubungan dengan rasa dan bau, tekstur, nilai gizi dan keutuhan. Banyak buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami perubahan warna menjadi pirang dengan cepat selama pengupasan dan pemotongan. Namun tidak demikian dengan buah nanas, tomat dan semangka.

Warna digunakan sebagai standar dari suatu produk, sebagai penentu kualitas, warna digunakan juga sebagai indikator kerusakan biologis atau fisiko kimia, dan penggunaan warna untuk memprediksi karakteristik parameter kualitas lainnya. Warna adalah parameter mutu utama yang pertama dilihat konsumen dalam memilih buah karena dapat dilihat secara langsung dan visual (Muthmainnah 2008). Akan tetapi penilaian warna secara visual sangatlah subjektif, oleh karena itu diperlukan pengukuran dengan suatu alat agar dapat diperoleh pengukuran warna yang lebih objektif. Pengukuran warna buah nanas dilakukan setelah simulasi transportasi. Derajat warna pada

chromameter menyajikan nilai L, a dan b yang masing-masing mengindikasikan tingkat kecerahan, kehijauan dan kekuningan.


(34)

23 Munculnya warna pirang dan kecoklatan pada buah nanas dapat disebabkam oleh penanganan yang kurang baik maupun pengaruh penyinaran selama penyimpanan dilakukan. Proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen. Proses pencoklatan ini juga dipengaruhi oleh suhu dan RH. Bila kondisi suhu tinggi dan berasosiasi dengan RH rendah maka akan menambahkan kepekaan buah nanas terhadap oksidasi (Pantastico 1989).

1. Nilai L

Pememaran pada buah mengakibatkan timbulnya bagian yang lunak, dengan warna yang berubah di bawah kulit. Pengukuran warna pada buah nanas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara waktu simulasi transportasi dan jenis kemasan terhadap kualitas buah nanas. Nilai kecerahan buah nanas yang direpresentasikan dengan nilai L pada pengukuran dengan menggunakan

chromameter, diharapkan dengan nilai yang tertinggi. Parameter L mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih).

Data nilai L untuk berbagai kemasan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Dari data yang terlampir, rata-rata nilai L buah nanas mengalami penurunan. Semakin kecil nilai L maka semakin kecil pula tingkat kecerahan buah tersebut. Gambar 13 di bawah menunjukkan tingkat kecerahan pada buah nanas setelah simulasi transportasi. Nilai kecerahan rata-rata buah nanas (L) dapat dilihat pada Tabel 7. Dari nilai kecerahan (L) pada buah nanas yang digambarkan pada grafik di bawah, dapat diketahui untuk simulasi dengan waktu 54 menit menunjukkan peti kayu dengan nilai kecerahan terendah, dengan nilai L sebesar 42.65 sedangkan untuk simulasi dengan waktu 104 menit menunjukkan karung plastik dengan nilai kecerahan terendah, dengan nilai L sebesar 35.41. Secara keseluruhan buah nanas mengalami penurunan tingkat kecerahan. Hal ini dipengaruhi oleh memar yang terjadi pada buah yang menyebabkan perubahan warna buah nanas. Perubahan warna itu disebabkan oleh oksidasi senyawa-senyawa polifenol karena rusaknya dinding sel (Pantastico 1989).

Hasil uji lanjut pada Lampiran 19, menunjukkan nilai P-value perlakuan < alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan berpengaruh terhadap respon (penurunan nilai L). Nilai P-value waktu simulasi < 0.0001, maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar sangat berpengaruh nyata terhadap respon (nilai L) pada taraf nyata 5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar nyata, sehingga dapat disimpulkan terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar.

Tabel 7. Rata-rata nilai L buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi

Jenis kemasan

Waktu Simulasi

54 menit 104 menit

H+1 H+4 H+1 H+4

Peti Kayu 43.54 42.65 43.81 39.68


(35)

24

Gambar 13. Nilai kecerahan buah nanas (L) pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi

2. Nilai a

Nilai a adalah koordinat kromatis pada chromameter. Nilai a pada hasil pengukuran menunjukkan tingkat kehijauan dari buah. Dimana nilai positif menyatakan warna merah dan nilai negatif menyatakan warna hijau. Penurunan konsentrasi asam cenderung menyebabkan degradasi pigmen semakin rendah. Penurunan derajat degradasi pigmen menyebabkan peningkatan nilai a. Pada Gambar 14 di bawah menunjukkan perubahan nilai a buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi. Untuk masing-masing kemasan baik karung plastik maupun peti kayu mengalami peningkatan nilai a. Peningkatan nilai a dari warna kuning kehijauan (nilai a positif yang lebih kecil) menuju warna kuning (nilai a yang lebih besar).

Nilai a buah nanas untuk kemasan karung plastik yang diperoleh pada berbagai waktu simulasi dapat dilihat pada Lampiran 10. Data rata-rata peningkatan buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai a tertinggi diperoleh pada buah nanas dengan kemasan peti kayu untuk waktu simulasi 54 menit dan 104 menit, masing-masing 15.58 dan 10.15. sedangkan untuk kemasan karung plastik hanya mencapai nilai 14.96 dan 9.78 untuk masing-masing waktu simulasi 54 menit dan 104 menit.

Peningkatan nilai positif a buah nanas untuk simulasi transportasi dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Pasca simulasi transportasi buah nanas didiamkan pada suhu ruangan (28-30oC), proses respirasi dan pembentukan etilen dipicu lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Pada saat buah nanas mengalami luka memar, hal ini memicu buah nanas untuk mengalami proses pembusukan lebih cepat dibanding dengan buah nanas yang tidak mengalami luka memar. Proses pematangan menuju pembusukan ini menyebabkan peningkatan nilai a. Terdapat perbedaan antara nilai a buah nanas dengan kemasan karung plastik dan peti kayu. Untuk kemasan karung plastik mengalami peningkatan nilai a dari warna kuning kehijauan (nilai a positif yang lebih kecil) menuju warna kuning (nilai a


(36)

25 yang lebih besar). Hal ini menunjukkan bahwa buah nanas mengalami proses pematangan menuju pembusukan. Semakin besar nilai a menggambarkan semakin tingginya derajat kemerahan buah nanas. Akan tetapi untuk kemasan peti kayu nilai a rata-rata buah nanas cenderung mengalami penurunan.

Tabel 8. Rata-rata nilai a buah nanas pada berbagai waktu simulasi dan kemasan

Jenis kemasan

Waktu Simulasi

54 menit 104 menit

H+1 H+4 H+1 H+4

Peti Kayu 8.93 15.58 10.45 10.15

Karung Plastik 8.22 14.96 9.64 9.78

Peningkatan konsentrasi asam memberi efek terjadinya penurunan nilai positif a atau derajat kemerahan (Kusumawati 2008). Hal ini berarti buah nanas dengan kemasan peti kayu mengalami peningkatan konsentrasi asam. Peningkatan konsentrasi asam dapat dipicu oleh kerusakan mekanis yang dapat menyebabkan pembusukan. Buah nanas dengan kemasan peti kayu memiliki kerusakan mekanis yang lebih tinggi karena buah bergesekan dengan permukaan peti kayu yang kasar dan keras. Gesekan ini menyebabkan luka memar buah nanas yang dikemas dengan peti kayu lebih besar. Persentase kerusakan mekanis pada buah nanas dapat dilihat pada sub bab selanjutnya.

Gambar 14. Grafik perubahan nilai a buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi Nilai a untuk kemasan peti kayu pada berbagai waktu simulasi dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji lanjut pada Lampiran 20, menunjukkan nilai P-value perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap respon (peningkatan nilai a).


(37)

26 Nilai P-value waktu < 0.0001 maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar berpengaruh sangat nyata terhadap respon (peningkatan nilai a) pada taraf nyata 5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar (B*C) tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar.

3. Nilai b

Nilai b merupakan atribut nilai yang menunjukkan derajat kekuningan atau kebiruan suatu sampel. Nilai b yang positif menunjukkan derajat kekuningan sampel. Nilai b yang negatif menunjukkan derajat kebiruan suatu sampel. Gambar 15 menunjukkan perubahan nilai b buah nanas pasca transportasi 54 menit. Dari gambar dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai b. Buah nanas dengan kemasan karung plastik mengalami peningkatan nilai b dari 36.38 pada hari pertama dan 36.87 pada hari keempat. Sedangkan buah nanas dengan kemasan peti kayu mengalami peningkatan nilai b dari 37.09 pada hari pertama dan 37.79 pada hari keempat. Pada buah nanas dengan kemasan peti kayu, proses pematangan terjadi lebih cepat yang dipicu oleh terjadinya respirasi dan pembentukan etilen. Pematangan menyebabkan tingginya peningkatan derajat kekuningan buah nanas.

Pada buah nanas pasca simulasi 104 menit, menunjukkan penurunan nilai b. Hal ini berarti perubahan fase buah nanas dari pematangan ke pelayuan dan pembusukan menjadi semakin meningkat. Buah nanas simulasi 104 menit memiliki kualitas nilai b yang cenderung menurun dibanding dengan 54 menit. Buah nanas dengan kemasan karung plastik mengalami penurunan nilai b dari 38.11 pada hari pertama dan 28.90 pada hari keempat. Sedangkan buah nanas dengan kemasan peti kayu mengalami penurunan nilai b dari 39.43 pada hari pertama dan 33.28 pada hari keempat.

Hal ini menunjukkan bahwa lama simulasi yang berbanding lurus dengan kerusakan yang terjadi berpengaruh terhadap nilai b buah nanas. Buah nanas yang diberi perlakuan simulasi lebih lama cenderung mengalami penurunan nilai b karena lebih rentan terhadap kebusukan. Kebusukan diakibatkan oleh kerusakan mekanis yang terjadi pada buah nanas selama transportasi. Tabel 9 menyajikan rata-rata nilai b buah nanas pada berbagai waktu simulasi dan kemasan. Data hasil pengukuran nilai b pada berbagai waktu simulasi dan jenis kemasan dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.

Tabel 9. Rata-rata nilai b buah nanas pada berbagai waktu simulasi dan kemasan

Jenis kemasan

Waktu Simulasi

54 menit 104 menit

H+1 H+4 H+1 H+4

Peti Kayu 37.09 37.79 39.43 33.28

Karung Plastik 36.38 36.87 38.11 28.90

Hasil uji lanjut pada Lampiran 21, menunujukkan nilai P-value perlakuan < alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan berpengaruh terhadap respon (peningkatan nilai b). Nilai P-value waktu < 0.0001, maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar berpengaruh sangat nyata terhadap respon (peningkatan nilai b) pada taraf nyata5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar (B*C) tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar.


(38)

27

Gambar 15. Grafik perubahan nilai b buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi

4.5

Kekerasan Buah Nanas

Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan untuk mengetahui mutu buah nanas pacsa simulasi transportasi. Buah yang matang dan siap konsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang masih mentah. Menurut Sjaifullah (1996) dalam Seesar (2009), buah yang baik mempunyai kekerasan yang merata. Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan dengan menggunakan rheometer. Semakin tinggi angka yang dihasilkan maka semakin tinggi kekerasan suatu buah. Hal ini berhubungan dengan gaya yang diperlukan oleh jarum penusuk rheometer. Semakin keras suatu buah maka semakin besar juga gaya yang dibutuhkan untuk menusuk buah tersebut.

Kerusakan mekanis pada buah nanas mengakibatkan struktur permukaan buah rusak sehingga sel penyusun jaringan pada permukaan buah akan terpisah ikatannya. Menurut Pantastico (1989), parahnya kerusakan dapat memacu terjadinya respirasi (sebagai pengaruh dihasilkannya gas etilen). Melonjaknya respirasi dapat diakibatkan oleh gesekan antar permukaan buah. Kerusakan mekanis buah nanas ditandai dengan penurunan kekerasan buah. Semakin kecil nilai kekerasan buah nanas maka mutu buah itu semakin menurun. Tabel 10 adalah nilai kekerasan rata-rata buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan lama simulasi transportasi.

Tabel 10. Nilai kekerasan rata-rata (kgf) buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi

Jenis kemasan

Waktu Simulasi

54 menit 104 menit

H+1 H+4 H+1 H+4

Peti Kayu 2.56 1.51 2.40 0.96


(39)

28 Pada pengukuran nilai kekerasan buah nanas yang dilakukan menunjukkan penurunan kekerasan buah nanas untuk setiap perlakuan. Nilai kekerasan diukur pada hari pertama dan keempat setelah transportasi. Penurunan nilai rata-rata kekerasan pada tiap kemasan dan lama simulasi dapat dilihat pada grafik di bawah. Dari Gambar 16 di bawah dapat dilihat bahwa pada pangamatan hari terakhir, nilai kekerasan terendah terdapat pada kemasan peti kayu untuk lama simulasi transportasi 54 menit dan 104 menit. Nilai terendah ditemukan pada buah nanas dengan kemasan peti kayu untuk waktu simulasi transportasi 104 menit, yaitu sebesar 0.96 kgf.

Sedangkan nilai kekerasan tertinggi terdapat pada buah nanas dengan kemasan karung plastik untuk waktu simulasi transportasi selama 54 menit, yaitu 1.67 kgf. Buah nanas dengan kemasan peti kayu memiliki nilai kekerasan paling rendah menunjukkan bahwa kerusakan mekanis yang telah terjadi mengakibatkan penurunan nilai kekerasan. Nilai kekerasan yang rendah menggambarkan keadaan buah yang sudah kurang baik. Data hasil pengukuran kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 14.

Gambar 16. Nilai kekerasan buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi Penyusunan buah nanas yang baik di dalam kemasan juga menghasilkan susunan buah yang kokoh dan volume kemasan yang lebih baik. Penyusunan yang baik adalah dengan tidak membiarkan terdapat ruang-ruang kosong diantara buah nanas, biasanya ruang kosong dikarenakan jumlah yang dikemas lebih kecil dari kapasitas kemasannya. Ruang kosong dapat menyebabkan kerusakan mekanis (memar) pada buah karena getaran dan goncangan selama simulasi transportasi. Selain itu dapat menyebabkan susunan buah di dalam kemasan menjadi berantakan (Siregar 2008). Penyusunan buah nanas yang melebihi kapasitas juga dapat memicu kerusakan buah nanas yang lebih tinggi setelah transportasi.

Pada kemasan peti kayu, susunan buah yang tidak kokoh menyebabkan buah nanas bergesekan dengan permukaan peti kayu yang lebih kasar dan lebih keras. Hal ini mengakibatkan luka memar buah nanas yang dikemas dengan peti kayu lebih besar dibandingkan dengan luka memar buah nanas


(40)

29 yang dikemas dengan karung plastik. Akibatnya nilai kekerasan buah nanas dengan kemasan peti kayu yang diperoleh lebih kecil. Berdasarkan penjelasan dan nilai rata-rata kekerasan yang disajikan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karung plastik lebih baik digunakan untuk kemasan buah nanas. Hal ini disebabkan oleh permukaan karung plastik yang halus dan penyusunan buah yang kokoh dalam karung plastik sehingga dapat meredam gesekan yang diterima buah nanas dari kemasan.

Dari hasil uji ragam dan Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 22 menunjukkan nilai

P-value dari perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap respon (kekerasan buah). Nilai P-value waktu < alpha 5%, maka dapat disimpulkan lama simulasi getar berpengaruh nyata terhadap respon (kekerasan buah) pada taraf nyata 5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan lama simulasi getar tidak nyata sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan lama simulasi getar.

4.6

Total Padatan Terlarut Buah Nanas

Tingkat-tingkat perkembangan buah berdasarkan perubahan-perubahan biokimia yang dapat dibedakan dengan jelas, diurutkan sebagai stadium pramasak, masak dan ranum (Pantastico 1989). Kebanyakan zat yang dikandung misalnya zat pati, gula total, dan gula-gula non-preduksi menurut kecenderungan pada tingkat pramasak. Pada saat buahnya mencapai tingkat awal kemasakan, kandungan gula totalnya bertambah, gula-gula non-preduksi berkurang, sedangkan kandungan zat patinya tetap (Pantastico 1989). Dalam fase akhir kemasakan, sukrosa dan gula total sedikit banyak tetap. Buah menyimpan karbohidrat sebagai persediaan energi. Proses pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Menurut Sjaifullah (1996), total padatan terlarut pada suatu bahan menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut.

Penurunan total padatan terlarut pada buah nanas menunjukkan penurunan mutu buah nanas. Kerusakan pada jaringan kulit buah akan menyebabkan proses respirasi berlangsung lebih cepat yang diiringi dengan berkurangnya kadar gula pada buah nanas. Pada saat respirasi terjadi pemecahan oksidatif bahan-bahan yang kompleks, diantaranya karbohidrat, lemak dan protein. Apabila buah nanas sudah mencapai pada akhir kemasakan, maka kandungan total gulanya kurang lebih akan tetap dan akan berkurang ketika nanas mengalami kerusakan pada jaringan kulit dan daging buahnya.

Gambar 17 di bawah menunjukkan penurunan kadar gula pada buah nanas setelah simulasi transportasi. Kadar gula paling rendah yang ditandai dengan total padatan terlarut terendah dimiliki oleh buah nanas kemasan peti kayu untuk tiap waktu simulasi transportasi. Masing-masing pada simulasi 54 menit dan 104 menit sebesar 14.74oBrix dan 15.08oBrix. Nilai rata-rata total padatan terlarut buah nanas dengan kemasan peti kayu berkisar antara 14.68 oBrix -15.10 oBrix. Sedangkan nilai rata-rata total padatan terlarut buah nanas dengan kemasan karung plastik berkisar antara 14.18oBrix-15.70oBrix. Data hasil pengukuran total padatan terlarut buah nanas kemasan karung plastik dan peti kayu dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16.

Menurut Satuhu (1993) buah nanas dikatakan matang apabila kandungan total padatan terlarut sekitar 10.8-17.5oBrix dan biasanya dipanen sekitar 12 oBrix. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula yang terkandung pada buah nanas pasca simulasi transportasi digolongkan pada tahap buah matang. Pada peti kayu terdapat celah yang cukup besar, metabolisme nanas dapat dipengaruhi oleh suhu ruang, reaksi kimia lebih cepat terjadi dengan suhu yang lebih tinggi. Sehingga buah nanas lebih cepat mengalami penurunan total padatan terlarut. Hal ini berbanding lurus dengan kadar gula buah nanas. Tabel 11 menyajikan nilai total padatan terlarut rata-rata buah nanas untuk simulasi transportasi 54 menit dan 104 menit.


(1)

Lampiran 31. Foto kerusakan mekanis sampel buah nanas pada kemasan karung plastik ulangan I simulasi 104 menit

(a) (b) (a) (b) (1) (2)

(a) (b) (a) (b) (3) (4)

(a) (b) (a) (b)

(5) (6)


(2)

Lampiran 32. Foto kerusakan mekanis sampel buah nanas pada kemasan karung plastik ulangan II simulasi 104 menit

(a) (b) (a) (b) (1) (2)

(a) (b) (a) (b) (3) (4)

(a) (b) (a) (b)

(5) (6)


(3)

Lampiran 33. Foto kerusakan mekanis sampel buah nanas pada kemasan karung plastik ulangan III simulasi 104 menit

(a) (b) (a) (b) (1) (2)

(a) (b) (a) (b) (3) (4)

(a) (b) (a) (b)

(5) (6)


(4)

Lampiran 34. Foto kerusakan mekanis sampel buah nanas pada kemasan peti kayu ulangan I simulasi 104 menit

(a) (b) (a) (b) (1) (2)

(a) (b) (a) (b) (3) (4)

(a) (b) (a) (b)

(5) (6)


(5)

Lampiran 35. Foto kerusakan mekanis sampel buah nanas pada kemasan peti kayu ulangan II simulasi 104 menit

(a) (b) (a) (b) (1) (2)

(a) (b) (a) (b) (3) (4)

(a) (b) (a) (b)

(5) (6)


(6)

Lampiran 36. Foto kerusakan mekanis sampel buah nanas pada kemasan peti kayu ulangan III simulasi 104 menit

(a) (b) (a) (b) (1) (2)

(a) (b) (a) (b) (3) (4)

(a) (b) (a) (b)

(5) (6)