ternyata, bahwa yang dinamakan benda tak bertumbuh itu ialah hak atas barang bertubuh.
38
D. Berakhirnya Suatu Perjanjian
1. Hapusnya Perjanjian.
Menurut R. Setiawan, suatu perjanjian dapat hapus karena: a.
Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu.
b. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian
Pasal 1066 ayat 3 KUHPerdata. c.
Salah satu pihak meninggal dunia. d.
Salah satu pihak hal ini terjadi bila salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lain dengan sangat
terpaksa memutuskan perjanjian secara sepihak atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan perjanjian.
e. Karena putusan hakim.
f. Tujuan perjanjian telah dicapai dengan kata lain dilaksanakannya
objek perjanjian atau prestasi. g.
Dengan persetujuan para pihak. Dengan demikian maka menurut penulis, pembedaan cara hapusnya
perikatan dengan perjanjian tidaklah terlalu penting karena cara
38
Ibid, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
berakhirnya perikatan yang tertulis dalam Pasal 1381 KUHPerdata merupakan cara-cara yang ditunjuk oleh pembentuk undang-undang.
39
2. Tentang hapusnya perikatan-perikatan dalam perjanjian
Buku III 3 dari KUHPerdata berkepala “Pemusnahan perjanjian” dan pasal pertama yaitu Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara
pemusnahan perjanjian, yaitu: Ke 1 : karena pembayaran;
Ke 2 : karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan; Ke 3 : karena pembaharuan hutang;
Ke 4 : karena perjumpaan hutang dan kompensasi; Ke 5 : karena percampuran hutang;
Ke 6 : karena pembebasan hutang; Ke 7 : karena musnahnya barang yang terhutang;
Ke 8 : karena kebatalan atau pembatalan; Ke 9 : karena berlakunya syarat-batal;
Ke 10 : karena kadaluwarsa verjaring.
Pembayaran
Hal ini adalah yang paling penting, oleh karena mengenai betul-betul pelaksanaan perjanjian. Maka hal pembayaran ini oleh KUHPerdata diatur dalam
tidak kurang dari 22 Pasal Pasal-pasal 1382 sd 1403. Pasal-pasal 1382, 1383, dan 1384 menentukan siapa yang dapat
melakukan pembayaran secara sah, yaitu
39
Handri Raharjo, Op. cit, hal. 101
Universitas Sumatera Utara
1. Menurut Pasal 1382 :
a. si pihak-berwajib sendiri atau seorang yang menanggung
hutangnya borg, b.
seorang lain yang melakukan pembayaran “atas nama” dan untuk membebaskan “pihak –berwajib”.
2. Menurut Pasal 1383 :
Apabila kewajiban si berwajib berupa melakukan perbuatan tertentu, pelaksanaanoleh orang lain hanya dapat dengan izin pihak berhak;
3. Menurut Pasal 1384 :
Apabila kewajiban si berwajib berupa menyerahkan suatu barang kepada pihak-berhak, maka ada dua syarat untuk pembayaran, yaitu:
ke 1 pihak-berwajib harus sendiri mempunyai hak-milik atas barang itu, ke 2 ia harus pada umumnya diperbolehkan oleh Hukum untuk
melakukan perbuatan-hukum secara sah. Pasal-pasal 1385, 1386 dan 1387 KUHPerdata menyebutkan syarat-syarat
bagi pihak yang menerima pembayaran, yaitu menurut Pasal 1385 ayat 1. Ke 1 pihak berdiri-sendiri,
Ke 2 seorang yang mendapat kuasa dari pihak-berhak, Ke 3 seorang yang dikuasakan oleh Hakim atau oleh undang-undang.
Pasal-pasal ini pun saya rasa, tidak ada halangan untuk diberlakukan dalam Hukum Adat.
Begitu pula Pasal-pasal berikutnya dari KUHPerdata mengenai: a.
Objek pembayaran Pasal-pasal 1389 sd 1392,
Universitas Sumatera Utara
b. Tempat pelaksanaan perjanjian Pasal 1393,
c. Pembuktian-pembayaran Pasal-pasal 1394 sd 1399,
d. Subrogasi atau penggantian pihak-berhak Pasal-pasal 1400 sd 1403.
Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan
Hal ini diatur dalam pasal-pasal 1404 sd 1412 KUHPerdata dan dalam pasal-pasal 809 sd 812 Reglement Burgerlijke Rechtvordering RV.
Pernyataan sedia membayar dari pihak-berwajib adalah salah satu usaha untuk menghindarkan kesulitan, apabila pelaksanaan perjanjian dihalang-halangi
oleh pihak-berhak. Pokok dari peraturan KUHPerdata tentang penawaran pembayaran ini
terletak pada Pasal 1404 ayat 2 KUHPerdata yang mengatakan, kalau pernyataan sedia membayar ini telah di-ikuti dengan suatu penitipan barang secara yang
ditetapkan pula oleh undang-undang, maka bebaslah pihak berwajib dari kewajibannya, dan dianggap seolah-olah telah terjadi suatu pembayaran yang sah.
Begitu juga mengenai pembaharuan-hutang, perjumpaan-hutang dan percampuran-hutang pasal-pasal 1413 sd 1437 KUHPerdata.
Pembebasan hutang
Perikatan-perikatan yang termaksud dalam suatu perjanjian berdasar pada pokoknya atas suatu kesuka-relaan kedua belah pihak untuk mengadakan
perikatan-perikatan itu. Maka kalau suatu pihak-berhak kemudian dengan sukarela berniat membebaskan pihak lain dari suatu perikatan, ini pada hakekatnya tidak
boleh dihalang-halangi.
Universitas Sumatera Utara
Hanya saja, oleh karena adalah luar biasa, kalau seorang pihak-berhak tidak lagi menghendaki pelaksanaan suatu perjanjian, maka adalah layak
penentuan dalam Pasal 1438 KUHPerdata, bahwa pembebasan hutang tidak boleh dikira-kirakan saja voorondersteld, melainkan harus dibuktikan.
Pembuktian ini tentunya dapat secara yang biasa menurut undang-undang Pasal 1439 KUHPerdata menentukan tentang hal ini, bahwa pengembalian surat
tanda-hutang oleh pihak-berhak kepada pihak-berwajib, membuktikan, bahwa ada pembebasan hutang, juga terhadap para kawan-debitur yang turut tanggung-
menanggung. Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPERDATA mengenai hal adanya
beberapa debitur, yang tanggung-menanggung atau hal adanya seorang penanggung borg. Kalau seorang penanggung membayar kepada kreditur
dengan maksud untuk hanya dibebaskan dari penanggungan saja, maka ini tidak diperbolehkan oleh Pasal 1443 KUHPerdata yang menentukan, bahwa kalau ini
terjadi, pembayaran itu dikurangkan dari jumlah hutang. Pasal 1441 KUHPerdata menentukan, pengembalian barang yang
digadaikan kepada pemilik barang, tidak dapat menimbulkan pengiraan vermoeden, bahwa hutang yang diteguhkan dengan pemberian gadai pand itu,
dibebaskan.
Musnahnya barang yang terhutang
Ini diatur dalam Pasal-pasal 1444 dan 1445 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1444 “Jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah tak lagi
dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka haruslah perikatannya, asal barang itu musnah
atau hilang diluar salahnya si berhutang, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.”
Pasal 1445 “Jika barang yang terhutang, diluar salahnya si berhutang musnah, tak lagi
dapat diperdagangkan, atau hilang, maka si berhutang jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti-rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan member
hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang yang menghitungkan padanya, saya rasa Hukum Adat dapat menerima peraturan KUHPERDATA ini.”
Kebatalan atau pembatalan perjanjian
Ada suatu pembatalan mutlak absolute nietigheid, apabila suatu perjanjian harus dianggap batal, meskipun tidak diminta oleh suatu pihak. Dan
perjanjian seperti ini dianggap tidak ada sejak semula dan terhadap siapapun juga. Batal mutlak adalah suatu perjanjian, yang diadakan tanpa mengindahkan
cara vorm yang secara mutlak dikehendaki oleh undang-undang, misalnya suatu penghibahan menurut KUHPerdata yang tidak dilakukan oleh akta-notaris 1682
KUHPerdata Pembatalanlain adalah hak mutlak relatif yaitu hanya terjadi jika diminta
oleh orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu itu.
Universitas Sumatera Utara
Pembatalan tak mutlak ini dapat dibagi menjadi dua macam: Ke-1 : pembatalan atas kekuatan sendiri nietig serta van
rechtswegenietig, maka para Hakim diminta supaya menyatakan batal, misalnya dalam hal perjanjian yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa lihat pasal
1446 KUHPerdata Ke- 2 : pembatalan belaka oleh Hakim vernitigbaar, yang putusannya
harus berbunyi: membatalkan, misalnya dalam hal perjanjian yang terbentuk secara paksaan, kekeliruan atau penipuan lihat pasal 1449 KUHPerdata
Perbedaan yang nyata diadakan oleh KUHPerdata antara dua macam pembatalan ini dapat dilihat dari kata-kata yang terpakai dalam Pasal 1446 dan
Pasal 1449 KUHPerdata Pasal 1446 mengatakan, bahwa perjanjian yang dimaksudkan di situ, dapat dinyatakan batal atas suatu tuntutan; dan tuntutan ini
dapat dilakukan secara gugatan atau dalam suatu perlawanan exceptie. Dalam Pasal 1449 dikatakan, bahwa perjanjian yang dimaksudkan disitu, hanya dapat
dibatalkan atas suatu gugatan rechtsvordering. Sedang Pasal 1450 KUHPerdata mengatakan, bahwa pembatalan
perjanjian, yang berdasar atas hal merugikan suatu pihak, tidak selalu diperbolehkan, melainkan hanya dalam hal-hal yang ditentukan dan diatur dalam
peraturan khusus. Pasal-pasal lain dari KUHPerdata tentang pembatalan perjanjian, yaitu Pasal-Pasal 1447, 1448, 1450 sd 1456.
Daluwarsa atau lampau waktu verjaring
Burgerlijk wetboek mengenal dua macam daluwarsa selaku cara melepaskan diri dari suatu perikatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Ke-1 lampau-waktu selama 30 tahun segala perikatan tentu yang disebutkan dalam undang-undang.
Ke-2 lampau-waktu pendek dalam beberapa macam perhubungan-hukum tertentu yang disebutkan dalam undang-undang.
Alasan untuk mengadakan peraturan semacam ini ialah untuk melenyapkan keadaan keragu-raguan dalam suatu hubungan-hukum, dan juga
berhubung dengan hal, bahwa apabila selama tiga puluh tahun tidak ada persoalan apa-apa dan baru sesudah lampau waktu yang panjang itu dimajukan soal
siapakah yang sebenarnya ada berhak atau berkewajiban, maka sukar sekali untuk mendapatkan bukti-bukti yang jitu guna menegakkan atau merobohkan hak-hak
atau kewajiban-kewajiban itu dan yang dapat dipercaya ketepatannya.
40
40
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 190
Universitas Sumatera Utara
49
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PT. PELABUHAN INDONESIA I PERSERO BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL
DENGAN KOPERASI KARYAWAN PELABUHAN I KANTOR PUSAT
A. Tentang Pelabuhan Indonesia I Pada Umumnya dan BICT