BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan
atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pembangunan nasional yang membawa perubahan di sektor pembangunan ekonomi, di mana tercatat bahwa
pertumbuhan ekonomi yang pesat secara terus menerus selama lebih-kurang 32 tahun di masa pemerintahan Orde Baru belum mampu membangun basis ekonomi
rakyat yang tangguh. Perlu pula disadari bahwa proses percepatan pembangunan yang terlalu menitik-beratkan pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa
dimbangi dengan pemerataan pendapatan untuk membangun ekonomi rakyat, maka misi pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat akan terabaikan sehingga basis ekonomi rakyat nasional mengalami kegoncangan bahkan rapuh. Kerapuhan basis ekonomi rakyat mulai nampak di
Indonesia pada awal 1997 ditandai dengan munculnya krisis multi-dimensional, yang diawali dengan krisis ekonomi dan moneter sekaligus menandai berakhirnya
pemerintahan Orde Baru dan dimulai dengan memasuki Era Reformasi.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya krisis ekonomi dan moneter, maka terjadi kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riel yang berakibat terjadinya PHK
besarbesaran dari perusahan-perusahan swasta nasional. Hal ini berujung pada munculnya pengangguran di kota-kota besar, termasuk Kota Medan sebagai
obyek penelitian ini. Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, kota Medan merupakan kota perdagangan adalah wajar apabila para pengangguran melakukan
kompensasi positif dengan memilih bekerja di sektor informal. Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran selain yang sudah lama
bekerja di sektor ini yaitu Pedagang Kaki Lima. Kelompok pedagang kaki lima sebagai bagian dari kelompok usaha kecil
adalah kelompok usaha yang tak terpisahkan dari aset pembangunan nasional yang berbasis kerakyatan, jelas merupakan bagian integral dunia usaha nasional
yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan
pembangunan ekonomi pada khususnya. Pedagang Kaki Lima sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki
potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk
bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Sejalan dengan uraian di atas, dalam penjelasan UU. No. 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil, disebutkan bahwa Usaha kecil termasuk pedagang kaki lima merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan
memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperan
Universitas Sumatera Utara
dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas
nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya. Bahkan pedagang kaki lima, secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap
kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kelompok
pedagang kaki lima mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah PAD di sektor
penerimaan retribusi daerah seiring dengan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
Sebagai salah satu jenis usaha di sektor informal, pedagang kaki lima berfungsi sebagai katup pengaman masalah ketenaga kerjaan yang dapat meredam
ledakan sosial akibat meningkatnya angka pencari kerja. Alasannya, usaha ini tidak memerlukan tingkat pendidikan formal yang terlalu tinggi dan modal yang
diperlukan untuk membuka usaha relatif kecil. Bahkan ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia tahun 1997 silam, perusahaan-perusahaan besar di
Indonesia terkena imbasnya. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan besar tersebut mengurangi jumlah pekerjanya melalui Pemutusan Hubungan Kerja bahkan ada
yang tutup. Tetapi para Pedagang Kaki Lima ini mampu bertahan, tanpa mengharapkan bantuan modal atau fasilitas lain dari pemerintah, pedagang kaki
lima tetap bertahan. Sampai saat ini fenomena pedagang kaki lima masih memendam banyak
persoalan dalam pembangunan perkotaan di Indonesia. Pedagang kaki lima
Universitas Sumatera Utara
PKL, kini telah menjadi fenomena sosial di setiap kota besar. Sebagai bentuk usaha informal, pedagang kaki lima merupakan sandaran hidup bagi sebagian
masyarakat Indonesia yang tak terserap dalam dunia kerja formal. Dengan harganya yang terjangkau serta tempat berjualan yang flexible dan dekat dengan
konsumennya, pedagang kaki lima menjadi pilihan praktis berbelanja bagi masyarakat perkotaan.
Oleh sebagian pihak, kehadiran pedagang kaki lima di tengah-tengah kota dianggap sebagai pengganggu ketertiban, keamanan dan keindahan kota.
Sehingga pedagang kaki lima sering diberi predikat sebagai salah satu penyebab munculnya berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu-lintas, merusak
keindahan kota dan kerawanan sosial. Dengan alasan inilah yang sering melatar belakangi para petugas satuan
polisi Pamong Praja untuk melakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima. Seringkali kita mendengar di media cetak maupun elektronik terjadinya kerusuhan
antara pedagang kaki lima dengan petugas. Dengan alasan menjalankan peraturan petugas dengan tegasnya melakukan tugasnya walaupun kekerasan menjadi jalan
utamanya. Persoalan pedagang kaki lima di berbagai kota ini menjadi persoalan yang
dilematis. Di satu sisi pemerintah kota bertanggung jawab atas warganya dalam persoalan kesejahteraan. Di sisi lain, Pemerintah Kota membutuhkan wajah kota
yang indah, bersih, dan tertata sebagai tuntutan ruang kota yang sehat. Dari pilihan antara tata ruang kota dan kesejahteraan warganya tersebut, Pemerintah
Kota sering lebih memilih untuk mengambil sikap yang kedua, yakni
Universitas Sumatera Utara
pentingngnya mengembalikan ketertiban dan keindahan kota. Maka, konsekuensi dari pilihan tersebut adalah dengan menertibkan dan menata pedagang kaki lima.
1.2 Perumusan Masalah