Dampak Pesatnya Pengembangan Perkebunan Kakao Terhadap Serangan Hama PBK, Lingkungan dan Perekonomian Regional Sulawesi Selatan

(1)

DAMPAK PESATNYA PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN KAKAO TERHADAP SERANGAN

HAMA PBK, LINGKUNGAN DAN PEREKONOMIAN

REGIONAL SULAWESI SELATAN

HERMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: ”Dampak Pesatnya Pengembangan Perkebunan Kakao Terhadap Serangan Hama PBK, Lingkungan dan Perekonomian Regional Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing, dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, 21 Mei 2007

Herman Nrp: P 062030161


(3)

ABSTRAK

Herman. Dampak Pesatnya Pengembangan Perkebunan Kakao Tehadap Serangan

Hama PBK, Lingkungan dan Perekonomian Regional Sulawesi Selatan dibawah bimbingan M. Parulian Hutagaol sebagai ketua komisi pembimbing dan Aunu Rauf serta D.S. Priyarsono sebagai anggota komisi pembimbing.

Kakao memegang peranan penting bagi perekonomian, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Namun dalam pengembangannya muncul berbagai permasalahan khususnya kerusakan lingkungan dan serangan hama PBK, sehingga keberlanjutan peran kakao terancam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan peran perkebunan kakao bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Oktober 2006 dengan menggunakan metode survei. Analisis data dilakukan dengan analisis Tabel Input Output, Regresi berganda dan Analisis Prospektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perkebunan kakao mengalami perkembangan pesat dan pada tahun 2003, output sektor ekonomi kakao sebesar Rp 2,586 triliun (3,7% total output), PDRB sebesar Rp 2,334 triliun (5,21% PDRB) dan menyerap 183.948 orang pekerja (6,02% pekerja) serta menghasilkan devisa sebesar Rp 2,5 triliun (22,74% dari total ekspor). Nilai pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja masing-masing sebesar 1,4938, 1,2666, 1,2495 dan berada pada peringkat 19, 25 dan 21 dari 25 sektor yang dianalisis. Indeks koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran masing-masing sebesar 0,8457 dan 0,7403. Total biaya eksternalitas perekonomian Sulawesi Selatan relatif kecil yaitu Rp 1,764 triliun (2,53 % dari total output). Internalisasi biaya eksternalitas menyebabkan penurunan nilai output dan PDRB serta perubahan nilai pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja serta indeks keterkaitan antar sektor ekonomi. Arah perubahan sangat tergantung pada kondisi sektor ekonomi yang bersangkutan dan keterkaitannya dengan sektor ekonomi lainnya. Hama PBK sudah menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Serangannya menyebabkan penurunan produksi rata-rata sebesar 50% dengan kisaran 10% hingga 90%. Dalam konteks regional, serangan hama PBK yang berat dapat menyebabkan penurunan produksi kakao hingga 75% dan perkebunan kakao akan kehilangan perannya. Oleh karena itu perlu dikembangkan program pengendalian hama PBK secara terpadu dan menyeluruh. Program tersebut dapat terlaksana dengan menerapkan strategi pembangunan perkebunan kakao yang lebih progresif sehingga tercipta kondisi dimana: Teknologi mutakhir selalu tersedia di dekat petani; Petani mampu dan cepat mengadopsi teknologi baru; Dukungan kebijakan pemerintah yang optimal; Luas perkebunan kakao petani bertambah; Produktivitas kebun cukup tinggi paling tidak 60% dari potensinya (1.500 kg/ha); Kegiatan pelatihan dan penyuluhan berkesinambungan; Kredit perbankan tersedia dengan sistem administrasi sederhana dan tingkat bunga yang rendah.

Kata kunci: peran kakao, hama PBK, kerusakan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, Sulawesi Selatan


(4)

ABSTRACT

Herman.The Impact of Cacao Plantation Establishment Acceleration on Cacao Pod Borer Attack, Environmental and Regional Economy in South Sulawesi Province, Supervised by M. Parulian Hutagaol as Head of Commision and Aunu Rauf and D. S. Priyarsono as Members of Commission.

Cacao has an important role on Economy condition in South Sulawesi especially in provision of job opportunity, income source and devisa. However, in its development, there are several problems come out such as environmental disaster and cacao pod borer attack which threatens sustainability of cacao role in the province. The objective of the research was to analyze role development of cacao plantation on South Sulawesi regional economy. The research was carried out during January - October 2006 by using survey method. Data analysis was done by using Input Output Table analysis, Regression and Prospective analysis. The results shows that role of cacao plantation increases rapidly and in 2003, economic sector output of cacao is Rp. 2.586 trillion (3.7 % of total output), PDRB is Rp. 2.334 trillion

(5.21% of PDRB) and absorb 183,948 labour force (6.02% of total labour force) and contribute Rp. 2.5 trillion of devisa (22.74% of total export). Output multiple value, income and labour force is 1.4938, 1.2666, 1.2495 and its level is on 19th, 25th and 21st among 25 sectors analyzed. Backward and forward power dispersion index are 0.8457 and 0.7403 respectively. Total externality cost of South Sulawesi economy is relatively low i.e Rp. 1.764 trillion (2.53% of total output). Internalisation of externality cost has caused some decrease of output value, PDRB value, change of multiplier value, income, labour force and linkage index among economic sector. Direction of change strongly depends on condition of related economic sector and its correlation with other economic sector. Cacao pod borer has become serious threat on sustainability of cacao plantation in South Sulawesi. In average its attack has caused 50% reduction of cacao production ranging from 10% until 90%. At regional level, severe cacao pod borer attack could generate a decrease of cacao production until 75% and eventually cacao plantation would be vanished. Consequently an integrated and comprehensive program to control its attack is extremely needed. The program could be implemented if strategy for progressive cacao plantation establishment is adapted hence new condition is produced in which sophisticated technology is provided; farmers have capability to adopt new technology promptly; provision of optimal government policy support; area of farmer’s cacao plantation increases; productivity of cacao plantation is relatively high, at least it attains 60% of its potency (1,500 kg/ha); continue training and extension is provided; credit with uncomplicated administration with low interest is available.

Key words: role of cacao, cacao pod borer, environmental damage, sustainable development, South Sulawesi


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya.


(6)

DAMPAK PESATNYA PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN KAKAO TERHADAP SERANGAN

HAMA PBK, LINGKUNGAN DAN PEREKONOMIAN

REGIONAL SULAWESI SELATAN

Herman

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Judul Disertasi : Dampak Pesatnya Pengembangan Perkebunan Kakao Terhadap Serangan Hama PBK, Lingkungan dan Perekonomian Regional Sulawesi Selatan.

Nama : Herman

Nrp : P 062030161

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MSc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, MSc. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana, Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Disertasi dengan judul: Dampak Pesatnya Pengembangan Perkebunan Kakao Terhadap Serangan Hama PBK, Lingkungan dan Perekonomian Regional Sulawesi Selatan. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia yang telah memberikan bantuan pendanaan dan memberikan izin untuk mengikuti tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga juga disampaikan kepada komisi pembimbing yaitu: Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MSc. sebagai ketua, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, MSc. dan Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS. sebagai anggota atas bimbingan yang diberikan sejak perencanaan penelitian sampai penyelesaian penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga juga disampaikan kepada ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS., baik secara institusi maupun secara pribadi yang memberikan bimbingan dan nasehat yang sangat berguna bagi penulis.

Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc., Dr. Ir. Harianto, MS. dan Dr. Ir. Herdradjat Natawidjaja, MSc. sebagai penguji luar komisi atas saran, kritik dan masukannya dalam ujian disertasi. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dr. Adi Prawoto, Ir. Aries Wibawa, SU., dan Dr. Misnawi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di


(9)

Jember serta Dr. Agus Purwantara dari Balai Bioteknologi Perkebunan Bogor dan Ir. Undang Fadjar, MSi atas kesediaannya berdiskusi tetang berbagai permasalahan dan prospek pengembangan kakao Indonesia.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman khusunya Dr. Ir. Gufran Darma Dirawan MSc., Ir. Marganof, MS., Dr. Drh. Ratna Katharina, MSi., Ir. Marini Susanti, MS., Ir. Frida Purwanti, MSc., Dr. Ir. Sabarman Damanik, MS. yang telah banyak membantu dan berdiskusi selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan Kepada Bapak Sunaryo, SP. Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polman, Bapak Abd. Muin petugas Dinas Perkebunan Kecamatan Kalukku dan Bapak Kharisman petugas Dinas Perkebunan Kecamatan Sampaga, Kabupaten Mamuju yang telah membantu sebagai enumerator dalam pengumpulan data dari petani kakao.

Kepada yang paling penulis hormati dan cintai ayahnda H. M. Hanafiah dan bunda Hj. Maserah (Almh), penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa restu, bantuan, pendidikan dan motivasi yang telah diberikan selama ini. Kepada adik-adik Dra. Hj. Hardiah Asni, H. Alfian Yusuf, SKM., S.Pd., M.Kes., dan Nurhilaliah Rahmi, SP., juga penulis sampaikan terima kasih atas segala doa, bantuan dan dorongan motivasi. Terakhir kepada istriku tercinta Ir. Hj. Sri Suharti, MSc. dan anak-anakku Muhammad Ilyas dan Zulkifli Muhammad Hanif penulis sampaikan terima kasih atas segala cinta, pengertian, dorongan dan bantuan moril, semoga pengorban yang telah kita lewati menjadi pemicu untuk meraih masa depan yang lebih baik bagi kita semua.

Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya. Amin.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan pada tanggal 30 Oktober 1959, sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak H. M. Hanafiah dan Ibu Hj. Maserah (Almh). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar, pendidikan menegah pertama dan pendidikan menengah atas di kota kelahiran Kandangan, Kalimantan Selatan.

Pada tahun 1979, penulis mendapat kesempatan belajar di Institut Pertanian Bogor dan penulis menyelesaikan pendidikan sarjana S1 pada Jurusan Agribisnis Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB pada tahun 1983. Pada tahun 1984, penulis mulai bekerja di Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Kemudian pada tahun 1990 dialih tugaskan ke Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Asosiasi Penelitian Pekebunan Indonesia. Selanjutnya sejak tahun 1996 ditugaskan di Unit Pengkajian Kebijakan, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia hingga sekarang.

Pada tahun 1991, penulis kembali mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 1994. Kemudian pada tahun 2003, penulis kembali mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menikah dengan Ir. Hj. Sri Suharti, MSc. pada tahun 1986 dan dikaruniai dua orang anak, Muhammad Ilyas (19 tahun) dan Zulkifli Muhammad Hanif (10 tahun).


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 4

1.3. Perumusan Masalah ... 15

1.4. Tujuan Penelitian ... 16

1.5. Kegunaan Penelitian ... 17

1.6. Kebaharuan (Novelty) ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1. Tinjauan Teori Pembangunan ... 19

2.1.1. Teori Pertumbuhan Linear ... 20

2.1.2. Teori Perubahan Struktural ... 22

2.1.3. Teori Revolusi Ketergantungan Internasional ... 23

2.1.4. Teori Neo-Klasik... 24

2.1.5. Teori Teori Baru ... 24

2.1.6. Perlu Pengembangan Teori Pembangunan Berkelanjutan 25 2.2. Pembangunan Berkelanjutan ... 27

2.2.1. Sejarah Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan ... 28

2.2.2. Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan ... 30

2.3. Model Input Output ...…... 33

2.3.1. Model Input Output Konvensional ... 35

2.3.2. Model Input Output Berwawasan Lingkungan ... 37

2.3.3. Pengertian dan Pengukuran Eksternalitas ... ... 39

2.4. Prospek dan Permasalahan Perkebunan Kakao ... 44

2.4.1. Kerusakan Lingkungan Akibat Pangembangan Kakao ... 46

2.4.2. Ancaman Hama PBK dan Upaya Pengendaliannya ... 49

2.4.3. Teknologi Budidaya PsPSP Sebagai Suatu Inovasi ... 53

III. METODE PENELITIAN ... 55

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

3.2. Jenis dan Sumber Data serta Tehnik Pengambilan Contoh ... 55

3.3. Metode Analisis Data ... 57

3.3.1. Analisis Biaya Lingkungan ... 57

3.3.2. Analisis Tabel Input Output ... 58

3.3.3. Analisis Dampak Serangan Hama PBK ... 62

3.3.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi... 63

3.3.5. Analisi Prospektif ... 65


(12)

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 70

4.1. Letak Geografis, Kondisi Tanah dan Keadaan Iklim ... 70

4.2. Penduduk dan Mata Pencaharian ... 75

4.3. Pembangunan Regional Sulawesi Selatan ... 77

4.3.1. Kondisi Perekonomian Regional Sulawesi Selatan ... 77

4.3.2. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan ... 80

4.3.3. Program dan Kegiatan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan ... 81

4.3.4. Kinerja Kebijakan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan 2003 ... 83

4.4. Kondisi Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan ... 85

4.4.1. Kondisi Sumberdaya Alam ... 86

4.4.2. Kondisi Lingkungan Buatan... 91

4.4.3. Penurunan Kualitas Lingkungan ... 94

4.5. Perkembangan Perkebunan Kakao di Sulawesi Selatan ... 98

4.5.1. Dampak Perluasan Perkebunan Kakao Terhadap Serangan Hama PBK ... 100

4.5.2. Dampak Perluasan Perkebunan Kakao Terhadap Lingkungan ... 101

4.5.3. Dampak Perluasan Perkebunan Kakao Terhadap Perekonomian Regional ... 102

V. BIAYA LINGKUNGAN HIDUP DAN EKSTERNALITAS ... 103

5.1. Biaya Lingkungan Hidup Berbagai Sektor Ekonomi ... 104

5.1.1. Sektor Pertanian ... 105

5.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 117

5.1.3. Sektor Industri ... 119

5.1.4. Sektor Listrik, Gas dan Air Mimum ... 122

5.1.5. Sektor Bangunan ... 123

5.1.6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 123

5.1.7. Sektor Angkutan dan Komunikasi ... 124

5.1.8. Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 124

5.1.9. Sektor Jasa ... 125

5.2. Biaya Lingkungan Sebagai Eksternalitas ... 126

VI. PERAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL ... 130

6.1. Peran Kakao dalam Struktur Perekonomian Regional ... 131

6.1.1. Peran Kakao dalam Pembentukan Output ... 132

6.1.2. Peran Kakao dalam Menghasilkan PDRB ... 134

6.1.3. Kontribusi Kakao bagi Penerimaan Ekspor ... 135

6.1.4. Peran Kakao dalam Penyerapan Tenaga Kerja ... 137

6.2.Peran Kakao Bagi Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 138

6.2.1. Peran Kakao dalam Pengganda Output ... 138

6.2.2. Peran Kakao dalam Pengganda Pendapatan ... 139

6.2.3. Peran Kakao dalam Pengganda Tenaga Kerja ... 140

6.2.4. Keterkaitan dengan Sektor Ekonomi Lainnya ... 140

6.2.5. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Biaya Eksternalitas ... 142


(13)

VII. PROSPEK PERAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN

REGIONAL ... 144

7.1. Dampak Internalisasi Biaya Eksternalitas ... 145

7.1.1 Dampak Internalisasi Biaya Eksternalitas Terhadap Output ... 145

7.1.2. Dampak Internalisasi Biaya Eksternalitas Terhadap PDRB ... 147

7.1.3. Dampak Internalisasi Biaya Eksternalitas Terhadap Tenaga Kerja Dan Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi .... 150

7.2. Dampak Serangan Hama PBK ... 153

7.2.1. Dampak Serangan Hama PBK Terhadap Pendapatan Petani ... 153

7.2.2. Dampak Serangan Hama PBK Terhadap Penekonomian Regional ... 154

7.2.3. Dampak Serangan Hama PBK Terhadap Biaya Eksternalitas ... 156

VIII. ADOPSI TEKNOLOGI UNTUK KEBERLANJUTAN PERAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL ... 158

8.1. Keragaan Usahatani Kakao ... 158

8.1.1. Karakteristik Petani Kakao ... 159

8.1.2. Pendapatan Petani Kakao ... 160

8.1.3. Pengendalian Hama PBK ... 162

8.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi ... 163

8.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Petani ... 163

8.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Petani ... 166

8.2.3. Faktor-faktor yang MempengaruhiTindakan Petani ... 167

IX. STRATEGI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KAKAO BERKELANJUTAN ... 170

9.1. Identifikasi Faktor-faktor yang Berpengaruh ... 170

9.2. Kondisi Faktor-faktor yang Berpengaruh ... 175

9.3. Arahan Strategi Pembangunan Perkebunan Kakao Berkelanjutan ... 180

9.3.1. Peningkatan Produktivitas Perkebun Kakao ... 181

9.3.2. Penyediaan Teknologi Mutakhir Secara Lokal ... 181

9.3.3. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Petani ... 182

9.3.4. Dukungan Kebijakan Pemerintah ... 183

X. KESIMPULAN DAN SARAN ... 185

10.1. Kesimpulan ... 185

10.2. Saran ... 187

DAFTAR PUSTAKA ... 189


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ilustrasi tabel input-output ... 36

2. Model umum tabel input output (nxn) ... 60

3. Rumus pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja ... 61

4. Pengaruh langsung antar faktor yang mempengaruhi sistem agribisnis kakao ... 65

5. Kondisi topografi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan ... 72

6. Erosi tanah pada beberapa daerah aliran sungai (DAS)/sub DAS ... 73

7. Tipe iklim, bulan kering dan penyebarannya ... 74

8. Perkembangan penduduk kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 1999-2003 ... 75

9. Distribusi pekerja pada berbagai lapangan pekerjaan, 2003 ... 77

10. Perkembangan kontribusi berbagai sektor ekonomi terhadap PDRB atas harga berlaku ... 78

11. Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan 1993-2003 ... 80

12. Pencemaran udara yang dihasilkan oleh rumah tangga dan industri dari pembakaran BBM dan limbah padat di Sulawesi Selatan tahun 2003 ... 96

13. Beban pencemaran air di Sulawesi Selatan ... 97

14. Perkembangan areal perkebunan di Provinsi Sulawesi Selatan 1990- 2003 ... 99

15. Biaya eksternalitas sektor ekonomi tanaman bahan makanan non padi ... 109

16. Sebaran areal perkebunan kopi dan perkiraan erosi tanah tahun 2003 ... 110

17. Sebaran areal perkebunan kakao dan perkiraan erosi tanah tahun 2003 ... 111

18. Sebaran areal perkebunan lainnya dan perkiraan erosi tanah tahun 2003 ... 113

19. Biaya ekternalitas berbagai sektor ekonomi, 2003 ... 126

20. Posisi nilai output berbagai sektor ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan, tahun 2000 dan 2003 ... 133


(15)

xv 21. Posisi berbagai sektor ekonomi dalam perekonomian regional

Sulawesi Selatan berdasarkan PDRB, tahun 2000 dan 2003... 135 22. Perkembangan nilai ekspor dan perdagangan antar provinsi berbagai

sektor ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan ... 137 23. Nilai pengganda beban biaya eksternalitas perekonomian regional

Sulawesi Selatan ... 143 24. Posisi nilai output berbagai sektor ekonomi pada tabel IO konvensional

dan tabel IO dikoreksi biaya eksternalitas Sulawesi Selatan, tahun 2003 .. 147 25. Posisi nilai PDRB berbagai sektor ekonomi pada tabel IO konvensional

dan tabel IO dikoreksi biaya eksternalitas Sulawesi Selatan, tahun 2003 .. 148 26. Karakteristik petani kakao dan kondisi usahataninya, 2005 ... 160 27. Pendapatan dan pengeluaran keluarga petani kakao, 2005 ... 161 28. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani ... 164 29. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani dalam model

persamaan yang disederhanakan ... 166 30. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani ... 166 31. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan petani ... 167 32. Skor hasil penilaian para pakar terhadap pengaruh langsung antar

faktor yang mempengaruhi sistem agribisnis kakao ... 173 33. Beberapa kemungkinan kondisi dari faktor-faktor yang berpengaruh ... 176


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan kerangka pemikiran pembangunan perkebunan kakao

berkelanjutan... 7

2. Proses adopsi teknologi ... 11

3. Tahapan kegiatan penelitian ... 14

4. Tngkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor yang berpengaruh dalam sistem agribisnis kakao ... 66

5. Peta provinsi Sulawesi Selatan ... 71

6. Peta penutupan lahan hutan, 1997 ... 88

7. Peta kawasan yang mempengaruhi dan dipengaruhi Danau Tempe ... 89

8. Hasil analisis keterkaitan antar faktor yang mempengaruhi agribisnis kakao di Sulawesi Selatan ... 174


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Klasifikasi sektor tabel I-O Sulawesi Selatan tahun 2000 yang

disederhanakan dari 112 sektor menjadi 25 sektor ... 198 2. Tabel IO Sulawesi Selatan tahun 2000 yang disederhanakan, atas

dasar harga produsen (jutaan rupiah)... 202 3. Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap adopsi

teknologi pengendalian hama PBK (PsPSP), 2006 ... 206 4. Kandungan Unsur Hara Utama N, P, dan K Tanah di Sulawesi Selatan 212 5. Tabel IO Sulawesi Selatan Tahun 2003, atas dasar harga produsen

(jutaan rupiah)... 213 6. Tabel IO Sulawesi Selatan Tahun 2003 dikoreksi biaya eksternalitas,

atas dasar harga produsen (jutaan rupiah) ... 217 7. Pengganda output berbagai sektor ekonomi dalam perekonomian

regional Sulawesi Selatan, 2003 ... 221 8. Pengganda pendapatan berbagai sektor ekonomi dalam

perekonomian regional Sulawesi Selatan, 2003 ... 223 9. Pengganda tenaga kerja berbagai sektor ekonomi dalam

perekonomian regional Sulawesi Selatan, 2003 ... 225 10. Daya Penyebaran dan daya kepekaan pada IO-konvensional dan

IO-dikoreksi biaya eksternalitas ... 227 11. Peringkat sektor ekonomi berdasarkan nilai indeks keterkaitannya


(18)

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada tahun 2004, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar satu juta kepala keluarga petani serta memberikan sumbangan devisa sebesar US $ 546 juta. Nilai devisa ekspor kakao tersebut sedikit lebih rendah dari nilai ekspor kakao tahun 2002 dan 2003 yang masing-masing sebesar US $ 701 juta dan US $ 621 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006).

Sulawesi Selatan sebagai sentra utama produksi kakao Indonesia telah menikmati peran kakao sejak awal krisis ekonomi melanda Indonesia. Kakao tampil sebagai penyelamat ekonomi rumah tangga petani, bahkan telah menghantarkan banyak petani kakao menjadi “orang kaya baru” karena harga kakao melambung tinggi dari Rp 3.325/kg pada tahun 1997 menjadi Rp 10.740/kg tahun 1998. Sejak saat itu, komoditas kakao memberikan kontribusi yang cukup nyata bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1998, kakao memberikan kontribusi output sebesar Rp 2,19 triliun atau 50,65% total nilai output perkebunan Sulawesi Selatan dan kakao tampil sebagai komoditas andalan ekspor Sulawesi Selatan dengan pangsa sebesar 38,28% dari total nilai ekspor Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan 1999 dan Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan 1999ª). Di samping itu, perkebunan kakao telah memacu perkembangan wilayah dan pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, terutama yang berkaitan langsung dengan perkebunan kakao seperti: pengadaan sarana produksi, perdagangan produksi biji kakao, dan industri pengolahan biji kakao.

Perkebunan kakao masih prospektif untuk terus dikembangkan karena situasi kakao dunia mengalami defisit produksi sejak tahun 2001, sehingga harga kakao dunia cukup tinggi. Harga kakao dunia relatif stabil diatas US $ 1.300/ton sejak akhir


(19)

2

Cocoa Organization 2006). Kondisi ini terus memicu perluasan areal perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Areal perkebunan kakao di daerah ini berkembang hampir dua kali lipat dalam waktu 6 tahun terakhir yaitu dari 157.649 ha pada tahun 1997 menjadi 296.039 ha tahun 2003 atau rata-rata tumbuh 14,63% per tahun. Perkebunan kakao di Sulawesi Selatan hampir seluruhnya (99,26%) diusahakan oleh petani dengan sentra produksi Kabupaten Mamuju, Polmas, Pinrang, Bone, dan Luwu Utara (Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan 1998, 2004, dan 2004a). Perluasan areal perkebunan kakao yang begitu pesat tersebut cenderung tidak terkendali karena pengembangannya dilakukan oleh petani dengan sasaran pengembangan di lereng-lereng bukit dan pegunungan serta sebagian memasukan kawasan hutan (non budidaya). Pengembangan areal perkebunan kakao tersebut dilakukan petani tanpa dilandasi oleh studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini telah mengundang kritikan tajam karena beberapa fakta menunjukkan bahwa pengembangan perkebunan kakao di daerah ini telah menimbulkan kerusakan lingkungan berupa peningkatan erosi, kerusakan daerah tangkapan air dan penyusutan keanekaragaman hayati dengan berbagai dampak turunannya seperti peningkatan lahan kritis, banjir dan kekeringan. Menurut Akiyama dan Nishio (1997), pengembangan perkebunan kakao yang begitu pesat di Sulawesi Selatan di satu sisi memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak negatif berupa peningkatan erosi dan menurunkan areal tangkapan air serta penyusutan keanekaragaman hayati.

Kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan tersebut merupakan suatu biaya lingkungan yang biasanya tidak diperhitungkan dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi maupun peran suatu sektor ekonomi dalam perekonomian regional. Akibatnya pertumbuhan ekonomi maupun peran suatu sektor ekonomi dalam perekonomian regional masih bersifat “semu” dan masyarakat masih harus menanggung biaya eksternalitas dari suatu proses produksi atau kegiatan ekonomi. Lebih lanjut, karena perencanaan pembangunan ekonomi umumnya disusun berdasarkan hasil-hasil pembangunan sebelumnya sehingga ada kemungkinan


(20)

pembangunan yang direncanakan akan lebih memperparah kerusakan lingkungan dan memperbesar beban biaya ekternalitas yang harus ditanggung masyarakat.

Lebih lanjut, pengembangan perkebunan kakao yang begitu pesat telah menghasilkan hamparan perkebunan kakao yang sambung-menyambung, sehingga setiap adanya serangan hama penyakit tanaman kakao akan cepat menyebar dan sulit dikendalikan. Pada saat ini, petani kakao Sulawesi Selatan sedang menghadapi persoalan yang sangat serius yaitu adanya serangan hama penggerek buah kakao (PBK), Conopomorpha cramerella Snell. (Lepidoptera; Gracillariidae). Hama PBK teridentifikasi mulai menyerang perkebunan kakao di Sulawesi Selatan pada tahun 1995 dan menyebar dengan pesat ke berbagai penjuru. Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan (2004 dalam Mustafa 2005), hama PBK sudah menyerang hampir seluruh perkebunan kakao di Sulawesi Selatan dan diperkirakan menimbulkan kerugian mencapai Rp 810 milyar per tahun.

Kerugian yang terus menerus menyebabkan kemampuan petani untuk memelihara perkebunan kakaonya menurun, sehingga perkebunan kakao menjadi terlantar, rusak dan lahannya akan terdegradasi. Di sisi lain, sebagian petani tetap berupaya untuk memenuhi permintaan kakao dunia yang terus meningkat dengan mengembangkan perkebunan kakao baru di daerah yang terpencil dan biasanya memasuki kawasan hutan dengan harapan terhindar dari serangan hama PBK. Pengembangan perkebunan kakao yang dilakukan petani tersebut dapat selamat dari serangan hama PBK dalam beberapa musim panen, tetapi kemudian hama PBK juga menyerang perkebunan kakao tersebut dan menimbulkan kerugian sama seperti perkebunan kakao lainnya.

Sampai tahun 2005, kerugian dan kerusakan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan akibat serangan hama PBK belum separah kerusakan perkebunan kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Serangan hama PBK sejak awal tahun 2003 menyebabkan sekitar 90% dari 20.000 ha perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Sikka mengalami kerusakan dan puluhan ribu kepala keluarga petani pemiliknya


(21)

4

terancam kelaparan1. Meskipun demikian, tidak mustahil serangan hama PBK akan menimbulkan kerusakan perkebunan kakao dan dampak sosial ekonomi yang lebih parah bagi petani kakao di Sulawesi Selatan karena serangan hama PBK sudah beberapa kali menghancurkan perkebunan kakao di berbagai daerah di Indonesia.

Berdasarkan gambaran tersebut tampak bahwa serangan hama PBK tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, kemiskinan dan kelaparan, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, baik lingkungan perkebunan kakao yang sudah ada maupun lingkungan hutan akibat percepatan proses alih fungsi hutan menjadi perkebunan kakao. Oleh karena itu, upaya untuk mengendalikan serangan hama PBK mempunyai arti yang sangat strategis untuk mengurangi kerugian ekonomi dan dampak sosial ekonomi lainnya serta mempertahankan keberlanjutan perkebunan kakao sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan dan biaya eksternalitas.

Sebenarnya teknologi pengendalian hama PBK telah tersedia dan sudah disosialisasikan secara intensif melalui kegiatan sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL-PHT) sejak tahun 2000. Namun proses adopsi teknologi tersebut sangat lambat karena berbagai kendala yang dihadapi petani. Oleh karena itu mempelajari permasalahan adopsi teknologi pengendalian hama PBK dan biaya eksternalitas merupakan hal yang sangat krusial dalam upaya mempertahankan peran strategis perkebunan kakao bagi perekonomian regional dan menjaga keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pengembangan perkebunan kakao dan kelestarian fungsi lingkungan merupakan dua agenda yang diharapkan dapat berjalan harmonis dalam pembangunan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Pembangunan perkebunan di satu sisi akan memberikan dampak positif bagi perekonomian regional khususnya sebagai penyedia kesempatan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara, serta

1


(22)

pendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Namun di sisi lain pengembangan perkebunan kakao memaksa terjadinya alih fungsi lahan dan proses alih fungsi lahan ini dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif tergantung pada kondisi lahan yang dialih fungsikan dan teknologi budidaya kakao yang digunakan.

Teknologi budidaya kakao yang diterapkan petani sangat menentukan dampak dari proses alih fungsi lahan dan tingkat produksi perkebunan kakao petani. Alih fungsi lahan akan menimbulkan dampak positif apabila lahan yang dialih fungsikan merupakan lahan kritis yang diubah menjadi perkebunan kakao dengan menggunakan teknologi budidaya ramah lingkungan. Sebaliknya alih fungsi lahan akan berdampak negatif apabila lahan yang dialih fungsikan merupakan hutan lindung pendukung kehidupan menjadi perkebunan kakao yang kurang mampu menggantikan fungsi ekologis hutan lindung.

Dampak negatif alih fungsi lahan cukup nyata terjadi pada saat awal proses alih fungsi lahan dan akan berkurang pada saat perkebunan kakao berhasil dibangun serta kembali meningkat ketika perkebunan kakao mengalami kerusakan. Pada awal proses alih fungsi lahan muncul dampak negatif berupa: peningkatan erosi dan sedimentasi, penyusutan keanekaragaman hayati, kerusakan tata air dan peningkatan emisi gas rumah kaca CO2. Selanjutnya dampak negatif mulai berkurang pada saat tanaman kakao mulai menutupi lahan yang terbuka karena erosi lahan mulai berkurang. Namun erosi lahan dapat kembali meningkat jika perkebunan kakao tidak terpelihara dan mengalami kerusakan. Berbagai dampak negatif tersebut merupakan biaya lingkungan yang hingga saat ini masih diperlakukan sebagai biaya eksternalitas, akibatnya hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi atau peran suatu sektor ekonomi dalam perekonomian regional masih bersifat ”semu”.

Dalam perekonomian regional sektor ekonomi kakao mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lainnya. Perkebunan kakao dalam proses produksinya memerlukan sejumlah input dan bersamaan dengan itu dihasilkan sejumlah output yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan akhir berupa konsumsi rumah tangga, ekspor dan lain-lain maupun sebagai input produksi sektor


(23)

6

ekonomi lainnya. Kondisi yang sama juga terjadi pada sektor perekonomian lainnya dan apabila arus input-output tersebut disederhanakan maka akan dapat dibentuk tabel input-output. Selanjutnya melalui pendekatan matematika akan dapat diperoleh berbagai informasi yang sangat berguna dalam perencanaan pembangunan perekonomian regional.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkebunan kakao Sulawesi Selatan saat ini sedang menghadapi serangan hama PBK dan petani belum mampu mengendalikannya. Di sisi lain, teknologi pengendalian hama PBK yang cukup efektif untuk mengendalikan serangan hama PBK telah tersedia, tetapi belum diadopsi secara masal oleh petani. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK guna menunjang keberlanjutan peran perkebunan kakao bagi perekonomian Regional Sulawesi Selatan.

Berbagai permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan Input Output dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK. Kemudian hasil analisis tersebut dilengkapi dengan analisis prospektif guna merumuskan strategi pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan. Secara sederhana kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(24)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Pembangunan Perkebunan Kakao Berkelanjutan. Pengembangan

Perkebunan Kakao

Alih Fungsi Lahan Serangan

Hama PBK

Valuasi Ekonomi

Adopsi Teknologi: Faktor Berpengaruh Pendapatan

Petani Output, PDRB,

Lapangan Kerja

Kebun Terlantar

Strategi Pembangunan Perkebunan Kakao Berkelanjutan

Pengembangan Sektor Ekonomi Lainnya Produksi Kakao

Kerusakan Lingkungan

Perbaikan Lingkungan Teknologi

Budidaya Kakao

IO-Lingkungan: Peran Riil kakao IO-Konvensional:

Peran “Semu” kakao

Analisis Prospektif

Limbah

Keterangan:

Saling Berpengaruh Berpengaruh

Di Analisis Rekomendasi


(25)

8

Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan peran perkebunan kakao secara berkelanjutan membutuhkan biaya yang cukup besar. Dalam situasi ketersediaan dana pemerintah yang relatif terbatas, maka keputusan alokasi dana pada suatu sektor perekonomian sangat tergantung pada perannya dalam menggerakkan perekonomian daerah. Melalui pendekatan input output, akan diperoleh gambaran yang lebih rinci bagaimana peran perkebunan kakao dalam menggerakkan perekonomian regional melalui penelaahan pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja serta keterkaitan antar sektor perekonomian.

Melalui pendekatan input output juga dapat ditelaah dampak negatif dari serangan hama PBK. Apabila serangan hama PBK tidak terkendali, maka peran sektor perkebunan kakao akan mengalami kontraksi dan melalui pendekatan input output akan diperoleh gambaran berapa besar dampak serangan hama PBK bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan. Dengan memahami dampak serangan hama PBK tersebut akan diketahui bagaimana pentingnya upaya pengendalian hama PBK di daerah ini.

Namun karena adanya externalitas dalam proses produksi, maka berbagai informasi tersebut masih bersifat “semu”. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi dengan melakukan internalisasi biaya eksternalitas ke dalam tabel input-output konvensional, sehingga menjadi tabel input output berwawasan lingkungan. Koreksi terhadap tabel input output konvensional tersebut idealnya dilakukan dengan cara mengembangkan model tabel input output umum atau model ekonomi ekologi maupun model komoditi industri. Namun karena keterbatasan ketersediaan data, maka pengembangan model input output berwawasan lingkungan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengoreksi atau menginternalisasikan biaya eksternalitas ke nilai output tabel input output konvensional, sehingga menjadi tabel input output terkoreksi biaya eksternalitas.

Koreksi biaya eksternalitas tersebut dilakukan terhadap sektor-sektor ekonomi yang menghasilkan biaya lingkungan yang masih diperlakukan sebagai biaya eksternalitas karena secara teoritis sektor ekonomi tersebut bertanggungjawab atas pencemaran atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Koreksi output


(26)

dilakukan mengikuti asumsi dasar tabel input-output yaitu secara proposional terhadap nilai outputnya. Secara matematis, koreksi output masing-masing sektor ekonomi dengan biaya eksternalitas tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Xi = Xi1 + Xi2 + ... + Xij + ... + Xin + Yi ... (1)

Xi yang dikoreksi dengan biaya eksternalitas (BE) adalah Xi-BE = X*i, maka Xi* = ai1* Xi1 + ai2*Xi2 + ... + aij*Xij + ... + ain*Xin + ai*Yi ... (2) dimana:

Xi = Total output sektor ke-i,

Xij = Jumlah output sektor ke-i yang dijual ke sektor j,

Yi = Jumlah permintaan akhir untuk sektor ke-i,

BE = Total biaya eksternalitas sektor ke-i.

Xi* = Total output sektor ke-i yang dikoreksi dengan biaya eksternalitas,

aij = (Xij/Xi) = koefisien input output,

aij*= aij - (Xij/Xi)BE dan ai* = (Yi/Xi) - (Yi/Xi)BE.

Selanjutnya sebagaimana telah dikemukakan bahwa hama PBK merupakan ancaman yang serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Serangan hama PBK dapat menurunkan produksi lebih dari 80%, sehingga sangat merugikan petani. Kerugian yang terus menerus menyebabkan kebun ditelantarkan dan menjadi rusak, yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah lingkungan. Oleh karena itu diperlukan upaya yang lebih intensif untuk mengendalikan serangan hama PBK secara menyeluruh guna menyelamatkan keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan.

Upaya pengendalian hama PBK sebenarnya sudah dilakukan sejak hama PBK teridentifikasi menyerang perkebunan kakao di Sulawesi Selatan pada tahun 1995. Upaya pengendalian hama PBK pada awalnya dilakukan dengan menggunakan pestisida, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan. Selanjutnya pengendalian hama PBK dilakukan dengan menerapkan paket teknologi PsPSP yaitu: Panen sering, Pemangkasan, Sanitasi, dan Pemupukan. Namun upaya tersebut juga belum memberikan hasil yang optimal karena sosialisasi dan adopsi teknologi pengendalian hama PBK tersebut sangat lambat. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk mempercepat sosialisasi dan adopsi teknologi pengendalian hama PBK.


(27)

10

Menurut Rogers (1995), adopsi teknologi merupakan suatu proses yang dimulai dari pengetahuan tentang inovasi (teknologi baru), diikuti dengan pembentukan sikap terhadap inovasi dan diakhiri dengan keputusan (tindakan) untuk mengadopsi atau menolak inovasi. Pengetahuan tentang inovasi merupakan proses pengenalan dimana seseorang menerima atau mengetahui informasi tentang teknologi baru. Pembentukan sikap merupakan suatu proses mental seseorang untuk mengevaluasi terhadap teknologi baru. Sementara itu, keputusan atau tindakan merupakan suatu tahapan dimana seorang petani mulai mengambil keputusan untuk menerapkan atau tidak menerapkan teknologi baru pada usahataninya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa adopsi teknologi dipengaruhi oleh karakteristik teknologi, karakteristik pengambil keputusan, karakteristik lingkungan, saluran komunikasi dan usaha promosi. Karakteristik teknologi meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, dan observabilitas. Sementara karakteristik petani sebagai pengambil keputusan dipengaruhi oleh individu petani, kelompok tani dan penguasa. Sedangkan karakteristik lingkungan sosial, saluran komunikasi dan usaha promosi dipengaruhi antara lain: toleransi terhadap perubahan, keberadaan sumber informasi, keberadaan pembina dan intensitas kerjasama antar petani (Rogers, 1995). Secara sederhana proses adopsi teknologi dapat dilihat pada Gambar 2.


(28)

Gambar 2. Proses Adopsi Teknologi SIKAP TINDAKAN

ADOPSI PENGETAHUAN

Karakteristik Teknologi 1. Keuntungan ekonomi 2. Keuntungan sosial 3. Kompatibilitas 4. Kompleksitas 5. Observabilitas

Karakteristik Kebun 1. Luas kebun kakao 2. Umur tanaman 3. Kemiringan lahan. Kemampuan Petani 1. Tenaga kerja terampil 2. Modal

3. Bahan dan alat

MENOLAK

Diskontinu

1. Ganti yang baru 2. Kecewa

Terus mengadopsi

Pengadopsian terlambat Tetap menolak Sifat-sifat Individu Petani:

1. Karakteristik Petani

2. Kebutuhan Petani Terhadap Perubahan/Inovasi

Lingkungan Sosial: 1. Keberadaan Sumber Informasi 2. Keberadaan Pembinaan 3. Intensitas Kerjasama

4. Toleransi Terhadap Perbeda-an/Perubahan

5. Pola Pengambilan Keputusan


(29)

Berdasarkan penjelasan tersebut tampak bahwa adopsi teknologi merupakan suatu variabel tidak bebas kualitatif dengan dua kategori yaitu 0 (nol) untuk menolak inovasi teknologi dan 1 (satu) untuk menerima atau mengadopsi teknologi. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998), untuk menduga regresi peubah tidak bebas kualitatif dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: Model Probabilistik Linier (Linear Probability Model), Model Probit (Probit Model), dan Model Logit (Logit Model). Model Probabilistik Linier mempunyai kelemahan karena ada kemungkinan peluang bersyaratnya berada diluar kisaran 0-1, sehingga sulit dilakukan pendugaan dengan menggunakan model OLS (Ordinary Least Square). Sementara itu, Model Probit dan Model Logit selalu memenuhi peluang bersyarat pada kisaran 0-1. Namun Model Probit lebih rumit perhitungannya dari pada Model Logit, maka dalam penelitian terapan lebih sering digunakan Model Logit.

Pada penelitian ini pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK dilakukan dengan menggunakan Model Logit yang dirumuskan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld 1998):

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = + =

= i i z + Xi

e e

X Z

F

i α β

β α 1 1 1 1 ) ( ) (

Pi ….…………...…(3)

Apabila ruas kiri dan kanan persamaan (1) di kalikan dengan (1+e-zi), maka akan diperoleh:

1 )P (1+ezi i =

... (4) Kemudian jika kedua ruas kiri dan kanan persamaan (2) dibagi dengan Pi dan dikurangi 1 maka diperoleh:

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = − i i i z P P P

e i 1 1 1 ... (5)

Dengan mendefinisikan ezi =1/ezi maka

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = − i i z P P e i


(30)

Jika kedua ruas kiri dan kanan di Ln-kan maka diperoleh :

i i i

i

i X e

P P Ln

Z ⎟⎟= + +

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

= α β

1 ... (7)

dimana:

Pi = Peluang petani mengadopsi teknologi pengendalian hama PBK (Pi =1 jika petani mengadopsi dan Pi=0 jika petani tidak mengadopsi),

Xi = Variabel bebas ( i = 1, 2, 3, ... n) α = intersep,

βi = Parameter peubah Xi

ei = galat acak.

Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka kegiatan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut: Tahap pertama adalah perumusan masalah dan tujuan penelitian. Tahap kedua adalah survei pendahuluan untuk mengumpulkan data dasar dan penentuan lokasi sampel serta penentuan pendekatan pemecahan masalah. Selanjutnya, tahap ketiga adalah survei utama untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan dilakukan analisis data dan simulasi guna merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan perkebunan kakao yang berkelanjutan di Sulawesi Selatan (Gambar 3).


(31)

14

Gambar 3. Tahapan Kegiatan Penelitian.

Persiapan Penelitian

- Perumusan masalah,

- Perumusan tujuan penelitian

- Biaya Lingkungan,

- Tabel IO konvensional dan IO yang dikoreksi biaya eksternalitas, - Simulasi dampak serangan hama PBK,

- Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK-PsPSP.

Survei Utama Survei Pendahuluan

- Identifikasi data, lokasi, dan pendekatan, - Pengumpulan data dasar,

- Pengolahan dan analisis data dasar.

Analisis Prospektif untuk merumuskan strategi pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan.

Pengolahan dan Analisis Data

- Identifikasi dan pengumpulan data sekunder, - Pengumpulan data dan informasi primer.


(32)

1.3. Perumusan Masalah

Perkebunan kakao mempunyai arti yang cukup strategis bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan. Namun dalam pengembangannya terdapat beberapa permasalahan khususnya permasalahan lingkungan dan serangan hama PBK yang mengancam keberlanjutan perkebunan kakao di daerah ini. Permasalahan tersebut perlu mendapat perhatian yang lebih serius karena Sulawesi Selatan merupakan sentra utama produksi kakao nasional dan kakao merupakan salah satu andalan ekspor komoditas perkebun Indonesia.

Kesadaran akan pentingnya peran perkebunan dalam perekonomian nasional telah mendorong pemerintah pusat untuk mencanangkan program revitalisasi terhadap tiga komoditas utama perkebunan yaitu kelapa sawit, karet dan kakao mulai pertengahan tahun 2005. Pencanangan program revitalisasi tersebut disambut baik oleh dunia usaha khususnya perusahaan perkebunan besar yang mengusahakan komoditas kelapa sawit. Program revitalisasi perkebunan juga mendapat dukungan dari perbankan nasional khususnya BRI dan Bank Mandiri. Namun kenyataannya perhatian dan respon yang diterima oleh komoditas kakao sangat berbeda dengan kelapa sawit, padahal kakao sedang menghadapi berbagai permasalahan yang cukup berat dan memerlukan perhatian yang lebih serius.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkebunan kakao telah memberikan sumbangan yang cukup nyata bagi penyediaan lapangan kerja, pendapatan petani, pangsa PDRB dan ekspor Sulawesi Selatan, meskipun peran tersebut masih bersifat semu karena berbagai kerusakan lingkungan dan dampak turunannya belum diperhitungkan. Di sisi lain, serangan hama PBK tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tetapi berpotensi untuk melahirkan kantong-kantong kemiskinan di sentra produksi kakao dan menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana sesungguhnya peran perkebunan kakao, dampak serangan hama PBK dan keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk memberikan gambaran dan informasi khususnya kepada para pengambil kebijakan dan pelaku


(33)

16

a. Berapa besar peranan perkebunan kakao bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan, khususnya dalam menghasilkan output, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), ekspor, penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan, serta perannya dalam menggerakkan perekonomian regional.

b. Berapa besar biaya lingkungan (eksternalitas) yang harus diperhitungkan agar penilaian peran kakao tidak bersifat ”semu” dan bagaimana pengaruh internalisasi biaya eksternalitas terhadap peran kakao bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan.

c. Bagaimana dampak serangan hama PBK terhadap pendapatan petani dan perekonomian Regional Sulawesi Selatan serta peningkatan biaya eksternalitas karena peningkatan areal perkebunan kakao petani yang rusak dan upaya perluasan areal perkebunan kakao untuk mengantisipasi permintaan kakao dunia yang terus meningkat.

d. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK dan bagaimana mempercepat laju adopsi teknologi pengendalian hama PBK tersebut untuk mengamankan pendapatan petani dan pangsa kakao dalam menghasilkan PDRB, serta menjaga keberlanjutan peran perkebunan kakao bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, kerangka pemikiran, dan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan di Sulawesi Selatan. Sehubungan dengan itu dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi dan menganalisis biaya eksternalitas pengembangan perkebunan kakao dan biaya eksternalitas karena kerusakan perkebunan kakao akibat serangan hama PBK serta menganalisis biaya eksternalitas sektor perekonomian lainnya.

b. Menganalisis peran perkebunan kakao bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan, khususnya dalam menghasilkan output, PDRB, ekspor, penyediaan


(34)

lapangan kerja dan sumber pendapatan, serta perannya dalam menggerakkan perekonomian regional.

c. Menganalisis dampak internalisasi biaya eksternalitas berbagai sektor ekonomi terhadap output, PDRB dan nilai indikator pengganda serta nilai indikator keterkaitan berbagai sektor ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan.

d. Mengidentifikasi dan menganalisis dampak serangan hama PBK terhadap pendapatan petani kakao dan perekonomian Regional Sulawesi Selatan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi dalam rangka mempercepat adopsi teknologi pengendalian hama PBK.

1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: a. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan kebijakan

pembangunan regional, khususnya pembangunan perkebunan kakao yang berkelanjutan di Sulawesi Selatan.

b. Menambah khasanah Ilmu Pengetahuan khususnya Ilmu-Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, terutama pengelolaan sumberdaya alam untuk pengembangan perkebunan kakao berkelanjutan melalui pendekatan perencanaan yang terintegrasi antara pertumbuhan ekonomi pengembangan wilayah dan kualitas lingkungan.

1.6. Kebaharuan (Novelty)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian pendekatan atau metode yang meliputi: berbagai metode valuasi ekonomi untuk menghitung biaya lingkungan (eksternalitas) dari berbagai sektor ekonomi, analisis Tabel Input Output konvensional dan Tabel Input Output yang dikoreksi dengan biaya eksternalitas, pendekatan dengan Model Logit untuk menemukan faktor-faktor kunci yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK dan analisis prospektif untuk memberikan arahan strategi pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan.


(35)

18

Metode/pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode-metode yang sudah baku yang dikemas dalam suatu rangkaian yang baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Jadi kebaharuan dari penelitian ini adalah rangkaian metode penelitian dan hasil penelitiannya terutama peran riil perkebunan kakao, faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi dan arahan kebijakan untuk mempercepat adopsi teknologi pengendalian hama PBK serta arahan strategi pembangunan perkebunan kakao yang berkelanjutan di Sulawesi Selatan.


(36)

Pembangunan pada awalnya identik dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan indikator keberhasilannya adalah peningkatan pendapatan nasional (GNP) per kapita. Hal ini sangat jelas terlihat dari pemikiran-pemikiran awal mengenai pembangunan seperti teori Harrod Domar, Arthur Lewis, WW Rostow, Hirschman dan Leibenstein. Namun sekitar tahun 1960, ketika data makro yang dapat diperbandingkan secara internasional telah tersedia, para ahli ekonomi menemukan bahwa pembangunan tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi multidimensi (Kuncoro 2003).

Kenyataan di negara yang sedang berkembang menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak identik dengan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahap awal pembangunan di negara berkembang dapat dicapai, setidaknya melebihi negara-negara maju. Namun pertumbuhan tersebut dibarengi oleh munculnya permasalahan-permasalahan pembangunan seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, ketimpangan distribusi pendapatan dan ketidak seimbangan struktural (Sjahrir 1986). Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan berdimensi luas tidak hanya sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga para ahli merasa perlu untuk melakukan pengkajian ulang tentang arti pembangunan. Pembangunan ekonomi tidak lagi memuja pertumbuhan GNP sebagai sasaran pembangunan, tetapi perlu lebih memusatkan perhatian pada kualitas dan proses pembangunan.

Menurut Kuncoro (2003), selama dasawarsa 1970-an, redefinisi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya meniadakan atau setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Untuk mewujudkan sasaran tersebut munculah konsep dan strategi pembangunan yang baru seperti: pertumbuhan dengan distribusi, pembangunan dengan strategi kebutuhan pokok, pembangunan mandiri, pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis, dan pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam/lingkungan.


(37)

20

Begitu kompleksnya pembangunan menyebabkan muncul banyak teori dan tidak ada satu teori pembangunan yang tepat untuk diterapkan di semua negara di dunia. Teori-teori pembangunan yang ada pada tahap awal sangat didominasi oleh hasil pemikiran ekonom barat, sehingga tidak selalu cocok untuk diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang. Kondisi ini memacu munculnya teori-teori baru tentang pembangunan. Karena begitu banyaknya teori pembangunan yang diformulasikan oleh para ahli ekonomi, maka agak sulit untuk mengelompokkannya dalam suatu aliran tertentu. Meskipun demikian, menurut Kuncoro (2003), paling tidak ada 5 kelompok teori pembangunan yaitu: a. Teori pertumbuhan linear; b. Teori perubahan struktural; c. Teori revolusi ketergantungan internasional; d. Teori neo-klasik; dan e. Teori-teori baru.

2.1.1. Teori Pertumbuhan Linear

Teori pertumbuhan linear mendominasi perkembangan teori pembangunan sejak pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith, diikuti oleh Karl Marx dan mencapai puncak kejayaannya dengan lahirnya teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Rostow. Dasar pemikiran dari teori ini adalah evolusi proses pembangunan yang dialami oleh suatu negara selalu melalui tahapan tertentu. Masing-masing tahapan pembangunan mutlak dilalui satu per satu secara berurutan menuju tingkat yang semakin tinggi.

Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi dalam 5 tahapan secara berurutan mulai dari tahap perburuan, tahap berternak, tahap bercocok tanam, tahap perdagangan dan terakhir tahap perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Teori ini menempatkan buruh sebagai input dalam proses produksi sehingga tidak mempunyai posisi tawar dan menempatkan modal sebagai faktor penentu bagi cepat atau lambatnya pertumbuhan. Adam Smith mengasumsikan hanya tuan tanah dan pengusaha yang mampu menabung dan mengakumulasikan modal, sehingga mereka memiliki posisi tawar yang kuat dan menimbulkan konsekwesi terjadi eksploitasi


(38)

terhadap kaum buruh. Asumsi tersebut menunjukkan kekejaman teori Adam Smith dengan sistem ekonomi kapitalis.

Sementara Karl Marx membagi evolusi perkembangan masyarakat menjadi tiga yaitu dimulai dari feodalisme, kapitalisme dan terakhir adalah sosialisme. Evolusi perkembangan masyarakat tersebut sejalan dengan proses pembangunan yang dilaksanakan. Menurut teori ini, masyarakat feodalisme mencerminkan kondisi dimana perekonomian yang ada masih bersifat tradisional dan tuan tanah menjadi pelaku ekonomi yang mempunyai posisi tawar yang tinggi. Perkembangan teknologi menimbulkan penggeseran dari masyarakat agraris-feodal menjadi masyarakat industri yang kapitalis dan para pengusaha memiliki posisi tawar yang tinggi. Eksploitasi terhadap kaum buruh dan penggunaan input yang padat kapital pada akhirnya akan menimbulkan revolusi sosial yang dilakukan kaum buruh sehingga terbentuk tatanan masyarakat sosialis. Teori Marx ini tampaknya sangat diwarnai subjektivitas dan kebencian Marx terhadap sistem kapitalis, sehingga ia mendeskripsikan kehancuran kapitalis yang akan digantikan oleh sosialis harus melalui revolusi. Meskipun demikian, teori ini justru banyak menyumbang untuk kelanggengan kehidupan ekonomi kapitalis, karena perkiraan dampak negatif revolusi sosial tersebut menjadikan masukan untuk menyempurnakan sistem yang ada.

Selanjutnya sebagai garda depan teori pertumbuhan linear dikemukakan oleh Walt Whitman Rostow pada dekade 1950-1960. Rostow membagi proses pembangunan ekonomi suatu negara dalam lima tahapan yaitu: tahap perekonomian tradisional, tahap prakondisi tinggal landas, tahap tinggal landas, tahap menuju kedewasaan, dan tahap konsumsi massa tinggi. Proses pembangunan ekonomi dimulai dari tahapan perekonomian tradisional yang dicirikan oleh dominannya sektor pertanian dengan pemanfaatan teknologi yang rendah. Kemudian proses pembangunan masuk ke tahap dua yang merupakan proses transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Pada tahap ini sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian, tetapi sektor industri mulai berkembang dan


(39)

22

tahapan yang paling menentukan dalam keseluruhan proses pembangunan bagi kehidupan masyarakat. Ada tiga persyaratan yang saling berkaitan yang harus dipenuhi untuk proses tinggal landas yaitu kenaikan investasi produktif 5-10% dari pendapatan nasional, perkembangan salah satu atau beberapa sektor manufaktur penting dengan pertumbuhan yang tinggi dan terciptanya kerangka politik, sosial dan institusional yang menimbulkan hasrat ekspansi di sektor modern yang berdampak mendorong pertumbuhan ekonomi. Proses selanjutnya adalah tahap menuju kedewasaan ditandai dengan penerapan teknologi modern terhadap sumberdaya yang dimiliki dan produksi dilakukan secara swadaya. Dan yang terakhir adalah tahap konsumsi massa tinggi yang ditandai oleh adanya migrasi besar-besaran dari masyarakat pusat kota ke pinggiran perkotaan. Pada tahap ini terjadi perubahan orientasi dari pendekatan penawaran ke pendekatan permintaan dan terjadi perubahan pandangan bahwa kesejahteraan bukanlah permasalahan individu, tetapi mencakup kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama. Teori Rostow tidak terlepas dari berbagai kritikan, bahkan dapat dikatakan bahwa kritikan terhadap teori ini lebih panjang dari pada teorinya. Meskipun demikian, teori tersebut banyak mempengaruhi pandangan dan persepsi para ahli ekonomi mengenai strategi pembangunan yang harus dilakukan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.

2.1.2. Teori Perubahan Struktural

Teori perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme tranformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang. Ada dua teori yang sangat berpengaruh yaitu: Teori pembangunan Arthur Lewis dan Teori transformasi struktural Hollis Chenery.

Dalam model Lewis, perekonomian dianggap terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional dan sektor industri. Sektor tradisional yakni sektor pedesaan, masyarakatnya berada pada kondisi subsisten yang kelebihan tenaga kerja, sehingga produktivitas marjinalnya sama dengan nol. Di sisi lain, sektor industri yang berada di perkotaan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan mengisyaratkan


(40)

bahwa nilai produk marjinal tenaga kerja positif, sehingga dapat menampung tenaga kerja dari pedesaan.

Teori yang kedua yang dikembangkan oleh Chenery memfokuskan pada proses perubahan struktur ekonomi secara bertahap. Hasil penelitian Chenery menunjukkan bahwa perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. Kondisi tersebut ditandai oleh perubahan pangsa sektor industri dalam GNP yang meningkat dan pangsa sektor pertanian dalam GNP yang menurun. Selanjutnya Chenery membuat pengelompokan negara sesuai dengan proses perubahan struktural yang dialami berdasarkan tingkat pendapatan per kapita. Negara yang pendapatan per kapitanya kurang dari $ 600 dikelompokkan ke dalam negara yang baru melakukan pembangunan. Sementara negara yang pendapatan per kapitanya anrata $ 600 hingga $ 3.000 digolongkan ke dalam kelompok negara dalam fase transisi pembangunan.

2.1.3. Teori Revolusi Ketergantungan Internasional

Teori ini lahir dari hasil diskusi para ekonom negara-negara Amerika Latin yang dicetuskan oleh Paul Baran. Teori ketergantungan internasional berusaha menjelaskan penyebab keterbelakangan ekonomi yang dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini memandang bahwa negara-negara yang sedang berkembang menjadi korban berbagai macam perilaku kelembagaan, politik dan ekonomi domestik maupun internasional, sehingga terjebak dalam hubungan ketergantungan dan dominansi negara kaya. Ekonom penganut teori ini menuduh badan-badan dunia internasional seperti Bank Dunia dan IMF sebagai lembaga yang menyebabkan meningkatnya ketergantungan yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.

Teori ketergantungan merupakan varian dari teori yang dikembangkan oleh Karl Marx, sehingga tampak adanya pertentangan kelas dalam masyarakat tetapi dalam konteks internasional yaitu antara negara miskin dengan negara kaya yang lebih maju. Teori ini mendapat kritikan karena hanya mampu mengumpulkan


(41)

sebab-24

solusi jalan keluarnya. Solusi yang ditawarkan hanyalah melakukan isolasi terhadap pengaruh luar dan hal ini sulit dilakukan karena globalisasi. Meskipun demikian, teori ini paling tidak telah memberikan peringatan kepada para penguasa negara-negara yang sedang berkembang agar tidak terjebak dalam ketergantungan dari negara maju.

2.1.4. Teori Neo-Klasik

Teori Neo-Klasik lahir pada dekade 1980-an sebagai sanggahan terhadap teori ketergantungan dimana negara maju mengeksploitasi negara yang sedang berkembang. Teori ini merekomendasikan swastanisasi BUMN dan menciptakan iklim kondusif bagi peningkatan peran swasta. Teori Neo-Klasik berpendapat bahwa keterbelakangan bukan disebabkan oleh pengaruh eksternal, tetapi lebih dipengaruhi oleh internal dalam negara berkembang itu sendiri. Alokasi sumberdaya yang salah, merebaknya korupsi, dan terlalu besar campurtangan pemerintah merupakan penyebab utama ketidak efisienan mesin perekonomian. Menurut teori Neo-Klasik, pasar bebas dan bersaing sempurna merupakan kata kunci bagi keberhasilan pembangunan.

Teori ini tampaknya hanya tepat diterapkan di negara maju karena perdagangan bebas dan pasar bersaing sempurna hanya dapat dipenuhi oleh negara maju. Perbedaan struktur masyarakat dan kelembagaan negara maju dan negara berkembang menyebabkan teori ini gagal untuk diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang.

2.1.5. Teori Teori Baru

Dalam perkembangan literatur terakhir, beberapa ahli mengklaim paling tidak ada tiga teori baru yang muncul yaitu: teori pertumbuhan baru, teori geografi ekonomi baru dan teori perdagangan baru. Teori pertumbuhan baru dilontarkan oleh para ekonom yang prihatin dan gencar mengkritik keandalan teori neo-klasik dalam menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan baru berpendapat bahwa pertumbuhan GNP lebih ditentukan oleh


(42)

sistem proses produksi dan bukan berasal dari luar sistem. Motivasi dasar teori ini adalah menjelaskan perbedaan tingkat pertumbuhan antar negara dan menjelaskan faktor-faktor yang menentukan ukuran dan tingkat pertumbuhan GDP yang belum dijelaskan dan dianggap ditentukan secara eksogen oleh persamaan pertumbuhan Neo-klasik versi Solow.

Sementara teori geografi baru dan teori perdagangan baru muncul karena lebih dari seratus tahun, para pakar geografi, pakar ekonomi, perencana kota, para ahli strategi bisnis, ilmuwan regional dan ilmuwan sosial lainnya masih belum mampu memberikan penjelasan tentang mengapa dan di mana aktivitas ekonomi berlokasi. Teori geografi baru telah berhasil memberikan penjelasan mengenai perdagangan dan ketimpangan distribusi kegiatan ekonomi, tetapi mendapat kritikan karena pendekatan yang mereka gunakan bukanlah hal yang baru melainkan penemuan kembali teori lokasi tradisional dan ilmu regional. Sedangkan teori perdagangan baru menawarkan perspektif yang berbeda dengan teori geografi ekonomi baru dan neo-klasik. Para pendukung teori perdagangan baru berpendapat bahwa ukuran pasar ditentukan secara fundamental oleh besar kecilnya angkatan kerja pada suatu negara dan tenaga kerja tidak mudah untuk berpindah lintas negara. Mereka percaya bahwa penentu utama lokasi adalah derajat tingkat pendapatan yang meningkat dari suatu pabrik, tingkat substitusi antar produk yang berbeda dan ukuran pasar domestik.

2.1.6. Perlunya Pengembangan Teori Pembangunan Berkelanjutan

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa teori pembangunan ekonomi yang dikembangkan hingga saat ini umumnya lebih menekankan pada pertumbuhan dan efesiensi, serta kurang memperhatikan aspek sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Capra (2002), aspek sumberdaya alam dan lingkungan sebenarnya merupakan salah satu unsur yang ada dalam model ekonomi klasik. Namun karena pada saat awal pengembangan teori tersebut sumberdaya alam masih berlimpah dan jumlah penduduk masih sedikit, maka isu pentingnya untuk memperhatikan


(43)

26

Anggapan bahwa sumberdaya alam yang berlimpah tersebut terus digunakan dalam pengembangan model ekonomi selanjutnya, bahkan mazhab Neo-klasik telah menghilangkan faktor sumberdaya alam dari model ekonomi yang mereka kembangkan. Model ekonomi mazhab Neo-klasik hanya berkonsentrasi pada dua variabel yaitu sumberdaya manusia dan modal atau kapital. Sementara variabel sosial dan lingkungan mereka keluarkan dari model ekonomi, sehingga memungkinkan pengembangan model ekonomi analog dengan percobaan ilmu fisik yang terkendali. Namun model ekonomi tersebut menjadi tidak realistis dan keberhasilan pembangunan bersifat ”semu”, karena kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekonomi yang diekternalitaskan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat khususnya disekitar sumberdaya alam yang diekploitasi.

Kondisi sistem perekonomian yang dibangun berdasarkan model ekonomi tersebut secara lebih tegas dikemukakan oleh Brown (1995) yang menyatakan bahwa sistem perekonomian dunia saat ini secara perlahan-lahan mulai menghancurkan diri sendiri karena aktivitas ekonomi umumnya menimbulkan kerusakan dan degradasi lingkungan hidup. Apabila kerusakan sistem penunjang perekonomian terus berlanjut maka pertumbuhan ekonomi akan merosot di bawah pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu perlu segera disusun strategi pembangunan bagi masyarakat dunia secara keseluruhan sehingga pembangunan ekonomi dunia dapat berkelanjutan.

Menurut Capra (2002), untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi dunia diperlukan revisi konsep dan teori ekonomi khususnya pendefinisian kembali ”efesiensi dan produktivitas serta konsep keuntungan. Efesiensi tidak bisa lagi dinilai berdasarkan tingkat individu atau perusahaan, tetapi dinilai berdasarkan tingkat ekosistem. Demikian pula halnya dengan produktivitas tidak lagi didefinisikan sebagai output per jam kerja karyawan yang berdampak pada otomatisasi dan mekanisasi sehingga memperbanyak pengangguran dimana produktivitas mereka menjadi nol. Sementara konsep keuntungan perlu direvisi agar tidak lagi dipandang sebagai keuntungan pribadi yang mengabaikan (ekternalitas) biaya sosial dan lingkungan. Selanjutnya disusun perangkat model baru yang


(1)

223

Lampiran 8. Pengganda pendapatan berbagai sektor ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan, 2003

IO-Konvensional IO-

dikoreksi biaya eksternalitas

No. Sektor Awal Pertama Industri Konsms Total Tipe I Tipe II Awal Pertama Industri Konsms Total Tipe I Tipe II 1 Padi 0.1578 0.0109 0.0017 0.0393 0.2097 1.0795 1.3288

0.1565 0.0113 0.0018 0.0399 0.2095 1.0836 1.3383

2 Tabama lainnya 0.1380 0.0065 0.0014 0.0337 0.1796 1.0574 1.3017

0.1380 0.0065 0.0014 0.0343 0.1801 1.0572 1.3057

3 Kopi 0.2004 0.0118 0.0026 0.0496 0.2644 1.0715 1.3190

0.1333 0.0196 0.0062 0.0374 0.1965 1.1940 1.4747

4 Kakao 0.1721 0.0037 0.0013 0.0409 0.2180 1.0289 1.2666

0.1689 0.0041 0.0014 0.0410 0.2153 1.0323 1.2750

5 Perkeb. Lainnya 0.2192 0.0117 0.0028 0.0540 0.2877 1.0660 1.3123

0.2035 0.0147 0.0039 0.0522 0.2743 1.0915 1.3480

6 Peternakan 0.1556 0.0181 0.0066 0.0416 0.2219 1.1589 1.4265

0.1541 0.0187 0.0068 0.0422 0.2219 1.1660 1.4400

7 Kehutanan 0.0416 0.0029 0.0010 0.0105 0.0560 1.0934 1.3460

0.0416 0.0029 0.0010 0.0107 0.0561 1.0937 1.3508

8 Perikan laut 0.1531 0.0120 0.0038 0.0390 0.2079 1.1032 1.3580

0.1531 0.0121 0.0037 0.0397 0.2086 1.1035 1.3629

9 Budidaya udang 0.2179 0.0318 0.0124 0.0605 0.3226 1.2029 1.4807

0.2179 0.0324 0.0122 0.0617 0.3242 1.2044 1.4875

10 Budidaya bandeng & ikan 0.1926 0.0138 0.0190 0.0520 0.2774 1.1699 1.4402

0.1926 0.0155 0.0181 0.0532 0.2793 1.1743 1.4503

11 Tambang nekel 0.2519 0.0093 0.0033 0.0611 0.3256 1.0501 1.2927

0.2519 0.0095 0.0032 0.0622 0.3267 1.0504 1.2973

12 Tambang & Gln lainnya 0.1181 0.0071 0.0031 0.0296 0.1579 1.0867 1.3377

0.1181 0.0072 0.0031 0.0302 0.1585 1.0871 1.3426

13 Ind biji-an, cokelat & k gula 0.1792 0.0892 0.0180 0.0662 0.3526 1.5983 1.9675

0.2274 0.0633 0.0165 0.0722 0.3793 1.3507 1.6682

14 Ind kopi giling dan kupasan 0.1891 0.0907 0.0139 0.0678 0.3615 1.5531 1.9119

0.2597 0.0447 0.0125 0.0745 0.3913 1.2200 1.5067

15

Indust Makanan-minuman

0.0527 0.1302 0.0296 0.0491 0.2616 4.0320 4.9633

0.0692 0.1223 0.0287 0.0518 0.2720 3.1824 3.9304

16 Industri pupuk pestisida 0.0052 0.0018 0.0007 0.0018 0.0095 1.4763 1.8173

0.0052 0.0018 0.0007 0.0018 0.0095 1.4768 1.8240

17 Industri semen 0.1339 0.0329 0.0099 0.0408 0.2175 1.3196 1.6244

0.1298 0.0350 0.0105 0.0412 0.2165 1.3506 1.6681

18 Industri lainnya 0.0511 0.0144 0.0045 0.0162 0.0862 1.3703 1.6868

0.0518 0.0139 0.0044 0.0165 0.0867 1.3549 1.6734

19 Listrik, Gas, Air 0.1094 0.0475 0.0089 0.0383 0.2041 1.5157 1.8658

0.1094 0.0478 0.0087 0.0390 0.2049 1.5169 1.8734

20 Bangunan 0.1820 0.0693 0.0214 0.0630 0.3357 1.4980 1.8441

0.1906 0.0657 0.0213 0.0653 0.3429 1.4564 1.7987

21 Perdag-Hotel-Rst 0.1666 0.0294 0.0255 0.0512 0.2727 1.3295 1.6366

0.1668 0.0313 0.0245 0.0523 0.2748 1.3345 1.6481

22 Angkutan-Kmnks 0.1556 0.0450 0.0188 0.0507 0.2701 1.4095 1.7350

0.1556 0.0453 0.0187 0.0516 0.2712 1.4108 1.7424

23 Bank-Lkeuangan 0.0738 0.0383 0.0187 0.0302 0.1610 1.7727 2.1821

0.0738 0.0392 0.0184 0.0309 0.1623 1.7812 2.1998

24 Jasa Pemerintahn 0.6606 0.0381 0.0160 0.1651 0.8798 1.0820 1.3319

0.6607 0.0385 0.0159 0.1681 0.8831 1.0823 1.3367


(2)

224

Lampiran 8. lanjutan

Posisi nilai pengganda total

Selisih IO-Konvensional dengan IO-dikoreksi biaya eksternalitas No. Sektor IO-Konv IO-B lingk Awal Pertama Industri Konsms Total Tipe I Tipe II

1 Padi 17 16 0.0013 -0.0004 -0.0001 -0.0006 0.0002 -0.0041 -0.0095

2 Tabama lainnya 20 20 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0006 -0.0005 0.0002 -0.0040

3 Kopi 12 19 0.0671 -0.0078 -0.0036 0.0122 0.0679 -0.1225 -0.1557

4 Kakao 15 15 0.0032 -0.0004 -0.0001 -0.0001 0.0027 -0.0034 -0.0084

5 Perkeb. Lainnya 8 10 0.0157 -0.0030 -0.0011 0.0018 0.0134 -0.0255 -0.0357

6 Peternakan 14 13 0.0015 -0.0006 -0.0002 -0.0006 0.0000 -0.0071 -0.0135

7 Kehutanan 24 24 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0002 -0.0001 -0.0003 -0.0048

8 Perikan laut 18 17 0.0000 -0.0001 0.0001 -0.0007 -0.0007 -0.0003 -0.0049 9 Budidaya udang 7 7 0.0000 -0.0006 0.0002 -0.0012 -0.0016 -0.0015 -0.0068 10 Budidaya bandeng, ikan & lainnya 9 8 0.0000 -0.0017 0.0009 -0.0012 -0.0019 -0.0044 -0.0101 11 Tambang nekel 6 6 0.0000 -0.0002 0.0001 -0.0011 -0.0011 -0.0003 -0.0046 12 Tambang & Gln lainnya 22 22 0.0000 -0.0001 0.0000 -0.0006 -0.0006 -0.0004 -0.0049 13 Ind biji-bijan, cokelat & k gula 4 4 -0.0482 0.0259 0.0015 -0.0060 -0.0267 0.2476 0.2993 14 Industri kopi giling dan kupasan 3 2 -0.0706 0.0460 0.0014 -0.0067 -0.0298 0.3331 0.4052 15

Indust Makanan-minuman

13 11 -0.0165 0.0079 0.0009 -0.0027 -0.0104 0.8496 1.0329 16 Industri pupuk pestisida 25 25 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0005 -0.0067 17 Industri semen 16 14 0.0041 -0.0021 -0.0006 -0.0004 0.0010 -0.0310 -0.0437 18 Industri lainnya 23 23 -0.0007 0.0005 0.0001 -0.0003 -0.0005 0.0154 0.0134 19 Listrik, Gas, Air 19 18 0.0000 -0.0003 0.0002 -0.0007 -0.0008 -0.0012 -0.0076

20 Bangunan 5 5 -0.0086 0.0036 0.0001 -0.0023 -0.0072 0.0416 0.0454

21 Perdag-Hotel-Rst 10 9 -0.0002 -0.0019 0.0010 -0.0011 -0.0021 -0.0050 -0.0115 22 Angkutan-Kmnks 11 12 0.0000 -0.0003 0.0001 -0.0009 -0.0011 -0.0013 -0.0074 23 Bank-Lkeuangan 21 21 0.0000 -0.0009 0.0003 -0.0007 -0.0013 -0.0085 -0.0177 24 Jasa Pemerintahn 1 1 -0.0001 -0.0004 0.0001 -0.0030 -0.0033 -0.0003 -0.0048 25 Jasa Lainnya 2 3 -0.0003 -0.0004 0.0002 -0.0013 -0.0018 -0.0004 -0.0054


(3)

225

Lampiran 9. Pengganda tenaga kerja berbagai sektor ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan, 2003

IO-Konvensional IO-

dikoreksi biaya eksternalitas

No. Sektor Awal Pertama Industri Konsms Total Tipe I Tipe II Awal Pertama Industri Konsms Total Tipe I Tipe II 1 Padi 0.1067 0.0106 0.0007 0.0156 0.1336 1.1059 1.2524 0.1141 0.0113 0.0007 0.0158 0.1420 1.1059 1.2446 2 Tabama lainnya 0.1429 0.0046 0.0005 0.0134 0.1614 1.0361 1.1298 0.1439 0.0047 0.0005 0.0136 0.1627 1.0361 1.1306 3 Kopi 0.2583 0.0100 0.0011 0.0197 0.2891 1.0427 1.1190 0.6905 0.0266 0.0029 0.0148 0.7348 1.0427 1.0642 4 Kakao 0.0711 0.0011 0.0004 0.0163 0.0889 1.0209 1.2495 0.0799 0.0013 0.0004 0.0163 0.0978 1.0209 1.2245 5 Perkeb. Lainnya 0.0977 0.0064 0.0009 0.0215 0.1265 1.0749 1.2945 0.1429 0.0094 0.0013 0.0207 0.1743 1.0749 1.2200 6 Peternakan 0.0926 0.0126 0.0033 0.0166 0.1251 1.1718 1.3507 0.0994 0.0136 0.0035 0.0168 0.1333 1.1718 1.3404 7 Kehutanan 0.0247 0.0017 0.0003 0.0042 0.0309 1.0798 1.2486 0.0247 0.0017 0.0003 0.0042 0.0309 1.0798 1.2513 8 Perikan laut 0.0661 0.0068 0.0012 0.0155 0.0896 1.1210 1.3555 0.0661 0.0068 0.0012 0.0158 0.0899 1.1210 1.3593 9 Budidaya udang 0.0562 0.0155 0.0059 0.0241 0.1017 1.3801 1.8081 0.0562 0.0155 0.0059 0.0245 0.1021 1.3801 1.8156 10 Budidaya bandeng, & ikan 0.1348 0.0041 0.0100 0.0207 0.1696 1.1044 1.2579 0.1348 0.0041 0.0100 0.0211 0.1700 1.1044 1.2609 11 Tambang nekel 0.0010 0.0015 0.0008 0.0243 0.0276 3.3182 28.3660 0.0010 0.0015 0.0008 0.0247 0.0279 3.3181 28.7781 12 Tambang & Gln lainnya 0.0161 0.0014 0.0008 0.0118 0.0301 1.1363 1.8657 0.0161 0.0014 0.0008 0.0120 0.0303 1.1363 1.8778 13 Ind biji-an, cokelat & k gula 0.0110 0.0367 0.0091 0.0263 0.0831 5.1641 7.5543 0.0110 0.0367 0.0091 0.0287 0.0855 5.1640 7.7681 14 Ind kopi giling dan kupasan 0.0108 0.0886 0.0072 0.0270 0.1336 9.8772 12.3750 0.0108 0.0886 0.0072 0.0296 0.1362 9.8772 12.6150 15 Indust Makanan-minuman 0.0062 0.0725 0.0167 0.0195 0.1149 15.3049 18.4330 0.0062 0.0725 0.0167 0.0206 0.1160 15.3041 18.6001 16 Industri pupuk pestisida 0.0005 0.0003 0.0002 0.0007 0.0017 2.0079 3.4620 0.0005 0.0003 0.0002 0.0007 0.0017 2.0079 3.4870 17 Industri semen 0.0011 0.0066 0.0029 0.0162 0.0268 9.7478 24.7520 0.0011 0.0070 0.0030 0.0164 0.0276 9.7476 23.9691 18 Industri lainnya 0.0072 0.0037 0.0014 0.0064 0.0187 1.7072 2.5990 0.0072 0.0037 0.0014 0.0065 0.0188 1.7071 2.6159 19 Listrik, Gas, Air 0.0110 0.0069 0.0020 0.0152 0.0351 1.8070 3.1944 0.0110 0.0069 0.0020 0.0155 0.0353 1.8070 3.2180 20 Bangunan 0.0166 0.0063 0.0055 0.0250 0.0534 1.7122 3.2213 0.0166 0.0063 0.0055 0.0259 0.0543 1.7120 3.2739 21 Perdag-Hotel-Rst 0.0488 0.0089 0.0123 0.0203 0.0903 1.4342 1.8508 0.0488 0.0089 0.0123 0.0208 0.0908 1.4341 1.8595 22 Angkutan-Kmnks 0.0355 0.0159 0.0048 0.0201 0.0763 1.5844 2.1523 0.0355 0.0159 0.0048 0.0205 0.0767 1.5844 2.1620 23 Bank-Lkeuangan 0.0039 0.0072 0.0035 0.0120 0.0266 3.7577 6.8557 0.0039 0.0072 0.0035 0.0123 0.0268 3.7576 6.9208 24 Jasa Pemerintahn 0.0242 0.0091 0.0051 0.0656 0.1040 1.5883 4.2971 0.0242 0.0091 0.0051 0.0667 0.1052 1.5883 4.3422 25 Jasa Lainnya 0.3497 0.0090 0.0043 0.0282 0.3912 1.0379 1.1185 0.3497 0.0090 0.0043 0.0287 0.3916 1.0379 1.1199


(4)

226

Lampiran 9. lanjutan

Posisi nilai pengganda total

Selisih IO-Konvensional dengan IO-dikoreksi biaya eksternalitas

No. Sektor IO-Konv IO-B lingk Awal Pertama Industri Konsms Total Tipe I Tipe II

1 Padi 5 6 -0.0074 -0.0007 0.0000 -0.0002 -0.0084 0.0000 0.0078

2 Tabama lainnya 4 5 -0.0010 -0.0001 0.0000 -0.0002 -0.0013 0.0000 -0.0008

3 Kopi 2 1 -0.4322 -0.0166 -0.0018 0.0049 -0.4457 0.0000 0.0548

4 Kakao 14 12 -0.0088 -0.0002 0.0000 0.0000 -0.0089 0.0000 0.0250

5 Perkeb. Lainnya 7 3 -0.0452 -0.0030 -0.0004 0.0008 -0.0478 0.0000 0.0745 6 Peternakan 8 8 -0.0068 -0.0010 -0.0002 -0.0002 -0.0082 0.0000 0.0103

7 Kehutanan 19 19 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0027

8 Perikan laut 13 14 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0003 -0.0003 0.0000 -0.0038 9 Budidaya udang 11 11 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0004 -0.0004 0.0000 -0.0075 10 Budidaya bandeng, ikan & lainnya 3 4 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0004 -0.0004 0.0000 -0.0030 11 Tambang nekel 21 21 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0004 -0.0003 0.0001 -0.4120 12 Tambang & Gln lainnya 20 20 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0002 -0.0002 0.0000 -0.0121 13 Ind biji-bijan, cokelat & k gula 15 15 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0024 -0.0024 0.0001 -0.2138 14 Industri kopi giling dan kupasan 6 7 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0026 -0.0026 0.0000 -0.2402 15

Indust Makanan-minuman

9 9 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0011 -0.0011 0.0008 -0.1674 16 Industri pupuk pestisida 25 25 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0250 17 Industri semen 22 22 0.0000 -0.0004 -0.0001 -0.0002 -0.0008 0.0002 0.7825 18 Industri lainnya 24 24 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0001 -0.0001 0.0001 -0.0169 19 Listrik, Gas, Air 18 18 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0003 -0.0002 0.0000 -0.0236 20 Bangunan 17 17 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0009 -0.0009 0.0002 -0.0526 21 Perdag-Hotel-Rst 12 13 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0005 -0.0005 0.0001 -0.0087 22 Angkutan-Kmnks 16 16 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0004 -0.0004 0.0000 -0.0097 23 Bank-Lkeuangan 23 23 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0003 -0.0002 0.0001 -0.0651 24 Jasa Pemerintahn 10 10 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0011 -0.0012 0.0000 -0.0451 25 Jasa Lainnya 1 2 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0005 -0.0004 0.0000 -0.0014


(5)

227

Lampiran 10. Keterkaitan ke belakang dan ke depan pada IO-konvensional dan IO-

dikoreksi biaya eksternalitas

No. Nama Sektor

KF IO-K

KF IO-L

Selisih

KP IO-K

KP IO-L

Selisih

1 Padi

0.842492 0.847695 -0.005203 1.251907 1.251907 0.030771

2 Tabama

lainnya

0.813585 0.812933 0.000652 0.871696 0.871696 -0.000550

3 Kopi

0.897359 1.128069 -0.230710 0.993702 0.993702 0.147863

4 Kakao

0.845724 0.858029 -0.012305 0.740348 0.740348 0.001074

5 Perkeb.

Lainnya

0.868675 0.921697 -0.053022 1.105492 1.105492 0.111942

6 Peternakan

0.876548 0.881196 -0.004648 0.780601 0.780601 0.001939

7 Kehutanan

0.761699 0.760975 0.000723 0.842706 0.842706 -0.004535

8 Perikan

laut

0.870969 0.869847 0.001123 0.798535 0.798535 0.000408

9 Budidaya

udang

0.940954 0.938449 0.002505 0.845578 0.845578 0.000523

10 Budidaya bandeng & ikan lainnya

0.969607 0.964700 0.004907 0.792628 0.792628 0.000242

11 Tambang

nekel

0.835618 0.834599 0.001019 0.735089 0.735089 0.000634

12 Tambang & Gln lainnya

0.814991 0.814069 0.000922 1.149153 1.149153 -0.004126

13 Ind biji-an, cokelat & k gula

1.195348 1.108059 0.087288 0.750193 0.750193 0.000628

14 Ind kopi giling dan kupasan

1.204118 1.055921 0.148197 0.743409 0.743409 -0.001855

15 Indust

Makanan-minuman

1.554144 1.515108 0.039036 1.167063 1.167063 -0.003634

16 Industri pupuk pestisida

0.764095 0.763362 0.000732 1.162457 1.162457 -0.192861

17 Industri

semen

1.048895 1.066707 -0.017812 1.039552 1.039552 0.017435

18 Industri

lainnya

0.911574 0.908702 0.002872 2.192289 2.192289 -0.048231

19 Listrik,

Gas,

Air

1.168152 1.166478 0.001674 0.903426 0.903426 -0.002436

20 Bangunan

1.340324 1.324444 0.015880 0.926301 0.926301 -0.003147

21 Perdag-Hotel-Rst

1.100857 1.094453 0.006404 1.331298 1.331298 -0.019766

22 Angkutan-Kmnks

1.153762 1.151764 0.001999 1.219208 1.219208 -0.013436

23 Bank-Lkeuangan

1.069854 1.066965 0.002889 1.032331 1.032331 -0.009963

24 Jasa

Pemerintahn

1.068679 1.066547 0.002131 0.736596 0.736596 0.000620

25 Jasa

Lainnya

1.081978 1.079230 0.002748 0.888441 0.888441 -0.009536

Keterrangan:

KF IO-K = Koefisien penyebaran pada IO konvensional.

KF IO-L = Koefisien penyebaran pada IO dikoreksi biaya eksternalitas.

KP IO-K = Kepekaan penyebaran pada IO konvensional.


(6)

228

Lampiran 11. Peringkat sektor ekonomi berdasarkan nilai indeks keterkaitannya dengan sektor lain

Posisi Nama Sektor KF IO-K Nama Sektor KF IO-L Nama Sektor KP IO-K Nama Sektor KP IO-L

1

Indust Makanan-minuman 1.554144 Indust Makanan-minuman 1.515108 Industri lainnya 2.192289 Industri lainnya 2.240519

2

Bangunan 1.340324 Bangunan 1.324444 Perdag-Hotel-Rst 1.331298 Industri pupuk pestisida 1.355318

3

Indi kopi giling & kupasan 1.204118 Listrik, Gas, Air 1.166478 Padi 1.251907 Perdag-Hotel-Rst 1.351064

4

Ind biji-an,cokelat & k gula 1.195348 Angkutan-Kmnks 1.151764 Angkutan-Kmnks 1.219208 Angkutan-Kmnks 1.232643

5

Listrik, Gas, Air 1.168152 Kopi 1.128069 Indust Makanan-minuman 1.167063 Padi 1.221136

6

Angkutan-Kmnks 1.153762 Ind biji-an,cokelat & k gula 1.108059 Industri pupuk pestisida 1.162457 Indust Makanan-minuman 1.170698

7

Perdag-Hotel-Rst 1.100857 Perdag-Hotel-Rst 1.094453 Tambang & Gln lainnya 1.149153 Tambang & Gln lainnya 1.153280

8

Jasa Lainnya 1.081978 Jasa Lainnya 1.079230 Perkeb. Lainnya 1.105492 Bank-Lkeuangan 1.042294

9

Bank-Lkeuangan 1.069854 Bank-Lkeuangan 1.066965 Industri semen 1.039552 Industri semen 1.022117

10

Jasa Pemerintahn 1.068679 Industri semen 1.066707 Bank-Lkeuangan 1.032331 Perkeb. Lainnya 0.993551

11

Industri semen 1.048895 Jasa Pemerintahn 1.066547 Kopi 0.993702 Bangunan 0.929448

12

Budidaya bandeng & ikan 0.969607 Indi kopi giling & kupasan 1.055921 Bangunan 0.926301 Listrik, Gas, Air 0.905862

13

Budidaya udang 0.940954 Budidaya bandeng & ikan 0.964700 Listrik, Gas, Air 0.903426 Jasa Lainnya 0.897977

14

Industri lainnya 0.911574 Budidaya udang 0.938449 Jasa Lainnya 0.888441 Tabama lainnya 0.872246

15

Kopi 0.897359 Perkeb. Lainnya 0.921697 Tabama lainnya 0.871696 Kehutanan 0.847241

16

Peternakan 0.876548 Industri lainnya 0.908702 Budidaya udang 0.845578 Kopi 0.845839

17

Perikan laut 0.870969 Peternakan 0.881196 Kehutanan 0.842706 Budidaya udang 0.845056

18

Perkeb. Lainnya 0.868675 Perikan laut 0.869847 Perikan laut 0.798535 Perikan laut 0.798128

19

Kakao 0.845724 Kakao 0.858029 Budidaya bandeng & ikan 0.792628 Budidaya bandeng & ikan 0.792386

20

Padi 0.842492 Padi 0.847695 Peternakan 0.780601 Peternakan 0.778662

21

Tambang nekel 0.835618 Tambang nekel 0.834599 Ind biji-an,cokelat & k gula 0.750193 Ind biji-an,cokelat & k gula 0.749565

22

Tambang & Gln lainnya 0.814991 Tambang & Gln lainnya 0.814069 Indi kopi giling & kupasan 0.743409 Indi kopi giling & kupasan 0.745264

23

Tabama lainnya 0.813585 Tabama lainnya 0.812933 Kakao 0.740348 Kakao 0.739274

24

Industri pupuk pestisida 0.764095 Industri pupuk pestisida 0.763362 Jasa Pemerintahn 0.736596 Jasa Pemerintahn 0.735976

25

Kehutanan 0.761699 Kehutanan 0.760975 Tambang nekel 0.735089 Tambang nekel 0.734455

Keterangan:

KF IO-K = Koefisien penyebaran pada IO konvensional.

KF IO-L = Koefisien penyebaran pada IO dikoreksi biaya eksternalitas.

KP IO-K = Kepekaan penyebaran pada IO konvensional.