35 1928.Pengakuan ini penting artinya dalam menumbuhkan budaya baru yang bersifat
nasional di Kota Medan. Dengan cermat Hamka melukiskan, bahwa anak Deli adalah tunas yang paling mekar dalam pembangunan bangsa Indonesia. Anak Deli adalah
keturunan campuran dari berbagai etnis yang bebas dari kungkungan budaya tradisional.
51
Bersamaan dengan terjadinya kepincangan sosial, penguasa kolonial Belanda telah menciptakan suatu lingkungan baru di pusat-pusat kota, khususnya di Medan
dan Pematangsiantar. Di lingkungan baru ini muncul kesadaran untuk mencari identitas nasional.Pencarian identitas nasional itu diwujudkan dalam bentuk
pembentukan cabang Boedi Oetomo di Medan pada tahun 1908. Di bawah pimpinan dr. Pirngadi, Boedi Oetomo merekrut anggota dari kalangan dokter, guru, ahli hukum,
wartawan, dan pegawai pemerintah. Secara organisatoris Boedi Oetomo mampu menghubungkan daerah Sumatera Timur dengan pulau Jawa.
2.1.2. Kondisi Sosial Politik
52
Pada tahun 1919, awal gerakan kebangsaan muncul di daerah perkebunan, yaitu dengan dibentuknya cabang-cabang Sarekat Islam. Sarekat Islam mampu
menggerakan massa sampai ke daerah pedesaan. Dalam pertemuan cabang-cabang Sarekat Islam di Tebingtinggi pada bulan Februari1919, Abdul Muis berpidato
mengajak massa untuk menghancurkan sistem kuli kontrak dan poenale sanctie.
51
Hamka. 1966. Merantau ke Deli. Kuala Lumpur. Pustaka Antara. Hal. 56.
52
Hasil wawancara dengan Bapak Suprayitno pada tanggal 26 Juli 2015 pukul 13.37 WIB di Kantor Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, USU.
36 Sarekat Islam juga melancarkan kampanye demokrasi ekonomi untuk memperbaiki
kehidupan kaum buruh dan tani.
53
Sementara itu, organisasi Muhammadiyah, Al-Djami’atul Washliyah, dan Taman Siswa mulai melebarkan sayapnya ke Sumatera Timur.Berbeda dengan
organisasi politik, organisasi-organisasi ini lebih menekankan pada masalah pendidikan dan sosial.Cabang-cabang Taman Siswa mulai banyak bermunculan di
perkebunan-perkebunan dan kota-kota di Sumatera Timur, seperti Medan, Pangkalan Brandan, dan Tebingtinggi.Sekolah Taman siswa mengalami perkembangan pesat
berkat jasa Sugondo Kartoprodjo.Muhammadiyah juga mengembangkan sekolah dasar, guru dan membentuk perkumulan kepanduan Hisbul Wathan.Masuknya Partai
Komunis Indonesia PKI ke Sumatera Timur pada 1920, membuat wajah pergerakan politik menjadi radikal.Kekuatan partai ini tidak hanya terletak pada kepiawaiannya
dan keterampilan para tokoh-tokohnya, tetapi terletak pada program-programnya yang langsung mengancam kepentingan pemerintahan Belanda dan kerajaan.Partai ini
berhasil mengorganisasi pemogokan buruh di Pelabuhan Belawan pada tahun 1925.
54
Partai Komunis tidak hanya mendapat simpati dari buruh kota, tetapi juga dari buruh perkebunan.Kegiatan PKI akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah
Belanda.Tahun 1927 pemerintah Kolonial Belanda secara resmi melarang pegawainya menjadi anggota PKI.Pemerintah Belanda juga mengizinkan pihak
53
Kampanye itu akhirnya membuat kaum buruh menjadi radikal.Mereka melancarkan aksi mogok pada bulan September 1920 yang melumpuhkan aktivitas Deli Spoorweg Maatschappij D.S.M. Reid, Anthony. Op.cit. Hal.
128.
54
Basarshah II, T Luckman Sinar. 1992. Revolusi Sosial Pihak Kiri 1946 di Serdang dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Depdikbud, Revolusi Nasional di Tingkat Lokal. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Sejarah Nasional.Hal. 79
37 perkebunan mendirikan jaringan mata-mata untuk mengawasi kegiatan PKI. Deli
Spoorweg Maatschappij DSM mengemukakan bahwa setiap pegawai DSM yang terlibat di dalam kegiatan melanggar ketertiban umum akan diberhentikan. Partai ini
akhirnya dibubarkan Pemerintah Belanda akibat keterlibatannya dalam pemberontakan di Jawa Barat dan Silungkang Sumatera Barat.Gerakan Revolusioner
Marxis hancur pada tahun 1927.Pemimpinnya banyak yang dibuang ke Digul atau dipulangkan ke kampung halamannya.Dalam konteks Sumatera Timur, PKI telah
melangkah di luar batas-batas primordialisme untuk menghimpun dukungan rakyat.PKI telah membangun sikap militan dan konfrontatif antikolonial.Pada tahun
1928 perkembangan nasionalisme di Sumatera Timur memasuki periode penting.Periode ini ditandai dengan didirikannya cabang Partai Nasional Indonesia
PNI oleh Mr. Iwa Kusuma Sumantri dan Mr. Sunaryo pada tahun 1929 di Medan.Sebagian besar pendukung utama PNI adalah kalangan buruh-buruh Jawa di
Perkebunan.Partai Nasional Indonesia dan Taman Siswa memiliki hubungan yang erat.Banyak tokoh Taman Siswa aktif dalam membangun PNI dan tokoh PNI
mengajar di sekolah-sekolah Taman Siswa. Kedua organisasi ini menekankan perhatian yang besar pada konsep Negara Nasional Indonesia, Bahasa Nasional
Indonesia, Kebudayaan Nasional Indonesia, Bendera Nasional Indonesia, dan Lagu Nasional. Akan tetapi aktivitas PNI tidak berlangsung lama.PNI kemudian
dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1931, demikian juga penggantinya Partai Indonesia Partindo.
55
55
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 113.
38 Namun demikian PNI memberi sumbangan penting dalam mengembangkan
ideologi nasionalisme di Sumatera Timur.PNI telah menghubungkan gerakan antikolonial di Sumatera Timur.Program-program PNI menarik bagi orang Karo dan
Simalungun di Medan, Siantar, Kabanjahe yang frustrasi terhadap struktur kekuasaan konservatif di daerahnya.Kembalinya sejumlah aktivis pergerakan nasional dari
Boven Digul, akhirnya membangkitkan kembali gerakan nasionalis di Sumatera Timur.Pelopor kebangkitan itu adalah Gerakan Rakyat Indonesia Gerindo dan
Partai Indonesia Raya Parindra.Kedua organisasi ini mendapat dukungan luas dari semua suku bangsa di Sumatera Timur. Gerindo benar-benar menampakkan
organisasi massa yang bersifat nasional dan radikal. Gerindo dengan tegas membedakan diri dengan Parindra yang moderat dan kooperatif, yang mereka
pandang sebagai borjuis.Pemimpin Gerindo Sumatera Timur sudah sejak awal bersikap militan antikolonial, berbeda dengan koleganya di Jawa.Orang-orang
pergerakan bekas anggota PKI, Partindo, dan PNI bergabung dengan Gerindo.
56
Di bawah kendali Mohammad Djoni, Gerindo dengan keras menyerang kemapanan sistem kolonial dan feodalisme.Partai ini mengambil sikap antikolonial,
anti-Eropa, dan anti-kapitalisme.Mereka menuntut kemerdekaan nasional, penghancuran aristokrat feodal, nasionalisasi semua perusahaan asing, pengakuan hak
tanah pribumi.Hak-hak tanah dengan cepat menjadi isu utama program partai untuk memobilisasi dukungan melawan Pemerintah Belanda, raja-raja, dan pengusaha
perkebunan.Melalui program distribusi tanah kepada para petani, Gerindo mendapat
56
Dootjes, F.J.J. 1939. Kroniek 1938. Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut. Hal. 55.
39 dukungan kuat dari buruh-buruh Jawa, petani Karo, dan Simalungun.
57
Gerindo mampu membangkitkan semangat nasionalisme, khususnya di kalangan masyarakat
karo di Langkat dan Deli Hulu.
58
Cabang-cabang Gerindo juga tersebar di seluruh wilayah Sumatera Timur.Pada tahun 1938 cabang Gerindo didirikan di Binjai, Arnhemia, dan Tanah
Jawa.Di Kisaran dan Sunggal, cabang Gerindo dibentuk pada tahun 1939, sedangkan di Tanjung Balai dan Kabanjahe pada tahun 1940.Gerindo aktif memberikan kursus-
kursus politik secara teratur.Sekitar 1.500 orang menghadiri pertemuan Gerindo di gedung Bioskop Medan.
59
57
Ibid.
58
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 129-130.
59
Ibid. Hal. 121.
Melalui kursus-kursus itu Gerindo berhasil memperkuat semangat nasionalisme yang sebelumnya sudah diupayakan oleh PKI, PNI,
Muhammadiyah, Taman Siswa, Parindra, dan Partindo.Akibat pesatnya perkembangan nasionalisme, akhirnya menyadarkan tokoh-tokoh masyarakat
Simalungun.Pada tahun 1936, beberapa pegawai sipil kolonial dan guru-guru sekolah, mendirikan Kesatuan Simalungun Simalungun Sapariahan, yang bertujuan untuk
mengembangkan kebudayaan Simalungun.Sentimen anti-Toba tampak kuat dalam organisasi ini.Sentimen ini berkait dengan perampasan tanah-tanah pertanian oleh
orang-orang Batak Toba di daerah Simalungun.Perampasan tanah oleh para migran Batak Toba ini, berkembang menjadi isu politik pada tahun 1930-an. Untuk
40 mengatasi hal ini, pemerintah Belanda menyediakan 1.500 hektare tanah sawah untuk
kepentingan penduduk asli Simalungun.
60
Sementara itu, di kalangan suku Melayu muncul usaha-usaha untuk melindungi identitas Melayu.Tahun 1930, kaum bangsawan Serdang membentuk
Bangsawan Sepakat dan Persatuan Sulaiman.Di Langkat dan Deli, para bangsawannya membentuk Bangsawan Langkat Sejati dan Persatuan Kita.Pada
tanggal 20 September 1932, dibentuklah Syarikatul Moeloek sebagai sarana untuk menggalang persatuan raja-raja dan kaum bangsawan di seluruh Sumatera
Timur.Semua organisasi ini tidak bertahan lama karena tidak mendapat dukungan dari kalangan masyarakat bawah dan juga para bangsawan yang terpelajar.Kaum
intelektual Melayu sendiri sukar untuk melepaskan diri dari kungkungan adat istana.Menurut tradisi istana, setiap problem yang dihadapi oleh orang Melayu
diselesaikan lewat tradisi istana.Ini merupakan prinsip tegas yang membatasi kaum intelektual Melayu.Sebagian besar kaum bangsawan Sumatera Timur ternyata tidak
mampu menyiasati pergolakan dan perubahan sosial yang terjadi di sekitarnya.Mereka tidak aktif dalam gerakan nasionalisme yang semakin
mendapatkan tempat berpijaknya di Sumatera Timur.Perkembangan gerakan sosialisme itu akhirnya justru membuat merekamenjadi konservatif dan tidak
kritis.Ketidakaktifan mereka besar kemungkinan tidak hanya karena kungkungan adat istana tetapi justru karena pergerakan nasional itu sendiri mengancam kelangsungan
hidup mereka dan rakyatnya.Dengan demikian tidaklah mengherankan, meskipun di
60
Dootjes, F.J.J. Op.cit. Hal. 84.
41 seluruh Sumatera Timur telah berdiri semua cabang organisasi politik namun etnis
Melayu tetap bersikap apatis.Organisasi yang ada di kalangan mereka justru ditujukan untuk menghadang ancaman para imigran dan militansi gerakan nasionalisme dan
bersifat etnosentris. Organisasi yang bersifat etnosentris kembali hadir dengan nama Persatoean Soematera Timoer PST. PST dibentuk pada tahun 1938 di bawah
pimpinan Abdul Wahab dan Zahari.Organisasi ini mendapat sambutan luas dari kalangan bawah suku Melayu, Karo, dan Simalungun, yang tidak senang dengan
dominasi kaum pendatang di Sumatera Timur.Tujuannya selain untuk memperhatikan kondisi sosial penduduk asli Sumatera Timur, juga untuk melawan dominasi suku-
suku pendatang atas daerah Sumatera Timur.
61
Pada tahun 1940, dalam sebuah koferensi pertama PST, dr. Tengku Mansoer dipilih menjadi ketua. Tengku Bahriun dari Deli diangkat sebagai sekretaris dan
pimpinan sebelumnya dijadikan anggota pengurus.
62
PST dengan cepat mendapat simpati dari kalangan birokrat kolonial dan pegawai-pegawai senior Melayu.Pada
tahun 1939, cabang-cabang PST sudah dibentuk di Langkat, Deli, Serdang, Simalungun, dan Asahan.
63
Tokoh-tokoh aristokrat lokal memiliki andil dalam mendirikan cabang-cabang PST, di antaranya adalah Mr. Djaidin Purba dan Madja Purba di Simalungun. Di
Serdang, PST mendapat perhatian serius dari kaum bangsawan, terutama Tengku Rajih Anwar putera mahkota. Organisasi ini meskipun menekankan pada orang asli,
61
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal. 76.
62
Reid, Anthony. Op.cit. Hal 124-125.
63
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal. 77
42 tetapi secara organisatoris didominasi oleh suku Melayu.Orang Karo dan Simalungun
sedikit sekali duduk di dalam dewan pimpinan partai.Namun demikian PST mampu mengembangkan semangat nasionalisme orang asli melawan etnis non-asli di
Sumatera Timur.Memasuki tahun 1942, orbit Perang Pasifik semakin melebar ke Hindia-Belanda. Sebagian besar masyarakat Sumatera Timur menyadari bahwa
mereka telah ditindas oleh tatanan sosial yang ada dan berupaya untuk mengubah nasib mereka.Oposisi terhadap Pemerintah Belanda dan berbagai macam hak
istimewa kaum bangsawan menjadi sasaran utama gerakan ini.Pada masa pendudukan Jepang kondisi sosial ekonomi daerah Sumatera Timur hancur sama
sekali. Pemerintah Jepang enggan untuk membangun kembali prasarana transportasi yang telah hancur akibat pertempuran singkat pada Maret 1942.Bersamaan dengan itu
muncul kecenderungan dari berbagai residen dan kepala pemerintahan kabupaten untuk membangun kebutuhan mereka sendiri secara semi otonomi.Keadaan ini
akhirnya menyebabkan surplus produksi dari daerah Karo dan Tapanuli Selatan tidak dapat didistribusikan ke daerah Perkebunan di Sumatera Timur.Menghadapi situasi
kritis seperti itu, Pemerintah Jepang segera mengambil tindakan.Jepang memutuskan bahwa seluruh tanah perkebunan adalah milik Kekaisaran Jepang dan semuanya di
bawah kontrol langsung Pemerintah Militer Jepang.Ini berarti bahwa hak istimewa yang dimiliki oleh penguasa tradisional dan hak sewa tanah dihapuskan.
64
64
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal. 229.
Daerah
43 perkebunan dibagi dalam lima divisi, yang masing-masing diatur oleh Cabang
Syonan Gomu Kumia.
65
Kebijaksanaan Jepang ini mendapat sambutan hangat buruh-buruh perkebunan, petani Karo, dan Kabatak Toba.Pasalnya Syonan Gomu Kumia
mengumumkan semua tanah kosong di perkebunan diserahkan kepada para petani penyewa.Mereka segera berdatangan ke Sumatera timur membuka tanah-tanah
kosong dan hutan lebat dijadikan persawahan.Sebagian orang Jawa, Toba, Karo, dan Cina menduduki tanah-tanah perkebunan itu dan menganggap sebagai miliknya
sendiri. Pemerintah Jepang juga menginstruksikan agar penduduk menanami tanah kosong yang ada di pinggiran kota Medan.
66
Tindakan ini akhirnya memberikan kontribusi pada proses polarisasi politik yang tajam antara kaum pergerakan dan kerajaanpetani Melayu. Perkembangan ini
tentu saja membawa konsekuensi berat bagi para petani Melayu dan pihak kerajaan.Mereka mengamati dengan perasaan cemas, karena mereka tidak hanya
kehilangan hak milik atas tanah di Sumatera Timur, tetapi juga menyaksikan sendiri bagaimana tanah-tanah leluhur mereka diambil alih oleh sejumlah besar kaum
pendatang.Lebih parah lagi, pemerintah Jepang masih membolehkan para pemimpin pergerakan mempropagandakan dan mengindoktrinasi kaum pendatang dengan
sentimen antikerajaan.
67
65
Ini adalah badan yang bertugas mengoordinasikan hasil perkebunan yang bermarkas di Singapura.Badan ini sebelumnya bernama Rengokai. Dootjes, Kroenik 1941-1946. Hal 19.
66
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal 232-233
67
Reid, Anthony. Op.cit. Hal 202
Kondisi ini akhirnya mendapat reaksi dari kaum aristokrat Melayu.Kaum aristokrat kerajaan segera mengorganisasi gerakan bawah
44 tanah.Gerakan ini mendapat dukungan dari kalangan bangsawan Serdang, Langkat,
dan Deli.Gerakan ini dibubarkan Jepang dan tokoh-tokoh utamanya dihukum mati.Namun demikian aktivitas gerakan bawah tanah ini tetap dilanjutkan oleh tokoh-
tokoh lainnya.Pendukung gerakan bawah tanah ini kemudian membentuk organisasi sendiri sengan nama Siap Sedia SS. SS diharapkan dapat menggantikan peranan
PST yang sudah dibubarkan oleh Jepang, dengan tujuan untuk melindungi identitas penduduk asli dan membangun otonomi politik Sumatera Timur.Pembentukan
organisasi ini sebagai jawaban atas semakin meningkatnya aktivitas kaum pergerakan nasionalis.SS mendapat dukungan masyarakat Sumatera Timur, terutama dari
golongan bangsawan.Jumlah anggota SS diperkirakan mencapai ribuan orang.
68
Secara politis gerakan ini memang tidak berhasil, tetapi secara moral mampu membangkitkan identitas kultur orang asli di kalangan anggota-anggotanya. Di
samping organisasi ini menjadi semacam wahana untuk memelihara hubungan antara kaum aristokrat kerajaan dengan pemerintah Hindia Belanda yang telah mengungsi
ke Australia.Melalui organisasi ini identitas orang asli dan ide-ide otonomi Sumatera Timur ditanamkan di kalangan para penduduk.Tokoh-tokoh kerajaan yang tergabung
dalam SS dan kepala desa Melayu, segera berusaha menggalang kekuatan untuk mendapatkan kembali hak mereka.Pada tahun 1945, sebuah organisasi Persatuan
Anak Soematra Timur yang didominasi etnis Melayu dibentuk untuk merealisasi tujuan itu. Organisasi ini dipimpin oleh dr. Tengku Mansoer dan Ustad Kadir yang
keduanya aktif dalam organisasi SS. Organisasi ini ternyata tidak mampu menahan
68
Suprayitno. Op.cit. Hal. 48.
45 derasnya gelombang para pendatang menyeroboti tanah leluhur mereka.Pada masa
Jepang terlihat bahwa dominasi kerajaan mulai merosot dengan tajam.Perubahan yang terjadi akibat kebijaksanaan Pemerintah Jepang membuat martabat pada sultan
dan raja-raja memudar di mata masyarakat.Pada setiap upacara, para sultan dan raja- raja diperintahkan berdiri sejajar dengan para pemimpin pergerakan politik sambil
menyanyikan lagu memuja Jepang.Lebih tragis lagi, raja dan kaum bangsawan harus mengayunkan cangkul untuk memberi contoh kepada rakyat tentang pertanian dan
ikut dalam kegiatan gotong-royong.
69
Pada November 1943, Jepang membentuk Shu Sangikai Dewan Penasihat Residensi di setiap residensi Shu.Dewan ini bertugas untuk memberikan nasihat
pada residen Shu-Chokan.Di Sumatera Timur dewan itu didominasi kaum kerajaan dan nasionalis konservatif. Sebagai ketua dewan diangkat Mangaradja
Soeangkoepon, dan wakilnya Tengku Musa dari Kerajaan Asahan.Kepemimpinan dewan ini terus mengalami perubahan.Pada awal tahun 1945 Soeangkoepon
digantikan Tengku Hafaz, cucu Sultan Oesman dari Deli dan putra pangeran Bedagai. Dalam sidang dewan bulan Maret 1945, jabatan kedua dewan diserahkan kepada dr.
Tengku Mansoer. Kerajaan benar-benar telah mendominasi kepemimpinan Shu Snagi-Kai, namun Jepang mulai tidak tertarik pada dua tokoh bangsawan ini.Karena
dianggap tidak bersikap pro-Jepang dan tidak mampu mengatasi perpecahan sosial Merosotnya peranan elite kerajaan semakin
bertambah parah, meskipun Jepang pada masa pendudukannya mulai memperbesar pertisipasi politik rakyat.
69
Reid, Anthony. Op.cit. Hal 180.
46 yang terjadi.Oleh karena itu sebelum Jepang menyerah, jabatan ketua dewan itu
diserahkan kepada Mr. T. Mohammad Hasan.Sebagai langkah memperluas partisipasi penduduk dalam mepersiapkan kemerdekaan, pada tanggal 21 Maret 1945,
Gunseikanbu mengumumkan pembentukan Chuo Sangiin Dewan Penasihat Pusat.Pada tanggal 17 Mei, 25 anggota dewan diangkat oleh Gunseikanbu. Anggota
dari Sumatera Timur adalah Djamalludin Adinegoro, Tengku Damrah, Putra Mahkota Deli, Raja Kaliamsyah Sinaga, dr. Pirngadi, Hamka, dan Hsu-Hua-Chang. Dalam
sidang Chuo Sangiin yang pertama dan terakhir di Bukittinggi pada tanggal 27 Juni hingga 2 Juli 1945, disahkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan untuk
seluruh Sumatera.Tiga minggu kemudian, formasi Panitia Penyelidik Persiapan Kemerdekaan diumumkan.Mohammad Syafei diangkat menjadi ketua dan Adinegoro
dijadikan sekretaris.Dari 24 anggota panitia yang diangkat itu, enam orang berasal dari Sumatera Timur. Mereka adalah dr. Pirngadi, dr. Amir, Mr. T.M. Hasan, Hamka,
Tengku Saibun, dan Hsu Hua-Chang.Pembentukan Panitia Penyelidik Kemerdekaan pada tanggal 28 Juli 1945, pada dasarnya mencerminkan merosotnya peranan elite
kerajaan dalam percaturan politik di Sumatera Timur.Dengan menempatkan seorang wakilnya dalam panitia itu, kelangsungan hidup kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur
memasuki ambang kehancuran. Apalagi resolusi Dewan itu mengatakan, bahwa sebuah delegasi akan segera dikirim ke Jakarta untuk mengadakan koordinasi dengan
badan serupa yang sudah aktif di Jawa.Lebih tragis lagi, bahwa tiga utusan yang mewakili Sumatera bukanlah dari golongan kerajaan. Mereka adalah Mr. T.
Mohammad Hasan, dr. Amir, dan Mr. Abdul Abbas. Keputusan itu tidak hanya membuat kaum bangsawan kehilangan kekuatan untuk melakukan bargaining politik,
47 tetapi kaum pergerakan semakin bertambah radikal dalam menuntut penghapusan
unsur feodalisme dan kolonialisme di Sumatera Timur.Dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945, Mr. T.M. Hasan, diangkat sebagai Gubernur Sumatera, dr. Amir
sebagai Wakil Gubernur, dan Mr. Abbas ditugaskan untuk membentuk Komite Nasional Indonesia KNI dan Dewan Perwakilan Daerah di seluruh Sumatera. Mr.
T.M. Hasan diberi kekuasaan penuh untuk mengangkat residen kepala daerah dan pegawai pemerintah. Atas usul T.M. Hasan dn Amir, PPKI mengesahkan Medan
sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera. Selain itu, PPKI menetapkan PNI sebagai partai negara dan Barisan Keamanan Rakyat BKR sebagai pengawal Republik.Kota
Medan pada Agustus 1945 diselimuti oleh konflik politik dan sosial yang jauh lebih serius dibandingkan dengan masa sebelumnya.Baik di Medan maupun di kota-kota
lainnya di Sumatera Timur, tidak terdapat kepemimpinan tunggal yang dapat mempersatukan semua golongan atau faksi yang bertikai.Sebagian masyarakat masih
mengharapkan hadirnya kembali penguasa lama dan mereka tidak ingin berlindung di bawah Republik yang belum jelas.Hal ini menyebabkan kabar proklamasi
kemerdekaan Indonesia di Jawa baru bisa menyebar pada Oktober 1945 di Sumatera Timur.
70
Setelah proklamasi kemerdekaan, raja-raja Melayu bersikap tunggu dan lihat.Namun, ada beberapa tokoh kerajaan yang berlangsung menunjukkan sikap
simpati kepada Belanda, seperti Datuk Jamil dan Tengku Musa. Sultan Serdang, Langkat, dan Asahan setelah berunding dengan para pemuda yang tergabung dalam
70
Suprayitno. Op.cit. Hal 50-51.
48 BPI baru mau mengibarkan bendera merah putih. Sementara Sultan Deli secara
terang-terangan tidak mengakui kedaulatan Republik.Sementara itu, pada tanggal 10 Oktober 1945 tentara SekutuInggris dari Divisi India ke-26 di bawah pimpinan
Brigadir T.E.D. Kelly menduduki tiga kota penting di Sumatera yaitu, Medan, Palembang dan Padang. Kedatangan tentara Sekutu dan Netherlands Indies Civil
Administration NICA mempertebal semangat penentang Republik, yang sejak zaman Jepang mengkhawatirkan kelangsungan kekuasaannya. Di bawah
perlindungan NICAInggris mereka menganggap impiannya untuk membangun keadaan seperti sebelum Perang Dunia II akan tercapai. Sebaliknya pendukung
Republik memandang kerjasama sekutu, NICA, dan kerajaan sebagai ancaman terhadap Republik.Akibatnya berkobarlah sentimen anti-Belanda, antifeodal, dan
anti-asing.Meskipun demikian, dalam barisan Republik terdapat perpecahan antara golongan moderat dan radikal.Perpecahan itu bersumber pada kebijaksanaan
diplomasi yang diterapkan oleh golongan moderat.Tokoh-tokoh moderat seperti T.M. Hasan tetap mengikuti kebijaksanaan Pemerintah Republik di Jawa.Sementara para
pemuda yang tergabung dalam BPI, BKPI, National Control semakin tidak sabar dengan pendekatan Hasan yang hanya memberi napas lebih lama kepada NICA dan
kerajaan.Akibatnya, bentrokan hebat segera terjadi, setelah terang-terangan ada konspirasi antara NICA-Inggris dan kerajaan.Tercatat selama Oktober sampai
Desember 1945 telah terjadi bentrokan bersenjata antara pemuda-pemuda Republik dengan sekutu dan NICA.Di antaranya adalah Peristiwa Jalan Bali, Peristiwa Siantar
Hotel, Peristiwa Berastagi, dan Peristiwa Jalan Serdang.
71
71
Ibid. Hal 52-56.
49 Peristiwa Jalan Bali dan Siantar Hotel telah memicu semangat para pemuda
untuk berdiri teguh di belakang Republik.Bagi mereka peristiwa itu merupakan sinyal dimulainya perjuangan melawan musuh-musuh Republik.Darah orang Belanda dan
kaki tangannya harus ditumpahkan demi Revolusi Nasional.Sejumlah pemuda itu mulai bergabung dengan TKR dan Lasykar Rakyat.Pada Oktobernya, muncullah
sejumlah gerakan pemuda bersenjata yang masing-masing menguasai Kota Medan. Mereka mencari biaya dari berbagai sumber yang dapat mereka kuasai. TKR dalam
kadar tertentu mengikuti model ini, meskipun lebih berdispilin mengikuti instruksi dari Jawa. Tindakan gerombolan perampok ini tidak hanya membuat Inggris,
Belanda, orang Cina, dan Kerajaan menjadi gusar, tetapi juga mencemaskan tokoh- tokoh Republik.Kepemimpinan sipil Republik menjadi terhambat karena adanya aksi
kekerasan itu. Sebagian besar masyarakat mengkhawatirkan Republik akan jatuh ke tangan kaum radikal atau komunis.Sultan-sultan Melayu mulai mengambil inisiatif
untuk melindungi kerajaan dan kepentingan Melayu.Pada bulan Oktober mereka mendirikan Perkoempoelan Anak Deli Islam PADI. Organisasi ini telah melatih
sekitar lima ribu orang pemuda Melayu untuk mempertahankan atatus quo kerajaan.Pada tahap ini kerajaan mulai cemas melihat ke arah mana arus gerakan
pemuda Republik.Sebagai seorang bangsawan, T.M. Hasan mengerti betul kesulitan yang dihadapi raja-raja Sumatera Timur yang merasa ditekan oleh para pemuda dan
hubungan moral mereka dengan Belanda.Sikap politik T.M. Hasan cenderung mengarah ke politik rekonsiliasi daripada mengancam raja-raja itu.Pengangkatan
pejabat-pejabat pemerintahannya yang terutama, semuanya berdasarkan pertimbangan untuk merangkul pihak kerajaan ke dalam Republik.Sebagai tanda
50 untuk membuktikan adanya suatu dukungan kepada pihak kerajaan, pada tanggal 29
Oktober T.M. Hasan mengangkat Tengku Hafas dari kerajaan Deli sebagai residen Sumatera Timur. Pada saat yang sama ia juga mengangkat Mr. Mohammad Yusuf
sebagai Wali Kota Medan juga mengangkat Tengku Musa sebagai asisten Republik untuk Labuhan Batu, dan Tengku Amir Hamzah sebagai asisten residen Republik
untuk daerah Langkat. Madja Purba diangkat sebagai asisten residen Simalungun, Negerajai Meliala di Tanah Karo dan Tulus di daerah Deli.Usaha Mr. T.M. Hasan
untuk menarik dukungan kerajaan pada Republik tidak hanya sampai di situ.Beberapa tokoh kerajaan lainnya diangkat menjadi asistennya.Semua pengangkatan ini secara
langsung dimaksudkan untuk meredakan kekuatan pihak kerajaan, Belanda-Inggris yang didominasi kaum “ekstremis” di dalam pemerintahan Republik.
72
Sesudah melakukan perubahan-perubahan ini, T.M. Hasan kemudian mengumumkan bahwa Republik siap untuk mengakui posisi istimewa raja-raja,
sebagai pengganti dukungan mereka kepada Republik.T.M. Hasan juga menawarkan kepada Sultan Deli dan Sultan Langkat tunjangan sebesar setengah juta uang Jepang,
melalui kas Republik.Tawaran T.M. Hasan itu tidak mendapat tanggapan serius dari para sultan.Pemuda-pemuda Republik memandang sikap dingin dan hati-hati para
sultan itu sebagai hal yang tidak dapat ditoleransikan lagi. Pada tanggal 1 Desember, Pemuda Sosialis Indonesia Pesindo Tanjung Pura mengultimatum Sultan Langkat
agar mengakui Republik, menyerahkan senjata mereka kepada cabang Pesindo setempat, dan menghentikan semua hubungannya dengan Inggris dan NICA. Sultan
72
Ibid. hal. 61-64.
51 Langkat akhirnya menuruti kemauan mereka dan segera mengibarkan bendera
Merah-Putih di depan istananya, menyerahkan senjata kepada Pesindo dan uang sebesar seratus ribu rupiah kepada Pemerintah Republik. Sultan Langkat memohon
kepada Presiden Soekarno agar Republik mengakui otonomi Kesultanan Langkat.Sultan Serdang dan Asahan juga mengalami tekanan dari Lasykar rakyat,
Kedua penguasa ini dipaksa membuat pernyataan resmi mengakui keberadaan Republik. Mereka dengan segera mengibarkan bendera Merah-Putih di depan istana
dan kantor mereka.
73
Seperti Kesultanan Langkat, kedua sultan ini juga memohon kepada Pemerintah Republik untuk mengakui kekuasaannya. Untuk membuktikan
pernyataannya Sultan Serdang membentuk Badan Pecinta Keamananan dan Kemerdekaan Indonesia BPPKI di Perbaungan.Namun demikian, semua pernyataan
sultan-sultan itu belum memuaskan pemuda Republik.Pada tanggal 14 Desember, sebuah pengumuman bersama TKR dan Pesindo menyatakan, bahwa setiap orang
yang didapati bekerjasama dengan NICA atau agen-agennya akan dihukum mati. Pada hari yang sama PNI mengeluarkan pernyataan, setiap cabang PNI harus
mendistribusikan senjata dan mewaspadai aktivitas para kaki-tangan NICA. Bersamaan dengan itu, barisan pemuda dan laskyar mulai menyerang masyarakat
Cina.Pada awal Desember sekelompok pemuda merampas toko-toko Cina dan gudang-gudang perbekalan di Medan dan kota-kota lainnya di Sumatera
73
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal 339.
52 Timur.Meledaknya sentimen anti-Cina diduga karena adanya hubungan erat antara
tokoh-tokoh masyarakat Cina dengan NICA.
74
Pada 3 Februari 1946, diadakan musyawarah di gedung KNI Medan. Kerajaan diwakili oleh Sultan Langkat, Deli, Asahan, Siak, Putra Mahkota Serdang, Datuk
Sukapiring, dan Batubara, Yang Dipertuankan Kualuh-Ledong, Sultan Panai, Sultan Bilah, dan Raja-raja dari Tanah Karo dan Simalungun. Delegasi Republik dipimpin
oleh T.M Hasan, Amir, Xarim M.S, Loeat Siregar. Mohammad Yusuf, Tengku Hafas, Tengku Dr. Mansoer, Tengku Damrah dan Tengku Bahriun. Dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia mengakui secara resmi posisi istimewa raja-raja. T.M. Hasan mendesak agar raja-raja memutuskan hubungannya dengan Belanda,
melakukan proses demokratisasi dan mendukung Republik Indonesia.
75
Dalam musyawarah itu, Loeat Siregar secara lebih tegas menyatakan, bahwa Pemerintah Republik berdasarkan kepada rakyat, semua yang berbau feodal akan
dilenyapkan. Rakyat menginginkan semua wilayah kerajaan didemokratisasikan. Keinginan rakyat iu adalah ibarat banjir yang tidak dapat dibendung. Sultan Langkat
atas nama raja-raja Sumatera Timur menyatakan bahwa mereka akan mendukung Republik dan turut memperkuat Republik Indonesia. Sultan Langkat juga berjanji
akan melakukan proses demokratisasi sesuai dengan prinsip yang dikemukakan oleh T.M. Hasan.
76
74
Suprayitno. Op.cit. Hal 65-66.
75
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 397.
76
Hasil wawancara dengan Bapak Suprayitno pada tanggal 26 Juli 2015 pukul 13.37 WIB di Kantor Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, USU.
53 Pertemuan antara Gubernur Mr. T.M. Hasan dengan pihak raja-raja
melegakan banyak orang tetapi tidak mengenakkan bagi para pemuda Republik dan tokoh politik revolusioner.Posisi raja-raja di Sumatera Timur benar-benar terancam
oleh radikalisme pemuda di bawah kendali tokoh-tokoh politik, lasykar dan sebagian TRI.
77
Sejumlah tokoh partai bergerak di bawah Persatuan Perjuangan untuk menghancurkan kekuasaan raja-raja.Kerja penghancuran ini dilakukan pada saat
Gubernur Hasan mengadakan perjalanan ke Sumatera Selatan selama satu bulan.
78
77
Sesuai dengan intruksi pemerintah pusat, pada tanggal 26 Januari TKR diubah namanya menjadi TRI. Nasution, A.H. 1963. Tentara Nasional Indonesia, Jilid I. Bandung dan Jakarta. Hal. 246.
78
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 397.
54
BAB III KRONOLOGI DAN POLA GERAKAN SOSIAL POLITIK DI SUMATERA
TIMUR PADA MARET 1946
Bab tiga berisi penjelasan mengenai hasil data yang diperoleh di lapangan sekaligus menyajikan hasil analisis dari data yang diperoleh dengan menggunakan teori struktur
kesempatan politik.Seperti yang dijelaskan pada Bab I, penelitian ini bergantung pada studi pustaka, yang disebabkan keterbatasan untuk bisa mewawancarai pelaku dan
korban secara langsung.Peristiwa yang sudah lama terjadi menjadi alasan utama.Sebab para pelaku dan korban langsung sudah banyak yang berpulang ke
Ilahi.Untuk itu, data dikumpulkan dari para studi-studi terdahulu yang banyak dilakukan peneliti sejarah melalui pendekatan ilmu sejarah. Namun demikian, untuk
memperkuat informasi yang dibutuhkan maka telah dilakukan wawancara terhadap Tengku Zulkifli, Kerabat Kesultanan Langkat; Tengku Muhammad Yasir, Kerabat
Kesultanan Asahan; Suprayitno, Dosen Fakultas Ilmu Budaya sekaligus peneliti sejarah Tragedi Maret Berdarah Sumatera Timur 1946 yang sekaligus penulis buku
Mencoba Lagi MenjadiIndonesia, yang juga mengupas peristiwa tersebut. Serta turut mewawancarai Bapak Phil Ichwan Azhari, Ketua Pusat Studi Ilmu Sejarah di
Universitas Negeri Medan yang juga pernah meneliti peristiwa tersebut. Pendekatan sejarah melalui kedua tokoh ini dianggap sangat dibutuhkan,
sebab sebagaimana judul penelitian yang menggunakan teknik studi deskriptif, penjelasan sejarah tersebut diharapkan dapat membantu penjelasan pola gerakan
55 sosial politik yang terjadi. Gerakan sosial politik dalam peristiwa ini akan diulik
menggunakan teori struktur kesempatan politik yang akan mengungkap faktor-faktor terjadinya gerakan ini secara politis.
Keterbatasan peneliti untuk bisa mewawancarai pelaku dan korban, tidak hanya diwakili atas jawaban-jawaban kedua peneliti studi terdahulu di atas.Melainkan
juga didapat dari sejumlah media yang telah mewawancarai korban langsung.Seperti media online lenteratimur.com, yang memang salah media yang berfokus mendalami
karakteristik Sumatera Timur dalam pemberitaannya. Pun begitu pula dengan Pers Mahasiswa SUARA USU, pers kampus di USU yang pernah mengangkat hal ini jadi
Laporan Utama majalah mereka. Namun, peneliti juga telah mewawancarai beberapa Tengku Muhammad Yasir, kerabat Kesultanan Asahan dan Tengku Zulkifli, kerabat
Kesultanan Langkat untuk merekam kronologi dari pihak korban. Berikut akan dijelaskan mengenai data yang diperoleh dan hasil analisis.
3.1.Kronologi Pembantaian Bangsawan Sumatera Timur 1946
Sebelum menganalisis bagaimana pola gerakan sosial politik yang terjadi di Sumatera Timur pada Maret 1946, maka peneliti akan terlebih dahulu
mengungkapkan kronologi terjadinya peristiwa tersebut. Kronologi menjadi penting, untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gerakan sosial politik
ini bisa terlaksana. Kronologi akan dijelaskan sesuai yang terjadi di daerah-daerah yang diserang dalam kawasan Sumatera Timur.
56
3.1.1. Tanah Karo